The WAHID Institute
Edisi September 2011
|36
The WAHID Institute
Monthly Report on Religious Issues
R
asanya bom sudah seperti di pekarangan sendiri. Dulu ia terjadi di negara tetangga, tapi kini di Bali, Jakarta, Cirebon dan menyusul Solo. Sayangnya, perubahan trend ini sepertinya tidak sigap disikapi aparat. Buktinya, puluhan korban jatuh dan aparat baru mengusutnya. Bahwa Hayat yang melakukannya memiliki keyakinan tertentu—keyakinan gombal menurut KH. Said Aqiel Siradj—tetap saja aparat mesti bertanggung jawab. Aparat juga mesti bertanggung jawab atas kejadian tragis yang menimpa JAI Ahmadiyah. Tapi selalu di tengah gelontoran berita buruk, selalu terdapat berita baik. Berita baiknya, Nurul Amal yang dianggap sesat oleh MUI setempat diproses dengan pasal penganiayaan karena diduga melakukan pencambukan terhadap para pengikutnya. Ini berita baik, sebab biasanya soal aliran sesat selalu diarahkan pada penodaan agama yang selalu menghukum keyakinan seseorang. Pasal penganiayaan memungkinkan pengadilan atas perbuatan yang merugikan, tetapi tetap menghormati keyakinan. Pilihan oposisi ideologis yang diambil oleh PDI-P, dan kemungkinan besar akan disusul oleh Partai Golkar dan PKPI, terhadap Walikota Diani Budiarto merupakan penyejuk di tengah panasnya cuaca kehidupan di negeri ini. Akhirnya, selamat membaca.
Monthly Report on Religious Issues, Edisi XXXVI, September 2011
Bom di Tempat Ibadah (Lagi) Oleh: Nurun Nisa’
E
ntah tempat mana lagi yang aman di belahan negeri ini. Dulu, mungkin orang berfikir bahwa tempat ibadah merupakan jaminan bahwa kita akan selamat jiwa raga. Tapi yang demikian ini diragukan akurasinya. Tempat ibadah sudah menjelma menjadi bahaya dalam beberapa bulan ini. Ia sudah dibom dua kali. Bila dulu Masjid al-Dzikra Cirebon yang menjadi sasaran, kini Gereja Bethel Indonesia Sepenuh (GBIS), Kepunton, Solo, Jawa Tengah yang menjadi incaran. Pada hari Jumat bom diledakkan di masjid (15/04) dan di hari Minggu (25/09) menjadi hari pilihan pengeboman. Keduanya terjadi ketika banyak orang berkumpul dalam satu tempat. Bisa ditebak jika bom ini akan menimbulkan banyak korban. Sungguh keterlaluan.
“Akibat ledakan bom itu telinga kanan tidak bisa untuk mendengar dan tangan sebelah kanan harus menjalani operasi,” terang Noviawati, seorang korban bom GBIS Seperti diberitakan banyak media, paling tidak 28 orang terluka akibat ledakan ini. Satu orang menyetorkan nyawanya. Mereka yang terluka dirawat ringan hingga dioperasi. Operasi yang dimaksud adalah untuk mengeluarkan beberapa benda asing yang terlanjur bersarang di anggota badan, misalnya mur dan paku. Bahkan ada di antara mereka yang genderang telinganya rusak total. “Akibat ledakan bom itu telinga kanan tidak bisa untuk mendengar dan tangan sebelah kanan harus menjalani operasi,” terang Noviawati, seorang korban seperti ditulis AntaraNews (27/09). Di tangan perempuan ini ditemukan enam buah mur. Mur juga bersarang di otak Defiana, seorang korban lainnya. Pelakunya diidentifikasi bernama Hayat a.k.a Ahmad Yosefa a.k.a Pino Damayanto. Pria asal Astanalanggar Cirebon ini, menurut penyelidikan polisi, adalah orang yang mengantar almarhum M. Syarif ketika akan mengebom Masjid
adz-Dzikra di Mapolres Cirebon. Dia bahkan dikaitkan dengan JAT (Jamaah Anshor al-Tauhid) pimpinan Abu Bakar Ba’asyir. Ia menjadi anggota kelompok ini pada 2009. ”Dia (Hayat) memang pernah menjadi anggota JAT tahun 2009. Kami sampaikan apa adanya. Kalau nanti dia terlibat, akan kami minta keterangan (JAT). Karena itu, kami masih dalami kasus ini,” ujar Kadiv Humas Polri Irjen Anton Bachrul Alam sebagaimana dikutip Kompas.com (28/09). Pihak JAT sendiri menolak mengakui Hayat karena dia tidak terdaftar dalam data anggota JAT. “Dari data yang kami miliki tidak ada (nama Hayat),” ujar Direktur Media Massa JAT, Son Hadi sebagaimana ditulis CyberNews (27/09). Hayat, menurut warga sekitar, adalah sosok aneh. Ia, misalnya, enggan berjamaah dengan warga sekitar. Ia memiliki kelompok pergaulan sendiri yang bukan warga dari kalangan penduduk tanah kelahirannya. Keluarganya sendiri tak tahu banyak sebab ia sudah menghilang tanpa kabar semenjak fotonya dipampang di keramaian pasca bom Cirebon. “Dia menghilang setelah kasus itu. Kami sekeluarga juga mengikhlaskan dan dia juga tidak mencari kami mungkin karena takut keluarganya jadi dikaitkaitkan,” ungkap paman Hayat, Imran, seperti ditulis Kompas.com (27/09). Keluarganya meminta maaf—juga menerima jika anaknya dimakamkan di TPU Pondok Rangon di sebelah M. Syarif. Warga Jl. Pandesan, Cirebon di mana orang tua Hayat mengontrak menolak jenazah Hayat. “Kami jelas menolak. Mereka cuma pendatang, tetapi yang kena imbas warga Pandesan,” ujar Sahroni seperti ditulis Inilah.com (27/09). Mereka khawatir dianggap sebagai desa teroris. Warga desa dan aparat di Desa Astanalanggar, Kec. Losari Kab. Cirebon kompak melakukan penolakan. TPM (Tim Pengacara Muslim) berdalih hal ini sesuai permintaan aparat kepolisian. Sosok misterius ini sangat berani dalam menjalankan aksinya. Ia ke warnet bernama Solonet lalu bergabung di jamaah. Nampaknya Hayat mengikuti sesi kedua misa minggu itu yang digelar jam 09.00–11.00 WIB. Selesai misa, Hayat turut dengan jemaat keluar dari pintu
gerbang. Di pintu gerbang itu, bom kemudian meledak pada pukul 10.55 WIB. Jemaat kaget tak terkira. Banyak di antara mereka terluka sehingga mesti dilarikan ke dua rumah sakit di sekitar Solo: RS dr Oen Panti Kosala dan RS Brayat Minulyo. Solo yang relatif damai pun terguncang. Yang paling kaget adalah pejabat negara, termasuk presiden kita. Segera saja digelar rapat terbatas bersama jajaran kabinet. Lalu SBY mengadakan konferensi pers pada Minggu sore (25/09). Dalam pidatonya, SBY menyatakan bahwa aparat yang lemah menyebabkan bom meledak kembali. SBY mengatakan bahwa pihak intelijen sudah diberi peringatan dan Kapolri juga sudah memberikan instruksi kepada jajaran Kepolisian tetapi ternyata masih saja kecolongan. SBY pun menginstruksikan investigasi internal di kedua lembaga tersebut. Instruksi investigasi juga diberlakukan kepada kedua lembaga tersebut—di samping SBY sendiri berjanji untuk melakukannya—untuk mengusut tuntas “kasus yang diduga melibatkan pelaku anggota jaringan terorisme bom di Cirebon”. SBY, dalam kesempatan ini, juga mengingatkan agar aparat siapapun pelakunya. Aparat tidak perlu khawatir dicap sebagai represif karena yang dilakukan adalah tindakan-tindakan proaktif sekaligus preventif. Dalam aras ini, aparat juga memerlukan landasan bekerja terutama aparat intelijen. Karenanya, SBY berharap agar RUU Intelijen, yang kontroversial itu, bisa segera disahkan. “Oleh karena itu saya berharap manakala UU yang kita miliki agar aparat intelijen dan kepolisian untuk cegah aksi terorisme itu memang harus dilakukan. Kita belajar dari pengalaman masa lalu kita tidak ingin masa lalu yang represif tapi kita ingin suasana yang fair trial yang dihadirkan di negeri kita,” terang SBY seperti ditulis Okezone.com (25/09). Keruan saja, point terakhir mendapat sorotan banyak pihak, termasuk Usman Hamid karena dianggap mendorong pengesahan RUU Intelijen yang kontroversial itu. SBY, kata Usman, seharusnya lebih berfokus pada pengungkapan motif di balik bom. BIN merupakan lembaga negara
The WAHID Institute
yang disorot ketika tragedi ini terjadi. BIN dianggap lemah. Bahkan BIN dikaitkan dengan informasi pihak Inggris yang telah mengidentifikasi Surabaya, Semarang, dan Surakarta (Solo) sebagai sasaran bom setelah Cirebon sehingga berdasarkan hal ini bom di GBIS Solo seharusnya bisa dicegah. “Kalau tahu, enggak mungkinlah Solo kejadian. Aparat keamanan yang tentu tahu,” tukas Sutanto seperti ditulis Mediaindonesia.com (26/10). Mereka sulit dilacak, kata Sutanto, sebab pergerakan bom ini lebih berpusat pada gerakan perorangan ketimbang jaringan. Demi memaksimalkan BIN, anggarannya
ditingkatkan sebanyak Rp 200 milyar dari anggaran semula yang berjumlah Rp 1,2 T. Pemeriksaan kini berjalan. Sudah 17 saksi diperiksa dan bahkan tempat Hayat melakukan interaksi internet turut diinvestigasi. Kita masih menunggu hasilnya. Adapun deradikalisasi menjadi perhatian kita bersama. Tak cukup pengajian saja karena mereka mungkin sudah bosan, kata KH Said Aqil Siradj. “Jadi kalau hanya pengajian saja, kalau hanya ceramah saja, mereka sudah bosan barangkali. Karena mereka yang merasa punya surga kan?” kata Kang
Said, panggilan akrabnya, seperti ditulis Detik.com (26/09). Maka, pendekatan ekonomi perlu ditempuh. Hampir senada, Buya Syafi’i menyatakan bahwa terorisme disuburkan oleh banyak faktor, seperti kesenjangan dan ketidakadilan ekonomi. Seperti bom Cirebon, bom Solo diidentifikasi sebagai wujud implementasi Hayat atas keyakinannya. Hayat akan disambut bidadari di surga nanti jika ia meninggal sebagai syahid. Tapi kata Kang Said: “Itu gombal”. [M]
Usai Istighosah, Massa Hancurkan Patung di Purwakarta Oleh: Dindin Abdullah Ghazali (INCReS Bandung)
A
ksi brutal massa seolah tak pernah berhenti bermunculan. Kali ini patung tokoh-tokoh pewayangan yang bertengger di jalanjalan pusat kota Purwakarta dirobohkan dan dibakar oleh ratusan massa usai mengikuti istigosah di Mesjid Agung Purwakarta, Minggu (18/09). Massa yang datang dari beberapa daerah di Jawa Barat itu menganggap patung-patung yang dibangun pemerintah Kabupaten Purwakarta sebagai berhala sehingga harus dihancurkan.
”Pak Polisi, tolong jangan halangi kami merobohkan patung berhala ini. Kami tidak ingin karena di Purwakarta banyak patung, kami kena azab Allah SWT karena digolongkan musyrik,” teriak salah satu dari gerombolan massa Massa berhasil merobohkan empat patung. Seusai istighosah yang dihadiri sekitar seribu jamaah, massa dengan berjalan kaki bergegas menuju patung Gatotkaca lalu merusak dan merobohkannya. Sejumlah polisi yang ada di lokasi tak bisa berbuat banyak. Setelah puas, massa beralih menuju patung Semar yang berada di Ciganea. Patung Semar pun dirobohkan dan dihancurkan massa yang beringas itu.
Sementara di tempat lain, sekelompok massa juga melakukan aksi serupa terhadap patung Dharma Kusumah dan patung Bima. Masih tak puas, kelompok massa ini melanjutkan menuju patung Kresna di perempatan BTN. Namun, sebelum melakukan aksinya, puluhan polisi dari satuan Dalmas yang sudah siaga di sana berhasil mencegahnya. Begitu pun saat massa hendak menghancurkan patung Kiansantang yang berada di Gedung Kembar depan Stasiun Purwakarta, polisi dan anggota TNI yang berjagajaga disana berhasil mencegahnya. ”Pak Polisi, tolong jangan halangi kami merobohkan patung berhala ini. Kami tidak ingin karena di Purwakarta banyak patung, kami kena azab Allah SWT karena digolongkan musyrik,” teriak salah satu dari gerombolan massa. Polisi bergeming dan semakin memperkuat lapisan barikade di sekitar patung Kiansantang. Peristiwa berbeda terjadi di Kec. Wanayasa. Mendengar adanya penyerangan terhadap patung ini, ribuan warga kompak berjaga-jaga untuk mengamankan Situ Wanayasa di mana patung Arjuna berada. Alasannya, penataan Situ Wanayasa berikut patung Arjuna sangat membanggakan. Warga bahkan sempat menghalau dan mengusir sekelompok massa yang tertangkap tangan melakukan survey sebelum melakukan aksi perusakan. “Kami di sini tidak menyembah patung tapi bersyukur terhadap pemerintah daerah yang sudah
menata Situ Wanayasa menjadi tempat yang megah dan menawan,” terang seorang warga seperti dikutip Pikiran Rakyat Online (18/09). Seperti telah diungkap, aksi brutal ini bermula dari kegiatan istighosah dan halal bi halal di Mesjid Agung Purwakarta yang diprakarsai Ustaz Toto Taufik pimpinan Pesantren alHuda. Aksi ini dipicu oleh isi pernyataan para pendakwah yang hadir. Massa menganggap patung-patung itu berhala dan pembangunannya menghamburkan anggaran. Harian Pikiran Rakyat menulis dalam ceramahnya Ustaz Toto sempat mengultimatum Bupati Purwakarta dan pemerintah daerah jika dalam dua minggu patung-patung itu tidak dirobohkan, maka umat Islam Purwakarta akan merobohkannya. Toto mengatakan patung-patung yang ada di Purwakarta merupakan berhala yang harus dihilangkan. Meski demikian, Toto meminta agar pihak yang merobohkannya adalah pemerintah daerah setempat. Selain DKM dan pesantren di sekitar Purwakarta, turut hadir dalam istigosah adalah KH. Athian Ali Dai Ketua Forum Ulama Ummat Islam (FUUI) serta sejumlah calon bupati dan wakil bupati yang akan maju dalam pemilukada (pemilihan umum kepala daerah) Purwakarta. Athian Ali menyatakan terkejut mendengar kejadian ini, tetapi ia memiliki analisa sendiri soal ini. “Saya menduga tindakan sebagian orang itu
merupakan puncak dari kekesalan umat terhadap kebijakan ataupun ucapan Bupati Purwakarta. Misalnya, Bupati pernah menyatakan mendengarkan seruling dan memahaminya lebih baik daripada membaca Al Quran tanpa tahu artinya,” katanya. Selain itu Bupati juga dinilai menghidupkan kembali sejumlah tradisi yang dinilai merusak aqidah Islam. “Belum lagi adanya pandangan kaum muslimin yang meyakini bahwa membuat gambar atau patung mahluk hidup adalah haram,” ungkap Athian sebagaimana ditulis Pikiran Rakyat Online (19/09). Berbagai kecaman terhadap aksi kekerasan ini pun muncul dari berbagai kalangan. Sebanyak lima dari tujuh fraksi DPRD Purwakarta mengutuk dan mengecam keras aksi ini. Mereka adalah Lalam Martakusumah (Ketua Fraksi Golkar), H. Ujang Kardiwan (Ketua Fraksi PDIP), H. Edi Purwadiharja (Ketua Fraksi PPP), Hidayat (Ketua Fraksi PKB), dan Asep Saepuloh (Ketua Fraksi PGNS). Selain itu, mereka juga mengusulkan kepada pimpinan untuk mengundang Kapolres Purwakarta dan Bupati Purwakarta untuk mempertanyakan pengamanan terjadinya aksi perusakan. Ujang menyatakan bahwa patung didirikan sebagai aksesoris dalam penataan taman-taman kota supaya asri dan indah sehingga berbeda dengan Purwakarta dahulu. Hidayat menambahkan bahwa patung bukan semata soal berhala tetapi juga ditunggangi kepentingan politis. “Soal patung ini sudah ditumpangi kepentingan politik dalam rangka suksesi tahun depan,” terang Hidayat. Aksi ini
Monthly Report on Religious Issues, Edisi XXXVI, September 2011
sendiri tidak mencerminkan masyarakat Purwakarta yang sangat mencintai perdamaian. Aksi menentang aksi perusakan ini disuarakan juga oleh Forbes (Forum Bersama). Pada Rabu (21/09) mereka mendatangi Mapolres untuk mendesak agar Polres Purwakarta mengusut tuntas kasus perusakan patung. Forum yang terdiri dari ormas, OKP, LSM, Karang Taruna, KNPI, para bidan, dan PNS ini siap mengawal proses ini. Mereka juga mengecam elit politik yang menjadikan agama sebagai politik menghadapi Pemilukada. Ayi Kurnia, seniman terkemuka Jawa Barat asal Bandung, menyayangkan penghancuran patung wayang karena dianggap musyrik dan berhala. Berdasarkan sejarah, para wali dalam menyebarkan agama Islam di tanah Jawa menggunakan kesenian dan kebudayaan. “Bahkan, seni wayang pun dijadikan media penyebaran agama Islam dan dakwah,” ujarnya. Polisi sendiri telah memeriksa 25 orang saksi. Hasilnya, 10 orang ditetapkan sebagai tersangka. “Ada 10 yang kita tetapkan sebagai tersangka,” kata Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Anton Bachrul Alam seperti ditulis Detik.com (21/09). Mereka dijerat pasal 170 KUHP. Pasal ini menyatakan bahwa “barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan”. Aksi penolakan terhadap pembangunan patung ini sebetulnya sudah muncul sejak tahun-tahun
sebelumnya. Pembangunan patung ini dilakukan melalui pembiayaan pemerintah daerah dengan menggunakan anggaran tahun 2009, 2010, dan 2011. Pada tahun 2010, patung Bima mengalami kerusakan akibat aksi unjuk rasa Forum Ulama Indonesia (FUI) Purwakarta. Aksi perusakan ini berujung ke pengadilan setelah pihak yang mengaku pemilik patung menggugat secara perdata. Dalam keterangannya seusai sidang di Pengadilan Negeri Purwakarta, kuasa hukum penggugat, Dulnasir, mengatakan penggugat menuntut ganti kerugian materil sebesar Rp 102 juta dan kerugian imateril sebesar Rp 3 milyar. “Karena ada perusakan, kami menuntut ganti materil Rp 102 juta,” katanya, seperti ditulis Antaranews.com, 26/08/2010. Saat itu, kerusakan patung Bima berawal ketika FUI Purwakarta berunjuk rasa menentang keberadaan patung tersebut pada dua pekan sebelum persidangan. Puluhan santri dan ulama berusaha membongkar patung wayang ukuran raksasa yang berdir di tepi Jl. Ibrahim Singadilaga. Akibat aksi tersebut patung mengalami kerusakan di bagian kaki. Atas kerusakan tersebut, para kepala Kelurahan Nagrikaler, Purwamekar dan Ciwareng, yakni pihak yang mengaku pemilik patung Bima menggugat perdata atas perusakan patung tersebut. Pihak tergugat adalah Ketua FUI Kabupaten Purwakarta, KH. Abdullah Joban, yang diwakili kuasa hukum Ichwan Tuankotta dan rekan. [M]
Bom Pesantren UBK: Tujuh Orang Ditahan Oleh: Yusuf Thantowi (LenSA NTB)
S
etelah bekerja sekian lama, aparat keamanan berhasil menuntaskan berkas tujuh orang tersangka yang terkait dengan kasus Ponpes UBK. Berkas para tersangka itu diserahkan oleh Direktur Reskrim Umum Polda NTB, Kombes Heru Pranoto kepada Kajati NTB Muhamad Salim, Kamis 29 September yang lalu. Ketujuh tersangka teroris itu diantaranya Ust.Abrori (35), Sa’ban Umar
(19), Rahmad Ibnu Umar (36), Asrak (26), Mustakim Abdullah (17), Rahmat Hidayat (22) dan Furqon. Para tersangka dijerat UU Teroris dan UU Darurat. Dalam berkas itu, masing-masing tersangka memiliki klasifikasi pasal yang disangkakan. “Kita akan langsung menelitinya dan menentukan sikap terhadap hasil penelitian berkas-berkas para tersangka teroris. Kasi Intel dan Pidum segera menelitinya” kata Kajati NTB Muhamad
Salim kepada wartawan Lombok Post di Mataram. Ia juga menjelaskan, pihaknya sangat siap menangani perkara teroris, meski itu diakuinya perkara pertama yang terjadi di NTB. “Selain dijerat dengan undang-undang teroris, mereka juga dijerat dengan undang-undang darurat. Semuanya dikenakan pasal teroris” jelas Brigjend Pol Arif Wahyunadi di Mapolda NTB. Tujuh tersangka dijerat dengan
The WAHID Institute
pasal teroris karena ada ledakan bom, penyimpanan senjata tajam, ada aktivitas yang mengarah keteroris dan kepemilikan bom. Terakhir ada penemuan 26 bom rakitan di Wadupa’a Desa Kananta Kec. Soromandi, Bima.
“Tujuh berkas kemarin hari Kamis (29/09) jam 11.00 WIB telah diserahkan ke Kejaksaan. Tinggal tunggu waktu, mereka punya waktu 14 hari untuk memeriksa, dengan tujuh tersangka,” terang kata Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Anton Bachrul Alam Kini, para tersangka bersiap mengikuti persidangan. “Tujuh berkas kemarin hari Kamis (29/09) jam 11.00 WIB telah diserahkan ke Kejaksaan. Tinggal tunggu waktu, mereka punya waktu 14 hari untuk memeriksa, dengan tujuh tersangka,” terang kata Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Anton Bachrul Alam seperti ditulis Detik.com (30/09). Saat ini, Polda NTB berharap ketujuh tersangka bisa disidangkan di
PN Mataram. Pertimbangannya, selain Polda NTB siap mengamankan sidang, ialah menyangkut efisiensi biaya dan efektivitas kerja. Disebut efisiensi biaya karea terdapat 57 saksi dan 12 orang ahli. Selain itu, diharapkan para penyidik dan penyidik pembantu dapat berkonsentrasi sekaligus dapat melaksanakan tugas rutin di kesatuannya. Namun, keinginan ini akan sedikit terkendala karena telah terbit Surat Keputusan Ketua MA RI, Nomor. 129/ KMA/SK/VII/2012 tertanggal 24 Juli 2011. Surat ini berisis tentang penunjukan PN Tangerang untuk memeriksa dan memutus perkara pidana atas nama Abrory M Aly dan tersangka lainnya. “Kemarin rencana di sini (Jakarta). Tapi, Kapolda sana berharap di sana karena saksinya banyak di sana (NTB),” tambah Anton. Belum ada keputusan menyangkut tempat persidangan hingga berita ini ditulis. Pesantren UBK sendiri memiliki versi soal senjata dan bom di pesantren. Menurutnya, intelijen membenci dan memata-matai pondok ini sejak lama. Maka pasca pembunuhan polisi oleh Sa’ban yang merupakan alumni pesantren, ia disebut sebagai mantan santri, warga pesantren bersiapsiap setelah mendengar polisi akan
menyerang. Mereka bersepakat untuk mengumpulkan senjata yang ada. “Keputusan pun didapat, yaitu segala jenis senjata tajam yang dimiliki oleh ikhwah dan santri yang selama ini dipersiapkan karena perintah Alloh dalam QS.08:60 untuk menghadapi kemungkinan serangan kaum kafir dari pulau NTT yang mayoritas kristen terhadap kaum muslimin di Bima akhirnya dikumpulkan di pondok UBK dengan tujuan mengantisipasi serangan dari keluarga mantan santri tersebut, termasuk satu bom rakitan, molotov dan berbagai jenis senjata tajam, karena terdengar kabar bahwa senjata yang akan mereka gunakan untuk menyerang pondok adalah senjata api rakitan,” terang Salman al Bimawi dalam pers rilis tersebut sebagaimana ditulis Okezone. com (21/07). Bom yang ditemukan oleh polisi, kata Salman, justeru ditanam oleh aparat sendiri. Namun rilis ini tidak menjelaskan soal meninggalnya Ustadz Firdaus yang diduga terkena ledakan bom. Rilis ini juga tidak menerangkan asal-usul bom rakitan itu sendiri—termasuk ada tidaknya dengan perkara meninggalnya sang ustadz. [M]
Partai-partai Cabut Dukungan terhadap Walikota Bogor Oleh: M Subhi Azhari
W
alikota Bogor Diani Budiarto benar-benar babak belur. Setelah kalah di Mahkamah Agung, Diani kini menerima sanksi politik berupa pencabutan dukungan dari sejumlah partai yang selama ini ikut menyokong naiknya sang walikota ke tampuk kekuasaan. Pencabutan dukungan ini terkait erat dengan pembangkangan hukum yang dilakukan Diani atas putusan MA dan pengabaian rekomendasi Ombudsmant dalam sengketa Izin Mendirikan bangunan (IMB) GKI Taman Yasmin Bogor. Pencabutan dukungan tersebut dilakukan oleh DPP PDI-P Jumat (23/09) melalui surat kepada DPD PDI-P Jawa Barat, DPC PDI-P, dan Fraksi PDI-P Kota
Bogor. Surat tersebut ditandatangani Ketua DPP Hamka Haq dan Sekjen Tjahjo Kumolo.
“Terhadap Wali Kota Bogor, FPDI-P bersikap oposisi idelogis,” tegas Wakil Sekjen DPP PDI-P Achmad Basarah Menurut Wakil Sekjen DPP PDI-P Achmad Basarah, sikap yang ditunjukkan Diani itu merupakan contoh tindakan hukum dan moral berbangsa yang sangat buruk bagi masyarakat, serta pengingkaran terhadap ideologi Pancasila, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika.
“Hal itulah yang menjadi dasar DPP PDI-P menginstruksikan kader-kadernya di DPC dan Fraksi di DPRD Kota Bogor untuk mencabut dukungan politik tersebut,” tegasnya. Basarah yang juga anggota Komisi III DPR RI itu menegaskan, surat tersebut juga dibarengi dengan instruksi Fraksi PDI-P Kota Bogor untuk melaksanakan fungsi pengawasan yang ketat sesuai dengan kewenangan yang dimiliki fraksi. “Terhadap Wali Kota Bogor, FPDI-P bersikap oposisi idelogis,” tegasnya. Dengan dicabutnya dukungan politik kepada wali kota, maka Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI-P Bogor akan menjadi oposisi bagi pemerintahan Diani. Pencabutan dukungan tersebut—
seperti ditulis Suarapembaruan. com (28/09) juga dipicu oleh sikap wali kota yang bersikeras melanggar seluruh putusan pengadilan, MA, dan rekomendasi Ombudsmant RI. Selain PDIP, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) akan mencabut dukungan politiknya terhadap Wali Kota Bogor Diani Budiarto. Sedangkan Partai Golkar akan mengkaji ulang dukungan terhadap Diani. “Sebagai partai yang nasionalis, PKPI akan mencabut dukungan terhadap Diani,” ujar Sekjen DPN PKPI Lukman Mokoginta sebagaimana ditulis Suara Pembaruan (04/10). Dikatakan, pembangkangan yang dilakukan Diani terhadap putusan MA
Monthly Report on Religious Issues, Edisi XXXVI, September 2011
untuk mencabut SK yang mencabut IMB GKI Yasmin melanggar Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, dan Hak Asasi Manusia (HAM). “Kebebasan melakukan ibadah semestinya dihormati semua pihak. Wali kota seharusnya memberikan peluang dan kesempatan bagi pihak lain untuk melakukan ibadah,” kata Lukman. Secara terpisah, Partai Golkar menyatakan selalu memberikan dukungan terhadap kepentingan seluruh warga Negara untuk melaksanakan ajaran agamanya masing-masing. Bahkan, kebebasan beragama bagi setiap warga diatur oleh konstitusi. Hal itu disampaikan salah satu Ketua DPP Partai Golkar Dharma Oratmangun. “Sikap Golkar selalu
berpegang pada arah konstitusi. Karena itu, pihak pemerintah kota Bogor harus perhatikan kebebasan masyarakat setempat untuk melaksanakan ibadah,” kata Dharma. Dia menegaskan, Partai Golkar akan berkoordinasi dengan Fraksi Golkar di DPRD Bogor. Meskipun belum sampai pada pernyataan sikap mencabut dukungan atau tidak, seluruh permasalahan akan dikaji sesuai peraturan hukum yang berlaku. “Tentunya kita akan dikaji lebih dahulu dan diselaraskan dengan Fraksi Golkar di Bogor,” tegasnya. PDI-P, PKPI dan Partai Golkar merupakan partai yang mendukung Diani pada Pilkada 2008 lalu. [M]
Ramai-ramai Menggugat Greenpeace Oleh: Nurun Nisa’
F
PI DKI Jakarta menggugat keberadaan Greenpeace Indonesia karena dianggap memakai dana haram hasil sumbangan lotere di Belanda. Dana yang dimaksud merupakan dana dari Postcode Lottery di Belanda dan Eropa yang hampir serupa dengan SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah) di era Soeharto. Di tahun 2009, misalnya, dana yang dimaksud mencapai sekitar Rp 9,2 milyar. Alasan lainnya adalah karena lembaga ini belum mendaftarkan diri kepada pihak Kesbangpol. Selain itu, Greenpeace dianggap menggunakan data palsu untuk menjalankan aktivitasnya terkait protesnya kepada kebijakan, terutama, dalam soal lingkungan hidup. Karenanya, Greenpeace mestinya diusir dari Indonesia karena ia sudah menginjak martabat bangsa. “Ini duit haram, duit judi. Ini LSM Greenpeace udah kagak bener, FPI bakal usir mereka dari Jakarta,” terang Ketua FPI DKI Jakarta, Habib Salim Alatas seperti ditulis ANTARANews (02/08). Dalam aras ini, kata Habib, sudah seharusnya Pemprov DKI Jakarta bertindak. Jika tidak, maka FPI yang akan turun tangan. Kritik yang sama soal belum terdaftarnya lembaga ini diutarakan oleh KH Luthfi Hakim dan Ketua Fraksi Golkar DPRPD DKI Jakarta Ashraf Ali. FBR bahkan meminta kepada
DPRD DKI Jakarta untuk membentuk pansus. Pansus ini nantinya akan menyelidiki latar belakang aktivitas lembaga ini di Jakarta.
“Saya pikir ini jelas ada yang memanas-manasi dan tentu yang memanasmanasi ini adalah perusahaan-perusahaan yang selama ini merasa dirugikan dengan kampanye Greenpeace. Karena mereka adalah perusahaan perusak lingkungan yang memalukan nama Indonesia di mata internasional,” terang Juru Kampanye Greenpeace Asia Tenggara, Bustar Maitar Bagi Grenpeace, kritik ini patut diwaspadai. Pihak Greenpeace diduga kritik ini berasal dari mereka yang didukung oleh perusahaan hitam Indonesia yang sudah melakukan banyak pengrusakan lingkungan. “Saya pikir ini jelas ada yang memanas-manasi dan tentu yang memanas-manasi ini adalah
perusahaan-perusahaan yang selama ini merasa dirugikan dengan kampanye Greenpeace. Karena mereka adalah perusahaan perusak lingkungan yang memalukan nama Indonesia di mata internasional,” terang Juru Kampanye Greenpeace Asia Tenggara, Bustar Maitar seperti ditulis KBR 68H (03/08). Sementara itu, pihak Kemenkumham menyatakan lembaga ini hanya perlu mendaftar izin operasional kepada lembaganya dan berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup untuk lingkungannya. “Ketika Greenpeace membuka perwakilan di Indonesia, tentukan harus berkordinasi terlebih dahulu dengan Kemenhuk dan Sekneg, tetapi untuk kegiatannya tentu saja dengan Kementerian yang membidangi tehnisnya, membidangi tehnis itu tentu saja Kementerian Lingkungan Hidup. Kalau dikaitkan dengan undang-undang keormasan terkait dengan perkumpulan ini merupakan dua persoalan hukum yang berbeda,” jelas Juru bicara Kementerian Hukum dan HAM Martua Batubara. Ancaman terhadap Greenpeace nampaknya bermula dari lontaran mantan Walikota Jakarta Pusat (Jakpus) di mana kantor Greenpeace berada. Selama menjabat empat tahun sebagai orang nomor satu di Jakarta Pusat
The WAHID Institute
Muhayat menyatakan bahwa organisasi yang berdiri sejak 2006 ini tak pernah mendaftarkan organisasinya ke bagian Kesbangpol sehingga disebut LSM liar. “Jelas melanggar peraturan karena Greenpeace tidak mengikuti perundangundangan yang ada di Indonesia. Itu sama saja Greenpeace LSM liar,” terang Muhayat seperti ditulis Monitorndonesia. com (21/06). Peraturan yang dimaksud adalah UU No 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan, Peraturan Pemerintah No 18 tentang pelaksanaan dari UU No 8 Tahun 1985, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 5 Tahun 1986. Pernyataan ini diperkuat
dengan komentar Saefullah yang menjabat walikota Jakpus semenjak 2008. Organisasi yang berkantor di Cikini tak pernah dijumpai Saefullah dalam deretan 108 LSM yang bernaung di wilayah Jakpus. Kedua pernyataan ini mendapat kemudian mendapat komentar dari kalangan luas. Tidak tahu kemana arahnya ‘ancaman’ ini. Sebab Kemenkumham— yang di awal tak membuatnya menjadi soal—sekarang bergabung di barisan pengancam. Patrialis menyoal dana yang dibuat Greenpeace untuk merongrong pemerintah dan perusahaan Indonesia. Ia bahkan mengancam mengusir mereka.
Ia bahkan mengancam membekukan Greenpeace jika kegiatannya hanya memojokkan pemerintah Indonesia di luar negeri. Greenpeace mesti terdaftar karena ia adalah LSM. Langkah Patrialis merupakan babak kedua setelah sebelumnya Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, mempersoalkan sumber dana Greepeace dan statusnya yang tidak terdaftar baik di Kesbangpol DKI maupun di Kesbangpol pusat. Sejak akhir Juni bahkan Foke sudah mengancam lembaga yang tidak berizin, termasuk Greenpeace. [M]
“FPI Didanai Polisi dan BIN” Oleh: Nurun Nisa’
S
udah amat lama almarhum Munir menyinggung soal ormas Islam (fundamentalis) yang sengaja dipelihara oleh tentara. Rupanya pendapat Munir ini bersambung dengan bocoran kawat Kedubes Amerika Serikat kepada Washington oleh Wikileaks. Dalam kawat ini dinyatakan bahwa Polri telah mendanai FPI dengan Jenderal (Purn.) Sutanto, yang kini menjabat sebagai Ketua BIN (Badan Intelijen Negara) sebagai penyandang dananya.
“Enggak benar yang gitugituan lah. Tidak ada yang gitu-gitu. Tidak pernah ada yang membiayai FPI,” ujar Kepala BIN, Jenderal (Purn) Sutanto Dana diberikan sewaktu FPI akan melakukan demonstrasi besar-besaran terkait kartun Nabi Muhammad SAW yang dimuat di media AS. Sutanto menganggap bahwa FPI dapat bermanfaat sebagai attack dog (anjing penyerang). Peran attack dog menjadi penting karena polisi waktu itu ditakuti masyarakat akibat tindakan-tindakannya. Ia juga memungkinkan polisi terhindarkan dari kategori pelanggaran HAM. Info ini diperoleh dari pejabat
senior BIN bernama Yahya Assegaf. Dana yang dimaksud kemudian dihentikan karena FPI tidak bisa lagi dikendalikan. FPI berubah menjadi monster yang menakutkan. Mereka merasa tidak lagi merasa terikat dengan para donatur. Dan, Habib Rizieq menjadi tuan atas dirinya sendiri. Nama lain yang disebut adalah Kapolda DKI, Komjen (Purn) Nugroho Djajusman. Selain sebagai donatur, ia merupakan tokoh yang disegani FPI. Dia merupakan tokoh yang, menurut Wikileaks, disegani FPI. Nugroho merupakan orang yang mengatur penyerahan dua aktifis FPI setelah serangan ke Kedubes AS. Selain itu, Nugroho pernah ditelpon Sutanto untuk mengatasi FPI. FPI, dalam press rilisnya, menyatakan yang demikian merupakan “bohong besar” dan “fitnah keji”. Dalam surat yang ditandatangani oleh Habib Rizieq itu disebutkan bahwa FPI merupakan ormas independen dan mandiri. Pada kesempatan lain, Munarman menyatakan bahwa sumber dana FPI adalah infak dan sumbangan halal lainnya. “Dana organisasi berasal dari infak, donator, dan amal usaha yang halal,” tandasnya seperti dikutip Batampos.com (04/09). FPI mengakui berupaya “menjalin hubungan baik” dengan semua pihak secara proporsional
dan profesional, khususnya dengan para pengambil kebijakan dari kalangan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Jalinan ini demi melancarkan fungsi FPI sebagai ormas dalam melakukan pengawasan dan memberi masukan untuk kebaikan bangsa dan negara. FPI bahkan meminta agar Yahya Assegaf dipanggil, diperiksa, dan ditahan sebab dituding melakukan tiga hal. Yakni, menjual informasi ke pihak asing, melecehkan Polri dan BIN, serta melakukan upaya adu domba antara pemerintah dengan ormas, bahkan, antara Indonesia dengan AS. FPI tidak mengklarifikasi sosok Yahya Asegaf tetapi justru menelusuri jejak anaknya bernama Hani Yahya Asegaf yang dengan alias Hans Sagov terlibat dalam pendirian The Indonesia Israel Public Affairs Comitte (IIPAC) di bawah pimpinan Benjamin Ketang pada 2002. Yahudi, sudah diketahui publik, cukup dekat dengan pemerintah AS. Tentang pendanaan ini, baik Polri maupun mantan Kapolri juga membantah. “Tidak pernah. Sekali lagi, kita tidak pernah membiayai. Tidak ada dana untuk itu,” terang Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo seperti ditulis Kompas.com (06/08). Bantahan senada diutarakan oleh Kepala BIN. “Enggak benar yang gitu-gituan lah. Tidak ada yang gitu-gitu. Tidak pernah ada yang
Monthly Report on Religious Issues, Edisi XXXVI, September 2011
membiayai FPI,” ujar Jenderal (Purn) Sutanto. Adapun posisi FPI adalah mitra. “FPI merupakan ormas yang berkembang di masyarakat. Polri institusi negara hubungannya sebagai mitra yang sifatnya positif untuk kepentingan bangsa,” terang Jubir Polri, Boy Rafli Amar sebagaimana ditulis KBR 68 H (04/09). Andreas Harsono, jurnalis cum aktivis HAM, menyatakan bahwa laporan Yahya Asegaf ini perlu diselediki. “Saya
kira orang ini jabatannya cukup tinggi, dia bukan orang yang suka main-main, itu harus diselidiki bukti-buktinya apa,” terang Andreas. Tentu saja, kata Andreas, secara otomatis polisi maupun FPI akan membantah keterangan yang dibocorkan oleh Wikileaks tersebut sehingga ia harus diselidiki lebih dulu. Andreas juga tidak setuju jika Wikileaks bukan antek AS—justru bermusuhan. Pemerintah AS, misalnya, menekan lembaga keuangan semacam Visa yang
saluran bantuan bagi kelangsungan operasional Wikileaks untuk berhenti menyalurkan dana buat saluran bikinan Julian Assage. Penyelidikan ini mutlak perlu. Setidaknya, untuk menyingkap tunduknya aparat keamanan terhadap tindak-tanduk FPI yang destruktif. Atau alasan, misalnya, diperbolehkannya Habib Rizieq berorasi di depan pendukungnya yang menggeruduk Mapolda DKI Jaya padahal berstatus narapidana. [M]
SCTV Digeruduk Gara-gara Film “?” Oleh: Nurun Nisa’
M
enjelang lebaran, dan sesudahnya, SCTV rajin memutar film nasional yang pernah diputar di bioskop. Dengan bermacam genre, hanya satu film yang memancing perhatian FPI. Film berjudul ? (baca: Tanda Tanya) yang disutradarai Hanung Bramantyo itu akan diputar pada malam Hari Raya. FPI segera saja mengajukan protes pemutaran film ini sebagaimana sikapnya ketika film ini pertama kali diputar di bioskop. Hanya saja, kali ini mereka menuntut agar film tentang isu-isu pluralisme di Indonesia itu dibatalkan. Untuk keperluan ini, mereka menggeruduk SCTV pada Sabtu (27/08). Jika tidak, mereka akan bertindak tegas.
“Yah, mereka (FPI) datang saja sudah tekanan,” ujar Ketua GP Ansor, Nusron Wahid Alasan mereka, seperti ditulis Metrotvnews.com (29/08), karena pluralisme adalah perkara terlarang dalam Islam yang sudah dilarang oleh MUI. Pluralisme adalah sesuatu yang merusak akidah Islam—pluralisme yang mencampuradukan ajaran berbagai agama bukanlah berasal dari ajaran Islam. Selain itu, film ini dianggap melabeli Islam dengan citra negatif. Poligami, misalnya, digambarkan sebagai faktor penyebab murtadnya seorang pemeran bernama Rika. Rika yang tadinya berjilbab
mendadak murtad setelah suaminya menduakan dirinya. Adegan ini, menurut FPI, dianggap telah menyatakan murtadnya Rika sebagai sesuatu yang diterima dalam Islam. Padahal, menurut FPI murtad adalah perkara terlarang dalam Islam yang tidak bisa ditoleransi dan bahkan mendapatkan hukum yang berat. Dengan disertai ratusan massa, petinggi FPI bertemu dengan pihak SCTV. Mengaku datang untuk bermusyawarah, tuntutan FPI akhirnya dipenuhi setelah sempat melakukan demo sepanjang 15 menit. “Tidak ada tekanan, kami bermusyawarah,” kata Ketua FPI Jakarta, Habib Salim Alatas seperti ditulis Tempo (29/08). Habib Salim menambahkan jika tidak dibatalkan, maka jangan menyalahkan FPI jika terjadi hal-hal yang diinginkan. “Kalaupun dia masih ingin menayangkan, itu hak dia, tapi kalau sudah dikasih tahu jangan salahkan FPI kalau terjadi halhal yang tidak diinginkan,” tambahnya. Dalam pertemuan sepanjang 20 menit di lantai 19 SCTV Tower, SCTV akhirnya membatalkan penayangan film ?. “Terimakasih atas silaturahmi dari FPI, ini merupakan masukan dan evaluasi bagi kami. Sebagaimana kita telah berkomunikasi, kami nyatakan tidak akan memutar film ‘?’ pada malam takbiran nanti,” kata Corprotare Secretary SCTV, Hardijanto Soeroso, di akhir pertemuan. Sikap FPI ditentang oleh Ketua GP Ansor, Nusron Wahid. Baginya, keputusan SCTV bukanlah dengan dasar musyawarah atau tanpa perlawanan.
Kedatangan FPI saja merupakan sebuah tekanan bagi pihak SCTV. “Yah, mereka (FPI) datang saja sudah tekanan,” ujar Nusron Wahid sebagaimana ditulis Tempo Interaktif (29/08). Dalam kondisi ini, aparat semestinya tegas menindak ormas-ormas semacam ini. Jika tidak, maka bukan tidak mungkin jika film dan stasiun televisi lain juga akan mendapatkan nasib yang sama. Organisasinya siap badan, kata Nusron, melalui Banser jika FPI meneruskan aksinya. Film ini biasa saja dan jika dianggap merusak akidah maka harus dibuktikan. “Film ini, kan, pernah diputar di bioskop. Survei saja, apakah ada orang yang jadi murtad atau berkurang keimanannya setelah menonton film ini?” tandasnya. KPI selaku otoritas penyiaran di Indonesia mendorong SCTV untuk tetap menyiarkan film ini karena ia telah lulus sensor di LSF (Lembaga Sensor Film). Film ini baru bisa diadukan, menurut anggota KPI Ezki Suyanto, jika terdapat aduan dari masyarakat setelah penayangan. Tetapi SCTV akhirya batal memutar meskipun menurut Ezki keputusan ini sepenuhnya tetap berada di tangan SCTV.
[M]
The WAHID Institute
Dideportasi, Meneliti Syi’ah di Sampang Oleh: Nurun Nisa’
A
ndreas Harsono dan Tirana Hassan ditahan Polres Sampang untuk menjalani interogasi pada Senin (19/09). Kedua peneliti Human Rights Watch ini ditangkap ketika sedang melakukan penelitian soal komunitas Syi’ah di Desa Nangkernang Kec. Omben Kab. Sampang. Mereka hendak meneliti perlakuan diskriminatif yang diperoleh 130 keluarga Syi’ah di belahan Madura itu. “Kami ingin wawancara. Seperti halnya prosedur kerja independen Human Rights Watch, kami ingin mendatangi warga Syi’ah tersebut dan juga orangorang lain yang menentang mereka, maupun aparat pemerintah maupun polisi,” terang Andreas seperti ditulis RNW (21/09).. Sayangnya niat ini tidak terlaksana. Tiba pada pukul 13.00 WIB di lokasi, kedua orang ini didatangi dua jam kemudian oleh lima orang polisi. Andreas ditanyai soal kelengkapan dokumen. Tirana yang warga Australia ditanyai paspornya yang ternyata ketinggalan di hotel. Electronic copy paspornya dianggap tak cukup karena tidak dilengkapi visa. Jurnalis Pantau ini kemudian berinisiatif mengirim via fax atau mengajak aparat bersamasama ke hotel untuk membuktikan keberadaan paspor, ini tetapi ditolak. Mereka diperiksa sampai pukul
“Kami ingin wawancara. Seperti halnya prosedur kerja independen Human Rights Watch, kami ingin mendatangi warga Syiah tersebut dan juga orangorang lain yang menentang mereka, maupun aparat pemerintah maupun polisi,” terang peneliti Human Rights Watch, Andreas Harsono satu dinihari. Dua jam kemudian, karena tidak dijumpai unsur pidana, mereka berdua dibawa ke Imigrasi Tanjung Perak Surabaya. Andreas akhirnya dibebaskan pada hari yang sama karena membawa KTP. Tirana baru diputuskan nasibnya pada Kamis (22/09). Aktivis HAM ini dideportasi karena dianggap melanggar UU Keimigrasian. “Tadi pagi sudah kita pulangkan. Sekitar pukul 10.00 WIB dengan pengawalan dan pengawasan hingga di atas pesawat,” kata Cahyo Sejati, Kabag Humas dan Laporan Kemenhukham Jatim sebagaimana dikutip Detik.com (22/09). Pasal yang dilanggar dalam UU Keimigrasian adalah
adalah pasal 122 jo pasal 75 UU No. 6 Th. 2011 tentang Keimigrasian. Alasan keduanya diproses, menurut polisi, didahului pesan pendek dari masyarakat Gayam soal kehadiran orang asing di pondok Syi’ah. “Penangkapan tersebut dilakukan oleh Polsek Omben berdasarkan SMS dari warga masyarakat Karang Gayam Kecamatan Omben yang isinya ada orang asing sedang lakukan pertemuan dengan Pondok Syi’ah,” terang Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Anton Bachrul Alam seperti ditulis Detik.com (23/09). Tapi, seperti dituturkan Andreas, “tindakan” ini adalah soal keamanan. “Mereka takut ada apa-apa dengan kami. Apalagi di antara kami ada salah satu warga negara asing,” terangnya. Komunitas Syi’ah mengalami perlakuan yang memprihatinkan. Seperti dibahas pada MRoRI edisi sebelumnya, mereka dianggap sesat dan aktivitasnya sempat dilarang oleh pemuka agama setempat dengan dukungan aparat. Ustadz Tajul Muluk, pemuka Syi’ah di desa ini, bahkan mesti menyingkir agar komunitas Syi’ah dapat hidup dan beribadah dengan tenang. [M]
FPI Serang Markas Ahmadiyah Sulsel Oleh: Mahmud Subarka, H (LAPAR Makassar)
U
ntuk kesekian kalinya Front Pembela Islam (FPI) kembali menyerang Sekretariat Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Jl. Anuang Makassar Kec. Mamajang Kota Makassar. Serangan terakhir dilakukan pada Minggu (14/08) pada pukul 01.00 WITA yang dilakukan oleh sekitar tiga puluh orang anggota FPI. Seperti ditulis
Tribunnews.com, penyerangan ini dipicu oleh adanya isu pemukulan polisi oleh jemaat Ahmadiyah sepekan sebelum insiden terjadi. Penyerangan bermula ketika massa FPI berkonvoi dengan sepeda motor hendak merazia sejumlah rumah kos dan hotel Makassar yang dicurigai sebagai tempat mesum. Sepulang dari
Akibat penyerangan ini, kaca jendela Masjid An-Nushrat di lantai satu pecah dan sebuah mobil APV warna perak yang terparkir di halaman masjid mengalami kerusakan
razia, massa FPI justru menuju sekretariat. Mereka sempat ribut dengan warga yang mabuk di sekitar tempat ini. Begitu sampai di lokasi FPI menyerbu masuk ke dalam dan memecahkan kaca di ruangan. Mereka juga memukuli Farid Wajid dan Alexander Lalobar, keduanya dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, yang datang ke TKP untuk melihat aksi penyerangan. Polisi yang datang ke TKP sempat terlibat aksi dorong-dorongan dengan massa FPI. Kasat I Reskrim Polrestabes, AKBP Ahmad Maryadi sempat terjatuh dalam peristiwa
10
ini. Polisi akhirnya bisa mengamankan pimpinan aksi FPI, yakni Abdurrahman. Akibat penyerangan ini, kaca jendela Masjid An-Nushrat di lantai satu pecah. Sebuah mobil APV warna perak yang terparkir di halaman masjid mengalami kerusakan. Sementara itu, Ahmad (35), anggota majelis Ahmadiyah, hanya bisa memandang massa FPI merusak masjidnya dari lantai dua. Insiden ini menghebohkan warga sehingga mereka keluar dari rumahnya. Seorang warga sempat menegur FPI untuk tidak berbuat anarkis tetapi reaksi yang didapat justru reaksi tidak menyenangkan sehingga ketegangan terjadi. Bahkan rumah salah satu warga dilempari kader FPI. Abdurrahman sendiri menyatakan bahwa kabar berita ini diterima dari kader FPI. Karena percaya soal ini, maka massa FPI terpanggil untuk membela polisi karena mereka adalah mitra. Sementara itu, Ketua Dewan Syuro FPI Sulsel Habib Muhsin justru menyatakan bahwa serangan diakibatkan provokasi pihak Ahmadiyah, bukan serangan Ahmadiyah kepada aparat. “Kalau FPI ada niat melakukan penyerangan sudah kita lakukan sejak kedatangan pertama. Saat kami datang kedua kalinya, ada orang Ahmadiyah keluar dari dalam kemudian
Monthly Report on Religious Issues, Edisi XXXVI, September 2011
naik ke mobil dan mengeluarkan katakata kotor terhadap FPI” kata Habib seperti ditulis Tribunnews.com (16/08). LBH meminta agar aparat bertindak professional dalam kasus ini. “Kami meminta agar dalam mengusut tuntas kekerasan yang dilakukan sejumlah oknum anggota FPI, polisi dapat berlaku profesional tanpa memandang bulu,” terang Direktur LBH Makassar, Abdul Muthalib dalam kesempatan jumpa pers sebagaimana ditulis Tribunnews.com (15/08). Aparat sendiri telah menahan Abdurrahman dengan pasal sementara berupa pasal penghasutan. Aparat juga menyatakan bahwa informasi yang memicu penyerangan tidak benar dan bahkan bersifat provokasi. Jumlah tersangka dari FPI terus bertambah ketika massa FPI mendatangi Mapolrestabes Makassar untuk menuntut pembebasan Abdurrahman—yang ditangkap seharusnya provokator, bukan massa FPI—tetapi polisi menolaknya karena merasa memiliki alasan yang kuat. Rizwan, yang turut serta, dicokok polisi karena statusnya yang DPO. Rizwan berhasil ditangkap setelah terjadi adegan tarik-menarik dengan massa FPI yang berusaha mempertahankannya. Arifuddin tertangkap setelahnya. Mereka akan ditangani oleh tiga jaksa yakni Andi
Muldani Fajrin, Ari Chandra, dan Adnan Hamzah. Para terdakwa ini akan dikenai pasal 160 KUHP tentang penghusutan— seperti telah dijelaskan di atas—dan pasal 335 KUHP tentang penganiayaan dan pengeroyokan yang mengakibatkan orang lain terluka. Pasal ini ditimpakan di samping terkait kasus Ahmadiyah juga perusakan warung cotto Makassar. Masjid An-Nushrat yang dijadikan bulan-bulanan FPI itu kini disegel Polsekta Mamajang disertai garis pembatas polisi demi terciptanya situasi kondusif di tengah masyarakat. Tempat ibadah merangkap markas itu nampak sepi. Mereka yang akan memasuki kawasan ini mesti melalui bagian samping. Mereka tidak boleh lama berada di tempat ini dan juga tidak diperkenankan berkumpul di dalamnya. “Kalau dibuka, bukan tidak mungkin akan melahirkan sorotan lagi di masyarakat. Tapi dengan kondisi seperti ini, Ahmadiyah juga tidak melakukan aktivitas yang bisa mengundang reaksi,” kata Kanit Reskrim Polsekta Mamajang, AKP Agus Arfandy seperti ditulis Tribunnews (05/09). Salah seorang pengurus Ahmadiyah Makassar, Baharuddin Lalo, enggan berkomentar banyak soal ini dan menyarankan untuk menghubungi pengurus yang lain. [M]
Duet Razia FPI dan Tim Yustisi Inhil Oleh: Nurun Nisa’
M
enjelang puasa, seperti diberitakan MRoRI sebelumnya, Kapolri meminta agar menindak ormas yang melakukan razia selama bulan Ramadhan. Untuk keperluan ini, para kapolda se-Indonesia dikumpulkan di Jakarta. Tapi lain perkataan, lain perbuatan. Di Indragiri Hilir (Inhil) Riau, razia Ramadhan justru melibatkan ormas yang dikenal gemar melakukan sweeping. Dalam tim gabungan bernama Tim Yustisi Inhil—yang terdiri dari personel TNI, Polres Inhil, dan Satpol PP Inhil—dilakukan razia pada Sabtu (13/08), FPI turut dilibatkan. Razia ini menyisir tempat hiburan dan tempat penginapan di kota Tembilahan. “Operasi pada malam ini sasarannya adalah tempat hiburan dan penginapan di kota Tembilahan. Kita akan ambil tindakan terhadap tempat
hiburan dan penginapan yang tidak mengindahkan surat edaran yang telah kita sampaikan,” ungkap Kepala Satpol PP Inhil, Marta Haryadi dalam apel sebelum
”Kita menyambut adanya kegiatan ini karena dapat membantu pemberantasan penyakit masyarakat di tengah masyarakat. Mari sama-sama kita saling sinergi dan berkoordinasi dalam rangka menciptakan suasana Ramadan yang kondusif,” terang Kapolres Inhil AKBP Tri Julianto Djatiutomo
pemberangkatan seperti ditulis Riaupos. co.id (15/08). Dalam kesempatan ini, hadir pula Kabag Ops Polres Inhil dan Kompol Yanuar Ari. Sedangkan FPI diwakili oleh Panglima Laskar FPI, Amiruddin bersama Wakil Ketua Dewan Syuro FPI, Said Yusrizal Shahab, Ketua Dewan Tanfiz FPI, Asmadi Dubli dan Sekretaris, Harmen. Razia dimulai pukul 22.30 WIB. Tim segera bergerak menuju Jembatan Tasik Gemilang. Kawasan Jembatan yang tidak diterangi penerangan ini biasanya ramai dengan pemuda-pemudi berpacaran di malam Sabtu. Dari kawasan ini, dua pasangan pemuda-pemudi diciduk. Tim kemudian bergerak ke Pujasera Jl. Kapten Mukhtar untuk mengingatkan agar pemilik kos tidak menjual minuman keras (miras) dan mengadakan aktifitas berbau maksiat lainnya. Pada tujuan
11
The WAHID Institute
berikutnya, tim menyita miras seperti ABC, Osaka, dan tuak di warung di kawasan Pelabuhan Baruna. Mereka juga menyisir Wisma Sederhana Pasar Rakyat Tembilahan, Wisma Indra, Wisma Elfa Alya dan Wisma Inhil. Razia ini ditujukan agar mereka menghormati bulan Ramadhan. FPI juga berduet dengan Satpol PP ketika menggeledah pub The Horspot di kawasan Komplek Harmoni, Batam pada
pertengahan Agustus lalu. Di luar itu, ketika FPI bertindak sendiri, ia justru mendapat dukungan aparat.” Kita menyambut adanya kegiatan ini karena dapat membantu pemberantasan penyakit masyarakat. Mari sama-sama kita saling sinergi dan berkoordinasi dalam rangka menciptakan suasana Ramadan yang kondusif,” terang Kapolres Inhil AKBP Tri
Julianto Djatiutomo melalui Kabag OPS AKP Yanuar Ar Darmawan di hadapan puluhan massa dari DPD FPI Inhil seperti ditulis Infohil.com (09/08). Sikap keterbelahan sesama aparat ini menimbulkan tanda tanya. Sebagian orang mungkin berpikir jika kabar dari Wikileaks soal kedekatan FPI dan aparat ada benarnya. Waktu yang akan membuktikannya. [M]
Dicap Menyimpang, Pengikut Nurul Amal Diamankan Oleh: Nurun Nisa’
A
liran Nurul Amal di bawah Yayasan Nurul Amal pimpinan Rahmat Hamdani dianggap menyimpang. Aliran yang tersebar di berbagai daerah di Lampung dan sekitarnya ini dianggap MUI Lampung Utara (Lampura) mempraktekkan ajaran berbeda dengan ajaran Islam pada umumnya. Mereka, menurut keterangan MUI, dapat mengganti puasa dengan 20 ekor ayam. Selain itu, menurut MUI, Hamdani yang merupakan guru ajaran ini boleh menggauli isteri jamaahnya dalam rangka transfer ilmu, meskipun hal ini belum terjadi. Selain itu, penganutnya mesti menyumbang sejumlah uang atas nama zakat dengan besaran yang sudah ditentukan oleh sang guru. Para
“Makanya dalam rapat tadi sudah kita (MUI, Red.) putuskan bahwa MUI melarang adanya keberadaan dan aktivitas aliran Nurul Amal di Lambar umumnya dan Kebuntebu khususnya. Keluarga Dali dan Erma yang menjadi pengikut ajaran itu tetap diizinkan berdomisili di Lambar jika bertobat untuk meninggalkan aliran sesat itu dan kembali pada ajaran Islam yang sebenarnya,” terang Ketua MUI Lambar Dimyati Amin
jamaah juga diperintahkan untuk mabit (bermalam, Red.) di Bukit Sembilan Lampung Selatan selama 40 hari dan di Bukti Seruyak Muara 2 sepanjang 100 hari. Mereka yang melanggar aturan akan dicambuk. Ajaran ini makin terpojok karena alasan administratif: Yayasan Nurul Amal tidak terdaftar di Pemkab Lampura. Selain itu, keberadaan mereka ditolak warga. MUI Lampura juga menyatakan bahwa ajaran ini memenuhi unsur penodaan agama serta tidak boleh disebarkan di Lampung Utara. Kesimpulan ini digelar melalui sidang fatwa pada Rabu (10/08) dengan menghadirkan empat perwakilan jamaah Yayasan Nurul Amal Desa Kalicinta Kec. Kotabumi Utara. Yakni, Sobari selaku wakil ketua, Ujang Delihin, Nuriswan Hadir, dan Basiman. Cap sesat juga dikeluarkan dari Lampung Barat pada September 2011. Label ini merupakan hasil rapat MUI, aparatur Kecamatan Kebuntebu, Koramil, Forum Alim Ulama, Kodim 0422/LB, dan pihak terkait lainnya di kantor Wakil Bupati Lampung Barat. Keputusan diklaim didasarkan pada penyelidikan di lokasi di mana Nurul Amal beraktivitas, misalnya Kotabumi, Lampung Utara, dan Martapura, OKU Timur, Sumatera Selatan. “Makanya dalam rapat tadi sudah kita (MUI, Red.) putuskan bahwa MUI melarang adanya keberadaan dan aktivitas aliran Nurul Amal di Lambar umumnya dan Kebuntebu khususnya. Keluarga Dali dan Erma yang menjadi pengikut ajaran itu tetap diizinkan berdomisili di Lambar jika bertobat untuk meninggalkan aliran sesat itu dan kembali pada ajaran Islam yang sebenarnya,”
terang Ketua MUI Lambar Dimyati Amin seperti ditulis Radarlampung.com (13/09). Hasil penelitian Lambar hampir senada dengan MUI Lampura. Namun, kesesatan ini menunggu pengesahan dari pengurus MUI bidang fatwa. Warga pernah menyerbu mereka Agustus lalu di Kalicinta, Kotabumi Utara, Lampung Utara. Warga ramairamai mendatangi Masjid Nurul Amal di pinggir jalan raya Prokimal pada Rabu (09/08) pada pukul 21.30 WIB di mana jamaah Nurul Amal biasa beraktivitas. Di sana mereka melihat beberapa pengikut Hamdani sedang mencambuk pengikut yang tidak taat. Warga ini geram dan segera mengepung masjid. Mereka bahkan membawa senjata tajam dan sempat terjadi baku hantam sebagaimana ditulis Radar Lampung (10/08). Kepala Desa Kalicinta Ujianto membantah jika warganya melakukan anarkhi, namun sekedar ingin menyaksikan ritual mereka dan kemudian minta dibubarkan. Polisi kemudian mengamankan sekitar 30 pengikut Nurul Amal berikut enam unit mobil bernopol BG (Sumatera Selatan), 1 unit mobil pelat BE, 1 unit mobil pelat B, dan 1 unit motor Yamaha Vega R ke Mapolres Lampura. Penyebabnya, jumlah personel di lapangan terbatas. Selain itu juga disita alat cambuk, pedang pendek, dan kotak merah milik Yayasan Nurul Amal. Pengikut Nurul Amal beserta Hamdani diamankan. Namun, F, I, N, dan E menjadi tersangka karena melakukan pencambukan seperti didasarkan pada para jamaah Nurul Amal yang pernah kena cambuk. Mereka didakwa dengan pasal penganiayaan, bukan penodaan agama. [M]
12
Monthly Report on Religious Issues, Edisi XXXVI, September 2011
Analisa dan Rekomendasi Analisa 1.
Bom bunuh diri bukanlah yang pertama kali terjadi namun sayangnya aparat kurang sigap sehingga peristiwa ini terulang kembali. Di sisi lain, bom dilawan oleh masyarakat dengan caranya sendiri: baik Syarif maupun Hayat ditolak oleh para tetangganya sendiri. Pada aras ini, bom menjadi persoalan yang tidak saja berhubungan dengan soal keamanan namun juga soal kohesi sosial sesama warga
2.
Nampaknya nalar agama secara perlahan menguasai ruang publik kita. Seperti halnya bom sebagai solusi, cara pandang jenis ini terlihat sekali dalam soal Greenpeace dan patung di Purwakarta. Ruang publik, mengutip Habermas, sebagai media komunikasi sesama warga mulai dipenuhi logika agama sebagai landasan protes atas Greenpeace dan patung di Purwakarta. Greenpeace diprotes karena disumbang dana judi yang berarti statusnya haram padahal lembaga ini bukan termasuk kategori lembaga agama. Sementara itu, patung di berbagai daerah dan tempat wisata dianggap sebagai berhala dan menjadi sumber kemusyrikan sepertinya menyederhanakan soal. Persoalan patung tentunya tidak bisa dihubungkan semata-mata dengan soal agama, tetapi juga perlu mempertimbangkan aspek tata ruang kota hingga promosi wisata
3.
Munir (alm.) pernah menyatakan adanya hubungan yang erat antara kaum militer dengan kaum Islam fundamentalis. Bila dikaitkan dengan bocoran Wikileaks, pendapat oleh tokoh yang diakui kredibilitasnya ini patut dijadikan hipotesa untuk menelusuri “kemitraan” FPI dan aparat. Kemitraan antara Tim Justisi Indragiri Hilir (Inhil) dengan FPI juga menarik disorot
4.
Kasus penghentian penayangan film ? (Tanda Tanya) karena tekanan FPI dan penyerangan FPI di Makassar jika dibiarkan terus berlangsung, maka akan menimbulkan efek balik yang dilakukan oleh masyarakat sendiri. Di lokasi terakhir, karena seringnya FPI beraksi dan aparat tak cukup tegas, masyarakat menegur sendiri FPI yang berujung pada konflik di antara masyarakat sipil sendiri
5.
Urusan perbedaan masih belum terkelola dengan baik di masyarakat kita. Pelaporan masyarakat oleh dua aktivis Human Rights Watch yang akan meneliti Syiah di Madura membuktikan hal ini. Hal ini juga berlaku dalam kedatangan warga Desa Kalicinta ke Masjid Nurul Amal untuk meminta pembubaran karena penganut Nurul Amal memiliki pemahaman keagamaan yang berbeda. Pada aras ini, civic pluralism (pluralisme kewargaan) telah kalah pengaruh terhadap theological pluralism (pluralisme teologis)
6.
Pasal penganiayaan bagi para pengikut aliran yang didakwa sesat untuk kasus Nurul Amal di Lampung merupakan suatu kemajuan dalam kehidupan beragama dan berkeyakinan kita. Dalam hal ini sudah tepat jika urusan akidah tidak dicampuri negara, melainkan hanya perbuatan-perbuatan di dalamnya yang melanggar hukum yang diintervensi aparat. Oposisi ideologis oleh PDI-P, yang akan disusul oleh PKPI dan Partai Golkar, terhadap Walikota Diani Buadiarto juga merupakan sebuah kemajuan tersendiri
Rekomendasi 1.
Aparat memiliki pekerjaan rumah untuk memperketat urusan keamanan sehingga bom tidak meledak lagi untuk kesekian kali. Namun bukan berarti mereka, utamanya intelijen, mesti dilindungi peraturan khusus semacam RUU Intelijen yang sudah disahkan. Alih-alih memaksimalkan peran intelijen, alat ini justru berpotensi menjadi alat penekan gaya baru yang mengatasi segala persoalan keamanan sebagaimana halnya pernah terjadi di masa Orde Baru
2.
Ruang publik mesti direbut kembali dari kelompok yang memiliki pemahaman konservatif. Pada aras ini, semua elemen masyarakat dengan caranya masing-masing mempengaruhi lingkungannya dengan pemahaman yang moderat mengingat ruang publik tidaklah netral. Termasuk dalam hal ini adalah perlunya mempromosikan nilai-nilai berbangsa dan civic pluralism ketimbang theological pluralism
3.
Bocoran Wikileaks seharusnya diinvestigasi dengan sebenar-benarnya karena menyangkut integritas aparat negara dalam memperlakukan warganya. Investigasi ini, misalnya, diarahkan pada profil Jenderal Sutanto pernah tercantum sebagai pembina FPI. Selain itu, ia dapat difokuskan pada sikap aparat yang dalam beberapa kesempatan memberikan perlakuan istimewa kepada FPI dan aliran dana menjadi fokus utamanya. Investigasi ini juga penting demi mengingatkan FPI bahwa ia setara dengan ormas lainnya. Jika FPI gemar menyoal suatu lembaga, misalnya, aliran dana maka FPI pun mesti siap disoroti untuk hal yang sama
4.
Aparat mesti bertindak tegas terhadap ormas yang kerap melakukan aksi anarkhis. Tidak ada pilihan lain kecuali aparat sengaja membiarkan ketegangan terus-menerus terjadi dan akhirnya masyarakat yang mengambil tindakan sendiri. Artinya, akan timbul konflik horizontal jika terjadi pembiaran terus-menerus
5.
Aparat yang telah menjalankan tugasnya dengan baik dan partai yang memiliki visi pluralisme patut didukung oleh seluruh elemen demi kemajuan kebebasan beragama dan berkeyakinan di negeri kita
Penerbit: The Wahid Institute | Penanggung Jawab: Yenny Zannuba Wahid, Ahmad Suaedy | Pemimpin Redaksi: Rumadi | Redaktur Pelaksana: Nurun Nisa’ | Sidang Redaksi: Ahmad Suaedy, Gamal Ferdhi, M. Subhi Azhari | Staf Redaksi: Alamsyah M. Dja’far, Badrus Samsul Fata | Desain & Lay out: Ulum Zulvaton | Kontributor: Akhol Firdaus (Jawa Timur), Dindin Ghazali (Jawa Barat), Nur Khalik Ridwan (Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta), Tedi Kholiludin (Jawa Tengah), Zainul Hamdi (Jawa Timur), A. Mabrur (Makassar), Akhdiansyah, Yusuf Tantowi (NTB) Alamat Redaksi: The Wahid Institute , Jln Taman Amir Hamzah 8, Jakarta - 10320 | Telp +62 21 3928 233, 3145 671 I Faks. +62 21 3928 250 Email:
[email protected] Website: www.wahidinstitute.org. Penerbitan ini hasil kerjasama the Wahid Institute dan TIFA Foundation.