PERBANDINGAN SKALA KONTINU DAN SKALA DISKRET
DAVID PERMADI
DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perbandingan Skala Kontinu dan Skala Disket adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2014 David Permadi NIM G54061645
ABSTRAK DAVID PERMADI. Perbandingan Skala Kontinu dan Skala Diskret. Dibimbing oleh BUDI SUHARJO dan SISWANDI. Dalam penelitian sosial, para peneliti sering mengukur karakteristik objek yang bersifat kontinu dengan menggunakan skala diskret. Sejauh ini skala diskret dianggap paling populer diantara metode yang biasa digunakan dalam penelitian karena penggunaannya yang dianggap relatif lebih mudah dan sederhana. Untuk itu, diperlukan skala yang tepat untuk menempatkan jawaban responden pada sebuah pilihan tertentu namun memiliki nilai bias yang relatif kecil. Penelitian ini difokuskan pada pengukuran besarnya bias yang ditimbulkan dari beberapa jumlah skala yang dikaitkan dengan jumlah sampel, sebaran data dan hubungan korelasi antar peubah dan akan disimulasikan menggunakan skala kontinu kemudian mentransformasikannya menjadi enam skala diskret, yaitu skala 2 - 7. Untuk setiap skala, besarnya ukuran contoh tidak berpengaruhi secara signifikan terhadap biasnya. Diindikasikan bahwa semakin banyak skala maka semakin kecil bias yang ditimbulkan. Kategori skala yang memiliki bias paling kecil berada pada skala 7. Rataan nilai bias yang ditimbulkan sebesar 3.32%. Kata kunci: Skala, data kategori, korelasi, bias.
ABSTRACT DAVID PERMADI. Comparison of Continuous and Discrete Scales. Supervised by BUDI SUHARJO and SISWANDI. In social studies, researchers often measure the characteristics of coutinuously measured objects by using discrete scales. So far the discrete scale are considered among the most popular methods used in the study because it is easy and simple. For this purpose, we need scale which can put respondents answers into a particular option, but has a relatively small bias. This study focused on the measurement of the magnitude of the bias arising from the multiple scale number associated with the number of samples, the distribution of the data and the correlation between variables. We than simulated using a continuous scale and then transformed into a discrete scale with six categories, namely scale 2 - 7. For each category, the magnitude of the sample size did not significantly affect the bias. The magnitude of the bias due to the categorization of the scale in this study indicates that the more categories used the smaller the bias. Category scale that has the smallest of bias was 7 with the average value of the bias 3.32%. Keywords: Scale, categories, correlation, bias.
PERBANDINGAN SKALA KONTINU DAN SKALA DISKRET
DAVID PERMADI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Matematika
DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Perbandingan Skala Kontinu dan Skala Diskret Nama : David Permadi NIM : G54061645
Disetujui oleh
Dr Ir Budi Suharjo, MS Pembimbing I
Drs Siswandi, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Toni Bakhtiar, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
Judul Skripsi: ... ' andingan Skala Kontinu dan Skala Diskl'et Nama : D.:!', , Perm adi NIM : G5 - : 6-+5
Disetujui oleh
~
Drs Sis-wandi, MSi Pembimbing II
Dr Ir Budi Suharjo, MS Pembimbing I
//
Dr Toni Bakhtiar, MSc Ketua V Departemen
Tanggal Lulus: (
0 5 MAR 2014
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak 2011 ini ialah pemodelan matematika, dengan judul Perbandingan Skala Kontinu dan Skala Diskret. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Budi Suharjo, MS selaku dosen pembimbing pertama skripsi yang telah meluangkan waktu dalam memberikan ide, dukungan dan bimbingan yang bermanfaat serta Bapak Drs Siswandi, MSi dan Bapak Ir Ngakan Komang Kutha Ardana, MSC. Selaku dosen pembimbing kedua dan dosen penguji atas waktu, ilmu, masukan dan bimbingannya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu serta seluruh anggota keluarga, atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya. Selain itu, penulis ucapkan terima kasih kepada Shinta Kurniawati yang sudah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini serta teman-teman Matematika M Fardan, Razon, Devi, Akil, Ibu Susi dan teman-teman yang tidak bisa Penulis sebutkan satu persatu atas segala dukungan dan bantuannya selama penulis mengerjakan skripsi. Semoga karya ilmiah ini memberikan manfaat bagi para pembaca.
Bogor, Maret 2014 David Permadi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR LAMPIRAN
iii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
3
TINJAUAN PUSTAKA
3
Percobaan Acak
3
Ruang Contoh dan Kejadian
3
Ukuran Peluang
3
Peubah Acak
3
Peubah Acak Normal
4
Koofisien Korelasi
4
Koofisien Korelasi Pearsen
5
Dekomposisi Cholesky
5
Algoritma Dekomposisi Cholesky
5
Nilai Rata-rata Kesalahan Persentase Absolut (MAPE).
5
Jenis Pengukuran
6
METODE PENELITIAN
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
9
Transformasi Data Skala Kontinu Menjadi Skala Diskret
9
Hasil dan Perbandingan
9
SIMPULAN DAN SARAN
13
Simpulan
13
Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
14
RIWAYAT HIDUP
15
LAMPIRAN
16
DAFTAR TABEL 1
Simpangan sudut antar 2 peubah (%) data kontinu dengan data diskret
10
DAFTAR GAMBAR 1 2 3
Tahapan Penelitian Grafik pergerakan besarnya rata-rata bias pada jumlah sampel contoh untuk skala kategori yang berbeda Grafik pergerakan besarnya rata-rata bias pada skala kategori untuk jumlah sampel contoh yang berbeda
8 11 12
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Transformasi data skala kontinu menjadi skala diskret dengan batas atas 10 dan batas bawah 0 Grafik pergerakan simpangan sudut antar 2 peubah (%) data kontinu dengan data diskret dengan ukuran sampel 30. Grafik pergerakan simpangan sudut antar 2 peubah (%) data kontinu dengan data diskret dengan ukuran sampel 50. Grafik pergerakan simpangan sudut antar 2 peubah (%) data kontinu dengan data diskret dengan ukuran sampel 100.
16 18 19 20
PENDAHULUAN Latar Belakang Secara umum, penskalaan merupakan suatu prosedur penempatan atau pemberian angka (kuantifikasi) terhadap atribut atau karakteristik objek pada titiktitik tertentu sepanjang suatu garis kontinum. Jika angka-angka itu diperoleh dari pengukuran yang menggunakan skala fisik (misalnya: timbangan, meteran, dan stopwatch) maka kontinumnya disebut kontinum fisik. Jika angka-angka itu diperoleh dari skala-skala psikologis atau dari proses perkiraan subjektif, seperti intelegensi, minat, sikap, harga diri, motivasi, dan lain-lain, maka kontinumnya disebut kontinum psikologis. Pendekatan metodologis dalam penskalaan dikelompokkan menjadi dua, yaitu pendekatan psikofisik dan pendekatan psikometri. Dalam arti luas yang dipelajari adalah hubungan antara stimulus dan respons. Pendekatan psikofisik mempelajari hubungan kuantitatif antara kejadian-kejadian fisik dan kejadiankejadian psikologis. Metode psikofisik berusaha mempelajari hubungan antara sifat-sifat fisik suatu objek atau stimulus dengan sensasi atau rasa yang ditimbulkannya. Pendekatan psikometri lebih memusatkan perhatiannya pada masalah perbedaan individual pada karakteristik-karakteristik yang murni bersifat psikologis. Torgerson (1993) menjelaskan bahwa ada tiga pendekatan dalam proses penskalaan psikologis, yaitu penskalaan yang berorientasi pada subjek, penskalaan yang berorientasi pada stimulus, dan penskalaan yang berorientasi pada respons. Penskalaan yang berorientasi pada stimulus bertujuan meletakkan stimulus pada kontinum atribut yang bersangkutan. Prosedur penskalaan berdasarkan stimulus ini angka sekornya ditentukan lewat penskalaan stimulusnya. Dalam interpretasinya hasil penskalaan dapat bersifat evaluatif apabila disandarkan pada suatu norma atau suatu kriteria. Hasil tes psikologi seringkali tidak memiliki satuan ukur maka perlu dinyatakan secara normatif. Penulisan jawaban yang tidak mengikuti kaidah yang sukar dimengerti oleh responden karena terlalu panjang ataupun susunan tata bahasanya yang kurang tepat sehingga mendorong responden memilih jawaban tertentu saja dihasilkan dari proses penulisan jawaban yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah standar. Jawaban seperti itu tidak akan berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Dalam penelitian sosial, seperti bidang pemasaran dimana, konsumen sering menjadi sumber informasi (responden) dalam mendapatkan informasi terhadap suatu kepuasan atau prilaku dalam menggunakan skala psikologis, para peneliti sering menggunakan skala pengukuran ordinal dan nominal (skala diskret). Sejauh ini skala diskret dianggap paling populer di antara metode yang biasa digunakan dalam penelitian karena penggunaannya yang dianggap relatif lebih mudah dan sederhana dalam penyusunan interpretasinya serta bersifat fleksibel dalam arti skala yang digunakan dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Telah dijelaskan di atas bahwa atribut psikologis sangat berbeda dengan atribut fisik. Atribut fisik dapat diukur secara langsung, sedang atribut-atribut psikologis karena bersifat laten, tidak memiliki eksistensi riil dan tidak dapat diamati secara langsung, oleh karena itu tak dapat diukur secara langsung. Pengukuran atribut psikologis harus dilakukan melalui respons yang dibuat oleh subjek pada saat ia dihadapkan pada stimulus tertentu.
2 Apabila seseorang ditanya seberapa puas ia terhadap suatu produk, maka ia akan menjawab tidak puas, puas, sangat puas atau lainnya. Pada proses penempatan nilai jawaban ini terdapat sebuah tata bahasa sebagai perwakilan kata untuk mewakili yang dirasa, maka dari itu terdapat kata sangat puas, puas, tidak puas dan sebagainya. Kita dihadapi dengan beragam karakteristik seseorang sehingga memiliki perbedaan kosakata dalam menjawab serta cenderung tidak dapat menerapkan jawaban kontinu secara pasti jadi lebih memilih menjawab secara diskret. Di sisi lain, kebutuhan akan data yang akurat dan relatif lebih mudah dalam penyusunan interprestasinya, maka dibutuhkan sebuah konversi jawaban perasaan seseorang ke sebuah perkiraan pilihan jawaban pada suatu interval atau kategori. Banyaknya kategori penskalaan yang disediakan untuk meletakan jawaban, membuat responden sulit untuk memilih respons yang sesuai dengan keinginannya. Semakin banyak kategori yang digunakan responden akan cenderung semakin sulit untuk bisa menentukan pilihannya. Untuk itu, diperlukan skala kategori yang tepat untuk bisa menempatkan jawaban responden pada sebuah pilihan tertentu namun memiliki nilai bias yang relatif kecil. Artinya peneliti harus memiliki acuan pengukuran kategori yang tepat dengan pilihan yang relatif sedikit sehingga diharapkan bisa mendapatkan data yang mampu mencerminkan data skala kontinu atau data yang sebenarnya. Pada penelitian ini penulis akan mencoba mensimulasikan proses pengukuran menggunakan skala kontinu kemudian mentransformasikannya menjadi skala diskret dengan beberapa pilihan kategori. Transformasi ini untuk menginterpresentasikan kondisi respons seseorang secara kontinu menjadi diskret, kemudian membandingkan perilaku keduanya untuk mencoba melihat bias yang mungkin terjadi. Penulis akan mencoba membandingkan bias dari korelasi antar peubah yang ditimbulkan oleh respons seseorang yang didapat secara diskret. Hasil penelitian mengenai perbandingan skala kontinu dan skala diskret ini diharapkan dalam sebuah penelitian dapat memiliki acuan pengukuran kategori dengan pilihan atau kategori yang relatif sedikit serta mampu mencerminkan data skala kontinu atau data yang sebenarnya. Perumusan Masalah Menurut Dunn-Rankin et al. (2004), para peneliti telah membuat konsensus tentang banyaknya kategori atau skala pilihan jawaban yaitu 3 sampai 9 dengan 5 dan 7 adalah banyaknya kategori atau skala yang paling dianjurkan. Namun belum ada yang menyatakan secara eksplisit bahwa anjuran tersebut berlaku untuk setiap parameter, sebaran data, maupun jenis uji statistik. Dengan kata lain, belum terdapat informasi berapakah besarnya bias yang ditimbulkan akibat pemilihan banyaknya kategori terkait parameter, sebaran data, jenis uji statistik, serta pengaruhnya terhadap kesimpulan uji statistik yang dilakukan. Dengan demikian permasalahan dalam karya ilmiah ini adalah berapakah besarnya bias yang ditimbulkan dari beberapa jumlah pilihan jawaban yang dikaitkan dengan jumlah sampel, sebaran data dan hubungan korelasi antar peubah.
3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk menghitung besarnya bias dari beberapa jumlah skala yang dikaitkan dengan jumlah sampel, dan hubungan korelasi antar peubah.
TINJAUAN PUSTAKA Percobaan Acak Suatu percobaan yang dapat diulang dalam kondisi yang sama dan semua kemungkinan hasil yang muncul dapat diketahui, tetapi hasilnya tidak dapat ditentukan dengan tepat disebut percobaan acak. (Ross 2000) Ruang Contoh dan Kejadian Himpunan semua kemungkinan hasil dari suatu percobaan acak disebut ruang contoh, dinotasikan dengan . Suatu kejadian A adalah himpunan bagian dari . (Ghahramani 2005) Ukuran Peluang Suatu ukuran peluang P pada ( ,F ) adalah suatu fungsi P : F 0,1 yang memenuhi syarat-syarat berikut. 1. P 0 dan P Ω 1 ; 2. Jika A1 , A2 F adalah himpunan yang saling lepas, yaitu A A , i j untuk setiap i, j dengan i j , maka P U i1A i i1 P A i . Pasangan , F , P disebut ruang peluang (probability space). (Ghahramani 2005)
Peubah Acak Misalkan , F , P adalah ruang peluang. Peubah acak (Random variable) merupakan fungsi Χ : Ω dimana {ω Ω : Χ ω x} F untuk setiap . Peubah acak dinotasikan dengan huruf besar, sedangkan nilai dari peubah acak tersebut dinotasikan dengan huruf kecil. (Grimmet & Stirzaker 2001)
4 Peubah Acak Normal Peubah acak X disebut normal, dengan parameter ߤ dan ߪ, jika fungsi kepekatan peluangnya adalah x μ 2 1 , f x, , 2 exp x σ 2π 2σ 2 (Ghahramani 2005) Ragam dan Simpangan Baku Jika X adalah peubah acak yang kontinu dengan E , maka 2 Var dan yang merupakan ragam dan simpangan baku dari , berturut-turut didefinisikan oleh 2 Var Χ E Χ μ , σX
2 E Χ μ
(Bain 1992) Peragam Jika X dan Y adalah peubah acak yang memiliki nilai harapan berturutturut E(X) dan E(Y), maka didefinisikan peragam antara peubah acak X dan peubah acak Y adalah: cov(X, Y) E{[X E(X)][Y E(Y)]} atau cov(X, Y) E(XY) E(X)E(Y)
(Bain 1992)
Koefisien Korelasi Jika X dan Y adalah peubah acak yang memiliki simpangan baku berturutturut σ X dan σ Y , serta peragam antara peubah acak X dan peubah acak Y adalah
cov X, Y , maka didefinisikan koefisien korelasi antara peubah acak X dan
peubah acak Y adalah: ρ XY
covX, Y σXσY
(Bain 1992)
5 Koefisien Korelasi Pearson Misalkan contoh acak berukuran n berupa data berpasangan x1 , y1 , , x n , y n maka keeratan hubungan linear antara kedua peubah dapat
diukur oleh koefisien korelasi Pearson bila kedua peubahnya bersifat kontinu dan dapat dihitung dengan rumus, xi x y i y , i 1,2, , n r 2 2 xi x y i y
dalam keadaan salah satu x atau y bernilai konstan maka koefisien korelasi r tidak didefinisikan. (Aunuddin 2005) Dekomposisi Cholesky Dekomposisi cholesky merupakan proses suatu matriks menjadi 2 buah matriks yang salah satunya adalah matriks segitiga bawah dengan elemen-elemen diagonal positif. Jika A adalah matriks definit positif simetrik, maka A dapat difaktorkan menjadi A CC T dimana C adalah matriks segitiga bawah dengan elemen-elemen diagonal positif. (Leon 2001) Algoritma Dekomposisi Cholesky T Partisi di dalam matriks A CC sebagai berikut:
a 11 A 21
A T21 c11 A 22 C 21
0 c 11 C 22 0
C T21 C T22
c2 c 11 C T21 11 T T c11 C 21 C 21 C 21 C 22 C 22 Algoritma untuk orde n-1 : 1 1. Cari C11 a 11 dan C 21 A 21 c11 2. Hitung C 22 dengan A 22 C 21 C T21 C 22 C T22
(Leon 2001) Nilai Rata-rata Kesalahan Persentase Absolut (MAPE). Nilai rata-rata kesalahan persentase absolute (Mean Absolute Percentage Error) adalah ukuran kesalahan yang termasuk salah satu ukuran standar statistik untuk menghitung Ketepatan metode peramalan. Berikut adalah rumus untuk menghitung MAPE:
6 100% n M e , n t 1 t dimana, et merupakan besarnya bias pada percobaan ke-t. Semakin kecil nilai MAPE maka nilai ramalan dan ketepatan model dikatakan semakin baik. (Makridakis 1995)
Jenis Pengukuran Skala pengukuran dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu: Skala nominal Skala nominal merupakan pengukuran yang menyatakan kategori atau kelompok suatu subyek. Skala nominal mengelompokkan objek-objek ke dalam beberapa kelompok yang memiliki kemiripan ciri akan berada dalam satu kelompok. Hasil pengukuran skala nominal tidak dapat diurutkan tetapi bisa dibedakan. Contoh umum yang biasa dipakai, yaitu jenis kelamin. Dalam hal ini hasil pengukuran tidak dapat diurutkan (wanita lebih tinggi dari pada laki-laki atau sebaliknya), tetapi lebih pada perbedaan keduanya. Contoh lainnya yaitu nomor punggung pemain sepak bola dan nomor STNK. 2. Skala ordinal Hasil pengukuran skala ini dapat menggambarkan posisi atau peringkat tetapi tidak mengukur jarak antar peringkat. Statusnya lebih tinggi dari pada skala nominal. Ukuran pada skala ordinal tidak memberikan nilai absolut pada objek, tetapi hanya urutan relatif saja. Jarak antara peringkat 1 dan 2 tidak harus sama dengan jarak peringkat 2 dan 3. Dalam skala ordinal, peringkat yang ada tidak memiliki satuan ukur. Contoh: status sosial (tinggi, rendah, sedang), hasil pengukuran yang mengelompokkan masyarakat-masyarakat masuk pada status sosial tinggi, rendah atau sedang. Dalam hal ini, kita dapat mengetahui tingkatannya, tetapi perbedaan antar status sosial (tinggi-rendah, rendah-sedang, tinggi-sedang) belum tentu sama. 3. Skala interval Skala interval memberikan ciri angka kepada objek yang mempunyai skala nominal dan ordinal, dilengkapi dengan jarak yang sama pada urutan objeknya. Skala interval bisa dikatakan tingkatan skala ini berada diatas skala ordinal dan nominal. Ciri penting dari skala ini yaitu datanya bisa ditambahkan, dikurangi, digandakan, dan dibagi tanpa mempengaruhi jarak relatif skor-skornya. Selanjutnya skala ini tidak mempunyai nilai nol mutlak sehingga tidak dapat diinterpretasikan secara penuh besarnya skor dari rasio tertentu. Pada skala pengukuran interval, rasio antara dua interval sembarang tidak tergantung pada nilai nol dan unit pengukuran. Contoh: pengukuran suhu dalam skala Celcius. Bila bak air berisi penuh dengan suhu 0oC, 50oC, dan 100oC, maka perbedaan antara (0 - 50)oC dan (50 – 100)oC itu sama, tetapi tidak bisa dikatakan bahwa air bersuhu 100 oC dua kali lebih panas daripada air bersuhu 50oC. 4. Skala rasio Skala rasio mempunyai semua sifat skala interval ditambah satu sifat yaitu memberikan keterangan tentang nilai absolut dari objek yang diukur. Skala rasio merupakan skala pengukuran yang ditujukan pada hasil pengukuran yang bisa 1.
7 dibedakan, diurutkan, mempunyai jarak tertentu, dan bisa dibandingkan (paling lengkap, mencakup semuanya dibanding skala-skala di bawahnya). Contoh: bila kita ingin membandingkan berat dua orang yaitu A dan B. Berat A 50 kg dan B 100 kg. Kita dapat tahu bahwa A dua kali lebih berat daripada B, karena nilai variabel numerik berat mengungkapkan rasio dengan nilai nol sebagai titik bakunya. Contoh lain: umur, nilai uang, dan tinggi badan. (Stevens 1946)
METODE PENELITIAN Data simulasi disusun berdasarkan besarnya nilai korelasi antar 2 peubah yang saling bebas dan memiliki sebaran normal baku sebanyak 100 percobaan. Karena peubah yang disimulasikan saling bebas maka nilai korelasi antar keduanya bernilai 0. Untuk mendapatkan 2 peubah yang memiliki korelasi ( ρ ) yang bernilai 0.8; -0.5; -0.1; 0.1; 0.5 dan 0.8, penulis melakukan transformasi data dengan rumusan sebagai berikut : Untuk mensimulasikan korelasi peubah acak bersebaran normal dengan Y ~ 2 μ, Σ
dimana Y Y1 , Y2 adalah vektor T 1 , 2 adalah vektor rata-rata dan T
yang ingin disimulasikan, diberikan matriks peragam
2 2 . Maka diperlukan peubah Z sebaran normal baku yang saling 2 2 bebas sehingga,
Y CT Z nilai C dapat dihitung dengan Dekomposisi cholesky didapat CT C
C 0
2
2
maka Y1 σZ 1 μ dan Y2 ρσZ 1 σ 2 ρσ 2 Z 2 μ Ukuran sampel yang dipakai terdapat 3 jenis yaitu sebesar 30, 50, dan 100 sedangkan simpangan baku yang dipakai berada pada nilai 1.5. Korelasi antar peubah yang dipakai terdiri dari 6 kondisi yaitu -0.8; -0.5; -0.1; 0.1; 0.5 dan 0.8. Dengan adanya sampel dan nilai korelasi antar peubah yang berbeda-beda maka terdapat 1800 kombinasi (3 jenis ukuran sampel x 6 jenis korelasi antar peubah x 100 percobaan = 1800 kombinasi) data simulasi pada tiap-tiap model pengukuran. Untuk menyusun data simulasi, penulis menggunakan program Microsoft Excel melalui menu Random Number Generation. Tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Membangkitkan data contoh acak sederhana menyebar normal sebanyak 2 pasang data, berukuran 30, 50 dan 100, simpangan baku 1 sebanyak 100 kali percobaan.
8 2. Transformasi data untuk mendapatkan nilai korelasi antar dua peubah sebesar -0.8; -0.5; -0.1; 0.1; 0.5 dan 0.8 3. Setiap data dikonversi menjadi 2 hingga 7 kategori. Kategorisasi dilakukan menggunakan panjang interval yang sama, kemudian di plotkan ke dalam grafik untuk melihat perubahan data yang didapat dari pengkategorian data kontinu. 4. Menghitung korelasi antar peubah antara data kontinu dengan data diskret dan menggambarkannya ke dalam grafik untuk setiap ukuran data. 5. Membandingkan nilai korelasi antar peubah yang didapat dari setiap nilai yang dihasilkan oleh tiap kategori skala. Pembangkitan 100 pasang data kontinu (Pembangkitan contoh acak menyebar normal, berukuran 30, 50 dan 100, simpangan baku 1.5) menggunakan Software Microsoft Office Excel 2007
Transformasi data untuk mendapatkan nilai korelasi antar dua peubah sebesar -0.8; -0.5; -0.1; 0.1; 0.5 dan 0.8
Konversi data menjadi 2 sampai 7 kategori
Penguraian nilai korelasi dan sudut antar peubah untuk setiap kategori
Hasil berupa tabel dan grafik
Membandingkan tabel dan grafik Gambar 1. Tahapan Penelitian
9
HASIL DAN PEMBAHASAN Transformasi Data Skala Kontinu Menjadi Skala Diskret Dalam karya ilmiah ini data skala kontinu ditransformasikan menjadi data skala diskret dengan beberapa kategori, yaitu : 1. Data dengan 2 kategori skala 2. Data dengan 3 kategori skala 3. Data dengan 4 kategori skala 4. Data dengan 5 kategori skala 5. Data dengan 6 kategori skala 6. Data dengan 7 kategori skala Pengkategorian data ini menggunakan jarak antar data yang sama dengan batas atas dan bawah yaitu nilai maksimum dan minimum dari data kontinunya. Pengelompokan data yang digunakan dalam proses konversi data kontinu menjadi data diskret dengan beberapa kategori dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil dan Perbandingan Menggunakan program Microsoft Excel melalui menu data analysiscorrelation, penulis menghitung nilai korelasi antar peubah sehingga diperoleh hasil nilai korelasi antar peubah antara data kontinu dan data kategori. Setelah mendapatkan nilai korelasi antar peubah kemudian dilakukan penguraian nilai untuk mendapatkan sudut antar peubah sehingga bisa hitung bias antara data kontinu dengan kategori dari selisih besarnya sudut antara keduanya. Simpangan sudut peubah antar data kontinu dengan kategori menunjukkan bias yang semakin kecil maka akan mendekati data kontinu.
Cos r ij θ merupakan sudut antara vektor hi dengan vektor h j dan rij merupakan korelasi antara peubah ke-i dengan peubah ke-j. Untuk mencari besar sudut antar peubah digunakan rumus: Arc cos( r ) ij Sudut antar peubah memberikan gambaran tentang korelasi antar dua peubah. Makin kecil sudut yang dibentuk memberikan gambaran bahwa korelasi antar dua peubah tersebut makin kuat dan sebaliknya. Posisi individu secara tumpang tindih dengan peubahnya dapat memberikan gambaran: jika posisi individu searah dengan arah vektor-vektor menggambarkan bahwa nilai yang tinggi untuk peubah tersebut, sebaliknya jika berlawanan dengan arah vektorvektor peubah menggambarkan bahwa nilai peubahnya rendah. Apabila posisi individu di sekitar titik nol menunjukkan bahwa nilai peubahnya di sekitar rataan. Simpangan sudut antar 2 peubah data kontinu dengan data kategori menunjukkan bias yang semakin kecil maka akan mendekati data kontinu. Nilai dari simpangan sudut antar peubah dihitung berdasarkan nilai mutlak selisih sudut antara sudut antar peubah data yang didapat dari skala kontinu dengan sudut antar
10 peubah tiap data kategori dari skala 2 hingga skala 7 yang dibagi dengan sudut antar peubah data yang didapat dari skala kontinu. Perbandingan besarnya bias yang diperoleh dari masing-masing kategori skala dihitung dengan menggunakan nilai rata-rata kesalahan persentase absolut (MAPE), dimana besarnya nilai kesalahan didapat dari besarnya simpangan sudut antar 2 peubah data kontinu dengan data kategori. Tabel 1.
Nilai rata-rata kesalahan persentase absolut (MAPE) data kontinu dengan data diskret
Kategori Skala 2 Skala 3 Skala 4 Skala 5 Skala 6 Skala 7
r0.8 50.12 30.50 17.17 12.35 10.14 7.87
r0.5 20.09 10.75 7.28 5.74 4.48 3.97
Skala 2 Skala 3 Skala 4 Skala 5 Skala 6 Skala 7
52.79 33.78 20.90 14.21 10.28 8.45
18.81 10.91 6.81 5.23 4.13 3.83
Skala 2 Skala 3 Skala 4 Skala 5 Skala 6 Skala 7
53.60 36.81 24.39 15.88 12.68 9.35
19.77 11.16 7.77 5.11 3.70 3.24
N 30 r0.1 9.64 5.47 4.59 3.56 2.68 2.50 N 50
r-0.1 8.10 5.67 4.19 3.10 2.78 2.46
r-0.5 9.81 5.65 3.84 2.40 2.52 2.01
r-0.8 13.23 7.61 5.19 3.35 2.53 2.17
6.59 4.44 3.76 3.09 2.45 1.98 N 100
5.96 4.09 2.95 2.62 2.29 1.97
9.68 5.81 3.86 2.10 2.20 1.83
13.10 8.44 5.50 3.49 2.62 1.93
5.55 3.98 2.91 2.27 1.77 1.56
4.76 3.25 2.61 1.86 1.56 1.38
9.49 5.50 3.88 2.49 1.94 1.34
12.74 9.10 6.14 4.13 2.93 1.93
Untuk mempermudah dalam mengetahui besarnya bias, penulis memplot nilai rata-rata kesalahan persentase absolut (MAPE) ke dalam grafik berdasarkan tiap kategori skala dan jumlah sampelnya. Dengan mengelompokkan nilai korelasi awal dan ukuran sampel berdasarkan besarnya bias pada jumlah sampel contoh, besarnya bias dari tiap skala kategori terlihat dari Gambar 2.
11
N 30 K0.5
K0.1
K-0.1
K-0.5
K-0.8
K0.8
60
50
50
40
40
Bias (%)
60
30 20 10
K0.5
K0.1
K-0.1
K-0.5
K-0.8
30 20 10
0
0 Skala 2
Skala 3
Skala 4
Skala 5
Skala 6
Skala 7
Skala 2
Skala 3
Skala 4
Skala 5
Skala 6
N 100 K0.8
K0.5
K0.1
K-0.1
K-0.5
K-0.8
60 50
Bias (%)
Bias (%)
K0.8
N 50
40 30 20 10 0 Skala 2
Skala 3
Skala 4
Skala 5
Skala 6
Skala 7
Gambar 2. Grafik pergerakan besarnya rata-rata bias pada jumlah sampel contoh untuk skala kategori yang berbeda. Berdasarkan Gambar 2 di atas dapat dijelaskan bahwa untuk ukuran sampel 30, 50 dan 100 relatif memiliki rataan besar bias yang relatif sama untuk setiap skala kategori. Besarnya rataan bias untuk seluruh skala kategori dalam penelitian ini dengan ukuran sampel 30; 50; dan 100 berturut-turut adalah 8.21%; 8.14%; dan 8.29%. Dengan mengelompokkan nilai korelasi awal dan ukuran sampel berdasarkan tiap skala kategori, besarnya bias dari setiap ukuran contoh terlihat dari Gambar 3. Pada Gambar 3, untuk kategori skala 2 besarnya bias memiliki bias terbesar dibandingkan skala kategori lainnya yaitu dengan rataan besarnya bias 17.99%, kemudian untuk kategori skala 3 terjadi kenaikan rataan besarnya bias dari skala sebelumnya yaitu sebesar 11.27%. Rataan besarnya bias untuk kategori skala 4 yaitu sebesar 7.42%, sedangkan untuk kategori skala 5 dan 6 berturut adalah 5.16% dan 4.09%. Besarnya bias untuk kategori skala 7 ternyata memiliki bias yang paling kecil dibandingkan dengan skala kategori sebelumnya yaitu sebesar 3.32%.
Skala 7
12 Skala 2 N 50
N 100
N 30
60
60
50
50
40
40
Bias (%)
Bias (%)
N 30
Skala 3
30 20 10
30 20 0
R0.8
R0.5
R0.1
R-0.1
R-0.5
R-0.8
R0.8
R0.5
Skala 4 N 30
N 50
R0.1
R-0.1
R-0.5
R-0.8
R-0.5
R-0.8
R-0.5
R-0.8
Skala 5 N 100
N 30
60
60
50
50
40
40
Bias (%)
Bias (%)
N 100
10
0
30 20 10
N 50
N 100
30 20 10
0
0 R0.8
R0.5
R0.1
R-0.1
R-0.5
R-0.8
R0.8
R0.5
Skala 6 N 30
N 50
R0.1
R-0.1
Skala 7 N 100
N 30
60
60
50
50
40
40
Bias (%)
Bias (%)
N 50
30 20 10
N 50
N 100
30 20 10
0
0 R0.8
R0.5
R0.1
R-0.1
R-0.5
R-0.8
R0.8
R0.5
R0.1
R-0.1
Gambar 3. Grafik pergerakan besarnya rata-rata bias pada skala kategori untuk jumlah sampel contoh yang berbeda. Pergerakan grafik besarnya bias mulai dari skala 2 hingga skala 7 terlihat bahwa mulai dari skala 4 besarnya bias mengalami penurunan dibandingkan dengan skala sebelumnya hingga untuk skala 7 memiliki besar bias yang paling kecil dibandingkan skala lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin banyak kategori maka besarnya bias yang ditimbulkan relatif semakin kecil. Bias yang ditimbulkan oleh data diskret terlihat dari peragaan grafik pada Gambar 2 dan Gambar 3, kedua gambar ini mengindikasikan bahwa semakin banyak kategori maka besarnya bias yang ditimbulkan relatif semakin kecil. Semakin banyak jumlah kategori yang digunakan, maka hasilnya akan mendekati data kontinu atau data yang sebenarnya.
13
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan mengenai perbandingan skala kontinu dengan skala diskret. Kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Besarnya bias akibat pengkategorian skala pada penelitian ini mengindikasikan bahwa semakin banyak kategori maka besarnya bias yang ditimbulkan relatif semakin kecil. Kategori skala yang memiliki besarnya bias yang paling kecil berada pada skala 7 dengan rataan nilai bias yang ditimbulkan sebesar 3.32%. 2. Berdasarkan perbedaan jumlah sampel dengan batasan nilai korelasi dalam penelitian ini, semakin banyak jumlah sampel maka besarnya bias yang ditimbulkan relatif sama untuk setiap skala kategori dari 3 jenis ukuran sampel yang dipakai yaitu sebesar 30, 50, dan 100. 3. Berdasarkan perbandingan besarnya nilai korelasi dengan tiap skala maka besarnya bias yang ditimbulkan relatif sama untuk setiap skala kategori. Saran Dalam penelitian ini, untuk sebaran data dan simpangan baku memiliki jenis dan nilai yang sama yaitu kedua peubahnya menyebar normal dan simpangan bakunya sebesar 1.5. Penelitian selanjutnya dapat dikembangkan terhadap perbedaan sebaran data dan sebaran data peubah campurannya. Simulasi dalam penelitian ini masih menggunakan simulasi sederhana menggunakan program Microsoft Excel sehingga kurang efisien (memerlukan proses pengerjaan yang lama). Untuk pemrograman yang lebih efisien, penelitian selanjutnya disarankan menggunakan Software Mathematica berbasis fungsional sehingga dapat diterapkan pula pengerjaannya.
14
DAFTAR PUSTAKA Aunuddin. 2005. Statistika (Rancangan dan Analisis Data). Bogor (ID): Departemen Statistika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Azwar S. 2012. Penyusunan skala psikologis (2nd Edition). Yogyakarta (ID): Pustaka Pelajar Offset. Bain JL, Engelhardt M. 1992. Introduction to Probability and Mathematical Statistics (2nd Edition). Boston (USA): PWS-Kent. Ghahramani S. 2005. Fundamental of Probability dengan Stochastic Process. New Jersey (USA): Pearson Prentice Hall. Golub, Gene H, et al. 1965. Calculating the singular values and pseudo-inverse of a matrix. Journal of the Society for Industrial and Applied Mathematics: Series B, Numerical Analysis 2 (2): 205–224. [Jurnal] Gower JC, DJ Hand. 1996. Biplot. London (EN): Chapman & Hall. Grimmet GR, Stirzaker DR. 2001. Probability and Random Processes (3rd Edition). Oxford (EN): University Press. Makridakis S, Wheelwright SC, McGee VE. 1995. Metode dan Aplikasi Peramalan. Adriyanto US dan Basith A, penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Forecasting 2nd Edition. Purcell EJ, Verberg D. 1999. Kalkulus dan Geometri Analisis (2nd Edition). Jakarta (ID): Erlangga. [Terjemahan Calculus With Analytic Geometry] Rankin D, et al. 2004. Scaling Methods (2nd Edition). New Jersey (USA): Lawrence Erlbaum Associates, Publisher. Ross SM. 2000. Stochastic Process. New York (USA): Macmillan Publishing Company. Sharma S. 1996. Applied Multivariate Techniques. Canada (AS): John Wiley & Sons Inc. Siswadi dan Suharjo B. 1999. Analisis Eksplorasi Data Peubah Ganda dan SPSS 7.5. Bogor (ID): Departemen Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Stevens SS. 1946. On the Theory of Scales of Measurement. Science by American Association for the Advancement of Science: Vol. 103 (677-680). [Jurnal] Torgerson WS. 1993. Theory and Methods of Scaling. New York (USA): John Willey.
15
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Jakarta tanggal 15 April 1988, merupakan putra ke empat dari lima bersaudara pasangan Alm. Bapak Wahyudi Santoso dan Ibu Sri Windari. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB, lulus pada tahun 2014. Pada tahun 2003 Penulis melakukan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 47 Jakarta dan menamatkannya pada tahun 2006. Kesempatan untuk melanjutkan kuliah di IPB didapatkan dengan cara PMDK pada tahun 2006. Selama mengikuti program sarjana penulis menjadi anggota Ikatan Alumni SMA Se-jakarta Selatan dan menjadi salah satu pengurusnya pada periode 20072008. Selain itu, penulis juga merupakan salah satu anggota kegiatan Gugusan Matematika (GUMATIKA) pada tahun 2008-2009.
16 Lampiran 1. Transformasi data skala kontinu menjadi skala diskret dengan batas atas 10 dan batas bawah 0. 2 skala 0 2.5
|
3 skala 0 1.65
|
4 skala 0 1.25
|
5 skala 0 1
|
6 skala 0 0.8
|
7 skala 0 0.7
|
10 7.5
| 5
10 8.35
| 3.75
| 6.25
| 3
| 5
| 2.45
| 7
| 4.15
| 2.1
10 8.75
| 5.8
| 3.5
10 9
| 7.45
| 4.95
10 9.15
| 6.4
| 7.8
10 9.25
Formula untuk fungsi pada program Microsoft Excel untuk setiap kategori dengan ukuran sampel 30: 2 Kategori =IF('N30'!A2<(AVERAGE(N$2:N$3)),AVERAGE(N$3,N$3+(N$1*(1/2))),AVE RAGE(N$3+(N$1*(1/2)),N$2)) 3 Kategori =IF('N30'!A2<((N$1*(1/3)+N$3)),AVERAGE(N$3,N$3+(N$1*(1/3))),IF('N30'! A2<((N$1*(2/3)+N$3)),AVERAGE(N$3+(N$1*(1/3)),N$3+(N$1*(2/3))),AVER AGE(N$3+(N$1*(2/3)),N$3+(N$1*(3/3))))) 4 Kategori IF('N30'!A2<((N$1*(1/4)+N$3)),AVERAGE(N$3,N$3+(N$1*(1/4))),IF('N30'!A 2<((N$1*(2/4)+N$3)),AVERAGE(N$3+(N$1*(1/4)),N$3+(N$1*(2/4))),IF('N30'! A2<((N$1*(3/4)+N$3)),AVERAGE(N$3+(N$1*(2/4)),N$3+(N$1*(3/4))),AVER AGE(N$3+(N$1*(3/4)),N$3+(N$1*(4/4)))))) 5 Kategori =IF('N30'!A2<((N$1*(1/5)+N$3)),AVERAGE(N$3,N$3+(N$1*(1/5))),IF('N30'! A2<((N$1*(2/5)+N$3)),AVERAGE(N$3+(N$1*(1/5)),N$3+(N$1*(2/5))),IF('N3
17 0'!A2<((N$1*(3/5)+N$3)),AVERAGE(N$3+(N$1*(2/5)),N$3+(N$1*(3/5))),IF(' N30'!A2<((N$1*(4/5)+N$3)),AVERAGE(N$3+(N$1*(3/5)),N$3+(N$1*(4/5))),A VERAGE(N$3+(N$1*(4/5)),N$3+(N$1*(5/5))))))) 6 Kategori =IF('N30'!A2<((N$1*(1/6)+N$3)),AVERAGE(N$3,N$3+(N$1*(1/6))),IF('N30'! A2<((N$1*(2/6)+N$3)),AVERAGE(N$3+(N$1*(1/6)),N$3+(N$1*(2/6))),IF('N3 0'!A2<((N$1*(3/6)+N$3)),AVERAGE(N$3+(N$1*(2/6)),N$3+(N$1*(3/6))),IF(' N30'!A2<((N$1*(4/6)+N$3)),AVERAGE(N$3+(N$1*(3/6)),N$3+(N$1*(4/6))),I F('N30'!A2<((N$1*(5/6)+N$3)),AVERAGE(N$3+(N$1*(4/6)),N$3+(N$1*(5/6))) ,AVERAGE(N$3+(N$1*(5/6)),N$3+(N$1*(6/6)))))))) 7 Kategori =IF('N30'!A2<((N$1*(1/7)+N$3)),AVERAGE(N$3,N$3+(N$1*(1/7))),IF('N30'! A2<((N$1*(2/7)+N$3)),AVERAGE(N$3+(N$1*(1/7)),N$3+(N$1*(2/7))),IF('N3 0'!A2<((N$1*(3/7)+N$3)),AVERAGE(N$3+(N$1*(2/7)),N$3+(N$1*(3/7))),IF(' N30'!A2<((N$1*(4/7)+N$3)),AVERAGE(N$3+(N$1*(3/7)),N$3+(N$1*(4/7))),I F('N30'!A2<((N$1*(5/7)+N$3)),AVERAGE(N$3+(N$1*(4/7)),N$3+(N$1*(5/7))) ,IF('N30'!A2<((N$1*(6/7)+N$3)),AVERAGE(N$3+(N$1*(5/7)),N$3+(N$1*(6/7) )),AVERAGE(N$3+(N$1*(6/7)),N$3+(N$1*(7/7))))))))) dimana: baris pertama menyatakan lebar skala (selisih nilai maksimum dengan nilai minimum), baris kedua menyatakan nilai maksimum untuk setiap peubah, baris ketiga menyatakan nilai minimum untuk setiap peubah, 'N30' menyatakan lembar worksheet untuk data kontinu dengan baris kedua adalah data pertama dan seterusnya.
18 Lampiran 2. Grafik pergerakan simpangan sudut antar 2 peubah (%) data kontinu dengan data diskret dengan ukuran sampel 30. N 30 R 0.5
1.6
1.6
1.4
1.4
1.2
1.2
1.0
1.0
Bias (%)
Bias (%)
N 30 R 0.8
0.8 0.6
0.8 0.6
0.4
0.4
0.2
0.2
0.0
0.0 Skala 2
Skala 3
Skala 4
Skala 5
Skala 6
Skala 7
Skala 2
1.6
1.6
1.4
1.4
1.2
1.2
1.0
1.0
0.8 0.6
Skala 5
Skala 6
Skala 7
Skala 6
Skala 7
Skala 6
Skala 7
0.8 0.6
0.4
0.4
0.2
0.2
0.0
0.0 Skala 2
Skala 3
Skala 4
Skala 5
Skala 6
Skala 7
Skala 2
N 30 R ‐0.5
Skala 3
Skala 4
Skala 5
N 30 R ‐0.8
1.6
1.6
1.4
1.4
1.2
1.2
1.0
1.0
Bias (%)
Bias (%)
Skala 4
N 30 R ‐0.1
Bias (%)
Bias (%)
N 30 R 0.1
Skala 3
0.8 0.6
0.8 0.6
0.4
0.4
0.2
0.2
0.0
0.0 Skala 2
Skala 3
Skala 4
Skala 5
Skala 6
Skala 7
Skala 2
Skala 3
Skala 4
Skala 5
19 Lampiran 3. Grafik pergerakan simpangan sudut antar 2 peubah (%) data kontinu dengan data diskret dengan ukuran sampel 50. N 50 K 0.5
1.6
1.6
1.4
1.4
1.2
1.2
1.0
1.0
Bias (%)
Bias (%)
N 50 K 0.8
0.8 0.6
0.8 0.6
0.4
0.4
0.2
0.2
0.0
0.0 Skala 2
Skala 3
Skala 4
Skala 5
Skala 6
Skala 7
Skala 2
1.6
1.6
1.4
1.4
1.2
1.2
1.0
1.0
0.8 0.6
Skala 5
Skala 6
Skala 7
Skala 6
Skala 7
Skala 6
Skala 7
0.8 0.6
0.4
0.4
0.2
0.2
0.0
0.0 Skala 2
Skala 3
Skala 4
Skala 5
Skala 6
Skala 7
Skala 2
N 50 K ‐0.5
Skala 3
Skala 4
Skala 5
N 50 K ‐0.8
1.6
1.6
1.4
1.4
1.2
1.2
1.0
1.0
Bias (%)
Bias (%)
Skala 4
N 50 K ‐0.1
Bias (%)
Bias (%)
N 50 K 0.1
Skala 3
0.8 0.6
0.8 0.6
0.4
0.4
0.2
0.2
0.0
0.0 Skala 2
Skala 3
Skala 4
Skala 5
Skala 6
Skala 7
Skala 2
Skala 3
Skala 4
Skala 5
20 Lampiran 4. Grafik pergerakan simpangan sudut antar 2 peubah (%) data kontinu dengan data diskret dengan ukuran sampel 100. N 100 K 0.5
1.6
1.6
1.4
1.4
1.2
1.2
1.0
1.0
Bias (%)
Bias (%)
N 100 K 0.8
0.8 0.6
0.8 0.6
0.4
0.4
0.2
0.2
0.0
0.0 Skala 2
Skala 3
Skala 4
Skala 5
Skala 6
Skala 7
Skala 2
1.6
1.6
1.4
1.4
1.2
1.2
1.0
1.0
0.8 0.6
Skala 5
Skala 6
Skala 7
Skala 6
Skala 7
Skala 6
Skala 7
0.8 0.6
0.4
0.4
0.2
0.2
0.0
0.0 Skala 2
Skala 3
Skala 4
Skala 5
Skala 6
Skala 7
Skala 2
N 100 K ‐0.5
Skala 3
Skala 4
Skala 5
N 100 K ‐0.8
1.6
1.6
1.4
1.4
1.2
1.2
1.0
1.0
Bias (%)
Bias (%)
Skala 4
N 100 K ‐0.1
Bias (%)
Bias (%)
N 100 K 0.1
Skala 3
0.8 0.6
0.8 0.6
0.4
0.4
0.2
0.2
0.0
0.0 Skala 2
Skala 3
Skala 4
Skala 5
Skala 6
Skala 7
Skala 2
Skala 3
Skala 4
Skala 5