Prosiding Seminar Nasional Psikologi Indigenous UMP 2015 ISBN. 978-602-14930-4-5 Purwokerto, 6 Juni 2015
PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS KEARIFAN LOKAL Hendarti Permono Fakultas Psikologi, Universitas Persada Indonesia Y.A.I Jakarta Email : hendartip@ yahoo.co.id ABSTRAK Tulisan ini bertujuan untuk mengupas pengetahuan tentang pendidikan karakter yang berbasis kearifan lokal. Isi dari tulisan ini meliputi: pendahuluan, kearifan lokal sebagai dasar pembentukan karakter, konsep pendidikan karakter, strategi pembangunan karakter melalui pendidikan, pemberdayaan dan pembudayaan. Kesimpulan dari tulisan ini adalah: nilai akhlak, moral, serta budi pekerti yang luhur merupakan sesuatu yang penting. Negara atau suatu bangsa bisa runtuh apabila pejabat dan sebagian rakyatnya berperilaku tidak bermoral/amoral. Untuk itu, nilainilai moral budi pekerti perlu diajarkan melalui: keteladanan, kegiatan spontan, teguran, pengkondisian lingkungan, dan kegiatan rutin. Semua itu dimaksudkan agar generasi sekarang dan yang akan datang mampu berperilaku sesuai dengan moral yang diharapkan. Pendidikan yang berorientasikan pada nilai moral, akhlak dan budi pekerti menjadi penting dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pendidikan di Indonesia. Kata kunci : pendidikan, karakter, pendidikan karakter, kearifan lokal
PENDAHULUAN Persoalan pendidikan karakter atau lebih dikenal dengan pendidikan moral budi pekerti, sampai saat ini masih menjadi fokus pembicaraan yang menarik untuk selalu dikaji dan dicarikan solusinya. Dilatar belakangi era globalisasi yang mendunia dan mudahnya akses informasi yang didapat, mengakibatkan pertukaran budaya yang seolah-olah tidak mengenal batas ruang dan waktu. Begitu pula yang dirasakan masyarakat Indonesia pada masa sekarang ini. Indonesia merupakan negara dengan jumlah budaya yang beragam. Masing masing budaya mempunyai nilai filosofi yang mendalam maknanya dan pasti mengandung muatan positif bagi tatanan kehidupan. Pesatnya perkembangan teknologi dan informasi,berpengaruh pada pertukaran pengetahuan serta pemahaman tentang kebudayaan asing. Pertukaran budaya dan filosofi tersebut diserap oleh kebanyakan masyarakat Indonesia tanpa adanya filter serta pertimbangan baik dan buruk sesuai dengan norma dan nilai yang sudah lama dikenal pada budaya bangsa Indonesia. Hal ini mengakibatkan masyarakat terkesan cenderung meninggalkan budaya bangsa sendiri dan beralih menjadi budaya asing sebagai role model. Memang tidak semua budaya asing yang masuk di Indonesia selalu buruk, ada kalanya bisa diterima akal sehat contoh: masuknya pengetahuan tehnologi informasi tentang kemajuan medis, pendidikan, tehnologi computer, dan lain sebagainya, ini justru menambah wawasan bangsa Indonesia tentang kemajuan zaman. Secara filosofis pembangunan karakter bangsa merupakan sebuah kebutuhan asasi dalam proses berbangsa karena hanya bangsa yang memiliki karakter dan jati diri yang kuat yang akan eksis. Secara ideologis, pembangunan karakter merupakan upaya perwujutan ideologi Pancasila dalam kehidupan 67
Prosiding Seminar Nasional Psikologi Indigenous UMP 2015 ISBN. 978-602-14930-4-5 Purwokerto, 6 Juni 2015
berbangsa dan bernegara. Secara normatif, pembangunan karakter merupakan wujud nyata langkah mencapai tujuan, yaitu melindungi segenap masyarakat, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bermasyarakat. Secara historis pembangunan karakter bangsa merupakan sebuah dinamika proses kebangsaan yang terjadi tanpa henti dalam kurun sejarah. Secara sosiokultural pembangunan karakter merupakan suatu keharusan dari suatu bangsa yang multikultural. Pembangunan karakter bangsa merupakan gagasan besar yang dicetuskan para pendiri bangsa karena sebagai bangsa yang terdiri dari berbagai suku bangsa dengan nuansa daerah yang kental, bangsa Indonesia membutuhkan kesamaan pandangan tentang budaya dan karakter yang holistik sebagai bangsa. Hal ini sangat penting karena menyangkut kesamaan pemahaman, pandangan, dan gerak langkah untuk mewujutkan kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. KEARIFAN LOKAL SEBAGAI DASAR PEMBENTUKAN KARAKTER Kearifan lokal adalah pandangan hidup dari berbagai strategi kehidupan yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Dalam bahasa asing sering juga dikonsepsikan sebagai kebijakan setempat “local wisdom”atau pengetahuan setempat “local knowledge”, atau kecerdasan setempat “local genious. Kearifan lokal merepresentasikan sebuah nilai budaya masyarakat yang menaungi keseluruhan kompleksitas norma dan perilaku yang dijunjung tinggi serta menjadi sebuah “belief”. Menurut Naritoom (Wagiran, 2010) dalam menjelaskan konsep kearifan local, tercakup 3 hal, yakni (1) melalui proses panjang yang diendapkan sebagai petujuk perilaku, (2) tidak lepas dari masyarakat pemiliknya (3) bersifat dinamis, terbuka dan menyesuaikan jamannya. Kearifan lokal adalah kebijaksanaan hidup yang didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan suatu masyarakat, sehingga dilihat dari dimensi fisiknya nampak dalam beberapa produk budaya, seperti upacara adat, cagar budaya, pakaian adat, warisan budaya, cerita rakyat, wayang, dan lain-lain (Wagiran,2010). Nilai-nilai hidup sebagai sumber pengetahuan dalam pendidikan karakter bisa didapatkan dari kearifan lokal, yakni kebijaksanaan hidup yang didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan dari suatu masyarakat. Ciri utama dari kearifan lokal adalah kepedulian pada sesama dan alam sekitar. Di tengah arus globalisasi dan berbagai kemajuan tehnologi informasi penting bagi anak-anak untuk dibekali nilainilai luhur budaya sebagai filter yang membantu anak-anak dalam mengambil keputusan. Proses ini dapat dilakukan dengan membentuk kebiasaan sehari-hari maupun melalui pendidikan formal yang terintegrasi.
KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER Pendidikan karakter dapat diartikan sebagai proses pembentukan perilaku dan kepribadian anak melalui pendidikan moral dan budi pekerti, yang hasilnya nampak dalam perilaku seseorang misalnya perilaku jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, bekerja keras dan sebagainya. Menurut Megawangi (2007), karakter tersaji dalam kebajikan seseorang, kemauan untuk berperilaku sesuai dengan norma kebajikan tersebut, meskipun dalam situasi sosial yang sulit, serta kemampuan untuk berempati. Karakter di beberapa konteks disamakan dengan budi pekerti yang terkait dengan perilaku nilai benar salah, nilai baik buruk, yang termanifestasi dalam sikap dan perilaku dalam kehidupannya. Dalam konsep pendidikan yang lain karakter didefinisikan sebagai nilai pemikiran yang telah menjadi sikap mental yang mengakar dalam jiwa, lalu tampak dalam bentuk tindakan dan perilaku yang bersifat tetap, natural dan reflek. Definisi lain tentang pendidikan karakter yakni sebagai upaya yang dilakukan
68
Prosiding Seminar Nasional Psikologi Indigenous UMP 2015 ISBN. 978-602-14930-4-5 Purwokerto, 6 Juni 2015
dengan sengaja untuk mengembangkan karakter yang baik berlandaskan kebajikan-kebajikan inti (core virtues) yang secara obyektif baik bagi individu maupun masyarakat (Lickona,2004). Mengajarkan kebaikan tidak bisa instan, yang hari ini dikenalkan dan otomatis dilaksanakan, namun butuh pembiasaan yang terus menerus agar menjadi terinternalisasi dalam prinsip kehidupannya. Fitri (2012), menyatakan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya aktif melalui pembentukan kebiasaan (habit), perilaku sehingga terukir dalam kepribadian anak agar dapat mengambil keputusan dengan baik dan bijak serta dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan pendidikan karakter adalah membangun pola pikir, sikap, dan perilaku agar menjadi pribadi yang positif, berjiwa luhur dan bertanggung jawab.
STRATEGI PEMBANGUNAN KARAKTER MELALUI PENDIDIKAN, PEMBERDAYAAN, DAN PEMBUDAYAAN Pendidikan merupakan salah satu aktifitas yang paling utama yang melibatkan manusia. Pendidikan merupakan sarana proses mendidik dan perannya di dalam mewariskan warisan budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya sehingga masyarakat bisa memelihara keberadaan mereka. Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa lembaga pendidikan pada dasarnya merupakan salah satu harapan masyarakat untuk mewariskan atau menanamkan nilai-nilai moral budi pekerti yang bersumber pada norma, etika, tradisi budaya yang dianutnya kepada generasi mereka. Oleh karena itu bagi masyarakat, lembaga pendidikan disamping diharapkan mampu mengembangkan kemampuan berfikir dan ketrampilan hidup, juga diharapkan mampu mewariskan nilai-nilai budaya luhur kepada anak didiknya. Pendidikan budi pekerti memiliki substansi makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Haidar (2004) mengemukakan bahwa pendidikan budi pekerti adalah usaha sadar yang dilakukan dalam rangka menanamkan atau menginternalisasikan nilai-nilai moral ke dalam sikap dan perilaku peserta didik agar memiliki sikap dan perilaku yang luhur dalam kehidupan seharihari, baik dalam berinteraksi dengan Tuhan, dengan sesama manusia maupun dengan alam/lingkungan. Secara konseptual, pendidikan budi pekerti dapat dimaknai sebagai usaha sadar melalui kegiatan bimbingan, pembiasaan, pengajaran dan latihan, serta keteladanan untuk menyiapkan peserta didik menjadi manusia seutuhnya yang berbudi luhur dalam segenap peranannya di masa yang akan datang. Pendidikan budi pekerti juga merupakan upaya pembentukan, pengembangan, peningkatan, pemeliharaan, dan perbaikan perilaku peserta didik agar mau dan mampu melaksanakan tugas-tugas hidupnya secara selaras, serasi, seimbang antara lahir batin, jasmani rohani, material spiritual, dan individu sosial. Sedang secara operasional, pendidikan budi pekerti dapat dimaknai sebagai suatu upaya untuk membentuk peserta didik sebagai pribadi seutuhnya yang tercermindalam kata, perbuatan, sikap, pikiran, perasaan dan hasil karya berdasarkan nilai-nilai agama serta norma dan moral luhur bangsa Indonesia melalui kegiatan bimbingan, pelatihan dan pengajaran. Tujuannya agar mereka memiliki hati nurani yang bersih, berperangai baik, serta menjaga kesusilaan dalam melaksanakan kewajiban terhadap Tuhan dan terhadap sesama mahluk. Tujuan pendidikan budi pekerti adalah untuk mengembangkan nilai, sikap dan perilaku siswa yang memancarkan akhlak mulia, budi pekerti yang luhur (Haidar 2004). Hal ini mengandung arti bahwa dalam pendidikan budi pekerti, nilai-nilai yang ingin dibentuk yaitu tertanamnya nilai-nilai akhlak mulia kedalam peserta didik yang kemudian terwujut dalam tingkah lakunya. Secara umum dapat dikatakan bahwa hakekat dari tujuan pendidikan budi pekerti adalah membentuk pribadi anak supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat dan warga negara yang baik. Sebagaimana dikatakan oleh 69
Prosiding Seminar Nasional Psikologi Indigenous UMP 2015 ISBN. 978-602-14930-4-5 Purwokerto, 6 Juni 2015
Dewantoro (1977), bahwa nilai yang ditanamkan dalam pendidikan tidak tinggal sebagai pengetahuan saja, tetapi menjadi tindakan seseorang, maka produk pendidikan mestinya memperhatikan tiga unsur secara terpadu yaitu “ngerti-ngerasa-ngelakoni” (mengetahui, menghayati, melakukan). Hal tersebut mengandung pengertian agar pendidikan budi pekerti hendaknya mengandung pendidikan dan pengajaran budi pekerti yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara terpadu. Berkaitan dengan implementasi strategi pendidikan budi pekerti dalam kegiatan sehari-hari, secara tehnis dapat dilakukan melalui: keteladanan, kegiatan spontan, teguran, pengkondisian lingkungan, kegiatan rutin, semua itu dilakukan guru, kepala sekolah, staf administrasi dengan penuh kasih sayang, tidak dengan emosi, marah-marah dan kekerasan. Pemberdayaan, merupakan salah satu strategi pembangunan karakter bangsa yang diarahkan untuk memberdayakan para pendidik untuk bisa diimplementasikan pada peserta didik. Lingkungan keluarga merupakan wahana pendidikan karakter yang pertama dan utama. Oleh karena itu orangtua perlu ditingkatkan kemampuannya sehingga memiliki kemampuan untuk melakukan pembinaan dan pengembangan karakter. Pemberdayaan di lingkungan keluarga dilakukan melalui: (1) penetapan regulasi yang mendorong orang tua dapat berinteraksi dengan sekolah dan lembaga pendidikan yang terkait pembangunan karakter; (2) pemberian pelatihan dan penyuluhan tentang pendidikan karakter; (3) pemberian penghargaan kepada para tokoh-tokoh atau orang tua yang telah menunjukkan komitmennya dalam membangun karakter di lingkungan keluarga; (4) peningkatan komunikasi pihak sekolah dan lembaga pendidikan terkait dengan orang tua. Pemberdayaan yang terkait dengan masyarakat merupakan salah satu strategi efektif dalam pembinaan dan pengembangan karakter. Langkah-langkah yang dapat dilaksanakan antara lain adalah: (1) regulasi tentang pentingnya penyadaran pembangunan karakter bangsa; (2) memfasilitasi organisasi profesi, organisasi keagamaan, organisasi pemuda, organisasi usia lanjut yang bergerak dibidang pembangunan karakter bangsa. Organisasi partai politik merupakan tempat yang sangat potensial dalam membangun karakter bangsa, karena disana terhimpun masyarakat yang memiliki potensi untuk dikembangkan secara masif dalam hal pembangunan karakter bangsa.Pemberdayaan masyarakat politik menjadi penting dilakukan sehingga tumbuh partai politik atau organisasi politik yang penuh santun dalam sosialsisasi antar anggotanya sehingga menimbulkan kesadaran berbangsa dan bernegara yang mementingkan etika dan moral karakter tiap anggotanya, pemberdayaan masyarakat melalui partai politik bisa dilakukan diantaranya pengembangan kesadaran budaya bangsa melalui berbagai wacana dan media terhadap pentingnya penanaman nilai-nilai politik demokratis berdasarkan Pancasila berdasarkan, penghormatan atas HAM, nilai-nilai persamaan, anti kekerasan, serta nilai-nilai toleransi politik. Jadi segala individu dan sekelompok masyarakat harus berjuang memperdayakan masing-masing potensinya untuk mencapai suatu tujuan yaitu memperdayakan kekuatan karakter bangsa melalui kehidupan yang damai, sejahtera dan bermartabat. Pembudayaan, dilakukan melalui keluarga, satuan pendidikan, dunia usaha, partai politik dan media masa. Strategi pembudayaan menyangkut pelestarian, pembiasaan, dan pemantapan nilai-nilai baik untuk meningkatkan martabat bangsa. Strategi tersebut dapat berwujud pemodelan, penghargaan, pengidolaan, fasilitasi, serta hadiah dan hukuman. Dalam kegiatan sosialisasi dari unit yang terkecil yaitu keluarga sampai pada unit yang terbesar yaitu masyarakat luas atau negara nilai-nilai budaya, keagamaan, dan moral, dalam konteks ini proses sosialisasi dan enkulturasi terjadi secara berkelanjutan. Hal ini bertujuan untuk membimbing anak agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, tangguh, mandiri, kreatif, inovatif, beretos kerja, setia kawan, peduli lingkungan, dan lain sebagainya. 70
Prosiding Seminar Nasional Psikologi Indigenous UMP 2015 ISBN. 978-602-14930-4-5 Purwokerto, 6 Juni 2015
Kepribadian seseorang dapat diperoleh melalui proses yang dialami sejak kelahiran. Pada tahap itu, ia mulai mempelajari pola-pola perilaku yang berlaku dalam masyarakatnya dengan cara mengadakan hubungan dengan orang lain. Nilai-nilai dan norma luhur yang telah ada, pada saatnya nanti tentu akan mengalami gesekan-gesekan dengan nilai baru yang pasti akan dijumpai. Pada tahap inilah maka diperlukan sebuah internalisasi nilai yang kuat yang perlu dibangun dan dilaksanakan sejak dini agar masyarakat maupun warga negara sebagai entitas di dalamnya mampu menyaring berbagai dampak tersebut sehingga tidak akan kehilangan jati dirinya. Pembudayaan di masyarakat ini dapat dilakukan melalui keteladanan tokoh masyarakat, pembiasaan nilai-nilai di lingkungan masyarakat, pembinaan dan pengembangan hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, penegakan aturan yang berlaku. Pemerintah harus menjadi teladan bagi pembudayaan karakter bangsa karena pemerintah harus dapat menjadi contoh warganya. Pemerintah yang baik mencerminkan masyarakat yang baik. Masyarakat yang berkarakter mencerminkan warga negara yang berkarakter. Pemerintah dengan demikian harus selalu digaris depan dalam pembudayaan karakter dengan segala manifestasinya. Selain keteladanan, pembudayaan dalam lingkup pemerintah dapat dilakukan dengan pembiasaan nilai-nilai di lingkungan pemerintah, peningkatan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta penegakan aturan. Adapun pembudayaan di media masa dapat dilakukan melalui beritaberita yang mendukung pembangunan karakter bangsa, keteladaan tokoh media, pembiasaan nilai-nilai di lingkungan media masa, pembinaan dan pengembangan hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, serta penegakan aturan yang berlaku.
KESIMPULAN Pentingnya nilai akhlak, moral, serta budi pekerti yang luhur bagi semua warga negara kiranya tidak perlu diingkari. Negara atau suatu bangsa bisa runtuh karena pejabat dan sebagian rakyatnya berperilaku tidak bermoral. Perilaku amoral akan memunculkan kerusuhan, keonaran, penyimpangan dan lain-lain yang menyebabkan kehancuran suatu bangsa. Mereka tidak memiliki pegangan dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. Oleh karena itu, nilai-nilai moral budi pekerti perlu diajarkan melalui: keteladanan, kegiatan spontan, teguran, pengkondisian lingkungan, kegiatan rutin, agar generasi sekarang dan yang akan datang mampu berperilaku sesuai dengan moral yang diharapkan. Terwujudnya manusia Indonesia yang bermoral, berkarakter, berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur merupakan tujuan dari pembangunan manusia Indonesia yang kemudian diemplementasikan ke dalam tujuan pendidikan nasional. Pada tataran demikian, maka pendidikan yang berorientasikan pada nilai moral, akhlak dan budi pekerti menjadi penting dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pendidikan di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA Fitri, A.Z (2012). Pendidikan karakter berbasis nilai dan etika di sekolah. Yogyakarta: Ar-Ruzzmedia. Haidar, P. D. (2004). Pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia. Jakarta : Prenada Media, Cet. Ke-1. Dewantoro, K. H. (1977). Pengajaran budi pekerti. Yogyakarta: Taman Siswa, Bag.1. Lickona, T.(2004). Character matters. New York : Somon & Schuster.
71
Prosiding Seminar Nasional Psikologi Indigenous UMP 2015 ISBN. 978-602-14930-4-5 Purwokerto, 6 Juni 2015
Megawangi, R. (2007). Semua berakar pada karakter: Isu-isu permasalahan bangsa. Jakarta: Lembaga Penerbitan FE UI. Wagiran. (2010). Pengembangan karakter berbasis kearifan lokal hamemayu hayuning bawana. Journal.uny.ac.id/index.php/jpka/article/download/1249/1050.
72