Pemerintah Kabupaten Wakatobi
BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 4.1 Permasalahan Pembangunan 4.1.1 Kesejahteraan Masyarakat Permasalahan pembangunan di Kabupaten Wakatobi tahun 2006-2010 ditinjau dari aspek kesejahteraan masyarakat yaitu (1) Pendapatan per kapita penduduk relatif masih rendah, (2) Daya beli masyarakat rendah, (3) Angka melek huruf relatif masih rendah, (4) Rata-rata lama sekolah masih rendah, (5) Kualitas dan cakupan layanan pendidikan relatif masih terbatas, (6) Kualitas dan cakupan pelayanan kesehatan relatif masih terbatas, dan (7) Persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan masih tinggi. Lebih jelasnya diuraikan berikut ini. 4.1.1.1 Pendapatan per Kapita Penduduk Berdasarkan hasil Survei Ketenagakerjaan Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2010 yang dilaksanakan oleh BPS, laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Wakatobi pada tahun 2010 mencapai 11,47 persen, jauh diatas pertumbuhan ekonomi Kabupaten Wakatobi pada tahun 2006, yakni hanya sebesar 6,03 persen, maupun rata-rata pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Tenggara pada periode yang sama, yakni hanya sekitar 7 persen lebih, dan pertumbuhan ekonomi nasional yakni sekitar 6 persen lebih. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Wakatobi tertinggi selama kurun waktu lima tahun terakhir dicapai pada tahun 2009, yakni sebesar 13,67 persen. Tingginya laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Wakatobi tersebut di atas, antara lain dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: (1) Meningkatnya produksi rumput laut memicu pertumbuhan pada sub sektor perikanan yang mencapai 50 persen lebih. Disamping itu, adanya peningkatan
produksi
perikanan
RPJMD Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016
secara
keseluruhan
memberikan IV - 80
Pemerintah Kabupaten Wakatobi kontribusi terhadap pertumbuhan PDRB Kabupaten Wakatobi pada tahun 2009 sebesar 4,75 persen. (2) Peningkatan aktifitas perdagangan, perhotelan dan restoran, ditandai dengan berkembangnya jasa-jasa akomodasi dan kegiatan pariwisata lainnya. Sektor ini mampu tumbuh sebesar 29 persen lebih dan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan PDRB sebesar 4,45 persen. (3) Pembangunan sarana dan prasarana wilayah, terutama pembangunan Bandara Matahora, pelabuhan dan prasarana jalan berimplikasi terhadap pertumbuhan sektor konstruksi sebesar 25 persen lebih. Perkembangan sektor ini mampu memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan PDRB sebesar 1,46 persen. (4) Perkembangan pada sektor perhubungan udara atau Bandara Matahora menjadi pemicu utama terhadap terbukanya sektor-sektor ekonomi baru, yakni jasa perorangan, jasa keuangan dan jasa persewaan. Hal yang sama terjadi pada tahun 2010. Bahkan, pertumbuhan sektor perhubungan udara pada tahun 2010 mencapai 65,23 persen. Demikian halnya perkembangan sektor perhotelan dan jasa rekreasi terutama perkembangan resort dan dive center yang signifikan, ditandai dengan perkembangan sektor perhotelan dan jasa hiburan yang mencapai 50 persen lebih. Ditinjau dari sisi pendapatan atau PDRB per kapita Kabupaten Wakatobi Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB), juga semakin membaik dari tahun ke tahun dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 20,71 persen. Pada tahun 2006, PDRB per kapita di Kabupaten Wakatobi sebesar Rp. 4,76 juta lebih per tahun, menjadi Rp. 10,04 juta lebih pada tahun 2010 yang berarti mengalami peningkatan sebesar Rp. 5,28 juta lebih atau sekitar 118,06 persen. Dengan demikian, pertumbuhan PDRB per kapita Kabupaten Wakatobi selama lima tahun terakhir telah mampu mendorong perkembangan PDRB per kapita per tahun penduduk Kabupaten Wakatobi yang cukup menggembirakan. Pertumbuhan PDRB per kapita Kabupaten Wakatobi sebagaimana dikemukanan di atas, belum maksimal karena masih berada di bawah rata-rata PDRB per kapita Provinsi Sulawesi Tenggara, yakni sebesar Rp. 14.87 per RPJMD Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016
IV - 81
Pemerintah Kabupaten Wakatobi kapita pada tahun 2010. Oleh karena itu, upaya untuk mendorong percepatan penigkatan pemerataan kesejahteraan ekonomi masyakarat yang antara lain diindikasikan oleh pertumbuhan PDRB perkapita akan menjadi perhatian lima tahun kedepan, baik melalui peningkatan produktifitas sektor pertanian dalam arti luas maupun penyediaan infrastruktur perekonomian. Meskipun demikian, upaya peningkatan produktifitas pertanian, terutama pada sub sektor perikanan harus dilakukan dengan memperhatikan pengaruh terhadap kelestarian sumberdaya kelautan dan perikanan serta pariwisata yang merupakan sub sektor/sektor unggulan Kabupaten Wakatobi. 4.1.1.2 Daya Beli Masyarakat Laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita per tahun penduduk Wakatobi yang mengalami peningkatan cukup signifikan belum berkorelasi positif terhadap daya beli masyarakat di daerah ini. Pada tahun 2006, daya beli masyarakat Wakatobi sebesar Rp. 579.000 per kapita, meningkat menjadi Rp. 593.120 per kapita pada tahun 2009. Ini berarti bahwa peningkatan daya beli masyarakat Wakatobi selama kurun waktu lima tahun terakhir hanya sebesar Rp. 14.120 per kapita per bulan atau hanya sekitar 2,44 persen. Beberapa permasalahan pokok yang masih dihadapi terkait dengan peningkatan daya beli masyarakat antara lain: adalah sebagai berikut: (1) Belum efisien dan efektifnya sistem distribusi yang disebabkan oleh panjangnya rantai distribusi, belum memadainya sarana dan prasarana perdagangan, serta belum tersedianya sistem informasi harga, permintaan dan pasokan barang di tingkat produsen dan konsumen terutama untuk bahan pokok. Selain itu, terbatasnya sarana penyimpanan (pergudangan dan cold storage) di tingkat produksi mengakibatkan terjadinya disparitas harga antar wilayah dan fluktuasi harga di tingkat konsumen. Kebijakan yang dilakukan pemerintah daerah selama ini dalam mengatasi kelangkaan dan gejolak harga masih bersifat ad hoc melalui operasi pasar (OP) yang dirasa kurang efektif dalam mengendalikan kelangkaan dan fluktuasi harga, terutama pada saat hari besar keagamaan, yang merupakan salah satu indikator dari belum optimalnya sistem distribusi komoditas strategis, pokok, RPJMD Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016
IV - 82
Pemerintah Kabupaten Wakatobi dan kebutuhan hajat masyarakat banyak. Upaya tersebut merupakan mekanisme intervensi perdagangan dan distribusi yang parsial sehingga perlu adanya perbaikan dalam sistem perdagangan dan distribusi nasional. Belum efisiennya sistem distribusi ini memberikan kontribusi terhadap tingginya biaya logistik di Wakatobi yang merupakan salah satu faktor penyebab ekonomi biaya tinggi. (2) Masih perlunya upaya penguatan pasar lokal dan peningkatan efisiensi pasar komoditas. Hal ini sangat penting untuk mendorong permintaan domestik terhadap produk dalam daerah, meningkatkan peran UKM dalam perekonomian lokal dan daerah serta pengembangan produk kreatif, serta mendorong aktivitas perdagangan komoditas berjangka. (3) Belum optimalnya upaya pengawasan perdagangan dan peningkatan iklim usaha perdagangan. Salah satu penyebabnya adalah masih terbatasnya upaya penataan kelembagaan perdagangan dalam negeri, seperti: perlindungan
konsumen,
meterologi,
pengawasan
barang
beredar,
persaingan usaha dan komoditas berjangka. (4) Masih belum optimalnya kebijakan dan penataan sarana perdagangan, seperti: pasar induk, pasar tradisional dan pasar desa/kelurahan, terutama di Kecamatan Kaledupa, Tomia dan Binongko. Peningkatan daya beli masyarakat dalam 5 (lima) tahun mendatang ditujukan
untuk
mencapai
peningkatan
konsumsi
masyarakat.
Untuk
mendukung tercapainya sasaran ini, upaya yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: (1) Menjaga stabilitas harga dengan mengupayakan tingkat inflasi sekitar 6-8 persen per tahun selama tahun 2012-2016, (2) Meningkatkan efisiensi distribusi barang dan jasa, (3) Meningkatnya aktifitas perdagangan dalam daerah, dan (4) Meningkatkan efektivitas pengawasan dan iklim usaha perdagangan, yang diukur dengan meningkatnya jumlah penegakan hukum persaingan usaha, menurunnya waktu penyelesaian perizinan dan non perizinan di bidang perdagangan dalam daerah, serta meningkatnya jumlah perizinan perdagangan dalam daerah yang dilayani.
RPJMD Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016
IV - 83
Pemerintah Kabupaten Wakatobi 4.1.1.3 Angka Melek Huruf (AMH) AMH untuk usia 15 sampai 24 tahun di Kabupaten Wakatobi mengalami peningkatan yang cukup menggembirakan selama 5 (lima) tahun terkahir dari sebesar 85,45 persen tahun 2006 menjadi 91,70 persen pada tahun 2010 atau mengalami peningkatan sekitar 6,25 persen. Meskipun demikian, capaian peningkatan AMH tersebut masih berada di bawah rata-rata nasional, yakni sebesar 94,03 persen pada tahun 2008. Bahkan, target nasional pada tahun 2014 sebagaimana tercantum dalam RPJMN tahun 2010-2014 sebesar 95,82 persen. Rendahnya AMH di Kabupaten Wakatobi terutama disebabkan oleh belum efektifnya cakupan pelaksanaan program/kegiatan ujian persamaan setingkat Sekolah Dasar (Paket A) yang dilaksanakan selama 5 (lima) tahun terakhir. Hal ini terkait dengan kondisi geografis dan sosial budaya serta belum validnya data dan informasi penduduk yang masih buta aksara di daerah ini. 4.1.1.4 Rata-Rata Lama Sekolah Permasalahan rendahnya rata-rata lama sekolah di Kabupaten Wakatobi menjadi semakin kompleks, oleh karena terkait dengan berbagai hal dalam bidang pendidikan. Pada tahun 2006, rata-rata lama sekolah di Kabupaten Wakatobi sebesar 6,35 tahun, meningkat menjadi 6,85 tahun pada tahun 2009. Namun demikian, angkanya masih di bawah rata-rata lama sekolah Provinsi Sulawesi Tenggara yakni 7,6 tahun dan nasional 7,5 tahun maupun target rata-rata lama sekolah nasional pada tahun 2014 adalah 8,25 tahun. Rendahnya rata-rata lama sekolah di Kabupaten Wakatobi antara lain dipicu oleh proporsi pendidikan tertinggi yang ditamatkan penduduk Wakatobi usia 15 tahun ke atas pada umumnya hanya tamat SD sederajat. Berdasarkan hasil Susenas tahun 2009, dari 73.193 jiwa penduduk 15 tahun ke atas, sebanyak 40.530 jiwa atau sekitar 55 persen hanya tamat SD sederajat. Bahkan,
sebanyak
7.270
orang
diantaranya
tidak/belum
bersekolah.
Sedangkan penduduk yang tamat Diploma, S1, S2 dan S3 sebanyak 4.063 orang atau hanya sekitar 5,55 persen. Permasalahan lainnya adalah masih tingginya angka putus sekolah, baik pada tingkat pendidikan SD/MI/sederajat,
RPJMD Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016
IV - 84
Pemerintah Kabupaten Wakatobi SMP/MTs/sederajat, maupun SMA/SMK/MA/sederajat. Pada tahun 2010, angka putus sekolah SD/MI/sederajat sebanyak 125 orang atau 0,80 persen, SMP/MTs/sederajat 97 orang atau 1,49 persen, dan SMA/SMK/MA/sederajat sebanyak 59 orang atau 1,26 persen. 4.1.1.5 Kualitas dan Cakupan Pelayanan Pendidikan. Penyelenggaraan urusan pendidikan di Kabupaten Wakatobi selama tahun 2006-2010 telah membuahkan hasil yang cukup signifikan. Namun demikian, masih terdapat beberapa permasalahan dan tantangan terutama berkaitan dengan tuntutan kebutuhan penyediaan sarana dan prasarana pendidikan serta distribusi tenaga guru yang belum merata, baik antar kecamatan maupun antar sekolah. Selain itu, ketersediaan tenaga guru untuk mata pelajaran tertentu seperti guru matematika dan guru pada kelompok mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam masih terbatas. Permasalahan dan tantangan lainnya yang sampai saat ini belum dapat dituntaskan ialah penyediaan Biaya Operasional Pendidikan (BOP) dan pelatihan tenaga guru PAUD serta TK, peningkatan kapasitas tenaga guru SD sebanyak 500 orang, lomba mata pelajaran yang masuk ujian nasional (Matematika, IPA, IPS, dan Bahasa Indonesia), pengadaan buku pendidikan karakter tingkat SD, SMP dan SMA, pembangunan USB SMP reguler 4 unit, unit sekolah barau (USB) SMP satu atap 17 unit, pengadaan mobiler untuk 51 RKB, serta pembangunan USB SMA 3 unit dan pembangunan/penambahan RKB SMA 3 Wangi-Wangi, SMA 4 Wangi-Wangi, SMA 5 Wangi-Wangi, SMA 2 Kaledupa, SMA 2 Tomia dan SMA 2 Binongko. Kondisi sebagaiman tersebut di atas, kemudian berimplikasi pada capaian target pada urusan pendidikan. Walaupun berbagai indikator pembangunan pendidikan di Kabupaten Wakatobi mengalami peningkatan, namun secara umum angkanya masih di bawah rata-rata nasional maupun Provinsi Sulawesi Tenggara. Pada tahun 2010, Angka Partisipasi Sekolah (APS) untuk SD/MI/Sederajat adalah 94,70 persen dan SMP/MTs/Sederajat adalah 79,31 persen. Selanjutnya pada inidikator Angka Partisipasi Murni (APM) SMP/MTs/Sederajat Kabupaten Wakatobi pada tahun 2010 sebesar RPJMD Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016
IV - 85
Pemerintah Kabupaten Wakatobi 84,31 persen, lebih rendah bila dibandingkan dengan Provinsi Sulawesi Tenggara yakni sebesar 86,53 persen. 4.1.1.6 Kualitas dan Cakupan Pelayanan Kesehatan. Permasalahan dan tantangan pelayanan kesehatan yang dihadapi kurun waktu
2012-2016
di Kabupaten Wakatobi adalah
penyediaan
tenaga
kesehatan/tenaga medis dan paramedis, terutama dokter ahli/spesialis untuk meningkatkan kualitas pelayanan pasien di RSUD Kabupaten Wakatobi. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi pasien rawat inap dirujuk ke RSUD Kota Baubau, RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara di Kendari atau di rumah sakit rujukan di Makassar. Disamping itu, perlu dilakukan peningkatan daya dukung sarana dan prasarana serta alat-alat kesehatan RSUD Kabupaten Wakatobi. Demikian halnya penyediaan tenaga medis, sarana dan prasarana untuk memenuhi tuntutan kebutuhan pelayanan kesehatan di Poskesdes seKabupaten Wakatobi. Permasalahan lainnya adalah upaya penurunan atau paling tidak dapat mempertahankan prevalensi kekurangan gizi (gizi kurang dan gizi buruk) pada balita di Kabupaten Wakatobi yang pada tahun 2010 telah berhasil ditekan menjadi sebesar 0,43 persen, meskipun angkanya jauh lebih baik jika dibanding dengan rata-rata nasional yakni sebesar 18,4 persen. Selain itu, Prevalensi Malaria (PM) pada tahun 2010 di Kabupaten Wakatobi ditemukan kasus klinis malaria sebanyak 118 kasus. Sedangkan penemuan penderita tuberkulosis BTA positif mencapai 137 orang dan belum seluruhnya dapat tertangani. Selanjutnya terdapat 2.171 kasus diare dan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Kesehatan
ibu
dan
anak
merupakan
indikator
penting
dalam
pembangunan kesehatan, selain menunjukkan kinerja pelayanan kesehatan daerah juga menjadi komitmen nasional maupun internasional dalam pencapaian target MDGs. Kesehatan ibu ditandai dengan indikator Angka Kematian Ibu (AKI) yang selama 5 (lima) tahun terakhir telah menurun secara signifikan menjadi 270 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2010. Meskipun demikian, angka tersebut masih berada di atas rata-rata nasional yakni RPJMD Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016
IV - 86
Pemerintah Kabupaten Wakatobi sebanyak 228 per 100.000 kelahiran pada tahun 2007. Oleh karena itu, diperlukan upaya dan kerja keras untuk mencapai sasaran MDGs yakni sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup pada akhir tahun 2015. Rendahnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu menjadi penyebab utama masih tingginya kematian ibu. Kondisi ini ditandai dengan rendahnya kepatuhan ibu (compliance) dalam menjaga kesehatan, meskipun pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih telah mencapai 92,38 persen pada tahun 2010, lebih tinggi jika dibandingkan tahun 2009 sebesar 84,57 persen maupun rata-rata nasional sebesar 46 persen. Tingginya kematian ibu melahirkan dipengaruhi juga oleh rendahnya status gizi ibu hamil, terbatasnya sarana Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Dasar (PONED), Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK), pos bersalin desa (Polindes/Poskedes) dan unit transfusi darah akibat serta terkendala jarak dan biaya, dan karena masalah budaya masyarakat. Selanjutnya, kesehatan anak ditandai dengan indikator Angka Kematian Bayi (AKB) selama tiga tahun terakhir mengalami penurunan yang cukup signifikan. Pada tahun 2008, AKB Kabupaten Wakatobi dari 39 menjadi 23 per 1.000 pada tahun 2010 lebih rendah jika dibandingkan dengan AKB nasional yakni 34 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2007, namun masih jauh lebih tinggi dari target AKB dalam MDGs pada tahun 2015 sebesar 19 per 1.000 kelahiran hidup. Permasalahan
pembangunan
kesehatan
lainnya
adalah
upaya
pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat. Pemberian pelayanan kesehatan dasar secara cepat dan tepat diharapkan sebagian besar masalah kesehatan masyarakat dapat diatasi. Namun demikian, hingga akhir tahun 2010 masih ditemukan 68.781 kunjungan ke RSUD maupun Puskesmas dengan rincian kunjungan rawat jalan sebanyak 67.760 kali atau sebesar 66 persen, kunjungan rawat inap sebanyak 617 atau sebesar 0,6 persen dan jumlah rujukan sebanyak 404 atau sebesar 0,4 persen. Upaya penurunan persentase rujukan pasien keluar Kabupaten Wakatobi dapat diwujudkan dengan mengoptimalkan ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, khususnya sarana dan prasarana serta tenaga medis dan paramedis di RSUD Kabupaten Wakatobi. Permasalahan tersebut didasari oleh data bahwa rasio tenaga medis RPJMD Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016
IV - 87
Pemerintah Kabupaten Wakatobi per satuan penduduk terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun 2008 sampai tahun 2010. Pada tahun 2008, rasio jumlah tenaga medis per satuan penduduk baru sebesar 1,67 dan mengalami peningkatan sebesar 0,30 menjadi 1,97 pada tahun 2009. Angka rasio jumlah tenaga medis per satuan penduduk tersebut meningkat lagi pada tahun 2010 menjadi 3,37 yang mengindikasikan bahwa dalam 1.000 penduduk baru terdapat 3 orang tenaga medis. Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan tersebut di atas, permasalahan utama pembangunan kesehatan untuk 5 (lima) tahun kedepan yaitu meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan di Kabupaten Wakatobi adalah perbaikan gizi, peningkatan pengetahuan ibu, pemenuhan ketersediaan tenaga kesehatan, penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, peningkatan cakupan dan kualitas imunisasi, serta meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan. Disamping itu, ketersediaan tenaga kesehatan masih terbatas, baik jumlah, jenis maupun kualitas tenaga kesehatan serta distribusinya, khususnya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan pada setiap Poskesdes di daerah ini. 4.1.1.7 Angka Kemiskinan Berbagai upaya penanggulangan permasalahan penduduk yang masih berada di bawah garis kemiskinan pada periode 2006-2011 telah berhasil menurunkan angka kemiskinan di daerah ini. Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir tersebut, jumlah penduduk miskin mengalami penurunan yang signifikan. Pada tahun 2006, penduduk miskin di Kabupaten Wakatobi sebanyak 24.535 jiwa atau sebesar 24,99 persen, menurun sekitar 6,47 persen menjadi 17.100 jiwa atau hanya sekitar 18,52 persen pada tahun 2010. Walaupun
demikian,
penurunan
penduduk
miskin
di
Kabupaten
Wakatobi tersebut di atas belum maksimal oleh karena masih berada di atas rata-rata Provinsi Sulawesi Tenggara yakni sekitar 17,05 persen tahun 2010 dan nasional sebesar 14,15 persen pada tahun 2009, apalagi lagi dibandingkan dengan target kemiskinan nasional pada tahun 2014 dan MDGs pada tahun
RPJMD Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016
IV - 88
Pemerintah Kabupaten Wakatobi 2015 yakni masing-masing ditargetkan sekitar 8-10 persen dan antara 7,5-12 persen. 4.1.2 Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Jasa Lingkungan Permasalahan pembangunan menyangkut pengelolaan sumberdaya alam dan jasa lingkungan di Kabupaten Wakatobi pada periode 2012-2016 diuraikan berikut ini. 4.1.2.1 Pengelolaan Sektor Kelautan dan Perikanan Pengelolaan sektor kelautan dan perikanan masih banyak menghadapi kendala dalam upaya untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya kelautan bagi sumber pendapatan Negara serta mengoptimalkan fungsi laut sebagai sistem penyangga kehidupan dan kekayaan plasma nuftah yang potensinya terbesar di dunia. Masih adanya praktek IUU dan destructive fishing merupakan salah satu kendala utama yang dihadapi. Pencurian ikan (illegal fishing), baik oleh kapal-kapal nelayan Wakatobi dengan atau tanpa ijin maupun kapal-kapal asing di perairan Taman Nasional Wakatobi (TNW), menyebabkan hilangnya sumberdaya ikan di kawasan ini. Upaya pengendalian dan pengawasan illegal fishing masih belum optimal, akibat kurangnya sarana dan prasarana pengawasan serta dukungan operasionalnya. Sementara itu, penangkapan ikan yang merusak lingkungan seperti penggunaan bahan peledak dan racun (potasium) masih banyak terjadi, yang dipicu oleh meningkatnya permintaan ikan karang dari luar daerah dengan harga yang cukup tinggi. Kegiatan ini menyebabkan rusaknya ekosistem terumbu karang yang merupakan habitat ikan yang sangat penting. Berbagai kasus illegal fishing selama ini, modus operandi pelanggaran yang dilakukan oleh kapal nelayan dari luar daerah antara lain pelanggaran tanpa dokumen izin, menyalahi daerah tangkapan (fishing ground), menyalahi ketentuan alat tangkap, pemindahan hasil tangkapan (transhipment) di laut, pemalsuan dokumen dan manipulasi informasi hasil tangkapan atau ikan yang diangkut. Habitat
ekosistem
pesisir
dan
laut
semakin
rusak
sehingga
menyebabkan menurunnya ketersediaan sumberdaya plasma nutfah dan RPJMD Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016
IV - 89
Pemerintah Kabupaten Wakatobi meluasnya abrasi pantai. Kerusakan habitat ekosistem di wilayah pesisir dan laut semakin meningkat, khususnya di wilayah padat kegiatan seperti pantai Pulau Wangi-Wangi dan pantai Pulau Kapota. Rusaknya habitat ekosistem pesisir seperti deforestasi hutan mangrove serta terjadinya degradasi sebagian besar terumbu karang dan padang lamun berpotensi mengakibatkan erosi pantai dan berkurangnya keanekaragaman hayati (biodiversity). Permasalahan lainnya adalah mengembangkan budidaya perikanan dan penangkapan ikan di laut dalam masih menemui berbagai kendala. Pada saat ini budidaya perikanan/kelautan yang sudah cukup maksimal dikembangkan oleh masyarakat adalah budidaya rumput laut. Sedangkan budidaya komoditi perikanan lainnya masih dalam tahap pembesaran dalam skala kecil. 4.1.2.2 Perencanaan Tata Ruang dan Pengembangan Wilayah Penetapan Perda tentang RTRW yang belum terealisasi sampai tahun 2010 menyebabkan pengembangan wilayah di daerah ini tidak terkendali yang ditandai dengan terjadinya erosi pantai yang antara lain disebabkan pengambilan pasir laut untuk bahan bangunan pemerintah dan masyarakat. Perubahan lingkungan dan abrasi pantai mengancam keberadaan lahan produktif dan wilayah pariwisata. Disamping itu, tingkat pencemaran di beberapa kawasan pesisir dan laut juga berada pada kondisi yang harus diwaspadai. Penyebab utama pencemaran pesisir dan laut terutama berasal dari darat, yaitu kegiatan industri, rumah tangga, dan pertanian (sampah plastik dan organik). Sumber pencemaran juga berasal dari berbagai kegiatan di laut, terutama dari kegiatan perhubungan laut dan kapal pengangkut barang dan penumpang. Selain itu, ekosistem pesisir khususnya terumbu karang dan padang lamun akan terganggu yang pada akhirnya akan mengancam ketersediaan ikan sebagai sumber pangan bagi masyarakat. Permasalahan lainnya adalah belum optimalnya pengelolaan pulau-pulau kecil. Wakatobi memiliki banyak sekali pulau-pulau kecil, tetapi kurang atau belum memperoleh perhatian dan atau tersentuh kegiatan pembangunan. Pulau kecil sangat rentan
RPJMD Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016
IV - 90
Pemerintah Kabupaten Wakatobi terhadap perubahan alam karena daya dukung lingkungannya sangat terbatas dan cenderung mempunyai spesies endemik yang tinggi. 4.1.2.3 Ketaatan Pada Rencana Tata Ruang Pembangunan kelautan yang dilaksanakan di Kabupaten Wakatobi pada saat
ini
sebagian
besar
masih
dilakukan
tanpa
mempertimbangkan
keberlanjutannya. Keinginan untuk memperoleh keuntungan ekonomi jangka pendek seringkali menjadi pemicu untuk mengeksploitasi sumberdaya kelautan dan perikanan secara berlebihan sehingga menurunkan kualitas (degradasi) dan kuantitas (deplesi) sumber daya kelautan dan lingkungan hidup. Kebijakan bidang pendidikan, industri, dan Iptek belum terintegrasi sehingga mengakibatkan kapasitas yang tidak termanfaatkan pada sisi penyedia, tidak berjalannya sistem transaksi, dan belum tumbuhnya permintaan dari sisi pengguna yaitu industri kelautan dan perikanan. Disamping itu, kebijakan
fiskal
juga
dirasakan
belum
kondusif
bagi
pengembangan
kemampuan Iptek kelautan dan perikanan. Pada bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan pedesaan, penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung dan daya tampung lingkungan, peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Selain itu terus dilakukan program
reboisasi,
penghutanan
kembali
(reforestasi)
dan
program
pengurangan emisi karbon. 4.1.2.4 Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Wakatobi (TNW) Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan pengelolaan kawasan TNW sebagai berikut: (1) Terbatasnya pemahaman aparat Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam menerjemahkan rencana aksi pengelolaan wilayah laut terkait dengan dokumen pengelolaan sumberdaya laut dalam RTRW Kabupaten Wakatobi. (2) Terbatasnya
pemahaman
masyarakat
tentang
pentingnya
upaya
pengelolaan sumberdaya alam kelautan dan perikanan secara bersama RPJMD Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016
IV - 91
Pemerintah Kabupaten Wakatobi sesuai dengan kaidah-kaidah pelestarian lingkungan hidup. (3) Terbatasnya
sarana
yang
berimplikasi
pada
rendahnya
frekuensi
pengawasan oleh aparat terkait baik Balai Tanam Nasional Kepulauan Wakatobi (BTNKW) maupun aparat Pemerintah Kabupaten Wakatobi di kawasan TNW terhadap aktivitas pengeboman, pembiusan, pengambilan batu karang dan kegiatan perikanan lainnya yang tidak ramah lingkungan. 4.2.2.5 Pengelolaan Ekowisata Bahari Kinerja pembangunan kepariwisataan pada tahun 2006-2011 telah menunjukkan hasil yang baik. Namun, kinerja tersebut masih perlu ditingkatkan sehubungan dengan peran strategis pariwisata dalam upaya mewujudkan perekonomian yang tangguh dan peningkatan kesejahteraan rakyat yang berkelanjutan. Untuk meningkatkan kinerja sektor pariwisata, berbagai masalah dan tantangan yang dihadapi dalam sektor pariwisata harus diatasi, antara lain sebagai berikut: (1) Ketersediaan sarana dan prasarana (infrastruktur) pariwisata daerah. Daya tarik ekowisata bahari Wakatobi yang tinggi harus didukung dengan fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas dan kesiapan masyarakat . Oleh karena saling terkait, maka memerlukan pengelolaan yang sistematis, terencana, terpadu, berkelanjutan dan bertanggung jawab. Dengan demikian akan mampu memenuhi kebutuhan wisatawan, baik wisatawan nusantara maupun mancanegara. Kondisi saat ini menunjukkan bahwa pariwisata Wakatobi belum sepenuhnya dapat bersaing di tingkat nasional maupun global yang ditandai dengan perkembangan kunjungan wisatawan yang belum maksimal. Selain itu, kesiapan Wakatobi sebagai daerah tujuan wisata masih menghadapi kendala, antara lain terbatasnya dukungan: (a) aksesibilitas seperti prasarana transportasi darat, laut dan udara, dan prasarana penunjang pariwisata; (b) ketersediaan fasilitas umum; (c) penataan dan diversifikasi daya tarik pariwisata, seperti penerapan pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism development), penilaian tujuan (destination assessment), dan pemanfaatan basis data; dan (d) akses data dan informasi pariwisata daerah. Oleh karena itu, tantangan RPJMD Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016
IV - 92
Pemerintah Kabupaten Wakatobi pembangunan pariwisata kedepan adalah meningkatkan ketersediaan inftrastruktur pariwisata daerah agar mampu bersaing di pasar nasional dan global serta dapat memenuhi kebutuhan wisatawan, dengan tetap memperhatikan prinsip pembangunan pariwisata berkelanjutan. (2) Jumlah dan nilai investasi di bidang pariwisata. Investasi pariwisata, baik yang berasal dari sumber pendanaan domestik/dalam negeri maupun luar negeri, diperlukan untuk mendukung kegiatan pariwisata baik langsung maupun
tidak
langsung.
Jumlah
menunjukkan peran swasta
investasi
di
bidang
pariwisata
dan masyarakat dalam pembangunan
pariwisata di daerah ini masih belum optimal. Hal ini disebabkan antara lain oleh kondisi ekonomi dan infrastruktur wilayah serta iklim investasi yang belum kondusif. Oleh karena itu, tantangan pembangunan pariwisata kedepan adalah meningkatkan iklim investasi yang kondusif di bidang pariwisata dalam rangka meningkatkan investasi di bidang pariwisata di Wakatobi. (3) Pemanfaatan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi (information and communication technologies/ICTs) sebagai sarana pemasaran dan promosi. Teknologi komunikasi dan informasi memiliki peran penting dalam meningkatkan efektivitas pemasaran dan distribusi pariwisata serta memberikan kemudahan bagi wisatawan untuk memperoleh informasi kepariwisataan. Kondisi saat ini menunjukkan bahwa ketersediaan sarana ICTs, seperti internet, saluran telepon, broadband untuk mendukung aktivitas online para wisatawan belum memadai, baik untuk pemasaran pariwisata maupun memenuhi kebutuhan wisatawan dalam mendapatkan informasi
kepariwisataan.
Untuk
itu,
tantangan
kedepan
adalah
meningkatkan kemampuan dalam memanfaatkan kemajuan ICT dalam pemasaran
pariwisata,
pengembangan
obyek
wisata,
strategi
pengembangan e-business dan e-marketing untuk menjangkau pasar yang jauh lebih luas dan tanpa batas. (4) Kualitas dan kuantitas serta profesionalisme sumberdaya manusia (SDM) pariwisata.
Hal
kepariwisataan
ini
diperlukan
daerah,
baik
RPJMD Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016
dalam
untuk
memajukan
mendukung
pembangunan
pemasaran
dan IV - 93
Pemerintah Kabupaten Wakatobi pengembangan obyek-obyek wisata, mulai dari tingkat manajerial dan perencana sampai dengan front-liner (tenaga kerja yang berhubungan langsung dengan wisatawan). Kondisi saat ini menunjukkan bahwa jumlah, jenis dan kualitas SDM di bidang pariwisata masih terbatas. Hal ini terutama disebabkan oleh: (a) sarana dan prasarana pendidikan pariwisata yang belum memadai, dan (b) penerapan standar dan kurikulum pendidikan pariwisata berbasis kompetensi dan berstandar internasional belum optimal. Oleh karena itu, tantangan pembangunan SDM pariwisata adalah meningkatkan kualitas dan kuantitas serta profesionalisme SDM pariwisata berbasis kompetensi dan berstandar internasional. (5) Kemitraan dan kerjasama antara pemerintah dan swasta termasuk masyarakat (public and private partnership). Pembangunan pariwisata memerlukan kerja sama yang terpadu antara pemerintah pusat dan daerah serta swasta (industri/usaha pariwisata) dan peran aktif masyarakat. Kondisi saat ini menunjukkan kerjasama antara pemerintah dan swasta dalam pengembangan pariwisata belum optimal. Oleh karena itu, tantangan pembangunan kepariwisataan adalah meningkatkan kerja sama dan kemitraan yang efektif dan efisien antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. 4.2.2.6 Pengelolaan Hutan Secara
umum
dalam
5
(lima)
tahun
terakhir
ini
berbagai
permasalahan, hambatan dan tantangan dalam pembangunan kehutanan adalah
belum
optimalnya
pengelolaan
kawasan
hutan
dalam
rangka
pelestarian, pengawetan dan pemanfaatan sumberdaya hutan, serta masih tingginya laju deforestasi dan degradasi hutan. Salah satu penyebab belum optimalnya pengelolaan kawasan hutan karena belum terselesaikannya tata batas kawasan hutan. Ketidakjelasan tata batas kawasan ini memberikan ancaman pada pengelolaan kawasan hutan terutama di kawasan konservasi yang menyebabkan meningkatnya luas lahan kritis. Ketidakjelasan kawasan hutan juga memicu terjadinya tumpang tindih kawasan hutan dengan kegiatan sektor lain serta alih fungsi kawasan hutan untuk penggunaan lain di luar RPJMD Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016
IV - 94
Pemerintah Kabupaten Wakatobi kehutanan yang tidak terkendali. Selain itu, ketiadaan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) sebagai unit pengelola hutan menunjukkan bahwa kawasan hutan masih berstatus ‘open access’. Masih tingginya kawasan hutan berstatus ‘open access’ juga merupakan ancaman terhadap pengelolaan hutan. Tekanan
demografi
kepada
kawasan
konservasi
menyebabkan
terjadinya fragmentasi habitat satwa yang berdampak pada menurunnya atau terancam punahnya populasi tanaman dan satwa. Disamping itu, masih terjadinya perambahan hutan akibat kemampuan aparat yang masih rendah serta belum terpenuhinya sarana dan prasarana pendukung. Peran hutan sebagai penyangga kehidupan dan habitat alami saat ini belum dinilai sebagai jasa lingkungan yang diperhitungkan. Selain hasil hutan non-kayu, jasa lingkungan dari ekosistem hutan belum tercermin pada penilaian total forest value sebagai regulator air, sumber keanekaragaman hayati, udara bersih, keseimbangan iklim, keindahan alam dan kapasitas asimilasi lingkungan yang memiliki manfaat besar sebagai penyangga kehidupan dan potensi ekonomi. Dalam pengelolaan kawasan hutan di Kabupaten Wakatobi masih menghadapi kendala dalam dukungan sumberdaya manusia yang sangat terbatas, baik kuantitas maupun kualitasnya. Disisi lain, kegiatan perambahan kawasan hutan masih terus berlangsung, baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun pihak lainnya. Kondisi tersebut selanjutnya berimplikasi pada semakin berkurangnya luas kawasan dan fungsi hutan di daerah ini. Luas lahan kritis yang direhabilitasi mengalami peningkatan dari sekitar 1,47 persen (450 ha) dari total luas hutan dan lahan kritis seluas 30.683 ha pada tahun 2006 meningkat menjadi 4,00 persen pada tahun 2010. Dengan demikian, luas lahan kritis yang telah direhabilitasi seluruhnya sbesar 5,47 persen. Meskipun Pemerintah Kabupaten Wakatobi telah berhasil melaksanakan rehabilitasi lahan kritis sekitar 100-500 ha, namun disisi lain muncul permasalahan baru, yakni masih terjadi penebangan kayu dan pembakaran untuk dijadikan lahan pertanian dan peruntukan lainnya.
Pemerintah daerah telah berupaya mengatasi permasalahan tersebut di atas melalui program rehabilitasi hutan dan lahan kritis yang dilaksanakan selama kurun waktu tahun 2006-2011, akan tetapi belum membuahkan hasil RPJMD Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016
IV - 95
Pemerintah Kabupaten Wakatobi yang maksimal. Hal ini antara lain terkait dengan belum adanya pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan masyarakat dalam hal pengelolaan kawasan hutan. Pemerintah Kabupaten Wakatobi sedang berupaya mencari model kemitraan dengan masyarakat dalam pengelolaan kawasan hutan. Upaya tersebut antara lain telah dilaksanakan di Desa Longa dalam pengelolaan Hutan Motika Lebo. Tantangan lainnya adalah upaya pemerintah daerah untuk memfasilitasi lahirnya kesepakatan masyarakat yang dituangkan dalam bentuk Peraturan Desa (Perdes) maupun Peraturan Daerah (Perda) tentang perlindungan dan rehabilitasi kawasan hutan lindung. Hal ini menjadi sangat penting oleh karena ancaman pengrusakan hutan lindung untuk pembukaan lahan perkebunan rakyat dan kebutuhan lainnya dari tahun ke tahun masih terus berlangsung. 4.2.2.7 Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Sampah Pengelolaan lingkungan hidup di Kabupaten Wakatobi terutama diarahkan pada upaya mempertahankan kelestarian kawasan Taman Nasional Wakatobi dan disisi lain dapat dimanfaatkan sebagai sumber mata pencaharian masyarakat. Dengan demikian, diharapkan jumlah dan jenis biodiversitas ekosistem Taman Nasional Wakatobi sebagai cagar biosfer dunia tetap dapat dipertahankan. Karena itu, pengelolaan lingkungan hidup juga diarahkan untuk meminimalisir dampak pencemaran lingkungan hidup, baik di darat maupun di laut. Permasalahan utama yang dihadapi saat ini terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup menyangkut pengelolaan sampah di Kota Wangi-Wangi, khususnya
berkaitan dengan cara-cara penanganan sampah dan Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) yang belum memenuhi standar kelayakan. Permasalahan lainnya mencakup upaya-upaya yang terkait dengan pelestarian dan pemanfaatan potensi kelautan, perikanan dan ekowisata dalam prinsip pengelolaan sumberdaya pesisir, sumberdaya air dan konservasi biodiversitas secara terpadu. Disamping itu, terdapat tantangan yang dihadapi saat ini yakni terkait dengan upaya mewujudkan pengelolaan sampah secara terintegrasi berbasis kearifan lokal.
RPJMD Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016
IV - 96
Pemerintah Kabupaten Wakatobi 4.1.3 Infrastruktur Wilayah Permasalahan
dan
tantangan
pembangunan
terkait
dengan
infrastruktur wilayah pada periode 2012-2016 meliputi; kuantitas dan kualitas prasarana serta sarana transportasi masih rendah dan penataan kawasan permukiman penduduk yang belum memadai. 4.1.3.1 Sarana Dan Prasarana Transportasi Darat Rendahnya kualitas prasarana transportasi antara lain dapat dilihat pada proporsi panjang prasarana jalan dalam kondisi baik baru mencapai 199.385 km atau 53,04 persen dari panjang jalan yang ada di Kabupaten Wakatobi pada tahun 2010. Dengan demikian, terdapat sekitar 46,96 persen dalam kondisi rusak. Disamping itu kualitas ruas jalan aspal yang ada di Kota Wangi-Wangi masih rendah serta adanya kebutuhan pembukaan jaringan prasarana jalan dalam ibu kota. Sementara itu,
terbatasnya jumlah dan buruknya kondisi
sarana dan prasarana transportasi mengakibatkan tingginya biaya transportasi barang dan penumpang. Hal ini terjadi karena belum optimalnya sistem perencanaan, keterbatasan pendanaan, kualitas SDM dan kelembagaan yang masih rendah. Oleh
karena
itu,
pada
periode
2012-2016
akan
diupayakan
pembangunan dan peningkatan sarana dan prasarana jalan secara bertahap untuk memenuhi tuntutan kebutuhan peningkatan aksesibilitas wilayah. Demikian halnya pembangunan/peningkatan beberapa prasarana jalan lingkar di Kabupaten Wakatobi, khususnya jalan lingkar Pulau Wangi-Wangi yang masih memerlukan penanganan
khusus. Demikian halnya upaya penertiban
angkutan darat yang selama ini kurang optimal pada aspek pengaturan izin trayek, penagihan retribusi terminal dan cakupan pelayanan angkutan bagi penumpang
antar desa. Permasalahan lainnya terkait dengan regulasi seperti tindak lanjut Peraturan
Daerah
tentang retribusi penagihan
izin
kendaraan
masuk
pelabuhan, izin dan retribusi penggunaan terminal, izin dan retribusi lainnya yang menjadi sumber perolehan pendapatan asli daerah. Disamping itu jumlah
RPJMD Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016
IV - 97
Pemerintah Kabupaten Wakatobi arus penumpang angkutan umum yang mempergunakan moda angkutan darat baru mencapai 30,63 persen. Demikian halnya penyediaan rambu-rambu lalu lintas juga masih belum optimal dalam upaya mendukung keselamatan dan kelancaraan berlalu lintas baik di Ibu Kota Wangi-Wangi maupun di Pulau Kaledupa, Tomia dan Binongko. 4.1.3.2 Sarana dan Prasarana Transportasi Laut Arus angkutan laut telah mengalami kemajuan secara signifikan selama 5 (lima) tahun terakhir yakni sebesar 68,36 persen, akan tetapi peningkatan kapasitas dan kualitas sarana dan prasarana transportasi laut masih menjadi tantangan pada tahun 2012-2016. Peningkatan sarana dan prasarana transportasi laut dimaksud, antara lain adalah pengembangan Pelabuhan Nasional Panggulubelo Wangi-Wangi dan pelabuhan/dermaga rakyat lainnya yang ada di Kabupaten Wakatobi.
4.1.3.3 Sarana dan Prasarana Transportasi Udara Pembangunan sarana dan prasarana transportasi udara terutama terkait dengan upaya perampungan pembangunan Bandara Matahora berupa pelapisan pengaspalan (overlate) pada landasan (run-way) untuk kebutuhan pendaratan pesawat berbadan besar seperti Boeing 737 serta penyediaan fasilitas pendukung lainnya. Upaya peningkatan Bandara Matahora tersebut masih
membutuhkan
anggaran
yang
cukup
besar.
Namun
demikian,
peningkatan/pengembangan Bandara Matahora pada tahun 2012-2016 harus diupayakan, mengingat potensi arus penumpang yang akan mempergunakan jasa perhubungan udara akan semakin meningkat secara signifikan sejalan dengan semakin berkembangnya industri pariwisata bahari di Kabupaten Wakatobi. 4.1.3.4 Penataan Kawasan Permukiman Penduduk Salah satu kendala dalam penataan kawasan pemukiman penduduk antara lain berkaitan dengan penerapan sempadan jalan dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), khususnya di Kota Wangi-Wangi. Upaya tersebut telah
RPJMD Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016
IV - 98
Pemerintah Kabupaten Wakatobi dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Wakatobi, antara lain melalui kegiatan sosialisasi dan koordinasi, namun belum membuahkan hasil yang optimal. Disisi lain, adanya keinginan dari beberapa developer perumahan untuk membangun kawasan permukiman yang layak huni, terkendala oleh belum adanya pengaturan izin prinsip dan standarisasi perumahan dari pemerintah, disamping kesulitan menemukan lahan yang memenuhi syarat. Permasalahan tersebut di atas antara lain adalah mengarahkan pembangunan perumahan pada lokasi yang masuk pada lingkungan siap bangun (Lisiba) dan kawasan siap bangun (Kasiba). Lokasi ini memiliki lahan yang cukup luas dan dijamin bebas konflik tanah. Pemerintah Kabupaten Wakatobi akan memberikan berbagai kemudahan dalam hal pembangunan akses infrastruktur jalan, air dan listrik serta administrasi IMB. Sementara bagi masyarakat yang belum memiliki IMB, Pemerintah Kabupaten Wakatobi berupaya untuk meningkatkan koordinasi dengan para camat, kepala desa dan lurah se-Kabupaten Wakatobi. Selanjutnya, urusan perumahan yang selama periode 2006-2011 juga menjadi tantangan tersendiri adalah rasio rumah layak huni dan jumlah kawasan perumahan yang tidak layak huni, yang secara rata-rata belum mencapai 50 persen. Sementara itu capaian kinerja mengenai rumah tangga bersanitasi yang baru mencapai 53,46 persen dari keseluruhan rumah tangga di Kabupaten Wakatobi pada tahun 2010. Persentase rumah tinggal bersanitasi tertinggi pada tahun 2010 berada di Kecamatan Binongko yakni sebesar 61 persen di susul dengan Kecamatan Wangi-Wangi sebesar 60 persen. Selanjutnya, persentase rumah tinggal bersanitasi terendah ditempati oleh Kecamatan Togo Binongko yang baru mencapai 23,8 persen. Ini berarti bahwa kesadaran masyarakat di Kecamatan Togo Binongko masih relatif rendah jika dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lain yang berada di Kabupaten Wakatobi. Olehnya itu, ke depan Pemerintah Kabupaten Wakatobi melalui lembaga teknis akan mengoptimalkan program-program baik secara langsung melakukan penangangan sanitasi maupun mendampingi masyarakat untuk menyadari dan mengambil langkah bagi penangangan sanitasinya.
RPJMD Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016
IV - 99
Pemerintah Kabupaten Wakatobi Persentase rumah tangga (RT) yang menggunakan air bersih di Kabupaten Wakatobi yang terlindungi dan berkelanjutan baru sebesar 31,17 persen pada tahun 2010 dan sebesar 68,82 persen merupakan RT yang menggunakan sumber air bersih dari jenis sumur lindung, sumur tak terlindung, dan air hujan. Sehingga pembangunan/penyediaan sarana air bersih perpipaan khususnya di desa-desa yang sulit dijangkau di beberapa wilayah yang belum seluruhnya dapat dirampungkan, terutama untuk memenuhi target MDG’s atas cakupan pelayanan air bersih sebesar 60 liter per hari per orang menjadi tantangan tersendiri bagi Pemerintah Kabupaten Wakatobi pada periode pembangunan kedepan. 4.1.3.5 Penataan ruang Permasalahan dan kendala dalam penataan ruang berkaitan dengan upaya pengendalian pemanfataan atas arahan penataan ruang wilayah, terutama pembebasan lahan bagi kebutuhan pengembangan jaringan ruas jalan, fasilitas umum dan sosial maupun sistem jaringan dan utilitas kota serta wilayah, khususnya di wilayah perkotaan. Kondisi tersebut antara lain berimplikasi pada kecenderungan pelaksanaan pembangunan yang tidak terintegrasi dan terkesan parsial, seperti tampak pada kegiatan pengembangan permukiman masyarakat yang kurang mematuhi rencana tata ruang wilayah yang telah disepakati bersama. Tantangan yang dihadapi oleh Pemerintah Kabupaten
Wakatobi
adalah
peningkatkan
intensitas
koordinasi
antar
stakeholder dalam hal penerapan rencana tata ruang wilayah, termasuk koordinasi dengan DPRD Kabupaten Wakatobi untuk penetapan berbagai rancangan peraturan daerah penataan ruang wilayah, khususnya rancangan peraturan daerah tentang penataan permukiman di Kota Wangi-Wangi. 4.1.4 Tata Kelola Pemerintahan Permasalahan pembangunan di Kabupaten Wakatobi selama kurun waktu 2006-2010 menyangkut tata kelola pemerintahan yaitu (1) Pelayanan publik, (2) Pengelolaan Keuangan daerah, dan (3) Peningkatan Kinerja aparatur daerah. Permasalahan tersebut diuraikan pada pembahasan berikut ini.
RPJMD Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016
IV - 100
Pemerintah Kabupaten Wakatobi 4.1.4.1 Pelayanan Publik Permasalahan pelayanan publik di Kabupaten Wakatobi terkait dengan isu penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang sampai akhir periode tahun 2006-2011 belum dapat diwujudkan. Kendala utama penerapan SPM di Kabupaten Wakatobi adalah belum tersedianya sarana dan prasarana pelayanan serta kualitas dan kompetensi sumberdaya aparatur daerah yang belum memadai. Tantangan lainnya adalah penyediaan Badan Layanan Umum (BLU) dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Disamping itu, penyiapan Standar Operasional Prosedur (SOP) terutama pada SKPD yang terkait langsung dengan kepentingan masyarakat luas. 4.1.4.2 Pengelolaan Keuangan Daerah Tingginya tingkat ketergantungan dana transfer dari pemerintah dalam struktur keuangan daerah menjadi permasalahan utama dalam pengelolaan keuangan daerah periode tahun 2012-2016. Kondisi ini terjadi sebagai implikasi rendahnya proporsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap total pendapatan daerah. Pada tahun 2008, realisasi pendapatan daerah selurunya sebesar Rp.366.379.108.291.
Dari
jumlah
tersebut,
kontribusi
PAD
sebesar
Rp. 10.899.274.154 atau hanya sekitar 2,97 persen. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa secara rata-rata proporsi PAD terhadap total pendapatan daerah hanya sekitar 2 persen lebih setiap tahunnya. Sementara itu, sumber PAD Kabupaten Wakatobi masih didominasi (sekitar 40%) pada pos penerimaan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, berupa pembagian deviden dari Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sulawesi Tenggara. Sumber penerimaan PAD lainnya yang cukup besar adalah jasa giro. Sedangkan penerimaan PAD yang bersumber dari pajak dan retribusi daerah masih sangat terbatas. Karena itu, tantangan dan permasalahan pengelolaan keuangan daerah adalah peningkatan PAD, terutama yang bersumber dari pajak dan retribusi daerah.
4.1.4.3 Kinerja Aparatur Daerah Peningkatan kinerja aparatur daerah sebagai bagian dari upaya mewujudkan pemerintahan daerah yang memiliki kapasitas yang memadai RPJMD Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016
IV - 101
Pemerintah Kabupaten Wakatobi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah merupakan tantangan dan permasalahan utama kurun waktu lima tahun kedepan. Permasalahan lainnya adalah terbentuknya kelembagaan pemerintah daerah yang efisien dan efektif, meningkatnya efisiensi dan efektivitas penggunaan dana perimbangan daerah, aparatur pemerintah daerah dan anggota DPRD yang profesional, terlaksananya standar pelayanan minimal, serta penetapan dan pelaksanaan peraturan daerah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Disisi lain, dalam pelaksanaan pembangunan di era otonomi, sangat memungkinkan bagi pemerintah daerah untuk melakukan berbagai inovasi dan kreasi sesuai kondisi dan kebutuhan daerah. Walaupun demikian, berdasarkan realitas yang ada, pengelolaan pemerintahan daerah di Kabupaten Wakatobi belum berjalan secara optimal. Hal ini antara lain terlihat dalam sistem dan mekanisme penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan daerah di Kabupaten Wakatobi yang belum berjalan sebagaimana mestinya. Implikasi yang ditimbulkan antara lain adalah masih adanya tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi di masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Kondisi tersebut terutama disebabkan oleh kapasitas sumberdaya aparatur daerah yang masih terbatas dan tidak sesuai dengan kompentensinya. Berdasarkan penjelasana tersebut di atas, pemerintah daerah secara bertahap memperbaiki kondisi sumberdaya manusia melalui berbagai Diklat, workshop, dan lain-lain. Tantangan dan permasalahan lainnya yang cukup strategis berkaitan dengan pembinaan disiplin aparatur daerah yang belum optimal. Disamping itu, penataan administrasi asset daerah juga masih memerlukan penanganan yang lebih professional. 4.1.5 Sosial Budaya dan Inovasi Permasalahan pembangunan daerah menyangkut kondisi sosial budaya dan inovasi yaitu (1) Ketentraman dan ketertiban umum, (2) Peningkatan peran Kelembagaan lokal dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, dan (3) Penelitian dan pengembangan. Lebih jelasnya dijelaskan berikut ini. RPJMD Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016
IV - 102
Pemerintah Kabupaten Wakatobi 4.1.5.1 Ketentraman dan Ketertiban Umum Permasalahan utama dalam upaya menjamin tetap kondusifnya situasi ketentraman dan ketertiban umum yaitu belum maksimalnya dukungan masyarakat dan stakeholder lainnya. Permasalahan lainnya, terkait dengan cakupan dan rentang kendali sebagai implikasi dari kondisi geografis wilayah Kabupaten Wakatobi. Pengendalian keamanan mutlak diutamakan mengingat aktivitas sosial ekonomi masyarakat harus ditopang dengan kualitas dan kuantitas aparat keamaman yang kuat untuk menciptakan kondusifitas kawasan. Apalagi Kabupaten Wakatobi telah diakui oleh dunia menjadi lokasi pariwisata bahari terkemuka, yang memungkinkan orang luar akan berdatangan sehingga
pengendalian
keamanan
kawasan
menjadi
mutlak
untuk
dilaksanakan. Berdasarkan beberapa hal yang dikemukan tersebut, tantangan kedepan dalam upaya mempertahankan ketertiban dan ketentraman umum adalah mengefektifkan koordinasi/konsultasi forum Muspida, mengoptimalkan fungsi Kominda, deteksi dini situasi ipoleksosbud serta penciptaan jejaring plasma intelejen masyarakat sebagai informan lapangan yang menunjang stabilitas Kamtrantibmas Kabupaten Wakatobi. 4.1.5.2 Peran Kelembagaan Lokal Permasalahan peran kelembagaan lokal dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah terutama terkait dengan penyelesaian berbagai konflik pertanahan. Disamping itu, peran lembaga lokal terhadap kelancaran pelaksanaan pembangunan daerah masih perlu ditingkatkan. Oleh karena itu, pembangunan Wakatobi kedepan harus membuka ruang bagi peningkatan peran kelembagaan lokal dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dalam hal ini, perlu adanya regulasi menyangkut kontribusi nilai-nilai kearifan lokal dalam pembangunan daerah. 4.1.5.3 Penelitian dan pengembangan. Kapasitas inovasi daerah dalam peningkatan potensi daerah masih rendah, kolaborasi/kerjasama antara pemerintah daerah dengan beberapa RPJMD Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016
IV - 103
Pemerintah Kabupaten Wakatobi perguruan tinggi di bidang penelitian dan pengembangan yang masih perlu terus dibangun dalam 5 (lima) tahun kedepan. Kendala lain yang penting adalah dukungan pemerintah daerah dalam pengembangan pendayagunaan laboratorium bawah laut Wakatobi. Karena itu, peningkatan sarana dan prasarana serta fasilitas laboratorium bawah laut Wakatobi masih menjadi tantangan dan permasalahan dalam upaya mewujudkan Wakatobi sebagai pusat penelitian dan pengembangan kelautan dan perikanan bertaraf internasional. Permasalahan lainnya adalah peningkatan penelitian dan pengembangan yang langsung dengan peningkatan kemampuan pengelolaan kelautan dan perikanan di daerah ini. Berdasarakan berbagai permasalahan di bidang pengembangan IPTEK kelautan dan perikanan selama ini, maka tantangan pembangunan IPTEK yang menjadi skala prioritas untuk mendapatkan perhatian dan penanganan pemerintah daerah, adalah: (1) memperluas kemampuan intermediasi IPTEK terutama hasil-hasil penelitian terapan di sektor kelautan dan perikanan untuk kemajuan ekonomi; (2) memperkuat dan mengembangkan kerjasama penelitian terapan untuk pembangunan/pengembangan industry yang ramah lingkungan; (3) meningkatkan koordinasi hasil-hasil penelitian IPTEK dan aplikasi teknologi antara pusat dan daerah; (4) meningkatakan kualitas dan kuantitas sumber daya IPTEK; dan (5) meningkatkan iklim yang kondusif bagi pengembangan sumberdaya penelitian dan pengembangan (Litbang). 4.2. Isu-Isu Strategis Berbagai capaian kinerja pembangunan di Kabupaten Wakatobi kurun waktu tahun 2006-2011 telah berhasil menanggulangi berbagai permasalahan dan memenuhi tuntutan kebutuhan daerah maupun masyarakat. Indikasi capaian kinerja penyelenggaraan dan pelaksanaan pembangunan daerah ditunjukkan oleh dicapainya berbagai indikator target kinerja, baik indikator dalam skala ekonomi makro maupun sektoral. Meskipun demikian, kebutuhan penanganan permasalahan pembangunan yang terus berkembang secara dinamis sebagai implikasi dari dinamika pembangunan daerah harus terus diusahakan
pencapaiannya.
Sementara
RPJMD Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016
itu,
berbagai
permasalahan IV - 104
Pemerintah Kabupaten Wakatobi pembangunan daerah berdampak terhadap berkembangnya isu-isu strategis, baik dalam skala daerah, nasional, maupun internasional. Isu strategis dimaksud terkait dengan (a) revitalisasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan, (b) pendidikan dan kesehatan, (c) penanggulangan kemiskinan, (d) tata ruang dan lingkungan hidup, dan (e) kebudayaan dan inovasi. 4.2.1 Revitalisasi Birokrasi dan Tata Kelola Pemerintahan Revitalisasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan di era otonomi daerah dewasa ini merupakan salah satu isu strategis yang menjadi sorotan publik, baik di daerah maupun nasional. Adapun yang menjadi pusat perhatian publik terkait dengan revitalisasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan antara lain adalah tuntutan terhadap adanya komitmen dan upaya secara sungguhsungguh untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, pengelolaan keuangan daerah, kompetensi dan kinerja pemerintah daerah. Berdasarkan fakta dan hasil evaluasi menunujukkan bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Wakatobi selama periode 2006-2010 belum seluruhnya berjalan secara optimal sebagaimana yang diharapkan. Sistem dan mekanisme perencanaan dan penganggaran serta pelaksanaan dan pengendalian pembangunan daerah dinilai belum terlaksana secara efektif dan efisien. Sementara itu, pelaksanaan fungsi-fungsi pelayanan publik berdasarkan tugas pokok dan fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Lingkup Pemerintah Kabupaten Wakatobi pelaksanaan
pengelolaan
juga belum optimal. Demikian halnya
keuangan
daerah,
khususnya
pengelolaan
Pendapatan Asli Daerah (PAD). Peningkatan kemampuan pengelolaan PAD dalam kerangka pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Wakatobi menjadi sangat penting, oleh karena proporsi PAD dalam APBD Kabupaten Wakatobi pada periode 2006-2010 secara rata-rata baru sekitar 3 persen dari total pendapatan daerah setiap tahunnya. Disisi lain, upaya peningkatan PAD harus berkorelasi positif terhadap peningkatan transparansi dan akuntabilitas serta kualitas pelayanan publik di daerah ini.
RPJMD Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016
IV - 105
Pemerintah Kabupaten Wakatobi Rendahnya proporsi PAD dalam APBD Kabupaten Wakatabi terkait langsung dengan belum efektifnya pelaksanaan kebijakan pengelolaan PAD, baik dalam bentuk intensifikasi, ekstensifikasi maupun diversifikasi sumbersumber penerimaan PAD. Sedangkan upaya peningkatan kualitas pelayanan publik masih terkendala kualitas dan kompetensi aparatur daerah yang relatif masih rendah. Disamping itu, dukungan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan juga belum memadai. Kondisi tersebut berimplikasi terhadap belum optimalnya
upaya
peningkatan
kualitas
pelayanan
publik
dan
kinerja
pemerintahan daerah secara keseluruhan. Isu penting lainnya terkait dengan revitalisasi birokrasi dan tata kelola adalah pengembangan sistem Informasi pengelolaan keuangan daerah, peningkatan
kualitas
dan
komptensi
serta
disiplin
aparatur
daerah,
pengembangan sistem perencanaan dan penganggaran serta pengendaliannya yang berorientasi pada hasil dan manfaat. Selain itu, pengembangan data informasi/statistik daerah dibutuhkan dalam rangka memastikan capaian indikator pembangunan secara berkala, baik untuk kebutuhan pengembangan sistem dan mekanisme transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan
dan
pembangunan
daerah
maupun
untuk
menciptakan
penciptaan iklim usaha dan investasi yang kondusif. Upaya koordinasi, sinkronisasi dan evaluasi perencanaan pembangunan daerah diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap perwujudan revitalisasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik. Upaya ini, diyakini sebagai tindakan yang tepat dalam menghindari penyakit pembangunan, seperti ego sektoral dan tumpang tindih kebijakan. Kelalaian-kelalaian pembangunan selama ini adalah adanya kecenderungan tidak mematangkan proses koordinasi, sinkronisasi dan evaluasi perencanaan pembangunan daerah, baik secara vertikal, horisontal, maupun secara diagonal. Cakupan revitalisasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan tidak hanya terbatas pada sektor pemerintahan saja, tetapi juga harus meliputi peningkatan dan pengendalian sumber-sumber pendapatan daerah, serta pengembangan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) berbasis sumberdaya lokal. Upaya ini, akan memberikan arah yang jelas bagi rasionalisasi arus input dan output keuangan RPJMD Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016
IV - 106
Pemerintah Kabupaten Wakatobi daerah berdasarkan sumber-sumber pendapatan dan kapasitas perekonomian daerah,
serta
kebutuhan
prioritas
pembangunan
daerah.
Selain
itu,
pengembangan BUMD akan mendorong keterbukaan dan akuntabilitas publik di sektor korporasi daerah, yang tidak hanya berkontribusi pada peningkatan kapasitas fiskal daerah, tetapi juga dapat meningkatkan cakupan pelayanan pembangunan, serta mendukung investasi pembangunan dari sektor swasta. 4.2.2 Infrastruktur Wilayah Beberapa dekade sebelumnya, spontanitas pembangunan sangat identik dengan pembangunan sarana dan prasarana fisik. Sementara pembangunan sumberdaya manusia, diletakkan oleh banyak pihak sebagai pendukung penyelenggaraan pembangunan fisik. Walaupun dalam perkembangannya, pembangunan sumberdaya manusia telah ditempatkan secara berimbang bahkan lebih prioritas dibandingkan dengan pembangunan fisik, namun tetap saja dalam perspektif mayoritas, masih menganggap pembangunan fisik sebagai pembangunan yang utama, oleh karena keberadaannya dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Pembangunan
infrastruktur
wilayah
dalam
berbagai
periode
pembangunan selalu menjadi salah satu isu sentral, keberadaannya sangat dekat dengan jumlah dan jenis pelayanan yang dibutuhkan dan diinginkan oleh masyarakat untuk menunjang interaksi dan mobilitasnya. Tuntutan publik yang muncul dalam pembangunan infrastruktur di daerah ini adalah meningkatnya jumlah dan kualitas infrastruktur daerah. Sementara dalam perspektif pemerintah daerah, hendaknya pembangunan infrastruktur daerah ini dapat mendukung meningkatnya kegiatan penelitian dan pengembangan IPTEK melalui percepatan pembangunan infrastruktur strategis yang mendukung sektor kelautan dan perikanan serta pariwisata pada periode 2012-2016. Isu strategis yang juga mengemuka dalam pembangunan infrastruktur daerah adalah peningkatan sarana dan prasarana serta fasilitas perhubungan laut yang belum seluruhnya dapat dirampungkan pada periode 2006-2010. Hal ini menjadi sangat penting, oleh karena kondisi geografis Kabupaten Wakatobi yang terdiri dari gugusan kepulauan. Penyediaan sarana dan prasarana RPJMD Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016
IV - 107
Pemerintah Kabupaten Wakatobi perhubungan
laut
diharapkan
dapat
mendorong
roda
perekonomian
masyarakat dan peningkatan pelayanan publik. Peningkatan sarana dan prasarana perhubungan laut juga dilaksanakan dalam kerangka menyiapkan Wakatobi sebagai salah satu target transit pelayaran kapal-kapal Pelayanan Nasional Indonesia (Pelni) dan berbagai kapal pelayaran lainnya yang dapat meningkatkan gairah kepariwisataan daerah, nasional, bahkan internasional. Kabupaten Wakatobi yang merupakan salah satu daerah destinasi pariwisata, baik domestik maupun mancanegara, dituntut untuk dapat memperdekatkan waktu dan ruang antar berbagai posisi geografis daerah maupun negara. Untuk itu, sarana dan prasarana Bandara Matahora yang telah berfungsi sejak tahun 2009 yang lalu, harus ditingkatkan kualitasnya, agar memenuhi syarat untuk pendaratan dan penerbangan pesawat komersial. Kelayakan Bandar Udara dapat menjadi salah satu jaminan terhadap kepastian transportasi udara. Dalam situasi yang demikian, para wisatawan akan memiliki pilihan untuk menggunakan jasa transportasi dengan nyaman, baik menggunakan kapal laut atau pesawat terbang. Kenyamanan Pelayanan jasa transportasi dengan berbagai modanya, selain udara dan laut, harus juga dibarengi dengan pembangunan, rehabilitasi, dan pemeliharaan jalan dan jembatan, termasuk peningkatan sarana dan fasilitas perhubungan darat, serta pembangunan saluran drainase/gorong- gorong untuk memberikan pelayanan yang baik bagi tumbuh dan berkembangnya interaksi dan mobilitas pembangunan di dalam wilayah Wakatobi. Selain itu, harus didukung pula oleh pengembangan sarana dan prasarana komunikasi, informasi dan media massa yang merata, untuk meniadakan keterasingan dan keterisolasian wilayah di Kabupaten Wakatobi.
Cakupan ketersediaan dan operasionalisasi pelayanan infrastruktur daerah tersebut, akan menjadi landasan yang baik bagi meningkatnya arus kunjungan barang dan jasa ke Wakatobi pada berbagai sektor, khususnya perikanan dan kelautan serta pariwisata. 4.2.3 Pendidikan dan Kesehatan Pendidikan dan kesehatan merupakan aspek pelayanan dasar yang banyak digunakan untuk mengukur angka-angka pembangunan suatu negara RPJMD Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016
IV - 108
Pemerintah Kabupaten Wakatobi dan daerah. Bahkan keduanya telah digunakan dalam berbagai peristilahan pembangunan, di antaranya adalah Millenium Development Goal's (MDG's) dan juga Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM). Isu pada sektor pendidikan dan kesehatan ini diarahkan untuk menaikkan posisi IPM Wakatobi dari peringkat 11 dari 12 kabupaten/kota menjadi peringkat 5 besar di Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2016. Peningkatan IPM Wakatobi mengharuskan adanya pengembangan cakupan dan kualitas pendidikan serta kesehatan dan peningkatan daya beli selama 5 tahun kedepan. Isu pengembangan kualitas pendidikan dikontribusi oleh beberapa komponen pendidikan di antaranya peningkatan pendidikan anak usia dini melalui peningkatan akses pelayanan pendidikan anak usia dini yang baru mencapai 33,3 persen sampai dengan tahun 2010, Wajib Belajar 9 Tahun melalui akses pelayanan pendidikan dasar SD/MI/sederajat yang baru mencapai 95,3 persen hingga tahun 2010 dan akses pelayanan pendidikan menengah pertama (SMP/MTsN/Sederajat) yang baru mencapai 79,29 persen hingga tahun 2010, pendidikan menengah melalui akses pelayanan pendidikan menengah yang baru mencapai 67,7 persen sampai akhir tahun 2010, manajemen
pelayanan
pendidikan
melalui
efisiensi
dan
efektivitas
penyelenggaraan pendidikan yang mencapai 90 persen hingga tahun 2010, pendidikan gratis, serta pengembangan kapasitas sumberdaya manusia tenaga pendidik. Pengembangan kualitas kesehatan dipengaruhi oleh program promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakatat melalui peningkatan persentase rumah tinggal bersanitasi (53,5 persen tahun 2010) dan persentase rumah pengguna air bersih (66,59 persen tahun 2010), upaya kesehatan perorangan melalui peningkatan sarana dan prasarana RSUD Kabupaten Wakatobi sebagai Rumah
Sakit
rujukan
(50
persen
tahun
2010),
pencegahan
dan
penanggulangan penyakit menular melalui peningkatan kasus penanganan wabah penyakit menular (2506 kasus tahun 2010), pengembangan sumber daya kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan melalui penyediaan jenis obat dan perbekalan kesehatan (317 jenis tahun 2010) dan penyediaan obat dan RPJMD Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016
IV - 109
Pemerintah Kabupaten Wakatobi perbekalan kesehatan berdasarkan kebutuhan (80 persen tahun 2010), Kemitraan peningkatan pelayanan Kesehatan melalui peningkatan akses pelayanan kesehatan masyarakat miskin (99 persen tahun 2010), Peningkatan pelayanan kesehatan Dasar, perbaikan gizi masyarakat melalui peningkatan penanganan kasus prevalensi bayi gizi kurang (158 kasus) dan gizi buruk (43 kasus), keselamatan ibu melahirkan dan anak Keluarga Berencana melalui menurunya Angka Kematian Ibu (270 kasus tahun 2010) dan Angka Kematian Balita (18 kasus tahun 2010), meningkatnya persentase persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan (92,38 persen tahun 2010), persentase cakupan desa/kelurahan Universal Child Immunization (UCI) (79 persen tahun 2010), persentase cakupan kunjungan Ibu hamil K4 (82,48 persen tahun 2010), dan Persentase cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6-24 bulan (75,47 persen tahun 2010), serta pengadaan, dan peningkatan sarana dan prasarana RSUD Kabupaten Wakatobi. 4.2.4 Penanggulangan Kemiskinan Salah satu tujuan pembangunan daerah yaitu untuk menjamin terciptanya
keadilan
pada
masyarakat
dalam
menikmati
hasil-hasil
pembangunan. Ketidakadilan dalam penghantaran sumberdaya pembangunan kerapkali menimbulkan residu sosial, yang paling rentan adalah isu kemiskinan. Kemiskinan sendiri, tidak lagi hanya menjadi isu lokal dan nasional saja, namun telah menjadi isu internasional. Ini bisa dilihat dari delapan goal pencapaian MDG's, penanggulangan kemiskinan menduduki goal pertama. Kinerja pembangunan daerah dalam penanggulangan kemiskinan menunjukkan trend yang baik dari tahun ke tahun, hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan angka PDRB per kapita pertahunnya, untuk tahun 2010 sebesar 2,27 ADHK dan 6,82 ADHB, meningkat dibandingkan tahun 2009 yang hanya sebesar 2,03 ADHK dan 5,60 ADHB (sebagai indikator makro pembangunan daerah), namun pertumbuhan tersebut masih menempatkan angka PDRB Wakatobi berada di bawah rata-rata Provinsi Sulawesi Tenggara. Akselerasi penanggulangan kemiskinan daerah dapat diintensifkan melalui pengembangan jasa lingkungan yang didukung oleh pengembangan RPJMD Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016
IV - 110
Pemerintah Kabupaten Wakatobi akses pasar dan pengembangan gerbang Mina Politan Rumput laut di Kawasan Timur Indonesia, di mana rumput laut merupakan salah satu komoditas unggulan dan potensial di Kabupaten Wakatobi (produksi 927,2 ton/tahun pada tahun 2010), namun potensi tersebut belum mengalami perlakuan yang lebih prospektif dan kompetitif. Penanggulangan kemiskinan meniscayakan perlunya menempatkan masyarakat sebagai subyek pembangunan dan menjadi mitra strategis pemerintah daerah. Dengan demikian, ada proses pemberdayaan masyarakat, yang dimaknai sebagai proses kolaborasi berdasarkan kemampuan dan kewenangan para pihak. Pemberdayaan masyarakat yang paling potensial dalam domain ini adalah pemberdayaan masyarakat dalam konteks masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil sesuai realitas sosiogeografis masyarakat Wakatobi. Hingga tahun 2010, pendapatan masyarakat pesisir baru mencapai Rp. 8.816.844 per kapita per tahun. Realitas sosiogeografis pembangunan masyarakat pesisir Wakatobi selama ini, dominan melalui kegiatan perikanan tangkap (pelagis dan demersal), pada tahun 2010 cakupan layanan modal hanya mencapai 25 persen.
Aktivitas
menunjukkan
perikanan
dinamika
yang
tangkap
dalam
beberapa
menggembirakan
berupa
tahun
terakhir
meningkatnya
kesempatan berusaha di sektor ini, tidak hanya geliat berusaha dari masyarakat nelayan lokal, tetapi juga menumbuhkan iklim investasi dari pengusaha swasta baik lokal maupun dari luar daerah, hasil tangkapan pada tahun 2010 mencapai 8.962 ton. Pertumbuhan persaingan pada kegiatan perikanan tangkap telah berdampak pada meningkatnya aktivitas penangkapan ikan dan dalam jangka panjang akan mengurangi jumlah tangkapan nelayan. Dalam kondisi seperti ini, maka pengembangan kegiatan budidaya perikanan menjadi salah satu pilihan wajib yang sangat potensial, pada tahun 2010 produksi budidaya ikan kerapu/KJA dan KJT mencapai 34.637 ton. Penanggulangan kemiskinan pada hakekatnya adalah mendekatkan masyarakat dengan berbagai peluang berusaha, tidak hanya kepastian dalam mengakses sumberdaya dan pasar, tetapi juga peluang memanfaatkan RPJMD Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016
IV - 111
Pemerintah Kabupaten Wakatobi permodalan untuk meningkatkan volume produksi. Salah satu sumber permodalan yang berada di masyarakat adalah Lembaga Keuangan Mikro seperti
koperasi.
diargumentasikan
Dramaturgi dengan
pembangunan
keterbatasan
masyarakat
permodalan
yang
selalunya
menetes
ke
masyarakat, namun sesungguhnya yang terjadi adalah belum berkualitasnya kelembagaan koperasi dalam mempertahankan dan mempercepat arus usaha masyarakat, dari 60 jumlah koperasi aktif, yang dianggap berkualitas hanya mencapai 7 unit koperasi, dan yang mendapatkan bantuan modal usaha dari sumber-sumber pembiayaan hanya sebanyak 4 unit. Jumlah Kelompok Usaha Bersama (KUBE) hingga tahun 2010 yang mendapatkan bantuan modal sebanyak 168 kelompok. Usaha-usaha
peningkatan
income
masyarakat
atas
kesempatan
berusaha di level komunitasnya selama ini belum mampu menciptakan sentrasentra produksi industri potensial dengan kekhasan-kekhasan komoditas yang kompetitif dan profitabel. Sentra-sentra produksi potensial tersebut tidak hanya menyangkut komoditas perikanan dan kelautan saja, tetapi juga komoditas pertanian dan perkebunan, termasuk mendukung pariwisata lokal. Penciptaan sentra-sentra produksi harus dibarengi dengan upaya penataan struktur industri melalui peningkatan kapasitas pengelolaan produk unggulan daerah seperti industri karagenan. Geliat tumbuhnya kegiatan industri harus mendorong terjadinya efisiensi perdagangan yang didasarkan pada terpenuhinya cakupan pelayanan pasar tradisional, termasuk kios yang tersebar menjangkau seluruh sebaran wilayah yang berpenduduk di Kabupaten Wakatobi, untuk hingga tahun 2010 telah mencapai 131 kios. Aktivitas di sektor perikanan dan kelautan serta pertanian dan perkebunan harus mampu mempertahankan pencitraan pangan di Wakatobi yakni tercapai dan meningkatnya ketahanan pangan di Wakatobi, dengan asumsi minimal 2.100 kkal per kapita per hari. Pada tahun 2010 asumsi ketersediaan pangan utama baru mencapai 0,45%. Ketahanan pangan tersebut hendaknya didasarkan pada asumsi ketersediaan dan keterjangkauan pangan lokal.
RPJMD Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016
IV - 112
Pemerintah Kabupaten Wakatobi Penanggulangan kemiskinan daerah selain dilakukan melalui sektor perikanan dan kelautan juga disandarkan pada pencapaian income melalui sektor pariwisata. Peningkatan nilai tambah ekonomi dari sektor pariwisata ini memerlukan berbagai kegiatan pengembangan dan pemasaran. Salah satu kendala yang harus tertangani seiring dengan kebijakan andalan pariwisata ini adalah kesiapan masyarakat lokal untuk mengambil peran dalam mendorong kegiatan pariwisata daerah termasuk kelayakan destinasi wisata yang tersedia di daerah. Kebijakan pemerintah pusat mengenai Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) secara konsep sesungguhnya merupakan kebijakan unggulan yang diperuntukkan untuk penanggulangan kemiskinan, namun realitasnya belum memberikan peran yang signifikan untuk mengurangi kemiskinan daerah. Dengan demikian, dalam periode 2012-2016 ke depan, kebijakan
PNPM
hendaknya
direkonstruksi
ulang
melalui
pendekatan
pengetahuan dan keterampilan fasilitasi pembangunan masyarakat yang tepat. Hingga tahun 2010, infrastruktur dasar yang ditangani melalui Program PNPM mencapai 40 persen, sedangkan cakupan pelayanan modal bagi usaha mikro dan kecil baru mencapai 30 persen. Penanggulangan kemiskinian daerah dalam kurun waktu 2006-2010 masih menempatkan presentase angka kemiskinan Kabupaten Wakatobi di atas rata-rata provinsi. Pengembangan pemberdayaan ekonomi kerakyatan melalui peningkatan mata pencaharian alternatif dan pemenuhan hak-hak dasar menjadi salah satu kebijakan untuk mendukung pemberdayaan ekonomi kerakyatan serta peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja. 4.2.5 Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Salah satu isu penting dalam kegiatan pembangunan adalah penataan ruang serta kepatuhan masyarakat dalam memanfaatkan ruang. Distribusi sumberdaya pembangunan melalui alokasi peruntukkan ruang merupakan kebijakan
penting yang perlu diatur dengan Peraturan Daerah dan dijalankan dengan konsisten
untuk
mewujudkan
prinsip-prinsip
keadilan
dan
pelestarian
lingkungan hidup dalam penyelenggaraan pembangunan daerah. RPJMD Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016
IV - 113
Pemerintah Kabupaten Wakatobi Distribusi dan alokasi pemanfaatan ruang tersebut memperhatikan perwujudan kearifan lokal masyarakat, dengan demikian terjadi sinkronisasi dengan anutan nilai dan pengetahuan masyarakat dalam membangun interaksi yang selaras dan
seimbang dengan alam. Kearifan lokal sesungguhnya merupakan bentuk penyesuaian masyarakat dalam berhubungan dengan lingkungan hidupnya dan memiliki makna-makna yang bisa disingkap secara ilmiah. Kearifan lokal dapat menjadi petunjuk sosiologis selain pertimbangan ekologis berdasarkan kajian ilmiah dalam meletakkan peruntukkan seluruh kawasan ruang. Tekanan pembangunan akibat berbagai percepatan pembangunan yang dilakukan memberikan dampak yang terasa pada daya dukung dan daya tampung lingkungan, mengingat Kabupaten Wakatobi berada di wilayah pulaupulau kecil. Salah satu dampak yang paling menonjol adalah meningkatnya konversi hutan dan lahan menjadi berbagai peruntukkan pembangunan. Akibatnya terjadi pengurangan yang serius terhadap tutupan hutan dan lahan dari tahun ketahun, belum lagi karakteristik tanah di wilayah Wangi Wangi, Tomia, dan Binongko yang cenderung berbatu menyebabkan sulitnya menciptakan area-area hijau yang baru. Dalam kondisi demikian, pengelolaan dan pembuatan ruang-ruang hijau di wilayah kota semakin penting untuk mengembalikan dan mempertahankan kenyamanan lingkungan di wilayah perkotaan. Posisi geografis Wakatobi yang terletak di pusat segitiga karang dunia dengan luas daratan yang hanya 3 persen dari total luas wilayah, menempatkan Kabupaten Wakatobi sebagai kabupaten konservasi yang dituntut untuk meningkatkan pemanfaatan, pelestarian dan pengkajian biodiversitas laut serta ekowisata. Untuk mendukung upaya pembangunan berbasis konservasi tersebut maka pengembangan jaringan dan kerjasama nasional dan internasional dengan mengembangkan keunggulan komparatif secara geostrategis menjadi salah satu pilihan kebijakan. Visi konservasi Kabupaten Wakatobi menempatkan ekologi pesisir dan laut sebagai obyek yang mendapatkan pemanfaatan utama, dan dalam perkembangannya akan berdampak pada meningkatnya tekanan dari kegiatan penangkapan biota laut, dengan demikian pemanfaatan ekosistem pesisir dan RPJMD Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016
IV - 114
Pemerintah Kabupaten Wakatobi laut harus bisa menjamin terpeliharanya fungsi ekologi pesisir dan laut, di antaranya adalah mereduksi terjadinya erosi plasma nutfah ekosistem pesisir dan laut dan mengentaskan persoalan eksploitasi karang dan pasir pantai. Perhatian yang besar terhadap besarnya nilai tambah ekologi, sosial, dan
ekonomi
ekosistem
pesisir
dan
laut,
tidak
berarti
mengabaikan
perlindungan dan konservasi sumberdaya alam ekosistem darat. Kelalaian dalam menghubungkan skema pembangunan yang integratif antara kedua ekosistem tersebut akan berdampak pada pengabaian fungsi-fungsi ekosistem darat, seperti hutan dan sumber-sumber air, serta keberlanjutan peningkatan nilai ekonomi ekosistem darat, seperti optimalisasi lahan untuk kegiatan produksi pertanian dan perkebunan. Menurunnya nilai ekonomi ekosistem darat dapat mengalihkan secara ekstrim pola kegiatan produksi masyarakat untuk bergantung pada manfaat ekonomi sumberdaya pesisir dan laut. Kondisi demikian, di masa mendatang dapat menyebabkan terjadinya tragedi lingkungan hidup. Pengelolaan dan perlindungan sumberdaya ekosistem darat lebih berorientasi pada pemulihan dan pelestarian ekosistem hutan, di mana keberadaannya menjadi hunian aneka flora dan satwa, serta menjadi reservoar air dan berpengaruh pada pembentukan iklim mikro. Namun, hambatan utama dalam pengelolaan dan perlindungannya umumnya terletak pada harmonisasi antara pemanfaat dan pihak yang mengelola. Formula yang paling menantang dalam pengelolaan dan perlindungan hutan adalah bagaimana menciptakan kepastian masyarakat dalam memanfaatkan hutan sekaligus melestarikannya. Pembentukan dan pencitraan atas praktek succes story pengelolaan dan perlindungan hutan perlu mendapatkan dukungan untuk mengalami perluasan komunitas dan lokasinya (scaling up) di seluruh wilayah Kabupaten Wakatobi. Pemanfaatan nilai tambah ekonomi ekosistem pesisir dan laut serta ekosistem darat khususnya hutan dengan pola ekstraksi pada umumnya berdampak pada berkurangnya jumlah dan jenis sumberdaya yang dimaksud secara cepat dalam skala yang luas, namun aktivitas ekstraksi sumber daya alam sendiri tak bisa dihindari. Dengan demikian, perlu penyandingan antara pemanfaatan nilai tangible sumberdaya alam dengan nilai non tangible-nya, RPJMD Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016
IV - 115
Pemerintah Kabupaten Wakatobi salah satunya adalah pengembangan jasa ekowisata/wanawisata untuk mendapatkan bahkan mengalihkan pemanfaatan nilai tambah ekonominya. Untuk kepentingan wanawisata diperlukan tutupan hutan yang luas dengan diversitas yang tinggi, untuk kebutuhan ini diperlukan upaya pengawetan sumberdaya hutan, baik secara in-situ maupun ex-situ. Nilai jual lainnya yang diupayakan dalam pengelolaan hutan adalah adanya succes story pengelolaan dan perlindungan hutan oleh masyarakat berbasis kolaborasi. Succes story praktek seperti ini dapat menjadi icon pariwisata, sebagaimana telah dirintis pada periode yang lalu, dengan datangnya para tamu dari negara Tanzania dan negara-negara Se-Coral Triangle Initiative (CTI). Fungsi ekologi pesisir dan laut dipertahankan dengan mendorong munculnya prakarsa masyarakat dalam menjaga tutupan karang serta kesadaran
untuk
memperlakukan
ekosistem
pesisir
dan
laut
dengan
memperhitungkan kepulihannya. Dukungan multipihak untuk memperdekatkan jarak ekologis dan ekonomis diperlukan agar pelestarian fungsi ekologi pesisir dan laut dapat memecahkan persoalan-persoalan jangka pendek masyarakat. Nilai produksi ekosistem pesisir dan laut tidak hanya diukur berdasarkan produksi ikan dan biota lainnya, tetapi dapat dikontribusi dari nilai jasa lingkungannya, selain itu pertumbuhan tutupan karang yang baik akan menjadi prasyarat bagi berlangsungnya praktek budidaya ikan dan biota lainnya. Pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut tidak hanya menyangkut peningkatan tangkapan ikan demersal dan biota karang lainnya tetapi juga peningkatan tangkapan ikan pelagis. Pengembangan tangkapan ikan pelagis dalam kebijakan perikanan dan kelautan bermakna untuk penyeimbangan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut agar tidak hanya terkonsentrasi pada wilayah pesisir saja, dengan demikian terjadi peristiwa suksesi yang optimal pada sumberdaya pesisir dan laut. Kondisi pemanfaatan sumber daya alam lebih banyak dipengaruhi oleh sebab antropogenik daripada kosmogenik. Sebab antropogenik dipengaruhi oleh perilaku
manusia yang cenderung membuat dampak pengrusakan dan pencemaran terhadap alam dalam berbagai aktivitasnya. Meningkatnya laju deforestasi akibat over loging dan kebakaran hutan, menipisnya plasma nutfah pada RPJMD Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016
IV - 116
Pemerintah Kabupaten Wakatobi ekosistem pesisir akibat ulah para penambang karang/pasir dan peniadaan hutan bakau, serta berkurangnya jumlah dan jenis ikan dan biota laut akibat penangkapan ikan berlebih (over fishing) dan penangkapan ikan dangan cara yang merusak (destructive fishing) menunjukkan adanya sejumlah kegiatan pengrusakan sumberdaya alam pada berbagai kompartemen lingkungan hidup. Perilaku masyarakat kota menghasilkan berbagai jenis limbah yang sukar diolah oleh alam, dengan jumlah yang mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Tanda ancaman kesemrawutan kota akibat pertambahan jumlah dan jenis limbah semakin menonjol dan menciptakan ancaman estetis, kesehatan, dan kepariwisataan seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan jenis usaha dan/atau kegiatan. Permasalahan limbah telah menjadi perhatian dan perbincangan publik, akan tetapi belum menciptakan prakarsa yang diwujudkan dalam tindakan. Realitas penanganan sampah belum menunjukkan keterpaduan konsep dan orientasi dari perlakuan di hulu hingga hilir. Walhasil, perilaku sadar dan kelola sampah masih menjadi aksi sejumlah kecil individu-individu dan belum menjadi perilaku sistem secara otomatis. Perilaku seperti ini dapat menjadi pemicu bagi terjadinya pencemaran lingkungan melalui kontaminasi dengan air, tanah, udara, dan juga biota, melalui berbagai sumber, di antaranya limbah rumah tangga, industri, serta emisi dan efluen berbagai sarana transportasi. Ketidaktanggapan terhadap persoalan limbah ini, merupakan kontribusi terhadap munculnya gangguan kesehatan lingkungan dan manusia dimasa yang akan datang. Penataan dan pengembangan kinerja dalam penanganan sampah dari hulu hingga hilir merupakan keharusan dalam mitigasi tragedi lingkungan hidup dimasa yang akan datang. Karena itu diperlukan langkahlangkah konkrit dari semua pihak dalam penanganan sampah yang dilakukan secara terencana dan terintegrasi. Penataan ruang dan pengelolaan lingkungan hidup membutuhkan peran aktif dari semua pihak. Kepatuhan semua pihak dalam upaya penataan ruang dan pengelolaan lingkungan hidup dapat menciptakan situasi yang tenteram, tertib dan aman. Dalam situasi dan kondisi seperti ini, diharapkan akan terjadi sinergi
antara
masyarakat
dan
RPJMD Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016
pemerintah
dalam
penyelenggaraan IV - 117
Pemerintah Kabupaten Wakatobi pemerintahan
dan
pelaksanaan
dimungkinkan untuk mendorong
pembangunan,
sehingga
sangat
akselerasi pembangunan yang berpihak
kepada semua pihak secara proporsional. Dengan demikian, maka penataan ruang dan lingkungan hidup menjadi salah satu isu strategis dalam pelaksanaan pembangunan daerah di Kabupaten Wakatobi untuk kurun waktu 2012-2016 yang sudah barang tentu memerlukan penanganan secara serius dari semua pihak.
RPJMD Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016
IV - 118