Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
KEANEKARAGAMAN HAYATI PENYAKIT BUSUK BATANG JERUK (Botryodiplodia theobromae Pat.) DI JAWA TIMUR Biodiversity Of Citrus Stem Rot Disease (Botryodiplodia theobromae Pat.) In East Java Dwiastuti, ME., Agustina, D. & Triasih, U. Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika Jl. Raya Tlekung No 1, Junrejo- Kota Batu Jawa TImur 65301 T : 081334716631; Email :
[email protected] Abstrak Di Indonesia, penyakit busuk batang diplodia termasuk salah satu penyakit yang ditakuti karena dapat menyebabkan kematian tanaman jeruk apabila tidak dikendalikan dengan tepat. Serangannya meluas di 22 pripinsi/ kabupaten dan kota. Keragaman serangan diplodia diduga karena adanya keragaman keganasan atau ketahanan tanaman. Penelitian bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman hayati penyakit diplodia pada tanaman jeruk. Pengambilan sampel dari beberapa sentra jeruk di Jawa Timur, dengan metode purposive radom sampling. Tiap kebun diambil 5% dari populasi tanaman umur 4 - 10 tahun , sampel berupa kulit batang yang terinfeksi , kemudian dihitung tingkat serangannya. Isolasi, pemurnian dan karakterisasi dilakukan di bagian Fitopatologi Laboratorium Terpadu Balitjestro. Dari hasil koleksi di lima sentra jeruk, Jawa Timur ditemukan 21 isolat Botryodiplodia theobromae di Kraton (Pasuruan), 19 isolat dari Poncokusumo, 13 isolat dari Jember, 13 isolat dari Magetan, Dari temuan tersebut, isolat Pasuruan dan Magetan yang paling jelas menunjukkan gejala khas busuk batang diplodia sedang isolat dari Jember menimbulkan gejala campuran antara penyakit busuk batang diplodia, busuk pangkal batang Phytophthora dan jamur upas. Berdasarkan keragaman gejala di lapang dan kecepatan tumbuh cendawan dalam media PDA di laboratorium, dapat disimpulkan bahwa isolat diplodia Jember pada jeruk siam paling ganas dan banyak menyebabkan tanaman meranggas dan mati meranggas, disusul dengan isolat Magetan dan Pasuruan pada jeruk pamelo. Isolat Tlekung paling lemah serangannya dan bercampur dengan serangan virus vein enation. Persentase serangan penyakit di 4 lokasi tersebut sebesar 5- 90% Kata kunci : jeruk, busuk batang diplodia, Botryodiplodia theobromae Abstract Diplodia stem rot disease is one disease that is feared, because it can caused citrus plant death if not properly controlled In Indonesia. Its attacks was widespread at 22 province / regency /cities. Diversity of diplodia attack suspected caused the diversity of malignancy or plant resistance. This aims of observation was to determine of biodiversity diplodia disease in citrus. Random purposive sampling method from several citrus centers in East Java, was used. Each gardens taken a 5% sample of the infected bark of the plant population and measured the level of attacks of 4-10 years old of citrus. Isolation, purification and characterization conducted at the Phytopathology Laboratory of Integrated Balitjestro. The results of the collection were found 21 isolates B. theobromae from Kraton, Pasuruan, 19 isolates from Poncokusumo, 13 isolates from Jember, and 13 isolates from Magetan. Pasuruan and Magetan isolates were most clearly showed typical symptoms of stem rot isolates. Isolates of Jember being symptomatic mixture 3 diseases etc diplodia stem rot , Phytophthora stem rot and upas disease. Jember isolates of were the most virulent isolates of diplodia, based on a variability of symptoms in the field and the growth rate of fungi in PDA medium and caused plant death, then followed by isolates of 94
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
Magetan and Pasuruan on pamelo. Isolates Tlekung were weakest attack and mixed with enation vein virus attacks. The percentage of disease in 4 locations is about 5 - 90% Key words : citrus, stem rot disease, 3 Botryodiplodia theobromae PENDAHULUAN Jawa Timur merupakan salah satu sentra pertanaman jeruk yang tersebar dibeberapa kabupaten, dan sudah cukup maju pengelolaan kebunnya. Bahkan sudah sering menjadi tujuan studi banding bagi daerah sentra jeruk di luar Jawa. Luasan panen lahan jeruk saat ini dengan rata-rata produksi 2.467.632 ton per tahun (Anonim 2014). Namun permasalahan yang dihadapi oleh petani tanaman sudah mulai produktif adalah adanya gangguan penyakit busuk batang dengan gejala bervariasi, keluar blendok pada batang, tanaman merana, daun menguning, gugur buah jeruk, sampai tanaman mati secara maraton. Gejala penyakit menyerupai gejala penyakit diplodia, Phytopthora dan CVPD atau Huanglungbin (HLB). Penurunan produksi akibat penyakit tersebut cukup banyak sehingga meresakan petani. Kekawatiran tersebut sangat beralasan mengingat bahwa diplodia, CVPD maupun phytophtora merupakan penyakit yang merugikan dan mematikan tanaman. Dari data nasional dilaporkan bahwa rerata kehilangan produksi dan kerugian hasil akibat serangan CVPD, Diplodia, Busuk pangkal batang dan lalat buah masing – masing sebesar 3.218.000 ton dan Rp. 59.114.000.000 . Penyakit busuk batang diplodia yang disebabkan oleh cendawan Botryodiplodia theobromae (Patouillard) Griffon & Maublanc, merupakan penyakit serius pada pertanaman jeruk baik di Indonesia maupun di luar negeri. Di Indonesia penyakit ini ditemukan di Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan. Di luar negeri penyakit terdapat di Amerika Serikat, Kuba, India, Malaysia, dan Thailand. Sebaran geografis penyakit ini sangat luas, hampir ditemukan disemua sentra jeruk pada lebih dari 22 propinsi, kabupaten, kota. Kewaspadaan dan pengendalian harus lebih intensif pada tanaman umur produktif (di atas 5 tahun) (Anonim 2015). Pada tahun 1996 penyakit ini endemik di Magetan Jawa Timur , menyebabkan 85% dari 500 ha pertanaman jeruk pamelo (Citrus grandis) terserang dengan tingkat serangan ringan sampai sedang (22 37%) (Wiratno & Nurbanah 1997). Di Kalimantan Selatan tercatat sebanyak 825.318 pohon atau 53,9% dari tanaman yang ada mengalami kematian (Salamiah 2009b). Selain itu jenis jeruk keprok (Citrus nobilis), jeruk siam (C.tangerina ) ,dan jeruk nipis (C. Aurantiifolia) jeruk purut C.hystrix), jeruk sambal (C Amblycarpa) dan sunkist (C. Sinensis, C Caridina cf Propinqua) sering sangat menderita karena serangannya. Tanaman inang lain yang pernah dilaporkan adalah nangka, mangga, manggis, dan kacang-kacangan pisang, leci, jambu air, kelapa , apel , dan pepaya . Cendawan B. theobromae Pat (Oomycetes) dengan sinonim Lasiodiplodia theobromae Griff. & Maubl (Juan et al. 2013), dulu dikenal dengan nama Diplodia natalensis P.Evans., dilaporkan telah menyebabkan berbagai gejala pada jeruk diantaranya busuk batang, akar, serta ranting. Dikenal dua macam gejala Diplodia yaitu Diplodia ―basah‖ dan Diplodia ―kering‖. Serangan Diplodia basah mudah dikenal karena tanaman yang terserang mengeluarkan ―blendok‖ yang berwarna kuning emas dari batang atau cabang- cabang tanaman. Kulit tanaman yang terserang setelah beberapa lama dapat sembuh kembali, kulit yang terserang mengering, dan mengelupas. Sering kali penyakit 95
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
berkembang terus, sehingga pada kulit terjadi luka-luka yang tidak teratur, kadang-kadang terbatas pada jalur yang sempit, memanjang dan dapat juga berkembang melingkari batang atau cabang yang dapat menyebabkan kematian cabang atau tanaman. Cendawan berkembang di antara kulit dan kayu, dan merusak lapisan kambium tanaman. Kayu yang telah mati berwarna hijau sampai hitam. Serangan Diplodia kering umumnya lebih berbahaya karena gejala permulaan sukar diketahui. Kulit batang atau cabang tanaman yang terserang mengering, terdapat celah-celah kecil pada permukaan kulit, dan pada bagian kulit dan batang yang ada di bawahnya berwarna hitam kehijauan. Pada bagian celah-celah kulit terlihat adanya massa spora cendawan berwarna putih atau hitam. Perluasan kulit yang mengering sangat cepat dan bila sampai menggelang tanaman, menyebabkan daun-daun tanaman menguning dan kematian cabang atau pohon. Patogen penyebab penyakit ini mempunyai banyak kisaran inang di daerah tropis dan subtropis di dunia, dan ditemukan pada lebih dari 280 genus tanaman inang (Nunes et al. 2012, Farr & Rossman, 2012) diantaranya adalah pepaya (Nishijima, 2003), nangka, mangga, manggis, dan kacang-kacangan (Haggag, 2006), pisang, leci, jambu air (Alam et al., 2001), kelapa (Warwick et al., 1991), dan apel (Letham, 1989). Jenis tanaman perkebunan yang menjadi inangnya adalah kakao, karet, kelapa, dan kelapa sawit, sehingga sumber infeksi selalu ada pada perkebunan yang kurang terawat Ekundayo (1978). Variabilitas gejala penyakit dan kisaran inang yang dimiliki oleh cendawan ini menunjukkan bahwa mungkin terdapat keragaman dalam karakter morfologi maupun molekulernya. Shah (2010) menyebutkan bahwa variabilitas gejala penyakit dan kisaran inang cendawan B. theobromae menunjukkan adanya kemungkinan spesies ini memiliki beberapa strain. Oleh karena itu diperlukan analisis tingkat awal terhadap karakter yang dimiliki oleh cendawan B. theobromae dengan pendekatan karakter morfologi. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui keanekaragaman hayati penyakit diplodia di Jawa Timur dan patogen penyebabnya. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan pada tahun 2015 dengan mengambil lokasi Kabupaten Jawa Timur. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (metode sampling acak terpilih), berdasarkan pertimbangan profil dan potensi pertanian jeruk di Jawa Timur : 1) potensi sebagai sentra produksi jeruk siem di Jawa Timur 2) Usia tanaman diatas 4 tahun 3) tanaman jeruk di daerah tersebut dikuatirkan telah terkontaminasi penyakit diplodia. Kriteria yang sama juga digunakan untuk memilih unit lokasi penelitian yang lebih kecil yaitu kecamatan Junrejo, Kraton Pasuruan, Magetan. Koleksi Penyakit Eksplorasi keanekaragaman penyakit diplodia dilakukan dari berbagai kebun jeruk di Jawa Timur yang merupakan daerah endemik penyakit diplodia. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive random sampling. Tiap propinsi diambil 3 kebun yang mewakili populasi pertanaman jeruk terbanyak, dan tiap kebun diambil 5 sampel yang diambil secara acak pada posisi diagonal mewakili arah mata angin. Sampel yang diambil 96
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
berupa bagian tanaman yang bergejala diplodia basah, diplodia kering dan dan gejala tanaman yang mengalami kematian. Pengambilan sampel dengan cara mengambil bahan tanaman batas antara bagian sakit dan bagian sehat, dengan kondisi yang tidak terlalu parah agar tidak tercampur dengan kontaminan lain. Sampel yang diambil disimpan dalam plastik dan dibawa ke laboratorium , dan dilanjutkan dengan isolasi. Isolasi patogen Cendawan patogen diisolasi dengan menggunakan teknik direct plating (Malloch, 1997). Cabang, ranting, buah yang menunjukkan gejala diiris atau disayat tipis secara melintang pada batas antara bagian yang sakit dan yang sehat. Kemudian disterilisasi dengan cara dicelupkan berturut-turut pada larutan akuades steril 30 detik dan NaCLO 1% selama 10 menit. Potongan batang, cabang, ranting atau buah kemudian dipotong kecil kecil 1 x 3 cm. Potongan tersebut dimasukkan dalam kotak biakan berisi kertas hisap steril yang telah dibasahi aquadest. Potongan tanaman tangbergejala diletakkan diatas gelas obyek atau pengganjal lainnya untuk menghindari kontak langsung dengan kertas hisap basah. Jika hal ini terjadi akan mudah busuk dan mudah ditumbuhi kontaminan. Isolat dalam kotak biakan ini diinkubasi pada suhu kamar sampai terjadi sporulasi pada permukaan batang, cabang, ranting atau buah. Kelembaban kotak biakan harus selalu terjaga dengan selalu dibasahi dengan air steril pada kertas penghisap dalam kotak biakan. Spora yang tumbuh dipindahkan dalam petridish berisi mediaPotato Dextrose Agar (PDA), masing-masing mengandung 50 mg/l terramycin. Biakan diinkubasi pada suhu 25 oC selama kurang lebih Pemurnian isolat patogen Isolat yang telah diisolasi dalam PDA, dimurnikan dengan isolasi spora tunggal (single spore isolation) berdasarkan metode Huang & Kohmoto (1991) yaitu menumbuhkan spora dalam PDA kemudian konidia dipanen dari hasil biakan murni yang telah diregenerasikan dalam petridisk dengan menambahkan aquadest steril . Konsentrasi yang ditumbuhkan adalah 1 x 102 konidia/ml. Satu ml suspensi diteteskan diatas media PDA, kemudian diratakan dengan jarum ose steril. Setelah itu diinkubasi pada suhu 26oC . Pengamatan dilakukan tiap hari menggunakan mikrioskop cahaya. Jika konidia mulai berkecambah, satu persatu konidia tersebut segera dipindahkan ke dalam petridisk baru yang telh diisi dngn media PDA . Satu cawan petri biasanya dianggap sebagai spora tunggal untuk dibuat biakan murni lagi dan disimpan dalam 20% glyserol pada suhu -80oC atau frezer sebagai stock biakan sampai siap untuk digunakan. Karakterisasi morfologi Isolat patogen yang sudah murni akan dikarakterisasi secara morfologi secara mikrokskopis dan makroskopis. Karakter morfologi koloni isolat yang diamati secara makroskopis meliputi diameter, bentuk, tepi, permukaan dan warna koloni. Karakter secara mikroskopis meliputi struktur hifa, bentuk konidia, konidiofor dan lain-lain. Bagianbagian yang diamati secara mikroskopis tersebut dilakukan dengan pengamatan preparat yang diwarnai dengan menggunakan lactophenol cotton blue (LCB) dan pengamatan dengan pembuatan suspensi kultur. Pengamatan struktur preparat patogen dilakukan 97
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
dicuplik dengan menggunakan jarum enten dan diletakkan pada gelas obyek yang telah ditetesi dengan LCB. Hifa diurai menggunakan jarum enten dengan bantuan mikroskop stereo. Hifa yang telah terurai ditutup dengan gelas penutup dan diamati menggunakan mikroskop Olympus BX51 yang terhubung kamera EvolutionTM LC Color Olympus UPMTVC mulai dari perbesaran terendah sampai perbesaran tertinggi. Karakter-karakter dari mikroba didiskripsi dengan acuan panduan Barnet &Hunter (1972). Analisis data secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Profil pertanian, sentra tanaman jeruk dan kendalanya di Propinsi Jawa Timur Propinsi Jawa Timur yang terletak pada 111,0‘BT hingga 114,4‘ BT dan garis lintang 7,12LS dan 8,48‘LS dengan batas wilayah : - Sebelah utara : P Kalimantan, propinsi Kalsel - Sebelah selatan : Samudra Indonesia - Sebelah barat : propinsi Jawa Tengah - Sebelah Timur : Selat Bali, propinsi Bali Mempunyai luas wilayah 47.042.17 km2 atau 1,7% . Dari luas wilayah tersebut , terdiri dari persawahan 12.483,66 km, pertanian lahan kering seluas 11.619,3 km, kebun campuran seluas 613,36 km, perkebunaan seluas 1.518,39 km, yang sebagian besar sudah termanfaatkan secara efektif. Topografi Jawa Timur terbagi dalam 3 kelompok wilayah yaitu; 0 - 500 m dpl. meliputi 83% dari luas Jatim dan morfologinya relatif datar; 500 - 1000m dpl meliputi sekitar 11% dari luas wilayah dengan morfologi berbukit dan 1000 m dpl meliputi 6% dengan morfologi terjal. Kegiatan perekonomian terfokus pada pertanian dan perkebunan. Secara nasional Jatim adalah pemasok pangan yang terbesar, penyumbang produk regional domestik bruto propinsi Jatim. Dari data statistik yang dihimpun BPS antara tahun 2003 dan tahun 2013, terjadi penurunan rumah tangga usaha pertanian sebanyak 21,16% dari 613.370 (2003) menjadi hanya 4978,358 (2013), demikian juga pada jumlah usaha pertanian menurut subsektor hortikultura menurun sebanyak 41,91% dari 3.826.739 menjadi 2.222,937 pada tahun 2013. Itupun sebagian besar (76,16%) merupakan pengguna lahan berkriteria petani gurem. Dinas Pertanian Jatim menyatakan bahwa ada 60 jenis tanaman buah yang ditanam di jatim, 6 diantaranya merupakan buah unggulan yaitu mangga, manggis, jeruk, salak, durian dan pisang yang tersebar di beberap wilayah kabupaten (gambar1) (Diperta Jatim, 2014). Luas panen (ha), produktivitas (ku/ha) dan produksi tanaman jeruk di Jatim masing masing sebanyak 4.389,128 ha,117 ku/ha dan 5.148,546 ton (BPS 2013). Wilayah Sentra produksi komoditas jeruk di Jatim yang mempunyai produksi besar antara lain Ponorogo (233,817 ton), Malang (512.002 ton), Lumajang (122.343 ton), Jember (1.150,365 ton), Banyuwangi (2.734.441 ton), Pasuruan (141.466 ton) dan Magetan (9.040 ton) (Diperta Jatim. 2014).
98
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
Gambar 1. Peta potensi wilayah pertanian Jawa Timur Dari laporan Ernawanto & Sugiono (206), dinyatakan bahwa permasalahan utama agribisnis jeruk di jawa Timur antara lain pemasaran (ranking 1) hama penyakit (ranking 2), modal (ranking 3), bibit (ranking 4) dan pemeliharaan (ranking 5). Serangan penyakit cenderung lebih matikan dibanding serangan hama. Penyakit utama dan merugikan yaitu busuk batang diplodia, busuk batang cortisium dan busuk pangkal batang dan akar phythophora. b.
Keanekaragaman hayati patogen penyebab busuk pangkal batang jeruk di Jawa Timur Dari hasil inspeksi lapang ditemukan bahwa ada beberapa gejala penyakit yang bervariasi. Semua gejala yang diambil adalah gejala yang menyerang batang, meyebabkan tanaman merana bahkan menimbulkan kematian, baik pada tanamaan bergejala yang mengeluarkan blendok/gom maupun yang tidak mengeluarkan gom. Pada tanaman jeruk Batu 55 dan jenis jeruk manis yang terinfeksi di Tlekung, Batu, gejala yang ditemukan sangat samar dan bercampur dengan serangan penyakit virus vein enation woody gall, gejala tidak ditemukan pada varietas jeruk keprok, manis maupun siam yang diamati (gambar 2a,b,c).
99
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
Gambar 2.
Kondisi pertanaman jeruk dan gejala serangan diplodia di Sentra jeruk: (a,b,c ) jeruk keprok 55 Tlekung, Batu, kompleks infeksi dengan penyakit CVEV; (d,e,f). Jeruk Pamelo Kraton, Pasuruan, diplodia basah dan kering; (g,h,i). Jeruk siam Poncokusumo, Pasuruan, kompleks diplodia dengan jamur upas; (j,k,l). Jeruk siam Jember, kompleks infeksi diplodia kering, jamur upas dan Phythophthora; (m,n,o) jeruk pamelo Magetan
Kecilnya insiden penyakit busuk batang yang ditemukan mungkin disebabkan 2 hal yaitu: sanitasi dan pemeliharaan tanaman cukup intensif dan kondisi musim dan lingkungan tidak mendukung perkembangan penyakit, pengambilan sampel dilakukan 100
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
pada musim kemarau di dataran tinggi yang cenderung tidak terlalu banyak serangan. Di Pasuruan, dari pengambilan sampel yang dilakukan di Kraton dan Poncokusumo ditemukan variasi gejala yang berbeda pada varietas jeruk yang berbeda. Gejala pada varietas jeruk pamelo yang ditemukan di Kraton, busuk batangnya mengeluarkan blendok dan tidak tercampur dengan gejala lainnya (gambar 2 d,e,f). Tanaman terserang parah akan mati dan beberapa tanaman mati sudah dibongkar. Tampaknya gejala pada pamelo di Kraton ini merupakan gejala tunggal busuk pangkal batang yang disebabkan oleh B.theobromae seperti yang digambarkan oleh Semangoen (2005). Pengamatan jeruk siam di Poncokusumo menemukan gejala busuk batang tanpa blendok yang disertai koloni jamur warna putih pada daerah yang busuk (gambar 2 g,h,i). Tanaaman terserang parah akan mati dalam kondisi banyak sekali buahnya. Buah pada tanaman yang terserang juga busuk putih. Pada tanaman jeruk siam di Jember, gejala hampir mirip di Poncokusumo, disertai keluarnya miselium dan spora jamur berwarna putih, akan tetapi serangannya jauh lebih parah. Tanaman yang mati dalam 2 kebun cukup banyak (gambar 2 j,k,l). Dan tanaman jeruk pamelo yang terserang di Magetan gejalanya mirip, mengeluarkan blendok yang menjadi gejala khas diplodia basah sama dengan gejala di Kraton pasuruan (gambar 2m,n,o). Insiden penyakit busuk batang yang ditemukan disentra jeruk yang dikunjungi bervariasi persentasenya, yang tertinggi ditemukan di Jember (76,9%-90%), kemudian disusul insiden di Pasuruan (53,4%) dan Magetan (27,3% - 45%) (tabel 1). Padahal dari pustaka, tahun 1996, insiden penyakit ini endemik di Magetan Jawa Timur , menyebabkan 85% dari 500 ha pertanaman jeruk pamelo (Citrus grandis) terserang dengan tingkat serangan ringan sampai sedang (22 - 37%) (Wiratno & Nurbanah 1997) dan berdasarkan komunikasi pribadi dengan PHP Sukomoro , biasanya tingkat serangan mencapai 60-90% pada musim penghujan, daerah yang paling endemis adalah Sukomoro dan Kawedanan Magetan. Jadi insiden penyakit di Magetan tidak sebesar data sekunder yang diperoleh, kemungkinan disebabkan pada saat survei sudah masuk musim kemarau, sehingga patogen bersifat laten/ non aktif dan gejala tidak banyak muncul, kemungkinan lain karena pengendalian terus dilakukan dengan pelaburan bubur California dan fungisida sistemik . Kendala terbesar dalam budidaya jeruk pamelo di Magetan adalah serangan busuk pangkal batang, CVPD dan lalat buah. Tabel 1. Insiden penyakit busuk batang dan jumlah koleksi dari sentra jeruk Jawa Timur Persen Lokasi koleksi/ Varietas/ Jumlah Sentra jeruk serangan jumlah tanaman agroekologi koleksi (%) Tlekung Koleksi lab Batu 55 (DT) 1 Tlekung
Visitor plot/200
Pasuruan
KP Kraton/58
Skag Bonanza, Manis Pacitan (DT) Pamelo Nambangan, sigula-gula, Pamelo Ratu, Pamelo putih 101
1
1
53,4
7
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
Kalbar (DRK) Poncokusumo
Saifullah/300
Jember
Umbulsari/250
Jember
Semboro/200
Magetan Magetan Magetan Keterangan
Siam Pontianak(DM) Siam (DRS).
7
3
76,9
3
Siam, Nipis 90 7 semboro(DRS) Sukomoro/150 Pamelo (DRK) 27,3 3 Bendo/200 Pamelo (DRK) 31 3 Takeran/200 Pamelo (DRK) 45 3 : DT = dataran tinggi, DM = dataran medium, DRS = datarn rendah sawah, DRK = dataran rendah kering
c.
Karakterisasi Morfologi Patogen Busuk Batang Jeruk Koloni yang ditemukan pada tanaman jeruk berwarna abu-abu muda sampai kehitaman (Gambar 3). Hifa awalnya hialin kemudian berubah warna menjadi coklat. Piknidium B. theobromae isolat asal jeruk terbentuk secara berkelompok pada media PDA. Ciri ini yang membedakan piknidium B. theobromae dengan piknidium yang dihasilkan oleh Diplodia sp. Menurut Barnett & Hunter (1999), piknidium B. theobromae terbentuk secara bergerombol dan berwarna hitam sedangkan piknidium Diplodia sp. tunggal atau tidak berkelompok. Piknidium B. theobromae asal tanaman lain biasanya terbentuk pada media water agar yang diinduksi dengan formula tertentu. Semua isolat yang ditemukan dari beberapa lokasi mempunyai ciri konidium B. theobromae berbentuk jorong atau ovoid, hialin, pada umur muda, tidak bersekat, dan memiliki dinding ganda kemudian saat matang berwarna coklat, bersekat, dan memiliki dinding tunggal, berukuran rata-rata (24-29) x (10-15) μm. Menurut Semangun (1989), rata-rata konidium pada jeruk berukuran 24 x 15 μm, Konidium secara umum berbentuk elllipsoidal, jorong atau ovoid, hialin, tidak bersekat,dan memiliki dinding ganda saat muda dan saat matang berwarna coklat, bersekat,dan memiliki dinding tunggal (Gambar 4). Barnett & Hunter (1999) mendeskripsikan jamur B. theobromae memiliki ciri khas piknidium berwarna gelap dan terbentuk
Gambar 3. Keragaman koloni isolat diplodia dalam media PDA a). isolat Jember umur 7 hari, b) isolat Pasuruan umur 7-18 hari, c) isolat Magetan umur 18 hari.
102
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
Gambar 4. Konidium diplodia pada jeruk a). Hifa dan konidium umur 21 hari, b). Isolat pamelo Pasuruan umur 28 hari, c). Isolat siam Jember umur 21 hari, d). Isolat pamelo magetan umur 29 hari. secara berkelompok dalam stroma. Konidium hialin dan tidak bersekat saat muda. Klasifikasi B. theobromae adalah sebagai berikut : (Zipcodezoo, 2009a) Tabel 2. Karakter morfologi jamur penyakit asal Pasuruan pada batang jeruk Karakteristik koloni pada Morfologi media PDAa Isolat Ukuran Bentuk Bentuk Warna konidiu Piknidium konidiofor Konidium koloni m (µm) PSR hyaline, Ellipsoidal, 20-24 x Putih, halus, berkelompo 8.1 sederhana, ovoid 1- 2 10 tebal, k bersekat sel, hialin kehitaman PSR hyaline, ovoid, 2 21-22 x Putih, halus, tunggal 8.2 sederhana, sel, gelap 11 tebal, bersekat kehitaman PSR hyaline, ellipsoidal 24-29 x Putih, halus, Sering 8.3 sederhana, /ovoid, 2 11,5-13 tebal, tunggal, bersekat sel kehitaman beberapa kelompok PSR hyaline, Ellipsoidal, 20-24 x Putih, halus, berkelompo 9.1 sederhana, 1- 2 sel, 10 tebal, k bersekat hialin kehitaman PSR hyaline, Ellipsoidal, 22-25 x Putih, halus, Sering 9.2 sederhana, 1- 2 sel, 10-13 tebal, kelompok, bersekat hialin kehitaman beberapa tunggal PSR hyaline, Ellipsoidal, 20-24 x Putih, halus, berkelompo 10.1 sederhana, 1- 2 sel, 10 tebal, k bersekat hialin kehitaman PSR hyaline, cylindrical, 21-22 x Putih, halus, berkelompo 10.2 sederhana, 2 sel, gelap 11 tebal, k bersekat kehitaman PSR hyaline, Ellipsoidal, 24-29 x Putih, halus, berkelompo 10.3 sederhana, 1- 2 sel, 11,5-13 tebal, k bersekat hialin kehitaman 103
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
PSR 11.1 PSR 11.2 PSR 11.1 PSR 11.2
hyaline, sederhana, bersekat hyaline, sederhana, bersekat hyaline, sederhana, bersekat hyaline, sederhana, bersekat hyaline, sederhana, bersekat hyaline, sederhana, bersekat
cylindrical, 2 sel, gelap
19-21 x 10-12
Ellipsoidal, 1- 2 sel, hialin cylindrical, 2 sel, gelap
22-25 x 10-13 24-26 x 10-13
Putih, halus, tebal, kehitaman Putih, halus, tebal, kehitaman Putih, halus, tebal, kehitaman Putih, halus, tebal, kehitaman Putih, halus, tebal, kehitaman Putih, halus, tipis. Sedang
berkelompo k berkelompo k berkelompo k
ellipsoidal 24-27 x berkelompo /cylindrical 15 k , 2 sel SR ellipsoidal 24-25 x berkelompo 12.1 /cylindrical 13 k , 2 sel PSR ellipsoidal 24-29 x berkelompo /cylindrical 10-15 12.2 k , tidak bersekat PSR hyaline, ellipsoidal 24-27 x Putih, halus, berkelompo 12.3 sederhana, tebal, k /cylindrical 10-13 bersekat kehitaman , 2 sel PSR hyaline, ellipsoidal 24-28 x Putih, halus, berkelompo 13.1 sederhana, /cylindrical 10-15 tebal, k bersekat , 2 sel kehitaman PSR hyaline, ellipsoidal 20-24 x Putih, halus, berkelompo 13.2 sederhana, /cylindrical 10 tebal, k bersekat , 2 sel kehitaman PSR hyaline, ellipsoidal 21-22 x Putih, halus, berkelompo 13.3 sederhana, /cylindrical 11 tebal, k bersekat , 2 sel kehitaman PSR hyaline, ellipsoidal 24-29 x Putih, halus, berkelompo 13.4 sederhana, /cylindrical 11,5-13 tebal, k bersekat , 2 sel kehitaman PSR hyaline, ellipsoidal 19-21 x Putih, halus, berkelompo 13.5 sederhana, /cylindrical 10-12 tebal, k bersekat , 2 sel kehitaman PSR hyaline, ellipsoidal 22-25 x Putih, halus, berkelompo 13.6 sederhana, /cylindrical 10-13 tebal, k bersekat , 2 sel kehitaman B. hyaline, ellipsoidal 24-29 x Putih, halus, berkelompo theobr sederhana, /cylindrical 10-15 tebal, k omae bersekat , 2 sel kehitaman . Pengamatan pada hari ketujuh b. Ukuran panjang konidium yang muncul pada konidiofor c. Ukuran lebar konidium yang muncul pada konidiofor d. Botryodiplodia acuan menurut Tsuneo Watanabe (2002) dan Barnett & Hunter (1999) 104
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016 e.
Piknidium pada hari dua puluh satu inkubasi Tsuneo Watanabe (2002) dan Barnett & Hunter (1999)
Kingdom: Fungi Phylum : Ascomycota Kelas : Ascomycetes Ordo : Dothideales Famili : Botryosphaeriaceae Genus : Botryodiplodia Spesies : Botryodiplodia theobromae Dari tiap nomor sampel lapang yang sudah dimurbikan, diantaranya ada yang ditemukan lebih dari 1 isolat dengan karakter visual mirip, agak berbeda atau berbeda sama sekali koloninya, kemudian diberi kode berbeda dibelakang nomor isolatnya. Namun ada juga yang tidak ditemukan isolat yang mempunyai karakter morfologi Botryodiplodia theobromae seperti pada sampel Tlekung dan Poncokusumo. Dari 5 karakter morfologi yang diamati, 13 isolat jamur yang dikoleksi dari Jember, 21 isolat dari Pasuruan , dan 9 isolat dari Magetan, menunjukkan karakter mirip dengan isolat kontrol yang dimiliki Balitjestro, yang sudah diidentifikasi sebelumnya sebagai B. Theobromae dan digunakan sebagai isolat acuan atau pembanding (Tabel 2, 3 dan 4). Rata-rata isolat ditemukan mempunyai miselium benang atau rambut halus, seperti kapas tipis, yang berkembang cukup banyak dan melimpah pertumbuhannya dalam cawan petri. Warna miselium awalnya putih, kemudian berubah menjadi kelabu dan kehitaman. Pertumbuhan koloni melingkar teratur sampai memenuhi cawan petri, pada isolat umur 21 hari telah membentuk piknidium. Warna dan penampilan koloni isolat B. Theobromae yang diamati sangat bervariasi. Tabel 3. Karakter morfologi jamur penyakit asal Jember pada batang jeruk Karakteristik koloni Morfologi pada media PDA Isolat Ukuran Bentuk Bentuk Warna piknidiu konidium konidiofor konidium koloni m (µm) JBR 31.1 hyaline, Ellipsoida 22-23 x 9-10 Putih, halus, sederhana l, 1- 2 sel, tebal, berkelo hialin kehitaman mpok JBR31.2 hyaline, ovoid, 2 19-20 x 10 Putih, halus, Tunggal sederhana sel, gelap tebalnya sedang, kehitaman JBR 32.1 hyaline, Ellipsoida 20-21 x 9-10 Putih, halus, Tunggal sederhana l, 1 sel, agak tipis, hialin kehitaman JBR 32.2 hyaline, ovoid, 2 18-19 x 10- Putih, halus, Tunggal sederhana sel, gelap 12 tebal, JBR 32.3 hyaline, ellipsoidal 21-22 x 10- kelabu, Tunggal sederhana / ovoid, 1 11 halus, tebal, 105
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
Karakteristik koloni pada media PDA
Morfologi Isolat
Bentuk konidiofor
Bentuk konidium
Ukuran konidium (µm)
Warna koloni
piknidiu m
JBR 33.1
hyaline, sederhana
sel Ellipsoida l, 1 sel, hialin
18-19 x 1012
Putih, halus, tebal,
JBR 33.2
hyaline, sederhana
cylindrica l, 1 sel, gelap
21-22 x 1011
Putih, halus, tebal,
JBR 34.1
hyaline, sederhana
Ellipsoida l, 1 sel, hialin
18-19 x 1012
Putih, halus, tebal,
JBR 34.2
hyaline, sederhana
18-19 x 1012
Putih, halus, tebal,
JBR 35.1
hyaline, sederhana
21-22 x 1011
Putih, halus, tebal,
Tunggal
JBR 36.1
hyaline, sederhana
cylindrica l, 2 sel, gelap ellipsoidal /cylindric al, 2 sel ellipsoidal /cylindric al, 2 sel
Tunggal, berkelo mpok sedikit Tunggal, berkelo mpok sedikit Tunggal, berkelo mpok sedikit Tunggal
18-19 x 1012
Putih, halus, tebal, kehitaman
JBR 36. 2
hyaline, sederhana
Tunggal, berkelo mpok sedikit Tunggal
Ellipsoida 21-22 x 10- Putih, halus, l, 1- 2 sel, 11 tebal, hialin kehitaman B. hyaline, ellipsoidal Putih, halus, Berkelo d b theobromae sederhana, /cylindric 24-29 x 10- tebal, mpok e bersekat a. al, 2 sel a. 15c kehitaman a. Pengamatan pada hari ketujuh b. Ukuran panjang konidium yang muncul pada konidiofor c. Ukuran lebar konidium yang muncul pada konidiofor d. Botryodiplodia acuan menurut Tsuneo Watanabe (2002) dan Barnett & Hunter (1999) e. Piknidium pada hari dua puluh satu inkubasi Tsuneo Watanabe (2002) dan Barnett & Hunter (1999)
106
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
Tabel 4. Karakter morfologi jamur penyakit asal Magetan pada batang jeruk Karakteristik koloni pada Morfologi media PDAa Isolat Ukuran Bentuk Bentuk Warna konidium piknidium konidiofor Konidium koloni (µm) MGT 38 Hyalineovoid, 2 24-29 x Putih, halus, berkelomp agak gelap sel 10-15 tebal, ok sederhana, kehitaman bersekat MGT 39 hyaline, ellipsoidal, 24-29 x Putih- abu2, berkelomp sederhana, 2 sel 12-15 halus, tebal, ok bersekat kehitaman MGT 40 hyaline, ellipsoidal, 24-29 x Putih, halus, berkelomp sederhana, 2 sel 11-15 tebal, ok bersekat kehitaman MGT 46 hyaline, ovoid, 2 24-28 x Putih, halus, berkelomp sel 12-15 sederhana, tebal, ok bersekat kehitaman MGT 47 Hyalineovoid, 1-2 20-24 x Putih, halus, berkelomp agak gelap sel tebal, ok 10-13 sederhana, kehitaman bersekat MGT48
hyaline, ellipsoidal, 21-22 x Putih, halus, berkelomp sederhana, tebal, ok 1-2 sel 11 bersekat kehitaman MGT 50 hyaline, ellipsoidal, 24-29 x Putih- abu2, berkelomp sederhana, 2 sel 11,5-13 halus, tebal, ok bersekat kehitaman MGT 51 hyaline, ovoid, 1-2 19-21 x Putih- abu2, berkelomp sederhana, sel 10-12 halus, tebal, ok bersekat kehitaman MGT 52 hyaline, ovoid, 2 22-25 x Putih- abu2, berkelomp sederhana, sel 10-13 halus, tebal, ok bersekat kehitaman B. hyaline, Ellipsoidal 24-29 x Putih, halus, berkelomp theobro sederhana, /ovoid, 2 10-15 tebal, ok mae bersekat sel kehitaman a. Pengamatan pada hari ketujuh b. Ukuran panjang konidium yang muncul pada konidiofor c. Ukuran lebar konidium yang muncul pada konidiofor d. Botryodiplodia acuan menurut Tsuneo Watanabe (2002) dan Barnett & Hunter (1999) e. Piknidium pada hari dua puluh satu inkubasi Tsuneo Watanabe (2002) dan Barnett & Hunter (1999)
107
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
PENUTUP Kesimpulan Dari hasil koleksi di lima sentra jeruk, Jawa Timur ditemukan keanekaragaman hayati gejala dan isolat patogen penyebab penyakit busuk batang jeruk dan dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Telah terkoleksi 66 isolat Botryodiplodia theobromae dari Batu, Kraton, Poncokusumo, Jember dan Magetan, 2. Isolat Pasuruan dan Magetan menunjukkan gejala khas busuk batang diplodia , isolat dari Jember menimbulkan gejala campuran antara penyakit busuk batang diplodia, busuk pangkal batang Phytophthora dan jamur upas. 3. Isolat diplodia Jember pada jeruk siam paling ganas disusul dengan isolat Magetan dan Pasuruan pada jeruk pamelo. Isolat Tlekung paling lemah serangannya dan bercampur dengan serangan virus vein enation. 4. Persentase serangan penyakit di 4 lokasi tersebut sebesar 5- 90% Saran Disarankan isolat yang telah dikoleksi dapat dilanjutkan dengan penelitian uji patogenisitas pada beberapa varietas jeruk . DAFTAR PUSTAKA Anonim 2014. Statistik pertanian. Badan Pusat statistik. Jakarta. Indonesia Anonim. 2015. Data serangan OPT buah Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura 2015 Barnett, HL & Hunter, BB. 1972. Illustrated genera of imperfect fungi. Burgess life science pub. Co. series : mycology. Third edition. Minneapolis Minnesota. USA Diperta jatim 2014. Peta potensi dan program pengembangan hortikultura unggulan Jatim. Makalah keynote speaker pada Seminar Nasional Perhorti. Universitas Brawijaya. November 2014 Ekundayo. 1978. Chemical composition and antibacterial activity Erwanto,DQ & Sugiono. 2016. Agribisnis jeruk di Jatim. Diakses 6 Maret 2016 Farr & Rossman, 2012. Botryodiplodia theobromae with synonym Lasiodiplodia theobromae Haggag, 2014. First report of Lasiodiplodia theobromae causing canker andcollar rot diseases of physic nut (Jatropha cuurcas) in egypt. J of plant pathology (2014), 96(2) : 603-611. Huang, SL & Koh,oto, K. 1901. A simple metho for isolating single fungual spores. Bull. Fac.Agric Tottori Univ. 44 : 1-3 Juan M. Tovar Pedraza1, José A. Mora Aguilera, Cristian Nava Díaz, Daniel Téliz Ortiz,Ángel Villegas Monter y Santos G. Leyva Mir. 2013.Control of Lasiodiplodia theobromae, The causal agent of dieback of sapote mamey (Pouteria sapota (Jacq.) H. E. Moore and Stearn) grafts in Mexico. Rev. Fitotec. Mex. Vol. 36 (3): 233 - 238, 2013 Malloch, D . 1997. Moulds : Their isolation, cultivation and identification, Dept of Botany, Univ of Toronto 108
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
Nunes, CA. 2012. Biological control of postharvest diseases of fruit. European Journal of plant pathology May vol 133 issue : 181-196 Salamiah. 2009a. Peranan toksin yang dihasilkan oleh Botryodiplodia theobromae dalam menimbulkan penyakit diplodia pada beberapa jenis jeruk. J. HPT Tropika ISSN 1411-7525. Vol 9, no 158 – 167 September 2009. Salamiah. 2009b. Pengendalian Penyakit Kulit Diplodia Pada Jeruk Siam Banjar Menggunakan Pengetahuan Dasar Mengenai Siklus Penyakit dan Penerapan GAP . Prosiding Seminar Buah Nusantara 2009.: 55 -71. Semangun, H. 1989. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hal. 397-402. Wiratno, A.T. dan S. Nurbanah. 1997. Pengendalian Penykit Blendok pada Tanaman Jeruk Besar. (On-line). www.pustaka-deptan.go.id/agritek/jwtm0106.pdf diakses tanggal 18 Juni 2009
109