MENGAPA SEMAKIN BANYAK JUMLAH ALUMNI AKUNTANSI TIDAK SEBANDING DENGAN PERTUMBUHAN KANTOR AKUNTAN PUBLIK (PERSEPSI MAHASISWA AKUNTANSI TERHADAP PROFESI AKUNTAN PUBLIK SETELAH UU NO. 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK) Pigo Nauli Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung Email:
[email protected]
Sudrajat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung
Neny Desriani Fakultas Ekonomi IBI DARMAJAYA Email:
[email protected]
ABSTRACT The Objective of this study is to examine the perception of undergraduate student majoring in Accounting about UU No. 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik. It also to know perception of undergraduate student majoring in accounting about public accountant roles in graft prevention and anothers roles. Respondents consist of 283 students of accounting major. For the objectives of the study, a structured questionnaire was utilized. Third different groups of question were asked to the respondent. The format was a type of likert scale for the measurenment of the thought and perceptions of the respondents. All data were processed previously with validity and reliability test. The result of this research indicate that undergraduate students in accounting major have positive perception about UU No. 5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik and public accountant roles in graft prevention and anothers roles. Findings of the study are interesting themselves, and also might be very interesting for particular people to make comparative studies. Keywords: Public accountant, students’ perception, graft prevention
I. PENDAHULUAN Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rasa keingintahuan peneliti mengenai mengapa pertumbuhan Kantor Akuntan Publik (KAP) tidak seiring dengan pertumbuhan industri. Secara logika semakin tumbuhnya dunia industri yang berkewajiban untuk menginformasikan laporan keuangan yang auditabel, maka peran KAP menjadi penting, dan menjadi potensi penghasilan pada sektor usaha jasa seperti KAP. Khususnya di Lampung, tempat domisili peneliti, sepanjang pengetahuan penulis, sejak Tahun 2000 hanya ada 3 KAP yang beroperasi di wilayah Lampung, yaitu: KAP Weddi dan Rekan, Nurdiono dan Rekan, dan Zubaidi Indra dan Rekan. Namun dalam perkembangannya hanya KAP Weddie dan Rekan yang hingga sekarang masih aktif dan eksis diantara KAP lainnya. Demikianpun secara usia personal auditornya, Auditor yang membuka jasa KAP di Lampung pada saat sekarang sudah memasuki rata-rata usia di atas 50 Tahun. Penulis mencoba membayangkan jika tidak ada regenerasi dalam kurun waktu yang lebih pendek pada waktu yang akan datang, maka sudah dapat dipastikan keberadaan KAP akan semakin sedikit.
Penulis juga mencoba mengkonfirmasi fenomena ini untuk beberapa daerah lain khususnya di wilayah Sumatera: Sumatera Selatan, Bengkulu, Sumatera Utara, dan Jambi. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dalam jumlah KAP yang masih aktif dan beroperasi di masing-masing wilayah kerjanya, yaitu memilik jumlah KAP yang relatif sedikit dibandingkan dengan jumlah unit usaha atau entitas bisnis yang ada. Hal ini pun diperkuat secara nasional mengenai proses penyusunan RUU Akuntan Publik yang dibahas di forum DPR RI. Salah satu permasalah Akuntan Publik yang tercantum dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) panja RUU Akuntan Publik disebutkan bahwa Indonesia mengalami krisis Akuntan Publik (www.iapi.or.id). Apakah diberlakukannya UU No. 5 Tahun 2011 sebagai salah satu solusi untuk memenuhi kebutuhan akan kekurangan jumlah profesi akuntan yang semakin tidak diminati oleh sarjana Akuntansi? Karena ketentuan yang dikembangkan dalam UU tersebut adalah bahwa yang berhak untuk mendapatkan gelar akuntan adalah siapapun, tidak mesti sarjana S1 Akuntansi, tetapi juga lulusan non Akuntansi (Teknik, Pertanian, Sosial, Hukum) diperbolehkan untuk mendapatkan gelar akademik setelah syarat-syarat lainnya dipenuhi. Berdasarkan rumusan UU No.5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik dalam penjelasan pasal 6 dapat disarikan beberapa ketentuan terbaru yang membedakan dengan peraturan- peraturan sebelumnya sehingga seseorang dapat diproses menjadi Akuntan Publik, yaitu sebagai berikut: Sebelum UU AP S1 Akuntansi PTN dan PTS Mengikuti Program Pendidikan Profesi Akuntan (PPAk) Register Negara Akuntan (Kemenkeu) Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP) dari IAPI Izin Akuntan Publik (Kemenkeu)
Sesudah UU AP S1/DIV/Setara Akuntansi dan Non Akuntansi PTN dan PTS Pendidkan Profesi Akuntan Publik dari PTN dan PTS kemudian Ujian Serifikasi AP (IAPI) Izin Akuntan Publik (Kemenkeu)
Fenomena ini menarik untuk diteliti, apakah penyebabnya sehingga pertumbuhan KAP tidak sebanding dengan pertumbuhan jumlah alumni akuntansi? Fenomena ini semakin menarik, ketika melihat pertumbuhan lulusan (alumni) Akuntansi semakin besar yang dihasilkan dari pergutuan tinggi negeri maupun swasta. Idealnya semakin banyak alumni Akuntansi maka pertumbuhan akuntan eksternal yang berprofesi sebagai auditor mejadi lebih banyak. Atau mungkin kencenderungan mahasiswa Akuntansi untuk berprofesi sebagai auditor eksternal tidak semenarik profesi akuntan lainnya seperti bankir, auditor internal, controller, akuntan pemerintah, akuntan pendidik dan beberapa profesi lainnya. Fenomena ini diperkuat dengan hasil tracer study yang dilaukan oleh Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung hasilnya menunjukkan sebgai berikut. Tabel 1. Hasil Tracer Study yang dilakukan oleh Jurusan Akuntansi Universitas Lampung No 1 2 3 4 5
Profesi KAP Akuntan Pemerintah (PNS, BPK) Perbankan Akuntan Perusahaan Lainnya Jumlah
Jumlah 3 35 19 22 37 116
Persentase 2,6 30,2 16,4 19,2 31,9 100
Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa pilihan profesi alumni Akuntansi cenderung lebih sedikit untuk berprofesi sebagai auditor yang bekerja pada KAP. Penulis mencoba untuk menulusuri hasil-hasil penelitian yang secara substansi terkait dengan permasalahan penelitian di atas, hasilnya
adalah penelitian yang dilakukan oleh Pakdemir (2011) mengenai persepsi mahasiswa Akuntansi terhadap profesi-auditor eksternal di Turki. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa 64 % dari 588 responden mengungkapkan bahwa profesi akutan dipandang tidak terlalu penting (not important), mahasiswa Akuntansi memandang Akuntansi sebagai matakuliah yang membosankan (negative and boring class). Penelitian serupa juga dilakukan oleh beberapa pemerhati Akuntansi meneliti mengenai persepsi mahasiswa Akuntansi terhadap profesi Akuntansi (Fisher and Murphy, 1995), (Well, 2005), (Colemen and Kreuze, and Langsam, 2005), (Bymee and Wilis, 2005). Penelitian-penelitian tesebut menarik untuk diteliti ulang di Indonesia secara lebih mendalam. Karena Pemerintah Indonesia kemudian megeluarkan UU No. 5 Tahun 2011 tentang profesi Akuntan Publik. Undang-undang ini mengatur praktik Akuntan Publik dalam menjalankan fungsi dan tanggungjawabnya, utamanya dalam memberikan jasa assurance. Selain itu UU ini pun memberikan garis penegas kepada siapapun yang ingin berprofesi sebagai auditor harus memenuhi syarat dan kriteria yang berlaku. Pasal 6 menyebutkan bahwa untuk mendapatkan ijin menjadi Akuntan Publik seseorang harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. Memiliki sertifikat tanda lulus ujiian profesi Akuntan Publik yang sah b. Berpengalaman praktik memberikan jasa sebgaimana dimaksud dalam pasal 3 c. Berdomisili di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia d. Memiliki NPWP Selain undang-undang tersebut pemerintah melalui kementrian keuangan mengatur secara lebih rinci mengenai aturan terkait. Disahkannya UU No 5 ini tidak terlepas dari beberapa persolan yang dihadapi profesi akuntan secara umum. Sebelum diterbitkannya UU tersebut, pemerintah telah melakukan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) oleh panja RUU Akuntan Publik komisi XI DPR RI. Diantara permasalahan dalam profesi Akuntan Publik adalah semakin krisisnya jumlah kantor Akuntan Publik (www. iapi.or.id). Persepsi merupakan suatu proses individu dalam memilih, mengelola, dan menginterpretasikan suatu rangsangan yang diterimanya ke dalam suatu penilaian terkait apa yang ada disekitarnya (Schiffman dan Kanuk, 2010). Persepsi akan mendorong seseorang berniat untuk melakukan sesuatu, termasuk keinginan seseorang untuk memilih pilihan profesi akuntan yang akan diambilnya. Berdasarkan fenomena-fenomena di atas, penulis ingin menelusuri sejauhmana persepsi mahasiswa program S1 Akuntansi terhadap profesi Akuntansi saat ini. Salah satu hal yang menarik adalah ingin melihat kecenderungan pilihan profesi akuntan yang akan dipilih oleh lulusan Akuntansi. Apakah dengan dikeluarkannya UU No 5 Tahun 2011 akan mempengaruhi persepsi mahasiswa Akuntansi terhadap profesi akuntan khususnya Akuntan Publik, sehingga menjadi semakin tumbuh suburnya keinginan alumni Akuntansi untuk berprofesi sebagai auditor ataukah semakin menyurutkan langkah untuk mengambil profesi akuntan. Berdasarkan latar belakang tersbut judul penelitian adalah “Mengapa semakin Banyak Jumlah Alumni Akuntansi Tidak Sebanding dengan Pertumbuhan KAP (Persepsi Mahasiswa Akuntansi Terhadap Profesi Akuntan Publik Setelah UU No . 5 Tentang Akuntan Publik)”
II. STUDI LITERATUR Pertumbuhan dan pengembangan Akuntansi semakin tinggi diperkuat dengan semakin globalnya pertumbuhan dunia bisnis, sehingga semakin mendekatkan pengusaha akan jasa akuntan dalam menopang struktur keberlangsungan usaha. Pertumbuhan dan perkembangan baik jumlah dan kualitas akuntan akan sangat bergantung pada institusi pendidikan yang men-create profesi tersebut (Steadman and Green, 1995). Perguruan tinggi sebagai institusi dengan kewajiban utamanya memberikan jasa pendidikan (teaching), pengabdian kepada masyarakat dan penelitian (research) bertanggungjawab penuh untuk menghasilkan akuntan-akuntan yang handal dan mampu menghadapi tantangan globalisasi. Untuk tujuan tersebut maka bagaimanakah usaha seharusnya yang dilakukan perguruan tinggi dalam mempersiapkan alumninya untuk mampu memenuhi standar dalam memenuhi syarat sebagai Akuntan Publik bersertifikat (Yucel et al, 2012). Beberapa peneliti telah melakukan perubahan dalam
proses pembelajaran Akuntansi bagi mahasiswa diantaranya dengan pendekatan menekankan pada aspek praktek (Haman et al., 2010), pembelajaran studi kasus (Campbell and Lewiss, 1991; Stewart and Daugherty, 1993), dan berbagai metoda yang kemudian sering diupayakan sebagai teknologi pendidikan seperti: student center learning (SCL), technology assisted learning, dan beberapa metoda lainnya. Persoalan yang terjadi tidak semata-mata dilihat dari proses pembelajaran yang telah diprogram dalam perguruan tinggi saja, akan tetapi juga harus membangun match and link antara dunia akademis dan praktisi, bahwa dunia pendidikan harus ditopang dengan kekuatan sosial masyarakat profesi yang menjadi salah satu pilihan karir setelah lulus, sehingga alumni Akuntansi mampu mengetahui secara riil dunia profesi mereka (Yucel et al., 2012). Oleh karena itu pendidikan akuntansi harus ditopang dengan praktikum dan mendekatkan mahasiswa akuntansi dengan tenaga professional, sehingga pembelajaran dapat lebih interaktif dan mahasiswa lebih awal mengenali profesi akuntan secara jelas. Progam semacam ini dengan sendirinya akan membentuk persepsi, karakter alumni Akuntansi terhadap profesi akuntan. Penelitian yang dilakukan oleh Schoellman, 2011 mengungkapkan bahwa bahwa pendidikan formal mampu menopang 10-20 % tingkat perbedaan masing-maisng tenaga kerja dalam merespon kerja yang menjadi bagaian pekerjaannya. Persepsi merupakan proses kognitif yang dipergunakan seseorang untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya, sedangkan menurut Robbin, 1993: “Perception can be defined as a process by which individual organize and interpret their sensory impression in order to give meaning to their invorenment” Proses pembentukan persepsi dipengaruhi oleh: 1. Faktor perhatian dari luar, melalui intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan, dan gerakan 2. Faktor dari dalam (internal set factors), yaitu factor dari dalam diri seseorang yang memiliki proses persepsi antara lain proses belajar, motivasi dan kepribadian (kiryanto dkk., 2001) Proses pendidikan akuntansi akan dapat dipersepsikan secara parallel dengan praktik akuntansi, termasuk di dalamnya profesi akuntan publik. Akuntan publik merupakan seseorang yang diberikan ijin oleh lembaga berwenang untuk menggunakan gelar akuntan publik dan mempraktekkan akuntansi publik. Di Indonesia, ijin sebagai akuntan publik dapat diberikan setelah lulus ujian sertifikasi Akuntan Publik (USAP).
III. METODA PENELITIAN Penelitian ini ingin megetahui persepsi mahasiswa akuntansi terhadap profesi akuntan setelah diterapkan kebijakan UU No. 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik. Selanjutnnya juga ingin melihat secara umum profesi akuntan dimata mahasiswa akuntansi. Untuk mencapai tujuan tersebut instrumen penelitian berupa kuisioner telah dikembangkan, sebagia n konten diadopsi dari penelitian Pekdemir, 2011. Sebagian lain dikembangkan peneliti untuk mengukur persepsi dan pandangan mahasiswa terhadap salah satu peraturan yang dipasalkan dalam UU No 5 Tahun 2011. Kuisioner menggunakan 5 (lima) poin skala likert dengan skala sebagai berikut 1. Sangat tidak setuju, 2. Tidak Setuju, 3. Netral, 4. Setuju, 5 Sangat Tidak Setuju). Bagian pertama dari kuisioner berkaitan dengan data demografi responden, bagian kedua berkaitan dengan persepsi mahasiswa terhadap profesi Akuntan Publik, bagian ketiga mengeksplorasi persepsi mahasiswa terhadap peran Akuntan Publik teramsuk juga melihat keterkaitannya dengan tidakan pencegahan terhadp tindak pidana korupsi, dan bagian bagian terakhir berkaitan dengan persepsi mahasiswa Akuntansi berkaitan dengan UU No. 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik. Pengumpulan Data Peneliti menyebarkan kuisioner kepada mahasiswa Akuntansi yang berada di Kota Bandarlampung, dengan sebaran: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Lampung (STIE Lampung), dan Fakultas Ekonomi Informatics and Business Institute (IBI) Darmajaya. Kuisioner yang disebar sebanyak 300, dari total kuesioner yang disebar 291
kuisioner dikembalikan. Setelah dilakukan seleksi atas kuesioner, sebanyak 283 kuesioner yang dapat diolah karena 8 responden tidak menjawab dengan sempurna setiap pertanyaan yang diajukan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan SPSS for windows versi 17. Analisis frekuensi, mean dan deviasi standar dihitung untuk tiap-tiap variabel yang diukur. Koefisien vaiditas dan reliabilitas menggunakan analisis faktor dan cronbach alpha. Uji valditas menunjukkan bahwa semua pertanyaan menunjukkan koefisien factor analysis di atas 0,06, sementara koefisien cronbach alpha untuk menguku reliabilitas instrumen menunjukkan 0.7. Hasil survey menunjukkan beberapa ringkasan sebagai berikut: 1). Data demografi responden, termasuk juga preferensi pilihan karir profesi akuntan, 2). Persepsi mahasiswa terhadap profesi auditor, 3) Persepsi mahasiswa terhadap peran auditor terutama tanggapan mahasiswa akuntansi terhadap kompetensi auditor terhadap pencegahan tindak pidana korupsi, dan 4) Persepsi mahasiswa terhadap Undang-Undang No. 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik. Demografi responden terdiri dari 100 responden adalah mahasiswa Universitas Lampung (35,3%), 94 mahasiswa berasal dari Fakultas Ekonomi Informatics and Business Institute Darmajaya Lampung (33,2%), dan 89 responden berasal dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Lampung (31,4%) dapat dilihat pada tabel 2 Tabel 2 Kampus Responden Kampus Universitas Lampung IBI Darmajaya STIE Lampung Total
Frekuensi 100 94 89 283
% 35,3 33,2 31,4 100
63,6% responden atau sebanyak 180 mahasiswa akuntansi adalah perempuan, sisanya adalah laki-laki (tabel2). Hasil ini memperkuat penelitian-penelitian sebelumnya bahwa perempuan cenderung lebih berminat untuk melanjutkan jenjang pendidikan tinggi pada program S1 Akuntansi (Nauli, 2011; Pekdemir and Pekdemir, 2011) Tabel 3 Jenis Kelamin Responden Kampus Laki-Laki Perempuan Total
Frekuensi 103 180 283
% 36,3 63,6 100
148 responden adalah mahasiswa akuntansi yang berusia di bawah 20 tahun (51,9%), 122 responden berusia antara 20 sampai dengan 24 tahun (43,1%), sedangkan sisanya (4,6) berusia di atas 24 tahun (tabel 4) Tabel 4 Usia Responden Usia -20 Tahun 20-24 Tahun 20+ Tahun Tahun
Frekuensi 148 122 13 283
% 52,3 43,1 4,6 100
98 responden (34,6%) mahasiwa akuntansi adalah lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) pada program Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), 116 responden (41%) adalah lulusan SMA pada Program IPS, 67 responden (23,7%) adalah lulusan Sekolah Mnenengah Kejuruan (SMK), sisanya adalah lulusan dari program lainnya (tabel 5). Hasil ini menunjukkan bahwa program S1 Akuntansi menjadi pilihan favorit bagi siswa-siswi SMA, karena bukan hanya pelajar dari program IPS saja, sebagai jurusan yang linier dengan Akuntansi, namun juga pelajar IPA dan SMK. Khusus SMK, peneliti menduga 27% mahasiswa yang berasal dari program SMK menunjukkan bahwa target pendidikan SMK kurang tepat sasaran, karena tujuan untuk menjadi tenaga teknis (clerk) pada dunia kerja tidak tercapai, karena dapat dilihat dari data bahwa mahasiswa akuntansi sebanyak hampir 24 persen berasal dari siswa-siswi SMK. Tabel 5 Jurusan Pada Jenjang SMA Jurusan SMA IPA IPS SMK Lainnya Jumlah
Frekuensi 98 116 67 2 283
% 34,6 41 23,7 0,7 100
Intensi atas pilihan karir dari keseluruan responden dapat dilihat pada tabel 6 dan tabel 7. Tabel 6 menunjukkan intensi awal mahasiswa atas pilihan karir akuntan setelah mereka lulus pada program S1 Akuntansi di semester awal (semester 2 dan 4), hasilnya menunjukkan sebagai berikut: Tabel 6 Pilihn Profesi Akuntan di Semester Awal Pilihan Profesi Auditor (KAP) PNS Analisis Sistem Informasi Banker Pialang Forensik Lain Belum Memilih Jumlah
Frekuensi 68 78 20 59 11 20 16 4 283
% 24 27,6 7,1 20,8 3,9 7,1 5,7 1,4 100
Data menunjukkan bahwa keinginan mahasiswa akuntansi untuk menjadi akuntan pemerintah sangat tinggi, mengalahkan intensi untuk menjadi auditor yang bekerja di KAP atau menjadi banker. Fenomena ini harus ditangkap sebagi suatu hal yang harus diperhatikan oleh dunia praktisi dan akademisi, mengapa? Karena, persoalan yang dihadapi bangsa ini adalah kasus-kasus korupsi yang kebanyakan dilakukan pada sektor pemerintahan. Dengan menyediakan SDM akuntan yang berkompetensi diharapkan mampu menekan laju tindak pidana korupsi. Selanjutnya adalah bahwa intensi Auditor berada pada urutan kedua, hasil ini memang sangat berbeda dengan fakta di lapangan. Hasil tacer study yang dilakukan oleh Universitas Lampung pada Tahun 2012 terhadap alumni akuntansi, menunjukkan bahwa hanya 2% dari 100 alumni Unila yang bekerja pada KAP. Hal ini menjadi menarik untuk dikaji, mungkinkah proses pembelajaran mempengaruhi pilihan mahasiswa terhadap profesi akuntan, karena fakta-fakta tersebut menjadi suatu bahan evaluasi bagi proses pembelajaran akuntansi. Yang sangat menarik adalah preferensi responden terhadap pilihan karir akuntan sebagai akuntan forensik. Pilihan ini berada pada pilihan favorit ketiga, penulis menduga bahwa ini pilihan profesi
terbaru yang sedang menjadi isu menarik dalam perkembangan akuntansi (Sanchez, 2012; Carpenter et al., 2011; Elitas et al., 2011) Tabel 7 menunjukkan pilihan profesi di semester akhir. Tabel ini hanya menyajikan mahasiswa yang duduk di semester akhir, yaitu responden di semester 6 dan semester 8. Responden diminta untuk mengisi 2 pilihan profesi akuntan saat mereka masuk di program S1 Akuntansi dan juga mengisi pilihan profesi akuntan ketika mereka duduk di semester akhir. Tabel 7 Pilihn Profesi Akuntan di Semester Awal dan Semester Ahir Pilihan Profesi Auditor (KAP) PNS Akuntansi Manajemen Banker Pialang Forensik Lain Jumlah
Frekuensi Semester Awal 9 24 4 18 1 2 3 61
Semester Akhir 12 26 6 11 1 4 1 61
Kedua pertanyaan ini sengaja diajukan untuk melihat adakah perbedaan pilihan profesi di semester awal dan semester akhir. Dengan mengunakan uji paired sample t test didapat hasil bahwa tidak ada perbedaan pilihan profesi antara mahasiswa semester awal dan semester akhir. Analisis dilakukan dengan membandingkan responden yang berada di semester akhir sebanyak 61 responden dari 283 responden. Hasil ini dapat dianalisis pada tabel 8 bahwa preferensi mahasiwa terhadap pilihan profesi karir akuntan tidak berbeda antara saat diawal perkuliahan dengan diakhir perkuliahan, beberapa kemungkinan yang diduga oleh penulis diantaranya adalah bahwa proses perkuliahan tidak berdampak besar terahadap pilihan profesi mahasiswa, pengajar bukan dari kalangan praktisi langsung, belum atau jarangnya diadakan seminar-seminar terkait dengan profesi akuntan di lingkungan kasmpus, dan pembeljaran yang masih mengedapakan aspek teoritis dibandingkan praktik. Tabel 8 Uji Paired Samples Test
Pair pro 1-2
Paired Differences 95% Confidence Std. Error Interval of Mean Std. Dev Mean Lower Upper .328 2.039 .261 -.194 .850
t
df
1.256 60
Sig. (2-tailed)
.214
Tabel 9 menunjukkan pihak yang paling mempengaruhi pilihan profesi akuntan bagi responden. Keluarga paling dominan mempengaruhi pilihan profesi responden sebesar 56,2 %, selanjutnya pengalaman bekerja (31%), lingkungan masyarakat/sosial (8,1%), dan lingkungan kampus atau sekolah (7,1%). Hasil ini memberikan bukti bahwa peran kampus tidak signifikan dalam memberikann dukungan kuat kepada mahasiswa dalam menentukan pilihan profesi, mungkinkah kampus tidak memberikan gambaran peluang, tantangan dari masing-masing profesi akuntan sehingga mahasiswa tidak mampu mengeksplorasi lebih jauh tentang profesi akuntan dan masih mengandalkan informasi dari keluaraga (orang tua, kakak, paman) dalam menentukan pilihan profesi akuntan. Organisasi akuntan (IAI, IAPI) hanya mempengaruhi 0,4% dari responden terhadap pilihan profesi akuntan, hasil
ini menjadi masukan bahwa lembaga profesi atau organisasi akuntan belum banyak melakukan sosialisasi kepada mahasiswa mengenai profesi akuntan secara keseluruhan. Tabel 9 Pihak yang paling berpengaruh terhadap pilihan profesi Lingkungan Keluarga Kampus atau sekolah Masyarakat/Sosial Media Pemberitaan Organisasis akuntansi Pengalaman Akademis Pengalaman Bekerja Lainnya
Frekuensi 158 20 23 16 1 23 31 10
% 56,2 7,1 8,1 5,7 0,4 8,1 11 3,5
Persepsi Dan Pendapat Responden Tehadap Profesi Akuntan Untuk mengeksplorasi persepsi dan pendapat responden mengenai profesi Akuntan Publik, 16 pertanyaan ditanyakan kepada responden. Seluruh pertanyaan dibagi kedalam 3 kelompok pertanyaan. Grup pertanyaan pertama mengeksplorasi persepsi dan pandangan responden mengenai prilaku Akuntan Publik adalah profesi yang dekat dengan aktivitas yang cenderung membosankan. Pertanyaan pertama dari grup petama adalah mengenai profesi Akuntan Publik adalah profesi yang lekat dengan aktivitas membaca buku. Aktivitas ini sebagai personifikasi bahwa pekerjaan Akuntan Publik adalah pekerjaan yang membosankan. Tabel 10 Pertanyaan 1 Pesepsi Sangat Tidak Setuju
Frekuensi 23
Persentase 8.1
Tidak Setuju
125
44.2
Netral Setuju
83 42
29.3 14.8
Sangat Setuju
10
3.5
Total
283
100.0
Pertanyaan kedua mengenai pekerjaan Akuntan Publik selalu membosankan sehingga membuat mereka tidak nyaman. 60 % responden menjawab tidak setuju, 33% netral, dan 7 % responden menjawab profesi Akuntan Publik adalah profesi yang membosankan Tabel 11 Pertanyaan 2 Persepsi Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju
Frekuensi 34 136 93 17 3
Persentase 12.0 48.1 32.9 6.0 1.1
Tabel 11 Pertanyaan 2 Persepsi Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju Total Mean Deviasi Standar
Frekuensi 34 136 93 17 3 283 2,36 0,810
Persentase 12.0 48.1 32.9 6.0 1.1 100.0
Pertanyaan ketiga mengenai pekerjaan Akuntan Publik akan selalu berhubungan dengan angkaangka dan hitung-menghitung. Hasilnya menunjukkan bahwa sebanyak 71% responden menjawab bahwa profesi akuntan sangat dekat dengan dunia hitung-menghitung yang menunjukkan bahwa aktivitas ini adalah aktivitas yang perlu keseriusasan, ketelitian dan kecermatan. Tabel 12 Pertanyaan 3 Persepsi Sangat Tidak Setuju
Frekuensi 9
Persentase 3.2
Tidak Setuju
26
9.2
Netral Setuju
47 152
16.6 53.7
Sangat Setuju
49
17.3
Total
283
100.0
Mean
3,73
Deviasi Standar
0,960
Pertanyaan keempat mengenai orang-orang yang bekerja di sekitar Akuntan Publik adalah juga orang-orang yang membosankan. Hasil menunjukkan bahwa 66% responden mepersepsi bahwa orangorang yang bekerja pada lingkungan Akuntan Publik tidak menyetujui bahwa mereka bagian dari orang-orang yang membosankan, dan hanya 7,8 % yang mempersepsi bahwa orang-orang yang bekerja di lingkungan Akuntan Publik adalah orang-orang yang membosankan
Tabel 13 Pertanyaan ke-4 Persepsi Sangat Tidak Setuju
Frekuensi 51
Persentase 18.0
Tidak Setuju
137
48.4
Netral
73
25.8
Setuju
13
4.6
Sangat Setujju
9
3.2
Total
283
100.0
Mean
2,27
Deviasi Standar
0,917
Pertanyaan kelima pada tabel 14 mengenai Akuntan Publik bekerja secara legal untuk klien dalam hal mendapatkan uang yang lebih. Hasil pada tabel menunjukkan bahwa 37 % responden tidak setuju bahwa Akuntan Publik bekerja secara legal untuk klien dalam hal mendapatkan uang yang lebih. 37,5 % responden menjawab netral, dan 32,5% menjawab setuju bahwa Akuntan Publik bekerja secara legal untuk mendapatkan uang yang lebih. Tabel 14 Pertanyaan ke-5 Persepsi Sangat Tidak Setuju
Frekuensi 19
Persentase 6.7
Tidak Setuju Netral
68 104
24.0 36.7
Setuju
69
24.4
Sangat Setuju
23
8.1
Total Mean
283 3,03
100.0
Deviasi Standar
1,039
Pertanyaan keenam mengenai Akuntan Publik secara umum bekerja pada tempat kerja yang sempit, aksesnya dibatasi, dan berada lingkungan yang menjenuhkan. 61 % responden menyatkan tidak menyetujui pernyataan ini, 26 % menyatakn netral, dan 12,2 % menyatakan setuju. Tabel 15 Pertanyaan ke-6 Persepsi Sangat Tidak Setuju
Frekuensi 48
Persentase 17.0
Tidak Setuju
124
43.8
Netral
73
25.8
Setuju
29
10.2
Sangat Setuju
8
2.8
282
99.6
Total
Secara keseluruhan analisis pada grup pertama pertanyaan mengungkapkan bahwa profesi Akuntan Publik, bukanlah profesi yang membosankan dan menjenuhkan dimata mahasiswa. Persepsi responden mengenai bahwa profesi akuntan publik bukanlah profesi yang membosankan merupakan modal dasar bagi intitusi profesi ataupun institusi akademik untuk mendorong pertumbuhan jumlah akuntan publik. Grup pertanyaan kedua mengeksplorasi persepsi dan pandangan responden mengenai peran Akuntan Publik adalah sebagai profesi yang diangga penting. 5 pertanyaan yang harus dijawab responden dengan melihat peran Akuntan Publik dalam hal: pengambilan keputusan ekonomi, memperkuat kualitas informasi, mewujudkan stabilitas keuangan, dan pencegahan pada tindak pidana korupsi. Pertanyaan ketujuh pada grup pertanyaan kedua mengenai jasa Akuntan Publik digunakan oleh stakeholders dalam pengambilan keputusan ekonomi. Tabel 16 Pertanyaan ke-7 Persepsi Sangat Tidak Setuju
Frekuensi 7
Persentase 2.5
Tidak Setuju
16
5.7
Netral
83
29.3
Setuju
142
50.2
Sangat Setuju
35
12.4
Total
283
100.0
Mean
3,64
Deviasi Standar
0,861
Pertanyaan kedelapan pada grup pertanyaan kedua mengenai Akuntan Publik beperan dalam peningkatan kualitas dan kredibilitas informasi keuangan atau laporan keuangan perusahaan (entitas bisnis). Hasil pada tabel 17 menunjukkan bahwa 80% responden menyetujui bahwa akuntan publik dapat berperan dalam peningkatan kualitas dan kredibilitas informasi keuangan. Tabel 17 Pertanyaan ke-8 Persepsi Sangat Tidak Setuju
Frekuensi 8
Persentase 2.8
Tidak Setuju
13
4.6
Netral
33
11.7
Setuju
161
56.9
Sangat Setuju
68
24.0
Total
283
100.0
Mean
3,95
Deviasi Standar
0,892
Pertanyaan kesembilan pada grup pertanyaan kedua mengenai Akuntan Publik merupakan salah satu profesi penunjang dalam mewujudkan stabilitas sistem keuangan yang merupakan salah satu syarat terwujudnya pasar yang efesien. Hasil pada tabel 18 menunjukkan bahwa 72% responden
menyetuji bahwa akuntan publik sebagai profesi yang dapat menunjang dalam mewujudkan stabilitas sistem keuangan yang merupakan salah satu syarat terwujudnya pasar yang efesien.
Persepsi Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netrral Setuju Sangat Setuju Total
Tabel 18 Pertanyaan ke-9 Frekuensi 4 7 64 155 53 283
Persentase 1.4 2.5 22.6 54.8 18.7 100.0
Pertanyaan kesepuluh pada grup pertanyaan kedua mengenai Akuntan Publik sangat berperan dalam mengurangi atau menghambat tindak pidana korupsi. 17% responden menjawab tidak setuju, 29% menjawab netral, dan 54% menjawab setuju bahwa profesi akuntan dapat berperan dalam mengurangi atau menghambat tidak pidana korupsi. Tabel 19 Pertanyaan ke-10 Frekuensi
Persentase
Sangat Tidak Setuju
10
3.5
Tidak Setuju
38
13.4
Netral
82
29.0
Setuju
96
33.9
Sangat Setuju
57
20.1
Total
283
100
Secara keseluruhan persepsi mahasiswa mengenai peran Akuntan Publik secara relatif masih memandang profesi akuntan sebagai profesi yang berperan baik dan positif. Persepsi ini membuktikan bahwa mahasiswa akuntansi masih memiliki nilai keyakinan pribadi bahwa profesi akuntan sangat relevan pada kebutuhan industri usaha. Grup pertanyaan ketiga mengeksplorasi persepsi dan pandangan responden mengenai UU No.5 tentang Akuntan Publik. Sebagai undang-undang baru mengenai profesi Akuntan Publik yang dibuat sebagai pengganti atau penyempurna aturan-aturan sebelumnya, UU ini perlu untuk disosialisasikan kepada seluruh lapisan masyarakat. Mahasiswa dipandang penting untuk memahami isi dan aturan yang tercantum dalam UU tersebut, karena mahasiswa akuntansi adalah generasi penerus utama profesi Akuntan Publik. Dalam penjelasan pasal 6 mengenai perizinan Akuntan Publik bahwa yang berhak menyandang gelar Akuntan Publik bukan hanya dari alumni akuntansi saja tetapi juga seluruh jenjang strata 1 pada seluruh jurusan dengan syarat dan kreteria yang harus terpenuhi. Hal ini diduga mempengaruhi persepsi mahasiswa terhadap profesi akuntan. Pertanyaan kesebelas pada grup pertanyaan ketiga ingin mengukur persepsi dan opini mahasiswa akuntansi mengenai minat mahasiswa akuntansi untuk menjadi Akuntan Publik setelah UU No.5 Tahun 2011. Tabel menunjukkan bahwa niat mahasiswa setelah UU No.5 Tahun 2011, sebanyak 62 % tidak menyetujui bahwa mereka semakin tidak berniat untuk menjadi Akuntan Publik, 33, 6 % netral, 3,6 % menyetujui bahwa dengan terbitnya UU No. 5 Tahun 2011 akan menyurutkan mereka untuk menjadi Akuntan Publik karena semakin bertarung di pasar tenaga kerja.
Tabel 20 Pertanyaan 11 Persepsi
Frekuensi
Persentase
Sangat Tidak Setuju
61
21.6
Tidak Setuju
115
40.6
Netral
95
33.6
Setuju
7
2.5
Sangat Setuju
5
2
281
100
Total
Pertanyaan keduabelas pada grup pertanyaan ketiga untuk mengukur persepsi atau opini responden mengenai kesempatan responden untuk menjadi Akuntan Publik setelah UU No. 5 Tahun 2011. 28% responden menjawab menyetujui bahwa penerapan UU No. 5 Tahun 2011 akan mempersempit peluang mereka untuk berprofesi sebagai Akuntan Publik, sementara 41 % menganggap bahwa penerapan UU No. 5 Tahun 2011 tidak akan mempengaruhi kesempatan mereka untuk menjadi Akuntan Publik. Tabel 21 Pertanyaan ke-12 Persepsi Sangat Tidak Setuju
Frekuensi 23
Persentase 8.1
Tidak Setuju
93
32.9
Netral
87
30.7
Setuju
67
23.7
Sangat Setuju
13
4.6
Total
283
100
Pertanyaan ketigabelas pada grup pertanyaan ketiga mengenai kompetensi profesi Akuntan Publik alumni S1 akuntansi sama dengan S1 non akuntansi. Tabel menunjukkan bahwa 58,6 % responden menyatakan tidak setuju bahwa kompetensi yang dimiliki alumni akuntansi sama dengan non akuntansi ketika berpraktek sebagai Akuntan Publik. Sementara 15% responden menyatakan setuju bahwa kompetensi Akuntan Publik lulusan S1Akuntansi sama dengan lulusan non Akuntansi. Tabel 22 Pertanyaan ke-13 Persepsi Sangat Tidak Setuju
Frekuensi 59
Persentase 20.9
Tidak Setuju
108
38.2
Netral
73
25.8
Setuju
36
12.7
Sangat Setuju
7
2.5
283
100
Total
Pertanyaan keempatbelas pada grup pertanyaan ketiga mengenai persespsi responden mengenai kompetensi alumni akuntansi sebagai Akuntan Publik lebih baik dibandingkan dengan alumni non Akuntansi. Tabel ini menunjukkan bahwa 16 % tidak menyetujui bahwa kompetensi lulusan
Akuntansi lebih baik dibandingkan dengan lulusan non Akuntansi jika berpraktik sebagai Akuntan Publik. Sementara 60,5 % menyetujui kompetensi Akuntan Publik lulusan S1 Akuntansi lebih baik dibandingkan dengan lulusan non akuntansi Tabel 23 Pertanyaan Ke-14 Persepsi
Frekuensi
Persentase
Sangat Tidak Setuju
8
2.8
Tidak Setuju
31
11.0
Netral
73
25.8
Setuju
108
38.2
Sangat Setuju
63
22.3
Total
283
100.0
Pertanyaan kelimabelas pada grup pertanyaan ketiga mengenai Praktik Akuntan Publik akan semakin baik jika UU No. 5 diterapkan. 27 % responden menyatakan tidak setuju dengan penerapan UU N0. 5 Tahun 2011 akan berdampak semakin baiknya praktik Akuntan Publik, sementara 36,5 % menyetujui bahwa UU No. 5 Tahun 2011 Tabel 24 Pertanyaan ke-15 Persepsi Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju
Frekuensi 29 47
Persentase 10.2 16.6
Netral
103
36.4
Setuju
86
30.4
Sangat Setuju Total
18 282
6.4 100
Pertanyaan keenambelas pada grup pertanyaan ketiga mengenai praktik Akuntan Publik yang bersertifikat CPA lebih baik dibandingkan Akuntan Publik yang tidak bersertifikat CPA. Hasilnya menunjukkan bahwa 51% meyetujui, 16% responden tidak menyetujui, sementara 34% menjawab netral. Tabel 25 Pertanyaan ke-16 Persepsi Sangat Tidak Setuju
Frekuensi 8
Persentase 2.8
Tidak Setuju
39
13.8
Netral Setuju
91 90
32.2 31.8
Sangat Setuju
55
19.4
Total
283
100.0
V. SIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN Hasil penelitian ini menjadi hal penting bagi pemerhati akuntansi bahwa persepsi mahasiswa akuntantasi terhadap profesi akuntan khususnya auditor eksternal dalam banyak pertanyaan memiliki persepsi positif, mahasiswa akuntansi masih berpersepsi bahwa jasa auditor masih digunakan dalam proses pengembalian keputusan ekonomi, jasa auditor masih dipercaya dalam peningkatan kredibilitas informasi keuangan atau laporan keungan, termasuk juga dalam hal mewujudkan stabilitas sistem keuangan yang dipercaya sebagai syarat terwujudnya pasar yang efesien. Persepsi mahasiswa akuntansi mengenai profesi auditor dapat mengurangi atau mencegah tindak pidana korupsi masih dipandang sangat baik yaitu sebanyak 54 % mahasiwa akuntansi memandang bahwa profesi akuntan mampu untuk mengurangi tindak pidana korupsi. Hasil ini memberikan masukan bagi pemerhati akuntansi bahwa pandangan ini sebagai modal besar bangsa Indonesia, ditengah-tengah banyak kasus korupsi yang melanda bangsa ini, Auditor sebagai profesi yang dapat diharapkan memberikan konstribusi bagi penyelesaian kasuss korupsi. Kualitas lulusan program S1 diharapkan menjadi modal sumber daya manusia (SDM) untuk menjadi auditor yang memiliki kompetensi sehingga setiap lini bangsa memiliki peran dalam mengentaskan atau mencegah tindak pidana korupsi UU No.5 Tahun 2011 tentan Akuntan Pubik, sebagai UU baru hadir dalam rangka memberikan pedoman bagi pelasananan profesi auditor. UU ini diharapkan mampu mnejadi pegangan, mengokokohkan eksistensi auditor dalam hal operasional pengelolaan kantor akuntan publik mulai dari perijinan hingga penutupan kantor akuntan publik (KAP). Sebelum disahkannya UU No 5 Tahun 2011, peraturan tertinggi yang yang ada baru selevel keputusan menteri baik yang dikeluarkan oleh menteri keuangan maupun kementrian lain yang terkait. Salah satu poin yang berbeda berdasarkan ketentuan dalam UU No 5 Tahun 2011mengenai perizinan Akuntan Publik, dalam penejelasan pasal 6 adalah bahwa yang dapat berprofesi sebgai auditor tidak harus dari lulusan pada program S1 Akuntansi tetapi juga dari seluruh program S1 yang ada di perguruan tinggi, setelah syarat dan ketentuan lain dipenuhi. Perbedaan ini secara langsung akan berdampak pada persepsi mahasiswa terhadap pilihan profesi akuntan. Hasil survey menunjukkan bahwa responden (62 %) tidak menyetujui semakin tidak berniat berprofesi sebagai auditor. Hasil ini memberikan informasi positif bahwa semakin luasnya resapan kesempatan kerja menjadi Akuntan Publik, karena dimungkinkannya program non akuntansi untuk berprofesi sebagai akuntan publik, tidak menyurutkan mahasiswa akuntansi untuk berprofesi sebagai akuntan publik. Fenomena ini akan memperkaya ruang selektif calon akuntan publik sehingga input-input Akuntan Publik akan lebih baik. Pernyataan ini diperkuat dengan hasil pertanyaan ke 12 yang mengunkgapkan bahwa 41 % persepsi responden untuk menjadi Akuntan Publik tidak dipengaruhi oleh UU No 5 tahun 2011. Pertanyaan ke-13 dan ke-14 mengungkapkan bahwa Responden tidak menyetujui bahwa kompetensi akuntan lulusan non akuntansi sama atau jauh lebih baik dibandingkan dengan lulusan akuntansi. Hail ini menunjukkan bahwa persepsi responden memiliki tingkat percaya diri bahwa kompetensi yang dimiliki oleh lulusan akuntansi akan lebih baik dibandingkan dengan lulusan non akuntansi. Sementara responden mengungkapkan bahwa akuntan publik yang mendapatkan sertifikat CPA akan berpraktik lebih baik dibandingkan dengan dengan Akuntan Publik yang tidak bersertifikat CPA. Penelitian ini memberikan data dan bukti empiris bahwa proses pendidikan akuntan yang bermuara pada program pendidikan S1 Akuntansi harus dikelola dengan baik, agar jangan sampai mahasiswa yang mengambil progam tersebut tidak memahami akan profesi akuntan. Proses pendidikan harus melibatkan akademisi dan praktisioner supaya lebih mendekatkan proses pendidikan dengan praktik ril profesi akuntan. Selanjutnya, seyogiyanya lingkungan pendidikan yang dilalui oleh mahasiswa akuntansi mempengaruhi pilihan profesi mahasiswa setelah lulus nanti, bukan keluarga, karena kemungkinan informasi yang diberikan oleh pihak yang tidak secara langsung terlibat pada lingkungan profesi ini tidak selengkap yang terlibat langsung dengan lingkungan profesi akuntan Data demografi responden menunjukkan bahwa sebagian besar pilihan profesi responden adalah sebagai akuntan pemerintah baik yang bekerja pada pemerintahan daerah, departemen, maupun lembaga pemerintah. Fenomena ini sebaiknya menjadi acuan dalam penguatan kurikulum akuntan
sektor publik, alumni akuntansi yang bekerja pada sektor publik diharapkan mampu meningkatkan kinerja untuk meningkatkan kualitas informasi keuangan yang diterbitkan oleh institusi tempat mereka bekerja, dan diharapakan menekan kasus-kasus korupsi yang dominan terjadi pada sektor publik. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa persespsi mahasiswa akuntansi terhadap profesi akuntansi tidaklah negatif, namun fakta di lapangan pertumbuhan kantor akuntan publik tidak sebandingkan dengan pertumbuhan dunia usaha, hal ini patut untuk dicari melalui penelitian selanjutnya faktor-faktor apa yang dapat mempengaruhi pilihan akhir mahhasiswa sehingga diharapkan dapat mencari solusi atas kemungkinan-kemungkinan negatif yang menyurutkan alumni akuntansi untuk berprofesi sebagai akuntan publik. Penulis menduga faktor yang sangat dominan mempengaruhi alumni akuntansi untuk berprofesi menajadi akuntan publik adalah regulasi pemerintah yang memberikan syarat yang terlalu memberatkan calon akuntan publik, terutama persyaratan untuk mengikuti program Pendidikan Profesi Akuntansi (PPA) yang dinilai terlalu mahal. Namun faktor ini perlu unutk diuji dalam penelitian-penelitan selanjutnya. Hasil penelitian membuktikan bahwa persepsi responden terhadap UU No 5 Tahun 2011 positif, bahwa mahasiswa akuntansi tidak melihat UU ini sebagai penghambat pilihan profesi mereka sebagai calon akuntan publik, walaupun semakin diperluasnya kesempatan menjadi akuntan publik untuk jurusan non akuntansi
DAFTAR PUSTAKA Bymee, M. and Wilis, P. (2005), Irish Secondary Students’ Perception of The Work and Acountant and The Accounting Profession, “?” Accounting Education: an International Journal: Vol. 14 (4) Desember 2005 Campbell, J. and Lewis, W. (1991) Using cases in accounting classes, Issues in Accounting Education, 6(2), 276–823 Carpenter, T.D., Cindy Durtschi, and Lisa Milici Gaynor. 2011. The Incremental Benefits of a Forensic Accounting Course on Skepticm and Froud-Related Judgment. Issues in Accounting Education. Vol. 26 (1): 1-21. Colemen, M., Kreuze, J., and Langsam, S. (2004). The New Scarlet Letter: Student Perception of The Accounting Profession after Enron: Journal of Education For Business: Vol 79 (3), JanuariFebuari 2004 Elitas, C., Mehtap Karakoc, and M. Emre Gorgulu. Stance of Accounting Instructors to Forensic Accountancy Profession: Example of Turkey. International Journal of Business and Social Science. Vol. 2 (10): 224-241 Fisher, R. and Murphy, V. (1995). A Pariah Profession? Some student Perception of Accounting and Accountancy. The CPA Journal online. Haman, J, Donald, J. and Birt, J (2010). Expectations and Perceptions Of Overseas Students İn A PostGraduate Corporate Accounting Subject: A Research Note. Accounting Education: an International Journal, 19(6), 619-631. Kiryanto, dkk. 2001. Pengaru Persepsi manager atas Informasi Akuntansi Keuangan terhadap Keberhasilan Perusahaan Kecil. Journal Riset Akuntansi Indonesia. Vol.4 No. 2 Nauli, P., and Sony Warsono bin Hardono. 2011 Prosiding 4A. Bali Indonesia Pekdemir, I. and Recep P. (2011). "Business School students' Perception and Opinions on The Proffessional Accountancy of Turkey." Prosiding 4A. Bali Indonesia Robbins, Stephen, P.1993. Organizational Behaviour. Sixth Edition. Prentice-Hall International Inc
Sanchez, M. 2012. The Role of The Forensic Accountant in a Medicare Froud Identity Theft Case. Global Journal of Business Research. Vol. 2(3):85-92 Steadman, M.E. & Green, R.F., (1995). Implementing Accounting Education Change Managerial Auditing Journal, 10(3), 3 – 7 Stewart, J. and Dougherty, T. (1993). Using Case Studies In Teaching Accounting: A Quasiexperimental Study, Accounting Education: An International Journal, Vol. 2 (1), 1–10. UU No. 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik Republik Indonesia Well, P and Fieger P. (2005). High Schoo Teacher, Perception of Accounting ; An International Study. AFAANZ Conference, Melbourne, July 2005 www.iapi.com. Yucel, E., Mehlica S., and Adam C. (2012). Accounting Education in Turkey and Professional Accountant Candidates Expectations from Accounting Education: Uludag University Application." Business & Economics Research Journal 3(1): 91-108.