PENGENDALIAN KADAR DO MENGGUNAKAN IMC-NNGS Totok R. Biyanto Engineering Physic Department. - FTI – ITS Surabaya Kampus ITS Keputih Sukolilo Surabaya 60111 Telp : 62 31 5947188 Fax : 62 31 5923626 Email :
[email protected]
Abstract Dissolved oxygen content influent by quantity of bacteria, stirrer speed and oxygen flow rate into the fermentor. This research is develop the new alternative algorithm to control dissolved oxygen content (DO) in the fermentor using Internal Model Control-Neural Network Gain Scheduling (IMC-NNGS) by manipulated the stirrer speed. IMC has better performance of control compare to conventional control (PID), but both of the algorithm are still linier control because of using the linier model to determine the controller parameter. Then the new non linier modeling methods are used, i.e. Neural Network (NN) and Neurofuzzy (NF), but disadvantages of these methods are collecting full range operation data difficulty. Another alternative is using NN Gain scheduling to make IMC tuning parameter (λ ) is adaptive to plant requirement. The result shown that IMC-NNGS has better performance of control compare to IMC conventional, in order to reject disturbance and follow setpoint tracking. Keyword: Dissolved Oxygen, Neural Network (NN), Internal Model Control (IMC) Gain Scheduling. 1. Pendahuluan a. Latar Belakang Morari et al (1989). memperkenalkan suatu metode baru pengendalian yang disebut Internal Model Control (IMC). Metode pengendalian ini berdasarkan pada ketepatan memodelkan plant secara forward dan inverse. Dimana, suatu sistem pengendalian yang robust adalah sistem pengendalian yang tetap kokoh terhadap perubahan dinamika proses. Kang (1989) mengaplikasikan metode pengendalian IMC pada Heat Exchanger. Dalam penelitian tersebut dibandingkan respon pengendalian PID dengan IMC, dan didapatkan bahwa untuk proses yang komplek, IMC menampilkan respon yang lebih baik dan robust dibandingkan dengan PID (konvensional kontrol). IMC sebagai pengendali berbasis model, maka usaha membuat pengendali IMC menjadi lebih baik adalah dengan membuat model yang nonlinier seperti yang telah dilakukan oleh Biyanto et al. (2004) menggunakan model dan pengendali NN dan pengendali dengan Neurofuzzy. Namun cara ini mempunyai kendala untuk mendapatkan data openloop plant yang bervariasi pada seluruh range pengendalian/proses (Biyanto & Santosa, 2004), sehingga perlu dipikirkan metode lain untuk mendapatkan pengendali yang nonlinier. Alternatif lain adalah dengan memanfaatkan NN sebagai Gain Scheduling tuning IMC. Menurut Fauselt (1994) NN mempunyai kemampuan dalam memodelkan sistem yang kompleks dan bekerja pada daerah yang non linier, sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengoptimasi kontroler IMC dengan mengkombinasikan keduanya. Fungsi NN disini adalah sebagai Gain Scheduling IMC yang mengatur parameter λ sesuai kebutuhan plant. Pemilihan plant didasarkan pada penelitian John Frederikson (2001) mengenai fermentasi ragi roti (yeast bakery) dengan mensimulasikan oksigen terlarut (dissolved oxygen/DO) menggunakan PID kontroler, menunjukkan bahwa pengendali PID dapat mengatasi perubahan setpoint maupun
1
pengganggu plant, dan menyarankan menggunakan PID Controller Gain Schedulling untuk memperbaiki performansinya. Semua pertimbangan diatas melatar belakangi penelitian mengenai pengendalian kadar oksigen terlarut menggunakan pengendali Internal Model Control (IMC) Neural Network (NN) Gain Scheduling (IMC-NNGS). b. Permasalahan Bagaimana performansi pengendali IMC yang dituning dengan NN untuk mengendalikan kadar oksigen terlarut dalam fermentor ? c. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mensimulasikan dan menganalisa kinerja performansi pengendali IMC-NNGS untuk mengendalian kadar oksigen terlarut pada fermentor. 2. Tinjauan Pustaka a Fermentor Fermentasi bakery yeast atau ragi roti merupakan proses fermentasi untuk memproduksi sel mikroba dengan biokatalis yeast Saccharomyces cerevisiae. Fermentasi bakery yeast atau ragi roti disini merupakan fermentasi aerob yang membutuhkan oksigen untuk pertumbuhan optimalnya. Seberapa besar oksigen yang dikonsumsi oleh ragi (yeast) yakni saccharomyces cereviseae dianalisa dengan mengukur oksigen terlarut. Konsentrasi oksigen yang ditambahkan maksimal sesuai dengan kebutuhan oksigen sel itu sendiri, dimana konsentrasi oksigen yang berlebihan akan menyebabkan keracunan pada yeast. Pentingnya aerasi ini telah dibuktikan melalui penelitian yang menyimpulkan bahwa pembiakan sel pada substrat gula dengan aerasi akan menghasilkan massa sel 25 kali lebih banyak dibandingkan dengan tanpa aerasi (Åkesson, 1999).
Gambar 1. Gambar Plant Fermentor Model dari dinamika oksigen terlarut dalam fermentor skala laboratorium bisa diturunkan dengan mengasumsikan kondisi teraduk sempurna dan dinamika mekanik dan elektrikal kontrol pada kecepatan stirrer diabaikan. Kesetimbangan massa untuk oksigen terlarut dalam fermentor menghasilkan persamaan diferensial sebagai berikut (Fredrikson, 2001) : d VOo (1) KLa N V O * O qo VX dt
Konstribusi dari aliran masuk dan keluar diabaikan karena kelarutan oksigen dalam air sangat rendah. Argumen yang sama bisa digunakan untuk mengabaikan konsentrasi karena pengaruh pengenceran dan persamaan oksigen dapat ditulis ulang sebagai berikut : dO (2) KLaN O * O qo X dt
Dalam praktek, kebanyakan sensor tidak mengukur konsentrasi oksigen tapi tekanan oksigennya, jumlahnya sebanding dengan tekanan parsial oksigen. Tekanan dari oksigen terlarut 100%
2
berhubungan dengan larutan dimana tekanan parsial O2 berkesetimbangan dengan udara dengan kata lain larutan jenuh O2. Tekanani O2 terlarut dihubungkan dengan konsentrasi O2 terlarut dengan Hukum Henry : (3) O H Oo di mana konstanta H tergantung pada kelarutan O2. Pada literatur nilai H untuk air H = 14000 (%l/g) . Pada fermentor laboratorium juga mengkonsumsi bahwa O* cukup 100%. Dinamika oksigen dapat ditulis sebagai berikut : dO (4) KLaN O O qo HX dt
Dimana qo, H,X adalah sebagai gangguan. Karena O(t) dipengaruhi oleh beberapa variabel yang berubah, menyebabkan sistem membentuk sistem yang nonlinear. Oleh karena itu sistem harus dilakukan linearisasi disekitar titik kesetimbangan. Dan syarat untuk melakukan linearisasi adalah : f ( N, O, X ) = 0 (5) ΔO = O – Oo ΔN = N - No f KLa(N ) O
f KLa (O * O) N N N
dO KLa KLa O (O * O) N dt N
KLa (O * O) e td s N Gon ( s ) s KLa Tp s 1
(6)
b. IMC( Internal Model Control ) Pada tahun 1980, Morari dkk memperkenalkan suatu metode baru pengendalian yang disebut Internal Model Control (IMC). Blok diagram untuk feedback controller dan Struktur pengendali IMC pada gambar 3 sampai gambar 5. U
Gu
R +
Gc
+ +
Gp
-
U1
C
Gambar 2. Feedback Kontroler U
Gu
R +
Gc
Gp
-
+
U1
C
+
Gm
-
+
Gambar 3. Struktur IMC Hubungan antara Gc dan Gi ditunjukkan pada persamaan : G c G I /(1 G IG m )
(7)
Untuk struktur yang ditunjukkan pada gambar 8, menunjukkan bahwa :
3
C U1
(8)
GGI [R U1 ] 1 G I (G G m )
Jika model tepat sama dengan proses (Gm = G), maka hanya sinyal U1 yang masuk ke dalam komparator 1 pada gambar 3. Ketika U1 tidak menghasilkan proses apapun oleh fungsi transfer pada loop forward, U1 bukan merupakan sinyal feedback tetapi sinyal bebas yang equivalent dengan R dan menghasilkan keluaran C. Pada kenyataannya, tidak ada feedback ketika G = Gm dan akan menghasilkan sistem open-loop seperti ditunjukkan pada gambar 6. U1 R
+
+ -
GI
+ +
G
C
+ Gm
Gambar 4. Alternatif Sruktur IMC
Gambar 5. Struktur IMC Equivalent Dengan Kontrol Konvensional U1 + R
+
GI
Gm
+
C
U1
Gambar 6. Struktur IMC Ketika Model Sesuai Dengan Proses (Gm = G) Pada gambar stabilitas dari sistem pengendalian bergantung hanya pada GI dan Gm. Jika GI dan Gm stabil, maka sistem pengendalian stabil. Idealnya, jika hanya terjadi perubahan set point (U1 = 0) dapat dilihat dari gambar 6 atau persamaan 9 bahwa GIG = 1 (G = Gm), maka : (9) G IG m 1
G I 1/ G m (10) Untuk kasus perubahan gangguan load U1, dimana R = 0 dan harga keluaran C stabil, maka akan juga menghasilkan persamaan yang sama dengan persamaan (9) dan (10). IMC hanya membutuhkan satu parameter pengendali λ. sebagai filter (persamaan 11), agar dapat menjadi pengendali yang cukup robust untuk gangguan load dan set point karena harga fungsi transfer pada model plant dan inversenya sesuai dengan persamaan (9) dan (10). 1 (11) f ( s) (s 1)
4
c. Neural Network (NN) Dengan Algoritma Belajar Levenbeg Marquard Dalam Norgaard , (2000) Algoritma Levenberg Marquardt dapat didiringkas sebagai berikut: 1. Pilih vector bobot awal w(0) dan harga awal λ(0). Dimana w adalah bobot dan λ diberikan harga awal. 2. Tentukan arah pencarian. .................................................. (12) [ R(w(i ) (i ) I )] f (i ) G(w(i ) ) maka diperoleh f dan dimasukan ke:
w arg min VN ( w, Z N ) w
jika VN(w(i) + f(i) ,ZN) < VN (w(i) ,ZN) sehingga memenuhi w(i+1) = w(i) + f(i) sebagai iterasi baru, maka λ(i+1) = λ(i). Jika tidak maka mencari harga baru dari r VN ( w (i ) , Z N ) VN (w(i ) f (i ) , Z N ) ................................. (13) r (i ) VN ( w (i ) , Z N ) L(i ) ( w (i ) f (i ) ) jika r(i) > 0,75 maka λ(i) = λ(i) /2 jika r(i) < 0,25 maka λ(i) = 2λ(i) 3. Jika kriteria tercapai, maka perhitungan berhenti. Jika kriteria belum tercapai maka mengulangi langkah nomer 2. 3. Metodologi Metodologi penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut : o Pemodelan forward dan inverse plant o Perancangan struktrur IMC konvensional sebagai pembanding dan sebagai obyek yang akan diambil datanya untuk pelatihan NNGS. o Perancangan struktur dan pelatihan NNGS o Pengujian IMC-NNGS 4. Perancangan Sistem Pengendalian a. Amplitudo PseudoRandom Binary Signal (APRBS) Menurut Nelles (1996), sinyal APRBS (Amplitudo Pseudo Random Binary Signal) merupakan pembangkit sinyal yang terbaik untuk mendapatkan karakteristik kompleks dari proses yang diteliti dengan mengatur lebar pulsa sinyal dan amplitudo. Dalam penelitian ini APRBS digunakan untuk λ Setelah parameter APRBS (lebar dan tinggi pulsa) ditentukan, maka random data dapat dimasukkan sebagai pemicu data plant. Gambar 7 adalah salah satu contoh sinyal APRBS
Gambar 7. APRBS Yaitu λ1 b. Simulasi Pengambilan Data Plant Data plant diperoleh dengan memberikan input sinyal APRBS λ1 dan setpoint kepada sistem pengendalian IMC dan mencatat output sistem pengendalian yang berupa data dinamik error (e), variabel termanipulasi (MV) dan proses variabel (PV). Seperti pada gambar 8
5
Gambar 8. Proses Variabel Kadar Oksigen Terlarut (DO) c. Struktur Dan Training NN Pemodelan pada penelitian ini akan menggunakan NN - MLP (Multi Layer Percepton) dengan struktur NNARX (Neural Network AutoRegressive, eXternal input) dimana variabel input NN mengandung input (U) dan output (Y) masa sekarang dan lampau (Biyanto et al., 2004). Persamaan output model Yˆ dapat ditulis sebagai berikut :
Yˆ f (Y1 , Y2 ,U1 ,U 2 )
(14)
dimana :
Yˆ [ yˆ1 (k 1) yˆ 2 (k 1)]T Y1 [ y1 (k), y1 (k 1), , y1 (k ny1 )] Y2 y 2 (k), y 2 (k 1), , y 2 (k ny 2 ) U1 u 1 (k), u 1 (k 1), , u 1 (k nu 1 ) U 2 u 2 (k), u 2 (k 1), , u 2 (k nu 2 )
dimana ny dan nu adalah history length untuk output dan input proses. SP (k) SP (k-n) tgh
Error (k) Error (k-n)
λ(k)
Mv (k) Mv (k-n)
Lin tgh
Pv (k) Pv (k-n) λ(k)
tg h
λ(k-n)
b
b
Gambar 9 Struktur NN Hasil Rancangan Menurut Cybenko (1989) pemilihan jumlah layer adalah tiga yaitu layer input, layer hidden dan layer output dengan fungsi aktifasi hyperbolic tangent pada hidden neuron dan fungsi aktifasi linear pada output neuron, sudah mampu memodelkan sistem dinamik dengan baik. Gambar 9 adalah NN MLP dengan struktur input NNARX dengan jumlah layer dan fungsi aktifasi sesuai Cybenko (1989). Pada saat awal pelatihan dengan bobot model diambil secara acak, maka Y dan Yhat akan menunjukkan harga yang berbeda pada keseluruhan data set pelatihan atau masih ada error (e). Error ini adalah fungsi tujuan yang akan diminimisasi pada setiap iterasi atau
6
epoch selama pelatihan menggunakan algoritma Levenberg Marquard dengan mengubah bobot W1 dan W2 pada NN. Validasi model yang telah dibuat terhadap plant dilakukan dengan memberikan input yang belum pernah dilatihkan kepada NN dan mencatat Root Mean Squared Error (RMSE) yang terjadi sepanjang N sample validasi, seperti gambar 10. RMSE dapat ditulis sebagai berikut : N
RMSE
y i 1
i
ˆi y
2
(15)
N
Gambar 10 Validasi Output Model NN dan Output λ 4
Pengujian Dan Analisa Setelah training dilakukan, selanjutnya NN dintegrasikan dengan IMC kontroler. Untuk melihat efektifitas kinerja NN, maka diberikan perubahan set point DO dan disturbance Gambar 11 adalah struktur IMC-NNGS yang akan diuji performansinya. Pengendalian dengan algoritma IMC-NNGS memberikan performansi yang lebih baik dibandingkan dengan IMC, terlihat pada harga settling time yang lebih cepat pada IMC-NNGS scheduling saat dilakukan uji perubahan setpoint dan uji gangguan. Pada saat dilakukan uji perubahan setpoint dari 40% dinaikkan menjadi 50% untuk PID-FGS maka nilai settling time 9 detik; maximum overshoot 0,85% dan IAE 9,61 untuk IMC-NNGS sedangkan IMC konvensional mempunyai settling time 236 detik, maximum overshoot 11,86% dan IAE 9,49 pada uji setpoint. (Gambar 12) Pada uji gangguan plus 10% untuk PID-FGS mempunyai nilai settling time 6 detik dan IAE 20,83 sedangkan IMC konvensional mempunyai nilai settling time 231 detik dan IAE 99,99. (Gambar 13) Bakteri
NN – Gain Scheduling
+ Filter Ref DO
Disturbance
Inverse Model
+ Proses
C
+
Forward model
Ref = Setpoint
DO = Oksigen terlarut
-
+
C = Control Variabel
Gambar 11 Blok Diagram IMC-NNGS Yang Akan Diuji Performansinya
7
Gambar 12 Perubahan Setpoint DO +10 % Dengan Kontroler IMC-NN Gain Scheduling
Gambar 13 Perubahan Setpoint DO +10 % Dengan Kontroler IMC Konvensional 5
Kesimpulan Pada pengendalian kadar oksigen terlarut menggunakan IMC konvensional dan IMC-NNGS menunjukkan bahwa efektifitas NN dalam mentuning kontroler IMC membuat performansi sistem pengendalian IMC-NNGS lebih baik jika dibandingkan dengan IMC konvensional, ditinjau dari nilai nilai settling time 9 detik; maximum overshoot 0,85% dan IAE 9,61 untuk IMC-NNGS, sedangkan IMC konvensional mempunyai settling time 236 detik ; maximum overshoot 11,86% dan IAE 9,49 pada uji setpoint. Pada uji gangguan plus 10% untuk PID-FGS mempunyai nilai settling time 6 detik ; dan IAE 20,83 sedangkan IMC konvensional mempunyai nilai settling time 231 detik dan IAE 99,99 Daftar Pustaka Åkesson, M, 1999, Probing control of glucose feeding in Escherichia coli cultivations”, PhD Thesis SRN LUTFD2/TFRT—1057—SE. Department of Automatic Control, Lund Institute of Technology, Lund, Sweden Biyanto, TR, Santosa, HH, 2004,“Modeling of methanol-water binary distillation column using a Neural Network”, Journal Instrumentasi Vol 28 No1, January – June 2004, Instrumentation Society of Indonesia, Jakarta Biyanto, TR., Hendarwanto, D, 2005, Internal Model Control Based Neuro-Fuzzy – (NF-IMC) for Controlling Reactor Temperature”, National Seminar XII – FTI - ITS 2005. Biyanto, TR.,Handogo, R., Suhartanto, T, Controlling of a binary distillation column using Neural Network - Internal Model Control (NN-IMC)., Post Graduate Seminar IV, Sepuluh Nopember Institute of Technology Surabaya, Surabaya, 24-25 August 2004 Coughenowr, D.R, Process system Analysis and Control Mc Graw – Hill, New York, 1991. Cybenko G, 1989, Approximation by Super-position of A Sigmoid Function, Mathematics of Control, Signal, and Systems, Vol. 2(4), 303-314 Fauselt, l, 1994, Fundamental of neural networks: architectures, algorithms, and applications, prentice hall. Englewood Cliffs-New Jersey Fredrikson, J, 2001, Probing Control Of Glucose Feeding in Cultivation of Saccharomyces Cerevisiae, Master Thesis ISRN LUTFD2/TFRT-5660-SE. Departement of Automatic Control, Lund Institute of Technology, Lund, Sweden.
8
Hockenhull DJD, 1971, Progress in Industrial Microbiology, Volume 10.P.144,151 Churchil Living Stone Edinburgh, London Kang, L,1998, New Tuning Method for IMC Controller, Journal of Chemical Engineering of Japan, 31, 320-324. Luyben, W.L., 1990, Process Modeling, Simulation, and Control for Chemical Engineers, McGrawHill Inc. Singapore, 1990 Luyben, W. L. Bjorn D. Tyreus, Luyben,ML, 1998, Plant wide Process Control, Mc Graw – Hill, New York Morari, M. and E. Zafirou,1989, Robust Process Control, Prentice-Hall, Englewood Cliffs, New York. Nelles O, Isermann R, 1996, Basis Function Networks for Interpolation of Local Linear Models, Proc.of 35 th Conference on Decision and Control, Kobe, Japan Norgaard, M,.Ravn, O., Poulsen, N.K., and Hansen L.K., 200, Neural Network for Modelling and Control of Dynamic Systems, Springer London. Zhen-Y Z, Masayoshi T, Satoru I, 2003, Fuzzy Gain Scheduling of PID Controllers”, IEE Transactions On Systems.MAN. Cybernetics. Vol. 23. No. 5.
9