Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 6. No. 2, Jul–Des 2016
ISSN: 2088-0308
Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat Kampung Kauman Yogyakarta Tahun 1900-1950 Rosdiana Program Studi Pendidikan Sejarah STKIP Taman Siswa Bima ABSTRAK Tujuan penulisan ini adalah untuk mengkaji lebih dalam mengenai (1) Kondisi umum Kampung Kauman Yogyakarta. (2) Perubahan struktur sosial Kampung Kauman Yogyakarta. (3) Perubahan struktur ekonomi Kampung Kauman Yogyakarta.Penelitian ini menggunakan metode sejarah kritis melalui studi literatur.Metode yang digunakan dengan menggunakan 4 langkah sebagai berikut. Pertama.heuristik Kedua, kritik sumber. Ketiga, interpretasidan Keempat, historiografi dengan menyampaikan sintesa yang diperoleh dalam sebuah karya sejarah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Kampung Kauman Yogyakarta secara geografis merupakan kampung yang terletak di Kotamadya Yogyakarta tepatnya berada di Kecamatan Gondomanan. Dilihat dari letak kampung ini berada di sebelah Barat Masjid Agung Yogyakarta.Didirikan Masjid Agung diiringi dibentuknya lembaga pengurus masjid dikenal lembaga Kepenguluan.Penghulu dan segala aparatnya disebut sebagai abdi dalem Pamethakan. Jabatan abdi dalem mengakibatkan kesetaraan dalam bidang ekonomi pada masyarakat Kauman karena secara mayoritas kehidupan ekonomi sebelum lahirnya Muhammadiyah bertumpu pada jabatan abdi dalem, selanjutnya setelah Muhamadiyah lahir status sosial masyarakat berubah disebabkan adanya kerajinan membatik, kemudian berkembang menjadi perdagangan batik. Selain itu, terjadi pula perubahan dalam hal status wanita dan juga dalam bidang perkawinan. Mata pencahrian sebagai abdi dalemtidak cukup sehingga untuk menunjang kebutuhan ekonomi keluarga para ibu rumah tangga di Kauman menjadi pengrajin batik dan kerajinan batik ini mencapai tingkat nasional.Pekerjaan rangkap dapat menaikkan taraf kehidupan perekononomian.Pada tahun 1939 terjadi kemerosotan perdagangan batik sehingga menyebabkan perubahan perekonomian di kampung Kauman, penduduk berusaha mencari pekerjaan dengan cara menjadi pegawai, guru, pedagang dan pofesi abdi dalemmasih ditekuni. Kata Kunci: Perubahan Sosial, ekonomi, Kampung Kauman Yogyakarta. PENDAHULUAN Kauman adalah nama kampung yang umumnya berada didekat Masjid Agung. Hampir di seluruh kota besar di Jawa terdapat Kampung Kauman. Kauman adalah sebuah kampung yang terletak di Kotamadya Yogyakarta.Kampung Kauman ini berdekatan dengan Kraton Yogyakarta tepatnya berada disebelah Barat Masjid Agung.Secara historis Kampung Kauman merupakan tempat bagi para abdi dalem pemethakan, bertugas dalam bidang keagamaan, khususnya urusan kemasjidan. Masyarakat Kauman tidak luput dari berbagai perubahan dalam setiap aspek kehidupan. Sebagai suatu masyarakat, Kauman mengalami perubahan khususnya aspek sosial dan ekonomi yang cukup menarik untuk di amati. Masyarakat Kauman dalam hal hubungan status sosial mempunyai kesamaan sebagai abdi dalem dan kesamaan dalam 166
agama.Hal ini dapat terlihat adanya ikatan pertalian darah atau kekeluargaan yang pekat.Adanya hubungan sosial yang sangat pekat dikalangan masyarakat abdi dalem menjadikan masyarakat Kauman tahun 1912 menjadi masyarakat tertutup.Ketertutupan masyarakat Kampung Kauman terlihat dalam masalah perkawinan, penemuan penduduk baru, pendidikan dan sebagainya. Timbul juga suatu superioritas masyarakat Kauman terhadap masyarakat lain. Hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh status sosial dan kepemimpinan keagamaan lebih menonjol bila dibandingkan dengan kampung lain (Ahmad Adaby Darban, 2000:3).Dalam kehidupan ekonomi, masyarakat Kampung Kauman Yogyakarta mempunyai kesetaraan Mata pencahrian anggota masyarakat bersumber pada jabatan sebagai abdi dalem Keraton Yogyakarta dan kerajinan membatik.
Jurnal Pendidikan IPS, LPPM STKIP Taman Siswa Bima
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 6. No. 2, Jul–Des 2016
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuip; (1) Kondisi umum Kampung Kauman Yogyakarta; (2) Perubahan struktur sosial Kampung Kauman Yogyakarta. (3) Perubahan struktur ekonomi Kampung Kauman Yogyakarta. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian historis.Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah. Metode sejarah adalah proses menguji, menganalisis serta perbandingan secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau sedangkan rekonstruksi dengan menempuh proses historiografi atau penulisan sejarah (Gottschalk, 1985:32). Metode sejarah terdiri dari empat langkah, yaitu heuristic, kritik sumber, interpretasi dan historiografi. Tahap heuristik adalah kegiatan untuk mencari dan menemukan jejak sejarah. Langkah heuristik dilaksanakan dengan mengumpulkanliteratur yang berkaitan dengan judul penelitian. Buku yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) Sejarah Kampung Kauman: Menguak Identitas Kampung Muhammadiyah, Penulis Ahmad Adaby Darban. (2) Kampung Kauman: Sebuah Tipologi Kampung Santri di Perkotaan Jawa (Studi Perbandingan Sejarah Pertumbuhan Kampung Kauman Kudus dan Yogyakarta, Penulis Ahmad AdabyDarban. (3) K.H. Ahmad Dahlan: Biografi Singkat (1869-1923), Penulis Adi Nugraha. (4) Sejarah Perkembangan Sosial Kota Yogyakarta 1880-1930, Penulis Abdurrachaman Surjomiharjo. (5) Sistem Perkawinan Masyarakat Kauman di Kota-kota Yogyakarta, Penulis Kodiran. (6) Kampung Santri Tatanan dari Tepi Sejarah, Penulis Muhammad Fuad Riyadi.(7) Nyai Ahmad Dahlan Pahlawan Nasional, Amal dan Perjuangannya, Penulis Suratmin. (8) Kiai Haji Ahmad Dahlan, Penulis Sutrisno Kutoyo. Tahap kedua adalah kritik sumber.Kritik sumberyaitu kegiatan meneliti untuk menentukan validitas dan reliabilitas suatu sumber sejarah yang berhasil dikumpulkan. Kritik terbagi menjadi 2 yaitu kritik ekstern dan kritik intern.Pada kritik ekstern penulis melakukan kritik siapa yang membawa berita dan menulis sumber mengenai buku yang dijadikan bahan dalam penulisan ini.Kritik intern penulis melakukan kritik terhadap suatu sumber dengan membandingkan isi data atau isi
ISSN: 2088-0308
buku sejarah yang telah ditulis pengarang tersebut. Tahap ketiga adalah interpretasi atau penafsiran.Interpretasi terdiri dari analisis dan sintesis.Analisis adalah menguaraikan data-data yang diperoleh, sedangkan sintesis berarti menyatukan data-data sehingga ditemukan fakta sejarah (Abdurahman, 2007: 68).Fakta disusun secara kronologis dan membentuk fakta rasional dan faktual berdasarkan pada aspek pembahasan. Tahap keempat adalah historiografi atau penyajian.Historiografi yaitu penyajian hasil penelitian sejarah dengan melewati tahap-tahap di atas dalam bentuk karya sejarah (Hugiono, dkk, 1992: 26). Dalam tahap ini penulis menyajikan dalam bentuk jurnal ilmiah. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Kampung Kauman Yogyakarta Berdirinya Kampung Kauman Yogyakarta tidak bisa di lepaskan dengan sejarah berdirinya Kraton Yogyakarta. Pada tanggal 13 Februari 1755 dimana Perjanjian Giyanti ditandatangani oleh Sunan Pakubuwana III dan Nicolaas Hartingh di satu pihak, dan Pangeran Mangkubumi di lain pihak. Perjanjian Giyanti merupakan akhir dari perang saudara antara Pangeran Mangkubumi dengan Paku Buwana III.Perjanjian Giyanti inilah yang membagi Kerajaan Mataram menjadi dua wilayah yaitu Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta.Pangeran Mangkubumi sebagai Raja Kerajaan Yogyakarta dengan gelar Sultan Hamengkubuwono I Senopati Ing Ngalogo Ngabdulrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah Ing Ngayogyakarta (Suratmin, 1990:7). Pangeran Hamengku Buwana I sebelum mempunyai Keraton, menempati Istana Ambar Ketawang.Pembangunan Kraton Yogyakarta sendiri di mulai pada tanggal 13 Syura tahun Lawu 1681, atau tanggal 9 Oktober 1755. Pada tanggal 13 Syura tahun Jumakir 1682 atau tanggal 7 Oktober 1756 secara resmi Keraton Yogyakarta ditempati oleh Sri Sultan Hamengku Buwana I (Ahmad Adaby Darban, 2000:10). Guna melengkapi bangunan kerajaan, Pangeran Hamengku Buwono I membangun pula banteng berparit di sekitar Kraton Yogyakarta, tempat tinggal patih (kepatihan), tempat tinggal presiden, Masjid Agung dan tempat-tempat lain. Masjid Agung yang
Jurnal Pendidikan IPS, LPPM STKIP Taman Siswa Bima
167
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 6. No. 2, Jul–Des 2016
dibangun oleh Pangeran Hamengkubuwono I ini dilengkapi dengan alun-alun di depannya. Masjid Agung selain sebagai bangunan bagian dari kraton juga dipergunakan sebagai pos selama melawan Belanda, sebagai sarana tempat ibadah dan tempat menyalatkan jenazah para korban perang dan untuk pengadilan. Masjid Agung Yogyakarta ini tepatnya berada di sebelah Barat Alun-alun Utara sedangkan Alun-alun Utara sendiri berada di depan Kraton Yogyakarta. Hal ini menunjukkan jarak antara Keraton Yogyakarta dan Masjid Agung relatif dekat.Guna mengurusi bidang keagamaan, di Keraton Yogyakarta dibentuk lembaga kepenguluan merupakan bagian dari penghulu.Penghulu dan segenap aparat disebut Abdi Dalem Pamethakan (Abdi Dalem Patihan).Tugas penghulu ini meliputi urusan administrasi bidang keagamaan yaitu urusan agama secara umum, pernikahan, talak, rujuk, juru kunci makam, abdi dalem pemethakan berada di dalam keraton, naib, pendidikan agama dan kemasjidan. Tugas dan jabatan abdi dalem yang mengurusi organisasi kemasjidan, khususnya Masjid Agung Yogyakarta, mereka mendapat fasilitas berupa tanah gaduhan.Tanah gaduhan yang diberikan kepada penghulu, para ketib, para Modin, Berjamaah, dan Merbot terletak sekitar Masjid Agung.Tempat tinggal para pejabat kemasjidan, Masjid Agung Yogyakarta di sekitar masjid tersebut mendapat julukan tanah pakauman yang artinya tanah tempat tinggal para kaum. Tanah pakauman inilah yang akhirnya menjadi nama Kauman. Kondisi Geografis Kota Yogyakarta terletak pada 1100 24’ 19” – 1100 28’ 53” BT dan antara 070 49’ 26” – 070 15’ 24” LS dengan luas sekitar 32,5 km2 atau 1,02 % dari luas wilayah propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kota Yogyakarta terletak di daerah dataran Lereng aliran Gunung Merapi memiliki kemiringan lahan yang relatif datar dan berada pada ketinggian rata-rata 144 M. Terdapat tiga sungai yang mengalir dari arah Utara ke Selatan yaitu Sungai Gajah Wong yang mengalir dari bagian Timur kota, Sungai Code di bagian Tengah dan Sungai Winongo di bagian Barat kota. Secara administratif kota Yogyakarta terdiri dari 14 kecamatan dan 45 kelurahan yaitu Kec. Jetis, Kec. Tegal Reco, Kec. Wirobrajan, Kec. Mantrijeron, Kec. Ngampilan, Kec Kraton, Kec. Gondomanan, Kec. Panurejan, Kec.
168
ISSN: 2088-0308
Gondokusuman, Kec. Gedong Tengen, Kec. Pakualaman, Kec. Mergangsan, Kec. Umbulharjo, Kec. Kota Gede (Badan Pusat Statistik, 2000:1). Sama halnya kota-kota lain diluar Jawa, di Yogyakarta juga terdapat Kampung Kauman.Kampung Kauman tersebut merupakan sebuah kampung yang terletak di Kotamadya Yogyakarta dan termasuk dalam Kecamatan Gondomanan.Kampung Kauman ini berdekatan dengan Kraton Yogyakarta berada disebelah Barat Masjid Agung Yogyakarta. Memasuki Kampung Kauman Yogyakarta akan menemui gapura yang bagian atasnya berbentuk lengkung. Bentuk lengkung ini merupakan salah satu ciri bangunan Islam yang banyak mendapat pengaruh dari Timur Tengah. Menyusuri gang Kampung Kauman Yogyakarta harus berjalan kaki. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada kebisingan kendaraan dalam lingkungan kampung agar tidak menggangu santri yang sedang belajar dan sebagai wujud filsafat kesetaraan di Kauman Yogyakarta di mana setiap orang yang masuk diwajibkan meninggalkan status sosial dengan berjalan kaki. Kampung Kauman Yogyakarta memiliki gerbang yang menghadap ke Alun-alun Utara di depan Sitihinggil keraton, dibalik gerbang itu terdapat peralatan di depan masjid. Bagian belakang Pengulon terdapat Kampung Ngidungan. Batas antara Kampung Kauman dan Ngidungan adalah sebuah selokan besar yang airnya masuk Masjid Agung lalu mengalir ke selatan Kampung Kauman masuk ke Jagang yang mengelilingi tembok keraton (Adi Nugraha, 2009:16). Kondisi Sosial Masyarakat Kauman sendiri terbentuk karena adanya pertalian darah, ada ikatan keagamaan dan jabatan keagamaan.Dilihat dari pertalian darah masyarakat Kauman terbentuk karena adanya perkawinan antara keluarga para Ketib, Modin, Marbot dan Berjamaah serta keluarga para Penghulu.Adanya perkawinan tersebut membentuk keluarga yang akhirnya terbentuk penduduk yang mendiami Kampung Kauman Yogyakarta.Jika dilihat dari pendekatan antropologi masyarakat Kauman adalah masyarakat endogami yaitu masyarakat yang biasa mengadakan perkawinan dari orang kampung sendiri dan tidak mencari jodoh dari luar Kampung Kauman Yogyakarta (Koentjaraningra, 1977:91).
Jurnal Pendidikan IPS, LPPM STKIP Taman Siswa Bima
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 6. No. 2, Jul–Des 2016
Apabila dilihat dari adanya ikatan Agama Islam, Kampung Kauman Yogyakarta memiliki arti khusus sebagai masyarakat Islam.Masyarakat Islam terbentuk karena ada pengaruh berdirinya masjid dalam masyarakat.Hal ini dapat dilihat dari masyarakat Kauman Yogyakarta yang terbentuk adanya Masjid Agung Yogyakarta.Masyarakat Kauman di Yogyakarta yang mayoritas sebagai abdi dalem kerajaan merupakan ciri khas dari kampung ini. Ketiga ikatan masyarakat Kauman di atas (pertalian darah, ikatan keagamaan dan abdi dalem) merupakan ciri khas masyarakat Kauman di Yogyakarta.Adanya pertalian darah masyarakat Kauman Yogyakarta dapat dilihat dari sistem perkawinan yang ada.Sistem perkawinan yang ada di Kampung Kauman Yogyakarta merupakan sistem perkawinan antar keluarga yang masih mempunyai kekerabatan. Norma yang berjalan dalam masyarakat Islam merupakan norma Islam. Tingkah laku masyarakat Kauman Yogyakarta pun menunjukkan corak ke Islaman. Lembagalembaga yang berdiri di Kampung Kauman Yogyakarta juga merupakan lembaga Islam.Penduduk kampung Kauman Yogyakarta banyak yang menjalankan ibadah sholat dengan berjama’ah, baik itu dilakukan di masjid, langgar atau mushola bahkan di rumah sekalipun.Sesudah sholah Subuh dan Sholat Maghrib hampir di setiap rumah terdengar suara orang yang sedang mengaji dan pada saat itu orang dilarang menyalakan radio, televisi atau alat-alat komunikasi lainnya. Adanya jabatan sebagai abdi dalem dalam masyarakat Kampung Kauman Yogyakarta menimbulkan adanya stratifikasi sosial.Adanya stratifikasi sosial atau pelapisan dalam masyarakat di Yogyakarta sangat bertalian dengan kedudukan keraton di dalam struktur sosial di Jawa.Lapisan teratas diduduki oleh sultan, lapisan kedua terdiri dari kerabat keraton atau sentana dalem, kemudian menyusul lapisan ketiga terdiri dari mereka yang bekerja pada administrasi kesultanan maupun pemerintah yang disebut abdi dalem atau kaum priyayi. Lapisan empat ialah golongan wong cilik yang sering disebut sebagai rakyat jelata, baik penduduk kota maupun yang di pedesaan (Abdurrachaman Surjomiharjo, 2000:27). Status sosial masyarakat Kauman Yogyakarta menjadikan
ISSN: 2088-0308
masyarakat Kauman merasa lebih tinggi statusnya dibandingkan dengan masyarakat lainnya. Hal ini juga didukung dengan status sosial masyarakat Kauman yang telah mempunyai kedudukan penting di Keraton Yogyakarta sebagai abdi dalem pemetakan. Sikap kebanggaan berlebihan ini menyebabkan masyarakat Kauman merasa kurang perlu untuk bergaul dengan masyarakat lainnya. Masyarakat Kauman mempunyai kepribadian yang positif diiringi kepribadian yang negatif, seperti masyarakat umum lainnya.Anak-anak dan pemudanya mempunyai rasa kebebasan yang besar dan rasa bangga terhadap kekayaan orang tuanya.Ada kalanya mereka menjadi nakal dan bersikap lenggah.Mereka gemar bermain sepakbola, berlatih pencak silat dan gema berkelahi.Banyak pula yang gemar menghambur-hamburkan uang orang tuanya untuk hidup bersenang-senang. Pada petang hari setelah Maghrib, anakanak di kampung Kauman Yogyakarta mulai belajar mengaji di surau. Tidak mudah bagi para ulama untuk mengatasi kenakalankenakalan anak-anak santri itu, tetapi para ulama yang arif melihat jiwa yang dinamis dari para pemuda Kauman itu, diantara ulama-ulama yang arif antara lain Kiyai Haji Ahmad Dahlan (Sutrisno Kutoyo, 1985:38). Gambaran kenakalan remaja menunjukkkan bahwa masyarakat Kauman mempunyai persamaan dengan masyarakat lainnya yang pola masyarakatnya terkadang diwarnai dengan kenakalan-kenakalan remaja pada saat itu. Ada dua kelompok masyarakat di Kampung Kauman Yogyakarta, yaitu pertama, masyarakat Kauman dan kedua, masyarakat Ngidungan.Masyarakat Kauman merupakan sekelompok masyarakat yang berasal dari keturunan langsung dari kaum yaitu pejabat keagamaan dalam birokrasi Kesultanan Yogyakarta atau para ulama yang mengabdi kepada sultan.Adapun masyarakat Ngidungan merupakan keturunan dari masyarakat pendatang yang sejak tahun 1900 telah menetap di Kauman Yogyakarta.Secara mayoritas dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Kauman menggunakan bahasa Jawa. Pada prinsipnya bahasa Jawa digunakan oleh masyarakat di Kauman Yogyakarta sama dengan bahasa Jawa yang telah digunakan masyarakat Yogyakarta pada umumnya. Pada saat berbicara orang harus memperhatikan siapa yang telah diajak
Jurnal Pendidikan IPS, LPPM STKIP Taman Siswa Bima
169
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 6. No. 2, Jul–Des 2016
berbicara. Baik itu berdasarkan usia maupun berdasarkan status sosialnya (Kodiran, 1995:13). Kondisi Ekonomi Gambaran kehidupan di kota Yogyakarta selain sebagai kota yang kaya akan upacara adat tradisional, kota Yogyakarta juga merupakan kota perdagangan. Golongan penduduk yang telah mengisi kehidupan kota ini mencerminkan kehidupan wong cilik, dalam pertumbuhan kota makin banyak jenisnya sesuai pekerjaan yang dilakukan sehari-hari. Pekerjaan tersebut antara lain pembersih jalan, tukang kebun, tukang angkat barang, pengrajin kecil, tukang delman, tukang bangunan, dan pegawai rendah (Abdurrahman Surjomihardjo, 2000:33).Termasuk di dalamnya para abdi dalem keraton beserta pejabat-pejabat keraton lainnya. Kehidupan perekonomian masyarakat Yogyakarta tersebut semakin menonjol dengan adanya golongan penduduk yang penting bagi kota Yogyakarta, yaitu Kampung Kauman. Masyarakat Kauman sejak tahun 1900 mempunyai kesetaraan dalam bidang ekonomi.Mata pencahrian anggota masyarakat bersumber pada jabatan sebagai abdi dalem Kraton Yogyakarta, selain itu mereka juga mempunyai penghasilan tambahan dari kerajinan membatik. Pada zaman Hindia-Belanda para ulama di Yogyakarta ini bekerja sebagai abdi dalem atau pegawai kesultanan khusus bidang keagamaan.Adapula yang berpangkat wedana keagamaan.Pangkat tertinggi adalah Kanjeng Penghulu yaitu Qadli Kesultanan.Terdapat pula yang menjabat sebagai lurah istana yaitu penasehat Sri Sultan dalam soal keagamaan dan sebagai penghubung Sri Sultan dengan masyarakat ataupun dalam soal keagamaan (Sutrisno Kutoyo, 1985:37). Pada birokrasi kerajaan, penghulu mempunyai jabatan sebagai Bupati Nayaka.Penghulu dan seluruh aparatnya disebut Abdi Dalem Pametakan (Abdi Dalem Putihan).Tugas dan wewenang penghulu erat hubungannya dengan sejarah Kauman Yogyakarta adalah bidang kemasjidan, khususnya organisasi Masjid Agung Yogyakarta yang secara langsung dipimpin oleh Penghulu.Pejabat dalam organisasi Masjid Agung ini terdiri dari orang-orang yang ahli Agama Islam.
170
ISSN: 2088-0308
Struktur Pengurus Kemasjidan Masjid Agung Yogyakarta Pengulu
Ketib
Modin
Berja maah
Merbot
(Sumber: Ahmad Adaby Darban, 1984:11) Keterangan: Ketib: berjumlah Sembilan orang yang dikepalai langsung oleh Penghulu, sedangkan nama-nama Ketib antara lain KetibAnom, Ketib Tengah, Ketib Kulon, Ketib Wetan (Tibetan), ma’ah Ketib Lor (Tibelor), Ketib Senemi, Ketib Amin (Tibanim), Ketib Imam (Tibiman) dan Ketib Cendana (Akhmad Adaby Darban, 2010:14). Modin: berjumlah lima orang yang dikepalai oleh seorang Lurah Modin, sedangkan namanama untuk khusus Modin tidak diberikan. Pembagian tugas Modin menurut lima waktu sholat wajib diadakan secara berjamaah di masjid Agung Yogyakarta (Ahmad Adaby Darban, 2010:14). Berjamaah: berjumlah empat puluh orang yang dikepalai oleh lurah berjamah, Abdi Dalam Berjamaahn tidak diberikan nama khusus. Jumlahnya empat puluh orang, merupakan syarat syahnya jamaah Jum’at menurut faham ajaran Agama Islam yang dianut pada waktu itu.Merbot: berjumlah sepuluh orang yang dikepalai oleh Lurah Merbot. Bagi Merbot tidak diberikan namanama khusus. Pada umumnya pejabat-pejabat keagamaan tersebut tidak bergaji cukup, kecuali Kanjeng Penghulu karena kedudukannya bersifat kehormatan. Guna memenuhi kebutuhan hidup maka para pejabat ulama itu melakukan kegiatan lain, seperti membatik dibantu oleh para istrinya. Pada perkembangannya kerajinan membatik itu justru mengalami kemajuan yang cukup pesat sehingga muncullah pengusaha batik, selain kegiatan membatik masyarakat Kauman di Yogyakarta juga menopang kehidupan ekonominya dengan cara berdagang. Jenjang kepengurusan Masjid Agung Yogyakarta adalah jenjang yang tertinggi Pengulu, kemudian Ketib, Modin, Berjamaah, dan terakhir Merbot. Ketib Anom merupakan wakil dari Penghulu apabila Penghulu wafat, Ketib Anom dan Ketib Tengah mempunyai
Jurnal Pendidikan IPS, LPPM STKIP Taman Siswa Bima
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 6. No. 2, Jul–Des 2016
golongan kepegawaian yang sama, yaitu penemu sesepuh yang berfungsi sebagai Imam dan Khotib di Masjid Agung Yogyakarta. Ketib lainnya mempunyai tugas menjadi khotib setiap sholat berjamaah jum’at dan tugas mengajar agama dalam pengajian. Para ketib tersebut mempunyai golongan kepegawaian yang sama adalah Penewu Anom. Modin berasal dari kata mu’adzin yang artinya juru adzan. Jamaah Modin di Masjid Agung ada lima orang yang dikepalai oleh Lurah Modin. Golongan kepegawaian Lurah Modin ialah jajar sepuh sedangkan para Modin termasuk golonganJajar Anom. Merbot berasal dari kata marbut, artinya orang yang terikat di dalam masjid.Merbot bertugas sebagai juru bersih-bersih masjid dan mengelola fisik masjid misalnya menyediakan air, menyediakan tikar dan tambal sulam.Kepala Merbot ialah Lurah Merbot yang mempunyai golongan kepegawaian Jajar Sepuh, sedangkan para merbot yang berjumlah 10 orang mempunyai golongan kepegawaian Jajar Anom. Pendatang awalnya merupakan para buruh batik yang telah bekerja di perusahaanperusahaan batik yang mulai bermunculan di Kauman sekitar tahun 1910.Para pendatang ini diizinkan membangun rumah dan menetap di tanah milik Penghulu sehingga tanah tersebut dikenal tanah Ngidungan.Para pendatang ini beserta keturunannya disebut sebagai masyarakat Ngidungan. Perubahan Struktur Sosial-Ekonomi Masyarakat Kauman Yogyakarta 1. Perubahan dalam Struktur Sosial Masyarakat Kauman Masyarakat Kauman memiliki keunikan tersendiri di bandingkan masyarakat lain. Mereka menunjukkan hubungan sangat familier antara satu dengan yang lain. Di antara mereka semuanya masih saudara.Adanya hubungan perkawinan di antara mereka memperkuat hubungan familier tersebut.Hal ini sering disebut masyarakat endogami.Contoh nyatanya adalah pernikahan Kyai Haji Ahmad Dahlan dan Siti Walidah.Setelah ditelusuri silsilah keluarga, ternyata keduanya masih bersaudara.Hal ini banyak terjadi dalam masyarakat Kauman Yogyakarta sebelum lahirnya Muhammadiyah. Stratifikasi sosial dalam masyarakat Kauman Yogyakarta juga terlihat jelas,
ISSN: 2088-0308
karena adanya abdi dalem keraton yang telah bertempat tinggal di Kampung Kauman Yogyakarta.Stratifikasi sosial ini juga nampak ketika Muhammadiyah lahir.Para kelompok santri atau priyayi yang mendirikan Muhammadiyah kebanyakan merupakan golongan menengah ke atas.Hal ini dapat dilihat para pendiri Muhammadiyah mayoritas telah menunaikan ibadah haji. Sudut pandang mengenai haji di perkotaan dengan di pedesaan sangat berbeda. Kondisi di kota, haji menjadikan ruang gerak kaum ulama lebih mengikuti aliran modern, yang dikenal sebagai modernis, dilain pihak para haji di pedesaan dapat memperkuat kedudukan mereka dengan kharisma dalam kemampuan yang dapat menimbulkan mobilitas rakyat pedesaan (Sartono Kartodirdjo, 1993:86). Kesuksesan dan naiknya status sosial masyarakat Kampung Kauman disebabkan ada perdagangan batik yang cukup berkembang setelah Muhammadiyah lahir. Lahirnya organisasi Muhammadiyah selain mengubah status sosial dalam masyarakatnya juga mengubah status wanita dalam masyarakat Kauman Yogyakarta.Status wanita pandangan tradisional selalu berada di bawah kedudukan kaum lelaki, bahkan ada pepatah yang mengatakan “wadon iku neroko katut, suwargo nunut” pepatah ini mengandung arti bahwa wanita itu selalu dibawah lakilaki, bahkan sampai di akhirat pun seperti itu.Pepatah ini menunjukkan ketidakadilan bagi kaum wanita.Wanita tidak diberi kebebasan untuk maju karena adanya norma-norma yang mengikat.Wanita seolah-olah hanya dipersiapkan sebagai pelayan suami yang tidak boleh bekerja di luar rumah.Secara pendidikan wanita juga tidak diberi kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi, wanita tidak diijinkan untuk mengaji di luar Kampung Kauman. Wanita juga terikat dengan norma bahwa wanita yang berumur 20 tahun harus cepat-cepat menikah dan setelah adanya ikatan penikahan wanita harus mengabdi sepenuhnya dengan suami serta mengerjakan pekerjaan rumah dengan baik. Adanya gerakan reformis Islam, kedudukan wanita mulai terangkat, Kyai Haji Ahmad Dahlan berpandangan bahwa
Jurnal Pendidikan IPS, LPPM STKIP Taman Siswa Bima
171
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 6. No. 2, Jul–Des 2016
peranan wanita sangat penting dalam keluarga juga dalam masyarakat, selain itu wanita memerlukan pendidikan yang layak.Kedudukan wanita sangat penting karena wanita yang mampu mengatur permasalahan rumah tangga dan pendidikan penting bagi wanita salah satunya karena dengan pendidikan yang baik secara otomatis mampu mendidik anak dengan baik pula.Para ulama Muhammadiyah memberikan pemahaman mengenai kedudukan wanita dalam Islam.Para ulama Muhammadiyah memberikan dorongan kepada wanita untuk mengikuti kegiatan masyarakat (Kodiran, 1995:18). Reformis Islam mengajarkan bahwa kedudukan wanita dan lelaki dalam menuntut ilmu adalah sama begitu juga dalam mengerjakan amal perbuatan di dunia, sedangkan yang masuk surga adalah mereka yang benar-benar menjalankan perintah Allah serta mengetahui laranganNya dan semua hanya Allah yang mampu menilai. Lahirnya Muhammadiyah memunculkan organisasi-organisasi bagi kaum wanita, seperti Aisyiyah dan Nasiyatul Aisyiyah, mereka juga berkecimpung dalam PKU. Terjadi pula perubahan dalam bidang perkawinan, pada awalnya masyarakat Kauman merupakan masyarakat yang endogami setelah Muhammadiyah lahir tersebut tidak berlaku lagi, meskipun prosesnya mengalami proses yang lama. Banyaknya warga Kampung Kauman yang berjodoh dengan warga yang tidak memiliki hubungan keluarga juga dipengaruhi semakin meluasnya pergaulan warga Kauman (Mohammad Fuad Riyadi, 2001:64-65). Wanita dan lelaki mempunyai hak dan kewajiban yang seimbang. Keduanya mempunyai andil yang sama dalam keluarga. Lahirnya gerakan reformis Islam membuka cakrawala baru untuk kaum wanita.Propaganda agama yang disebut tabligh, tidak hanya dilaksanakan oleh kaum pria saja, tetapi juga oleh kaum wanita.Pendidikan maupun pekerjaan sosial juga dilaksanakan oleh keduanya (Pijper, G.F A.b. Tudjiman, 1984:110). 2. Perubahan dalam Struktur Ekonomi Masyarakat Kauman
172
ISSN: 2088-0308
Mata pencahrian penduduk Kauman Yogyakarta yang paling utama adalah sebagai abdi dalem dan untuk menunjang kebutuhan ekonomi keluarga para ibu rumah tangga di Kauman Yogyakarta menjadi pengrajin batik.Hasil dari kerajinan membatik dikumpulkan kepada pengepul batik yang dianggap mampu menjual batik.Pengepul-pengepul batik tersebut yang mampu berkembang akhirnya menjadi saudagar batik yang kaya.Kerajianan batik di Kampung Kauman Yogyakarta mencapai tingkat nasional.Kerajinan membatik ternyata justru memberikan pendapatan yang lebih daripada penghasilan abdi dalem. Pekerjaan rangkap dapat menaikkan taraf kehidupan perekonomian di Kampung Kauman Yogyakarta.Salah satu contoh aktivitas abdi dalem yang merangkap menjadi pengrajin batik sekaligus pedagang adalah Kyai Haji Ahmad Dahlan.Disamping sebagai Ketib Kyai Haji Ahmad Dahlan juga seorang pengusaha dan pedagang batik yang mempunyai pemasaran sampai ke wilayah Medan, Surabaya, Semarang, Jakarta dan kota-kota besar lain (Junus Salam, 1968). Kegiatan membatik di Yogyakarta pada tahun 1920-1924 Jumlah Jumlah Tahun perusahaan pekerja 1920 212 3.428 1921 207 2.289 1922 166 1.539 1923 127 979 1924 147 1.634 (Sumber: Abdurrachman Surjomihardjo. 2000: 38) Berdasarkan kegiatan membatik di Yogyakarta di atas dapat dilihat kemajuan kegiatan membatik terjadi pada tahun 1920.Tahun tersebut merupakan puncak kegiatan membatik dengan jumlah perusahaan dan karyawan terbanyak, pada tahun-tahun berikutnya mengalami penurunan yang cukup signifikan.Para pedagang mengalami kejayaan pada awal abad ke-20, tidak terkecuali pedagang Kauman. Pada waktu itu dapat dikatakan toko-toko besar di Yogyakarta adalah milik pengusaha muslim di Kauman (Muhammad Fuad Riyadi, 2001:58). Perkembangan kerajinan batik ini tidak bisa dilepaskan dengan lahir dan
Jurnal Pendidikan IPS, LPPM STKIP Taman Siswa Bima
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 6. No. 2, Jul–Des 2016
berkembangnya Muhammadiyah.Dakwah Muhammadiyah awalnya melalui perdagangan termasuk perdagangan batik. Antara perdagangan batik dan dakwah Muhammadiyah dikatakan simbiosis mutualisme, dimana para pedagang sambil menjual dagangannya mereka melakukan penyebaran paham reformis Islam, sebaliknya perdagangan batik dapat berkembang karena dakwah yang dilakukan oleh Muhammadiyah dengan banyaknya keanggotaan Muhammadiyah di berbagai daerah (Ahmad Adaby Darban, 2000:90). Faktor lain yang menunjang perdagangan batik adalah penghasilan sebagai abdi dalem tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup sehari-hari, oleh karena itu para istri abdi dalem membuat kerajinan batik untuk membantu memenuhi kebutuhan keluargannya. Pada tahun 1939 terjadi kemorosotan perdagangan batik dikarenakan terjadinya krisis ekonomi dunia, sehingga pemerintah tidak mampu mengimpor bahan-bahan batik dan hal ini menyebabkan para saudagar batik mengalami kebangkrutan. Merosotnya perdagangan batik telah menyebabkan perubahan bidang ekonomi di Kampung Kauman Yogyakarta, penduduk berusaha mencari pekerjaan dengan cara menjadi pegawai, guru, pedagang, dan profesi abdi dalem masih ditekuni. Kaum wanita di Kampung Kauman Yogyakarta sebelum lahirnya Muhammadiyah, belum ada suatu tuntunan menggunaka kerudung, setelah Muhammadiyah lahir wanita di Kampung Kauman Yogyakarta dianjurkan untuk menggunakan kerudung.Hal ini mendorong faktor perekonomian di Kauman, karena adanya suatu tuntunan tersebut membuka pekerjaan baru masyarakat Kauman yaitu penjualan kerudung, namun penjualan kerudung ini tidak sebanding dengan penjualan batik. KESIMPULAN Kampung Kauman Yogyakarta secara geografis merupakan kampung yang terletak di Kotamadya Yogyakarta tepatnya berada di Kecamatan Gondomanan.Dilihat dari letak kampung ini berada di sebelah Barat Masjid Agung Yogyakarta.Letaknya yang begitu dekat dengan Masjid Agung Yogyakarta memiliki arti khusus bagi sejarah lahirnya Kampung
ISSN: 2088-0308
Kauman.Didirikan Masjid Agung diiringi dibentuknya lembaga pengurus masjid dikenal lembaga Kepenguluan.Penghulu dan segala aparatnya disebut sebagai abdi dalem Pamethakan.Para abdi dalem Pamethakan diberi tanah gaduhan yang disebut sebagai tanah pakauman, yang berarti tanah tempat tinggal para kaum.Adanya komunitas tanah pakauman inilah pada akhirnya membentuk satu kampung yang disebut Kampung Kauman Yogyakarta. Jabatan abdi dalem mengakibatkan kesetaraan dalam bidang ekonomi pada masyarakat Kauman karena secara mayoritas kehidupan ekonomi Kampung Kauman sebelum lahirnya Muhammadiyah bertumpu pada jabatan abdi dalem. Jabatan abdi dalem tersebut merupakan ciri khas masyarakat Kauman, selain itu ciri khas masyarakat Kauman yang lain adalah adanya pertalian darah dan ikatan keagamaan. Dilihat dari bidang sosial jabatan itu juga mengakibatkan adanya stratifikasi sosial antar Kampung Kauman dengan kampung lainnya.Hal tersebut terjadi karena masyarakat Kampung Kauman merasa lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat di kampung lainnya. Mata pencaharian sebagai abdi dalem tersebut tidak bergaji cukup. Guna memenuhi kebutuhan hidup maka para pejabat ulama ini melakukan kegiatan lain, seperti membatik yang dibantu oleh para istrinya. Pada perkembangannya kerajinan membatik itu justru mengalami kemajuan yang cukup pesat sehingga muncullah pengusaha batik, selain kegiatan membatik masyarakat Kauman juga menopang kehidupan ekonominya dengan cara berdagang batik. Pada tahun 1939 terjadi kemorosotan perdagangan batik dikarenakan terjadinya krisis ekonomi dunia, sehingga pemerintah tidak lagi mampu mengimpor bahan-bahan batik dan hal ini menyebabkan para saudagar batik mengalami kebangkrutan. Merosotnya perdagangan batik telah menyebabkan perubahan bidang ekonomi di Kampung Kauman Yogyakarta, penduduk berusaha mencari pekerjaan dengan cara menjadi pegawai, guru, pedagang, dan profesi abdi dalem masih ditekuni. Kaum wanita di Kampung Kauman Yogyakarta sebelum lahirnya Muhammadiyah, belum ada suatu tuntunan menggunakan kerudung, setelah Muhammadiyah lahir wanita di Kampung
Jurnal Pendidikan IPS, LPPM STKIP Taman Siswa Bima
173
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 6. No. 2, Jul–Des 2016
Kauman Yogyakarta dianjurkan untuk menggunakan kerudung.Hal ini mendorong faktor perekonomian di Kauman, karena adanya suatu tuntunan tersebut membuka pekerjaan baru masyarakat Kauman yaitu penjualan kerudung, namun penjualan kerudung ini tidak sebanding dengan penjualan batik.
ISSN: 2088-0308
Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional. Sartono Kartodirdjo. 1993. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional dari Kolonialisme Sampai Imperialisme Jilid II, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
DAFTAR PUSTAKA Ahmad Adaby Darban, 2000. Sejarah Kampung Kauman: Menguak Identitas Kampung Muhammadiyah. Yogyakarta: Terawang. , 1984. Kampung Kauman: Sebuah Tipologi Kampung Santri di Perkotaan Jawa (Studi Perbandingan Sejarah Pertumbuhan Kampung Kauman Kudus dan Yogyakarta. Yogyakarta: UGM. Adi Nugraha. 2009. K.H. Ahmad Dahlan: Biografi Singkat (1869-1923). Yogyakarta: Garasi. Badan Pusat Statistik, tt. 2000. Kota Yogyakarta dalam Angka 2000. Yogyakarta: Badan Pusat Statistik. Abdurrachaman Surjomiharjo. 2000. Sejarah Perkembangan Sosial Kota Yogyakarta 1880-1930. Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia. Gottcshalk, Louis. A.b. Nugroho Notosusanto. 1985. Mengerti Sejarah. Jakarta: UI Press. Hugiono, dkk. 1992. Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: Rineka Cipta. Junus Salam. 1968. K.H A. Dahlan Amal dan Perjuangannya. Jakarta: Depot Pengajaran Muhammadiyah. Kodiran. 1995. Sistem Perkawinan Masyarakat Kauman di Kota-kota Yogyakarta. Yogyakarta: UGM. Koentjaraningrat.1977. Beberapa Pokok Antropologi Sosial.Jakarta: Dian Rakyat. Muhammad Fuad Riyadi. 2001. Kampung Santri Tatanan dari Tepi Sejarah. Yogyakarta: Ittaqa Press. Pijper, G.F. Studien Over De Geschiedenis Van de Islam In Indonesia 1900-1950 a.b. Tudjiman. 1984. Beberapa Studi Tentang Sejarah Islam di Indinesia 1900-1950. Jakarta: UI Press. Suratmin. 1990. Nyai Ahmad Dahlan Pahlawan Nasional, Amal dan Perjuangannya. Yogyakarta: Bayu Indra Grafika. Sutrisno Kutoyo. 1985. Kiai Haji Ahmad Dahlan. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat
174
Jurnal Pendidikan IPS, LPPM STKIP Taman Siswa Bima