PRINSIP ETOS KERJA “JANGAN LUPAKAN BAGIAN HIDUP DUNIAWI”
Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah: Tafsir Tarbawi II Dosen Pengampu : Muhammad Hufron, M.SI
Disusun Oleh :
Syarifatul Shafira
(2021115124)
Kelas B
FAKULTAS TARBIYAH / PAI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2017
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia serta hidayah-Nya kepadapenulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Jangan Lupakan Bagian Hidup Duniawi”. Sholawat serta salam tidak lupa penulis curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, sebagai rahmatan lil alamin. Alhamdulillah makalah ini dapat diselesaikan semata-mata karena limpahan karunia-Nya dan bantuan serta dukungan dari semua pihak. Penulis ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung terutama kepada orang tua, para dosen IAIN Pekalongan khususnya kepada bapak Muhammad Hufron sebagai dosen pengampu mata kuliah tafsir tarbawi II, serta teman-teman yang saya banggakan. Sehubungan dengan materi yang dikaji dalam makalah ini yaitu “Jangan Lupakan Bagian Hidup Duniawi” yang terdapat dalam QS. Al-Qashash ayat 77. Pembuatan makalah ini tidak hanya bersumber pada Al-Qur’an saja, namun juga buku-buku pendukung sebagai referensi yang mana buku-buku tersebut memiliki keterkaitan dengan topik makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik maupun saran positif yang bersifat membangun dan memotivasi dari pembaca demi perbaikan pada makalah berikutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca pada umumnya.
Pekalongan, Maret 2017
Syarifatul Shafira
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Etos
kerja
merupakan
totalitas
kepribadian
diri
serta
cara
mengekspresikan, memandang, meyakini, dan memberikan sesuatu yang bermakna, yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal (high performance). Dalam hidupnya, manusia hanya tertuju pada dua hal, yaitu dunia dan akhirat. Maka perlu adanya keseimbangan antara keduanya. Keseimbangan (At Tawazun) merupakan salah satu prinsip ajaran Islam. Keseimbangan membuka jalan bagi nilai-nilai kebenaran, kebaikan dan keindahan. Keseimbangan akan melahirkan kebahagiaan yang ditandai dengan adanya ketenteraman dan kesejahteraan yang merata. Kita hidup di dunia hanya sementara, dan tujuan utama hidup kita adalah akhirat. Kita diperintahkan untuk mencari amalan-amalan sebagai bekal kita di akhirat kelak. Namun, bukan berarti kita hanya fokus untuk akhirat saja. Kehidupan kita di dunia juga sangatlah penting. Dengan mengetahui bagaimana pentingnya kehidupan dunia itu, maka makalah ini akan akan membahas mengenai QS Al-Qashash ayat 77. Dengan tujuan agar pembaca dapat lebih mengetahui lagi bagaimana pentingnya kehidupan duniawi dan jangan sampai kita melupakan kehidupan duniawi ini demi mengejar kehidupan akhirat. B. Judul Makalah Makalah ini berjudul “Jangan Lupakan Bagian Hidup Duniawi” karena sesuai dengan tugas yang penulis terima dan sebagai mahasiswa dituntut untuk dapat memahami bahwa antara kehidupan duniawi dan kehidupan akhirat
2
sama pentingnya. Dan manusia dituntut untuk menyeimbangkan diantara keduanya. C. Nash dan arti QS. Al Qashash ayat : 77
ُْﺴ ْﻦ َﻛﻤَﺎ أَ ْﺣ َﺴ َﻦ اﻟﻠﱠﻪ ِ َﻚ ِﻣ َﻦ اﻟ ﱡﺪﻧْـﻴَﺎ َوأَﺣ َ ْﺲ ﻧَﺼِﻴﺒ َ اﻵﺧَﺮةَ وَﻻ ﺗَـﻨ ِ َﺎك اﻟﻠﱠﻪُ اﻟﺪﱠا َر َ وَاﺑْـﺘَ ِﻎ ﻓِﻴﻤَﺎ آﺗ ْﺴﺪِﻳ َﻦ ِ ُِﺐ اﻟْ ُﻤﻔ ْض إِ ﱠن اﻟﻠﱠﻪَ ﻻ ﳛ ﱡ ِ ْﻚ وَﻻ ﺗَـْﺒ ِﻎ اﻟْ َﻔﺴَﺎ َد ِﰲ اﻷر َ إِﻟَﻴ Artinya: Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri
akhirat,
dan
janganlah
kamu
melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. D. Urgensi Penulis membuat makalah penafsiran QS. Al-Qashash ayat 77, karena dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah memerintahkan untuk mencari apa yang telah dianugerahkan kepada manusia, namun jangan sampai melupakan bagiannya di dunia. Pentingnya mengkaji ayat ini juga karena : 1. Agar mahasiswa dapat mengerti isi kandungan QS. Al Qashash ayat 77. 2. Agar mahasiswa tahu bahwakehidupan dunia merupakan jalan untuk mendapatkan kehidupan yang bahagia di akhirat kelak. 3. Agar mahasiwa tahu bahwa kita tidak boleh melupakan bagian hidup di dunia.
3
BAB II PEMBAHASAN
A. Teori Dunia adalah tempat dimana manusia masih hidup. Al-Qur’an menggambarkan kehidupan di dunia sebagai permainan dan sendau gurau. Dunia tidak abadi. Oleh karena itu, umat Islam harus berjalan menuju Allah, tak terpengaruh oleh kehidupan dunia, dan tak menjadikannya sebagai ganti dari akhirat.1 Nabi Isa AS. berkata: Janganlah kamu jadikan dunia itu sebagai Tuhan, kemudian dunia menjadikan kamu sebagai budak sahaya. Simpanlah barang simpananmu pada orang yang tidak menyianyiakannya. Karena orang yang memiliki simpanan dunia padanya akan bahaya. Dan orang yang memiliki simpanan Allah itu tidak dikhawatirkan padanya akan bahaya”.2 Ibnu Abbas berkata: “Sesungguhnya Allah Ta’ala menjadikan dunia tiga bagian; satu bagian untuk orang mu’min, satu bagian untuk orang munafik, dan satu bagian lagi untuk orang kafir. Maka orang mu’min menjadikan dunia itu untuk bekal menuju akhirat. Orang munafik menjadikannya untuk berhias dengan kesenangannya. Dan orang kafir menjadikannya untuk bersenang-senang.”3 Dengan melihat nasehat-nasehat di atas, orang akan cenderung berpikir bahwa dunia harus ditinggalkan, dan semua orientasinya akan tertuju pada akhirat atau dapat dikatakan zuhud. Dalam Islam, zuhud tidak berarti meninggalkan dunia secara keseluruhan. Artinya tak lain adalah berhubungan dengannya namun tak melakukan pemujaan terhadapnya. Nabi bersabda: “ Orang yang paling baik di antara kalian bukanlah yang meninggalkan dunia karena akhirat, dan juga meninggalkan akhirat karena 1
Abu Wafa’ Al-Ghanimi al-Taftazani, Tasawuf Islam: Telaah Historis dan Perkembangannya (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2008), hlm. 74 2 Imam Al Ghazali, Ihya’ ‘Ulumiddin (Semarang: CV. Asy Syifa’, 2003), hlm. 9 3 Ibid, hlm. 33
4
dunia. Namun orang yang terbaik di antara kalian adalah orang yang mengambil dari akhirat dan juga dunia”.4
B. Tafsir Ayat dari Buku
Ada beberapa tafsiran mengenai QS Al Qashash ayat: 77, diantaranya: 1. Tafsir Al Maraghi. Kaum Qarun mengemukakan beberapa nasehat:
اﻵ ِﺧ َﺮةَاﻟﺪﱠا َراﻟﻠﱠﮭُﺂﺗَﺎ َﻛﻔِﯿﻤَﺎ َوا ْﺑﺘَ ِﻎ Pergunakanlah harta dan nikmat yang banyak yang diberikan Allah kepadamu ini untuk mentaati Tuhanmu dan mendekatkan diri kepadanya dengan berbagai macam cara pendekatan yang mengantarkanmu kepada perolehan
pahala-Nya
di
dunia
dan
akhirat.
Ditegaskan
dalam
hadits:“Pergunakanlah lima perkara sebelum lima perkara lain datang, yaitu masa mudamu sebelum masa tuamu, kesehatanmu sebelum sakitmu, kekayaanmu sebelum kemiskinanmu, kesengganganmu sebelum sibukmu dan hidupmu sebelum matimu.”
ﺼﯿﺒَ َﻜﺘَ ْﻨ َﺴ َﻮﻻ ِ َاﻟ ﱡﺪ ْﻧﯿَﺎ ِﻣﻨَﻨ Janganlah kamu meninggalkan bagianmu dari kesenangan dunia dari perkara makan, minum dan pakaian, karena Tuhanmu mempunyai hak terhadapmu, dirimu mempunyai hak terhadapmu, demikian pula keluargamu, mempunyai hak terhadapmu.
ْإِﻟَ ْﯿﻜَﺎﻟﻠﱠﮭُﺄ َﺣْ َﺴﻨَ َﻜﻤَﺎ َوأَﺣْ ِﺴﻦ Berbuat baiklah kepada makhluk Allah, sebagimana Dia telah berbuat baik kepadamu dengan nikmat-Nya yang Dia limpahkan kepadamu, karena itu, tolonglah makhluk-Nya dengan harta kemuliaanmu, 4
Abu Wafa’ Al-Ghanimi al-Taftazani, hlm. 76
5
muka manismu, menemui mereka secara baik, dan memuji mereka tanpa sepengetahuan mereka.
ﺿﻔِﯿﺎ ْﻟﻔَﺴَﺎ َدﺗَﺒْﻐِ َﻮﻻ ِ ْاﻷر Dan janganlah kamu tumpukkan segenap kehendakmu untuk berbuat kerusakan di muka bumi dan berbuat buruk kepada makhluk Allah. Nasehat-nasehat ini dikemukakan dengan alasan:
ا ْﻟ ُﻤ ْﻔ ِﺴﺪِﯾﻨَﯿُ ِﺤﺒﱡﻼاﻟﻠﱠﮭَﺈ ِنﱠ Karena sesungguhnya Allah tidak akan memuliakan orang-orang yang suka mengadakan kerusakan, malah menghinakan dan menjauhkan mereka dari dekat kepada-Nya dan tidak memperoleh kecintaan serta kasih sayang-Nya.5 2. Tafsir Al Azhar. Harta benda itu adalah anugerah dari Allah. Dengan adanya harta itu janganlah engkau sampai lupa bahwa sesudah hidup ini engkau akan mati. Harta benda dunia ini, sedikit ataupun banyak semata-mata hanya akan tinggal di dunia. Kalau kita mati kelak, tidak sebuah jua pun yang akan dibawa ke akhirat. Sebab itu pergunakanlah harta ini untuk membina hidupmu yang di akhirat itu kelak. Berbuat baiklah, nafkahkanlah rezeki yang dianugerahkan Allah itu kepada jalan kebajikan. Niscaya jika engkau mati kelak, bekas amalanmu untuk akhirat itu akan engkau dapati berlipat ganda di sisi Allah. Danyang untuk dunia janganlah pula dilupakan. Tinggallah dalam rumah yang baik, pakailah kendaraan yang baik dan
5
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi (Semarang: PT Karya Toha Putra, 1993), hlm. 169-170
6
moga-moga semuanya itu diberi puncak kebahagiaan dengan isteri yang setia. Berbagai tafsir dibuat oleh para ahli. Ada yang mengatakan bahwa nasib di dunia itu ialah semata-mata menyediakan kain kafan. Karena itulah hanya barang dunia yang akan engkau bawa ke kubur. Tetapi Ibnu Arabiy memberikan tafsir yang lebih sesuai dengan roh Islam: “Jangan lupa bahagianmu di dunia, yaitu harta yang halal.” “Dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepada engkau.” Kebaikan Allah kepada engkau tidaklah terhitung banyaknya. Sejak engkau dikandung ibu, sampai engkau datang ke dunia. Dari tidak mempunyai apa-apa, lalu diberi rezeki berlipat ganda. Maka sudah sepatutnyalah berbuat baik pula, yaitu al-ihsan.“Dan janganlah engkau mencari-cari kerusakan di muka bumi.” Segala perbuatan yang akan merugikan orang lain, yang akan memutuskan tali shilahturahmi, aniaya, mengganggu keamanan, menyakiti hati sesama manusia, berbuat onar, menipu dan mengecoh, mencari keuntungan semata untuk diri dengan melupakan kerugian orang lain, semuanya itu adalah merusak. “Sesungguhnya Allah tidaklah suka kepada orang-orang yang berbuat kerusakan.” Kalau Allah telah menyatakan bahwa Dia tidak menyukai orang yang suka merusak di muka bumi, maka balasan Tuhan pasti datang, cepat ataupun lambat kepada orang yang demikian. Dan jika hukuman Tuhan datang, seorang pun tidak ada yang mempunyai kekuatan dan daya upaya buat menangkisnya.6 3. Tafsir Al Lubab. Pada ayat 76, Qarun mendapat nasehat dari kaumnya. Kemudian, dilanjutkan dengan ayat 77 yang bagaikan menyatakan: “Ini bukan berarti engkau hanya boleh beribadah murni dan melarangmu memperhatikan dunia. Tidak! Berusahalah sekuat tenaga dan pikiranmu dalam batas yang 6
Hamka, Tafsir Al-Azhar cet. ke-1 (Surabaya: Yayasan Latimojong, 1978), hlm. 161-162
7
dibenarkan Allah swt. Untuk meraih harta dan hiasan duniawi dan carilah secara bersungguh-sungguh melalui apa yang telah dianugerahkan Allah swt. kepadamu dari hasil usahamu itu kebahagiaan negeri akhirat dengan menginfakkan dan menggunakannya sesuai petunjuk Allah swt., dan dalam saat yang sama janganlah mengabaikan bagianmu yang halal dari kenikmatan dunia dan berbuat baiklah kepada semua pihak disebabkan karena Allah swt. telah berbuat baik kepadamu dengan aneka nikmat-Nya, dan janganlah berbuat kerusakan dalam bentuk apapun dibagian manapun di bumi ini. Sesungguhnya Allah swt. tidak menyukai para pembuat kerusakan.”7 4. Tafsir Al Misbah. Kata ( )ﻓِﯿﻤَﺎdipahami oleh Ibn ‘Asyur mengandung makna terbanyak atau pada umumnya, sekaligus melukiskan tertancapnya ke dalam lubuk hati upaya mencari kebahagiaan ukhrawi melalui apa yang di anugerahkan Allah dalam kehidupan dunia ini. Dalam konteks Qarun adalah gudanggudang tumpukan harta benda yang dimilikinya. Firman-Nya (ﺼﯿﺒَ َﻜﺘَ ْﻨ َﺴ َﻮﻻ ِ َ )اﻟ ﱡﺪ ْﻧﯿَﺎ ِﻣﻨَﻨmerupakan larangan melupakan atau mengabaikan seseorang dari kenikmatan duniawi. Larangan itu dipahami oleh sementara ulama bukan dalam arti haram mengabaikannya, tetapi dalam arti mubah (boleh untuk mengambilnya) dan dengan demikian – tulis Ibn ‘Asyur – ayat ini merupakan salah satu contoh penggunaan redaksi larangan untuk makna mubah atau boleh. Ulama ini memahami kalimat di atas dalam arti “Allah tidak mengecammu jika engkau mengambil bagianmu dan kenikmatan duniawi selama bagian itu tidak atas resiko kehilangan bagian kenikmatan ukhrawi. Merupakan nasihat yang perlu dikemukakan agar siapa yang dinasihati tidak menghindar dari tuntutan itu. Tanpa kalimat ini, boleh jadi yang dinasihati itu memahami bahwa ia dilarang menggunakan hartanya kecuali untuk pendekatan diri kepada Allah dalam bentuk ibadah murni semata-mata. Dengan kalimat 7
M. Quraish Shihab, Al Lubab: makna, tujuan dan pelajaran dari surah-surah Al-Qur’an cet. ke-1 (Tangerang: Lentera Hati, 2012), hlm. 80
8
ini, menjadi jelas bagi siapa pun bahwa seseorang boleh menggunakan hartanya untuk tujuan kenikmatan duniawi selama hak Allah menyangkut harta telah dipenuhinya dan selama penggunaannya tidak melanggar ketentuan Allah SWT. Kata ( َ )ﻧَﺼِﯿﺐadalah bagian tertentu yang telah ditegakkan sehingga menjadi nyata dan jelas bahwa bagian itu adalah hak dan miliknya dan atau itu tidak dapat dielakkan. Sementara ulama berpendapat bahwa “nashib” manusia dari harta kekayaan di dunia ini hanyalah “Apa yang dimakan dan habis termakan, apa yang dipakai dan punah tak dapat dipakai lagi serta apa yang disedekahkan kepada orang lain dan yang akan diterima ganjarannya di akhirat nanti.” Pendapat yang lebih baik adalah yang memahaminya dalam arti segala yang dihalalkan Allah. Harta yang diperoleh manusia secara halal dapat digunakannya secara baik dan benar sebagimana digariskan Allah.Dia hanya berkewajiban mengeluarkan bagian yang ditentukan dalam bentuk zakat yang wajib. Selebihnya adalah halal umtuk dinikmatinya, kecuali kalau dia ingin bersedekah. Larangan diperintahkan
melakukan
berbuat
perusakan
baik,
setelah
merupakan
sebelumnya
peringatan
agar
telah tidak
mencampuradukkan antara kebaikan dan keburukan. Sebab keburukan dan perusak merupakan lawan kebaikan. Penegasan ini diperlukan –walau sebenarnya perintah berbuat baik telah berarti pula larangan berbuat keburukan – Perusakan dimaksud menyangkut banyak hal. Di dalam al Qur’an sudah ada contohnya. Puncaknya adalah merusak fitrah kesucian manusia, yakni tidak memelihara tauhid yang telah Allah anugerahkan kepada setiap insan. Dibawah peringakat itu ditemukan keengganan menerima kebenaran dan pengorbanan nilai-nilai agama, seperti pembunuhan,
9
perampokan,
pengurangan
takaran
dan
timbangan,
berfoya-foya,
pemborosan, gangguan terhadap kelestarian lingkungan, dan lain-lain.8
C. Aplikasi dalam Kehidupan Berdasarkan beberapa penjelasan di atas dapat diambil beberapa hal, untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, di antaranya: 1. Kita dilarang untuk mengabaikan atau melupakan kenikmatan duniawi. 2. Siapapun boleh menggunakan hartanya untuk tujuan kenikmatan duniawi selama hak Allah menyangkut harta telah dipenuhinya dan selama penggunaannya tidak melanggar ketentuan Allah SWT. 3. Apa yang kita dilakukan di dunia ini, adalah apa yang akan kita tuai di akhirat kelak.
D. Aspek Tarbawi Dari beberapa penjelasan mengenai tafsir QS. AL-Qashash ayat 77, hikmah yang dapat diambil ialah: 1. Hendaklah manusia senantiasa menyeimbangkan kepentingan hidup duniawi dan ukhrawi. 2. Hendaklah mengarahkan pandangan kita kepada akhirat sebagai tujuan dan kepada dunia sebagai sarana mencapai tujuan. 3. Tidak mencampuradukkan antara kebaikan dan keburukan. 4. Senantiasa berbuat baik. 5. Tidak melakukan perusakan terhadap dunia ini.
8
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2006), hlm. 406-410
10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan Al-Qur’an menggambarkan kehidupan di dunia sebagai permainan dan sendau gurau. Dunia tidak abadi. Oleh karena itu, umat Islam harus berjalan menuju Allah, tak terpengaruh oleh kehidupan dunia, dan tak menjadikannya sebagai ganti dari akhirat. Banyak yang memberikan nasehat perihal tidak menjadikan dunia sebgai orientasi dalam hidup, di antaranya nasehat dari nabi Isa AS. dan nasehat dari Ibnu Abbas. Zuhud tidak berarti meninggalkan dunia secara keseluruhan. Artinya tak lain adalah berhubungan dengannya namun tak melakukan pemujaan terhadapnya.
11
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. 1993. Tafsir Al-Maraghi. Semarang: PT Karya Toha Putra. Hamka. 1978. Tafsir Al-Azhar cet. ke-1. Surabaya: Yayasan Latimojong. Shihab, M. Quraish. 2012. M. Al Lubab: makna, tujuan dan pelajaran dari surahsurah Al-Qur’an. Tangerang: Lentera Hati. Shihab, M. Quraish. 2006. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati. Al-Taftazani, Abu Wafa’ Al-Ghanimi. 2008. Tasawuf Islam: Telaah Historis dan Perkembangannya. Jakarta: Gaya Media Pratama Al Ghazali, Imam. 2003. Ihya’ ‘Ulumiddin. Semarang: CV. Asy Syifa’
12
PROFIL PENULIS
Nama : SYARIFATU SHAFIRA Tempat, tanggal Lahir : Batang, 30 Maret 1997 Alamat : Dk. Badulan Ds. Pesaren Rt. 02 Rw. 01 Kec. Warungasem Kab. Batang Riwayat Pendidikan : SDN 01 Pesaren SMP Negeri 1 Warungasem SMANegeri 2 Batang IAIN Pekalongan Status : Mahasiswa IAIN Pekalongan
13