PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) BERBANTUAN LKS TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA SMA ATTOHIRIYAH BODAK TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Syamsul Hakim, Wahyudi, Ni Nyoman Sri Putu Verawati Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Mataram Mataram, Indonesia Email:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) berbantuan LKS terhadap hasil belajar fisika siswa SMA Attohiriyah Bodak tahun pelajaran 2015/2016. Jenis penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimen dengan desain penelitian nonequivalent control group design. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Attohiriyah Bodak berjumlah 149 siswa yang tersebar dalam enam kelas. Sampel penelitian ini adalah kelas XB sebagai kelas eksperimen dan XE sebagai kelas kontrol yang dipilih menggunakan teknik Purposive Sampling. Hasil belajar dianalisis menggunakan uji-t Separated Varians, diperoleh π‘βππ‘π’ππ sebesar 3,78 dan π‘π‘ππππ sebesar 2,01 pada taraf signifikan 5% dan derajat kebebasan 5. Oleh karena π‘βππ‘π’ππ > π‘π‘ππππ , maka Ho ditolak dan Ha diterima. Jadi, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran CTL berbantuan LKS berpengaruh positif terhadap hasil belajar fisika siswa SMA Attohiriyah Bodak tahun pelajaran 2015/2016. Abstract- This research aim to determine the influence of Contextual Teaching and Learning model with student worksheets toward studentβs physics study result at SMA Attohiriyah Bodak academic year 2015/2016. The type of this research was quasi experiment with nonequivalent control group design. The population in this research were all students in X grade SMA Attohiriyah Bodak with amount student 149 spread out into 6 class. The sampel of this research is XB as experiment class and XE as control class were drawn by purposive sampling. The study result obtained were analysis with t-test separated varians, and the results showed tcount = 3,78 and ttable = 2,01 in significant standar 5% and released standar 5. Beause π‘πππ’ππ‘ > π‘π‘ππππ , Ho rejected and Ha accepted. So, we can conclude that contextual teaching and learning model with student worksheets positive influence toward studentβs physics study result at SMA Attohiriyah Bodak academic year 2015/2016. Keywords: contextual teaching and learning, studentβs worksheets, study result
PENDAHULUAN Pelaksanaan pendidikan yang bermutu merupakan suatu upaya yang dapat dilakukan untuk menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam menghadapi tantangan yang semakin kompleks[1]. Pendidikan termasuk di dalamnya ilmu pengetahuan alam (IPA) yang telah dikenal oleh siswa sejak masih di Sekolah Dasar (SD). Pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), siswa mulai mengenal IPA terpadu yang terdiri dari IPA fisika dan IPA biologi. Pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA), IPA secara lebih khusus terdiri dari fisika, biologi, dan kimia. Pembelajaran IPA khususnya fisika diharapkan mampu untuk menyiapkan SDM yang mampu bersaing di era global melalui pelaksanaan pembelajaran yang tidak hanya proses penerimaan informasi sebab IPA bukan hanya sekedar penguasaan kumpulan pengetahuan berupa faktafakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan dari hasil penyelidikan[2]. Kenyataan yang terjadi di sekolah adalah banyak siswa yang kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran, sebab mereka
menganggap bahwa pelajaran fisika adalah sebatas pelajaran di bangku sekolah yang tidak ada kaitannya dalam kehidupan sehari-hari yang tidak ada hubungannya dengan fenomena-fenomena dalam kehidupan sehari-hari. Akibatnya, hasil belajar fisika siswa rendah. Berikut adalah nilai rata-rata ulangan semester ganjil kelas X SMA Attohiriyah Bodak tahun pelajaran 2015/2016. Tabel 1 Nilai Rata-rata Ulangan Semester ganjil Kelas X SMA Attohiriyah Bodak tahun pelajaran 2015/2016. Jumlah Nilai Rata-rata Kelas Siswa 24 64,13 XA XB
26
65,04
XC
22
63,14
XD
24
66,00
XE
26
65,07
XF
27
64,07
Permasalahan di atas dapat diatasi dengan cara mengubah cara pandang siswa yang menganggap pelajaran fisika tidak ada kaitan dan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu upaya untuk mengaitkan pelajaran dengan kehidupan adalah melalui pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna. CTL adalah sebuah sistem pengajaran yang cocok dengan otak karena menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa[3]. Pelaksanaan pembelajaran dengan model kontekstual diharapkan siswa lebih aktif, dalam arti proses pembelajaran berorientasi student-centered. Untuk mewujudkan harapan tersebut, maka peneliti menggunakan bantuan LKS yang diharapkan dapat membantu siswa dalam melakukan kegiatan penyelidikan. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu[4]. Model-model pembelajaran biasanya disusun berdasarkan berbagai prinsip atau teori pengetahuan yang terkait dengan teori psikologis, sosiologis, analisis sistem, atau teori-teori lain yang mendukung[5]. Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman parencanaan pengajaran bagi para guru dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran[6]. Istilah model pengajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaannya. Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran[7]. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu pola yang digunakan oleh guru dalam pelaksanaan pembelajaran dengan tahapan-tahapan yang sistematis untuk mencapai tujuan pembelajaran yang direncanakan yang dilandaskan oleh teori-teori pembelajaran. Model pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran sangat beragam, salah satu model pembelajaran tersebut adalah model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), yaitu suatu model pembelajaran yang mengaitkan materi pelajaran dengan kejadian dalam kehidupan sehari-hari.
B. Contextual Teaching and Learning Contextual Teaching and Learning adalah suatu proses pembelajaran berupa learner-centered and learning in context. Konteks adalah sebuah keadaan yang memengaruhi kehidupan siswa dalam pembelajarannya[8]. Pembelajaran Contextual Teaching and Learning adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna. Pembelajaran pada CTL cocok dengan otak karena sistem pembelajarannya menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa. CTL juga sebagai suatu konsep belajar, dengan guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas sekaligus mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sebagai anggota keluarga dan masyarakat[9], sebab pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia belajar[4]. Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa model pembelajaran CTL adalah suatu model pembelajaran yang mengaktifkan siswa karena pembelajarannya tidak berpusat pada guru melainkan berpusat pada siswa. Model pembelajaran CTL juga dapat menuntut siswa agar dapat mengaitkan langsung materi yang dipelajari dengan kejadian dunia nyata sehingga siswa dapat merasakan manfaat dari yang mereka pelajari. Depdiknas menyatakan bahwa, CTL memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme (constructivism), menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (authentic assesment)[9]. Hal ini menunjukkan bahwa di dalam pembelajaran kontekstual, siswa menemukan hubungan penuh makna antara ide-ide abstrak dengan penerapan praktis di dalam konteks dunia nyata, sehingga siswa bisa menyelesaikan masalah yang lebih kompleks. CTL dikatakan sebagai suatu model pembelajaran sebab pembelajaran CTL dilandasi oleh berbagai perinsip dan teori pembelajaran[5]. Teori-teori yang dimaksud adalah teori perkembangan dari Piaget, teori free discovery learning dari Bruner, teori meaningful learning dari Ausubel, teori belajar Vygotsky[7]. Teori perkembangan Piaget mewakili konstruktivisme, yang memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses yang dilalui anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalamanpengalaman dan interaksi-interaksi mereka[1]. Proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau
pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya[7]. Inti dari teori Ausubel tentang belajar adalah belajar bermakna. Belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang[1]. Teori Vygotsky menekankan pada aspek sosial dari pembelajaran. Menurut Vygotsky, proses pembelajaran akan terjadi jika anak bekerja atau menangani tugas-tugas yang masih dalam jangkauan mereka yang disebut dengan zone of proximal development, yakni daerah tingkat perkembangan sedikit di atas daerah perkembangan seseorang saat ini. Vygotsky berpendapat bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan dan kerja sama antar Langkahlangkah Konstruktivisme (Constructivism)
Inkuiri (Inquiry)
Bertanya (Questioning) Masyarakat belajar (Learning Community)
Pemodelan (Modeling) Refleksi (Reflection)
Penilaian sebenarnya (Authentic Assesment)
individu [1]. Berdasarkan teori-teori yang melandasi pembelajaran CTL, maka langkah-langkah dalam CTL harus menampakkan teori-teori yang melandasi CTL itu sendiri. C. Lembar Kerja Siswa (LKS) LKS merupakan salah satu sumber belajar yang dapat dikembangkan oleh guru sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran. LKS yang disusun dapat dirancang dan dikembangkan sesuai dengan kondisi dan situasi kegiatan pembelajaran yang akan dihadapi[10]. LKS adalah panduan siswa yang digunakan untuk melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah. Langkah-langkah model pembelajaran CTL berbantuan LKS dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 Langkah-langkah model pembelajaran CTL berbantuan LKS Kegiatan Guru Kegiatan Siswa a. Guru menyiapkan siswa untuk belajar a. Siswa bersiap untuk belajar b. Guru menyampaikan tujuan b. Siswa memperhatikan tujuan pembelajaran pembelajaran yang disampaikan guru c. Guru mengajukan pertanyaan atau c. Siswa turut serta dalam pemecahan masalah kepada siswa masalah a. Membagi siswa menjadi beberapa a.Mencari teman sekelompoknya dan kelompok dan membagikan LKS ke membaca LKS yang diberikan guru masing-masing kelompok b. Menyuruh siswa merancang b. Merancang percobaan sesuai dengan percobaan sesuai petunjuk LKS LKS c. Menyuruh siswa melakukan c. Melakukan percobaan percobaan sesuai petunjuk di LKS a. Guru memberikan pertanyan ke pada a. Siswa menjawab pertanyaan siswa setelah melakukan percobaan a. Menyuruh siswa mendiskusikan jawaban mereka serta mengumpulkan informasi penjelasan dan pemecahan masalah b. Menyuruh siswa untuk menganalisis data yang diperolehnya. c. Menyuruh beberapa perwakilan kelompok untuk menyam-paikan hasil percobaan kelompoknya. a. Guru memberikan gambaran umum penerapan materi dalam kehidupan dengan demonstrasi atau lainnya. a. Membimbing dan memotivasi siswa dalam membuat kesimpulan. b. Mencontohkan kesimpulan yang dibuat dalam bentuk rumus dan mendis-kusikan bersama siswa. c. Memberikan peng-hargaan terhadap kelompok atas investigasinya. a. Guru melakukan penilaian pada proses dan akhir Pembelajaran untuk mengetahui hasil belajar yang di-peroleh siswa.
a. Mengumpulkan data yang diperoleh berdasarkan percobaan yang telah dilakukan. b. Menganalisis data yang diperoleh dari percobaan yang telah dilakukan. c. Mempresentasikan hasil percobaan yang didapat di depan kelas. a. Siswa memperhatikan pemodelan atau demonstrasi atau lainnya.
a. Mengemukakan kesimpulan yang didapat berdasarkan hasil percobaan. b. Memperhatikan contoh yang diberikan oleh guru dan ikut mendiskusi-kan contoh yang diberikan oleh guru. c. Menerima peng-hargaan.
LKS merupakan salah satu alternatif pembelajaran yang tepat bagi siswa karena LKS membantu siswa untuk menambah informasi tentang konsep yang dipelajari melalui kegiatan belajar secara sistematis [11]. LKS memuat sekumpulan kegiatan mendasar yang harus dilakukan oleh siswa untuk memaksimalkan pemahaman dalam upaya pembentukan kemampuan dasar sesuai indikator pencapaian hasil belajar[1]. LKS yang dimaksud pada penelitian ini adalah LKS yang berisi fenomena-fenomena dalam kehidupan sehari-hari yang terkait dengan materi pelajaran fisika yang sedang dipelajari. LKS digunakan dalam kegiatan penyelidikan guna menambah informasi yang diperoleh siswa melalui kegiatan-kegiatan yang tercantum di dalamnya. Penggunaan LKS sebagai bantuan dalam pembelajaran CTL diharapkan dapat membantu siswa dalam kegiatan inkuiri yang merupakan salah satu langkah dari model pembelajaran CTL. D. Hasil Belajar Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya yaitu βhasilβ dan βbelajarβ. Pengertian hasil (product) menunjuk pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional [12] . Sedangkan belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai pengalamannya sendiri dalam interkasi dengan lingkungan [13]. Perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar tidak semua perubahan. Namun, perubahan yang dimaksud adalah perubahan secara sadar, perubahan bersifat kontinu dan fungsional, perubahan bersifat positif dan aktif, perubahan bukan bersifat sementara, perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah, dan perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku[13]. Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa hasil belajar merupakan suatu perolehan setelah terlaksananya kegiatan pembelajaran yang berupa perubahan-perubahan yang bersifat positif. Hasil belajar siswa dapat diperoleh dari penilaian. Penilaian adalah prosedur yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang prestasi atau kinerja seseorang[14]. Hasil belajar dalam sistem pendidikan nasional menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar terbagi dalam tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor[15]. Hasil belajar ranah kognitif menurut Bloom terdiri dari enam tingkatan, yaitu hafalan (C1) adalah kemampuan memanggil kembali fakta yang disimpan dalam otak; pemahaman (C2) adalah kemampuan melihat hubungan fakta dengan fakta; penerapan (C3) adalah kemampuan untuk
memahami aturan, hukum dan sebagainya untuk memecahkan masalah; analisis (C4) adalah kemampuan memahami sesuatu dengan menguraikannya ke dalam unsur-unsur; sintesis (C5) adalah kemampuan memahami dengan mengorganisasikan bagian-bagian ke dalam kesatuan; dan evaluasi (C6) adalah kemampuan membuat penilaian dan mengambil keputusan dari hasil penilaian[12]. Hasil belajar ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai[15]. Ranah afektif yang didasarkan pada taksonomi Krathwhol terdapat lima tingkatan, yaitu receiving (attending) adalah keinginan siswa menghadapi atau mengunjungi suatu fenomena khusus; responding adalah partisipasi aktif siswa; valuing adalah memiliki manfaat atau kepercayaan atas manfaat; organization merupakan pengaitan nilai satu dengan lainnya; dan Characterization merupakan perolehan nilai yang mengendalikan perilaku hingga terbentuk gaya hidup yang berkaitan dengan personal, emosi dan sosial[14]. Hasil belajar ranah psikomotor tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu[15]. Hasil belajar ranah psikomotor mencakup imitasi yaitu kemampuan melakukan kegiatan yang sama persis); manipulasi yaitu kemampuan melakukan yang tidak pernah dilihat tapi berdasarkan petunjuk saja; presisi yaitu melakukan dengan tepat; artikulasi yaitu mampu melakukan kegiatan kompleks dengan tepat dan menghasilkan produk yang tepat; dan naturalisasi yaitu kemampuan melakukan kegiatan secara reflek atau secara wajar dan efisien[14]. Uraian di atas menunjukkan bahwa dalam penilaian hasil belajar siswa hendaknya mencakup ketiga ranah tersebut, agar perubahan yang dialami siswa tidak hanya pada aspek kognitif saja. Akan tetapi yang diharapkan juga adalah perubahan sikap dan keterampilan sebagai upaya untuk melatih siswa dalam berprilaku di lingkungan masyarakat. METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi experimental). Populasi penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Attohiriyah Bodak tahun pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 149 orang yang tersebar dalam enam kelas. Dari keenam kelas tersebut diambil kelas XB sebagai kelas eksperimen dan kelas XE sebagai kelas kontrol yang dipilih secara purposive sampling sebab jumlah siswa kedua kelas sama dan nilai rata-rata kedua kelas hamper sama. Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah non equivalent control group design yang dilakukan dengan cara memberikan pre-test kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui kemampuan awal kedua kelas. Setelah diberikannya tes awal baru diberikan perlakuan model pembelajaran CTL berbantuan
LKS untuk kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional untuk kelas kontrol[16]. Data yang diperoleh dari hasil pre-test diuji normalitas dengan uji chi-quadrat dan diuji homogenitasnya dengan uji-f. Sedangkan untuk hasil post-test digunakan untuk menguji hipotesis penelitian dengan menggunakan uji-t.
Nilai Pre-test
HASIL DAN PEMBAHASAN Data penelitian diperoleh dari hasil pre-test dan post-test. Data yang diperoleh dari pre-test dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan awal yang dimilki kelas eksperimen dan kelas kontrol sebelum dilaksanakan pembelajaran. Sedangkan data yang diperoleh dari post-test digunakan untuk melihat pengaruh dari model pembelajaran CTL berbantuan LKS terhadap hasil belajar siswa. Berikut adalah representasi hasil pre-test kelas eksperimen dan kelas kontol. 40 35 30 25 20 15 10 5 0
40 40
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
24.48 25.60
12 12
Nilai Min
Nilai Maks
Nilai Rata-rata
Gambar 1. Perbandingan Nilai Pre-test Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Berdasarkan gambar 1 di atas, tampak bahwa perolehan nilai kelas eksperimen dan kelas kontrol masih rendah karena pada kedua kelas belum dilaksanakan pembelajaran. Setelah dilaksanakan pembelajaran nilai yang diperoleh kedua kelas mengalami peningkatan. Berikut adalah representasi hasil post-test kelas eksperimen dan kelas kontrol. 100
72 69.76
Nilai Post-test
80 60
Kelas Eksperimen
84
Kelas Kontrol
60.32
56 44
40 20 0
Nilai Min
Nilai Maks Nilai Rata-rata Gambar 2. Perbandingan Nilai Post-test Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Berdasarkan gambar 2 di atas, terlihat bahwa perolehan nilai kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontol. Jika gambar 1 dan gambar 2 dibandingkan, peningkatan nilai yang diperoleh kelas eksperimen lebih tinggi daripada nilai kelas kontrol. Nilai rata-rata hasil pre-test kelas eksperimen dan kelas kontrol berturut-turut yakni 24,48 dan 25,60. Nilai rata-rata hasil posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol berturutturut yakni 69,76 dan 60,32. Berdasarkan perolehan data di atas, memperlihatkan bahwa kelas eksperimen yang diberikan perlakuan model pembelajaran CTL berbantuan LKS memiliki kemampuan akhir lebih tinggi daripada kelas kontrol, karena siswa pada kelas eksperimen lebih aktif pada saat pembelajaran dan dapat menghubungkan langsung materi yang dipelajari dengan fenomena dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan karakteristik model pembelajaran CTL. Pembelajaran CTL bermakna sebab proses pembelajarannya menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa[3]. Pada penelitian ini juga, digunakan LKS sebagai bantuan dalam pembelajaran dan hal ini sangat efektif membantu siswa dalam kegiatan penyelidikan fenomena yang terkait dengan materi kalor dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat menggiring siswa menghubungkan langsung materi dengan fenomena-fenomena kalor dalam kehidupan sehari-hari, sebab LKS yang digunakan memuat sekumpulan kegiatan mendasar yang dilakukan siswa untuk memaksimalkan pemahaman. Hal ini dapat memperkuat penguasaan siswa terhadap materi kalor yang dipelajari dan dapat membantu siswa menyelesaikan permasalahan-permasalahan fisika yang lebih kompleks sehingga hasil belajar fisika siswa meningkat. Peningkatan hasil belajar yang diperoleh pada hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian sebelumnya [17][18]. Peningkatan ini terjadi sebab salah satu tahapan dalam pembelajaran CTL menuntut siswa untuk melakukan penyelidikan secara langsung, dengan adanya proses penyelidikan tersebut, diharapkan siswa memperoleh pengalaman langsung mengenai materi yang dipelajari sehingga dapat membantu siswa dalam menyelesaikan permasalahanpermasalahan fisika yang ditemukan dengan pengalaman yang didapatkan siswa saat pelaksanakan penyelidikan. Pelaksanaan penyelidikan yang dilakukan oleh siswa tentu tidak terlepas dari bimbingan guru. Agar pelaksanaan penyelidikan yang dilakukan lebih terarah, maka digunakan bantuan LKS yang berisi langkah-langkah dalam melakukan penyelidikan mengenai fenomena-fenomena fisika khususnya tentang kalor yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan bantuan LKS juga sangat membantu mewujudkan pembelajaran
penyelidikan kelompok di depan dan kelompok lain mennggapi sehingga siswa memperoleh sendiri konsep-konsep yang sesuai dengan fenomena-fenomena yang mereka temukan dalam penyelidikan. 5. Tahap pemodelan Konsep-konsep yang masih belum dipahami siswa selanjutnya dijelaskan guru bagaimana keadaan nyatanya melalui fenomena-fenomena dalam kehidupan sehari-hari. 6. Tahap refleksi Pada tahap ini, siswa dibimbing untuk menyimpulkan hasil penyelidikan yang telah dilakukan sekaligus memberikan penghargaan kepada kelompok yang terbaik. Dengan diberikannya penghargaan dapat menumbuhkan antusias siswa untuk mengikuti pelajaran pada pertemuan berikutnya. 7. Tahap penilaian sebenarnya Penilaian yang dilakukan tidak hanya pada hasil belajar yang diperoleh siswa setelah pelaksanaan pembelajaran saja, namun penilaian juga dilakukan pada proses pembelajaran berlangsung. Dengan adanya penilaian pada proses pembelajaran ini, siswa akan lebih maksimal dalam mengikuti pelajaran sehingga dapat terlihat langsung kemampuan siswa dalam bersikap (afektif) dan kemampuannya dalam melakukan penyelidikan (psikomotor). Pembelajaran yang dilakukan dengan model CTL berbantuan LKS tentu sangat berbeda jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Pada pembelajaran CTL berbantuan LKS hasil belajar yang diperoleh siswa tidak hanya kognitif dan afektif, namun dapat juga dilihat kemampuan psikomotor siswa. Sedangkan pembelajaran konvensional hanya melihat hasil belajar ranah kognitif dan afektif tanpa melihat kemampuan psikomotor siswa sebab pelaksanaan pembelajarannya lebih didominasi kegiatan guru. Berikut adalah representasi hasil belajar ranah psikomotor kelas eksperimen dan kelas kontrol. 100
94.47
93.38
92
Kelas Eksperimen
80 Nilai Psikomotor
sesuai dengan karakteristik dari pembelajaran CTL bahwa pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya[4]. Berbeda dengan pembelajaran konvensional, pembelajarannya cendrung di dominasi oleh guru sehingga aktivitas siswa kurang dan yang terjadi adalah proses transfer ilmu tanpa ada kegiatan yang memberikan pengalaman langsung kepada siswa sehingga memberikan dampak siswa cendrung menghafal [11]. Namun, bukan berarti pembelajaran konvensional tidak baik buktinya bahwa kelas kontrol yang diberi perlakuan pembelajaran konvensional juga mengalami peningkatan hasil belajar, supaya pembelajaran lebih maksimal maka perlu memilih model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik dari materi tersebut seperti pada materi kalor yang sangat sering dijumpai aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari alangkah baiknya siswa diberikan kesempatan langsung untuk melakukan penyelidikan agar siswa dapat mengetahui hubungan langsung materi yang dipelajari dengan keadaan nyata di sekitar siswa yakni model pembelajaran CTL berbantuan LKS. Adanya pengaruh model pembelajaran CTL berbantuan LKS sebab pelaksanaan pembelajaran model CTL berbantuan LKS melalui tahapantahapan yang sistematis yang meliputi tahap konstruktivisme, tahap inkuiri, tahap bertanya, tahap masyarakat belajar, tahap pemodelan, tahap refleksi, dan tahap penilaian sebenarnya. 1. Tahap konstruktivisme Pada tahapan ini, siswa dijelaskan tujuan pembelajaran yang harus dicapai dan pengetahuan siswa tentang materi kalor mulai dibangun melalui pertanyaan tentang fenomenafenomena kalor dalam kehidupan sehari-hari sehingga timbul pada pemikiran siswa bahwa materi kalor sangat erat kaitannya dalam kehidupan sehari-hari dan antusias untuk mempelajarinya. 2. Tahap inkuiri Pada tahapan ini, siswa diarahkan untuk melakukan penyelidikan secara berkelompok terkait dengan materi kalor yang sering dijumpai siswa dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan langkah-langkah yang telah disiapkan dalam LKS. 3. Tahap bertanya Setelah melakukan penyelidikan, siswa diarahkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan dalam LKS yang dapat membantu siswa menemukan konsepkonsep kalor dalam kehidupan sehari-hari. 4. Tahap masyarakat belajar Pada tahapan ini, salah satu perwakilan kelompok diberikan kesempatan untuk mempresentasikan hasil
Kelas Kontrol
60 40 20 0
0
0
0
Nilai Maks Nilai Rata-rata
Nilai Min Gambar 3. Perbandingan Nilai Psikomotor Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Berdasarkan gambar 3 di atas, terlihat bahwa nilai psikomotor kelas eksperimen jauh lebih tinggi daripada nilai psikomotor kelas kontrol. Hal ini disebabkan pelaksanaan pembelajaran di kelas eksperimen lebih didominasi oleh kegiatan siswa di mana siswa diberikan kesempatan langsung untuk melakukan penyelidikan sehingga siswa memperoleh keterampilan dalam melakukan eksperimen tentang materi kalor yang terkait dalam kehidupan sehari-hari. Berbeda dengan kelas kontrol yang tidak memperoleh keterampilan sebab pembelajarannya didominasi oleh guru sehingga siswa hanya mendengarkan dan mencatat penjelasan guru saja. Berikut adalah representasi hasil belajar ranah afektif kelas eksperimen dan kelas kontrol. 100 100 90 80
95.04
93 82.5
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
75.35 71.25
Nilai Afektif
70 60 50 40 30 20 10 0 Nilai Min
Nilai Maks
Nilai Rata-rata
Gambar 4. Perbandingan Nilai Afektif Kelas Eksperimen dan Kelas kontrol
Berdasarkan gambar 4 di atas, terlihat bahwa nilai afektif kelas eksperimen lebih tinggi daripada nilai afektif kelas kontrol sebab pembelajaran pada kelas eksperimen melalui tahapan-tahapan yang sistematis dan pembelajarannya lebih didominasi kegiatan siswa sehingga lebih banyak waktu untuk melatih siswa dalam bersikap terhadap teman maupun guru. Pelaksanaan pembelajaran dengan model CTL berbantuan LKS tentunya tidak terlepas dari hambatan yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa yang meskipun mengalami peningkatan namun tergolong masih rendah. Hambatanhambatan tersebut berkaitan dengan waktu yang terasa masih kurang untuk melakukan kegiatankegiatan yang tercantum di dalam LKS dan pengaturan siswa yang masih sulit diatur. Oleh karenanya, perlu mempersiapkan terlebih dahulu alat-alat dan bahan-bahan yang digunakan dalam penyelidikan dan terlebih dahulu menentukan kelompok-kelompok siswa sehingga pemanfaatan
waktu dalam pembelajaran lebih efektif dan efesien agar suasana pembelajaran tercipta lebih kondusif sesuai harapan. Hasil perolehan post-test tersebut memperlihatkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran CTL berbantuan LKS terhadap hasil belajar siswa, hal ini didukung hasil uji-t yang didapatkan π‘βππ‘π’ππ > π‘π‘ππππ 3,78 > 2,01 . PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran CTL berbantuan LKS terhadap hasil belajar fisika siswa kelas X SMA Attohiriyah Bodak tahun pelajaran 2015/2016, artinya model pembelajaran CTL berbantuan LKS lebih efektif daripada pembelajaran konvensional. REFERENSI [1] Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana. [2] Badan Standar Isi. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMA/MA. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan. [3] Johnsons, E.B. 2014. Contextual Teaching and Learning Menjadikan Kegiatan BelajarMengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Bandung: Kaifa. [4] Sugiyanto. 2010. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Yuma Pustaka. [5] Rusman. 2014. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. [6] Sagala, S. 2013. Konsep dan Makna Pembelajaran untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung: Alfabeta. [7] Komalasari, K. 2013. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung: PT Refika Aditama. [8] Hamdayama, J. 2014. Model dan Metode Pembelajaran Kreatif dan Berkarakter. Bogor: Ghalia Indonesia. [9] Putra, S.R. 2013. Desain Belajar Mengajar Kreatif Berbasis Sains. Jogjakarta: DIVA Press. [10] Widjajanti, E. 2008. Pelatihan Penyusunan LKS Mata Pelajaran Kimia Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Bagi Guru Smk/Mak. Makalah. Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY. [11] Hikmawati & Gunada, I W. 2013. Kajian Fisika SMA. Mataram: FKIP Press. [12] Purwanto. 2014. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. [13] Slameto. 2013. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta. [14] Sahidu, C. 2013. Penilaian Hasil Belajar. Mataram: Arga Puji Press.
[15]
Sudjana, N. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset. [16] Setyosari, P. 2010. Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. [17] Hayati, M.N. Supardi, K.I. & Miswadi, S.S. 2013. Pengembangan Pembelajaran IPA SMK dengan Model Kontekstual Berbasis Proyek untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Keterampilan Proses Sains Siswa. Jurnal Penelitian. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia. Vol. 2 (1): 53-58. [18] Gafrani, N. W & Mulyanratna, M. 2013. Penerapan Pembelajaran Kontekstual Berbasis Lingkungan dengan Keterampilan Proses terhadap Hasil belajar Siswa Kelas XI pada Materi Fluida Statis di SMA Negeri 2 TanggulJember. Jurnal Penelitian. Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika. Vol. 02 (03): 44-49. BIOGRAFI PENULIS Syamsul Hakim, Lahir di Barejulat, Lombok Tengah pada tanggal 20 Juli 1993. Lulus SD Negeri 1 Barejulat tahun 2006 dan melanjutkan ke SMP Attohiriyah Bodak. Kemudian tahun 2009 masuk di SMA Attohiriyah Bodak dan lulus tahun 2012. Tahun 2012 mulai kuliah di Universitas Mataram jurusan Pendidikan Matematika dan IPA program studi Pendidikan Fisika. Wahyudi, M. Si., lahir di Candipuro Kabupaten Lumajang, Jawa Timur tanggal 15 Juli 1968. Menempuh pendidikan formal, lulus di SD Negeri Tumpeng 1 pada tahun 1982 dan melanjutkan ke SMP Negeri Tumpeh. Pada tahun 1985 masuk sekolah menengah atas di SMA Negeri 2 Lumajang mengambil program ilmu-ilmu fisik (A1) dan lulus tahun 1988. Tahun 1988 kuliah di program studi fisika FMIPA Universitas Brawijaya Malang dan lulus tahun 1992. Tahun 1999 mengikuti program pascasarjana di ITB Bandung jurusan Fisika dan lulus tahun 2002. Pernah mengikuti sejumlah pelatihan, antara lain penataran AA (Applied Approach) dan penulisan buku ajar. Pengajar mata kuliah Elektronika Dasar 1 dan 2 di FKIP Unram (sejak tahun 1998-sekarang) dan FMIPA Unram (sejak tahun 2007). Ni Nyoman Sri Putu Verawati, M. Pd., kelahiran 01 April 1985 di Wera Kabupaten Bima, sekolah dasar di SD Inpres Bre (1997). Sekolah menengah pertama di SMP Negeri 1 Belo (2000) dan sekolah menengah Atas di SMA Negeri 1 Woha (2003). Kemudian melanjutkan studi Strata-1 (S1) Pendidikan Fisika di FKIP Unram pada Agustus 2003 hingga Agustus 2007 dan melanjutkan studi pasca sarjana (S2) di universitas yang sama pada agustus 2007 hingga Februari 2010 pada program studi pendidikan sains konsentrasi pendidikan fisika. Pengalaman mengajar di tingkat sekolah
menengah di SMAK Kusuma Cakranegara dari tahun 2008-2012, perguruan tinggi dimulai tahun 2007-2009 di UNTB Mataram, IKIP Mataram dari tahun 2007-2012, dan 2010-sekarang menjadi pengajar tetap di program studi pendidikan fisika FKIP Unram. Pernah membimbing beberapa mata kuliah diantaranya fisika dasar, pengenalan komputer, fisika komputasi, dan fisika modern.