PROSES HIRARKI ANALITIK DENGAN EXPERT CHOISE 2000 UNTUK MENENTUKAN FASILITAS PENDIDIDKAN YANG DIINGIKAN KONSUMEN Siti Rohana Nasution Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Pancasila Email :
[email protected]
Abstrak Untuk mengetahui skala prioritas pilihan konsumen dalam rangka menemukan subkriteria yang paling diminati dilakukan dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP). Hal pertama yang dilakukan adalah dengan melakukan penyeleksian awal yaitu konsistensi dalam menjawab pertanyaan terhadap pertanyaan yang telah disebar kemudian dilakukanlah perhitungan dengan cara pembobotan pada setiap kriteria dan subkriteria dengan menggunakan software Expert Choice 2000 sehingga didapatkan pembobotan dari setiap subkriteria dan prioritas pembobotan berdasarkan pilihan responden. Dalam pembobotan pada Expert Choice 2000 sangat berpengaruh terhadap besarnya angka pembobotan dan kecilnya angka rasio inkonsistensi yang masuk dalam daerah toleransi sebesar diharapkan dapat mencapai angka 10% atau (0.1) sehingga dapat diketahui konsistensi jawaban dari responden dengan pembobotan tertinggi adalah metode yang sebenarnya diinginkan oleh konsumen. Hasil dalam analisis ini akan memprioritaskan subkriteria dan dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk evaluasi pihak manajemen di masa mendatang. Dengan memprioritaskan pembobotaan tertinggi yaitu metode terpilih maka diharapkan perbaikan yang dilakukan secara berkesinambungan ini akan menghasilkan manfaat yang besar buat pihak manajemen dalam pengelolaan organisasi untuk lebih menfokuskan pada kebutuhan konsumen. Kata Kunci : Analytic Hierarchy Process (AHP), Expert Choice. PENDAHULUAN Dewasa ini perkembangan pendidikan terlihat amat pesat yang mengikuti perkembangan teknologi yang telah ada sehingga menjadi salah satu bagian dari agenda pemerintah pada sistem pendidikan nasional. Menurut UU SISDIKNAS Sistem pendidikan nasional adalah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional (UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 3, hal 3). Sedangkan pendidikan menurut ketentuan umum sisdiknas adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Sistem pendidikan nasional pasal 1
JURNAL TEKNIK FTUP, VOLUME 26 NOMOR 2 JUNI 2013
ayat 1, hal 3). Pendidikan menurut ketentuan umum sisdiknas merupakan pendidikan formal, nonformal, dan informal. Pendidikan nonformal diartikan sebagai jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang (UU SISDIKNAS pasal 1 ayat 12, hal 4). Berarti secara sadar kita telah mengetahui bahwa diperlukan usaha dan tekad yang terencana untuk mengatasi problem suasana kondusif pembelajaran dalam pengembangan potensi-potensi yang ada pada peserta didik. Dari sanalah kemudian fungsi itu berjalan yaitu bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (UU Sisdiknas, thn 2003 pasal 3).
68
Keterkaitan pendidikan formal dengan nonformal sampai saat ini adalah sangat erat bagaikan dua buah sisi mata uang yang tidak bisa saling dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk membuat judul terkait dengan dunia pendidikan yang menarik ini, lebih tepatnya pendidikan nonformal yaitu bimbingan belajar, didukung dengan kebutuhan perusahaan tempat penulis bekerja untuk mengetahui informasi seberapa kuatnya kriteria-kriteria unggulan konsumen dalam pemilihan pendidikan dengan menggunakan metode proses hirarki analitik melalui bantuan perangkat lunak program Expert Choise 2000. Sedangkan pendidik sendiri terdefinisi sebagai tenaga kependidikan yang bekualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan (Undang-Undang Sisdiknas thn 2003 pasal 1 poin 6). Kesatuan sistem diantara keduanya sangat tidak bisa terpisahkan bagai dua sisi mata uang, jika pendidikan ada tetapi pendidiknya tidak ada maka sistem pendidikan tidak akan berjalan. Sedangkan bila yang terjadi sebaliknya kalaulah pendidik ada tetapi pendidikan atau bahan ajar (pedoman) tidak maka pengajaran pendidik akan tidak terarah dan tak berkualifikasi sehingga mutunya tidak dapat diukur. Definisi ini kemudian telah disepakati oleh pakar pendidikan sebagai keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional (UU Sisdiknas, thn 2003 pasal 1 poin 3). Sehingga komponen yang saling terkait tadi memiliki keterpaduan atau kesatuan untuk bertekad memajukan pendidikan dari mulai kalangan bawah hingga kalangan atas. Agar tercapainya suatu keseluruhan komponen pendidikan yang apik, saling terkait dan terpadu maka diperlukanlah perangkat-perangkat komponen yang diharapkan dapat memajukan pendidikan adalah sebagai berikut: Kurikulum Evaluasi pendidikan Akreditasi Sumber daya pendidikan (tenaga kependidikan, dana, sarana dan prasarana). Dewan pendidikan
69
Komite sekolah Warga Negara Masyarakat Pemerintah daerah Menteri Pemerintah pusat. Dalam harmonisasi hubungan timbal balik antara perangkat yang ada maka akan tercapailah suatu tujuan pendidikan nasional yang baik, yang telah lama direncanakan dan dicanangkan oleh pemerintah mulai dari sebelum Indonesia merdeka hingga sekarang. Betapa erat kaitan antara pendidikan formal dan nonformal. Begitu pula dengan bimbingan belajar, yang menjadi salah satu preferensi dari pendidikan nonformal. Sehingga kehadirannya sangat mendukung fungsi pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan nasional yang dapat mencerdaskan anak bangsa. Perlu didukungnya tujuan pendidikan nasional mendapatkan apresiasi dari berbagai pihak.
ANALISIS AHP Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan yang kompleks dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, member nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan hasil, dan dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas. Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat. (Saaty, 1993).
JURNAL TEKNIK FTUP, VOLUME 26 NOMOR 2 JUNI 2013
Menyusun Hierarki (Decomposition) Menurut Saaty, ada tiga prinsip dalam memecahkan persoalan dengan AHP, yaitu prinsip; Menyusun hirarki (Decomposition), prinsip menentukan prioritas (Comparative Judgement), dan prinsip konsistensi logis (Logical Consistency). Hirarki yang dimaksud adalah hirarki dari permasalahan yang akan dipecahkan untuk mempertimbangkan kriteria-kriteria atau komponen komponen yang mendukung pencapaian tujuan. Dalam proses menentukan tujuan dan hirarki tujuan, perlu diperhatikan apakah kumpulan tujuan beserta kriteria-kriteria yang bersangkutan tepat untuk persoalan yang dihadapi. Dalam memilih kriteria-kriteria pada setiap masalah pengambilan keputusan perlu memperhatikan kriteria-kriteria sebagai berikut : a. Lengkap Kriteria harus lengkap sehingga mencakup semua aspek yang penting, yang digunakan dalam mengambil keputusan untuk pencapaian tujuan. Dalam hal pengambilan keputusan untuk kelayakan pemilihan bimbingan belajar ini ada beberapa pertimbangan kriteria-kriteria utama yang dibandingkan yaitu; Kualitasnya, Harga (price) dan Lokasi bimbingan belajarnya. b. Operasional Operasional dalam artian bahwa setiap kriteria ini harus mempunyai arti bagi pengambil keputusan, sehingga benarbenar dapat menghayati terhadap alternatif yang ada, disamping terhadap sarana untuk membantu penjelasan alat untuk berkomunikasi. c. Tidak berlebihan Menghindari adanya kriteria yang pada dasarnya mengandung pengertian yang sama. Sehingga membuat kriteria yang berdasarkan pada tujuan lebih fokus. d. Menyederhanakan persoalan dalam analisis Decomposition Setelah persoalan didefinisikan maka perlu dilakukan decomposition, yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan juga dilakukan terhadap unsur-unsurnya sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan tadi. Karena alasan ini maka proses analisis ini dinamai hirarki (Hierarchy). Pembuatan
JURNAL TEKNIK FTUP, VOLUME 26 NOMOR 2 JUNI 2013
hirarki tersebut tidak memerlukan pedoman yang pasti berapa banyak hirarki tersebut dibuat, tergantung dari pengambil keputusan-lah yang menentukan dengan memperhatikan keuntungan dan kerugian yang diperoleh jika keadaan tersebut diperinci lebih lanjut. Ada dua jenis hirarki, yaitu hirarki lengkap dan hirarki tidak lengkap. Dalam hirarki lengkap, semua elemen pada semua tingkat memiliki semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya. Jika tidak demikian maka dinamakan hirarki tidak lengkap. Ancangan dalam menyusun hirarki bergantung pada jenis keputusan yang perlu diambil. Jika persoalannya adalah memilih alternatif, kita dapat mulai dari tingkat dasar dengan menderetkan semua alternatif itu. Tingkat berikutnya harus terdiri atas criteria untuk mempertimbangkan berbagai alternative tadi. Dan tingkat puncak haruslah satu elemen saja, yaitu fokus atau tujuan menyeluruh. Di sana kriteria-kriteria itu dapat dibandingkan menurut pentingnya kontribusi masing-masing. Dan hendaklah kriteriakriteria yang diambil sebagai bahan seminimal mungkin. Comparatif Judgement (Putusan Perbandingan) prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat yang diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemenelemen. Hasil dari penilaian ini akan ditempatkan dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks pairwise comparison. Dalam melakukan penialaian terhadap elemen-elemen yang diperbandingkan terdapat tahapan-tahapan, yakni: 1. Elemen mana yang lebih (penting / disukai / berpengaruh / lainnya) 2. Berapa kali sering (penting / disukai / berpengaruh / lainnya). Agar diperoleh skala yang bermanfaat ketika membandingkan dua elemen, perlu dipahami tujuan yang diambil secara umum. Dalam penyusunan skala kepentingan perbandingan secara berpasangan menurut Saaty (1993) menggunakan referensi patokan pada tabel 1. Dalam penilaian kepentingan relative dua elemen berlaku aksioma reciprocal, artinya jika elemen i dinilai 3 kali lebih penting dibanding j, maka elemen j harus sama
70
dengan 1/3 kali pentingnya dibanding elemen i. Disamping itu, perbandingan dua elemen yang sama akan menghasilkan angka 1, artinya sama penting. Dua elemen yang berlainan dapat saja dinilai sama penting. Jika terdapat m elemen, maka akan diperoleh matriks pairwise comparison berukuran m x n. Banyaknya penilaian yang diperlukan dalam menyusun matriks ini adalah n(n-1)/2 karena matriks reciprocal dan elemen-elemen diagonalnya sama dengan 1. Synthesis of Priority Dari setiap matriks pairwise comparison kemudian dicari nilai eigen vectornya untuk mendapatkan local priority. Karena matriks-matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesis antara local priority. Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesis dinamakan priority setting. Logical Consistency Konsistensi memiliki dua makna, pertama adalah objekobjek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Arti kedua adalah menyangkut tingkat hubungan antara objek-objek yang didasarkan pada kriteria tertentu. Tabel 1. Skala Banding Secara Berpasang Intensitas dari kepentingan Definisi Penjelasan pada skala absolut 1 Sama Kedua aktifitas pentingnya menyumbangkan sama pada tujuan 3 Agak lebih Pengalaman dan penting yang keputusan satu atas menunjukkan lainnya kesukaan atas satu aktifitas lebih dari yang lain 5 Cukup penting Pengalaman dan keputusan menunjukkan kesukaaan atas satu aktifitas lebih dari yang lain 7 Sangat penting Pengalaman dan keputusan menunjukkan kesukaan kuat atas satu aktifitas lebih dari yang lain 9 Kepentingan Bukti menyukai satu yang ekstrim aktifitas atas yang lain sangat kuat
71
2,4,6,8
Nilai tengah diantara dua keputusan yang berdekatan Berbalikan Jika aktivitas i mempunyai niali yang lebih tingggi dari aktifitas j maka j mempunyai nilai berbalikan ketika dibandingkan dengan i Rasio Rasio yang didapat langsung dari pnegukuran Sumber : T.L.Saaty, (1993)
Bila kompromi dibutuhkan
Mendefinisikan Masalah dan Menetapkan Tujuan Bila proses hirarki analitik digunakan untuk memilih alternatif atau penyusunan prioritas alternatif, maka pada tahap ini dilakukan pengembangan alternatif. Dalam menyusun prioritas, maka masalah penyusunan prioritas harus mampu didekomposisi menjadi tujuan (goal) dari suatu kegiatan, identifikasi pilihanpilihan (options), dan perumusan kriteria (criteria) untuk memilih prioritas (Gambar 1). Langkah pertama adalah merumuskan tujuan dari suatu kegiatan penyusunan prioritas. Dalam kasus perumusan strategi dalam memilih bimbingan belajar, tujuan dari “memilih bimbingan belajar” adalah untuk meningkatkan pengetahuan konsumen mengenai bimbingan belajar yang berkualitas berdasarkan informasi atau data-data faktual dan sekaligus merupakan evaluasi strategi terhadap bimbingan belajar untuk maju dan berkembang melalui keseluruhan kriteria dan aspek yang ada. Untuk kasus pemilihan bimbingan belajar, tujuan kegiatan adalah untuk memilih serta mendapatkan bimbingan belajar terbaik. Menyusun Masalah dalam Struktur Hirarki. Setiap permasalahan yang kompleks dapat ditinjau dari sisi yang detail dan terstruktur. Di bawah ini adalah bagan untuk menentukan kriteria dalam mencapai tujuan, sebagai berikut :
JURNAL TEKNIK FTUP, VOLUME 26 NOMOR 2 JUNI 2013
Gambar 1. Dekomposisi Masalah Maka identifikasi struktur hierarki dalam penelitian pemilihan bimbingan belajar ini berkaitan dengan judul yang penulis harapkan. Setelah tujuan dapat ditetapkan, maka langkah selanjutnya adalah menentukan kriteria dari tujuan tersebut. Untuk kasus memilih bimbingan belajar ini, kriteria tujuan adalah (i) Harga yang ditawarkan meliputi diskon, paket program dan kemudahan dalam hal pembayaran angsuran (ii) Kualitas meliputi fasilitas, alumni lulusannya, metode belajar yang diberikan dan staff pengajar (iii) Lokasi yang meliputi suasana yang tenang, sarana transportasi dan etersediaan lahan parker yang ditawarkan kepada konsumen. Untuk pemilihan bimbel, indikator yang digunakan mencakup (i) kualitas pelayanan, (ii) harga yang ditawarkan ; dan (iii) lokasi keberadaan bimbel. Menyusun Prioritas Untuk tiap Elemen Masalah Proses ini menghasilkan bobot elemen terhadap pencapaian tujuan, sehingga elemen dengan bobot tertinggi memiliki prioritas penanganan. Langkah pertama pada tahap ini adalah menyusun perbandingan berpasangan yang ditransformasikan dalam bentuk matriks, sehingga matriks ini disebut matriks perbandingan berpasangan. Setelah masalah terdekomposisi, maka ada dua tahap penilaian atau membandingkan antar elemen yaitu perbandingan antar criteria dan perbandingan antar pilihan untuk setiap kriteria. Perbandingan antar kriteria dimaksudkan untuk menentukan bobot untuk masingmasing kriteria. Di sisi lain, perbandingan antar pilihan untuk setiap kriteria dimaksudkan untuk melihat bobot suatu pilihan untuk suatu kriteria. Dengan perkataan lain, penilaian ini dimaksudkan untukmelihat seberapa penting suatu pilihan dilihat dari kriteria tertentu.
JURNAL TEKNIK FTUP, VOLUME 26 NOMOR 2 JUNI 2013
Dalam melakukan penilaian/perbandingan, ahli yang mengembangkan AHP mengunakan skala dari 1/9 sampai dengan 9. Jika pilihan A dan B dianggap sama (indifferent), maka A dan B masing-masing diberi nilai 1. Jika misalnya A lebih baik/lebih disukai dari B, maka A diberi nilai 3 dan B diberi nilai 1/3. Jika A jauh lebih disukai dengan B, maka A misalnya diberi nilai 7 dan B diberi nilai 1/7. Penilaian ini tidak akan digunakan dalam tulisan ini karena cara tersebut kurang logis. Sebagaimana contoh, jika A nilainya 7 dan B adalah 1/7, maka perbedaan antara A dengan B hampir mendekati 700%. Suatu alternatif penilaian yang digunakan oleh Bourgeois (2005) yang memakai skala antara 0.1 sampai dengan 1.9 dinilai lebih logis seperti disajikan pada Tabel 2.7. Jika A sedikit lebih baik/disukai dari B, maka A diberi nilai 1.3 dan B dinilai 0.7, mengindikasikan jarak sekitar 30% dari nilai 1. Jika A jauh lebih disukai oleh B, maka nilai A menjadi 1.6 dan B menjadi 0.4. Cara penilaian seperti ini akan digunakan dalam tulisan ini. Tabel 2. Skala Penilaian Hasil Penilaian Nilai Nilai A B A sangat jauh lebih disukai dari 1.9 0.1 B A Jauh lebih disukai dari B 1.6 0.4 A sedikit lebih disukai dari B 1.3 0.7 A sama dengan B 1.0 1.0 A sedikit kurang disukai dari B 0.7 1.3 A jauh kurang disukai dari B 0.4 1.6 A sangat jauh kurang di sukai 0.1 1.9 dari B Sumber : Bourgeois (2005) Dengan menggunakan penilaian seperti Tabel 2 maka perbandingan antar kriteria akan menghasilkan Tabel 3 berikut ini. Untuk memudahkan, dalam tabel diasumsikan hanya ada empat kriteria. Dari tabel tersebut dapat dirangkum sebagai berikut : Tabel 3. Perhitungan antar criteria Kriteria CR1 CR2 CR3 CR4 Jum Bobot CR1 - C12 C13 C14 C1 bc1 = c1/c CR2 C21 - C23 C24 C2 Bc2 = c1/c CR3 C23 C32 - C34 C3 Bc3 = c1/c CR4 C24 C42 C43 C4 Bc4 = c1/c Jumlah C Sumber : www.scribd.com /Wayanerna (2007)
72
Keterangan : 1. Cij = Hasil penilaian/perbandingan antara kriteria i dengan j. Sebagai contoh : (C12, C13,…,C43) 2. Ci = Penjumlahan nilai perbaris hasil perbandingan antar kriteria ke I terhadap j Sebagai contoh : (C12 + C13 +C14 = C1) 3. C = Penjumlahan semua nilai Ci, contoh : (C = C1 + …+C4) 4. bci = Kriteria bobot penilian ke i diperoleh dengan membagi nilai Ci dengan C.
Sintesis Penilaian Sintesis hasil penilaian merupakan tahap akhir dari AHP. Pada dasarnya, sintesis ini merupakan penjumlahan dari bobot yang diperoleh setiap pilihan pada masing-masing kriteria setelah diberi bobot dari kriteria tersebut. Secara umum, nilai suatu pilihan adalah sebagai berikut :
bopi = nilai/ bobot untuk pilihan ke i Dengan menggunakan prosedur yang sama, maka dilakukan perbandingan antar pilihan (OP) untuk masing-masing kriteria. Tabel 4 berikut mengilustrasikan perbandingan antar pilihan atau subkriteria (4 pilihan) untuk kriteria 1 (C1). Berikut ini adalah perbandingan pilihan yang tersedia pada tabel perbandingan criteria untuk C1, dengan penjelasan sebagai berikut : Tabel 4. Perbandingan antar Pilihan Kriteria C1 C1 OP1 OP2 OP3 OP4 Jml Bobot OP1 021 021 021 01 bo11=01/0 OP2 021 021 021 02 Bo21=02/0 OP3 021 021 021 03 Bo31=03/0 OP4 021 021 021 04 Bo41=04/0 Jml 0 Sumber : www.scribd.com /Wayanerna (2007) Keterangan : 1. Oij = Hasil penilaian/perbandingan antara pilihan kriteria i ke k terhadap j. Sebagai contoh : (O12, O13,…,O43) 2. Oi = Penjumlahan nilai perbaris hasil perbandingan antar kriteria ke i terhadap j Sebagai contoh : (O1, O2, O3, dst…) 3. O = Penjumlahan semua nilai Oi. 4. boij = Kriteria bobot nilai pilihan ke i untuk kriteria ke j Proses penilaian antar pilihan ini terus dilakukan untuk semua kriteria. Sebagai catatan, penilaian sebaiknya dilakukan oleh ahlinya dan stakeholder utama. Biasanya, jumlah ahli bervariasi, bergantung pada ketersediaan sumberdaya. Penilaian dapat dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada masing-masing ahli ataupun dengan melakukan suatu pertemuan para ahli untuk melakukan penilaian tersebut. Untuk studi kasus ini tersedia tabel perbandingan criteria untuk C1, penilaian dilakukan dengan mengumpulkan para tenaga ahli.
73
Formula tersebut juga dapat disajikan dalam bentuk tabel. Untuk memudahkan, diasumsikan ada empat kriteria dengan empat pilihan seperti Tabel 5 berikut. Sebagai contoh nilai prioritas/bobot pilihan 1 (OP1) diperoleh dengan mengalikan nilai bobot pada ktiteria dengan nilai yang terkait dengan kriteria tersebut untuk pilihan 1 sebagai berikut : bopi
= bo11* bc1+ bo12* bc2 + bo13* bc3+ bo14* bc4 ………….......( 2 )
Hal yang identik dilakukan untuk pilihan 2, 3 dan 4. Dengan membandingkan nilai yang diperoleh masing- masing pilihan, prioritas dapat disusun berdasarkan besarnya nilai tersebut. Semakin tinggi nilai suatu pilihan, semakin tinggi prioritasnya, dan sebaliknya. Tabel 5. Sintesa Pilihan CR1 CR2 CR3 CR4 Prioritas bc1 bc2 bc3 bc4 bop1 OP1 bo11 bo12 bo13 bo14 bop1 Op2 Bo21 Bo22 bo23 Bo24 bop1 OP3 Bo31 Bo32 bo33 Bo34 bop1 OP4 Bo41 Bo42 bo43 Bo44 bop1 Sumber : www.scribd.com /Wayanerna (2007) Konsistensi AHP Jika aij mewakili derajat kepentingan faktor i terhadap faktor j dan ajk menyatakan kepentingan dari faktor j terhadap faktor k, maka agar keputusan menjadi konsisten, kepentingan dari faktor i terhadap faktor k harus sama dengan aij.ajk atau jika aij.ajk = aik untuk semua i,j,k maka matrix tersebut konsisten. Permasalahan didalam pengukuran pendapat manusia, konsistensi tidak dapat dipaksakan. Jika A>B (misalnya 2 > 1) dan C>B (misalnya 3>1), tidak dapat dipaksakan bahwa C>A dengan angka 6>1 meskipun hal itu konsisten. Pengumpulan pendapat antara satu faktor dengan yang lain adalah bebas satu sama lain, dan hal ini
JURNAL TEKNIK FTUP, VOLUME 26 NOMOR 2 JUNI 2013
dapat mengarah pada ketidak-konsistensi jawaban yang diberikan responden. Namun, terlalu banyak ketidakkonsistensi juga tidak iinginkan. Pengulangan wawancara pada sejumlah responden yang sama kadang diperlukan apabila derajat tidak konsistennya besar. Saaty, (1993) telah membuktikan bahwa indek konsistensi dari matrik berordo n dapat diperoleh dengan rumus :
Keterangan : C.I = Indek konsistensi λ mak = Nilai eigen terbesar dari matrik berordo n Nilai eigen terbesar didapat dengan menjumlahkan hasil perkalian jumlah kolom dengan eigen vektor utama. Sebagai contoh, menggunakan tabel 2.4 dan tabel 2.5, nilai eigen terbesar yang diperoleh : λmaks = 8.2 x 0.14732 + 21 x 0.04494 + 3.47619 x 0.31338 +1.875 x 0.49436 = 4.16810 Karena matrix berordo 4 (yakni terdiri dari 4 faktor) , nilai indek konsistensi yang diperoleh:
Apabila C.I bernilai nol, berarti matrik konsisten. batas ketidakkonsistensi yang ditetapkan Saaty, diukur dengan menggunakan Rasio Konsistensi (CR), yakni perbandingan indek konsistensi dengan nilai pembangkit random (RI) yang ditabelkan dalam tabel 2.6. Nilai ini bergantung pada ordo matrik n. Dengan demikian, Rasio konsistensi dapat dirumuskan sebagai berikut:
Indeks Acak atau Random Index (RI) adalah Indeks Konsistensi dari matriks resiprokal yang ditentukan secara acak. Pada Tabel 2.6 dapat dilihat rata-rata RI untuk berbagai ukuran matriks.
JURNAL TEKNIK FTUP, VOLUME 26 NOMOR 2 JUNI 2013
Tabel 6. Rata-Rata RI Untuk Berbagai Ukuran Matriks Ukuran Matriks Rata-rata RI 1 0,0 2 0,0 3 0,58 4 0,9 5 1,12 6 1,24 7 1,32 8 1,41 9 1,45 10 1,49 11 1,51 12 1,48 13 1,56 14 1,57 15 1,59 Sumber: Saaty, (1993) Sebagai contoh, melanjutkan nilai-nilai dari responden yang tertera dalam tabel 2.6, nilai :
Bila matrik bernilai CR lebih kecil dari 10%, ketidakkonsistenan pendapat masih dianggap dapat diterima. Perhitungan diatas dilanjutkan untuk level 3, sehingga diperoleh nilai eigenvektor utama dan C.R. pada setiap level dapat diperoleh. Bobot komposit dipergunakan untuk menetapkan bobot dan konsistensi keseluruhan. Rata-rata geometri digunakan untuk merata-rata hasil akhir dari beberapa responden. Program Expert Choice (2000) merupakan perangkat lunak yang dapat digunakan untuk membantu perhitungan dengan metoda Analytic Hierarchy Process (AHP). Langkah-Langkah Proses Hirarki Analitik Langkah-langkah Proses Hirarki Analitik adalah sebagai berikut : 1. Mendefinisikan masalah dan spesifikasi penyelesaian yang diinginkan. 2. Membentuk hirarki dari sudut pandang manajerial keseluruhan. 3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan dari kontribusi relevan suatu level elemen hirarki terhadap level elemen hirarki di atasnya. 4. Mendapatkan penilaian yang diperlukan untuk melengkapi matriks di langkah 3. 5. Dengan mengumpulkan data perbandingan berpasangan, didapat prioritas dan konsistensi diuji.
74
6. Lakukan langkah 3, 4, dan 5 untuk setiap level dan pengelompokkan dalam hirarki. 7. Menggunakan komposisi hirarki (sintesis) untuk membobotkan vektor prioritas keseluruhan untuk elemen terbawah pada hirarki. 8. Mengevaluasi konsistensi untuk keseluruhan hirarki. Kelemahan Proses Hirarki Analitik Proses Hirarki Analitik mempunyai beberapa kelemahan sebagai berikut : 1. Ambiguitas pada prosedur penanyaan dan penggunaan skala rasio. 2. Ketidakpastian tidak diperhitungkan ketika memetakan persepsi ke dalam bentuk numerik. 3. Subyektivitas dan preferensi pengambil keputusan masih merupakan pengaruh besar pada keputusan akhir. 4. Proses AHP yang sederhana menjebak orang menjadi pengguna yang “dangkal”, maksudnya AHP langsung digunakan tanpa mengkaji premis yang dituntut telah memuaskan atau belum.
3.
4.
5. Tujuh Pilar AHP Dalam konsep proses hirarki analitik, terdapat tujuh pilar utama yang mempengaruhi pertimbangan dalam melakukan penelitian (Saaty, 1999), yaitu : 6. 1. Skala rasio Rasio adalah perbandingan dua nilai (a/b) dimana nilai a dan b bersamaan jenis (satuan). Skala rasio adalah sekumpulan rasio yang konsisten dalam suatu transformasi yang sama (multiplikasi dengan konstanta positif). Sekumpulan nilai (dalam satuan yang sama) dapat distandardisasi dengan melakukan normalisasi sehingga satuan tidak diperlukan lagi dan obyek-obyek tersebut dapat dengan lebih mudah dibedakan satu sama yang lainnya. 2. Perbandingan berpasangan Perbandingan berpasangan dilakukan untuk memberikan bobot relatif antar kriteria dan/atau alternatif, sehingga akan didapatkan prioritas dari kriteria dan/atau alternatif tersebut. Ada tiga pendekatan untuk mengurutkan alternatif atau kriteria yaitu relatif, absolut, dan patok duga (benchmarking). Pendekatan digunakan untuk kriteria-kriteria umum yang kritikal. Pendekatan absolut digunakan pada level bawah dari hirarki dimana biasanya terdapat keterangan detail yang dapat
75
7.
dikuantifikasikan dari masing-masing kriteria. Pada pendekatan patok duga, alternatif-alternatif dibandingkan dengan alternatif referensi yang sudah diketahui, kemudian alternatif-alternatif itu diurutkan sesuai dengan hasil perbandingannya. Kondisi-kondisi untuk sensitivitas dari vektor eigen Sensitivitas vektor eigen terhadap perubahan kriteria membatasi jumlah elemen pada setiap set perbandingan. Hal ini membutuhkan homogenitas dari elemen-elemen yang bersangkutan. Perubahan haruslah dengan cara memilih elemen yang kecil sebagai suatu unit dan menanyakan berapa pengaruhnya terhadap elemen yang lebih besar. Homogenitas dan klusterisasi Klusterisasi dipakai apabila perbedaan antar elemen lebih dari satu derajat, guna melebarkan skala fundamental secara perlahan, yang pada akhirnya memperbesar skala dari 1 sampai 9 sampai tak terhingga. Hal ini terutama berlaku pada pengukuran relatif. Sintesis Sintesis diaplikasikan pada skala rasio guna menciptakan suatu skala unidimensional untuk merepresentasikan keluaran menyeluruh, dengan menggunakan pembobotan tambahan. Mempertahankan dan membalikkan urutan Pembobotan dan urutan pada hirarki dipengaruhi dengan adanya penambahan atau perubahan kriteria atau alternatif. Seringkali terjadi fenomena pembalikkan urutan (rank reversal) terutama pada pengukuran relatif. Pembalikan urutan adalah bersifat intrinsik pada pengambilan keputusan sedemikian halnya dengan kondisi mempertahankan urutan. Pertimbangan kelompok Pertimbangan kelompok haruslah diintegrasikan secara hati-hati dan matematis. Dengan AHP, dimungkinkan untuk mempertimbangkan pengalaman, pengetahuan dan kekuatan yang dimiliki individu yang terlibat.
Expert Choise Expert Choice adalah sebuah aplikasi yang khusus digunakan sebagai alat bantu implementasi model-model dalam Decission Support System (DSS) atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sistem Penunjang Keputusan (SPK) dalam sebuah perusahaan ataupun untuk keperluan akademik. Beberapa kemudahan terdapat dalam Expert Choise
JURNAL TEKNIK FTUP, VOLUME 26 NOMOR 2 JUNI 2013
dibandingkan dengan software-software sejenis, kemudahan-kemudahan tersebut antara lain: Fasilitas Graphical User Interface (GUI) yang mudah digunakan. Sehingga cocok digunakan baik bagi kalangan perusahaan ataupun bagi kalangan akademik yang baru saja mempelajari tentang seluk belum Sistem Penunjang Keputusan Banyak fitur-fitur yang menyediakan pemodelan Decission Support System secara baik, tanpa perlu melakukan instalasi atau setting ulang parameterparameter yang terlalu banyak. Perangkat lunak ini dapat digunakan untuk menentukan keputusan-keputusan yang sulit untuk dipecahkan ataupun diputuskan oleh para pengambil keputusan. Software ini memiliki tingkat ke akuratan yang tinggi untuk metode Proses Hirarki Anatilik (AHP), bilamana didukung dengan data-data yang konsisten. Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data yang dimaksud melalui beberapa tahapan, yaitu; pengindetifikasian, penetapan perspektif kriteria utama konsumen yang didasari atas kebutuhan konsumen, dan kemudian data didapatkan dari hasil wawancara dengan pihak manajemen. Informasi yang didapat tentu saja menjadi dasar penelitian yang kemudian akan dibuat kuisioner dan diolah menggunakan perangkat lunak. Setelahnya dilakukanlah penetapan perpektif subkriteria yang didasari atas observasi penelitian yang dilakukan di daerah konsumen berada. Dari pengumpulan data yang diterangkan di atas selanjutnya pembuatan kuisioner ini dilakukan, disebarkan yang kemudian dapat diketahui hasil dari kuisioner yang di tujukan kepada konsumen yang telah ditetapkan. Dari jawaban konsumen tersebut dapat diketahui konsistensi jawaban atas pilihannya, namun untuk mengetahuinya diperlukan penyeleksian awal terhadap hasil dari jawaban kuisioner konsumen, sehingga jawaban kuisioner yang dengan dibaca dan dilihat saja sudah tidak konsisten maka jawaban tersebut tidak dapat digunakan untuk pengolahan data selanjutnya. Tetapi bagi hasil jawaban kuisioner yang dikoreksi konsisten atau masuk daerah ketidakkosistenan maka selanjutnya dapat diolah menggunakan perangkat lunak Expert Choise 2000. Berdasakan fakta dilapangan tersebut
JURNAL TEKNIK FTUP, VOLUME 26 NOMOR 2 JUNI 2013
maka didapatkan dari jumlah keseluruhan responden yang dimintai pendapatnya tidak kesemuanya konsisten. Konsistensi ini diukur melalui angka ketidak-konsistenan jawaban yang tertera pada Expert Choise 2000 yang berkisar tidak lebih dari 10% (0.1), hal ini didasarkan pada literatur AHP (Saaty,1993). Selain data-data yang telah ada, data lain yang kemudian disuguhkan dalam penelitian ini adalah data mengenai hasil dari pengolahan data kuisioner dengan Expert Choise 2000. Data ini digunakan untuk mengolah keseluruhan responden yang dimintai pendapatnya melalui kuisioner tersebut. Setelahnya dilakukan perhitungan analisis rasio dengan tujuan untuk mendapatkan rasio inkonsistensi pada hirarki pemilihan bimbingan belajar, barulah kemudian rasio inkonsistensi pada hirarki keputusan ini didapatkan konsistensi keputusannya. Saat pengumpulan data pada perangkat lunak sudah didapatkan, maka proses dari pembobotan berpasangan pada masingmasing kriteria ataupun antar subkriteria bisa diselesaikan. Bila mana perhitungan dalam proses pengolahan tadi tidak terdapat masalah dalam konsistensinya maka kita bisa mengetahui hasil akhir dari penelitian ini, yaitu berupa pembobotan keseluruhan kriteria utama maupun subkriteria berpasangan serta kriteria mana saja yang paling diminati konsumen dalam mempertimbangkan pemilihan bimbingan belajar, dari nilai pembobotan inkonsistensinya sehingga mempunyai tingkat kepercayan yang tinggi terhadap hasil penelitian ini. Data Primer Dari data primer yang didapatkan melalui kuisioner dan wawancara pada selama satu periode ( 12 Bulan) dengan responden yang dituju adalah responden yang ikut bimbingan belajar khususnya siwa yang membutuhkan sarana pendidikan. Dari hasil survey didapatkan rincian contoh penyebaran kuisioner mengenai pelayanan yang diberikan oleh produsen kepada konsumen dalam hal ini pemakai jasa sarana pendidikan. Pada penelitian pemilihan sarana pendidikan ini dibedakan menjadi tiga kriteria dasar pilihan, yaitu kualitas, harga dan lokasi. Sedangkan hal-hal yang mendasarinya adalah keingintahuan kami sebagai pihak manajerial,
76
tentang seberapa efektif dan efisienkah bilamana perspektif kriteria mengenai harga dan lokasi dipisahkan dari perspektif kualitas yang sebenarnya. Sehingga kami dapat mengetahui seberapa jauhkah peluang mereka (konsumen) dapat memilih sarana dan fasilitas pendidikan khususnya pendidikan non forma; berdasarkan oleh tiga perspektif kriteria yang telah dijelaskan di atas tadi. Sedangkan subkriteria pada kriteria kualitas yang dipilih oleh pihak manajemen adalah berdasarkan empat kategori, yaitu : kategori pertama adalah fasilitas, yang dengan ini masalah ketersediaan kelas, ketersediaan modul, Problem Set dan yang lain-lain akan terjawab. Kategori subkriteria kedua adalah alumni, yang dengannya Brand Image dari lembaga pendidikan akan naik karena mereka telah merasakan pelayanannya, yang ketiga adalah metode pembelajaran dengan ini peserta didik akan lebih mengerti dan memahami ilmu yang diterima oleh mereka. Sedangkan yang terakhir, kategori subkriteria ke empat pilihan kami adalah staff pengajar, ini merupakan salah satu faktor yang diminati oleh peserta didik (siswa) yang karenanya kedekatan dan emosional dalam pencapaian karakter siswa dapat dibangun dengan mudah sehingga mendukung program-program dari visi serta misi dari pihak manajemen.. Pada perspektif kriteria harga terdapat tiga kategori subkriteria yang kami pilih, yaitu : Kategori subkriteria pertama adalah diskon yang kompetitif, yang dengannya ketertarikan konsumen kepada bimbing belajar semakin besar. Selanjutnya subkriteria kedua merupakan paket-paket program yang ditawarkan sehingga dengan produk ini menjadi unggulan dari penyelenggaran pendidikan non formal di masa mendatang. Subkriteria terakhir adalah kemudahan dalam pembayaran, menjadi salah satu faktor yang diinginkan oleh konsumen ketika sedang mengalami kesulitan keuangan sehingga membutuhkan sedikit kesenggangan dalam melakukan pembayaran tersebut. Subkriteria terakhir yang terdapat dalam perspektif kriteria lokasi dibagi menjadi tiga saja sesuai kebutuhan dari pihak pengelola yaitu kategori subkriteria suasana yang tercipta, yang dengannya kondisi kegiatan pembelajaran di dalam ruangan maupun di luar ruangan bisa berjalan kondusif sehingga membuat mereka (peserta didik/siswa)
77
nyaman. Sedangkan kategori subkriteria yang kedua adalah sarana transportasi, yang dengannya memudahkan siswa dalam mencapai tempat bimbingan belajar yang di tuju baik dari rumah ataupun dari sekolah, kategori ini pula yang seringkali jadi pertimbangan konsumen. Kategori subkriteria yang terakhir adalah lahan parkir, ketersediaan lahan parkir ini seringkali juga menjadi kendala tersendiri, karena letak perkantoran yang satu dengan yang sangatlah berdekatan dan berhadapan langsung dengan jalan raya sehingga lahan parkirnya menjadi minim dan menjadikannya salah satu prioritas kami dalam memasukkannya menjadi subkriteria dari kriteria lokasi. berikut ini dalah bagan yang disajikan dalam gambar hirarki pemilihan bimbingan belajar yaitu sebgai berikut :
Gambar 2. Model Hirarki Penentuan Bobot Kepentingan Kriteria dan Subkriteria Berikut ini adalah lembar kuisioner yang disebarkan : Level 0 merupakan tujuan yang akan dicapai melalui proses hirarki ini. Tujuan tersebut terdiri dari satu elemen, yaitu menentukan prioritas masing-masing sasaran kriteria dalam analisa pemilihan bimbel. Kemudian level 0 dijabarkan ke dalam level 1 yang merupakan kriteria-kriteria utama yang mempengaruhi tujuan hirarki. Dalam hal ini, kriteria utama tersebut adalah ketiga perspektif pemilihan bimbel, yaitu kriteria kualitas, harga serta lokasi. Level 1 kemudian dijabarkan ke dalam level 2, sebagai sub kriteria dalam model hirarki. Sub kriteria tersebut merupakan sasaran-sasaran dari kriteria yang ada dalam setiap perspektif pemilihan bimbel. Berikut ini adalah contoh penyebaraan kuisioner yang telah dilakukan : Untuk pertanyaan dibawah ini mohon beri tanda O pada angka yang anda pilih
JURNAL TEKNIK FTUP, VOLUME 26 NOMOR 2 JUNI 2013
berdasarkan pada kriteria-kriteria yang menurut anda lebih penting. Adapun range nilai yang terletak diantara 1 – 9 dimana nilai 9 merupakan nilai yang paling penting. Nilai/ Tingkat 1 3 5
7 9 2, 4, 6, 8
3. Dalam hal faktor harga, pertimbangan apakah dari sub kriteria di bawah ini yang akan anda pilih :
Definisi Kedua Elemen sangat penting Satu Elemen sedikit lebih penting daripada elemen yag lain Satu Elemen sesungguhnya lebih penting daripada elemen yag lain Satu Elemen jelas lebih penting daripada elemen yag lain Satu Elemen mutlak lebih penting daripada elemen yag lain nilai tengah diantara dua penilaian yang berdampingan
Contoh Pengisian : Diantara kriteria di bawah ini, mana yang menurut anda lebih diutamakan dalam memilih jenis kendaraan untuk pergi ke kantor:
Selamat memilih dan terima kasih atas partisipasinya : Daftar Pertanyaan : 1. Diantara kriteria di bawah ini, mana yang menurut anda lebih diutamakan dalam memilih jenis kualitas pelayanan bimbingan belajar :
2. Dalam hal faktor subkriteria di bawah ini, mana yang menurut anda lebih diutamakan dalam memilih jenis kualitas bimbingan belajar :
JURNAL TEKNIK FTUP, VOLUME 26 NOMOR 2 JUNI 2013
4. Dalam hal faktor lokasi di bawah ini,pertimbangan apakah dari sub kriteria di bawah ini yang akan anda pilih :
Keterangan : Fasilitas : Perangkat yang mendukung lancarnya semua proses pembelajaran. Alumni : Lulusan bimbingan belajar yang telah sukses dan berhasil dengan berkat bantuannya. Metode : Perangkat proses pembelajaran dalam mengembangkan metode belajar atau inovasi terbarukan sehingga membuat mereka paham dan menyenangkan. Staf Pengajar : Background atau lulusan tenaga pengajar (mentor) yang bimbingan belajar tersebut telah sediakan seperti UI, UGM, ITB, ITS, dan PTN/ PTS lainnya. Diskon : Keberanian pihak perusahaan (bimbel) mengambil langkah potongan harga bagi siswa lama dan siswa baru untuk strategi marketing. Paket : Pilihan program-program yang ditawarkan oleh pihak perusahaan (bimbel) misalnya paket regular, paket special, dan paket special plus. Kemudahan : Kemudahan dalam hal pembayaran angsuran investasi pendidikan siswa yang bersangkutan. Suasana : Terciptanya suasana belajar yang kondusif, aman, nyaman dan menyenangkan. Sarana Transportasi : Akses transportasi yang mudah untuk mencapai tempat tujuan.
78
Data Sekunder Dalam pengambilan data sekuder dibawah ini difokuskan pada literatur dunia pendidikan dalam hal ini bimbingan belajar. Sehingga data sekunder ini dapat mendukung hipotesa penelitian yang dilakukan oleh penulis. Informasi mengenai kondisi perkembangan dunia pendidikan khususnya bimbingan belajar berupa data yang didapatkan dari media massa ataupun dari badan pemerintah yang berkompeten dibidangnya. Untuk melengkapinya penulis berupaya dengan memakai data tambahan yaitu dengan melihat sumber informasi yang dibutuhkan berupa buku, lewat website atau situs internet. Sumber Daya Manusia Untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan karyawan, manajemen menyelenggarakan pelatihan baik yang berasal dari internal maupun eksternal perusahaan. Beberapa pelatihan yang telah ditetapkan selama satu tahun diantaranya pelatihan supervisi tenaga kerja untuk meningkatkan kemampuan di level praktis, pelatihan 5S (Senyum, Sapa, Salam, Sopan, Santun), pelatihan komunikatif, pelatihan hypno terapy yang berguna untuk meningkatkan efisiensi, semangat kerja dengan kondisi tempat kerja yang nyaman dan bersih, serta meningkatkan keterampilan atau kepahaman karyawan mengenai program-program dan produk perusahaan. Jenis-jenis pelatihan lainnya yang juga diberikan pada karyawan baik yang bersifat umum maupun teknis untuk meningkatkan tingkat produktifitas kerja karyawan. Dalam hal peningkatan kualitas sarana kegiatan belajar-mengajar untuk karyawan, telah memperbaharui serta menambah fasilitas ruang pelatihan karyawan selain itu untuk meningkatkan komunikasi antar karyawan maka manajemen juga senantiasa memperbaharui sistem informasi dalam bimbingan belajar.
Identifikasi Analisa Bimbingan Belajar Agar dapat mengetahui dan mengidentifikasi strategi yang dimiliki oleh BBI Salemba melalui penelitian ini, maka langkah-langkah yang akan dilakukan adalah : - Mengetahui literature AHP - Menganalisa kuisioner menggunakan AHP dengan program Expert Choise (2000) Lingkungan Bimbingan Belajar Secara umum terdapat 2 (dua) faktor yang secara individu dan bersama-sama saling berpengaruh terhadap dinamika perkembangan bimbingan belajar, yaitu : 1. Pelanggan (Customer) Selama ini pelanggan utama produk dari pengelola penyelenggara pendidikan, adalah siswa siswi dari beberapa sekolah formal yang membutuhkan pengkayakan materi pmebelajaran yang memegang market share khusus. Adanya kecenderungan dari pelanggan untuk memperoleh kualitas produk dan layanan konsumen akan membuat pihak pengelola, harus selalu menjaga hubungan yang baik dengan pelanggan. 2. Pemasok (Supplier) Perusahaan masih mempunyai tingkat ketergantungan yang tinggi kepada pemasok, terutama ketergantungan tools dan teknologi yang dimiliki pemasok. Selama ini pilihan pemasok masih kurang banyak sehingga lebih menguntungkan jika menjalin kerjasama yang harmonis dengan pemasok. Posisi pemasok sendiri ialah pihak pengelola yang merupakan pusat dari penyelenggaranan pendidikan non formal.
KESIMPULAN 1.
2. Bukan sebuah kearifan local lagi bilamana seingkali kita bisa pulang lebih lama atau bahkan bisa lebih cepat daripada itu. Oleh sebab itu evaluasi kinerja menjadi penting, selama kearifaan tadi dikomunikasikan dengan pihak atasan dan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap etos kerja mungkin bagi sebagian orang menjadi tidak masalah.
79
3.
4.
Kesatuan (Unity) Proses Hirarki Analitik memberikan model yang tunggal, mudah dimengerti, fleksibel untuk masalah yang luas dan tidak terstruktur. Kompleksitas (Complexity) Proses Hirarki Analitik mengintegrasikan pendekatan deduktif dan sistem dalam memecahkan masalah kompleks. Ketergantungan (Interdependence) Proses Hirarki Analitik berhubungan dengan interdependence dari elemenelemen sistem dan tidak berdasarkan berpikir linear. Penyusunan Hirarki (Hierarchic Structuring) Proses Hirarki Analitik
JURNAL TEKNIK FTUP, VOLUME 26 NOMOR 2 JUNI 2013
merefleksikan kecenderungan natural pikiran untuk menyusun elemen-elemen sistem ke dalam level yang berbeda dan mengelompokkan elemen-elemen yang sama pada setiap level. 5. Pengukuran (Measurement) Proses Hirarki Analitik memberikan skala untuk mengukur satuan yang tidak dapat diukur (intangibles) dan metode untuk menentukan prioritas. 6. Konsistensi (Consistency) Proses Hirarki Analitik menghitung konsistensi logis dari penilaian yang digunakan dalam menentukan prioritas. 7. Sintesis (Synthesis) Proses Hirarki Analitik memberikan estimasi keseluruhan dari lebih dipilihnya setiap alternatif. 8. Timbalbalik (Tradeoffs) Proses Hirarki Analitik ikut mempertimbangkan prioritas relatif dalam suatu sistem dan membuat orang mampu memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan mereka. 9. Penilaian dan Konsensus (Judgment and Consensus) Proses Hirarki Analitik tidak berdasarkan konsensus tetapi mensintesis representasi hasil dari penilaian yang bermacam-macam. 10. Pengulangan Proses (Process Repetition) Proses Hirarki Analitik membuat orang mampu untuk menyempurnakan definisi mereka terhadap masalah dan meningkatkan penilaian dan pemahaman mereka melalui repetisi.
Journal of Mathematical Psychology, vol. 38, hal 477-496. 6. Gole, A. W. dan Kusrini, 2007, Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Prestasi Pegawai Nakertrans Sumba Barat Di Waikabubak, Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi, Yoggyakarta. 7. Iryanto, 2004, Perbandingan Berpasangan Dalam Proses Analitik Hirarki, no. 2, Volume 5, hal. 9-13. 8. Joesoef, J. R., 2002, Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Penentuan Produk, Kinerja Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Volume 6, hal. 30-38. ik Industri, no. 1, vol. 2, hal. 1-12. 9. Saaty, Thomas L., 1990, An Exposition Of The AHP In Reply To The Paper “Remarks On The Analytic Hierarchy Process”, Management Science, no. 3, Vol. 36, hal 259-268. 10. Saaty, Thomas L., 2008, Decision making with the analytic hierarchy process, International Journal of Services Sciences, Volume 1, hal. 83-97. 11. Saaty, Thomas L., 1994, How to Make a Decision : The Analytic Hierarchy Process, Institute for Operations Research and the Management Science, no. 6, vol. 24, hal 19-43. III, hal. 77-87. Zeshui, XU, 2004. 12. A Practical Method For Improving Consistency of Judgment Matrix In The AHP, Journal of System Science and Complexity, no. 2, vol. 17, hal 169-175.
DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3.
4.
5.
Alonso, J. A., dan Lamata, M. T., 2006, Consistency In The Analytic Hierarchy Process: A New Approach, International Journal of Uncertainty, no 4, volume 14, hal. 445-459. Anton, H. dan Rorres, C., 2004, Aljabar Linear Elementer versi aplikasi, Edisi Kedelapan, Jakarta : Erlangga. Chen, P., Peter Chu dan Michelle Lin, 2002, On Vargas’s proof of Consistency Test For 3x3 Comparison Matrices AHP, Journal of the Operations Research, no. 3, vol. 45, hal 233-242 Forman, Ernest H dan Mary Ann Selly, 2001. Decision by Objectives Genest, C dan Louis P R., 1994, A Statistical Look at Saaty’s. Method of Estimaing Pairwise Preferences Expressed on a Ratio Scale,
JURNAL TEKNIK FTUP, VOLUME 26 NOMOR 2 JUNI 2013
80