PERAN DAN FUNGSI BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BINTAN DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH PADA URUSAN PILIHAN BIDANG PARIWISATA
NASKAH PUBLIKASI
Oleh: DEBI KURNIAWAN NIM. 080565201067
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2016
PERAN DAN FUNGSI BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BINTAN DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH PADA URUSAN PILIHAN BIDANG PARIWISATA DEBI KURNIAWAN OKSEP ADHAYANTO KUSTIAWAN Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas maritim Raja Ali Haji
ABSTRAK Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif kemudian disajikan secara deskriptif yaitu menjelaskan, menguraikan dan menggambarkan permasalahan yang erat kaitannya dengan penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi peran dan fungsi Bappeda Kabupaten Bintan dalam melaksanakan penelitian, perencanaan dan pengembangan pada bidang pariwisata serta mengidentifikasi permasalahan yang masih dihadapi Bappeda Kabupaten Bintan dalam upaya menjalankan peran dan fungsinya secara strategis dan efektif pada bidang pariwisata. Penelitian ini dilaksanakan di Bappeda Kabupaten Bintan. Penulis memperoleh data dengan melakukan wawancara langsung dengan narasumber serta mengambil data dari kepustakaan yang relevan yaitu literatur, buku-buku serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah tersebut. Hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa: (1) Dalam perencanaan pembangunan urusan pilihan bidang pariwisata Kabupaten Bintan mempunyai peran Bappeda ialah sebagai fasilitator SKPD dan memiliki tiga fungsi, yaitu fungsi perencanaan, fungsi koordinasi dan fungsi monitoring; (2) Permasalahan yang menjadi penghambat dalam upaya menjalankan peran dan fungsinya pada bidang pariwisata ialah pada bagian pelaksanaan kegiatan di mana faktor sosial yang menyangkut hak-hak masyarakat dalam pelaksanaan perencanaan; dan (3) Upaya Bappeda Kabupaten Bintan dalam perencanaan pembangunan urusan pilihan bidang pariwisata, yaitu berkoordinasi dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan serta SKPD terkait dan mengevaluasi kegiatan yang dilaksanakan SKPD tersebut dalam rapat monitoring yang dilakukan sekali setiap tiga bulan. Kata kunci: peran, fungsi, perencanaan pembangunan daerah, otonomi daerah bidang pariwisata.
1
ABSTRACT This research uses a qualitative approach is then presented descriptively explain, describe and illustrate the problems closely related to this research. This study aims to identify the role and functions of Regional Development Planning Agency Bintan in conducting research, planning and development in the field of tourism as well as to identify the problems still facing the Regional Development Planning Agency Bintan in efforts to carry out its role and function in a strategic and effective in the field of tourism. This study was conducted in Regional Development Planning Agency Bintan. The author obtained data by conducting direct interviews with sources and retrieve data from the relevant literature is literature, books as well as laws and regulations relating to the issue. The results of the research that has been done, it is concluded that: (1) In the selection of business development planning in tourism Bintan district has BAPPEDA role is as a facilitator SKPD and has three functions, namely the functions of planning, coordination functions and monitoring functions; (2) The problem that become an obstacle in efforts to carry out its role and functions in the field of tourism is on the implementation of activities in which social factors which concern the rights of the community in the implementation of the plan; and (3) Measures Bintan regency Bappeda in development planning affairs selection in tourism, which is coordinated by the Department of Tourism and Culture and related SKPD and evaluate the activities carried out in the meeting SKPD monitoring conducted once every three months. Keywords: role, functions, and regional planning, regional autonomy tourism.
2
itu sendiri. Perkembangan dunia pariwisata telah mengalami berbagai perubahan baik perubahan pola, bentuk, maupun sifat perkembangan itu sendiri. Pariwisata merupakan sektor yang bisa menunjang kemajuan suatu daerah, terutama dengan adanya peraturan mengenai otonomi daerah. Kegiatan ini diberlakukan salah satunya atas dasar karena masyarakat daerah memiliki modal yang dapat diandalkan untuk kemajuan daerahnya, salah satunya adalah melalui kegiatan pariwisata. Peran pariwisata dalam pembangunan secara garis besar berintikan tiga segi yakni segi ekonomis (devisa, pajak-pajak), segi kerjasama antar Negara (persahabatan antarbangsa) dan segi kebudayaan (memperkenalkan kebudayaan kita kepada wisatawan mancanegara). Salah satu dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) bersumber dari sektor Pariwisata. Oleh karena itu objek-objek wisata perlu membutuhkan perhatian khusus dari pihak pemerintah dari sisi pengembangannya yang di mulai dari perencanaan pada sektor pariwisata, selain merupakan kekayaan alam juga sebagai potret daerah yang harus dilestarikan dan dipelihara keberadaannya. Kabupaten Bintan sebelumnya bernama Kabupaten Kepulauan Riau merupakan salah satu Kabupaten di Indonesia yang sudah cukup tua. Usia yang tua merupakan bukti perjalanan sejarah, menyisakan budaya dengan historis yang tinggi sebagai potret daerah pariwisata. Perencanaan pariwisata yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (selanjutnya, Bappeda) Kabupaten Bintan yang diimplementasikan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bintan, Kabupaten Bintan memiliki daerah yang dapat dijadikan potret pariwisata. Adanya potret pariwisata tersebut mendukung pemerintah Kabupaten Bintan untuk mewujudkan daerah kawasan wisata seperti kawasan wisata Lagoi di kecamatan Teluk Sebong, kawasan wisata
A. Pendahuluan Indonesia saat ini sedang melaksanakan proses pembangunan, hal ini mengandung unsur perubahan pada sistem pemerintahan. Perubahan pada sistem pemerintahan yang dalam proses menyelenggarakan pembangunan dengan prinsip sentralistik sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman sehingga dalam penyelenggaraan pembangunan pada dasarnya disesuaikan dengan prinsip desentralisasi yang dianut di Indonesia, yaitu memberikan wewenang penuh dan tanggung jawab kepada badan atau organisasi yang ada di daerah untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Hal ini adalah sesuai dengan jiwa pasal 18 UndangUndang Dasar (selanjutnya, UUD) Tahun 1945 dan dalam Undang-Undang (selanjutnya, UU) Nomor 23 Tahun 2014 pasal 9 ayat 4, pengertian otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Perkembangan dunia pariwisata telah mengalami berbagai perubahan baik perubahan pola, bentuk dan sifat kegiatan, serta dorongan orang untuk melakukan perjalanan. Pariwisata merupakan industri gaya baru yang mampu menyediakan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal kesempatan kerja, pendapatan, taraf hidup dan dalam mengaktifkan sektor lain di dalam negara penerima wisatawan. Kebudayaan merupakan hasil budidaya manusia yang selalu tumbuh dan berkembang. Kebudayaan sudah sejak lama menjadi salah satu garapan dan pembangunan Nasional. Budaya merupakan salah satu bagian aset kepariwisataan yang memiliki corak beraneka ragam di bumi nusantara ini. Dalam dekade ini perkembangan pariwisata sudah sedemikian pesat dan terjadi suatu fenomena yang sangat global dengan melibatkan jutaan manusia baik kalangan pemerintah maupun masyarakat 3
penghujan - kuala sempang di kecamatan Sri Kuala Lobam, kawasan wisata Trikora di kecamatan Gunung Kijang dan, kawasan wisata Sakera di kecamatan Bintan Utara yang tertera pada Peraturan Presiden (selanjutnya, Perpres) Nomor 87 Tahun 2011 tentang rencana tata ruang kawasan Batam, Bintan dan Karimun. Kebijakan kawasan wisata yang diatur dalam Peraturan Daerah (selanjutnya, Perda) Kabupaten Bintan tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (selanjutnya, RTRW) Kabupaten Bintan Nomor 2 Tahun 2012 merupakan langkah yang di tempuh pemerintah Kabupaten Bintan untuk mengembangkan daerah wisata di Kabupaten Bintan. Kebijakan tersebut menyebabkan Kabupaten Bintan dijadikan sebagai dasar awal perencanaan pariwisata. Oakes (2006:14) mengemukakan bahwa pengembangan daerah yang meliputi bangunan-bangunan yang merupakan bagian dari situs dan relik budaya, harus disamakan dengan potensi ekonomi dengan faktor tradisional. Oakes menjelaskan, kebudayaan seringkali berperan penting dalam entrepreneuralisme urban, karena mengubah daerah menjadi mesin pengembang ekonomi dengan menekankan keunikan berdasarkan pada fasilitas dan sumbangan yang dapat di sebut daerah pariwisata. Berdasarkan aspek eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi penanganan kawasan sebagaimana dimaksud dalam Perda Kabupaten Bintan Nomor 2 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Bintan Tahun 2005-2015. Hal tersebut sesuai dengan klasifikasi penataan ruang yang dikemukakan oleh Hermit (2007:82) bahwa nilai kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial merupakan kawasan konservasi pariwisata dengan pengaruh besar terhadap tata ruang di wilayah sekitarnya, kegiatan lain di bidang sejenis/lainnya, dan/atau peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sebagai implikasi dari lahirnya UU
Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional maka perencanaan pembangunan tidak lagi berjalan satu arah tetapi harus memiliki muatan yang dapat memantulkan arus dua arah yang menjadi kekuatan besar untuk mengelola daerah, khususnya dalam mengantisipasi dan mengatasi isu-isu strategis yang berkaitan dengan perkembangan daerah, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Konsekuensi logis dari dikeluarkannya UU Nomor 25 Tahun 2004 tersebut, maka Bappeda Kabupaten Bintan sebagai Lembaga Teknis Daerah di nilai mampu meningkatkan kualitas perencanaan dan memberikan warna perkembangan dan pertumbuhan daerah. Pada Perda Kabupaten Bintan Nomor 2 Tahun 2012, kewenangan perencanaan pembangunan Kabupaten Bintan dimiliki oleh pemerintah Kabupaten Bintan yang dikoordinasikan oleh Bappeda Kabupaten Bintan. Hasil perencanaan pembangunan sebagaimana yang di maksud, dituangkan dalam bentuk rancangan peraturan daerah yang terkoordinasi antara bagian hukum sekretariat Kabupaten Bintan dengan Bappeda Kabupaten Bintan. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bintan memiliki peran penting terhadap perencanaan pembangunan Kabupaten Bintan karena selain menyusun rencana pembangunan, Bappeda juga menjalankan fungsinya. Fungsi tersebut sesuai yang dikemukakan oleh Hermit (2007:93) bahwa salah satu fungsi pemerintah daerah terhadap perencanaan pembangunan yaitu menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan rencana umum dan rencana rinci pembangunan dalam pelaksanaan perencanaan pembangunan di bidang pariwisata daerah. Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka sangat penting dilakukan suatu penelitian, sehingga peneliti memilih judul “Peran dan Fungsi Badan Perencanaan 4
Pembangunan Daerah Kabupaten Bintan Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah Pada Urusan Pilihan Bidang Pariwisata”.
part; one’s task or function. Yang berarti aktor; tugas seseorang. Istilah peran dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia” mempunyai arti pemain sandiwara (film), perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat. Dalam sebuah organisasi, menurut Rivai (2004;147-I48) ada terdapat dua peran yang berbeda yaitu: a. Peran kepemimpinan yaitu mengerjakan hal yang benar. Ini ada hubungannya dengan visi dan arah. b. Peran manajemen yaitu mengerjakan hal secara benar atau pelaksanaan. Sehubungan dengan peran manajemen dapat di lihat dari pendapat Ichak Adizes dalam Thoha (2003;264) “ada empat peran manajemen yang harus dilaksanakan oleh manajer jika organisasi yang dipimpinnya bisa berjalan secara efektif. Empat peran itu ialah memproduksi, melaksanakan, melakukan informasi dan memadukan (integrating). Pada prinsipnya, peran manajemen yang dimaksudkan Adizes tersebut di atas adalah peran yang lazim dilakukan oleh manajer-manajer perusahaan. Selain pendapat Adizes, dapat juga kita lihat pendapat Henry Mintzberg dalam Thoha (2003;264-274) "ada 3 peran utama yang dimainkan oleh setiap orang/manajer dimanapun letak hierarki nya. Dari 3 peran utama ini kemudiaan di perinci menjadi 10 peran yaitu: a. Peran hubungan Antarpribadi (Interpersonal Role) yang terdiri dari: 1. Peran sebagai Figurehead, yakni suatu peran yang dilakukan untuk mewakili organisasi yang dipimpinnya di dalam setiap kesempatan dan persoalan yang timbul secara formal. 2. Peran sebagai pemimpin (Leader), dalam peran ini manajer bertindak sebagai
B. Perumusan Masalah Berkaitan dengan latar belakang masalah yang telah diuraikan tersebut di atas, maka rumusan masalah yang sejalan dengan kerangka penulisan ini adalah “Bagaimanakah peran dan fungsi Bappeda Kabupaten Bintan dalam pelaksanaan otonomi daerah pada urusan pilihan bidang pariwisata?”. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dalam rangka memenuhi syarat penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut: a. Mengidentifikasi peran dan fungsi Bappeda Kabupaten Bintan dalam melaksanakan penelitian, perencanaan dan pengembangan pada bidang pariwisata. b. Mengidentifikasi permasalahan yang masih dihadapi Bappeda Kabupaten Bintan dalam upaya menjalankan peran dan fungsinya secara strategis dan efektif pada bidang pariwisata. D. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Dapat dijadikan tambahan kajian ilmu pada konsentrasi ilmu pemerintahan. b. Sebagai masukan bagi pemerintah Kabupaten Bintan, khususnya perencanaan bidang pariwisata guna efisiensi kebijakan perencanaan pada masa yang akan datang. c. Menjadi kontribusi penulis dalam memberikan kajian penelitian sesuai bidang konsentrasi peneliti tekuni. E. Kerangka Teoritis 1. Peran Kata “peran” atau “role” dalam kamus oxford dictionary diartikan: Actor’s 5
b.
c.
pemimpin. 3. Peran sebagai pejabat perantara (Liaison Manager) di sini manajer melakukan peran yang berinteraksi dengan teman sejawat, staf dan orang-orang lain yang berada di luar organisasinya, untuk mendapatkan informasi. Peran yang berhubungan dengan Informasi (Informational Role), yang terdiri dari: 1 Sebagai monitor, peran ini mengidentifikasikan seorang manajer sebagai penerima dan pengumpul informasi, agar ia mampu untuk mengembangkan suatu pengertian yang baik bagi organisasi yang dipimpinnya dan mempunyai pemahaman yang komplit tentang lingkungannya. 2 Sebagai Disseminator, peran ini melibatkan manajer untuk menangani proses transmisi dari informasiinformasi ke dalam organisasi yang dipimpinnya. 3. Sebagai juru bicara (Spokesman), peran ini dimainkan manajer untuk penyampaian informasi keluar lingkungan organisasinya. Peran Pembuat Keputusan (Decisional Role), terdiri dari: 1. Peran sebagai Entrepreneur, dalam peran ini manajer bertindak sebagai pemrakarsa dan perancang dari banyak perubahanperubahan yang terkendali dalam organisasinya. 2 Peran sebagai penghalau gangguan (Disturbance Handler), peran ini
membawa mmanajer untuk bertanggung jawab terhadap organisasi ketika organisasinya terancam bahaya, misalnya akan dibubarkan, terkena gosip, isu-isu kurang baik dan lain sebagainya. 3. Peran sebagai pembagi sumber (Resource Allocator), membagi sumber dana adalah suatu proses pembuatan keputusan. Di sini manajer di minta memainkan peran untuk memutuskan ke mana sumber dana akan didistribusikan ke bagianbagian organisasinya. 4. Peran sebagai negosiator, peran ini meminta kepada manajer untuk aktif berpartisipasi dalam arena negosiasi". Ketika istilah peran digunakan dalam lingkungan pekerjaan, maka seseorang yang diberi (atau mendapatkan) sesuatu posisi, juga diharapkan menjalankan perannya sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pekerjaan tersebut. Karena itulah ada yang disebut dengan role expectation. Harapan mengenai peran seseorang dalam posisinya, dapat dibedakan atas harapan dari si pemberi tugas dan harapan dari orang yang menerima manfaat dari pekerjaan/posisi tersebut. Peran sebagai suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki suatu karakteristik (posisi) dalam struktur sosial. Soejono Soekamto (2009;212) berpendapat bahwa peran merupakan aspek dinamis dari peran dan fungsi. Menurut pendapatnya lebih lanjut menjelaskan apabila seseorang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peran berdasarkan fungsinya yang sudah direncanakan dalam suatu program rencana 6
tindak kepemimpinan. Levinson dalam Soekamto (2009;213) menyatakan peran mencakup tiga hal yaitu: a. Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peran dalam arti ini merupakan rangkaian peraturanperaturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat. b. Peran merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat organisasi. c. Peran dapat dikatakan juga sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa seseorang yang memiliki suatu posisi tertentu, maka dia harus memahami apa-apa saja yang harus dilakukan dan yang tidak semestinya dilakukan dalam menjalankan fungsinya dalam posisi tersebut sebagai bentuk dari tanggungjawabnya. Ketika orang tersebut mampu menjalankan fungsi dan tanggungjawabnya yang seharusnya berarti orang tersebut telah menjalankan perannya.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah menurut PP Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah pasal 6, dijelaskan bahwa Bappeda merupakan suatu unsur perencana dalam proses penyelenggaraan pemerintahan daerah dan bertanggung jawab terhadap kepala daerah melalui sekretaris daerah. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bintan mempunyai fungsi sesuai dengan Rencana Strategis (Renstra) dan Pola Dasar (Poldas) pembangunan “Kabupaten Bintan sebagai daerah agribisnis, pariwisata dan industri yang berwawasan lingkungan serta religius pada tahun 2005 melalui pemberdayaan masyarakat dan pelayanan prima, yaitu: a. Penyusunan Rencana Strategis dan kebijakan pengembangan daerah, termasuk sumber-sumber dan rencana pembiayaannya. b. Penyusunan Rencana Kerja tindak lanjut sebagai penjabaran Rencana Strategis dalam bentuk program tahunan yang tertuang dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. c. Melakukan pengkajian dan penelitian terapan untuk memperoleh data dan informasi aktual sebagai salah satu dasar penyusunan rencana kerja tindak lanjut. d. Melakukan pemantauan dan penilaian atas pelaksanaan program-program pembangunan tahunan dan pencapaian visi, misi dan rencana strategis. e. Mengembangkan sistem perencanaan yang berbasis pada peningkatan peran serta masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas serta demokratisasi perencanaan. Menurut Donner fungsi pemerintahan di bagi menjadi dua bagian yaitu: a. Fungsi politik (membuat peraturan). b. Fungsi administrasi (pelaksanaan
2. Fungsi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengukuhkan legitimasi formal bagi institusi perencanaan di daerah (Bappeda) yang merupakan salah satu sarana penting untuk mewujudkan sistem perencanaan yang efektif dan bertanggungjawab. Hal tersebut membuat salah satu konsekuensi logis dari dikeluarkannya UU Nomor 25 Tahun 2004 adalah Bappeda Kabupaten Bintan sebagai Lembaga Teknis Daerah yang mempunyai tugas pokok dan fungsi mengembangkan perencanaan Kabupaten Bintan harus mampu meningkatkan kualitas perencanaan dan memberikan warna perkembangan dan pertumbuhan kota. 7
peraturan). Fungsi ini merupakan fungsi utama bagi pemerintah dalam artian bahwa pemerintah sebagai eksekutif. Menurut Ryaas Rasyid dalam Ndraha (2005;58) menjelaskan bahwa "ada tiga fungsi hakiki pemerintahan yaitu pelayanan, pemberdayaan dan pembangunan. Beranjak dari ketentuan itu, orang mernbedakan pemerintah dengan pembangunan dan pembinaan masyarakat". Sedangkan Ndraha menyanggah pendapat tersebut dan menyatakan bahwa: ”Fungsi pembangunan itu tidaklah hakiki sebagai ikut di dunia ketiga. Disarnping itu, pembangunan sebagai fungsi pemerintahan di Negara berkembang jumlah sesungguhnya diharapkan hanya sementara tidak untuk selamanya. Jadi pada prinsipnya, pembangunan bukan fungsi pemerintahan, tetapi fungsi ekonomi". Lebih lanjut tentang fungsi pemerintahan, Ndraha (2005;57) juga menambahkan bahwa: "Berdasarkan definisi pertama fungsi adalah apa saja kegiatan pemerintah. Jadi pemerintahan adalah kegiatan pemerintah. Pemerintah dianggap given dan kegiatan itulah pemerintahan. Definisi ini yang di anut oleh birokrasi pemerintah. Di dalam susunan dan tata kerja organisasi, tugas pokok dulu baru fungsi. Menurut Definisi yamg menunjukkan maksud yang menjadikan dasar alasan pengadaan (adanya) lembaga yang disebut pemerintah sebagai alat yang dianggap tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan menganut dan menganut definisi kedua". Pendapat Ndraha yang berbeda dengan Ryaas Rasyid tentang fungsi pembangunan yang di anggap sebagai fungsi ekonomi, bukan fungsi hakiki
pemerintahan sesungguhnya memiliki beberapa alasan. Pertama, karena pembangunan itu merupakan upaya peningkatan nilai sumber daya, yang dianggap Ndraha adalah masuk pada Sub Kultur Ekonomi (SKE). Tidak hanya pemerintah yang mempunyai kewajiban menjalankan fungsi pembangunan tersebut, tetapi juga menjadi tanggungiawab sosial warga negaranya yang terwakili melalui sektor-sektor swasta yang berkembang. Sebagaimana pemerintah hanya bersifat mengontrol. Kedua, seusai perang dunia kedua, lahir sejumlah negara baru yang masyarakatnya belum mampu membangun diri sendiri, struktur ekonominya belum kokoh sementara pemerintah memiliki sumber daya dan teknologi yang relatif yang belum memadai. Itulah sebab pemerintah negara seperti itu mempelopori pembangunan, namun sementara selama SKE nya belum berdaya. 3. Otonomi Daerah Pada Urusan Pilihan Bidang Pariwisata Otonomi Daerah menurut Kamus Baru Bahasa Indonesia mempunyai arti lingkungan pemerintah (Kamus Bahasa Indonesia;22), pengertian tersebut dapat diartikan sebagai hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sedangkan menurut UndangUndang Otonomi Daerah sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 pasal 9 ayat 4 memberikan pengertian bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Kebebasan yang terbatas atau kemandirian tersebut adalah wujud kesempatan pemberian yang harus dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, hak dan kewajiban serta kebebasan bagi daerah untuk menyelenggarakan urusan8
urusannya sepanjang sanggup untuk melakukannya dan penekanannya lebih bersifat otonomi yang luas. Sedangkan menurut Suparmoko (2002;61) mengartikan otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Sesuai dengan penjelasan UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014, bahwa klasifikasi urusan pemerintahan terbagi tiga, yaitu: a. Urusan pemerintah absolut adalah urusan pemerintah yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat, yang mengatur urusan pertahanan, keamanan, agama yustisi, politik luar negeri serta moneter dan fiskal. b. Urusan pemerintah konkuren adalah urusan pemerintahan yang di bagi antara pemerintah pusat dan daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota, yang mengatur urusan wajib dan pilihan. Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke daerah menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah. c. Urusan pemerintah umum adalah urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan presiden sebagai kepala pemerintahan, yang mengatur Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, kesatuan bangsa, ketertiban, dan lain-lain. Urusan pemerintahan konkuren yang mengatur urusan wajib terbagi menjadi dua yaitu pertama, pelayanan dasar yang terdiri dari 6 urusan: pendidikan, kesehatan, PU dan PR, sosial, perumahan rakyat dan kawasan pemukiman dan ketentraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat. Kedua, non pelayanan dasar yang terdiri dari 18 urusan: tenaga kerja, PP dan PA, pangan, pertanahan, lingkungan hidup, administrasi kependudukan dan pencatatan sipil, PMD,
pengendalian penduduk dan KB, perhubungan, kominfo, koperasi dan UKM, penanaman modal, kepemudaan dan olahraga, statistik, persandian, kebudayaan, perpustakaan dan arsip. Urusan pemerintahan konkuren yang mengatur urusan pilihan adalah urusan yang mengatur potensi, penyerapan kerja dan pemanfaatan lahan, seperti kelautan dan perikanan, pariwisata, pertanian, kehutanan, energi dan sumber daya mineral, perdagangan, perindustrian dan transmigrasi. Untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan terdapat 3 tugas, yaitu: a. Desentralisasi. b. Dekonsentrasi. c. Tugas Pembantuan. Secara etimologis pariwisata berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari dua kata yaitu “Pari” dan “Wisata”. Pari berarti berulang-ulang, berkali-kali atau berputarputar, sedangkan Wisata berarti perjalanan atau bepergian, jadi pariwisata berarti perjalanan yang dilakukan secara berputarputar, berulang-ulang atau berkali-kali. Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat lain dengan maksud bukan untuk berusaha (business) atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna bertamasya dan rekreasi untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam. UndangUndang Nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan, Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan di dukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah. Pariwisata adalah suatu kegiatan kemanusiaan berupa hubungan antarorang baik dari negara yang sama atau antarnegara atau hanya dari daerah geografis yang terbatas. Didalamnya termasuk tinggal 9
untuk sementara waktu di daerah lain atau negara lain atau benua lain untuk memenuhi berbagai kebutuhan kecuali kegiatan untuk memperoleh penghasilan, meskipun pada perkembangan selanjutnya batasan “memperoleh penghasilan” masih kabur. The Association Internationale des Experts Scientifique du Tourisme (AIEST) mendefenisikan pariwisata sebagai keseluruhan hubungan dan fenomena yang timbul akibat perjalanan dan pertinggalan (stay) para pendatang, namun yang di maksud pertinggalan bukan berarti untuk bermukim tetap. Menurut Kurt Morgenroth, pariwisata dalam arti sempit adalah lalulintas orang-orang yang meninggalkan tempat kediamannya untuk sementara waktu, untuk berpesiar di tempat lain semata-mata sebagai konsumen dari buah hasil perekonomian dan kebudayaan, guna memenuhi kebutuhan hidup dan budayanya atau keinginan yang beraneka ragam dari pribadinya. Pengertian pariwisata adalah kegiatan perjalanan seseorang ke dan tinggal di tempat lain di luar lingkungan tempat tinggalnya untuk waktu kurang dari satu tahun terus-menerus, dengan maksud bersenang-senang, berniaga dan keperluankeperluan lainnya. Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan di atas dapat diambil suatu pengertian pariwisata yaitu suatu kegiatan yang melibatkan orangorang yang melakukan perjalanan dengan tujuan untuk mendapatkan kenikmatan dan memenuhi hasrat ingin mengetahui sesuatu dalam kurun waktu tertentu dan bukan mencari nafkah. Kepariwisataan adalah fenomena politik, sosial, ekonomi, budaya dan fisik yang muncul sebagai wujud kebutuhan manusia dan negara serta interaksi antara wisatawan dengan masyarakat tuan rumah, sesama wisatawan, pemerintah dan pengusaha berbagai jenis barang dan jasa yang diperlukan oleh wisatawan. Menurut UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan, menyebutkan bahwa
kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidsiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat. Batasan yang lebih bersifat teknis yang merupakan bapaknya ilmu pariwisata yang terkenal, di mana batasan yang diberikannnya berbunyi sebagai berikut: "Kepariwisataan adalah keseluruhan daripada gejala-gejala yang ditimbulkan oleh perjalanan dan pendalaman orangorang asing serta penyediaan tempat tinggal sementara, asalkan pendalaman itu tidak tinggal menetap dan tidak memperoleh penghasilan dari aktivitas yang bersifat sementara itu”. Suatu perjalanan di anggap sebagai perjalanan wisata jika bersifat sementara, bersifat sukarela (voluntary) dalam arti tidak terjadi paksaan dan tidak bekerja yang menghasilkan upah atau bayaran. F. Konsep Operasional Untuk mencapai realitas dalam hasil penelitian secara empiris, maka sejumlah konsep yang masih abstrak perlu dioperasionalkan agar benar-benar menyentuh fenomena yang akan di teliti. Konsep-konsep yang dioperasionalkan tersebut perlu dilakukan guna rnempermudah dalam proses pemberian nilai/skor atas konsep-konsep dari masingmasing indikator. Dalam hal ini, dapat kita lihat dari konsep dan indikatornya sebagai berikut: a. Peran Bappeda Peran Bappeda adalah keterlibatan secara aktif dalam proses pembangunan sebagai peneliti, perencana dan pengembangan di bidang sarana dan prasarana dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah baik secara kultural maupuin struktural dalam membantu Kepala Daerah yang dalam pengerjaannya merupakan bagian dari program untuk mengerjakan suatu tugas tertentu yang menghasilkan suatu nilai untuk 10
dikembalikan ke program pemanggil dan letaknya dipisahkan dari bagian program yang menggunakannya dan tetap berkoordinasi dengan elemen-elemen pendukung pembangunan lainnya baik pemerintah maupun swasta.
penanaman modal, kepemudaan dan olahraga, statistik, persandian, kebudayaan, perpustakaan dan arsip. Urusan pemerintahan konkuren yang mengatur urusan pilihan adalah urusan yang mengatur potensi, penyerapan kerja dan pemanfaatan lahan, seperti kelautan dan perikanan, pariwisata, pertanian, kehutanan, energi dan sumber daya mineral, perdagangan, perindustrian dan transmigrasi. Pariwisata/kepariwisataan adalah suatu kegiatan perjalanan seseorang yang melibatkan orang-orang dengan tujuan untuk mendapatkan kenikmatan dan memenuhi hasrat ingin mengetahui sesuatu dalam kurun waktu tertentu dan bukan mencari nafkah yang dapat menimbulkan fenomena politik-sosial-ekonomi-budayafisik sebagai wujud kebutuhan manusia dan negara serta interaksi antara wisatawan dengan masyarakat tuan rumah, sesama wisatawan, pemerintah dan pengusaha berbagai jenis barang dan jasa yang diperlukan. Di mana pariwisata/kepariwisataan tersebut dapat di lihat dari indikator yang dikemukakan bapaknya ilmu pariwisata yang terkenal, di mana batasan yang diberikannnya berbunyi sebagai berikut: "Kepariwisataan adalah keseluruhan daripada gejala-gejala yang ditimbulkan oleh perjalanan dan pendalaman orangorang asing serta penyediaan tempat tinggal sementara, asalkan pendalaman itu tidak tinggal menetap dan tidak memperoleh penghasilan dari aktivitas yang bersifat sementara itu”.
b. Fungsi Bappeda Fungsi Bappeda merupakan aspek dinamis yang menjelaskan apabila seseorang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu kegiatan berdasarkan fungsinya yang sudah direncanakan dalam suatu program rencana tindak kepemimpinan. c.
Bappeda dalam Otonomi Daerah Pada Urusan Pilihan Bidang Pariwisata Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Di mana otonomi daerah tersebut dapat di lihat dari indikator, yaitu urusan pemerintah konkuren yang merupakan urusan pemerintahan yang di bagi antara pemerintah pusat dan daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota, yang mengatur urusan wajib dan pilihan serta menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah apabila urusan tersebut diserahkan ke daerah. Urusan pemerintahan konkuren yang mengatur urusan wajib terbagi menjadi dua yaitu pertama, pelayanan dasar yang terdiri dari 6 urusan: pendidikan, kesehatan, PU dan PR, sosial, perumahan rakyat dan kawasan pemukiman dan ketentraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat.. Kedua, non pelayanan dasar yang terdiri dari 18 urusan: tenaga kerja, PP dan PA, pangan, pertanahan, lingkungan hidup, administrasi kependudukan dan pencatatan sipil, PMD, pengendalian penduduk dan KB, perhubungan, kominfo, koperasi dan UKM,
G. Metode Penelitian 1. Lokasi penelitian Adapun lokasi penelitian ini dilakukan pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bintan yang terletak di Jalan Jend. Ahmad Yani Km. 5 Tanjungpinang, Telepon 29647, Fax (0771) 29646, Tanjungpinang Kepulauan Riau. Diambilnya Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dikarenakan Badan 11
Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bintan yang merencanakan sengketa perencanaan dan pembangunan di Kabupaten Bintan, pada kenyataannya sejak di bentuk sampai sekarang terdapat fenomena-fenomena berkaitan dengan peran dan fungsinya.
wawancara langsung dengan pihak yang berkompeten yaitu Kepala Dinas Bappeda Kabupaten Bintan. 4. Teknik Analisis Data Keseluruhan data yang di peroleh baik data primer maupun data sekunder, di olah lalu di analisis secara kualitatif kemudian disajikan secara deskriptif yaitu menjelaskan, menguraikan dan menggambarkan permasalahan yang erat kaitannya dengan penelitian ini.
2. Jenis dan Sumber Data Jenis penelitian adalah deskriptif yang menjelaskan peran dan fungsi Bappeda Kabupaten Bintan dalam pelaksanaan otonomi daerah pada urusan pilihan bidang pariwisata, dengan sumber data sebagai berikut: a. Data Primer Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari responden yang di wawancara. Responden merupakan pihak-pihak yang berkompeten terkait penelitian ini. b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh berdasarkan studi dokumen yang di himpun dari aturan perundang-undangan, bukubuku, arsip atau data Rencana Strategi Bappeda Kabupaten Bintan 2010-2015 dan Pola Dasar Pembangunan Kabupaten Bintan, Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor 2 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Bintan dan bahan atau sumber lain yang menjadi faktor penunjang dalam penelitian ini.
H. Peran dan Fungsi Bappeda Kabupaten Bintan Dalam Melaksanakan Penelitian, Perencanaan dan Pengembangan Otonomi Daerah Pada Bidang Pariwisata Agar dalam melaksanakan penelitian, perencanaan dan pengembangan yang telah di buat sesuai dengan yang akan dilakukan, Bappeda memiliki peran dan fungsi dalam perencanaan pembangunan, sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Bupati Bintan Nomor 04 Tahun 2009 tentang Uraian Tugas Sekretariat, Bidang, Sub Bidang dan Sub Bagian pada lembaga teknis daerah Kabupaten Bintan. Perencanaan urusan pilihan bidang pariwisata yang diimplementasikan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudaayan Kabupaten Bintan dalam Peraturan Bupati Bintan Nomor 04 Tahun 2009 tentang Uraian Tugas Sekretariat, Bidang, Sub Bidang dan Sub Bagian pada lembaga teknis daerah Kabupaten Bintan pada Badan Perencana Pembangunan Daerah Kabupaten Bintan, yaitu Bappeda mempunyai peran menyusun rencana kerja dan mengkoordinasikan penyusunan perencanaan bidang pariwisata yang meliputi pekerjaan umum terdiri dari bina marga, pengairan, cipta karya, tata ruang, lingkungan hidup, perhubungan, komunikasi dan informatika serta pelayanan. Berikut ini akan dapat kita ketahui jawaban responden tentang peran yang dapat di lihat dari beberapa pengukuran
3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Studi dokumentasi, yaitu pengumpulan data melalui dokumen-dokumen tertulis, laporan-laporan, kajian-kajian ilmiah, serta peraturan perundangundangan yang erat kaitannya dengan penelitian ini. b. Wawancara, yaitu mengadakan 12
yaitu: a. Hubungan Antarpribadi (Interpersonal Role). b. Hubungan dengan Informasi (Informational Role). c. Pembuat Keputusan (Decisional Role). Dari indikator di atas dapat di lihat jawaban dari responden sebagai berikut: a. Hubungan Antar pribadi (Interpersonal Role) Hubungan antar pribadi (Interpersonal Role), merupakan peran yang harus dijalankan oleh Bappeda dalam pelaksanaan Otonomi Daerah. Peran hubungan antar pribadi (Interpersonal Role) dapat dilihat dari: 1. Peran sebagai Figurhead Peran sebagai Figurhead yaitu mekanisme baku yang digunakan Bappeda dalam memecahkan masalah secara fomal. Berikut ini akan dapat kita ketahui jawaban terhadap peran sebagai Figurhead, sebagai berikut: “MS: Peran Bappeda dalam memecahkan masalah yang timbul secara formal yaitu Bappeda merupakan koordinator sekaligus fasilitator yang membawahi SKPD dalam memecahkan permasalahan Bappeda bertindak dalam mengkordinasi dan memfasilitasi apapun yang dihadapi. Bappeda berperan dalam menyusun perencanaan untuk mengatasi masalah pembangunan yang ada maupun mengantisipasi permasalahan yang mungkin akan terjadi dan menunjuk pada peraturan-peraturan serta melakukan yang sesuai dengan kebutuhan tingkat masalah yang di hadapi”.
(Hasil wawancara, tanggal 24 Agustus 2015). Dari jawaban di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa peran Bappeda yaitu Bappeda bertindak sebagai koordinator sekaligus fasilitator yang membawahi SKPD dalam memecahkan masalah dan melakukan penyelesaian masalah sesui dengan kebutuhan tingkat masalah yang dihadapi. 2. Peran sebagai pemimpin (leader). Bagaimana peran Bappeda yang bertindak sebagai pemimpin dalam perencanaan pembangunan di Kabupaten Bintan. Jawaban responden adalah sebagai berikut: ”MS: Bagaimana peran Bappeda yang bertindak sebagai pemimpin dalam perencanaan pembangunan bidang pariwisata di Kabupaten Bintan yaitu Bappeda adalah sebagai titik asistensi kepada SKPD dan menyusun perencanaan pembangunan bidang pariwisata. Bertindak sebagai fungsi fasilitator pada perencanaan dan berfungsi sebagai elemen untuk membantu merumuskan agar dengan anggaran terbatas dapat melakukan kegiatan RPJMD” (Hasil wawancara, tanggal 24 Agustus 2015). Dari jawaban di atas, dapat di tarik kesimpulan bahwa Bappeda adalah sebagai titik asistensi yang memfasilitasi SKPD dalam menyusun anggaran perencanaan pembangunan bidang pariwisata Kabupaten Bintan sehingga dengan anggaran terbatas dapat melakukan kegiatan RPJMD. 3. Peran sebagai pejabat perantara (liaison manager) 13
Bagaimana peran Bappeda urusan pariwisata dalam memberikan informasi. Menurut responden diperoleh jawaban sebagai berikut: ”MS: Peran Bappeda urusan pariwisata dalam memberikan informasi yaitu Bappeda menyediakan datadata dari segala aspek media khususnya urusan pariwisata Kabupaten Bintan yang merupakan hasil dari pelaksanaan kegiatan yang dilakukan SKPD terkait”. (Hasil wawancara, tanggal 24 Agustus 2015). Dari jawaban di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa Bappeda dalam menyediakan informasi yaitu di segala aspek media seperti buku atau website yang disediakan atau bisa langsung meminta data di berbagai bidang masing-masing kewenangan.
Bintan, Bappeda mensinkronisasi kebutuhan masyarakat, program dari pusat dan politisinya yang dituangkan dokumendokumen perencanaan. Bappeda dalam membuat rancangan perencanaan pembangunan urusan pilihan bidang pariwisata di Kabupaten Bintan harus mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bappeda harus bisa melihat apa saja yang menjadi kebutuhan di daerahnya dan juga harus disesuaikan dengan anggaran yang dimiliki oleh daerah itu sendiri”. (Hasil wawancara, tanggal 24 Agustus 2015). Dari jawaban responden di atas, dapat di tarik kesimpulan bahwa apa yang dilakukan atau dilaksanakan Bappeda Kabupaten Bintan dalam peran sebagai monitor di mana peran ini mengidentifikasikan Bappeda Bintan sebagai penerima dan pengumpul informasi khususnya urusan pariwisata. Mampu untuk mengembangkan suatu pengertian yang baik bagi organisasi yang dipimpinnya, dan mempunyai pemahaman yang komplit tentang lingkungannya. Dapat di tarik kesimpulan bahwa Bappeda Kabupaten Bintan telah melaksanakan tugasnya dengan baik karena telah melakukan terlebih dulu apa saja yang menjadi kebutuhan di daerah sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku. 2. Sebagai Disseminator. Peran ini melibatkan Bappeda Kabupaten Bintan untuk menangani proses transmisi dari informasi-informasi yang ada pada
b. Peran berhubungan dengan Informasi (Informational Role). Peran yang berhubungan dengan informasi dapat di lihat dari beberapa indikator diantaranya: 1. Sebagai monitor. Peran sebagai monitor ini mengidentifikasikan Bappeda sebagai penerima dan pengumpul informasi, agar ia mampu untuk mengembangkan suatu pengertian yang baik bagi organisasi yang dipimpinnya dan mempunyai pemahaman yang komplit tentang lingkungannya. Jawaban responden terhadap indikator ini adalah sebagai berikut: ”MS: Mengatakan di mana peran Bappeda dalam membuat rancangan perencanaan pembangunan urusan pilihan bidang pariwisata di Kabupaten 14
urusan pilihan bidang pariwisata. Berikut ini akan dapat kita ketahui jawaban responden terhadap peran sebagai Disseminator, sebagai berikut: ”MS: Dalam hal ini Bappeda bersama dengan SKPD terkait yang menangani isu publik tentang pariwisata, dilakukan dengan cara bottom up yaitu dengan musyawarah, survey langsung ke lapangan dan lain-lain. Bappeda akan berkoordinasi dengan SKPD terkait yang berkenaan dengan isu publik untuk mengklarifikasi dan mencari solusi yang dibutuhkan. Bappeda tidak hanya mencari solusi dalam memcahkan masalah yang ada tetapi juga dicari apa yang menjadi dasar awal dari terjadinya permasalahan tersebut”. (Hasil wawancara, tanggal 24 Agustus 2015). Dari jawaban responden diatas dapat di tarik kesimpulan bahwa Bappeda dalam menjalankan perannya sebagai Disseminator, yaitu Bappeda untuk menangani proses transmisi dari informasiinformasi urusan pariwisata yang ada harus lebih aktif lagi dan tidak hanya mencari solusi dari masalah yang terjadi pada urusan pariwisata tetapi juga dengan mencari apa yang menjadi penyebab dari terjadinya masalah tersebut. 3. Sebagai juru bicara (spokesman). Peran ini dimainkan Bappeda Bintan untuk penyampaian informasi keluar lingkungan organisasinya. Berikut ini dapat kita ketahui jawaban responden terhadap peran sebagai juru bicara, sebagai berikut:
”MS: Dalam melaksanakan tugas sebagai juru bicara Bappeda Kabupaten Bintan memanfaatkan media cetak, radio, media masa, brosur serta forum diskusi dalam penyampaian informasi keluar lingkungan organisasinya. Bappeda juga melakukan upaya-upaya lain seperti melakukan pendekatan informal dan formal dalam setiap pertemuan” (Hasil wawancara, tanggal 24 Agustus 2015). Dari jawaban responden di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa Bappeda dalam menjalankan perannya sebagai juru bicara telah memanfatkan media yang ada dalam menyampaikan informasi keluar organisasi. c.
15
Peran dalam Pembuat Keputusan (Decisional Role). Untuk lebih jelas peran dari masing-masing indikator yang ada dalam dimensi yang berhubungan dengan pembuatan keputusan dapat kita lihat jawaban responden dari indikator yang ada: 1. Peran sebagai entrepreneur. Dalam peran ini Bappeda bertindak sebagai pemrakarsa dan perancang dari banyak perubahanperubahan yang terkendali dalam organisasinya. Berikut ini dapat kita ketahui jawaban responden terhadap peran sebagai entrepreneur, sebagai berikut: “MS: Apa yang di lakukan Bappeda untuk meningkatkan pembangunan di Kabupaten Bintan pada urusan pilihan bidang pariwisata. Yang harus di lakukan Bappeda adalah menyusun perencanaan pembangunan yang baik
”MS: Apa yang harus dilakukan Bappeda pada urusan bidang pariwisata ketika mendapatkan isu yang kurang baik terhadap organisasi internal di dalam Bappeda. Yang harus dilakukan Bappeda yaitu mempelajari isu tersebut kemudian melakukan intropeksi dan melakukan langkah-langkah perbaikan. Ketika mendengar isu yang kurang baik pada urusan pilihan bidang pariwisata yaitu melakukan dua hal diantaranya: pertama usaha prifentif, kedua melakukan rapat internal yang bersifat insidentil. Bappeda juga harus melakukan evaluasi secara internal terkait dengan isu yang berkembang. (Hasil wawancara, tanggal 24 Agustus 2015).
berdasarkan aspirasi masyarakat dengan tetap mengacu pada kebijakankebijakan serta peraturan perundang-undangan Kabupaten Bintan. Bappeda dalam meningkatkan pembangunan yaitu menyusun dokumen perencanaan pembangunan daerah serta melakukan kajian evaluasi perencanaan. Bappeda harus mensurvei antara layak atau tidak layaknya suatu pembangunan atau sebagai sifat monitoring yang bersifat fisik maupun non fisik. (Hasil wawancara, tanggal 24 Agustus 2015). Dari jawaban responden di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa dalam meningkatkan pembangunan pada urusan pilihan bidang pariwisata, Bappeda melakukan survei atau memonitoring antara layak atau tidakkah suatu pembangunan yang bersifat fisik maupun non fisik sehingga Bappeda dapat menyusun perencanaaan pembangunan yang baik berdasarkan kebutuhan serta aspirasi masyarakat dengan mengacu peraturan serta kebujakankebijakan yang ada. 2. Peran sebagai penghalau gangguan (disturbande handler). Peran ini membawa Bappeda untuk bertanggung jawab terhadap organisasi ketika organisasinya terancam bahaya, misalnya: akan dibubarkan, terkena gosip, isu-isu kurang baik, dan lain sebagainya. Berikut ini akan dapat kita ketahui jawaban responden terhadap peran sebagai penghalau gangguan sebagai berikut:
Dari jawaban responden di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa dalam mendapatkan isu yang kurang baik terhadap organisasi internal, Bappeda harus melakukan dua hal yaitu usaha prifintif dan melakukan rapat internal yang bersifat insidentil artinya tetap harus melakukan evaluasi dengan baik yang terkait dengan intropeksi dengan melakukan langkah-langkah perbaikan. 3. Peran sebagai pembagi sumber (resource allocator). Peran sebagai pembagi sumber (resource allocator) yaitu membagi sumber dana adalah suatu proses pembuatan keputusan. Di sini Bappeda Kabupaten Bintan di minta memainkan peran untuk memutuskan ke mana sumber dana akan didistribusikan ke bagian16
bagian organisasinya pada perencanaan urusan pilihan pariwisata dan SKPD terkait. Berikut ini dapat di ketahui jawaban responden terhadap peran sebagai pembagi sumber, sebagai berikut: “MS: Bagaimana peran Bappeda dalam pengalokasian dana ialah pengalokasian dana berdasarkan prioritas pembangunan dengan disesuaikan kemampuan dana yang ada. Melalui evaluasi program-program prioritas, seleksi program dan kegiatan sesuai dengan urgensi, menetapkan anggaran sesuai prioritas. Dana yang telah diberikan kepada SKPD yang membutuhkan sesuai dengan kebutuhan pokok dan prioritas pembangunan. (Hasil wawancara, tanggal 24 Agustus 2015).
pariwisata yaitu dengan tetap berpegangan pada RPJMD Kabupaten Bintan dan peraturan lainnya yang berlaku. Tingkat pengkoordinasian Bappeda sangat tinggi sesuai dengan kaidah-kaidah yang tetap berpegangan pada pada peraturan. (Hasil wawancara, tanggal 24 Agustus 2015). Dari jawaban responden di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa Bappeda memiliki tingkat koordinasi yang tinggi yang tetap mengacu pada RPJMD Kabupaten Bintan sehingga Bappeda tetap dengan baik berkoordinasi sesuai dengan kaidah-kaidah dan peraturan yang ada dalam perencanaan pembangunan pada urusan pilihan bidang pariwisata. Dari jawaban responden terhadap variabel peran pada urusan pilihan bidang pariwisata yang dijalankan oleh Bappeda, maka Bappeda Kabupaten Bintan telah melaksanakan perannya dengan baik. Dalam hal menyelesaikan masalah yang terjadi, Bappeda Kabupaten Bintan telah meninjau secara langsung di mana tempat terjadinya masalah pada urusan pilihan bidang pariwisata, Bappeda Kabupaten Bintan juga telah memberikan informasi secara terbuka kepada masyarakat mengenai informasi pariwisata yang diperlukan bagi masyarakat melalui berbagai media masa maupun elektronik. Dalam melaksanakan peran sebagaimana di maksud di atas, Bappeda juga menyelenggarakan fungsinya sebagai berikut: a. Penyusunan bahan perencanaan pembangunan yang meliputi pekerjaan umum terdiri dari bina marga, pengairan, cipta karya, tata ruang, bidang lingkungan hidup, perhubungan, komunikasi dan
Dari jawaban responden di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa dana yang diberikan kepada SKPD sesuai dengan kebutuhanya melalui evaluasi program-program prioritas daerah, sehingga anggaran yang ditetapkan sesuai dengan prioritasnya. 4. Peran sebagai negosiator. Peran ini dijalankan Bappeda untuk aktif berpartisipasi dalam arena negosiator atau koordinasi. Berikut ini akan dapat kita ketahui jawaban responden terhadap peran tersebut sebagai berikut: ”MS: Bagaimana sikap Bappeda dalam mengkoordinasi terhadap organisasi lainya dalam perencanaan pembangunan urusan pilihan bidang 17
informatika serta pelayanan pada urusan pilihan bidang pariwisata. b. Pengkoordinasian rencana pembangunan yang meliputi pekerjaan umum terdiri dari bina marga, pengairan, cipta karya, tata ruang, lingkungan hidup, perhubungan, komunikasi dan informatika serta pelayanan pada urusan pilihan bidang pariwisata. c. Pengkajian dan pengolahan serta penganalisaan bahan/data bidang pariwisata yang meliputi pekerjaan umum terdiri dari bina marga, pengairan, cipta karya, tata ruang, lingkungan hidup, perhubungan, komunikasi dan informatika serta pelayanan. d. Penginventarisasian permasalahanpermasalahan yang timbul dan merumuskan langkah-langkah pemecahannya pada urusan pilihan bidang pariwisata. e. Pengelolaan administrasi urusan tertentu pada urusan pilihan bidang pariwisata. Berikut ini akan dapat kita ketahui jawaban responden tentang fungsi Bappeda dalam pelaksanaan otonomi daerah pada urusan pilihan bidang pariwisata. Fungsi ini dapat di lihat dari beberapa indikator yaitu: a. Fungsi Politik (membuat peraturan). b. Fungsi Administrasi (pelaksana peraturan). Dari indikator di atas dapat kita lihat jawaban dari responden terkait indikator dengan pengukuran yang ada sebagai berikut: a. Fungsi Politik (membuat peraturan). Fungsi politik (membuat peraturan), merupakan fungsi yang harus dijalankan Bappeda dalam membuat peraturan perencanaan daerah pada urusan pilihan bidang pariwisata dapat di lihat dari: 1. Membuat perencanaan daerah.
Fungsi ini dilakukan Bappeda dalam pelaksanaan pembangunan daerah pada urusan pilihan bidang pariwisata. Berikut ini akan dapat kita ketahui jawaban responden terhadap fungsi politik sebagai membuat perencanaan daerah, sebagai berikut: “MS: Bahwa Bappeda berfungsi sebagai koordinator dalam penyusunan perencanan pembangunan daerah urusan pariwisata dan disesuaikan dengan RPJMD Kabupaten Bintan. Bappeda harus membuat perencanaan pembangunan daerah urusan pariwisata sesuai dengan kebutuhan yang dibutuhkan oleh kabupaten Bintan. (Hasil wawancara, tanggal 24 Agustus 2015). Dari jawaban responden di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa Bappeda dalam menjalankan fungsinya sebagai fungsi dalam membuat perencanaan pembangunan urusan pariwisata adalah sebagai koordinator yang dibutuhkan oleh daerah. 2. Pelaksanan pembangunan daerah. Fungsi ini dilakukan Bappeda dalam melaksanakan implementasi kebijakan urusan pariwisata. Berikut ini akan dapat kita ketahui jawaban responden terhadap fungsi politik sebagai pelaksana pembangunan daerah, sebagai berikut: “MS: Bappeda berfungsi dalam melakukan evaluasi dan monitoring terhadap perencanaan pembangunan urusan pariwisata yang ada terkait dengan indikator dan sasaran program. Bappeda 18
berfungsi sebagai koordinator dalam perencanaan dan pengendalian pelaksanaan pembangunan. Bappeda harus sangat berperan penting dalam pelaksanaan pembangunan daerah pada urusan pilihan bidang pariwisata, karena Bappeda yang menjadi lembaga dalam melakukan pelaksanan pembangunan daerah. Dalam pelaksanaannya Bappeda harus sesuai dengan sasaran program kerja yang telah dibuat dalam RPJMD”. (Hasil wawancara, tanggal 24 Agustus 2015). Dari jawaban responden di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa Bappeda dalam menjalankan fungsinya sebagai fungsi dalam pelaksanaan pembangunan daerah berfungsi sebagai koordinator dalam membuat perencanaan pembangunan urusan pariwisata yang dibutuhkan oleh daerah.
bersifat loyal yang semua kebijakan dilakukan, hanya saja Bappeda berhubungan langsung dengan sejumlah SKPD khususnya SKPD Disparbud Kabupaten Bintan, tetapi terdapat beberapa permasalahan penafsiran, dan solusinya tetap menggunakan rapat. Bappeda harus melaksanakan kebijakan yang telah dibuat dengan sesuai dengan peraturan undang-undang yang berlaku. Bappeda juga harus bertanggungjawab dengan kebijakan pada urusan pilihan bidang pariwisata yang telah dijalankan tersebut. (Hasil wawancara, tanggal 24 Agustus 2015). Dari jawaban responden diatas dapat di tarik kesimpulan bahwa Bappeda dalam menjalankan fungsinya sebagai fungsi administrasi dalam melaksanakan implementasi kebijakan urusan pilihan bidang pariwisata, Bappeda telah menjalankan kebijakan yang telah dibuat seuai dengan aturan undang-undang yang berlaku supaya tidak terjadi salah guna dalam pelaksanaan kebijakan. 2. Evaluasi kebijakan. Fungsi ini dilakukan Bappeda dalam melaksanakan evaluasi kebijakan urusan pariwisata. Berikut ini akan dapat kita ketahui jawaban responden terhadap fungsi administrasi, sebagai berikut: “MS: Bappeda dalam hal ini melakukan rapat evaluasi yaitu setiap triwulan yang menjadi rapat rutin yang dilakukan oleh Bappeda. Bidang yang ada di Bappeda harus melakukan
b. Fungsi Administrasi (pelaksana peraturan). Fungsi ini merupakan fungsi utama bagi pemerintah dalam artian bahwa pemerintah sebagai eksekutif, dengan skala pengukuran yaitu: 1. Implementasi kebijakan. Fungsi ini dilakukan Bappeda dalam pelaksanaan kebijakan urusan pariwisata. Berikut ini akan dapat kita ketahui jawaban responden, sebagai berikut: “MS: Bappeda melaksanakan sebagai sebagai pelaksana kebijakan ke pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota. Bappeda 19
urusan pariwisata Bappeda tidak ikut mengatur karena pola urusan pariwisata di atur oleh dinas atau instansi terkait. Bappeda hanya sebagai penyusun anggaran dalam pelaksanaannya.” (Hasil wawancara, tanggal 24 Agustus 2015). Dari jawaban responden di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa dalam hal ini Bappeda tidak ikut mengatur karena untuk pengaturan pola urusan pariwisata telah di atur oleh dinas-dinas atau instansi terkait yang menangani pola tersebut. Bappeda hanya ikut sebagai perencanaan anggaran.
pertanggunjawaban setiap kegiatan urusan pariwisata yang dilakukannya sehingga jelas setiap hasil dari masing-masing fungsinya”. (Hasil wawancara, tanggal 24 Agustus 2015). Dari jawaban responden diatas dapat di tarik kesimpulan bahwa Bappeda dalam menjalankan fungsinya sebagai fungsi administrasi dalam pelaksanaan kebijakan berfungsi sebagai evaluasi kebijakan pada urusan pilihan bidang pariwisata yaitu Bappeda telah melakukan rapat rutin setiap triwulan untuk mengetahui setiap pertanggungjawaban masingmasing bidang yang ada di Bappeda. Dari keseluruhan jawaban responden terhadap variabel fungsi urusan pariwisata yang dijalankan oleh Bappeda maka Bappeda telah melaksanakan fungsinya dengan baik sesuai dengan aturan yang berlaku, karena Bappeda dalam melaksanakan fungsinya telah disesuaikan. Seperti dalam fungsi politik Bappeda telah melakukan perencanaan pembangunan urusan pariwisata sesuai dengan kebutuhan yang sedang dihadapi oleh daerah. Kemudian dalam fungsi administrasi juga Bappeda telah melakukan rapat rutin untuk melakukan evaluasi setiap bidang yang dimiliki oleh Bappeda untuk urusan pilihan bidang pariwisata. Otonomi daerah yaitu hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dimana otonomi daerah tersebut dapat di ukur dengan indikator: a. Desentralisasi. Berikut ini akan dapat kita ketahui jawaban dari responden, sebagai berikut: “MS: Apakah Bappeda ikut serta dalam mengatur pola urusan pariwisata. Untuk pengaturan pola
b. Dekonsentrasi Berikut ini dapat di ketahui jawaban responden terhadap indikator dekonsentrasi terdiri dari administrasi politik, sebagai berikut: “ MS: Instansi vertikal melakukan kegiatan administrasinya sesuai dengan kewenanganya masingmasing sedangkan Bappeda dalam hal itu selalu melakukan koordinasi supaya dapat saling mendukung dalam melaksanakan pembangunan. Bappeda bukan sebagai institusi politik namun tetap pada sistem yang digunakan sesuai dengan kebijakan sistem politik nasional”. (Hasil wawancara, tanggal 24 Agustus 2015). Dari jawaban responden di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa Bappeda tidak ikut dalam sistem administrasi secara vertical hanya saja Bappeda tetap melakukan hubungan-hubungan yang baik dalam administrasinya artinya Bappeda melakukan sesuai dengan tingkat kebutuhannya yang biasa dilakukan teknologi yang tersedia untuk urusan pilihan bidang pariwisata dan diselaraskan dengan sistem politik yang ada di Kabupaten Bintan yang mengacu pada peraturan politik nasional serta dapat 20
bertanggung jawab untuk kepentingan rakyat. c.
Tugas Perbantuan Berikut ini akan dapat kita ketahui jawaban responden terhadap tugas perbantuan yang terdiri dari pelaporan anggaran infrastuktur, sebagai berikut: “MS: Pelaporan pelaksanaan anggaran urusan pariwisata yang dilakukan melalui mekanisme yang dilakukan oleh pemerintah pusat yang berlaku sama di setiap Kabupaten/Kota diseluruh Indonesia. Tanggung jawab Bappeda dalam pelaporan infrastruktur urusan pariwisata yang dibuat ditanggapi oleh Kepala Bidang Infrastruktur.” (Hasil wawancara, tanggal 24 Agustus 2015). Dari jawaban responden di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa untuk sistem pelaporan anggaran dan infrastruktur dilakukan pemerintah pusat yang berlaku sama di setiap Kabupaten/Kota diseluruh Indonesia. Khususnya pelaporan infrastruktur ditangani langsung oleh Bidang Infrastruktur. Dari keseluruhan jawaban responden terhadap variabel otonomi daerah yang dijalankan oleh Bappeda maka Bappeda telah melaksanakan fungsinya dengan baik sesuai dengan aturan yang berlaku, karena Bappeda telah ikut serta dalam melakukan otonomi daerah dan melakukan pertanggungjawaban dalam setiap pelaporan-pelaporan sesuai dengan jenis-jenis laporan yang berlaku.
2.
3.
fungsi, yaitu fungsi perencanaan, fungsi koordinasi dan fungsi monitoring. Permasalahan yang menjadi penghambat dalam upaya menjalankan peran dan fungsinya pada bidang pariwisata ialah pada bagian pelaksanaan kegiatan di mana faktor sosial yang menyangkut hak - hak masyarakat dalam pelaksanaan perencanaan Upaya Bappeda Kabupaten Bintan dalam perencanaan pembangunan urusan pilihan bidang pariwisata, yaitu berkoordinasi dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan serta SKPD terkait dan mengevaluasi kegiatan yang dilaksanakan SKPD tersebut dalam rapat monitoring yang dilakukan sekali setiap tiga bulan.
J. Saran Berdasarkan hasil pembahasan babbab sebelumnya dan kesimpulan, penulis menyarankan: 1. Mengadakan sosialisasi sehubungan dengan pengembangan Pariwisata, agar masyarakat dapat memahami dan berpartisipasi dalam pengembangan urusan pilihan bidang Pariwisata. 2. Menampilkan informasi yang dapat diakses secara umum mengenai pelaksanaan kegiatan terkait pengembangan Pariwisata, agar masyarakat dapat mengetahui sejauhmana progress pengembangan urusan pilihan bidang Pariwisata.
I.
Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan babbab sebelumnya, penulis menyimpulkan bahwa: 1. Dalam perencanaan pembangunan urusan pilihan bidang pariwisata Kabupaten Bintan mempunyai peran Bappeda ialah sebagai fasilitator SKPD dan memiliki tiga 21
Daerah Lainnya di Dalam Undangundang Pokok Pemerintahan Daerah, Jakarta: Halia Indonesia. Ridwan, J., & Sudrajat, A.S. 2012, Otonomi Daerah Sebagai Upaya Peningkatan Pelayanan, Bandung: Nuansa. Winarno, B. 2012, Kebijakan Publik (Teori, Proses, dan Studi Kasus), Yogyakarta: CAPS. Yudhoyono, B. 2001, Otonomi Daerah, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
DAFTAR PUSTAKA BUKU Oakes, T. 2006, Cultural Strategies of Development: Implications for Village Governance in China, The Pacific Review, 19:1, 13-37, DOI: 10.1080/09512740500417616. Hermit, H. 2008, Pembahasan Undang Undang Penataan Ruang, Bandung: Mandar Maju. Rivai, Veithzal 2004, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, (Edisi Kedua), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Thoha, Miftah 2003, Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Ndraha 2005, Fungsi Pemerintahan, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Soekamto, Soerjono 2009, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa 1995, Kamus Baru Bahasa Indonesia, Cetakan ke 4, Jakarta: Balai Pustaka. Suparmoko 2002, Ekonomi Publik, Yogyakarta: Total Media. -------------, 2005, Metode Penelitian Ilmu Pemerintahan, Bandung: PT. Alfabeta. Moleong, Lexi J. 2007, Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya. -------------, 2001, Metode Penelitian Administrasi, Bandung: Alfabeta. Yuliati 2001, Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Dalam Menghadapi Otonomi Daerah, Manajemen Keuangan Daerah, Yogyakarta: UPP YKPN. Adisasmita, R. 2013, Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang, Yogyakarta: Graha Ilmu. Mirsa, R. 2012, Elemen Tata Ruang Kota, Yogyakarta: Graha Ilmu. Prakoso, D. 1982, Kedudukan dan Fungsi Kepala Daerah Beserta Perangkat
PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN UU Republik Indonesia 2004, UndangUndang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. UU Republik Indonesia 2009, UndangUndang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. UU Republik Indonesia 2014, UndangUndang Republik lndonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Perpres Republik Indonesia 2011, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Batam, Bintan dan Karimun. Perda Kabupaten Bintan 2012, Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor 2 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bintan. PP 2007, Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Rencana Strategis (Renstra) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bintan 20102015. Pola Dasar (Poldas) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bintan. 22