PENETAPAN STATUS KECUKUPAN HARA NITROGEN PADA BIBIT DUKU Abstrak Nitrogen (N) merupakan unsur yang sangat mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan produksi tanaman, karena N adalah komponen esensial dari klorofil, protein, hormon dan enzim. Defisiensi atau kelebihan N akan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman, sehingga perlu upaya untuk mencegah terjadinya gejala tersebut pada tanaman duku (Lansium domesticum). Gejala defisiensi atau kelebihan N dapat dilihat pada daun dengan pengamatan secara visual dan menentukan konsentrasi hara N pada masing-masing kondisi tersebut. Penelitian status hara N dilakukan di Jambi pada bibit duku umur dua tahun yang ditanam pada media pasir. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok lengkap, dengan lima perlakuan yang masing-masing terdiri dari tiga tanaman dan tiga ulangan. Perlakuan terdiri atas lima level konsentrasi N: 0, 100, 200, 400, dan 800 ppm yang diaplikasikan dalam bentuk air irigasi setiap dua hari sekali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada status hara sangat rendah (N daun < 1.20%) dan rendah (N daun 1.20 ≤ N < 1.36%); terdapat gejala defisiensi N pada daun tua yang ditandai dengan adanya bercak-bercak kuning pada helaian daun sedangkan tulang daun tetap berwarna hijau, tetapi pada tahap lanjut seluruh daun akan mengalami klorosis; jumlah daun < 4.22 helai dan pertumbuhan lambat. Pada status hara sedang atau kecukupan N ditandai dengan pertumbuhan yang normal, daun berwarna hijau tua, jumlah daun berkisar antara 4.22–5.50 helai dan konsentrasi N daun 1.36 ≤ N < 1.46%. Pada status hara tinggi dan sangat tinggi terdapat gejala kelebihan N yang terlihat pada daun yang berwarna coklat, kering dan tepi daun menggulung, jumlah daun kurang dari 3.78 helai, pertumbuhan bibit terhambat, konsentrasi N daun ≥ 1.46%. Pertumbuhan maksimum bibit duku untuk status hara sangat rendah diperoleh pada konsentrasi 398 ppm N, setara dengan 79 g urea/tahun atau 13 g urea/2 bulan. Kata kunci: Gejala, defisiensi, kelebihan, konsentrasi N daun. Abstract Nitrogen is greatly affects crop growth, development and production. Nitrogen is an essential component of chlorophyl, proteins, hormones and enzymes. Deficiency or excessive of N will have negative effects on the crop growth and production, so it is necessary to avoid those unusual occurrences. Nitrogen deficiency or excessive symptoms can be seen mainly in the leaves, that can be detected visually and analyze N concentration in every conditions. The study of N status on duku (Lansium domesticum) seedling was conducted in Jambi Provinces, which planted in sand. The study was in randomized complete block design, with five treatments. It consisted of three plants in each treatment and three replications. The treatments were five levels N fertilization: 0, 100, 200, 400, and 800 ppm, that used an irrigation solution for the seedling in every two days. The results was showed that N deficiency symptoms appear in older leaves
18 in which yellow spots on the upper leaf surfaces, leaves color changed to light green and yellowish (chlorosis). The leaves number was < 4.22, stunted growth and leaf N concentration if < 1.20% (very low nutrient status) and 1.20 ≤ N < 1.36% (low nutrient status). Adequate N was characterized by normal growth, dark green leaves, numbers of leaves were 4.22–5.50, and leaves N concentration were 1.36 ≤ N < 1.46% (medium nutrient status). Symptoms of N excessive showed by brown leaves, dry leaves (necrosis), leaf margins that will roll, number of leaves ≤ 3.78, inhibited seedling growth, N concentration of leaf was ≥ 1.46% (very high nutrient status). The maximum growth of duku seedling for very low nutrient status was 398 ppm N, which was equivalent to 79 g urea/year or 13 g urea/2 month. Keywords: Symptom, deficiency, excessive, leaf N concentration. Pendahuluan Latar Belakang Nitrogen (N) merupakan unsur hara makro yang dibutuhkan dalam jumlah paling banyak oleh tanaman, dapat memacu pertumbuhan dan perkembangan daun, cabang dan produksi buah. Status hara N merupakan salah satu dasar dari program pemupukan bagi tanaman hortikultura. Nitrogen merupakan komponen dasar dalam sintesis protein, enzim, asam amino, asam nukleat dan bagian integral dari klorofil.
Nitrogen juga berperan dalam mengontrol semua reaksi
metabolisme di dalam tanaman (Stefanelli et al. 2010; Subhan et al. 2009; Mathuis 2009). Nitrogen diserap oleh tanaman dalam bentuk ion nitrat (NO3-) dan amonium (NH4+). Nitrat (NO3-) bermuatan negatif sehingga selalu berada dalam larutan tanah dan mudah diserap oleh tanaman tetapi lebih mudah tercuci. Sebaliknya amonium (NH4+) bermuatan positif sehingga terikat oleh kaloid tanah, dan tidak mudah tercuci. Amonium baru dapat dimanfaatkan oleh tanaman melalui pertukaran ion (Havlin et al. 1999; Miller et al. 2009). Nitrogen yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman berbeda-beda pada setiap jenis tanaman. Tingkat defisiensi atau kelebihan N menurut Perry dan Hickman (2001), dapat diukur dengan beratnya gejala dan tingkat pertumbuhan tanaman. Gejala defisiensi atau kelebihan N dapat diamati secara visual dan analisis daun tanaman.
Analisis daun dilakukan untuk
membantu memberikan identifikasi yang lebih akurat, karena gejala yang tampak
19 dapat menyerupai gejala yang ditimbulkan oleh penyakit atau keracunan pestisida (Bhargava 2002; Bierman dan Rosen 2005). Analisis daun juga merupakan cara yang tepat untuk menentukan status hara pada tanaman buah, terutama hara yang mobil seperti N (Alva et al. 2006; Correia et al. 2002; Fernández-Escobar et al. 2011). Gejala defisiensi N secara umum menyebabkan daun menguning, pertumbuhan daun dan ranting terbatas, tanaman kerdil, bunga mekar sedikit dan produksi buah rendah. Gejala yang lebih spesifik akibat defisiensi dan kelebihan N pada setiap jenis tanaman buah akan berbeda. Pada tanaman duku belum ada informasi yang diketahui tentang gejala defisiensi dan kelebihan N, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hal tersebut. Hal ini sulit dideteksi pada tanaman duku dewasa, tetapi dapat diamati pada duku stadia bibit dengan menggunakan media pasir. Tujuan 1. Mendeteksi gejala defisiensi, kecukupan dan kelebihan N pada bibit duku secara visual dan berdasarkan analisis daun. 2. Menentukan status hara N berdasarkan pertumbuhan relatif bibit duku pada kategori sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. 3. Menentukan konsentrasi pemupukan N untuk pertumbuhan maksimum pada bibit duku. Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2010 sampai dengan Maret 2011 di Jambi. Lokasi penelitian berada pada ketinggian 10 meter di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata 27–29oC. Persiapan sampel untuk analisis hara N dilakukan di laboratorium Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi, sedangkan analisis kimia dilakukan di laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor.
20 Metode Penelitian Percobaan aplikasi pupuk N terdiri atas lima perlakuan konsentrasi yang disusun dalam rancangan acak kelompok lengkap. Konsentrasi pupuk N terdiri dari: 0, 100, 200, 400, dan 800 ppm N. Nitrogen sebagai perlakuan bersumber dari CO(NH2)2. Setiap perlakuan terdiri atas tiga tanaman dan diulang tiga kali sehingga keseluruhan berjumlah 45 bibit duku yang berumur dua tahun. Bibit duku yang digunakan dipindahkan ke dalam polybag warna hitam ukuran 30 cm dengan media pasir seberat 7 kg.
Pemindahan bibit dilakukan dengan cara
membuang media tumbuh asal, akarnya dicuci hingga bersih, dan ditanam kembali pada polybag yang telah disediakan. Aplikasi pupuk selain perlakuan juga diberikan pupuk dasar yaitu 50 ppm P, 100 ppm K, dan pupuk majemuk sebanyak 1 g/l yang terdiri dari unsur Ca 0.03 %, Mg 2.6%, Fe 0.74%, S 0.3%, B 0.085%, Mn 0.14%, Zn 0.55%, Cu 0.006% dan Mo 0.02%.
Larutan pupuk
perlakuan dan pupuk dasar diberikan dua hari sekali dengan cara menyiramkan ke dalam polybag, masing-masing dengan volume 50 ml. Deteksi gejala defisiensi dan kelebihan N dilakukan pada daun. Pengambilan sampel daun dilakukan pukul 07.00–09.00 WIB pada daun ketiga dewasa yang mengalami gejala defisiensi N. Analisis N total dilakukan dengan metode Kjeldahl, sedangkan pengukuran N total dengan spektrofotometer ultraviolet visible (Lampiran 2). Pengamatan pertumbuhan meliputi tinggi tanaman, diameter batang dan jumlah daun, sedangkan analisis kandungan hara N dilakukan pada daun yang mengalami defisiensi, kecukupan dan kelebihan N berdasarkan deteksi gejala secara visual. Data hasil pengamatan dianalisis dengan analisis ragam dan uji kontras polinomial. Status hara N dihitung berdasarkan nilai pertumbuhan relatif (pertambahan tinggi tanaman), dengan rumus sebagai berikut: Pertumbuhan relatif = Yi
Yi x100% Ymaks
= Pertumbuhan pada perlakuan hara N ke-i
Ymaks = Pertumbuhan maksimum pada status hara N. Nilai
pertumbuhan
relatif sebagai
dependent
variable (Y) selanjutnya
dihubungkan dengan nilai kandungan hara N daun sebagai independent variable (X) untuk dianalisis dengan model regresi linier dan kuadratik. Model yang
21 mempunyai nilai R2 tertinggi dipakai untuk menentukan status hara N pada bibit duku. Berdasarkan model yang telah ditetapkan maka ditarik garis untuk menghubungkan antara kadar hara N daun dengan pertumbuhan relatif untuk menentukan kelas ketersediaan hara. Kidder (1993) membagi ke dalam lima kategori kelas ketersedian hara berdasarkan persentase pertumbuhan relatif yaitu: (1) sangat rendah (< 50%), (2) rendah (50 ≤ Y < 75%), (3) cukup (75 ≤ Y < 100%), (4) tinggi (100%), dan (5) sangat tinggi (< 100%). Hasil dan Pembahasan Respon Pertumbuhan Bibit Duku terhadap Pemberian Nitrogen Tinggi tanaman dan jumlah daun menunjukkan perbedaan yang nyata dengan pola respon kuadratik, sedangkan diameter batang tidak berbeda nyata. Peningkatan tinggi tanaman dan jumlah daun sejalan dengan meningkatnya konsentrasi N, dan mencapai maksimum pada konsentrasi 200 ppm, kemudian menurun pada konsentrasi 400 dan 800 ppm (Tabel 1). Tabel 1 Pengaruh pemberian N terhadap tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang pada bibit duku setelah 12 bulan Perlakuan (ppm N) 0 100 200 400 800 F test: Pola Respon
Tinggi Tanaman (cm) 36.25 45.52 47.78 42.17 34.88 ** Q**
Jumlah Daun (lembar) 4.22 5.00 5.50 3.44 3.78 * Q*
Diameter Batang (cm) 0.78 0.78 0.81 0.79 0.66 ns -
*: nyata pada taraf uji 5%, **: nyata pada taraf 1%, ns: tidak nyata, Q: kuadratik.
Konsentrasi N 200 ppm memberikan pertumbuhan yang terbaik pada bibit duku dibandingkan konsentrasi yang lebih rendah yaitu 0 dan 100 ppm serta konsentrasi yang lebih tinggi yaitu 400 dan 800 ppm (Gambar 2).
Pada
konsentrasi yang lebih rendah dari 200 ppm pertumbuhan tanaman menjadi lambat dan jumlah daun lebih sedikit, hal ini disebabkan karena N yang dibutuhkan untuk tanaman dapat tumbuh optimal tidak terpenuhi. Nitrogen
22 merupakan bagian dari klorofil yang dibutuhkan pada pembentukan karbohidrat dalam proses fotosintesis. Hasil penelitian Boussadia et al (2010) pada tanaman zaitun yang defisiensi N kandungan klorofil daun dan laju fotosintesis menurun. Nitrogen juga berperan penting pada pembentukan protoplasma dan sebagai penyusun struktur sel tanaman serta dalam pembelahan sel, sehingga N merupakan komponen yang sangat penting terhadap pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tanaman duku juga lebih lambat pada konsentrasi N 400 ppm dan 800 ppm dibandingkan dengan konsentrasi 200 ppm, hal ini disebabkan karena kebutuhan N telah melebihi kebutuhan optimal untuk pertumbuhan bibit duku. Pertumbuhan tanaman yang kelebihan N terhambat diduga karena urea mengalami hidrolisis pada kondisi media yang lembab menjadi NH4+. Menurut Wong (2005),
NH4+ dalam jumlah yang berlebih dapat menimbulkan gejala
keracunan yang ditandai dengan terjadinya nekrosis pada ujung akar dan kerusakan jaringan xilem. Hal ini menyebabkan serapan air dan hara N ke batang dan daun berkurang, daun mengalami kekeringan dan stomata menutup, selanjutnya laju fotosintesis rendah dan akhirnya pertumbuhan tanaman terhambat. Gejala Defisiensi dan Kelebihan Nitrogen pada Bibit Duku Secara visual gejala defisiensi N yang terjadi pada perlakuan 0 ppm dan 100 ppm N, diawali dengan adanya bercak-bercak warna kuning yang bentuknya tidak beraturan pada helaian daun, warna daun menjadi hijau kekuningan, tetapi tulang daun tetap berwarna hijau (Gambar 3A). Gejala ini bila terus berlanjut akan memperlihatkan warna kuning yang semakin banyak pada helaian daun (Gambar 3B) dan akhirnya seluruh permukaan daun akan berwarna kuning, termasuk tulang daun dan daun akan gugur. Defisiensi N juga menyebabkan ukuran daun yang baru terbentuk menjadi lebih kecil, karena suplai N dari dalam tanah melalui akar berkurang. Hal ini juga dapat disebabkan oleh sumbangan N ke daun muda menurun dengan menguning dan menuanya daun-daun bagian bawah. Bila ketersediaan N tidak cukup, protein pada daun tua dihidrolisis dan asam amino yang dihasilkan diredistribusikan ke daun muda. Protein kloroplas dihidrolisis dan kandungan klorofil akan berkurang, akibatnya akan muncul warna kuning pada daun tua yang merupakan gejala pertama dari defisiensi N.
23
0 ppm
0 ppm
100 ppm
200 ppm
400 ppm
800 ppm
Gambar 2 Bibit duku umur 12 bulan (0, 100 dan 200 ppm); umur 6 bulan (400 ppm) dan umur 3 bulan (800 ppm) setelah pemberian pupuk N.
Gambar 3 Gejala defisiensi (A, B), kecukupan (C) dan kelebihan (D, E) N pada daun duku dewasa. Warna kuning pertama terlihat pada daun tua atau daun bagian bawah, disebabkan karena pada saat konsentrasi N rendah pada daun, N ditranslokasikan dari daun tua ke daerah pertumbuhan yang aktif seperti pucuk tanaman. Nitrogen merupakan unsur hara yang pergerakannya mobil dan dapat ditranslokasikan dari jaringan tua ke jaringan muda, sehingga gejala defisiensi N mulai kelihatan dari daun tua. Daun merupakan organ fotosintesis yang akan menghasilkan senyawa organik untuk pertumbuhan tanaman (Marschner 1995), sedangkan klorofil berfungsi
sebagai
pigmen
penangkap
cahaya
untuk
fotosintesis,
yang
menghasilkan karbohidrat, sebagai sumber energi pada proses respirasi sehingga tanaman dapat melangsungkan hidupnya (Marschner 1995; Havlin et al. 1999). Berdasarkan pentingnya peranan daun dan klorofil tersebut terhadap pertumbuhan tanaman, maka apabila tanaman defisiensi N pertumbuhannya akan terhambat Kebutuhan N terpenuhi pada perlakuan 200 ppm, hal ini dapat dilihat pada Gambar 3C, dimana daun berwarna hijau tua dan mengkilat serta pertumbuhan
24 tanaman juga lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya (Gambar 2). Pada perlakuan 400 ppm dan 800 ppm N, daun berwarna hijau kecoklatan dan kemudian berubah warna menjadi coklat yang dimulai dari tepi daun, menuju ke bagian tengah, terakhir tulang daun bagian tengah juga akan berwarna coklat. Pada tingkat lanjut daun mengering dan menggulung ke atas atau kearah dalam dan akhirnya rontok (Gambar 3D dan 3E). Gejala kelebihan N ini pertama kali terlihat pada daun-daun tua di bagian bawah dan terus berlanjut hingga ke daun-daun muda yang berada pada bagian tunas. Gejala kelebihan N pada tanaman manggis seperti dijelaskan oleh Liferdi (2010) juga memperlihatkan gejala yang hampir sama dengan tanaman duku, yaitu munculnya warna coklat dari sekitar pingir daun kemudian merambat menuju tengah-tengah daun atau ke tulang daun dan akhirnya daun mengering dan rontok.
Penelitian yang dilakukan oleh Shedley et al. (1995) kelebihan N
menyebabkan penurunan pertumbuhan yang berat dan nekrosis pada ujung daun pada tanaman Eucalyptus globulus. Konsentrasi N 400 ppm dan 800 ppm tersebut melebihi konsentrasi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan optimal bibit duku. Nitrogen yang berlebih akan menyebabkan daun kering warna coklat dan menggulung. Hal ini diduga karena terjadi kerusakan pada jaringan vascular tanaman, dalam hal ini jaringan xylem dan floem. Rusaknya jaringan xilem dan floem mengakibatkan transpor air dan N dari akar ke daun serta transpor hasil asimilasi dari daun ke akar, batang dan daun juga terganggu. Kerusakan jaringan tersebut diduga karena kandungan garam terlarut berlebih, yang berasal dari urea yang diberikan, nilai salt index urea 75 (Mortvedt 2001). Garam terlarut ini cepat ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman, diakumulasikan pada ujung dan tepi daun, sehingga terlihat gejala nekrosis. Pada konsentrasi 800 ppm diduga garam terlarut sudah berada pada tingkat meracuni tanaman dengan karakteristik gejala daun kering terbakar, pertumbuhan tanaman lebih kecil dan perkembangan tajuk selanjutnya lambat, luka pada batang dan akar, daun kering dan tepi daun menggulung. Penyebab lain dapat berasal dari sumber pupuk N yang diberikan dalam hal ini urea atau CO(NH2)2 bereaksi dengan H2O dengan bantuan enzim urease menghasilkan amoniun karbamat atau (NH4)2CO3 yang selanjutnya terurai
25 menjadi NH4+ dan CO32- (Havlin et al. 1999). Amonium yang berlebihan menurut Wong (2005) menyebabkan gejala keracunan yang ditandai dengan terjadinya nekrosis pada ujung akar dan kerusakan jaringan xilem. Pendapat ini didukung oleh Brito dan Kronzucker (2002) yang menyatakan bahwa tanaman yang mengalami keracunan NH4+ menyebabkan jaringan akar mengalami kerusakan dan perkembangannya terhambat. Hal ini menyebabkan serapan air dan hara N ke batang dan daun berkurang. Daun mengalami defisiensi air, akibatnya stomata menutup dan laju fotosintesis rendah, sehingga pertumbuhan tanaman menjadi lambat. Pertumbuhan yang lambat pada konsentrasi N yang berlebih diduga juga dapat disebabkan oleh senyawa biuret yang berasal dari pupuk urea. Menurut Mikkelsen (2007), konsentrasi biuret yang tinggi akan mengganggu metabolisme N dan menghambat pembentukan protein di dalam tanaman. Biuret menyebabkan konsentrasi N rendah dan menimbulkan gejala kering pada daun. Biuret juga mengganggu aktifitas normal beberapa enzim penting untuk pertumbuhan tanaman, meningkatkan beberapa enzim dan menurunkan yang lainnya, dibandingkan daun yang sehat. Pupuk urea mengandung 1.0–2.0% biuret, dan ini umumnya masih dapat ditoleransi oleh tanaman, tetapi ada tanaman yang sensitif terhadap konsentrasi biuret < 1.0%, seperti jeruk dan nenas. Daun tanaman jeruk yang keracunan biuret akan berwarna kuning dimulai dari bagian ujung daun dan tidak pernah kembali berwarna normal, karena metabolisme biuret di dalam tanaman lambat, dikuti pemupukan N selanjutnya yang kemungkinan terjadi efek kumulatif khususnya pada tanaman tahunan. Keracunan biuret ini mungkin juga terjadi pada bibit tanaman duku yang diberi pupuk 400 dan 800 ppm N, dan dalam hal ini dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui konsentrasi minimal biuret untuk tanaman duku. Secara ringkas uraian kenampakan gejala defisiensi, kecukupan dan kelebihan N pada bibit duku dapat dilihat pada Tabel 2. Analisis daun dapat memverifikasi defisiensi hara atau mengidentifikasi keracunan atau kelebihan akumulasi hara yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil. Analisis daun dan tangkai daun akan membantu kita menunjukkan dengan tepat masalah produksi yang berhubungan dengan hara (Wall 2010). Diagnosis berdasarkan
26 analisis daun lebih akurat dari pada diagnosis gejala itu sendiri untuk mengetahui defisiensi hara.
Analisis daun meningkatkan kesempatan membuat diagnosis
yang benar dan terutama bermanfaat dalam mengidentifikasi gejala tersembunyi atau defisiensi hara palsu (Bell et al. 2003).
Analisis daun yang dilakukan
terhadap gejala visual yang tampak dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 2 Gejala defisiensi, kecukupan dan kelebihan N secara visual pada bibit duku Gejala Organ tanaman Defisiensi Kecukupan Kelebihan Daun tua
Klorosis, diawali dengan munculnya bercak-bercak kuning pada helaian daun, warna daun menjadi hijau kekuningan, selanjutnya warna kuning semakin banyak dan menutupi seluruh permukaan daun (Gambar 3A dan 3B).
Hijau tua dan permukaan daun mengkilat (Gambar 3C).
Daun muda Tulang daun
Hijau terang, ukuran lebih kecil Tulang daun berubah warna menjadi hijau muda - kuning. Hijau muda – kuning
Hijau tua
Tangkai daun Pertama muncul
Tepi daun tua menuju ke tengah helaian daun.
Hijau tua
Nekrotik, diawali dengan perubahan warna daun menjadi hijau kecoklatan pada tepi daun menuju ke tangah helaian daun, selanjutnya daun kering dan warna coklat menutupi seluruh permukaan daun serta daun menggulung keatas (Gambar 3D dan 3E) Daun kering berwarna coklat Tulang daun berubah warna menjadi coklat.
Hijau tua
Hijau-coklat
-
Tepi daun tua menuju ke tengah helaian daun.
Tabel 3 Rata-Rata konsentrasi nitrogen daun berdasarkan gejala visual Perlakuan Konsentrasi N Tingkat Gejala secara visual (ppm N) Daun (%) 0 1.12 Sangat kurang 100 1.30 Kurang-cukup 200 1.39 Cukup 400 1.49 Cukup-lebih 800 1.80 Berlebih F test: ** Pola Respon L** **: nyata pada taraf uji 1%, L: linier.
27 Peningkatan konsentrasi N akan meningkatkan kandungan N pada daun dengan pola respon linier, seperti terlihat pada Tabel 3. Peningkatan konsentrasi N juga diikuti oleh peningkatan pertumbuhan tanaman sampai konsentrasi 200 ppm dan menurun pada konsentrasi 400 ppm dan 800 ppm (Tabel 1). Hasil analisis daun pada Tabel 3 bila dihubungkan dengan respon pertumbuhan bibit duku (Tabel 1), maka diperoleh nilai konsentrasi N sangat kurang: < 1.12%, kurang: 1.12 ≤ N < 1.30%, cukup 1.30 ≤ N < 1.49% dan berlebih bila > 1.49%. Status Hara dan Rekomendasi Pemupukan Nitrogen pada Bibit Duku Status hara N daun dengan pertambahan tinggi relatif mengikuti model regresi kuadratik dengan nilai R2 sebesar 0.68. Status hara N sangat rendah: < 1.20%, rendah: 1.20 ≤ N < 1.36%, sedang: 1.36 ≤ N < 1.46%, tinggi dan sangat tinggi ≥ 1.46% (Gambar 4). Peningkatan konsentrasi N daun sampai dengan 1.46% dapat meningkatkan pertambahan tinggi relatif, tetapi pada konsentrasi N > 1.46% laju pertumbuhan menurun. Hal ini disebabkan karena konsentrasi N yang terlalu tinggi dapat bersifat merusak atau meracuni tanaman, dalam hal ini merusak jaringan pengangkut yaitu xilem dan floem, sehingga transfort air dan hara N terhambat atau berkurang dan pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan tanaman.
P e r ta m b a h a n tin g g i r e la tif ( % )
100 y = -436.75x2 + 1277.5x - 854.77 R2 = 0.6752
80
b
a : defisiensi N berat b : level kritis defisiensi N c : level kritis kelebihan N SR : sangat rendah R : rendah S : sedang T : tinggi ST : sangat tinggi
c
60 40 20
a R
SR 0 1.00
1.20
S 1.40
T & ST 1.60
1.80
2.00
Konsentrasi N Daun (%)
Gambar 4
Hubungan konsentrasi N daun dengan pertambahan tinggi relatif bibit duku.
Kisaran kecukupan hara N merupakan konsentrasi kritis minimal yang diperlukan untuk memelihara pertumbuhan tanaman. Level kritis didefinisikan
28 sebagai level dimana pertumbuhan atau hasil 5–10% dibawah maksimum Marschner (1995). Keadaan di bawah dan diatas kisaran kecukupan, akan menyebabkan terjadinya gejala defisiensi dan kelebihan N. Gejala defisiensi N akan muncul pada saat status hara rendah atau konsentrasi N daun berada pada tingkat minimum, sedangkan gejala kelebihan N mulai telihat pada saat konsentrasi N daun memberikan pertumbuhan melewati batas maksimum (Gambar 4). Status hara N sangat rendah pada bibit duku < 1.20% lebih tinggi dari hasil penelitian Liferdi (2010) pada daun manggis yaitu < 0.73%. Hal yang sama juga terjadi untuk konsentrasi N status sedang yang dibutuhkan untuk pertumbuhan maksimum bibit duku yaitu 1.36 ≤ N < 1.46% lebih tinggi dari bibit manggis yaitu 0.94–1.18%. Namun demikian, status hara N sedang pada bibit duku lebih rendah dari pada kebutuhan N optimum (yang setara dengan status sedang pada penelitian ini) bibit jeruk yaitu 1.80–2.6% yang didapatkan oleh Bondada et al. (2001). Konsentrasi N daun duku > 1.46% akan menurunkan pertumbuhan relatif sedangkan pada manggis pertumbuhan akan menurun pada konsentrasi N > 1.18 %. Pertumbuhan bibit duku maksimum pada status hara sangat rendah dapat dicapai dengan pemberian 398 ppm N, setara dengan 79 g urea/tahun atau 13 g urea/2 bulan (Gambar 5). Penambahan N pada status hara sangat rendah akan meningkatkan pertumbuhan dan kandungan unsur N di dalam jaringan tanaman.
Pertambahan tinggi relatif (%)
120 100 80 y = -0.0003x 2 + 0.239x + 56.167 R2 = 0.7113
60 40 20 0 0
100
200
300
400
500
600
700
800
Konsentrasi pupuk N (ppm)
Gambar 5 Pengaruh konsentrasi pupuk N terhadap pertambahan tinggi relatif bibit duku pada status hara sangat rendah.
29 Kesimpulan 1.
Gejala defisiensi N pada bibit duku dapat dilihat dari daun tua yang ditandai dengan bercak-bercak kuning pada helaian daun, tulang daun tetap berwarna hijau, pada tahap lanjut seluruh daun mengalami klorosis dan pertumbuhan bibit lambat; kecukupan N memperlihatkan pertumbuhan yang normal dan daun berwarna hijau tua; gejala kelebihan N pada bibit duku terlihat pada daun tua yang kering, berwarna coklat, tepi daun menggulung dan pertumbuhan bibit lambat.
2.
Status hara N sangat rendah pada bibit duku apabila konsentrasi N daun < 1.20%, rendah: 1.20 ≤ N < 1.36%, sedang: 1.36 ≤ N < 1,46%, tinggi dan sangat tinggi: ≥ 1.46%.
3.
Pertumbuhan maksimum bibit duku untuk status hara sangat rendah diperoleh pada konsentrasi 398 ppm N, setara dengan 79 g urea/tahun atau 13 g urea/2 bulan.