Sejarah Pembudidayaan Perikanan Darat: Studi Kasus Balai Benih Ikan Beringin Rao, Pasaman (1984-2004)1 Oleh: Devra Lismanto2
Abstrak Tulisan ini berjudul “Sejarah Pembudidayaan Perikanan Darat: Studi Kasus Balai Benih Ikan Beringin Rao, Pasaman (1984-2004)”. Kajian ini mencoba mengungkapkan sejarah perkembangan lembaga Balai Benih Ikan Beringin Rao, Pasaman dari statusnya sebagai UPBAT, lalu Balai Benih Ikan Sentral, hingga berubah menjadi instalasi Balai Benih Ikan dan dampaknya terhadap masyarakat Kecamatan Rao Mapatunggul. Metode yang digunakan adalah metode ilmu sejarah yang mencakup 4 tahapan yakni, heuristik, kritik, interpretasi, dan terakhir historiografi. Sumber penelitian dihimpun dari studi perpustakaan, kearsipan dan tentu saja wawancara yang terarah dengan nara sumber terkait. Sasaran yang hendak dicapai adalah karya sejarah yang bercorak deskriptif-analaitis terkait Balai Benih Ikan Beringin Rao, mulai saat berdiri tahun 1952 hingga tahun 1983 Balai Benih ikan Beringin Rao mengalami kegagalan dalam menjalankan programnya mengajak masyarakat untuk melakukan budidaya dan pembenihan ikan. Perubahan struktur terjadi pada tahun 1984 saat Balai Benih Ikan Beringin Rao direnovasi dan berganti nama menjadi UPBAT. Akhir tahun 1984 ini Balai Benih Ikan mengeluarkan program kolam baru benih gratis dan mulai melakukan pelatihan. Masa ini merupakan awal dimulainya pembenihan dan budidaya ikan yang dilakukan masyarakat kecamatan Rao Mapatunggul. Karena keberhasilannya dalam mengembangkan pembenihan dan budidaya ikan di kecamatan Rao Mapatunggul, BBI Beringin Rao kemudian ditunjuk menjadi BBI sentral pada tahun 1989 sampai 1998. BBI Beringin Rao mengali penurunan pada akhir tahun 1998 dan berubah menjadi instalasi budidaya ikan. akibat penurunan ini hubungan masyarakat dengan BBI Beringin Rao mulai memudar dan pelatihan-pelatihan di BB Beringin dihentikan pada tahun 2004. Kata kunci: BBI, UPBAT, Beringin Rao
1
Karya ini merupakan bagian dari skripsi penulis dengan judul yang sama dan dibimbing oleh Dr. Mhd Nur, M.S dan Dra. Eni May, M.Si. 2 Penulis adalah mahasiswa Prodi Ilmu Sejarah FIB Universitas Andalas.
A. Pendahuluan Sistem perikanan darat di Indonesia terbilang banyak. Termasuk di Sumatera Barat, yang daerahnya memiliki sumber air yang memadai untuk pengembangan perikanan darat, misalnya air dari pegunungan. Banyak tempat di daerah ini kemudian memiliki apa yang dikenal sebagai Balai Benih Ikan (BBI), sebagai sentra pembibitan ikan darat yang dikelola oleh pemerintah, khususnya dinas perikanan. BBI pertama di Sumatra Barat adalah BBI Sentral Sicincin, di Kabupaten Padangpariaman. BBI ini didirikan pada tahun 1951 dengan tujuan untuk meningkatkan produksi benih ikan air tawar dalam jumlah maupun mutu. Namun, masalahnya kemudian, produksi benih dari BBI Sentral Sicincin ini tidak mampu menjangkau seluruh daerah di Sumatra Barat dalam pendistribusiannya. Untuk itulah hadir kemudian BBI yang kedua yakni BBI Beringin Rao di Kecamatan Rao Mapatunggul di Kabupaten Pasaman, ketiga BBI Sungai Dareh di Kecamatan Pulau Punjung Kabupaten Dharmasraya tahun 1956. Keempat BBI Singkarak di Kecamatan Singkarak Kabupaten Solok pada tahun 1960, serta kelima BBI Padang Tinggi di Kecamatan Koto Nan IV Kota Payakumbuh pada tahun 1962. Pembangunan BBI tambahan ini diharapkan dapat membantu pendistribusian benih dan mengurangi angka kematian benih saat didistribusikan kepada petani. Dari kelima BBI tersebut, BBI Beringin Rao merupakan BBI terluas yakni mencapai 3,98 hektar persegi. BBI ini terbagi dalam luas kolam induk 0,25 hektar, luas kolam pendederan 1,4 hektar, luas kolam tak berfungsi 0,88 hektar dan luas daratan 1,45 hektar. Lokasi BBI Beringin Rao yakni di Jorong Beringin Nagari Lansek Kadok, Kecamatan Rao Mapatunggul, Kabupaten Pasaman. BBI ini dididirikan pada tahun 1952. BBI merupakan kantor/tempat dilakukannya kegiatan pengembangan benih ikan. Sementara itu menurut Direktorat Jendral Perikanan (Departeman Pertanian), BBI adalah sarana pemerintah untuk menghasilkan benih ikan dan untuk membina usaha pembenihan ikan rakyat yang tersebar diseluruh Indonesia. BBI berfungsi sebagai penghasil induk ikan bermutu dalam rangka menunjang usaha pembenihan mutu benih ikan, sebagai penghasil benih untuk keperluan penebaran benih di perairan umum, mengisi kekurangan benih yang dhasilkan usaha pembenihan
rakyat (UPR), dan juga sebagai tempat melaksanakan adaptasi teknis-teknis pembenihan yang lebih baik dan sekaligus menyampaikannya kepada usaha pembenihan rakyat (UPR). BBI dibedakan menjadi dua macam unit yaitu BBI lokal dan BBI sentral, masing-masing BBI tersebut mempunyai tugas berbeda. BBI lokal bertugas untuk menerapkan dan menyebarluaskan teknologi pembenihan, dan menyalurkan benih ikan yang bermutu, sementara itu BBI sentral bertugas menerapkan metoda lapangan hasil penelitian teknologi pembenihan baru termasuk pengujian ikan baru yang baik untuk budidaya. BBI Sentral juga bertugas menyebarluaskan teknologi pembenihan ikan yang lebih menguntungkan, dan menyediakan dan menyebarkan jenis ikan yang baik untuk budidaya dari ukuran benih sampai induk. BBI Sentral juga berkewajiban menyediakan dan menyalurkan benih ikan bermutu dan memproduksi benih dua kali lebih banyak dibanding produksi BBI lokal. Dalam struktur organisasi BBI lokal berada di bawah naungan dan bertanggung jawab kepada Dinas perikanan daerah Kabupaten dibawahi oleh Dinas perikanan provinsi, sementara itu BBI sentral bertanggung jawab langsung kepada Dinas perikanan Provinsi. Mengacu pada jenis-jenis BBI di atas BBI Beringin Rao pernah menjadi Unit Pembinaan Budidaya Air Tawar (UPBAT) sekaligus menjadi Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) BBI Beringin Rao (19841989) dan menjadi BBI sentral (1989-1998) hingga menjadi BBI instalasi Beringin Rao (19982004). Studi terhadap BBI Beringin Rao ini termasuk studi sejarah sosial ekonomi, khususnya sejarah sosial ekonomi pertanian. Sejarah ekonomi terkait dengan sejarah produksi, distribusi barang dana jasa. Karena yang dibahas adalah BBI Beringin Rao, Pasaman, maka studi ini termasuk studi terhadap suatu lembaga, termasuk aktivitas dan orang-orang yang terlibat atau berperan dalam lembaga tersebut, dalam hal ini BBI Beringin Rao. Kajian ini berdasarkan penelitian dengan metode sejarah, yakni heuristik, kritik, interpretasi (analisis dan penafsiran) dan penulisan atau historiografi.
B. Pembahasan BBI Beringin Rao didirikan di Nagari Lansek Kadok Kecamatan Rao Mapatunggul. Berdasarkan cerita turun temurun yang berkembang di tengah masyarakat, nagari Lansek Kadok adalah nama suatu kampung tua yang terletak di Kabupaten Pasaman, Kecamatan Rao
Mapatunggul. Berdasarkan sejarah Lansek Kadok secara turun temurun nagari Lansek Kadok sudah ada sejak abad XIV. Masyarakat nagari Lansek Kadok pada umumnya lebih banyak mengandalkan usaha pertanian dan perikanan dalam menopang kebutuhan hidupnya, hal ini karena kondisi alam di nagari Lansek Kadok cukup mendukung dalam melakukan usaha pertanian padi dan peternakan ikan. BBI Beringin Rao berperan besar dalam perkembangan perikanan di nagari Lansek Kadok, masyarakat yang sebelumnya belum mengenal budidaya dan pembenihan ikan dibimbing untuk melakukan budidaya ikan dengan benar. Balai Benih Ikan (BBI) tepatnya didirikan di Jorong Beringin pada tahun 1952. Luasnya sekitar 4 hektar dan berbentuk kolam sebanyak enam bidang dan khusus hanya melakukan kegiatan pembenihan ikan. Ikan yang dibudidayakan ada beberapa jenis yaitu ikan mas, kujam, sapek dan ikan nila. Pada masa awal berdiri BBI Beringin Rao dipimpin oleh Ramli Datuak Majo Kayo yang merupakan putra asli Beringin. Pada masa awal berdiri hubungan yang terjalin antara petugas BBI dengan masyarakat masih sangat minim, hal ini dikarenakan masih rendahnya minat masyarakat untuk melakukan budidaya/pembenihan ikan, karena masyarakat lebih memilih sektor pertanian dan perkebunan
untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka.
Hal ini terjadi karena masyarakat belum mengenal pembenihan dan budidaya ikan dengan benar, dan budidaya ikan masih dilakukan dengan cara yang sangat tradisional. Sejak BBI Beringin Rao berdiri 1952 hingga tahun 1983, interaksi yang terjalin antara petugas BBI dengan masyarakat sekitar khususnya masih sangat minim. Petugas BBI nampak tidak berhasil mengajak masyarakat untuk mencoba melakukan budidaya dan pembenihan ikan. Petugas BBI nampaknya juga tidak dapat menunjukkan atau meyakinkan masyarakat setempat bahwa pembenihan ikan lebih menguntungkan dibanding usaha pertanian dan perkebunan. Hal ini disebabkan belum ditemukannya teknologi perikanan yang dapat meyakinkan masyarakat akan hal tersebut. Setelah mengalami kesulitan dalam membantu dan menarik minat masyarakat untuk melakukan pembenihan ikan kolam air tawar dalam rentang waktu 1952-1983 pemerintah kemudian melakukan renovasi dan pembangunan kolam BBI Beringin Rao pada tahun 1984. Renovasi ini juga disertai dengan perubahan nama BBI, dari yang sebelumnya bernama Balai Benih Ikan (BBI) Beringin Rao menjadi Unit Pembinaan Budidaya Air Tawar (UPBAT) Balai Benih Ikan Beringin Rao, yang lebih fokus dalam membina masyarakat dalam melakukan
budidaya ikan kolam air tawar. Pembangunan ini sendiri berlangsung dari tahun 1984-1985, jumlah kolam BBI yang sebelumnya hanya 6 bidang, kemudian dibangun ulang menjadi 40 bidang. Awal perkembangan pesat budidaya ikan di Kecamatan Rao Mapatunggul terjadi Pada tahun 1993 saat terbukanya pasar (pemasaran) ke danau Maninjau, Agam, yang banyak dalam bentuk atau sistem Keramba Jala Apung. Produksi benih ikan masyarakat pada masa itu mencapai 22.660.000 ekor. Peningkatan juga terjadi dalam produksi benih BBI yang meningkat hingga mencapai 1.371.661 ekor. Setelah terbuka pasar ke Maninjau terjadi perubahan dalam pola pikir masyarakat dan mereka mencoba beternak ikan. Hal ini terjadi karena penghasilan yang didapat dari budidaya/pembenihan ikan lebih besar dibanding bertani di sawah, selain menghabiskan banyak biaya dan tenaga, panennya juga lama bisa memakan waktu empat bulan untuk sekali panen. Hal ini berbeda jauh dengan berternak ikan yang hasilnya bisa di panen dalam waktu satu bulan saja dan biayanya juga tidak terlalu besar karena benih ikan meraka dapatkan secara gratis dari BBI Beringin Rao. Budidaya ikan terus berkembang di kecamatan Rao Mapatunggul. Hal ini terlihat dari meningkatnya produksi dan terus terbukanya pasar ke beberapa daerah, selain ke danau Maninjau pada tahun 1993. Pada akhir tahun 1995 pemasaran benih ikan terus berkembang pesat, selain memasok benih didalam provinsi Sumatra Barat, seperti Maninjau, juga telah mengembangkan sayapnya sampai ke provinsi Sumatra Utara pada umumnya dan khususnya Tapanuli Selatan dan Tapanuli Utara pada tahun 1995. Pemasaran bibit ikan yang terus meluas ke banyak daerah bahkan telah menembus pasar di Danau Toba pada tahun 1997. Pada tahun 1999 pengiriman benih ikan dari kecamatan Rao Mapatunggul juga dilakukan ke daerah danau buatan di Bangkinang (Riau). Bisa dikatakan, BBI di Rao ini telah berkembang baik, sekaitan dengan meningkatnya permintaan bibit ikan air tawar tidak hanya dari kawasan Pasaman, Sumatera Barat, tetapi juga provinsi tetangga, khususnya Riau dan Sumatera Utara. Sekalipun demikian, dampak terhadap masyarakat lokal, khususnsya Pasaman, tetap tidak sebesar harapan awalnya. Sebagian masyarakat lokal
masih belum memanfaatkan potensi lingkungannnya, sawah, kolam atau
pekarangan, untuk membudidayakan ikan darat di mana bibitnya bisa diperoleh di BBI beringin Rao Pasaman. Padahal, budidaya ikan darat dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, di samping pekerjaan lainnya.
C. Kesimpulan BBI Beringin Rao dibangun pada tahun 1952 sebagai lembaga pemerintah yang bergerak di bidang perikanan yaitu dalam pembenihan ikan. Dalam perjalanannya BBI Beringin Rao mengalami pasang surut, mulai dari perubahan nama setelah BBI Beringin Rao direnovasi pada tahun 1984, BBI yang sebelumnya hanya bernama BBI Beringin Rao kemudian berubah menjadi Unit Pembinaan Budidaya Air Tawar (UPBAT) BBI Beringin Rao. Perubahan ini disebabkan oleh kegagalan BBI mengajak masyarakat melakukan usaha budidaya dan pembenihan ikan di kecamatan Rao Mapatunggul dalam rentang waktu 1952-1983. BBI dinilai telah berhasil dalam mengembangkan budidaya dan pembenihan ikan di kecamatan Rao Mapatunggul pada tahun 1985. Karna keberhasilannya tersebut BBI Beringin Rao kemudian dijadikan BBI Sentral dan berganti nama menjadi BBI Sentral Beringin Rao sekaligus membawahi empat BBI lainnya di Sumatra Barat yaitu BBI Sicincin, BBI Sungai Dareh, UPPU Singkarak dan BBI Padang Tinggi. Kemunduran BBI Beringin Rao dimulai pada tahun 1998 pada saat Nanang Muldansyah menjadi kepala di BBI Beringin Rao, karena mengalami berbagai masalah seperti kekurangan pasokan air untuk mengairi kolam, kualitas induk yang kurang baik yang menyebabkan produksi benih menjadi tidak memuaskan. Mutu benih yang dihasilkan juga kurang baik dan karenan dianggap terlalu jauh dari pusat pemerintahan propinsi dan dianggap akan mengalami keulitan dalam mengontrol empat BBI lainnya. Maka pada tahun 1998 BBI Beringin Rao kemudian dijadikan sebagai instalasi dan BBI Sicincin dijadikan sebagai BBI sentral.
Daftar Pustaka Djatmika. Usaha Perikanan Kolam Air Deras. Jakarta: Simplex, 1986. Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid V. Jakarta: PT Ichtiar Baru-Van Houve. Gottschalk, Louis. Mengerti Sejarah, Terj. Nugroho Notosusanto. Jakarta: UI Press, 1975. Kahin, Audrey. Dari Pemberontakan ke Integrasi Sumatra Barat Dalam Politik Indonesia 1926-1998. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005. Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). Jakarta: Balai Pustaka, 2002. Undri, Orang Pasaman (menelusuri Sejarah Masyarakat di Rantau Minangkabau), Padang: Lembaga Kajian Gerakan Padri (1803-1838), 2009.