PEMIKIRAN
PASCA-KRISTEN
Harry Blamires
Penerbit Momentum 2003
Copyright © momentum.or.id
Pemikiran Pasca-Kristen (The Post-Christian Mind) Oleh: Harry Blamires Penerjemah: Irwan Tjulianto Editor: Hendry Ongkowidjojo Tata Letak: Djeffry Desain Sampul: Darman dan Minerva Utomo Editor Umum: Solomon Yo Originally published under the title The Post-Christian Mind © 1999 by Harry Blamires by Servant Ministries P.O. Box 8617, Ann Arbor, Michigan 48107, U.S.A All rights reserved Hak cipta terbitan bahasa Indonesia pada Penerbit Momentum (Momentum Christian Literature) Andhika Plaza C/5-7, Jl. Simpang Dukuh 38-40, Surabaya 60275, Indonesia. Copyright © 2000 Telp: +62-31-5472422; Faks: +62-31-5459275 e-mail:
[email protected]
Perpustakaan LRII: Katalog dalam Terbitan (KDT) Blamires, Harry, Pemikiran pasca-Kristen/Harry Blamires, terj. Irwan Tjulianto – cet. 1 – Surabaya: Momentum, 2003. xi + 209 hlm.; 14 cm. ISBN 979-8131-21-5 1. Kekristenan dan Kebudayaan. 2. Kehidupan Kristen – Penulis Anglikan. 239.7–dc21 Cetakan pertama: Juli 2003 Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang. Dilarang mengutip, menerbitkan kembali, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun dan dengan cara apa pun untuk tujuan komersial tanpa izin tertulis dari penerbit, kecuali kutipan untuk keperluan akademis, resensi, publikasi, atau kebutuhan nonkomersial dengan jumlah tidak sampai satu bab.
Copyright © momentum.or.id
Daftar Isi
Prakata Penerbit Kata Pengantar Bab 1 Pemikiran Pasca-Kristen Bab 2 Hak Bab 3 Keluarga Bab 4 Keluarga dalam Guncangan Bab 5 Pernikahan dan Perceraian Bab 6 Moralitas dalam Guncangan Bab 7 Nilai-nilai Bab 8 Yang Lama dan yang Baru Bab 9 Diskriminasi Bab 10 Keindahan Tubuh Bab 11 Prinsip-prinsip Dasar Bab 12 Demokrasi Bab 13 Kebebasan Bab 14 Kebebasan Berekspresi Bab 15 Kebebasan Ekonomi Bab 16 Gerakan-gerakan Kembali ke Alam Bab 17 Amal dan Belas Kasihan Bab 18 Perendahan terhadap Kekristenan Kesimpulan
Copyright © momentum.or.id
vii ix 1 13 21 31 43 57 69 79 89 105 117 127 139 149 165 175 183 195 205
Kata Pengantar
“A
slan adalah Tash. Tash adalah Aslan.” Lebih dari satu kali kata-kata ini muncul dalam buku Pemikiran-Pasca Kristen tanpa penjelasan apa pun, hampir-hampir menyerupai moto yang diulang-ulang. Apa maksud kata-kata ini? Kalimat ini berasal dari satu episode dalam dongeng Narnia bagian terakhir karya C.S. Lewis, The Last Battle (Pertarungan Terakhir). Pada bagian itu, Shift, si Kera, mengintimidasi dan memperdaya binatang-binatang liar untuk menyamakan Tash, dewa jahat yang merupakan salah satu musuh Narnia, dengan Aslan, seekor singa yang bersifat mirip Kristus yang dikasihi bangsa Narnia. Shift berkata, “Tash hanyalah nama lain untuk Aslan.... Tash dan Aslan hanyalah dua nama yang berbeda bagi kalian yang mengenalnya.… Masukkan itu ke dalam benak kalian, binatang-binatang tolol. Tash adalah Aslan; Aslan adalah Tash.” Nama “Tashlan” kemudian diciptakan untuk menegaskan identitas itu. Tetapi ketika Tash dan Aslan muncul, yang satu mewujudkan kekejaman yang ganas dan yang satunya lagi mewujudkan kasih yang penuh rahmat, sehingga jelaslah bahwa keduanya lain dan juga begitu berbeda. Kisah Lewis ini mencerminkan pandangannya terhadap upaya teolog liberal di masanya untuk mengasimilasikan berbagai agama dan kepercayaan di dunia. Sebagaimana semua kucing terlihat berwarna kelabu di kala senja, demikian juga di paruh kedua abad ke-20 – yang Blamires sebut sebagai era pasca-
Copyright © momentum.or.id
P em ik i ran P as ca - Kr is ten
x
Kristen – banyak orang menganggap semua agama secara substansial adalah sama, betapapun berbedanya bentuk-bentuk luar mereka. Pemikiran ini bahkan telah jauh dikembangkan sejak masa hidup Lewis. Harry Blamires memakai moto ini di dalam tulisannya bukan untuk menekankan impian tentang satu kesatuan transenden dari berbagai agama, melainkan justru untuk menggarisbawahi ancaman budaya sekuler yang merupakan proses penyubjektifan, perelatifan, pemecahan, penggoyahan, peniadaan kategori, dan pembusukan. Budaya ini mendesak kita untuk menyusuri jalan menuju nihilisme total, yang di dalamnya setiap hal adalah setiap hal dan dengan demikian ia adalah bukan apa pun. Blamires adalah seorang penerus Lewis, dan ia menghargai pembacanya dengan menganggap mereka semua juga merupakan penerus Lewis. Dia adalah salah satu dari sejumlah orang yang menerima jubah C.S. Lewis dalam pengertian yang riil. Seperti Lewis, ia adalah seorang Inggris, mengajar sastra Inggris di tingkat universitas, dan adalah seorang Kristen Anglikan tradisional. Seperti Lewis, dosennya di Oxford yang kemudian menjadi sahabatnya, Blamires adalah penulis yang produktif. Tulisannya terdiri dari buku-buku teks di bidang yang ia geluti sampai novel-novel fantasi Kristen dan buku-buku apologetika diagnostik bagi iman arus utama. Sebagai seorang murid sastra, kepedulian utamanya adalah untuk menyajikan dan membela cara pemikiran Kristen di dalam dunia non-Kristen. Untuk tujuan itulah ia menulis karya klasiknya The Christian Mind 1 yang kemudian diikuti dengan Recovering the Christian Mind. Sekarang ia menyajikan bagi kita The Post-Christian Mind (Pemikiran Pasca-Kristen). Mengenai bukunya yang terdahulu, seorang pengulas berkata, “Buku itu bagaikan refleksi yang ma-
1
Juga diterjemahkan oleh Penerbit Momentum dengan judul Pemikiran Kristen.
Copyright © momentum.or.id
Kata Pengantar
xi
tang dari seorang paman yang sangat bijak ...,” dan hal yang sama bisa dikatakan mengenai apa yang akan kita baca di buku ini. Buku Pemikiran Pasca-Kristen merupakan jurnalisme sejati atau dalam istilah G.K. Chesterton, “Laporan yang tajam atas apa yang dipikirkan dan dilakukan oleh orang-orang di sekitar kita, dengan komentar interaktif yang ditawarkan berdasarkan kemanusiaan yang sama, akal sehat, dan pemahaman Kristen.” Contoh-contoh yang diberikan sebagian besar terjadi di Inggris. Tetapi, kejelasan dan ketepatan yang begitu luar biasa dari analisisnya akan memberikan hikmat bagi kita semua. Hai, para pengikut Lewis dan Chesterton, kemarilah! Kalian akan menikmati buku ini. J.I. Packer
Copyright © momentum.or.id
c
1
C
Pemikiran Pasca-Kristen
T
idak ada keraguan bahwa dengan mendekatnya abad ke21, kekristenan menghadapi permusuhan yang hebat, termasuk di negara-negara Barat yang pernah dianggap sebagai benteng peradaban Kristen. Saat melihat ke sekeliling, kita pasti menyadari betapa kuat dan busuknya serangan terhadap iman Kristen yang kita pegang dan yang kita anggap sebagai dasar peradaban Barat. Humanisme sekuler merupakan campuran relativitas yang menentang berbagai nilai dan kemutlakan tradisional, dan paham ini sekarang sedang menginfeksi udara intelektual yang kita hirup. Banyak aksi terencana dilakukan untuk merendahkan semua pengakuan tentang hal yang transenden dan untuk membuang semua penghormatan terhadap pengekangan diri yang objektif. Aksi terencana ini sudah sedemikian menggenggam media sehingga masyarakat sedang dicuci otak ketika mereka sedang membaca surat kabar, mendengarkan radio, atau melihat televisi. Kekuatan-kekuatan intelektual dari Gereja Kristen perlu dimobilisasi untuk menjawab gerakan yang dipimpin oleh orang-
Copyright © momentum.or.id
2
P em ik i ran P as ca - Kr is ten
orang yang sedang terlibat untuk membusukkan peradaban kita, entah mereka menyadarinya atau tidak. Sudah waktunya kita menganalisis dengan tidak pandang bulu berbagai kebenaran semu dan tuduhan licik dari para penegak anti-Kristen yang baru. Kita perlu menganalisis perkakas wacana yang mereka pakai untuk beroperasi dan menelaah perbendaharaan verbal yang dieksploitasi. Dengan melakukan hal ini, kita akan menemukan bahwa semakin dalam kita menggali slogan dan ucapan-ucapan manis mereka, semakin tampak betapa hampa dasar-dasar yang dipakai oleh relativisme liberal yang saat ini tengah berjaya. Buku-buku saya yang terdahulu telah menekankan perlunya orang Kristen mempertahankan logika dan konsistensi di dalam menyikapi secara kristiani dunia tindakan dan dunia pemikiran. Saya telah mendefinisikan ukuran doktrinal untuk mengklarifikasi sikap-sikap orang Kristen. Konsep “pemikiran Kristen” terbukti merupakan istilah yang bermanfaat untuk memayungi. Di bawah istilah ini, kita bisa merumuskan berbagai presaposisi yang melandasi sikap-sikap Kristen sejati terhadap dunia kontemporer dan budayanya. Dalam mendefinisikan sikap-sikap Kristen secara spesifik, kita tidak bisa tidak menemukan pertentangan di antara berbagai prakonsepsi pemikiran populer dengan iman Kristen. Selain itu, logika membawa kita pada timbunan bukti bahwa berbagai prakonsepsi yang pada dasarnya bertentangan dengan iman Kristen, sekarang ini sedang menginfeksi pemikiran orang-orang Kristen itu sendiri, bukan hanya di tingkat populer tetapi juga di tingkat kontroversi teologis. Di dalam upaya-upaya saya sebelumnya di bidang ini, pendekatan logis yang saya pakai ialah menjadikan iman Kristen sebagai titik tolak dan setelah itu menyurvei kondisi kontemporer di dalam terang rumusan-rumusan doktrinalnya. Tetapi dalam buku ini, saya akan mulai dari sisi yang berbeda. Kita akan mengeksplorasi berbagai pandangan, sikap, dan topik pembahasan yang memenuhi atmosfer mental di sekitar kita. Bersamaan
Copyright © momentum.or.id
Pemikiran Pasca-Kristen
3
dengan ini, kita akan mencoba untuk mendefinisikan karakterkarakter krusial dari pemikiran kaum sekuler sekarang ini. Singkatnya, kita akan bergulat dengan “pemikiran pasca-Kristen.” Saya akan menunjukkan berbagai prakonsepsi yang mendasari sikap-sikap kontemporer populer, sekaligus bagaimana mereka berlawanan dengan iman Kristen. Selama beberapa dekade kita memiliki alasan untuk bertanya-tanya tentang apa yang akan terjadi terhadap pemikiran populer ketika batasan-batasan tradisional dari budaya Kristen semakin disisihkan, yaitu ketika sisa-sisa kepercayaan akan tatanan supranatural lenyap. Bagaimanapun juga, penerimaan tanggung jawab manusia yang dilimpahkan secara ilahi atas hidup ini telah lama mendasari etika pengendalian diri. Setidaknya, kesadaran akan adanya penghakiman kelak telah menguatkan etika ini. Sekarang, akibat-akibat mengenaskan dari hilangnya kepercayaan kita mulai tersingkap. Pemikiran populer telah berubah di depan mata kita. Kita memerlukan analisis Kristen yang sistematik untuk melihat akibat dari semua ini. Saat bergumul dengan pemikiran pasca-Kristen, pikiran kita tidak akan dilatih dengan cara yang sama seperti saat kita mendefinisikan pemikiran Kristen. Hal ini dikarenakan tidak adanya kesatuan pandangan yang tetap, serangkaian prinsip yang homogen, dan rasionalitas filosofis di dalam akumulasi kebenaran semu tak berwujud yang saat ini sedang dimasukkan ke dalam pemikiran populer oleh media. Kita tidak bisa mencari sistem atau koherensi di sana, karena itu sama saja dengan mencari tanda atau rambu di tengah rimba. Selain itu, seperti yang akan Anda lihat di buku ini, hal ini sebagian dikarenakan perbedaan antara pemikiran Kristen dan pemikiran pasca-Kristen, yang beranalogi dengan perbedaan antara peradaban dan rimba, antara tatanan dan anarki. Apakah peradaban memiliki batasan yang sama dengan iman religius yang menghidupinya merupakan pertanyaan yang akan dijawab oleh pengalaman abad ke-21.
Copyright © momentum.or.id
4
P em ik i ran P as ca - Kr is ten
Jika kita mau menelaah kesalahan perkakas kontemporer ini dari dalam, kita harus keluar dari baju teologis kita. Setiap hal yang memberikan bentuk dan makna bagi konsepsi kita tentang rentang hidup manusia, kita peroleh dari sistem kepercayaan yang ditolak oleh pemikiran pasca-Kristen. Orang Kristen mendapati bahwa makna ultimat dari berbagai hal terletak di luar waktu, di luar batasan karier manusia di bumi. Bagi Anda dan saya, wahyu Kristen menjadikan semua sejarah dan pengalaman manusia bermakna. Bagi kita, drama agung Penciptaan, Kejatuhan, penebusan, dan keselamatan merupakan hal yang menaungi semua pengalaman manusia dan memberikan makna bagi harihari kita. Kita diberi tahu sesuai dengan rupa siapa manusia dibentuk, tuntutan apa yang diberikan kepada mereka, dan bagaimana mereka akan dimintai pertanggungjawaban. Kita diajar bahwa kehendak Allah dan rancangan keselamatan ilahi tidak akan pernah tidak relevan dengan apa yang kita lakukan. Hal ini seharusnya menjadi faktor pemersatu di dalam hidup kita, memberikan tujuan dan koherensi yang jika tanpanya maka yang ada hanyalah keterpisahan dan ketiadaan hubungan, serangkaian hal yang acak-acakan seperti di tingkat binatang liar. Di manakah manusia yang menganggap wahyu Kristen sebagai impian kosong, bisa berpaling untuk mencari makna, tujuan dan koherensi? Bisakah kita mengesampingkan presaposisipresaposisi teologis kita, mencampakkan semua kebermaknaan hidup di bawah Allah, dan melihat pengalaman sebagaimana kaum sekuler tulen melihatnya? Jika mencoba, kita akan mendapati semuanya menjadi berantakan karena tonggak penahannya tak mampu menahan. Perpecahan akan terjadi. Tidak ada satu hal pun yang bisa memberikan keterkaitan bermakna antara berbagai ragam pengalaman di dalam hidup Anda dan hidup saya, kecuali bahwa Anda dan saya mengambil bagian sebagai individu di dalam semua pengalaman tersebut. Dengan kata lain, jika tidak ada makna yang bisa ditemukan dalam skema objektif,
Copyright © momentum.or.id