Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016
PERBANDINGAN HUKUM JABATAN NOTARIS DI INDONESIA DAN DI NEGARA BELANDA Oleh : Enny Mirfa. SH.,MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Samudera Langsa
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan hukum Jabatan Notaris dalam perspektif pengawasan jabatan notaris di Indonesia untuk dibandingkan dengan pengaturan hukum pengawasan Jabatan di Belanda. Ada satu hal fenomenal yang ditemukan dalam penelitian ini, dengan adanya satu badan hukum eksternal yang melakukan pengawasan secara terpadu di Negara Belanda. Badan tersebut adalah Bureau Financieel Toezicht (Kantor Pengawasan Keuangan) yang merupakan regulator integral dan tidak hanya akan mengawasi keuangan, tetapi juga kualitas dan integritas. Selain melakukan pengawasan kantor BFT juga juga masih berhubungan dengan Koninklijke Notariële Beroepsorganisatie – KNB organisasi notaris di Negara Belanda. Dengan kemitraan antara BFT dan KNB akan memperkuat bentuk pengawasan satu sama lain,. KNB dan BFT memiliki prinsip yang sama yaitu untuk menjadikan profesi notaris sebagai profesi yang terhormat, jujur dan dapat diandalkan. Dengan melakukan perbandingan pengaturan hukum pengawasan jabatan notaris di Indonesia dan di Belanda diharapkan dapat diketahui bagaimana perkembangan hukum jabatan notaris di Belanda dan di Indonesia pada saat sekarang, sehingga dapat dianalisis hal-hal yang lebih baik pengaturan hukumnya dan dapat menjadi dasar pemikiran untuk perbaikan dan penyempurnaan pengaturan hukum jabatan notaris di Indonesia dalam perspektif pengawasan Jabatan notaris. Kata Kunci : Jabatan Notaris notaris di Indonesia. Peraturan terakhir tentang jabatan notaris, yaitu Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, telah mengatur beberapa ketentuan mengenai organisasi notaris. Ketentuan-ketentuan mengenai organisasi notaris dalam undangundang tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan para notaris untuk berkumpul dalam jabatan mereka sebagai notaris dan lebih dari
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedudukan notaris sebagai pejabat umum pembuat akta otentik memang semakin dianggap penting dengan berkembangnya bidang hukum. Oleh karena itu, adanya suatu wadah perkumpulan bagi notaris diharapkan membawa perkembangan-perkembangan yang positif dalam pelaksanaan jabatan 49
Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016
itu, organisasi notaris sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tersebut diharapkan dapat mengangkat citra jabatan notaris menjadi lebih baik. Jabatan yang diemban Notaris adalah suatu jabatan kepercayaan yang diberikan oleh undang-undang dan masyarakat, untuk itulah seorang Notaris bertanggung jawab untuk melaksanakan kepercayaan yang diberikan kepadanya dengan selalu menjunjung tinggi etika hukum dan martabat serta keluhuran jabatannya, sebab apabila hal tersebut diabaikan oleh seorang Notaris maka akan berbahaya bagi masyarakat umum yang dilayaninya. Dalam menjalankan jabatannya, seorang Notaris tidak cukup hanya memiliki keahlian hukum tetapi juga harus dilandasi tanggung jawab dan penghayatan terhadap keluhuran martabat dan etika. Peranan dan kewenangan Notaris sangat penting bagi lalu lintas hukum di masyarakat, oleh karena itu Notaris harus dapat menjalankan profesinya secara profesional, berdedikasi tinggi serta selalu menjunjung harkat dan martabatnya dengan menegakkan kode etik Notaris. Kode Etik Notaris akan tetapi juga untuk tujuan yang lebih luas, yaitu agar para Notaris dalam menjalankan tugas persyaratanpersyaratan ditetapkan oleh undang undang, demi pengamanan atas kepentingan masyarakat yang dilayaninya.
Diadakannya pengawasan terhadap para Notaris adalah sangat beralasan, mengingat bahwa Notaris menjalankan suatu fungsi sosial yang sangat penting, meliputi bidang yang sangat luas. Sebagaimana telah diatur dalam UUJN, selain membuat aktaakta otentik, Notaris juga ditugaskan untuk melakukan pendaftaran dan mensahkan surat-surat atau akta-akta yang dibuat di bawah tangan. Notaris juga memberikan penyuluhan hukum dan penjelasan mengenai undangundang kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Notaris sebagai pejabat umum harus senantiasa menyadari bahwa ia diangkat oleh penguasa bukan hanya untuk kepentingannya sendiri, melainkan juga untuk kepentingan masyarakat. Oleh sebab itu, undang undang memberikan kepada Notaris suatu kepercayaan yang besar dan sejalan dengan itu, Notaris harus pula menyadari bahwa setiap pemberian kepercayaan kepada seseorang meletakkan tanggung jawab di atas bahunya, baik berdasarkan hukum, moral maupun etika. Notaris yang tidak bertanggung jawab dan tidak menjunjung tinggi hukum dan martabat serta keluhuran jabatannya adalah berbahaya, tidak hanya bagi individu tetapi juga bagi masyarakat yang dilayaninya. Selain dari adanya tanggung jawab dan etika profesi yang tinggi, juga adanya integritas dan moralitas yang baik, hal ini merupakan persyaratan yang harus dimiliki oleh
51
Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016
setiap Notaris. Apabila Notaris memenuhi persyaratan-persyaratan di atas, maka dapat diharapkan Notaris akan melakukan tugasnya dengan baik, sesuai dengan tuntutan hukum dan kepentingan masyarakat. Namun pada saat ini di Indonesia terdapat beberapa organisasi notaris, pertama INI (Ikatan Notaris Indonesia) sebagai organisasi notaris yang diakui oleh pemerintah. Selain itu, ada pula Himpunan Notaris Indonesia (HNI), Asosiasi Notaris Indonesia (ANI), dan Organisasi Perhimpunan Notaris untuk Reformasi. Hal ini terjadi karena memang di dalam UndangUndang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris maupun Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor: 009i 014/PUU-III/2005 tidak menyebutkan secara tegas bahwa satu-satunya organisasi jabatan untuk mereka yang memangku jabatan notaris adalah INI(Ikatan Notaris Indonesia). Dengan melakukan perbandingan dengan hukum jabatan notaris di Belanda diharapkan agar dapat diketahui bagaimana perkembangan hukum jabatan notaris di Belanda dan di Indonesia pada saat sekarang, sehingga dapat dianalisa hal-hal yang dapat menjadi dasar pemikiran untuk perbaikan dan penyempurnaan pengaturan mengenai hukum jabatan notaris di Indonesia.
B. Perumusan Masalah Mengacu pada pemaparan latar belakang masalah tersebut di atas, maka pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini dapat diidentifikasikan dalam suatu rumusan masalah, sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaturan mengenai hukum Jabatan Notaris di Indonesia dan di Negara Belanda 2. Bagaimana implementasi mengenai hukum Jabatan Notaris di Indonesia dan di Negara Belanda C. Kerangka Teori Terdapat berbagai istilah dalam perbandingan hukum perbandingan hukum yaitu : 1. Comparative Law 2. Foreign Law 3. Comparative Jurisprudence Dengan demikian, pertama, perbandingan hukum merupakan sejarah hukum (legal history) yang berkenaan dengan hubungan antara sistem-sistem. Tetapi, tidak dapat dikatakan bahwa perbandingan hukum secara sederhana sebagai cabang dari sejarah hukum. Kedua, perbandingan hukum berkenaan dengan sifat hukum, khususnya tentang sifat pembangunan hukum (legal development). Applied Theory dalam penelitian ini memakai konsep hukum dalam pembangunan yang dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmadja. Secara substansial, di dalam negara hukum ada dua hal yang pokok, yaitu: pertama, adanya pembatasan kekuasaan negara
52
Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016
terhadap perseorangan, negara tidak maha kuasa, negara tidak dapat bertindak sewenang-wenang. Tindakan-tindakan negara terhadap warga negaranya dibatasi oleh hukum. Dengan kata lain, kekuasaan tunduk kepada hukum. Kedua, tidak boleh pembatasan kekuasaan negara terhadap perseorangan ini menjadi sedemikian rupa, sehingga pemerintah terganggu dalam melaksanakan tugasnya. Pendapat di atas dapat dimaknai bahwa di dalam negara hukum, perlindungan hukum tidak hanya semata-mata untuk kepentingan penduduk dan warga negara, tetapi juga memberikan perlindungan sekaligus memberikan legitimasi kepada pemerintah untuk bertindak tegas dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, agar pemerintah tidak dirugikan dan tidak takut untuk mengambil tindakan terhadap siapa pun yang mencoba dan melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Secara fungsional, sistem penegakan hukum merupakan suatu sistem aksi yang diwujudkan dalam suatu Sistem Peradilan Pidana. Ada sekian banyak aktivitas yang dilakukan oleh alat perlengkapan negara dalam penegakan hukum. Alat atau instrumen penegak hukum itu secara sempit biasanya hanyalah badan-badan yang mempunyai wewenang kepolisian dan kejaksaan. Akan tetapi, kalau penegakan hukum itu diartikan secara luas, maka penegakan hukum itu juga menjadi tugas dari pembentuk undangundang, hakim, instansi
pemerintahan (bestuur), aparatur eksekusi pidana.
termasuk
Oleh karena itu, dapat dipahami jika ada yang berpendapat bahwa penegakan hukum itu merupakan bidang yang sangat luas, sebab tidak hanya tindakan yang bersifat kuratif dan represif, tetapi juga tindakan preventif. Dalam arti luas, tindakan preventif melibatkan banyak pihak atau badan antara lain pembentuk undang-undang, polisi, kejaksaan, pengadilan, pamong praja dan aparatur eksekusi pidana serta masyarakat secara umum. Walaupun hukum dalam arti normatif semakin hari semakin baik, hal itu tidak berarti bahwa tujuan dari hukum, yaitu tercapainya keadilan dan kepastian hukum, semakin hari semakin baik. Teori kebijakan hukum berawal dari landasan pembangunan hukum nasional sebagai salah satu strategi pembangunan nasiona. Fungsi dan peranan hukumdalam pembangunan merupakan penentu arah kebijakan pembangunan di bidang hukum. Fungsi hukum yang utama sebagai sarana rekayasa sosial (a tool of social engineering) adalah membawa perubahan mendasar sikap masyarakat dalam setiap gerak pembangunan nasional. Fungsi dan peranan hukum dalam model hukum pembangunan kurang dipahami sebagai pembawa perubahan sikap (attitude) penyelenggara negara, melainkan dipahami sebagai sarana (a tool) semata-mata untuk mengubah sikap
53
Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016
masyarakat. Dengan kata lain, hukum dipahami hanya sebagai sarana untuk mengubah sikap masyarakat dan tidak dipahami sebagai sarana untuk mengubah perilaku penyelenggara negara ke arah yang lebih baik dari sebelumnya. Namun, menurut Mochtar Kusumaatmadja, konsep Roscoe Pound justru cocok untuk negara maju maupun negara berkembang yang bergerak dari kondisi agraris menuju industri seperti Indonesia. Dalam hal ini, hukum (undangundang) mengubah alam pemikiran masyarakat tradisional ke pemikiran modern. Asumsi dasarnya adalah bahwa hukum itu tidak boleh ketinggalan dengan proses perkembangan yang terjadi dalam masyarakat, termasuk pembangunan.. Mochtar Kusumaatmadja juga berpendapat bahwa kelemahan teori hukum dari ajaran Von Savigny tentang mazab sejarah maupun aliran sociological jurisprudence adalah bahwa masing-masing aliran tersebut tidak dapat menerangkan secara memuaskan apa yang dimaksudkan dengan volksgeist atau nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Di Indonesia, pelbagai upaya pengungkapan apa yang hidup dalam kesadaran hukum masyarakat telah diberi tempat yang layak, yaitu konsepsi hukum sebagai alat atau sarana pembaharuan masyarakat. Strategi pembangunan hukurn nasional harus mernpertimbangkan 5 (lima) faktor, yaitu ratio biaya dan
efisiensi, kepentingan lintas sektoral, dan kontrol kualitas, dapat dipertanggungjawabkan dan standardisasi analisis dan evaluasi peraturan perundang-undangan. Strategi pembangunan hukum yang hanya dilandaskan kepada kepentingan sektoral harus diubah dengan mengutamakan kepentingan keterkaitan antarsektoral sehingga tidakmenimbulkan tumpang tindih wewenang antara instansi yang saling berkaitan satu sama lain. Penetapan cost and efficiency yang ketat akan dapat mencegah lahirnya produk perundangundangan yang benar-benar diperlukan untuk memperkuat pembangunan nasional dan yang lebih rnengutamakan kualitas produk perundang-undangan yang rnernadai. Kedua faktor tersebut diperkuat dengan kontrol kualitas yang komprehensif serta analisis dan evaluasi peraturan perundangundangan yang terstandardisasi dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan, diharapkan dapat menghasilkan perencanaan pernbangunan hukum dan penegakan hukurn yang dapat mendukung pembangunan nasional dalam bidang lainnya. D. Metode Penelitian 1. Obyek Penelitian Obyek penelitian dalam penelitian ini adalah perundangundangan yang berkaitan dengan hukum jabatan notaris di negera Belanda dan hukum jabatan notaris di Indonesia.
54
Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016
2. Teknik Pengumpulan Data Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen terhadap datadata yang dikumpulkan dalam penelitian ini. Dengannya, dapat memudahkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. 3. Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini, datadata yang digunakan dianalisis berdasarkan metode analisis data kualitatif, yang mana adalah analisis data dengan pemaknaan sendiri oleh peneliti terhadap data-data yang dikumpulkan untuk penelitian.
2. Dewan Kehormatan Dewan Kehormatan merupakan alat perlengkapan perkumpulan yang terdiri dari beberapa orang anggota yang dipilih dari anggota biasa dan werda Notaris, yang berdedikasi tinggi dan loyal terhadap perkumpulan, berkepribadian baik, arif dan bijaksana, sehingga dapat menjadi panutan bagi anggota dan diangkat oleh kongres untuk masa jabatan yang sama dengan masa jabatan kepengurusan. Dewan Kehormatan berwenang melakukan pemeriksaan atas pelanggaran terhadap Kode Etik dan menjatuhkan sanksi kepada pelanggarannya sesuai dengan kewenangannya dan bertugas untuk: a. melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan anggota dalam menjunjung tinggi Kode Etik; b. memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan Kode Etik yang bersifat internal atau yang tidak mempunyai masyarakat secara langsung; c. memberikan saran dan pendapat kepada majelis pengawas atas dugaan pelanggaran Kode Etik dan Jabatan Notaris. Pengawasanan atas pelaksaanaan Kode Etik dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Pada tingkat pertama oleh Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia dan Dewan Kehormatan Daerah; b. Pada tingkat banding oleh Pengurus Wilayah Ikatan Notaris
HASIL PENELITIAN A. Pengawasan Jabatan Notaris di Indonesia 1. Majelis Pengawas Dengan berlakunya UndangUndang Jabatan Notaris, pengawasan Notaris dilakukan oleh Menteri yang kemudian membentuk Majelis Pengawas yang terdiri atas unsur pemerintah, organisasi Notaris dan ahli akademisi masing-masing sebanyak 3 (tiga) orang. Adapun susunan anggota Majelis Pengawas Notaris tersebut, sebagaimana diatur dalam Pasal 67 ayat (3) UndangUndang Nomor 30 Tahun 2004 adalah sebagai berikut : 1. Birokasi Pemerintah sebanyak 3 ( tiga ) orang; 2. Organisasi Notaris sebanyak 3 ( tiga ) orang; 3. Akademisi sebanyak 3 (tiga) orang ;
55
Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016
Indonesia dan Dewan Kehormatan Wilayah; c. Pada tingkat terakhir oleh Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia dan Dewan Kehormatan Pusat. Dewan Kehormatan Daerah terdiri dari 3 (tiga) orang anggota diantaranya, seorang Ketua, seorang Wakil Ketua, dan seorang Sekretaris. Yang dapat diangkat menjadi anggota Dewan Kehormatan Daerah adalah anggota biasa yang telah menjabat sebagai Notaris sekurangkurangnya 5 (lima) tahun dan anggota luar biasa (mantan Notaris), yang senantiasa mentaati peraturan perkumpulan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, berdedikasi tinggi, berjasa dan loyal serta mempunyai rasa kepedulian yang tinggi kepada konferensi daerah dapat menentukan lain, terutama mengenai komposisi Notaris dan mantan Notaris. 3. Permasalahan Pelaksanaan Pengawasan Notaris 3.1. Majelis Pengawas Tidak Berwenang Menjadi Pelapor Tindak Pidana Mengenai kewenangan Majelis Pengawas (Daerah, Wilayah, dan Pusat ) ini, ada satu kewenangan Majelis Pengawas yang perlu untuk diluruskan sesuai aturan hukum yang berlaku, yaitu atas laporan Majelis Pemeriksa jika menemukan suatu tindak pidana dalam melakukan pemeriksaan terhadap notaris, maka majelis pengawas akan melaporkannya kepada pihak yang berwenang. Substansi Pasal ini telah
menempatkan Majelis Pengawas Notaris sebagai pelapor tindak pidana. Menurut Pasal 1 angka 24 Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) bahwa laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana. Berdasarkan isi Pasal tersebut, bahwa syarat untuk menjadi pelapor, yaitu : 1) Seorang ( satu orang / perseorangan); dan 2) Ada hak dan kewajiban berdasarkan undang-undang. Majelis Pengawas merupakan suatu badan dengan parameter seperti ini dikaitkan dengan Pasal 1 angka 24 KUHAP, bahwa yang dapat menjadi pelapor adalah subjek hukum berupa orang, bukan majelis atau badan . Berkaitan pula dengan keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.01.PW.07.03. Tahun 1982 tentang Pedoman Pelaksanaan KUHAP, dalam Pasal 5 ayat 1 huruf a angka 1 dan Pasal 7 ayat (1) disebutkan bahwa, penyidik dan penyelidik berkewajiban mempunyai wewenang menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana. Substansi Pasal ini menegaskan bahwa penyelidik atau penyidik hanya menerima pengaduan atau laporan dari orang. Dengan demikian tidak tepat Majelis Pengawas bertindak sebagai pelapor tindak pidana, karena Majelis
56
Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016
Pengawas bukan subjek Hukum berupa orang. Ketentuan Pasal 1 angka 24 KUHAP menentukan bahwa hak atau kewajiban melaporkan suatu tindak pidana harus berdasarkan undang-undang, maka dengan demikian Majelis Pengawas tidak mempunyai hak dan kewajiban sebagai pelapor berdasarkan undang-undang. Pelapor harus subjek hukum orang atau perorangan, bukan badan, majelis atau lembaga. Karena terjadi ketidaksinkronan secara vertical antara Pasal 1 angka 24 KUHAP dengan Pasal 32 ayat 1 dan 2 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004, maka kemudian Pasal 32 ayat 1 dan 2 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004, tidak berlaku.
Dengan demikian perlu dikaji kedudukan Majelis Pengawas yang secara fungsional (dalam fungsinya) telah melakukan urusan pemerintahan. Mengenai kedudukan Majelis Pengawas tersebut dapatkah dikategorikan sebagai Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara? Apakah Keputusan Majelis Pengawas yang telah menjatuhkan Sanksi Administratif telah memenuhi ketentuan sebagai Keputusan Tata Usaha Negara ?. Majelis Pengawas dalam menjalankan kewenangannya mengeluarkan putusan yang ditujukan kepada Notaris, baik putusan menjatuhkan sanksi administratif ataupun putusan mengusulkan untuk memberikan sanksi-sanksi tetentu dari MPW kepada MPP ataupun MPP kepada Menteri. Pada dasarnya yang mempunyai wewenang melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap Notaris adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang dalam pelaksanaannya Menteri membentuk Majelis Pengawas Notaris. Menteri sebagai kepala Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintah di bidang hukum dan hak asasi manusia. Dengan demikian kewenangan pengawasan terhadap Notaris ada pada pemerintah, sehingga berkaitan dengan cara pemerintah memperoleh wewenang
3.2. Majelis Pengawas Sebagai Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara Pada dasarnya pengawasan terhadap Notaris dilakukan oleh Menteri (Pasal 67 ayat (1) UUJN) dan dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Majelis Pengawas yang dibentuk oleh Menteri (Pasal 67 ayat (2) UUJN). Menempatkan kedudukan Majelis Pengawas yang melaksanakan tugas pengawasan dari Menteri dapat dianggap sebagai menerima tugas dari Menteri (secara atributif) sebagai pihak yang mempunyai urusan pemerintahan.
57
Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016
pengawasan tersebut Ada 2 (dua) cara utama untuk memperoleh wewenang pemerintah, yaitu Atribusi dan Delegasi. Mandat juga ditempatkan sebagai cara tersendiri untuk memperoleh wewenang, namun apabila dikaitkan dengan gugatan ke pengadilan tata usaha negara, Mandat tidak ditempatkan secara tersendiri karena penerima Mandat tidak bisa menjadi tergugat di pengadilan tata usaha negara. Berdasarkan pengertian tersebut di atas, bahwa wewenang untuk melakukan pengawasan terhadap Notaris secara atributif ada pada Menteri sendiri, yang dibuat, diciptakan dan diperintahkan dalam undang-undang sebagaimana tersebut dalam Pasal 67 ayat (1) UUJN. Kedudukan Menteri sebagai eksekutif (pemerintah) yang menjalankan kekuasaan pemerintah dalam kualifikasi sebagai Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara. Berdasarkan Pasal 67 ayat (2) UUJN Menteri mendelegasikan wewenang pengawasan tersebut kepada suatu badan dengan nama Majelis Pengawas. Majelis Pengawas menurut Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004, adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap Notaris. Dengan demikian Menteri selaku delegans dan Majelis Pengawas selaku delegataris. Majelis Pengawas sebagai delegataris
mempunyai wewenang untuk mengawasi Notaris sepenuhnya, tanpa perlu untuk mengembalikan wewenangnya kepada delegans. Kedudukan Menteri selaku Badan atau Jabatan TUN yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku membawa konsekuensi terhadap Majelis Pengawas, yaitu Majelis Pengawas berkedudukan pula sebagai Badan atau Jabatan TUN, karena menerima delegasi dari badan atau Jabatan yang berkedudukan sebagai Badan atau Jabatan TUN dengan demikian secara kolegial Majelis Pengawas sebagai : a. badan atau Pejabat TUN; b. melaksanakan urusan pemerintahan; c. berdasarkan perundang-undangan yang berlaku, yaitu melakukan pengawasan terhadap Notaris sesuai dengan UUJN. Dalam melakukan pengawasan, pemeriksaan dan penjatuhan sanksi Majelis Pengawas harus berdasarkan kewenangan yang telah ditentukan UUJN sebagai acuan untuk mengambil keputusan, hal ini perlu dipahami karena anggota Majelis Pengawas tidak semua berasal dari Notaris, sehingga tindakan atau keputusan dari Majelis Pengawas harus mencerminkan tindakan suatu Majelis Pengawas sebagai suatu badan, bukan tindakan anggota Majelis Pengawas yang dianggap sebagai tindakan Majelis Pengawas.
58
Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016
Dengan demikian jika Menteri Hukum dan HAM RI yang secara atribusi mempunyai kewenangan Pengawasan yang kemudian didelegasikan kepada Majelis Pengawas, maka Menteri telah memberikan kewenangan kepada Majelis Pengawas Notaris untuk melakukan wewenangnya.
intervensi khusus kasus tertentu. KNB dan BFT memiliki prinsip yang sama yaitu untuk menjadikan profesi notaris sebagai profesi yang terhormat, jujur dan dapat diandalkan. BFT memiliki wewenang dan tanggung jawab yang berbeda dengan KNB, dimana KNB bertugas menetapkan aturan dan memajukan kualitas, sedangka BFT mengawasi kepatuhan (compliance). Alasan Pengawasan oleh BFT Pada tahun 1999, kelompok kerja khusus telah menguji efektivitas dari pengawasan notaris profesi. Kelompok kerja menyimpulkan bahwa ada beberapa hambatan untuk pengawasan yang efektif : - Pengawasan terlalu terpisah-pisah, tidak ada tempat sentral yang menyimpan semua informasi. - Majelis Pengawas terlalu bergantung pada informasi yang diberikan oleh otoritas lainnya. - Pengawasan terlalu terfokus pada tindakan represi, namun sedikit perhatian terhadap kegiatan pencegahan. - Banyaknya Majelis Pengawas menyebabkan kurangnya keseragaman dalam pengawasan. - Banyaknya otoritas yang menangani keluhan sehingga tidak mempunyai keseragaman dalam putusan. Kelompok kerja menyarankan untuk memberlakukan pemeriksaan khusus untuk profesi notaris. Pengawasan harus melalui otoritas nasional yang independen, melakukan fungsi
B.
Implementasi Pengawasan Jabatan Notaris di Negara Belanda 1. Biro Financieel Toezicht (Kantor Pengawasan Keuangan ) Dengan diperkenalkannya Perubahan UU Notaris baru, maka sejak 1 Januari 2013 maka pengawasan seorang notaris menjadi lebih jelas dan seragam di bawah BFT. BFT adalah regulator integral dan tidak hanya akan mengawasi keuangan, tetapi juga kualitas dan integritas. Dalam Undang-Undang lama, tugas ini sebelumnya berada di tangan sembilan belas majelis pengawasan. Dalam menjalankan peran yang baru ini, BFT akan menggunakan perhitungan risiko dalam mengawasi semua kantor notaris. Selain melakukan pengawasan kantor BFT juga juga masih berhubungan dengan peer review dari KNB. Dengan kemitraan antara BFT dan KNB akan memperkuat bentuk pengawasan satu sama lain, dimana dapat bertukar data yang akurat dari kecenderungan umum dalam pelaksanaa tugas notaris dan bila diperlukan adanya
59
Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016
pengawasan kualitas hukum dan integritas profesi notaris. Menteri Kehakiman dan KNB juga tidak melihat pengawasan yang terpisahpisah sebagai solusi terhadap masalah-masalah tersebut di atas. Dalam menanggapi temuan kelompok kerja ini, mereka memberikan kewenangan kepada BFT untuk melakukan pengawasan. BFT singkatan Biro Financieel Toezicht ( Kantor Pengawasan Keuangan ) yang sejak 1 Januari 2013, BFT sudah mulai mengawasi seluruh sistem jaminan kualitas secara terintegrasi. BFT adalah badan pengawas dan mengawasi kepatuhan terhadap hukum dan peraturan oleh petugas pengadilan dan notaris dan sesuai dengan Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme ( Prevention ) Act ( dalam bahasa Belanda : WWFT ) oleh berbagai kelompok profesional. Sehingga BFT memberikan kontribusi dalam kepastian hukum, perlindungan kepentingan keuangan kolektif orang-orang profesional, pengguna jasa, dan integritas sistem keuangan di Belanda. Ketika melaksanakan kegiatan pengawasannya, BFT adalah : - Independen - Transparan - Profesional - Selektif dan efisien - Tegas
1.1.Kerangka Penilaian Standar yang relevan dengan pengawasan ditentukan oleh hukum dan peraturan, peraturan menteri dan (disiplin) yurisprudensi. Standar standar ini adalah kerangka penilaian untuk BFT. 1.2.Area Pengawasan Daerah pengawasan BFT yang berbeda per kelompok profesional. BFT adalah pengawas keuangan di mana petugas pengadilan yang bersangkutan. BFT integral mengawasi hal kenotarisan (termasuk WWFT) BFT juga bertugas mengawasi kepatuhan dengan WWFT, misalnya dari penasihat pajak, akuntan terdaftar, akuntan dan konsultan administrasi, atau profesi lain yang melakukan kegiatan yang hampir sama, seperti kantor administrasi, penasihat pajak, dan penasehat bisnis. 1.3.Pengawasan keuangan petugas pengadilan Pengawasan keuangan petugas pengadilan ditujukan untuk mengamankan kepercayaan masyarakat bahwa dana pihak ketiga dipercayakan kepada petugas pengadilan yang aman dan aman . 1.4.Posisi Informasi BFT Posisi informasi yang baik sangat penting untuk BFT, untuk memungkinkan untuk secara memadai melaksanakan tugas pengawasannya . BFT menggunakan informasi dari petugas pengadilan itu sendiri untuk membangun posisi informasinya. Petugas pengadilan
60
Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016
secara berkala memberikan BFT dengan ( keuangan ) informasi. Pada Penyelidikan Situs
1.7.Pada Penyelidikan Situs Penyelidikan seorang notaris dapat terjadi karena berbagai macam alasan yang berbeda. Jika menurut analisis ada kemungkinan timbul risiko, maka dilakukan penyelidikan, berdasarkan informasi yang dikumpulkan. Setelah itu dibuat laporan sebagai hasil dari penyelidikan . Pelaksanaan BFT dapat mengambil tindakan penegakan hukum. Tujuan dari tindakan hukum di satu sisi adalah untuk memperbaiki perilaku tidak patuh (non-conformant), sementara itu juga memiliki lebih dari karakter korektif . Sejumlah contoh penegakan termasuk percakapan transmissive standar , memaksakan denda atau hukuman atau - dalam kasus pelanggaran standar yang lebih serius mengirimkan keluhan disiplin dengan hakim disiplin (ruang untuk notaryship tersebut ) .
1.5.Sentra Informasi BFT Sentra informasi yang baik adalah sangat penting bagi BFT, untuk memungkinkan pelaksanaan tugas pengawasannya secara memadai. BFT akan mulai dengan menggunakan informasi dari notaris sendiri untuk membangun sentra informasinya. Notaris akan secara berkala memberikan BFT data informasi keuangannya. 1.6.Keahlian BFT dan kerangka hukum BFT memiliki kekuatan dari UU Administrasi Umum (dalam bahasa Belanda: Algemene Wet Bestuursrecht -AWB) yang mewajibkan notaris untuk bekerja sama. Title 5.2 dari AWB berlaku untuk tugas pengawasan. Sehingga BFT memiliki kewenangan untuk itu, misalnya untuk membuat salinan informasi bisnis. BFT juga berwenang untuk memeriksa administrasi keuangan pribadi notaris. AWB juga akan memungkinkan penggunaan informasi dari pihak ketiga untuk dilibatkan dalam pengawasan. Notaris tidak memiliki kewajiban kerahasiaan dengan BFT dan karena itu tidak dapat menggunakan haknya tersebut untuk menolak menjawab pertanyaan BFT.
1.8.Pengawasan kepatuhan terhadap Undang-Undang Pencegahan Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme BFT bertugas mengawasi , misalnya, ( calon ) notaris dan notaris pengganti, pengacara , penasihat pajak , akuntan terdaftar , akuntan dan konsultan administrasi , dan setiap profesional independen lainnya atau bisnis yang melaksanakan kegiatan serupa, seperti kantor administrasi , penasihat pajak, dan hukum dan penasihat bisnis.
61
Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016
Pemantauan kepatuhan WWFT didasarkan pada kebijakan tiga hal: Meningkatkan kesadaran hukum dan peraturan , ( pencucian uang ) risiko dan pentingnya memerangi terorisme dan pencucian uang ( dengan cara publikasi dan presentasi ) ; Merangsang kepatuhan terhadap hukum dan peraturan melalui organisasi profesi dan asosiasi , apakah atau tidak melalui peer review ( pengujian intercollegial ); Pengujian kepatuhan terhadap hukum dan peraturan oleh para profesional tersebut melalui investigasi sendiri terfokus reguler dan risiko.
Kegiatan ini sudah mulai dilakukan sebelum pengenalan Undang-Undang Notaris baru. Sistem kualitas jaminan terdiri dari lima unsur ; Wajib pendidikan pasca – sarjana Survei kepuasan pelanggan - Pengembangan sistem verifikasi antar – persaudaraan - Pengembangan perencanaan karir - Pengenalan buku pegangan pada kualitas dalam rangka untuk - Merangsang pengembangan kualitas pedoman dalam kantor notaris. Buku panduan ini berisi standar kualitas minimum yang berkaitan dengan organisasi kantor, bimbingan klien, pembuatan akta notaris, dan bekerja sama dengan komisi keuangan ( Notariaat Magazine , Januari 2005) .
1.9. Jurisdiksi Penegakan Disiplin Majelis Pengawas (Supervisory Chambers). Jurisdiksi disiplin juga telah diberlakukan untuk notaris junior. Undang-undang Notaris baru menyatakan bahwa notaris dan notaris junior tunduk pada aturan disiplin ketika mereka melakukan pelanggaran terhadap ( Huijgen dan Pleysier , 2001): a. Undang-undang atau peraturan yang terkait Notaris b. Tanggung jawab notaris terhadap klien c. Standar lain yang berasal dari profesi notaris 2.Pengawasan Jaminan Kualitas
PENUTUP A.Kesimpulan 1. Jabatan Notaris Pengaturan tentang pengawasan terhadap Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya adalah Pasal 1 butir 6 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris , dimana yang melakukan tugas pengawasan terhadap Notaris setelah
62
Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016
berlakunya Undang-Undang Jabatan Notaris adalah tugas dari Majelis Pengawas. Selain itu menurut Pasal 67 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang menjadi pengawas untuk mengawasi segala tugas dan jabatan Notaris diatur dalam adalah Menteri yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris. Kode Etik notaris ditetapkan oleh organisasi notaris, seperti tertera dalam UUJN pasal 83, namun dalam Undang-Undang Jabatan Notaris tidak menyebutkan nama suatu organisasi notaris tertentu yang berwenang untuk menetapkan kode etik tersebut. Di Negara Belanda pengaturan tentang pengawasan terhadap notaris terdapat dalam BAB IX pasal 110113 dalam Undang-Undang Notaris Tahun 1999 (Wet op het Notarisambt - WNA). Pada pasal 110 ayat 1 jelas disebutkan bahwa yang berwenang untuk melakukan pengawasan adalah Bureau Financieel Toezicht (Kantor Pengawasan Keuangan). Badan ini adalah badan hukum yang bertanggung jawab dalam mengawasi kepatuhan notaris, notaris pengganti, dan notaris junior, termasuk pengawasan terhadap pelayanan yang diberikan sebagai
notaris, notaris pengganti atau junior notaris. 2.Di Indonesia pelaksanaan tugas pengawasan terhadap notaris dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris dan Dewan Kehormatan merupakan amanat Undang-undang Jabatan Notaris, khususnya Pasal 67 Ayat (1) dan (2) yang menyatakan bahwa menteri berwenang dalam mengawasi notaris dan dalam melaksanakan pengawasannya menteri membentuk majelis pengawas. Pengawasan ditujukan untuk pentaatan terhadap Kode Etik dan ketaatan untuk menjalankan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan. . Pengaturan Organisasi Notaris seperti di Belanda ini lebih jelas dasar hukumnya dan berorientasi pada peningkatan kualitas. Pengaturan ini bisa diadopsi dalam pengaturan hukum Jabatan Notaris di Indonesia, yang akan menghilangkan ketidakjelasan definisi wadah organisasi notaris. Dalam proses adopsi peraturan dalam rangka pembangunan hukum nasional, maka hal ini berkaitan dengan strategi kebijakan dari pembuat hukum. B. Saran 1. Pengawasan oleh badan eksternal seperti yang dilakukan BFT sebaiknya bisa dicontoh dalam pengaturan hukum pengawasan notaris di Indonesia. Apa yang dimuat dalam pengaturan hukum pengawasan Notaris di Belanda
63
Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016
(WNA Tahun 1999) tersebut merupakan refleksi dari perubahan mendasar dalam setiap gerak pembangunan nasional di Belanda, dimana pengawasan notaris dilakukan oleh Kantor Pengawasan Keuangan untuk mematuhi (comply) terhadap Undang-Undang pencegahan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan teroris, karena tugas dan tanggung jawab notaris akan bersinggungan dengan hal-hal ini. 2.Pembahasan RUU UUJN pada saat sekarang diharapkan bisa melakukan perbaikan aturan-aturan yang lebih menyinkronkan aturan, serta lebih efektif dan efisien dalam pelaksanaannya, dengan tetap menjunjung nilai-nilai keadilan dan asas manfaat. Terutama dalam hal kejelasan wadah organisasi notaris sehingga bisa fokus dalam peningkatan keahlian notaris dan peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat. 3. DIperlukan politik hukum pemerintah yang strategis dan visionary untuk menentukan arah perbaikan peraturan Jabatan Notaris pada umumnya, pengawasan pada khususnya.
DAFTAR PUSTAKA A. Buku-buku Adjie, Habib, 2009, Hukum Notaris Indonesia, Bandung:PT Refika Aditama. ----------------, 2009, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia, Bandung:Citra Aditya Bakti. Anshori, Abdul Ghofur, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia, Yogyakarta:UII Press. Budiono, Herlien, 2010, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, Bandung:Citra Aditya Bakti. CPB Netherland Beureau for Economic Policy Analysis 2013, (http://www.cpb.nl), diakses tanggal 1 November 2013. Dewi , Santia, 2011, Panduan Teori & Praktik Notaris, Yogyakarta: Penerbit Dja’is , Mochammad dan RMJ Koosmargono, 2008, Membaca dan Mengerti HIR, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Gutteridge ,H.C., Comparative Law, 1946, An Introduction to the Comparative Method of Legal Study & Research, Cambridge. Kie, Tan Thong, 2007, Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris, Jakarta:Ichtiar Baru Van Hoeve. Koehn, Daryl, 2000, Landasan Etika Profesi, Yogyakarta:Penerbit Kanisius. Koninklijke Notariele Beroepsorganisatie(KNB), 2013,
64
Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016
(http://www.ebnotariaat.nl) diakses tanggal 1 November 2013. Metis Notaries Nederland, 2013, (http://www.metisnotarissen.nl), diakses tanggal 1 November 2013.
Widjojanto, Bambang, 2005, Ceramah: “Etika Profesi Suatu Kajian dan Beberapa Masalah Pokok”. Pendidikan Khusus Profesi Advokat Angkatan I, Depok.
Nico, 2003, Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Yogyakarta : Center for Documentation and Studies of Business Law.
Z.D. Lacle, 2013, (http://www.leidenuniv.nl), Notarieel Ethic Development, diakses tanggal 1 November 2013.
Notodisoerjo ,.R. Soegondo, 1993, Hukum Notariat di Indonesia, PT. Raja Grapindo Persada, Jakarta.
Nicole Kuijpers, Joelle Noailly, Ben Vollaard, , Liberalization of the Ducth Notary Profession, CPB Netherland Beureau for Economic Policy Analysis 2013,The Hague, The Netherlands, 2013, page 13.
Purwadi , Hari, 2000, Pendekatan Baru Dalam Studi Perbandingan Hukum: “Critical Comparative Law” Dan Transplantasi Hukum Di Indonesia, dalam Wajah Hukum di Era Reformasi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Malavet, P.A., The Latin notary, a historical and comparative model, mimeo, Hastings, College of the Law, 1996.
Radjagukguk ,Erman , 2000, Perbandingan Sistem Hukum (Civil Law – Common Law) Jilid I (Kumpulan Kuliah), Fakultas Hukum UI Program Pasca Sarjana.Pustaka Yustisia.
Blokland, P., Testen en toelichting op de wet op het notarisambt, Koningklijke Vermande, Lelystad, The Netherlands, 2001. Jong, R. de, Tussen ambt en vrij beroep. Het notariaat tussen 1842 en 1999, Stichting ter bevordering van de notariele wetenschap, Amsterdam, 2002.
Soekanto , Soerjono dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada. Tobing ,G.H.S. Lumban, 1983, Peraturan Jabatan Notaris, Jakarta:Erlangga.
Voert, M. ter and M. van Ewijk, 2004, Eerste Trendrapportage Notariaat. Toegankelijkheid, continuïteit, kwaliteit en integriteit van het notariaat, WODC, The Hague.
65
Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016
W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta ; Balai Pustaka, 1976), hal. 20. Sujamto, Norma dan Etika Pengawasan, Jakarta : Sinar Grafika, 1989, hlm 18. 29 Sujamto, Norma dan Etika Pengawasan, (Jakarta : Sinar Grafika, 1989), hal 18 .
Huijgen, W.G. and A.J.H. Pleysier, 2001, De wetgeving op het notarisambt, Kluwer, Deventer. Plug, P.J., A.S.E. Dekker, S.E. van der Hurk, B.E. Baarsma and F.A. Felsö, Mededinging versus domeinmonopolie en ministerieplicht. Over de gevolgen van marktwerking in het notariaat, Berenschot/SEO, The Hague, 2003.
Poedjawijatna, Etika Filsafat Tingkath Laku, (Jakarta : Bina Aksara, 1984), hal 6
Sujamto, Aspek Aspek-aspek Pengawasan Di Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 1993), hlm.53.
Anonim, Himpunan Etika Profesi : Berbagai Kode Etik Asosiasi Indonesia, Pustaka. (Yogyakarta : Yustisia, 2006), hal. 123. Keputusan Kongres Ikatan Indonesia (I.N.I) tentang Kode Etik Keputusan Kongres Ikatan Indonesia (I.N.I) tentang Kode Etik
Viktor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Hukum Administrasi Pemerintahan Di Daerah, (Jakarta : Sinar Grafika, 1993), hlm. 233. Sujamto, Beberapa Pengertian Dibidang Pengawasan, (Jakarta :Ghalia Indonesia, 1983). hal 64.
B. Peraturan undangan
Perundang-
UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Undang-Undang Jabatan Notaris, Indonesia.
S. Wojowasito, Kamus Umum Belanda-Indonesia, Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1978, hlm. 428.
Wet op het Notarisambt, Tahun 1999, Belanda.
i
Habib Adjie, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia, Bandung:PT Citra Aditya Bakti, 2009, hlm. 117.
66