1
PEMBUATAN ROTI KERING (BAGELEN) PEGAGAN (Centella asiatica) SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL UNTUK LANSIA
ANNISA RIZKI ARSYAF
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
2
ABSTRACT ANNISA RIZKI ARSYAF. Processing of Dried Bread (Bagelen) Mixed with Pegagan as A Functional Food for Elderly. Supervised by Sri Anna Marliyati
Pegagan (Centella asiatca) is a herbal plant that can be used to reduce symptoms of dementia. The objective of this study was to develop dried bread (bagelen) mixed with pegagan (Centella asiatica) as a functional food for erlderly. Formula of this dried bread (bagelen) product was determined based on the type and the level of pegagan added. The type of pegagan were in the form of powder and microcapsule. The level of pegagan added were 0%, 5%, 10%, 15%, and 20%. The best product was chosen by organoleptic test. The chosen product was dried bread (bagelen) with 5% of pegagan (Centella asiatica) added in microcapsule form. The dried bread (bagelen) pegagan contained of 2,60% water, 8,28% protein, 33,01% fat, 54,69% carbohydrate, 549 kcal, and 79,67 ppm asiatic acid. Keywords: Centella asiatica, bagelen pegagan, functional food, elderly.
3
RINGKASAN ANNISA RIZKI ARSYAF. Pembuatan Roti Bagelen Pegagan (Centella asiatica) sebagai Pangan Fungsional untuk Lansia. Dibimbing oleh Sri Anna Marliyati
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengkaji pembuatan roti bagelen pegagan (Centella asiatica) sebagai pangan fungsional untuk lansia. Tujuan khususnya adalah (1) Mengetahui kandungan zat gizi daun dan serbuk pegagan, meliputi kadar air, karbohidrat, protein, lemak, kadar abu, asiatic acid, vitamin (β-karoten, dan C), dan mineral (Fe, Ca, dan Se); (2) Mempelajari proses pembuatan mikrokapsul ekstrak pegagan dengan metode spray drying dan menganalisis kadar air, kelarutan dalam air, kadar asam asiatik sebelum dan sesudah mikroenkapsulasi serta struktur mikrokapsul dengan Scanning Electron Microscope (SEM); (3) Mengetahui formula terbaik dalam pembuatan roti bagelen berbasis pegagan (Centella asiatica); (4) Mengkaji pengaruh serbuk dan mikrokapsul pegagan terhadap mutu organoleptik dan daya terima formula roti bagelen; (5) Mengkaji kadar asiatic acid, kadar serat pangan, kadar air, kadar protein, kadar lemak, dan karbohidrat roti bagelen terpilih. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan merupakan tahapan persiapan bahan dalam pembuatan roti bagelen pegagan yang meliputi: (1) analisis kandungan zat gizi dan bahan aktif daun pegagan segar, (2) pembuatan serbuk, ekstrak pegagan, dan mikrokapsul ekstrak pegagan, (3) menganalisis kandungan gizi serbuk pegagan dan bahan aktif mikrokapsul ekstrak pegagan. Penelitian utama dibagi menjadi tiga tahap, yaitu: (1) formulasi roti bagelen dari mikrokapsul ekstrak pegagan dan serbuk pegagan, (2) uji organoleptik roti bagelen, dan (3) analisis kandungan zat gizi, bahan aktif, dan sifat fisik roti bagelen terpilih. Rancangan percobaan yang digunakan untuk penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RAL-F) dengan dua faktor perlakuan yaitu jenis serbuk dan konsentrasi serbuk. Jenis serbuk yang digunakan terdiri dari dua taraf yaitu serbuk daun pegagan dan mikrokapsul pegagan. Konsentrasi yang diberikan terdiri dari lima taraf yaitu 0%, 5%, 10%, 15%, dan 20%. Data diolah menggunakan software Microsoft Excell dan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16.0 for Windows dan S.A.S 9.1.3 portable. Kandungan zat gizi yang terdapat pada daun pegagan segar dalam basis kering adalah sebagai berikut 79,63% air; 22,5% protein; 6,3% lemak; 1,0% abu; 59,2% karbohidrat; 3,2% asam asiatik; 388,5mg/100g vitamin C; 435,7ppm βkaroten; 212,4mg/100g zat besi; 9.790,3mg/100g kalsium; dan 22,3mcg/100g selenium. Pegagan segar dikeringkan menggunakan oven blower dan dikeringkan di rumah kaca. Kandungan zat gizi serbuk pegagan dalam basis kering menjadi 7,31% air; 21,70% protein; 4,74% lemak; 15,37% abu; 58,19% karbohidrat; 6,03% asam asiatik; 264,61mg/100g vitamin C; 342,60 ppm βkaroten; 40,99mg/100g zat besi; 2.363,80mg/100g kalsium; dan 36,06mcg/100g selenium sedangkan pengeringan dengan cara dikeringkan di rumah kaca menghasilkan pegagan kering dengan kandungan gizi dalam basis kering yaitu
4
6,39% air; 28,59% protein; 1,03% lemak; 17,89% abu; 52,49% karbohidrat; 1,10% asam asiatik; 69,59mg/100g vitamin C; 469,32ppm β-karoten; 40,03mg/100g zat besi; 2.882,16mg/100g kalsium; dan 31,03mcg/100g selenium. Mikroenkapsulasi menggunakan metode spray drying dengan bahan penyalut adalah maltodekstrin dan natrium kaseinat dengan perbandingan 80:20. Mikrokapsul terpilih adalah mikrokapsul dengan ekstrak pegagan 15% yang memiliki bentuk mikrostruktur yang bulat utuh, memiliki kadar air 4,84%, kelarutan dalam air sebesar 98,34% dan kandungan asam asiatik sebesar 0,08%. Formula roti bagelen terpilih adalah campuran dari tepung terigu 500 gram, ragi 11 gram, 70 gram gula, bread improver 2 gram, susu bubuk 14 gram, susu cair 100 gram, kuning telur 57 gram, mentega 70 gram dan air es 150 gram. Hasil sidik ragam pada uji hedonik menunjukkan bahwa jenis pegagan, konsentrasi pegagan dan interaksi antara jenis dan konsentrasi pegagan berpengaruh nyata terhadap kesukaan panelis untuk parameter warna, aroma, rasa dan tekstur bagelen pada p<0,05. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap warna, aroma rasa dan tektur berbeda secara nyata antara bagelen serbuk pegagan dan bagelen mikrokapsul pegagan pada p<0,05, sedangkan tingkat kesukaan panelis berbeda secara nyata hanya pada parameter aroma dan rasa untuk bagelen dengan konsentrasi pegagan 0% (kontrol), 5%, 10%, 15%, dan 20%. Hasil sidik ragam pada uji mutu hedonik menunjukkan bahwa jenis pegagan, konsentrasi pegagan dan interaksi antara jenis dan konsentrasi pegagan berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan mutu panelis untuk parameter warna, aroma, rasa dan tekstur bagelen pada p<0,05. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa tingkat kesukaan mutu panelis terhadap warna, aroma rasa dan tektur berbeda secara nyata antara bagelen serbuk pegagan dan bagelen mikrokapsul pegagan pada p<0,05 sedangkan tingkat kesukaan mutu panelis berbeda secara nyata hanya pada parameter warna, aroma dan rasa untuk bagelen dengan konsentrasi pegagan 0%, 5%, 10%, 15%, dan 20%. Roti bagelen terpilih adalah roti bagelen yang memiliki penilaian kesukaan dan mutu kesukaan panelis tertinggi pada konsentrasi dan jenis pegagannya. Berdasarkan kriteria tersebut didapatkan roti bagelen 5% mikrokapsul pegagan sebagai roti bagelen pegagan terpilih. Roti bagelen pegagan terpilih memiliki karakteristik volume spesifik adonan sebesar 2,89 ml/g, volume spesifik roti sebesar 2,29 ml/g, rasio pengembangan sebesar 0,73, dan kerenyahan 1.255 gf. Selain itu, roti bagelen pegagan memiliki kandungan gizi sebagai berikut 2,60% air, 8,28% protein, 33,01% lemak, 54,69% karbohidrat, 549 kilo kalori, dan 79,67 ppm asam asiatik. Roti bagelen dapat dijadikan alternatif kudapan untuk lansia dengan takaran saji 50g atau setara dengan 6 keping bagelen pegagan. Bagelen pegagan setiap serving size memberikan kontribusi asam asiatik sebesar 0,16% terhadap kebutuhan asam asiatik sehari pada laki-laki untuk meningkatkan fungsi kognitif, sedangkan untuk wanita berkontribusi sebesar 0,18%. Selain itu juga memiliki kontribusi energi sebesar 11,70% hingga 15,71% sedangkan kontribusi protein, lemak dan karbohidrat kurang dari 10% terhadap AKG setiap kali makan.
5
PEMBUATAN ROTI KERING (BAGELEN) PEGAGAN (Centella asiatica) SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL UNTUK LANSIA
ANNISA RIZKI ARSYAF
Skripsi Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
6
LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi
: Pembuatan Roti Kering (Bagelen) Pegagan (Centella asiatica) sebagai Pangan Fungsional untuk Lansia
Nama
: Annisa Rizki Arsyaf
NRP
: I14070097
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.Si NIP. 19600205 198903 2 002
Mengetahui, Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi setiawan, MS NIP. 19621218 119870 1 001
Tanggal Lulus:
7
KATA PENGANTAR Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas karuniaNya, skripsi berjudul “Pembuatan Roti Kering (Bagelen) Pegagan (Centella Asiatica) sebagai Pangan Fungsional untuk Lansia” ini dapat diselesaikan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penyelesaian tugas akhir ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MSi. selaku dosen pembimbing untuk kesabarannya dalam membimbing, memberi arahan, masukan, serta saran yang sangat berarti bagi penulis selama penyusunan tugas akhir ini. 2. Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS. sebagai dosen pemandu seminar dan penguji atas masukan dan saran yang berguna untuk kesempurnaan skripsi. 3. M.Syafrudin dan Sugiarti sebagai orang tua yang senantiasa memberikan doa, semangat dan menjadi sumber motivasi bagi penulis, juga kepada kakak, adik, serta keluarga besar yang selalu memberi semangat, dukungan, dan motivasi bagi penulis. 4. Bapak Iskandar Mirza, Ibu Sri Yuliani, Ibu Ira Mulyawanti, dan Mba Zulya Erda atas bantuan dan masukan yang berharga. 5. Badan Litbang Pertanian atas dana DIPA tahun anggaran 2011 sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik dan benar. 6. Mba Ika, Mba Lena Bapak Tri, Bapak Adhom, Bapak Sis, Bapak Idris dan seluruh teknisi serta peneliti Badan Penelitian dan Pengembangan Pascapanen,
Cimanggu,
Bogor
atas
masukan,
dukungan,
dan
bimbingannya yang sangat berharga. 7. Syifa Aulia Ayuning Ratri, teman seperjuangan selama penelitian atas kerjasama, doa, dukungan, saran, kritikan, dan motivasinya. 8. Ika Puspita Sari dan Zalzilatul hikmia untuk hiburan, motivasi, kritik, dan sarannya yang berarti bagi penulis. 9. Khusnul khotimah, Debby Endayani Safitri, Ayuningtyas Nur Husna Putri, Rizky Agnestya Andhini, dan Early Fajarina untuk motivasi, saran, dan doanya. 10. Teman-teman ‘Nabila’ Yenni Awadipura, Rini Dwi Kusumawati, Alifah Nuru Fajarani, Esti, Pipit, Hera, Nurus, Vivi, dan Rima atas dukungannya.
8
11. Teman-teman pembahas seminar, teman-teman Luminaire (GM 44) atas dukungan dan semangatnya selama ini, kepada adik-adik GM 45 dan semua pihak yang turut membantu. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih memiliki kekurangan. Karena itu, kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun sangat diharapkan demi perbaikan selanjutnya. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis, khususnya, dan semua pihak pada umumnya. Amin.
Bogor, Maret 2012
Penulis
9
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan sebagai anak kedua dari lima bersaudara pasangan M.Syafrudin dan Sugiarti pada tanggal 16 Januari 1990 di Serang, Banten. Penulis menyelesaikan pendidikan formal di TK Busthanul Athfal Aisyiyah (1995), SD Muhammadiyah Serang (2001), SMPN 2 Serang (2004), dan SMAN 1 Serang (2007). Tahun 2007, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI). Setelah melewati masa Tahap Persiapan Bersama (TPB) penulis masuk ke Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Selama masa perkuliahan penulis aktif dan berpartisipasi dalam kegiatan kepanitiaan seperti Be a Good Journalistic (2008), IPB Green Festival (2009), Samisaena (2009), E’Spent (2010), Senzational (2010), dan lain-lain.
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... v PENDAHULUAN ................................................................................................. 1 Latar Belakang .................................................................................................. 1 Tujuan ............................................................................................................... 1 Tujuan Umum ............................................................................................... 1 Tujuan Khusus .............................................................................................. 1 Kegunaan Penelitian ......................................................................................... 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 3 Pegagan ............................................................................................................ 3 Mikroenkapsulasi............................................................................................... 5 Scanning Electron Microscope .......................................................................... 7 Pangan Fungsional............................................................................................ 7 Roti Bagelen ...................................................................................................... 8 Metode Conventional Straight Dough .............................................................. 10 Lansia (Lanjut Usia)......................................................................................... 11 METODE PENELITIAN ..................................................................................... 13 Waktu dan Tempat .......................................................................................... 13 Bahan dan Alat ................................................................................................ 13 Tahapan Penelitian.......................................................................................... 13 Penelitian Pendahuluan .............................................................................. 14 Penelitian Utama......................................................................................... 17 Rancangan Percobaan .................................................................................... 18 Pengolahan dan Analisis Data ......................................................................... 19 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 20 Kandungan Gizi Pegagan Segar ..................................................................... 20 Proses Pembuatan Serbuk Pegagan ............................................................... 21 Pembuatan Mikrokapsul Pegagan ................................................................... 22 Sifat Fisik dan Kimia Pegagan Kering .............................................................. 24 Rendemen .................................................................................................. 25 Warna Daun Pegagan Kering Oven Blower ................................................ 25
ii
Kandungan Gizi dan Bahan Aktif Daun Pegagan Kering ............................. 26 Sifat Fisik dan Kimia Mikrokapsul Pegagan ..................................................... 31 Warna Mikrokapsul Pegagan ...................................................................... 32 Hasil Scanning Electron Microscope (SEM) Mikrokapsul Pegagan ............. 32 Kadar Air Mikrokapsul Pegagan .................................................................. 34 Kelarutan Mikrokapsul Pegagan Dalam Air ................................................. 34 Kandungan Asam Asiatik Mikrokapsul Pegagan ......................................... 35 Formulasi Bagelen Pegagan ........................................................................... 35 Hasil Uji Organoleptik Bagelen ........................................................................ 36 Hasil Uji Organoleptik Bagelen Pegagan Terpilih ............................................ 41 Analisis Sifat Fisik Dan Kimia Bagelen Pegagan Terpilih ................................. 44 Analisis Biaya per Kandungan Gizi Bagelen Pegagan ..................................... 48 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 51 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 53 LAMPIRAN ........................................................................................................ 58
iii
DAFTAR TABEL Halaman 1 Kandungan zat gizi pegagan dalam 100 gram .................................................. 4 2 Kandungan gizi per 100 gram daun pegagan segar ........................................ 20 3 Nilai rata-rata rendemen pengeringan oven blower ......................................... 25 4 Hasil pengukuran warna daun kering .............................................................. 26 5 Kandungan gizi daun pegagan kering ............................................................. 26 6 Rendemen mikrokapsul pegagan.................................................................... 31 7 Hasil analisis warna mikrokapsul pegagan ...................................................... 32 8 Kadar air mikrokapsul pegagan ...................................................................... 34 9 Data kelarutan mikrokapsul pegagan dalam air .............................................. 35 10 Kandungan asam asiatik mikrokapsul pegagan ............................................ 35 11 Formula Bagelen Pegagan ........................................................................... 36 12 Data rata-rata hasil uji hedonik bagelen pegagan ......................................... 37 13 Data rata-rata hasil uji mutu hedonik bagelen pegagan ................................ 39 14 Kandungan zat gizi dan energi per 100g bagelen ......................................... 46 15 Kontribusi zat gizi bagelen pegagan per serving size .................................... 48 16 Harga Bagelen pegagan dan komersil per takaran saji (50g) ........................ 49 17 Harga kandungan energi dan asam asiatik bagelen pegagan dan komersil .. 49
iv
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Tanaman Pegagan ........................................................................................... 3 2 Diagram alir penelitian .................................................................................... 14 3 Diagram alir mikroenkapsulasi ekstrak pegagan dengan spray drying ............ 16 4 Diagram alir pembuatan roti kering pegagan................................................... 17 5 Oven blower.................................................................................................... 21 6 Hasil SEM mikrokapsul pegagan berbagai perlakuan (300:1) ......................... 33 7 Bagelen Pegagan Mikrokapsul 5% ................................................................. 41 8 Persentase tingkat kesukaan panelis terhadap warna bagelen pegagan terpilih ................................................................................. 42 9 Persentase tingkat kesukaan panelis terhadap aroma bagelen pegagan terpilih ................................................................................. 42 10 Persentase tingkat kesukaan panelis terhadap rasa bagelen pegagan terpilih ................................................................................. 43 11 Persentase tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur bagelen pegagan terpilih ................................................................................. 44 12 Roti bagelen pegagan setelah pemanggangan pertama ............................... 44
v
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Prosedur Analisis ........................................................................................... 59 2 Form Organoleptik ......................................................................................... 67 3 Kandungan gizi daun pegagan segar .............................................................. 70 4 Kandungan gizi daun pegagan kering oven blower 55 0C ................................ 70 5 Hasil analisis kimia dan fisik mikrokapsul ........................................................ 70 6 Hasil Analisis Anova ....................................................................................... 72 7 Hasil uji fisik bagelen pegagan terpilih ............................................................ 78 8 Hasil analisis kandungan gizi bagelen pegagan .............................................. 79 9 Analisis Kontribusi Zat Gizi ............................................................................. 79 10 Analisis biaya pembuatan bagelen pegagan ................................................. 80
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Usia harapan hidup yang terus meningkat juga akan meningkatkan jumlah penduduk lansia dari tahun ke tahun. Populasi penduduk lansia di Indonesia meningkat dari 4.48% tahun 1971 (5.3 juta) menjadi 9.77% pada tahun 2010 (23.9 juta). Menurut Sunusi (2006) dalam Fatmah (2010) pada tahun 2020 diprediksi akan terjadi ledakan jumlah penduduk lansia sebesar 11.34% atau sekitar 28.8 juta. Jumlah lansia yang cukup tinggi ini yang menjadikan lansia sebagai kelompok penduduk yang memerlukan perhatian yang lebih, terutama kesehatan fisik dan mentalnya. Menurut Arisman (2004), lansia dibagi menjadi dua kategori yaitu young elderly (65-74) dan older elderly (lebih dari 75 tahun). Seorang yang termasuk dalam kategori lansia baik young elderly maupun older elderly akan banyak mengalami berbagai perubahan baik fisik maupun mental (Wirakusumah 2002). Perubahan fisik yang dialami oleh lansia dapat ditandai dengan terjadinya gangguan kesehatan akibat proses degeneratif. Menurut Nugroho (1995) penyakit yang diderita oleh lansia di Indonesia meliputi sistem pernapasan, sistem kardiovaskuler, penyakit pencernaan makanan, penyakit gangguan metabolik dan endokrin, penyakit persendian dan tulang serta penyakit kepikunan. Pikun adalah gangguan berupa penurunan fungsi di bidang kognitif (kesadaran) seperti daya ingat dan daya pikir lainnya. Kondisi ini menyebabkan penderitanya sulit untuk mempelajari hal baru, menyebut nama, benda, mencari kata-kata untuk diucapkan, kemampuan mengenali ruang, waktu, benda/orang, hitung menghitung (kalkulasi), dan kemampuan membuat perencanaan. Kemunduran fungsi kognitif (perasaan, pikiran, dan ingatan) atau kepikunan ini lazimnya dimulai pada usia antara 40 tahun hingga 90 tahun (Tapan 2005). Masalah kepikunan terjadi akibat faktor organik seperti kekurangan vitamin, infeksi, keracunan obat, cedera/trauma kepala atau depresi (Yani 2010). Kepikunan dapat dihindari dengan menghindari stress, melakukan gaya hidup sehat, dan membiasakan untuk melatih otak. Selain itu, mengonsumsi berbagai pangan yang dapat meningkatkan daya ingat juga dapat dilakukan untuk meminimalisasi terjadinya kepikunan secara dini. Salah satu bahan
1
pangan yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan daya ingat adalah pegagan. Menurut Lasmadiwati et al. (2004), pegagan berasa manis, bersifat mendinginkan, berfungsi membersihkan darah, melancarkan peredaran darah, peluruh
kencing
(diuretika),
penurun
panas (antipiretika),
menghentikan
pendarahan (hemostatika), meningkatkan syaraf memori, antibakteri, tonik, antiplasma, antiinflamasi, hipotensif, insektisida, antialergi dan simultan. Kandungan triterpen sebagai salah satu kandungan utama dalam pegagan diyakini dapat meningkatkan fungsi kognitif. Rao et al. (2007) menyatakan bahwa penggunaan Centella asiatica dapat meningkatkan fungsi kognitif. Pegagan akhir-akhir ini telah banyak diteliti dan dikembangkan kedalam berbagai produk dengan berbagai keunggulan. Mengingat salah satu khasiat dari pegagan
ini
adalah
meningkatkan
daya
ingat
maka
peneliti
ingin
mengembangkan produk roti bagelen pegagan sebagai pangan fungsional yang dapat meningkatkan daya ingat pada lansia. Roti bagelen merupakan produk olahan roti yang berupa roti kering yang banyak disukai. Roti bagelen pegagan ini lah yang diharapkan mampu menjadi pangan fungsional yang mudah dikonsumsi dan berfungsi sebagai peningkat daya ingat pada lansia. Tujuan Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pembuatan roti bagelen pegagan (Centella asiatica) sebagai pangan fungsional untuk lansia. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah : 1. Mengkaji kandungan zat gizi daun dan serbuk pegagan, meliputi kadar air, karbohidrat, protein, lemak, kadar abu, asiatic acid, vitamin (βkaroten, dan C), dan mineral (Fe, Ca, dan Se). 2. Mempelajari proses pembuatan mikrokapsul ekstrak pegagan dengan metode spray drying dan menganalisis kadar air, kelarutan dalam air, kadar asam asiatik mikrokapsul serta struktur mikrokapsul dengan Scanning Electron Microscope (SEM). 3. Menentukan formula terbaik dalam pembuatan roti bagelen berbasis pegagan (Centella asiatica).
2
4. Mengkaji pengaruh serbuk dan mikrokapsul pegagan terhadap mutu organoleptik dan daya terima formula roti bagelen. 5. Mengkaji kadar asiatic acid, kadar air, kadar protein, kadar lemak, dan karbohidrat roti bagelen terpilih. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai alternatif pengolahan produk makanan kudapan untuk lansia berbasis tanaman pegagan, dan juga sebagai bahan masukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
3
TINJAUAN PUSTAKA Pegagan Pegagan (Centella asiatika) termasuk salah satu tumbuhan yang paling banyak dipakai sebagai bahan ramuan obat tradisional. Cantella asiatika berasal dari daerah Asia tropik dan tumbuh bear di berbagai Negara seperti Filipina, Cina, India, Sri Langka, Madagaskar, Afrika, dan Indonesia. Di Indonesia tumbuhan ini dikenal dengan berbagai macam nama sesuai dengan daerah tempat tumbuhnya. Di Jakarta misalnya tumbuhan ini disebut pegagan, di Sunda antanan, di Sumatra daun kaki kuda, di Madura tikusan, di Jawa gagan-gagan dan di Bali piduh (Santa dan Prajogo 1992). Gambar 1 menunjukkan gambar tanaman pegagan.
Gambar 1 Tanaman Pegagan Pegagan termasuk tanaman tahunan daerah tropis yang berbunga sepanjang tahun. Tanaman ini tumbuh menjalar di atas permukaan tanah. Bentuk daunnya seperti ginjal, bertangkai panjang dan tepinya bergerigi. Pegagan menyukai tanah yang lembab dan cukup sinar matahari atau tempat teduh (Sa’adah 2007). Menurut Januwati dan Yusron (2005), pegagan tumbuh dengan baik yang ditandai dengan daunnya yang besar dan tebal karena ditanam pada tempat yang intensitas cahayanya 30-40%. Sa’adah (2007) menyatakan bahwa pegagan banyak ditemukan tumbuh liar di tepi kebun, padang rumput, tepi sawah atau di pekarangan rumah, sedangkan menurut Winarto dan Surbakti (2005), pegagan tumbuh di daerah dengan ketinggian lebih dari 500 m dpl dengan kelembapan udara yang diinginkan 70-90%, memiliki temperatur udara antara 20-250C dan tingkat keasaman tanah netral (pH) antara 6-7.
4
Mutu hasil panen pegagan dapat ditentukan berdasarkan derajat kematangan pada waktu pemanenan. Pemanenan pegagan dapat dilakukan setelah pegagan berumur 3-4 bulan dengan cara memangkas bagian batang daun dan batang daunnya (Dalimartha 1999). Kandungan Gizi Pegagan Pegagan mengandung berbagai zat kimia yang bermanfaat bagi manusia. Berbagai kandungan kimia yang sudah diketahui antara lain asiaticoside, thankuside, isothankuside, madecassiside, brahmaside, brahmic acid, modasiatic acid, meso-inosetol, centellose, carotenoids, garam K, Na, Ca, Fe, vellarine, tannin, mucilage, resin, pectin, gula, protein, fosfor, dan vitamin B. Pegagan juga mengandung sedikit vitamin C dan sedikit minyak atsiri (Winarto & Surbakti 2005). Tabel 1 menunjukkan kandungan gizi yang terdapat dalam 100 gram pegagan. Tabel 1 Kandungan zat gizi pegagan dalam 100 gram Zat gizi
Jumlah
Proksimat (per 100 g berat segar): Energi (Kal)
34
Kadar air (g)
89,3
Protein (g)
1,6
Lemak (g)
0,6
Serat (g)
2,0
Kadar abu (g)
1,6
Karbohidrat (g)
6,9
Sumber: Pramono (1992)
Menurut Mahendra dan Rachmawati (2007), pegagan memiliki fungsi sebagai anti infeksi, anti racun, penurun panas, peluruh air seni (diuretikum), antilepra, antisifilis, dan sekaligus merevitalisasi sel kulit. Winarto dan Surbakti (2005) menambahkan bahwa pegagan dapat digunakan sebagai brain tonic atau obat antilupa bagi orang dewasa dan manula (manusia usia lanjut). Hal ini sesuai dengan penelitian Annisa (2006) bahwa ekstrak daun pegagan dapat meningkatkan fungsi kognitif pada hewan coba. Meskipun demikian, dalam hal ini pegagan hanya berfungsi sebagai penunjang. Tubuh tetap perlu mengonsumsi makanan yang sehat dan sempurna untuk menjaga stamina tubuh dan membentuk jaringan otak agar tetap pintar.
5
Mikroenkapsulasi Yoshizawa (2002) dalam Wawensyah (2006) menyatakan bahwa mikroenkapsulasi adalah tekhnik yang digunakan untuk membungkus suatu senyawa dengan menggunakan bahan penyalut dengan ukuran yang sangat kecil dengan diameter rata-rata 15-20 mikron atau kurang dari setengah diameter rambut manusia. Menurut Rosenberg et al. (1990) mikroenkapsulasi adalah proses penyalutan atau pembungkusan suatu bahan baik itu padatan atau cair dengan menggunakan suatu bahan pengkapsul khusus yang membuat partikelpartikel inti mempunyai sifat kimia dan fisika seperti yang dikehendaki. Bahan yang disalut tersebut umunya disebut sebagai bahan-bahan inti atau bahan aktif, sedangkan struktur yang menyelimuti bahan inti disebut dinding yang berguna melindungi inti dari kerusakan dan pelepasan inti dari penyalut (Young et al. 1993). King (1995) menyatakan bahwa apabila ukuran partikel >5000 µm disebut makrokapsul, untuk ukuran partikel antara 0,2 sampai 5000 µm disebut mikrokapsul, sedangkan bila ukuran partikel <0,2 µm disebut nanokapsul. Struktur dan ukuran mikrokapsul yang dihasilkan tergantung kepada teknik pembuatannya, jenis bahan inti dan polimer (bahan penyalut) yang digunakan (Jackson & Lee 1991). Kegunaan dari menggunakan teknik ini antara lain untuk mengendalikan pelepasan senyawa, membuat senyawa aktif menjadi lebih mudah dan aman untuk digunakan, melindungi senyawa yang peka terhadap lingkungan dan mengubah senyawa dari cair menjadi padat (Yoshizawa 2002 dalam Wawensyah 2006). Menurut Koswara (1995) keuntungan yang dapat diperoleh dengan proses mikroenkapsulasi ini antara lain adalah mudah dalam pengolahan lanjutan, mudah digunakan dalam pencampuran produk, bebas dari mikroba dan serangga, berkadar air rendah, flavor terlindungi dari perubahan destruktif (penguapan) dalam masa penyimpanan yang lama, serta dapat menghasilkan produk dengan kualitas flavor yang distandarisasi. Mikroenkapsulasi dilakukan diantaranya untuk melindungi inti dari degradasi dengan mengurangi reaksi inti dengan lingkungan luar, mengurangi laju evaporasi atau laju transfer inti ke lingkungan luar serta karakteristik bahan asal dapat dimodifikasi dan menjadi bahan yang mudah ditangani. Mikroenkapsulasi biasa digunakan pada berbagai aplikasi, umumnya dalam menspray makanan. Risch (1995) menyatakan bahwa mikroenkapsulasi
6
banyak
digunakan
untuk
mempertahankan
flavor,
asam,
lipid,
enzim,
mikroorganisme, pemanis buatan, vitamin, mineral, air, bahan pengembang, pewarna dan garam. Bakan
(1973)
dalam
Desmawarni
(2007)
menyatakan
bahwa
keberhasilan suatu mikroenkapsulasi dari sifat mikrokapsul yang dihasilkan dipengaruhi oleh parameter penting, yakni: a) Bahan inti yang disalut, yaitu berwujud padat atau cair b) Bahan pengkapsul yang digunakan c) Prinsip proses mikroenkapsulasi yang digunakan (fisika atau kimia) d) Tahapan proses mikroenkapsulasi e) Struktur dinding mikrokapsul. Tahapan mikroenkapsulasi secara umum melalui tiga tahap (Bakan 1973 diacu dalam Desmawarni 2007), yaitu: a) Bentuk tiga fase kimia yang belum dicampur, yaitu fase pembawa (air), fase material inti yang akan dilapisi dan fase pengkapsul. b) Penempelan bahan pengkapsul pada permukaan bahan inti. Umumnya tahapan ini terjadi karena bahan pengkapsul diadsorbsikan diantara permukaan yang berbentuk yaitu materi inti dan bahan cair. c) Pemadatan pelapis untuk membentuk mikroenkapsul yang biasanya terjadi akibat adanya panas. Metode-metode
mikroenkapsulasi
yang
sudah
dievaluasi
dan
dikomersilkan untuk penggunaan pada bahan makanan yaitu metode spray drying, penyalutan dengan suspense udara, extrusion, dan spray cooling/spray chilling (Dzizeak 1988). Sejumlah metode dilakukan untuk proses mikroenkapsulasi. Beberapa teknik enkapsulasi yang telah dilakukan yaitu koaservasi, kokristalisasi, spray dring, fluid bed drying, ekstrusi dan inklusi molekuler. Spray drying merupakan metode yang paling umum digunakan karena teknik ini ekonomis, fleksibel, peralatan mudah tersedia dan menghasilkan produk berkualitas tinggi (Madene et al. 2006). Mikroenkapsulasi dengan metode spray drying terdiri dari tiga tahap yaitu, persiapan bahan emulsi, homogenisasi, dan penyemprotan emulsi ke dalam chamber (atomisasi massa pada tempat pengeringan) (Dziezak 1988). Suhu udara inlet berhubungan erat dengan kecepatan pengeringan dan kemampuan untuk mengeringkan produk dan memperoleh struktur granula
7
dengan kandungan air yang cocok untuk stabilitas produk mikrokapsul. Ketika suhu udara inlet rendah, kemampuan evaporasi tidak cukup untuk membentuk membran kapsul yang baik. Produk yang dihasilkan memiliki kandungan air yang tinggi dan memiliki fluiditas rendah sehingga mudah lengket. Sebaliknya, ketika suhu inlet tinggi, evaporasi yang tinggi dapat menyebabkan keretakkan dalam membran maupun kehilangan komponen flavour melalui penguapan dan terdekomposisinya komponen sensitif panas dan suhu inlet tinggi (Liu et al. 2001). Suhu udara outlet memiliki pengaruh yang nyata terhadap kadar air produk dan struktur mikrokapsul. Suhu udara inlet dan outlet harus dikontrol. Suhu udara outlet tinggi akan membentuk suatu kesatuan dan struktur dinding yang padat serta meningkatkan pengaruh pengeringan. Apabila suhu udara outlet terlalu tinggi, produk akan retak karena overheating (Liu et al. 2001). Scanning Electron Microscope Scanning Electron Microscope (SEM) bekerja berdasarkan prinsip scan sinar electron pada permukaan sampel, selanjutnya informasi yang diperoleh diubah menjadi gambar. Cara terbentuknya gambar SEM dibuat berdasarkan deteksi elektron baru (elektron sekunder) atau elektron pantul yang muncul dari permukaan sampel ketika permukaan sampel tersebut discan dengan sinar electron. Elektron sekunder atau elektron pantul yang terdeteksi, kemudian sinyalnya diperkuat, bersar amplitudonya ditampilkan
dalam gradasi gelap
terang pada layar monitor CTR (cathode ray tube) (Utami 2007). SEM dapat digunakan untuk melihat mikrostruktur pada mikrokapsul. Hal hal yang diperhatikan pada mikrostrustur mikrokapsul adalah ada tidaknya keretakan, bentuk serta ukuran dari mikrokapsul tersebut. Pangan Fungsional Pangan fungsional menurut American Dietetic association (1999) adalah pangan yang tidak hanya pangan alamiah tetapi juga pangan yang telah difortifikasi/diperkaya
dan
memberikan
efek potensial
bermanfaat
untuk
kesehatan jika dikonsumsi sebagai bagian dari menu pangan yang bervariasi secara teratur pada dosis yang efektif. Hartoyo (2003) menyatakan bahwa pada prinsipnya, makanan fungsional merupakan makanan yang dirancang secara khusus dengan memanfaatkan senyawa bioaktif tertentu yang mempunyai peran dalam mencegah penyakit tertentu.
8
Hartoyo (2003) menyatakan bahwa terdapat beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh suatu produk agar dapat dikatakan sebagai pangan fungsional yaitu: (1) harus merupakan produk pangan (bukan berbentuk kapsul, tablet atau bubuk) yang berasal dari bahan alami mengandung senyawa bioaktif tertentu, (2) dapat dan layak dikonsumsi sebagai bagian dari diet atau menu sehari-hari, (3) mempunyai fungsi tertentu setelah dikonsumsi. Roti Bagelen Roti adalah produk yang diperoleh dari adonan tepung terigu yang diragikan dengan ragi roti dan dipanggang dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan (SNI 013840-1995). Produk roti merupakan makanan yang dihasilkan dari proses pengadonan, fermentasi, dan pemanggangan dari tepung terigu yang ditambah air, yeast, gula, garam, dan mentega atau shortening (Matz 1972 dalam Hidayanti 2003). Menurut Ahza (1983) dalam Hidayanti (2003), secara garis besar proses pembuatan roti meliputi proses pencampuran (mixing), pengadonan (kneading), fermentasi, pencetakan (rounding), dan pemanggangan (roasting). Menurut Charley (1982), tahap pencampuran dan pengadonan, adonan akan menjadi kuat dan elastic karena adanya penekanan-penekanan pada adonan. Waktu pencampuran bervariasi dengan jenis tepung, suhu adonan, konsistensi adonan dan alat pencampur. Kelebihan waktu pencampuran dapat mengakibatkan berkurangnya elastisitas dan ekstensibilitas adonan (Pomeranz & Shellenberger 1971). Roti bagelen adalah produk olahan roti yang berupa roti kering yang banyak disukai. Roti bagelen didapatkan dengan cara memanggang kembali roti yang sudah jadi sehingga tercipta roti yang kering seperti yang diinginkan. Bahan Pembuat Roti Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan roti terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama yang diperlukan terdiri dari tepung terigu, air, ragi roti (yeast), dan garam. Bahan tambahan yang digunakan antara lain gula, susu skim, shortening, kuning telur, dan bread improver. a. Tepung Terigu Tepung merupakan bahan dasar yang paling penting dalam pembuatan roti. Tepung yang biasanya digunakan untuk membuat roti adalah jenis tepung gandum kuat yang memiliki kadar protein minimal 12% (Paran 2009). Fungsi
9
tepung terigu adalah membentuk jaringan dan kerangka roti karena adanya pembentukan gluten (Paran 2009). b. Air Air merupakan bahan yang berperan penting dalam pembuatan roti, antara lain gluten dengan adanya air. Banyaknya air yang digunakan akan menentukan mutu roti yang dihasilkan. Air juga berfungsi sebagai pelarut bahan seperti garam, gula, susu dan mineral sehingga bahan tersebut dapat terdispersi secara merata dalam adonan (Subarna 1992). c. Ragi Ragi roti atau yeast adalah mikroorganisme (Saccharomyces cerevisiae) yang memfermentasi adonan untuk menghasilkan gas karbondioksida yang dapat mengembangkan adonan. Proses fermentasi yang tekendali akan menghasilkan roti dengan volume dan tekstur yang baik, serta cita rasa dan aroma yang lezat. Selain itu ragi roti juga berfungsi memperlunak gluten dengan asam yang dihasilkan (Paran 2009). d. Garam Garam dalam pembuatan roti berperan menambah rasa gurih pada makanan. Garam dapat menghambat fermentasi, tetapi hal ini bisa diimbangi dengan penambahan ragi (Paran 2009). Garam juga berfungsi membangkitkan rasa bahan-bahan lainnya, mengontrol waktu fermentasi, menambah keliatan gluten (menguatkan gluten/mengenyalkan adonan), mengatur warna kulit roti agar tidak pucat, membantu mengahindari pertumbuhan bakteri-bakteri dalam adonan, menjadikan adonan roti tidak lengket, dan menjadikan roti tidak mudah 9emps setelah dipanggang. e. Gula Gula yang diberikan pada pembuatan roti merupakan makanan untuk yeast di dalam proses fermentasi selain nitrogen. Gula bersifat higroskopis (memiliki kemampuan untuk menahan air) sehingga dapat memperbaiki umur simpan dari roti. Gula memiliki berbagai macam fungsi dalam pembuatan roti yaitu sebagai sumber energi bagi ragi, member rasa manis, menambah nilai gizi, member warna kecokelatan, melembutkan gluten sehingga roti lebih empuk, menahan keempukan lebih lama, memperpanjang umur simpan, menambah keempukan roti, dan menyerap air (Chan 2008).
10
f. Lemak Lemak merupakan bahan pelengkap dalam pembuatan roti. Lemak dalam pembuatan roti berfungsi sebagai pengempuk produk. Penggunaan lemak juga dapat menjaga kelembaban roti karena mampu menahan air, membantu menahan gas hasil fermentasi, memperbaiki remah roti dan teksturnya. Selain itu, penggunaan lemak juga dapat mempermudah pengirisan produk. Lemak yang dapat digunakan untuk membuat roti antara lain mentega, lemak hewani, minyak nabati yang telah mengalami proses hidrogenasi (margarin, mentega putih), campuran lemak hewan dan lemak nabati, minyak mentega dan minyak nabati (Muchtadi 1992). g. Bread Improver Bread improver merupakan campuran bahan yang dapat memodifikasi sifat gluten sehingga terjadi perubahan sifat adonan dan memperbaiki mutu roti. Selain itu, juga bisa mempercepat kematangan (maturating) adonan roti. Bahan ini sangat efektif pada konsentrasi rendah. Bread improver bisa digunakan dengan cara mencampurkannya bersama bahan pengisi. Bread improver bermanfaat untuk menguatkan jaringan gluten sehingga roti yang dihasilkan memiliki volume lebih besar, tekstur roti lebih halus dan putih, serta tetap empuk dalam waktu lebih lama (Chan 2008). h. Susu Susu yang digunakan dalam pembuatan roti dapat berupa susu bubuk dan atau susu cair. Penggunaan susu dalam pembuatan roti dapat meningkatkan nilai gizi produk. Susu juga berperan dalam memperbaiki rasa, warna kulit, dan remah roti, meningkatkan rendemen produk, masa simpan serta volume roti (Muchtadi 1992). i. Telur Penggunaan telur dalam pembuatan roti dapat meningkatkan volume, memperbaiki penampakan dan sebagai sumber lesitin (emulsifier). Telur yang digunakan dalam pembuatan roti harus baik dari citarasa dan aromanya (Muchtadi 1992). Metode Conventional Straight Dough Metode conventional straight dough adalah salah satu metode yang digunakan dalam pembuatan roti. Pada metode ini semua bahan dicampur menjadi
satu,
diadon
kemudian
difermentasi
bersama-sama.
pengadukan adonan metode ini adalah sebagai berikut:
Tahapan
11
1) Semua bahan ditimbang dengan tepat sesuai formula 2) Semua bahan kering dicampur dalam alat pengaduk dengan kecepatan rendah 3) Air ditambahkan dan kecepatan pengadukan tetap rendah 4) Lemak ditambahkan dan pengadukan dilakukan pada kecepatan sedang. Menurut Muchtadi (1992) metode ini memberikan kelebihan sebagai berikut: 1) Waktu fermentasi relatif singkat 2) Lebih sedikit tenaga kerja 3) Volume produksi lebih banyak karena waktu fermentasi singkat 4) Lebih sedikit memerlukan tempat untuk fermentasi. Adapula kelemahan pada metode ini adalah 1) Toleransi waktu lebih singkat 2) Sifat pengolahannya jelek 3) Sulit dilakukan koreksi jika terjadi kesalahan 4) Cita rasa roti yang dihasilkan kurang memuaskan Lansia (Lanjut Usia) Lanjut usia (lansia) menurut Depkes (2000) adalah individu yang berusia di atas 60 tahun. Departemen Kesehatan (1991) membuat pengelompokkan usia lanjut menjadi: 1. Kelompok pertengahan umur ialah kelompok usia dalam masa virilitas, yaitu masa persiapan usia lanjut, yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa (45-54 tahun). 2. Kelompok usia lanjut dini ialah kelompok dalam masa prasenium, yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut (55-64 tahun). 3. Kelompok usia lanjut ialah kelompok dalam masa senium (65 tahun ke atas). Batasan umur lansia berdasarkan kronologisnya menurut Bumside (1979) adalah sebagai berikut: (a) young-old (60-69 tahun), (b) middle age old (70-79 tahun), old-old (80-89 tahun), dan very old-old (lebih atau sama dengan 90 tahun. Pada proses penuaan akan terjadi secara alamiah, pada proses ini akan terjadi penurunan sel-sel yang rusak, mati dan terbuang sehingga tubuh menjadi rentan atau peka terhadap penyakit (Nasoetion & Briawan 1993). Menurut Wirakusumah (2000) pada proses ini terjadi perubahan komposisi tubuh yang meliputi dua hal yaitu peningkatan dan penurunan fungsi organ. Peningkatan yang terjadi adalah peningkatan jumlah lemak, sedangkan penurunan penurunan
12
yang terjadi adalah kekuatan otot, jumlah total air tubuh, penciuman, perasa, produksi asam lambung dan enzim pencernaan, lapisan otot halus, fungsi hati, sistem kekebalan, kerja jantung, fungsi paru-paru, dan penurunan kemampuan otak. Menurut Nugroho (1995), penyakit pada lansia di Indonesia meliputi penyakit-penyakit system pernapasan (TBC, Bronkitis, radang paru-paru), penyakit-penyakit kardiovaskuler dan pembuluh darah (jantung koroner, stroke), penyakit system urogenital (peradangan kandung kemih, peradangan ginjal), penyakit yang disebabkan karena proses keganasan (kanker), penyakit gangguan metabolic/endokrin (diabetes mellitus, gout), penyakit pada persendian dan tulang (osteoporosis), dan penyakit-penyakit lainnya (kepikunan).
13
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Roti Bagelen Berbasis Pegagan (Centella asiatica) sebagai Pangan Fungsional Untuk Menurunkan Gejala Pikun Pada Lansia dilaksanakan pada bulan April 2011 hingga Desember 2011. Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan di Laboratorium Balai Besar Pascapanen Pertanian Karawang dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Cimanggu, Bogor. Penelitian utama dilakukan di laboratorium kimia, analisis pangan, bangsal tepung dan organoleptik Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Cimanggu, Bogor. Bahan dan Alat Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pegagan segar (Centella asiatica) dari daerah Manoko, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat diketinggian 1200m dpl yang diambil bagian daun dan tangkai daunnya, alkohol, maltodekstrin, natrium kaseinat, akuades, terigu, susu bubuk, susu cair, telur, mentega, ragi, garam, dan bakerin. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven listik, oven blower yang dilengkapi dengan FIR, pengaduk, kain saring, vortex, freezer, desikator, gelas takar, neraca analitis, tabung reaksi, labu Kjedahl, perangkat Soxhlet,
gelas
ukur,
gelas
kimia,
labu
takar,
Erlenmeyer,
sentrifuge,
spektrofotometer, HPLC, AAS, hammermill, ayakan mesh 40, homogenizer, spray dryer, chromamometer, CT3 Texture Analyzer dan Scanning Electron Microscope (SEM). Tahapan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan merupakan tahapan persiapan bahan dalam pembuatan roti bagelen pegagan yang meliputi: (1) analisis kandungan zat gizi dan bahan aktif daun pegagan segar, (2) pembuatan serbuk, ekstrak pegagan, dan mikrokapsul ekstrak pegagan, (3) menganalisis kandungan gizi serbuk pegagan dan bahan aktif mikrokapsul ekstrak pegagan. Penelitian utama dibagi menjadi tiga tahap, yaitu: (1) formulasi roti bagelen dari mikrokapsul ekstrak pegagan dan serbuk pegagan, (2) uji
14
organoleptik roti bagelen, dan (3) analisis kandungan zat gizi, bahan aktif, dan sifat fisik roti bagelen terpilih. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 2. Pegagan
Analisis kandungan zat gizi Pembuatan mikrokapsul
Pembuatan serbuk
ekstrak pegagan
pegagan
Analisis kimia dan fisik mikrokapsul ekstrak pegagan dan serbuk pegagan
Proses pembuatan dan formulasi roti bagelen pegagan Formula roti bagelen terpilih
Uji organoleptik roti
Analisis kandungan zat
Analisis sifat fisik roti
bagelen pegagan
gizi dan bahan aktif
bagelen pegagan
Gambar 2 Diagram alir penelitian Penelitian Pendahuluan 1. Analisis kandungan zat gizi daun pegagan segar Daun pegagan sebagai bahan utama penelitian ini dianalisis kandungan gizinya meliputi analisis proksimat dan analisis kadar asiatic acid, vitamin serta mineral. Analisis proksimat yang dilakukan meliputi: (1) kadar air metode oven (AOAC 1995), (2) kadar abu metode pengabuan kering, (3) kadar lemak metode Soxhlet (AOAC 1995), (4) kadar protein metode Mikro-Kjedahl (AOAC 1995), dan kadar karbohidrat by difference. Metode analisis proksimat selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Kadar asiatic acid dan β-karoten dianalisis menggunakan HPLC sedangkan vitamin C dianalisis menggunakan metode titrasi. Mineral dianalisis dengan menggunakan AAS meliputi: (1) analisis Fe, (2) analisis Ca, dan (3)
15
analisis Se. Metode analisa kadar asiatic acid, vitamin dan mineral selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. 2. Pembuatan serbuk pegagan, ekstrak, dan mikrokapsul ekstrak pegagan a. Pembuatan serbuk pegagan oven blower Pembuatan serbuk pegagan diawali dengan pencucian daun pegagan segar. Daun yang telah dicuci kemudian ditiriskan, selanjutnya daun pegagan dikeringkan menggunakan alat oven blower dengan suhu 45, 50, dan 550C selama tiga jam. Penggunaan oven blower bertujuan agar dapat mempertahankan warna hijau pada daun. Daun pegagan selanjutnya digiling dengan hammermill menggunakan ayakan mesh 40 untuk mendapatkan serbuk pegagan yang kasar. Serbuk kering daun pegagan siap digunakan sebagai bahan ekstraksi dan bahan pembuat roti bagelen. b. Pembuatan ekstrak pegagan Ekstraksi pegagan dilakukan dengan metode maserasi (Nasrullah 2010). Pegagan yang telah dikeringkan menggunakan sinar matahari di rumah kaca selama kurang lebih tiga hari kemudian digiling menggunakan hammermil menggunakan ayakan mesh 40. Serbuk pegagan dicampur dengan alkohol food grade 70% dalam wadah stainless steel dengan perbandingan pegagan:etanol (1:6), setelah itu diaduk selama dua jam kemudian
didiamkan
selama
24
jam.
Proses
selanjutnya
adalah
penyaringan menggunakan kain saring dan kertas saring. Pegagan kemudian diekstraksi kembali menggunakan alkohol dengan perbandingan 1:2. Hasil penyaringan tersebut kemudian dievaporasi pada suhu 40-500C hingga pelarut menguap dan diperoleh ekstrak pegagan yang berbentuk kental. Ekstrak pegagan ditampung dalam botol kaca dan disimpan dalam lemari es. c. Pembuatan mikrokapsul ekstrak pegagan Pembuatan mikrokapsul dengan metode spray drying bertujuan agar ekstrak kental pegagan dapat terdispersi sempurna di dalam roti bagelen. Bahan pengkapsul (kombinasi maltodekstrin dan natrium kaseinat dengan perbandingan 80:20) ditambahkan aquades sebanyak 400 ml dan dihomogenkan menggunakan homogenizer selama 20 menit dengan kecepatan 11.000 rpm kemudian disimpan selama 12 jam di ruangan pendingin. Ekstrak pegagan (10, 15, 20, 25, dan 30%) diemulsikan ke dalam suspensi menggunakan homogeniser pada kecepatan 11.000 rpm
16
selama sekitar 20 menit. Campuran selanjutnya dikeringkan dengan spray dryer pada suhu inlet 170ºC dan suhu outlet 100 ºC. Bubuk yang dihasilkan merupakan mikrokapsul pegagan. Pembuatan mikrokapsul dapat dilihat pada Gambar 3. Maltodekstrin: Na-kaseinat (80:20)
Homogenisasi
Akuades
Suspensi
Homogenisasi (11000 rpm, 30 menit) Ekstrak pegagan 10%,15%,20%,25%,
Emulsi
dan 30% Spray drying (suhu inlet 170ºC, suhu outlet 100 ºC) Bubuk kapsul Gambar 3 Diagram alir mikroenkapsulasi ekstrak pegagan dengan spray drying 3. Analisis kimia serbuk pegagan, mikrokapsul ekstrak pegagan dan analisis fisik mikrokapsul ekstrak pegagan Serbuk pegagan dianalisis secara kimia meliputi: (1) kadar air dengan metode oven, (2) kadar abu dengan metode pengabuan kering, (3) kadar lemak dengan metode Soxhlet, (4) kadar protein dengan metode MikroKjeldahl, (5) Kadar vitamin C dengan metode titrasi, (6) Kadar β-karoten menggunakan HPLC, (7) kadar mineral (Fe, Se, dan Ca) menggunakan metode AAS, dan (8) bahan aktif yaitu asam asiatik (asiatic acid) menggunakan
HPLC.
Metode
analisis
kandungan
serbuk
pegagan
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Mikrokapsul dianalisis secara kimia dan fisik meliputi: (1) kadar air, (2) kadar asiatic acid, (3) kelarutan dalam air, (4) warna mikrokapsul menggunakan Chromameter dan (5) struktur mikrokapsul menggunakan
17
Scanning Electron Microscope (SEM). Metode analisis kimia dan fisik mikrokapsul selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Penelitian Utama 1. Formulasi roti bagelen pegagan Bubuk kapsul ekstrak pegagan dan serbuk pegagan masing-masing ditambahkan pada formula bagelen, konsentrasi yang ditambahkan kedalam formula mulai dari 0% (kontrol), 5%, 10%, 15%, dan 20%. Sebagai basis bagelen akan dibuat dari campuran terigu, susu bubuk, susu cair, telur, mentega, ragi, gula, garam, bakerin dan air. Gambar 4 adalah gambar diagram alir pembuatan roti bagelen Terigu, gula, ragi, bakerin, susu bubuk, susu cair,
+
1) Mikrokapsul (0%, 5%, 10%, 15%, 20%) 2) Serbuk Pegagan (0%, 5%, 10%, 15%, 20%)
telur, air es, mentega, garam. Mixing (15 menit)
Fermentasi (20 menit)
Rounding (10 menit)
Proofing (40 menit)
Pemanggangan (oven) (15 menit, 160-1800C)
Pendinginan roti dan pengirisan
Pemanggangan (oven) (100 menit, 100-1200C)
Roti Bagelen Pegagan Gambar 4 Diagram alir pembuatan roti kering pegagan
18
2. Uji organoleptik roti bagelen pegagan Penilaian organoleptik dilakukan dengan uji hedonik dan mutu hedonik. Parameter yang diuji meliputi rasa, aroma, warna, tekstur, dan keseluruhan produk. Panelis yang digunakan sebanyak 30 orang. Panelis yang digunakan adalah panelis agak terlatih yang berasal dari Balai Besar Penelitian Pascapanen. Penilaian uji hedonik menggunakan skala garis dengan nilai terendah 1 (amat sangat tidak suka) dan nilai tertinggi 9 (amat sangat suka). Skala yang digunakan untuk uji mutu hedonik terdiri atas penilaian untuk rasa, aroma, warna dan tekstur. Skala penilaian rasa mulai dari amat sangat pahit (1) sampai amat sangat manis (9). Skala penilaian aroma mulai dari amat sangat langu (1) sampai amat sangat harum (9). Skala penilaian warna mulai dari amat sangat gelap (1) sampai amat sangat cerah (9). Sementara penilaian skala tekstur memiliki skala dari amat sangat keras (1) sampai amat sangat renyah (9). Penilaian
organoleptik
bagelen
pegagan
terpilih
dilakukan
pada
perkumpulan ibu-ibu berusia 54 tahun ke atas di daerah Babakan Raya 4, Kecamatan Dramaga, Bogor. Uji penerimaan ini dilakukan terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur bagelen pegagan dengan menggunakan kategori sebagai berikut, sangat tidak suka, tidak suka, agak suka, suka, dan sangat suka. 3. Analisis kandungan zat gizi, sifat fisik dan sifat fungsional roti bagelen pegagan Analisis kandungan zat gizi yang diteliti dari roti bagelen meliputi kadar, protein, lemak, karbohidrat, asam asiatik, dan kadar air. Analisis sifat fisik juga dilakukan terhadap roti bagelen meliputi volume pengembangan, kehilangan berat, warna dan kekerasan. Metode analisis kandungan zat gizi, sifat fisik roti bagelen dapat dilihat lebih jelas pada Lampiran 1. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan untuk penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RAL-F) dengan dua faktor perlakuan yaitu jenis serbuk dan konsentrasi serbuk. Jenis serbuk yang digunakan terdiri dari dua taraf yaitu serbuk daun pegagan dan mikrokapsul pegagan. Konsentrasi yang diberikan terdiri dari lima taraf yaitu 0%, 5%, 10%, 15%, dan 20%. Secara sistematis, bentuk umum dari rancangan tersebut adalah:
19
Keterangan: Yijk
: peubah respon karena pengaruh jenis serbuk pada taraf ke-i dan konsentrasi yang diberikan pada taraf ke j
µ Ai
: nilai rata-rata pengamatan = pengaruh konsentrasi mikrokapsul pegagan pada tarafke-i (i = 1; jenis serbuk daun pegagan kering, i = 2; jenis serbuk mikrokapsul pegagan)
Bj
= pengaruh konsentrasi yang diberikan pada taraf ke-j (j =1; 0%, j = 2; 5%, j = 3; 10%, j = 4; 15%, j = 5; 20%)
ABij
= pengaruh taraf ke-i pada jenis serbuk dan taraf ke-j pada konsentrasi yang diberikan
εijk
= kesalahan penelitian karena pengaruh unit eksperimen ke-k dalam kombinasi i perlakuan (ij) Pengolahan dan Analisis Data Data hasil analisis uji organoleptik dianalisis menggunakan uji statistik
Anova untuk mendapatkan produk terpilih. Jika terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05), maka dilakukan uji lanjut Duncan. Data diolah menggunakan software Microsoft Excell dan Statistical and Service Solution (SPSS) 16.0 for Windows dan S.A.S 9.1.3 portable. Hasil uji sifat fisik, kandungan zat gizi, analisa biaya pembuatan produk, dan harga produk roti bagelen terpilih dianalisis secara deskriptif. Data ditabulasi dan diolah menggunakan software Microsoft Excell 2007.
20
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Gizi Pegagan Segar Pegagan (Centella asiatica) segar sebagai bahan tambahan utama roti bagelen dianalisis terlebih dahulu kandungan gizinya meliputi kadar air, protein, lemak, abu, vitamin C, β-karoten, Fe, Se, Ca, dan asam asiatik. Kandungan gizi daun pegagan segar dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 2 Kandungan gizi per 100 gram daun pegagan segar Kandungan Gizi (%b/b) Air 79,63 Protein 4,58 Lemak 1,29 Abu 2,45 Karbohidrat 12,05 Asam asiatik 0,66 Vitamin C (mg) 79,14 β-karoten (ppm) 88,76 Fe (mg) 43,26 Ca (mg) 1994,28 Se (mcg) 4,55 Sumber: Pramono (1992)
(%b/k) 22,5 6,3 12,0 59,2 3,2 388,5 435,7 212,4 9.790,3 22,3
Literatur (%b/k) 89,3 (%b/b) 14,95 5,61 14,95 64,49 -
Tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara kandungan gizi hasil analisis dengan kandungan gizi dari literatur. Perbedaan kandungan gizi hasil analisis dengan literatur dapat dipengaruhi oleh perbedaan metode analisis yang digunakan, jenis pegagan, dan tempat pengambilan pegagan. Menurut Hidayati (2009), ketinggian optimum untuk menanam pegagan adalah 200-800 m dpl, di atas 1000 m dpl produksi dan mutunya menjadi rendah, sebaliknya kandungan asiatikosida diduga lebih tinggi. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat kandungan asam asiatik pada daun pegagan segar sebesar 3,2 g/100g. Ling (2004) menyatakan dalam Hashim et al. (2011) bahwa pegagan (Centella asiatica) mengandung beberapa senyawa triterpene yaitu asiatic acid (asam asiatik), madecassic acid, asiaticoside dan madecassoside. Menurut Hashim et al. (2011), kandungan triterpene yang terdapat pada ekstrak pegagan diduga sebagai zat aktif yang potensial untuk dikembangkan dalam industri makanan dan pengobatan. Pegagan dapat dikonsumsi secara langsung sebagai lalap (sayuran yang dimakan dalam bentuk mentah dalam bahasa sunda), atau pun diolah terlebih dahulu menjadi produk tertentu. Pada penelitian ini pegagan diberi berbagai perlakuan sebelum digunakan sebagai bahan tambahan dalam produk roti bagelen, seperti dikeringkan, diekstraksi, dan dienkapsulasi.
21
Proses Pembuatan Serbuk Pegagan Pengeringan
adalah
salah
satu
metode
yang
digunakan
untuk
mengawetkan bahan pangan. Pengeringan dilakukan untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian kadar air pada suatu bahan pangan dengan cara menguapkan sebagian besar air yang dikandungnya (Winarno & Fardiaz 1974). Kandungan air yang tinggi khususnya pada sayuran dapat menyebabkan sayuran tersebut cepat layu atau busuk. Pada penelitian ini pengeringan dilakukan untuk mendapatkan intermediate produk berupa serbuk pegagan sehingga memudahkan aplikasinya pada pengolahan lebih lanjut. Metode pengeringan yang umum dilakukan untuk pangan dan nonpangan antara lain adalah pengeringan matahari, rumah kaca (greenhouse), oven, iradiasi surya (solar drying), pengeringan beku (freeze drying), dan pengeringan menggunakan sinar infra merah. Metode pengeringan pada pembuatan serbuk pegagan pada penelitian ini adalah pengeringan dengan menggunakan alat oven blower. Serbuk pegagan adalah daun pegagan yang dikeringkan. Menurut Aziz et al. (2007) daun adalah bagian pegagan yang memiliki kandungan asam asiatik tertinggi. Daun pegagan yang akan dikeringkan dicuci menggunakan air terlebih dahulu kemudian dilakukan sortasi. Pencucian dilakukan terlebih dahulu untuk meminimalisasi zat gizi yang hilang sebelum mencapai tahap pengolahan selanjutnya, sedangkan sortasi dilakukan untuk memisahkan daun, batang dan akarnya. Daun yang telah disortasi selanjutnya dikeringkan menggunakan alat oven blower yang dilengkapi dengan Far Infra Red (FIR) milik Laboratorium Balai Penelitian Pascapanen, Karawang. Gambar oven blower yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Oven blower Oven blower memiliki lima rak yang dapat digunakan untuk menyimpan loyang yang berisi daun pegagan. Masing-masing rak mampu menampung
22
200gram daun pegagan segar sehingga total kapasitas oven blower hanya satu kilogram. Jumlah daun pegagan pada loyang diusahakan tidak terlalu banyak agar daun cepat kering. Waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan satu kilogram daun pegagan segar sehingga diperoleh daun yang mudah dipatahkan dan tidak liat adalah tiga jam. Setelah kering, daun dihancurkan dengan alat Hammermill ayakan 40 mesh sehingga didapat serbuk pegagan kering. Penggunaan mesh 40 bertujuan untuk mendapatkan tektur serbuk pegagan yang tidak terlalu halus agar muncul kesan herbal pada roti bagelen. Pada pengeringan daun pegagan menggunakan oven blower diberikan tiga perlakuan suhu. Suhu yang digunakan yaitu 450C, 500C,dan 550C. Perlakuan ini dilakukan untuk menetukan suhu pengeringan yang tepat agar didapatkan warna daun kering yang cerah dan berwana hijau. Warna daun kering yang hijau dan cerah ini diharapkan mampu memberi kesan herbal pada roti bagelen yang dibuat. Pembuatan Mikrokapsul Pegagan Mikroenkapsulasi adalah proses penyalutan atau pembungkusan suatu bahan baik itu padatan atau cair dengan menggunakan suatu bahan pengkapsul khusus yang membuat partikel-partikel inti mempunyai sifat kimia dan fisika seperti yang dikehendaki (Rosenberg et al. 1990). Pembuatan mikrokapsul pada penelitian ini adalah untuk melindungi bahan-bahan aktif yang terdapat pada pegagan salah satunya adalah asam asiatik. Asam asiatik merupakan kandungan sapogenin dari asiatikosida yang terdapat dalam pegagan. Asiatikosida adalah senyawa golongan glikosida triterpenoid, yang mengandung molekul gula yang terdiri dari satu molekul ramnosa dan dua molekul glukosa (Pramono 1992). Pengeringan Pegagan Proses pengeringan pegagan merupakan salah satu tahap yang dilakukan untuk membuat mikrokapsul pegagan. Berbeda dengan pembuatan serbuk pegagan, pengeringan pada tahap ini dilakukan di rumah kaca milik Teknopark, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Menurut Kamaruddin et al. (1994), proses pengeringan yang dilakukan di rumah kaca biasa disebut dengan pengeringan rumah kaca. Pengering jenis ini merupakan alat pengering berenergi surya yang memanfaatkan efek rumah kaca yang terjadi karena adanya penutup transparan pada dinding bangunan sebagai pengumpul panas untuk menaikkan suhu udara ruangan pengering.
23
Pegagan diletakkan di atas terpal dengan luas yang sesuai dengan jumlah pegagan yang akan dikeringkan di rumah kaca. Pengeringan pegagan dilakukan selama tiga hari hingga kering dan tidak liat dengan kapasitas lebih dari lima puluh kilogram (50kg). Pengeringan pegagan di rumah kaca bertujuan untuk mengefisienkan waktu dan biaya pengeringan dalam pembuatan ekstrak pegagan. Proses yang dilakukan dalam pengeringan di rumah kaca pegagan hampir sama dengan pengeringan menggunakan oven blower, dimulai dengan pemetikan, pencucian, dan sortasi bagian pegagan. Perbedaannya terletak pada pemilihan bagian pegagan yang digunakan, yaitu batang dan daun. Pengeringan di rumah kaca menggunakan bagian batang bertujuan untuk memanfaatkan asam asiatik yang terdapat didalamnya serta menghemat biaya produksi. Pembuatan Ekstrak Ekstraksi adalah suatu cara pemisahan komponen tertentu dari suatu bahan sehingga didapatkan zat yang terpisah secara kimiawi maupun fisik. Ekstraksi bertujuan untuk mendapatkan bagian-bagian tertentu dari bahan yang mengandung komponen aktif. Metode ekstraksi berbeda-beda untuk masingmasing bahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan metode ekstraksi adalah tekstur, kandungan bahan, dan jenis senyawa yang ingin didapat (Nielsen 2003). Metode yang digunakan pada ekstraksi pegagan adalah metode maserasi (Nasrullah 2010). Pegagan yang digunakan adalah pegagan hasil pengeringan rumah kaca, sedangkan pelarut yang digunakan dalam ekstraksi pegagan adalah etanol 70%. Pemilihan etanol untuk ekstraksi didasarkan pada penelitian Widha (2010) dengan pertimbangan sebagai berikut: (1) etanol merupakan pelarut yang paling efektif dan cocok untuk mengekstrak seluruh bagian pegagan; (2) proses pembuatan produk ini melewati tahap maserasi dan pengeringan sehingga untuk meminimalisasi turunnya antioksidan, etanol dipilih sebagai pelarutnya; (3) dalam proses pengeringan etanol akan habis menguap sehingga residu etanol dalam produk dapat ditekan seminimal mungkin; (4) pada level industri, etanol lazim digunakan sebagai bahan pelarut. Penggunaan metode maserasi pada ekstraksi pegagan menghasilkan ekstrak yang kental. Ekstrak pegagan dimasukkan kedalam wadah kaca kemudian diletakkan di freezer. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan kerusakan akibat kontak ekstrak terhadap panas, udara, dan cahaya.
24
Ekstrak pegagan adalah bahan inti dalam proses mikroeknapsulasi. Sebelum dienkapsulasi, ekstrak pegagan dianalisis kadar asam asiatiknya. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar asam asiatik ekstrak pegagan adalah 13,34%. Spray drying Proses
enkapsulasi
bahan
aktif
dalam
bahan
pangan
dapat
menggunakan bermacam-macam cara antara lain spray dring, spray cooling, spray chilling, spinning disc dan centrifugal co-extrusion, extrusion, fluidized bed coating dan coacervation (Zuidam & Nevodic 2010). Penelitian ini menggunakan metode spray drying yang mengacu pada penelitian Desmawarni (2007) dan Nasrullah (2010). Menurut Rosenberg et al. (1990) dan Reineccius (1988), spray drying adalah metode yang paling umum digunakan dalam mikroenkapsulasi pada industri pangan karena biayanya yang rendah dan peralatannya telah tersedia. Keuntungan penggunaan metode spray drying adalah mampu memproduksi mikrokapsul dalam jumlah banyak, bahan pengkapsul yang cocok untuk spray drying juga layak sebagai bahan makanan, dan bahan pengkapsul yang digunakan larut dalam air sehingga dapat melepaskan bahan inti tanpa adanya bahan pengapsul yang mengendap (Thies 1996). Bahan penyalut (pengisi) yang digunakan pada penelitian ini adalah maltodekstrin:natrium kaseinat (80:20). Maltodekstrin adalah bahan yang larut dalam air, apabila digunakan sebagai bahan penyalut maka bahan ini dapat menjaga bahan inti tetap tersalut dari oksidasi. Maltodekstrin juga dapat mengurangi masalah penebalan dan penggumpalan selama penyimpanan, dengan kata lain dapat meningkatkan kestabilan produk (Gabas et al. 2007). Bahan
penyalut
yang
telah
ditambahkan
akuades
awalnya
dihomogenisasi terlebih dahulu sebelum dicampurkan dengan ekstrak pegagan. Konsentrasi ekstrak pegagan yang digunakan untuk pembuatan mikrokapsul adalah 10%, 15%, 20%, 25%, dan 30%. Sifat Fisik dan Kimia Pegagan Kering Analisis sifat fisik hanya dilakukan pada pegagan kering oven blower karena akan langsung dimasukkan ke dalam adonan bagelen, sedangkan pegagan kering hasil pengeringan di rumah kaca dijadikan sebagai bahan ekstraksi. Pegagan kering oven blower dianalisis sifat fisiknya meliputi rendemen dan warna.
25
Analisis kimia yang dilakukan pada kedua jenis pegagan kering (kering oven blower dan kering di rumah kaca) yaitu kadar air, protein, lemak, abu, asam asiatik, vitamin C, β-karoten, kalsium, zat besi, dan selenium. Metode analisis yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 1. Pada pegagan kering oven blower, analisis kimia hanya dilakukan pada pegagan dengan suhu pengeringan terpilih. pegagan kering oven blower selanjutnya disebut serbuk pegagan. Rendemen Perlakuan suhu pengeringan menggunakan oven blower yaitu 450C, 500C, dan 550C. Nilai rendemen didapat dari perbandingan produk akhir dengan bahan
baku
utama.
Data
nilai rata-rata
rendemen
pengeringan
daun
menggunakan oven blower dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai rendemen berkisar antara 15,95% hingga 17,25%. Nilai rata-rata rendemen terendah dimiliki oleh suhu pengeringan 550C, sedangkan nilai ratarata rendemen tertinggi dimiliki oleh suhu pengeringan 500C. Tabel 3 Nilai rata-rata rendemen pengeringan oven blower Suhu (0C) 45 50 55
Rendemen (%) 17,25 23,50 15,95
Warna Daun Pegagan Kering Oven Blower Uji fisik warna dilakukan untuk menguji kehijauan pada daun pegagan kering menggunakan alat Chomameter Minolta CR-300. Sistem notasi warna yang digunakan adalah nilai L, a, b, dan 0Hue. Nilai L menunjukkan tingkat kecerahan warna daun, apabila semakin mendekati 100 maka warna daun semakin cerah. Sebaliknya, jika nilai L semakin mendekati 0, maka warna daun semakin gelap. Nilai a dan b merupakan parameter pengukuran warna kromatik. Nilai a merupakan parameter pengukuran kromatik campuran warna merah hijau. Nilai a positif (0-100) menunjukkan bahwa daun cenderung berwarna merah, sebaliknya nilai a negative (0-(-80)) menunjukkan bahwa warna daun cenderung hijau. Nilai b merupakan parameter pengukuran warna kromatik campuran kuning biru. Nilai b positif (0-70) menunjukkan bahwa daun cenderung berwarna kuning. Nilai b negative (0-(-70) menunjukkan bahwa daun cenderung berwarna biru. Untuk mengetahui warna sesungguhnya dari daun pegagan kering, dapat dilihat dari perhitungan 0Hue. Perhitungan yang digunakan yaitu 0Hue = 1800+ tan-1 (b/a) untuk nilai a<0. Hasil perhitungan 0Hue ini dikategorikan kedalam parameter warna atau parameter 0Hue (Lampiran 1 pada analisa warna metode Hunter). Data hasil pengukuran warna daun kering dapat dilihat pada Tabel 4.
26
Tabel 4 Hasil pengukuran warna daun kering Penggunaan Suhu 450C 500C 550C
L 54,92 54,18 53,96
a -2,37 -3,08 -3,76
b 12,79 12,90 11,04
b/a -5,40 -4,19 -2,94
Hue 178,61 178,66 178,76
Tabel 4 menunjukan bahwa pengeringan menggunakan oven blower dengan suhu 550C memiliki nilai negatif a yang lebih tinggi dibandingkan pada suhu 450C dan 500C. Nilai a yang negatif menunjukkan bahwa warna daun kering 550C cenderung berwarna hijau. Warna hijau yang dimiliki oleh suhu 55 0C dapat dilihat dari nilai 0Hue pada tabel 5 yaitu 178,86. Suhu 55 0C memiliki nilai 0Hue lebih tinggi dibandingkan kedua suhu lainnya yaitu 45 0C dan 500C. Menurut Hunting (1999) nilai 0Hue untuk warna hijau berkisar antara 162 hingga 198 . Suhu oven blower terpilih adalah suhu pengeringan dengan nilai warna yang paling menunjukkan warna hijau. Berdasarkan Tabel 4, nilai hijau paling tinggi dimiliki oleh suhu 55 0C. Meskipun suhu pengeringan 55 0C memiliki nilai rendemen terkecil tetapi warna hijaunya paling tinggi dibandingkan dua suhu lainnya. Suhu pengeringan 55 0C juga digunakan dalam penelitian Maenah (2003) untuk mengeringkan daun kangkung dan katuk pada roti manis yang dibuatnya. Kandungan Gizi dan Bahan Aktif Daun Pegagan Kering Perbedaan cara pengeringan, baik suhu maupun alat pengeringnya dapat mempengaruhi kandungan gizi dan bahan aktif yang terdapat dalam suatu bahan pangan, dalam hal ini pegagan. Data kandungan gizi daun pegagan kering dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel tersebut menunjukkan perbedaan nilai kandungan zat gizi pada pegagan yang dikeringkan menggunakan oven blower dengan yang dikeringkan di rumah kaca. Tabel 5 Kandungan gizi daun pegagan kering 0
Kandungan Gizi Air (g) Protein (g) Lemak (g) Abu (g) Karbohidrat Asam asiatik (%) Vitamin C (mg) β-karoten (ppm) Fe (mg) Ca (mg) Se (mcg)
Oven blower 55 C %b/b 7,31 20,11 4,39 14,25 53,94 5,59 245,27 317,56 37,99 2191,01 33,42
%b/k 21,70 4,74 15,37 58,19 6,03 264,61 342,60 40,99 2.363,80 36,06
Pengeringan rumah kaca %b/b %b/k 6,39 28,59 26,76 1,03 0,96 17,89 16,75 49,14 52,49 1,03 1,10 65,14 69,59 469,32 439,33 40,03 37,47 2.697,99 2.882,16 31,03 29,05
27
Kadar air Kadar air adalah jumlah air yang terkandung dalam bahan pangan. Tingginya kadar air dalam bahan pangan dapat mempercepat tumbuhnya mikroba sehingga bahan pangan menjadi mudah layu atau busuk. Fardiaz (1989) menyatakan bahwa batas minimum kadar air pertumbuhan mikroba adalah 1415%. Pengeringan merupakan salah satu cara untuk mengurangi kadar air dalam bahan pangan sehingga dapat menghambat aktifitas enzim dan pertumbuhan mikroba. Menurut Ayodele et al. (2011) perlakuan pengeringan yang berbeda memberikan nilai kadar air yang berbeda. Kadar air pegagan kering pada Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai kadar air pegagan kering menggunakan oven blower menghasilkan kadar air yang lebih besar dibandingkan dengan nilai kadar air pegagan yang dikeringkan di rumah kaca. Namun nilai kadar air pegagan kering kedua perlakuan berada di bawah batas minimum pertumbuhan mikroba (1415%) yaitu 7,31% untuk pengeringan menggunakan oven blower dan 6,39% untuk pengeringan di rumah kaca. Kadar protein Protein merupakan salah satu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein sebagai senyawa organik dapat mengalami denaturasi akibat panas, pH, bahan kimia, makanik dan sebagainya (Winarno 2008). Pegagan yang dikeringkan menggunakan oven blower memiliki kadar protein (21,70%) lebih rendah dibandingkan dengan pegagan yang dikeringkan dirumah kaca (28,59%). Hal ini sesuai dengan penelitian Ayodele et al. (2011), yang menyatakan bahwa pengeringan dengan menggunakan oven memiliki kadar protein yang lebih rendah daripada pengeringan menggunakan sinar matahari. Menurut Ayanwale et al. (2007), tingginya kadar protein berbanding terbalik dengan kadar airnya. Semakin tinggi kadar air suatu bahan pangan maka semakin rendah kadar proteinnya. Kadar lemak Kadar lemak pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan oven blower (4,74%) lebih tinggi dibandingkan dengan pegagan yang dikeringkan di rumah kaca (1,03%). Randahnya kadar lemak pegagan yang dikeringkan di rumah kaca dapat disebabkan oleh kerusakan pada lemak karena faktor udara, panas, dan sinar matahari. Menurut Drummond dan Brefere (2007), keberadaan
28
udara dapat menyebabkan lemak kehilangan atom hidrogen dan digantikan oleh atom oksigen. Perubahan ini menyebabkan ketidakstabilan senyawa lemak sehingga lemak dengan cepat berubah menjadi tengik. Selain itu, ketengikan juga dapat dipercepat oleh panas dan sinar matahari. Kadar abu Kadar abu dalam suatu bahan pangan dapat digunakan untuk menentukan banyaknya mineral dalam bahan pangan tersebut (Sandjaja 2006). Semakin tinggi kadar abu maka semakin banyak pula kandungan mineralnya. Mineral merupakan zat anorganik dalam bahan yang tidak terbakar selama proses pembakaran. Selama proses pembakaran senyawa-senyawa organik terbakar sedangkan senyawa anorganiknya tidak terbakar maka dari itu disebut abu. Kadar abu pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan oven blower (15,37%) lebih rendah dibandingkan dengan pegagan yang dikeringkan dirumah kaca (17,89%). Menurut Herniawan (2010), pengeringan menggunakan oven menghasilkan kadar abu yang lebih rendah dibandingkan dengan pengeringan yang menggunakan sinar matahari. Perbedaan kadar abu kedua perlakuan diduga akibat adanya kontaminasi dari komponen pengotor. Pengering oven bersifat tertutup sehingga sangat kecil kemungkinan terjadi kontaminasi oleh komponen pengotor. Kadar karbohidrat (by difference) Karbohidrat adalah sumber energi utama bagi manusia dan hewan yang harganya relatif murah (Almatsier 2006). Berdasarkan Tabel 6, kadar karbohidrat pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan oven blower (58,19%) lebih tinggi dibandingkan dengan pegagan yang dikeringkan di rumah kaca (52,49%). Hal ini sesuai dengan penelitian Herniawan (2010), kandungan karbohidrat pada tepung kasava yang dikeringkan menggunakan oven lebih tinggi daripada yang dikeringkan di rumah kaca. Kadar Asam asiatik Asam asiatik merupakan kandungan sapogenin dari tanaman pegagan. Bentuk saponin dari asam asiatik adalah asiaticoside. Asiaticoside termasuk dalam golongan glikosida triterpenoid. Triterpenoid merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit sekunder yang terdapat di dalam tanaman (Vickery & Vickery 1981). Menurut Sutardi (2008), pembentukan metabolit sekunder dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain suhu, pH, aktivitas air, dan intensitas
29
cahaya. Kadar asam asiatik pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan oven blower (6,03%) lebih tinggi dibandingkan dengan pegagan yang dikeringkan di rumah kaca (1,10%). Perbedaan kadar asam asiatik diduga akibat adanya pengaruh suhu dan cahaya. Kadar vitamin C Vitamin C adalah salah satu vitamin yang tergolong larut dalam air. Vitamin C merupakan vitamin yang paling mudah rusak. Selain sangat larut dalam air, vitamin C mudah teroksidasi. Faktor-faktor yang dapat mempercepat terjadinya oksidasi adalah panas, sinar, alkali enzim, oksidator, serta oleh katalis tembaga dan besi (Winarno 2008). Kadar vitamin C pada pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan oven blower (264,61 mg/100g) lebih tinggi dibandingkan dengan pegagan yang dikeringkan di rumah kaca (69,59 mg/100g). Pengeringan di rumah kaca menyebabkan pegagan lebih banyak teroksidasi oleh faktor sinar dan udara. Menurut Almatsier (2006), vitamin C mudah rusak karena bersentuhan dengan udara (oksidasi) terutama bila terkena panas. Selain itu, lamanya waktu pengeringan di rumah kaca juga menyebabkan vitamin C yang terdapat pada pegagan lebih banyak teroksidasi. Oleh karena itu, vitamin C pada pegagan yang dikeringkan di rumah kaca memiliki kadar vitamin C yang lebih rendah. Kadar β-karoten β-karoten merupakan provitamin A yang terdapat dalam tanaman hijau. βkaroten adalah bentuk provitamin A yang paling aktif, yang terdiri dua molekul retinol yang saling berkaitan (Almatsier 2006). Karoten stabil dalam pH netral dan basa, namun sensitif terhadap asam, oksigen, cahaya dan panas (Gregory 1996) yang dapat menyebabkan perubahan (rearrangement) pada ikatan rangkap dan isomerisasi cis-trans. Di alam karotenoid bersifat stabil namun isolatnya mudah mengalami perubahan molekul, isomerisasi cis-trans, degradasi oleh panas, cahaya, oksigen, trace element, dan asam. Kadar β-karoten pada pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan oven blower (342,60 ppm) lebih rendah dibandingkan dengan pegagan yang dikeringkan di rumah kaca (469,32 ppm). Menurut Sopian (2005) perlakuan pengeringan berpengaruh terhadap kadar β-karoten. Kadar β-karoten pegagan kering oven blower yang lebih rendah dapat disebabkan oleh lebih tingginya suhu pemanasan yang digunakan. Suhu pemanasan oven blower yang digunakan
30
adalah 550C sedangkan suhu pemanasan pada pengeringan di rumah kaca adalah 330C. Kadar kalsium (Ca) Kalsium merupakan mineral makro, yaitu mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah lebih dari 100mg sehari. Sumber kalsium terbaik adalah susu dan turunannya, seperti keju, es krim, yoghurt, ikan yang dimakan bersama tulang-tulangnya, kacang-kacangan, dan produk olahannya, buah dan sayur seperti brokoli, kangkung, caisin, dan lain-lain. Sayuran merupakan sumber kalsium yang baik namun bahan makanan ini mengandung banyak zat yang menghambat kalsium seperti serat, fitat dan oksalat (Almatsier 2006). Kadar kalsium pada pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan oven blower (2.363,80 mg/100g) lebih rendah dibandingkan dengan pegagan yang dikeringkan di rumah kaca (2.882,16 mg/100g). Gaman & Sherrington (1992) menjelaskan bahwa pemanasan kecil saja pengaruhnya terhadap mineral, dalam hal ini kalsium. Menurut Wardlaw & Smith (2009) mineral yang berasal dari tumbuhan bisa hilang secara signifikan karena prosessing, berupa pemotongan dan pencucian. Perbedaan kadar kalsium dapat diakibatkan oleh kesalahan pada saat analisis atau prossesing yang berlebihan. Kadar zat besi (Fe) Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat didalam tubuh manusia dan hewan. Besi dalam bahan pangan hewani terdapat dalam bentuk besi-hem sedangkan dalam bahan pangan nabati berbentuk besi-nonhem (Almatsier 2006). Kadar zat besi pada pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan oven blower (40,99 mg/100g) hampir sama dengan pegagan yang dikeringkan di rumah kaca (40,03 mg/100g). Gaman dan Sherrington (1992) menyatakan bahwa zat besi tidak mudah rusak oleh pemanasan namun jumlahnya dapat meningkat dalam bahan pangan apabila terkena kontaminan dari perkakas yang berbahan dasar besi. Kadar selenium (Se) Selenium dapat ditemukan dalam bentuk anorganik maupun organik. Dalam bentuk anorganik ditemukan sebagai selenat (SeO 42-), selenit (SeO32-), dan selenium oksida (SeO2) (Dilaga 1992), sedangkan dalam bentuk organik, Se biasa ditemukan berikatan dengan protein sebagai asam amino berbentuk selenometionin dan selenosistein (Almatsier 2006). Selenium banyak ditemukan pada bahan pangan yang berkadar protein tinggi seperti makanan laut dan
31
daging. Kandungan Se dalam kacang-kacangan, serelia, dan biji-bijian bergantung pada kondisi tanah tempat tumbuh bahan pangan tersebut. Selenium terekstraksi dari tumbuhan dengan tiga cara, yaitu pemanasan, mikrobial, dan asam (Hutzinger 1982). Kadar selenium pada pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan oven blower (36,06 mcg) lebih tinggi dibandingkan dengan pegagan yang dikeringkan di rumah kaca (31,03 mcg). Kadar selenium pada bahan pangan yang berasal dari tumbuhan bergantung pada kadar selenium dalam tanah tempat tumbuhnya (Groff dan Gropper 1999). Perbedaan kadar selenium diduga akibat perbedaan kadar selenium dalam tanah, perbedaan usia panen, ataupun kesalahan pada saat analisis. Sifat Fisik dan Kimia Mikrokapsul Pegagan Mikrokapsul
pegagan
dianalisis
sifat
fisiknya
meliputi
rendeman
mikrokapsul, warna, Scanning Electron Microscope (SEM), kadar air dan kelarutan dalam air, sedangkan sifat kimia yang dianalisis dari mikrokapsul pegagan adalah asam asiatik. Hasil Rendemen Mikrokapsul Pegagan Data rendemen mikroenkapsulasi pegagan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel tersebut menunjukkan bahwa nilai rendemen mikrokapsul pegagan berkisar antara 33,39% hingga 52,54%. Nilai rendemen mikrokapsul terendah dimiliki oleh mikrokapsul dengan konsentrasi ekstrak 10%, sedangkan nilai rendemen mikrokapsul tertinggi dimiliki oleh mikrokapsul dengan konsentrasi 20%. Tabel 6 Rendemen mikrokapsul pegagan Konsentrasi Ekstrak (%)
Rendemen (%)
10
33,39
15
38,73
20
52,54
25
46,85
30
43,54
Terjadi penurunan nilai rendemen pada konsentrasi ekstrak 25% dan 30%. Hal ini dapat disebabkan oleh banyaknya kehilangan produk selama proses pengolahan. Kehilangan dapat terjadi karena adanya bahan yang melekat pada alat Homogenizer saat pembuatan suspensi bahan pengkapsul dan pembuatan emulsi. Selain itu kehilangan juga dapat terjadi pada saat spray drying. Diduga kehilangan yang terjadi pada proses ini lebih banyak. Pada proses spray drying,
32
bahan tertinggal di selang spray dryer, adanya produk yang melekat di tabung pengering, dan hilang saat membersihkan nozzle spray dryer karena adanya bahan yang menyumbatnya. Warna Mikrokapsul Pegagan Analisis warna mikrokapsul pegagan menggunakan alat Chromameter Minolta CR-300. Hasil analisis warna mikrokapsul dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Hasil analisis warna mikrokapsul pegagan 0 Bahan L a b b/a Hue Mikrokapsul 10%
95,03
-3,67
12,96
-3,53
178,70
Mikrokapsul 15%
91,10
-3,50
14,37
-4,11
178,67
Mikrokapsul 20%
87,48
-3,57
14,74
-4,13
178,67
Mikrokapsul 25%
85,72
-4,34
17,46
-4,03
178,67
Mikrokapsul 30%
84,30
-3,58
16,26
-4,55
178,65
Tabel diatas menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan maka semakin menurun kecerahan warna (L) mikrokapsul yang dihasilkan atau semakin gelap. Derajat warna (0Hue) mikrokapsul berkisar antara 178,65 hingga 178,70. Hal ini menandakan bahwa mikrokapsul pegagan berwarna kehijauan (0Hue = 162 hingga 198). Nilai 0Hue digunakan untuk mengetahui warna sesungguhnya dari suatu bahan. Warna mikrokapsul pegagan yang paling baik adalah warna mikrokapsul pegagan 10% karena memiliki nilai kecerahan dan nilai 0Hue tertinggi diantara mikrokapsul lainnya. Namun warna mikrokapsul pegagan pada penelitian ini tidak menjadi kriteria pemilihan mikrokapsul yang digunakan untuk roti bagelen. Hasil Scanning Electron Microscope (SEM) Mikrokapsul Pegagan Scanning electron microscope (SEM) digunakan untuk mengetahui kualitas mikrokapsul secara mikrostruktur. SEM bekerja berdasarkan prinsip scan sinar electron pada permukaan sampel, selanjutnya informasi yang diperoleh diubah menjadi gambar (Utami 2007). Analisis morfologi dengan SEM mampu menunjukkan ukuran, bentuk, dan aspek umum lainnya terhadap mikrokapsul secara lebih detail. Morfologi mikrokapsul mempengaruhi sifat mikrokapsul lainnya seperti laju pelepasan bahan inti, surface oil, kelarutan, stabilitas mikrokapsul, dan lain-lain (Nasrullah 2010). Seluruh mikrokapsul pegagan (mikrokapsul dengan penambahan ekstrak pegagan 10%, 15%, 20%, 25%, dan 30%) dianalisis secara mikrostruktur menggunakan SEM dengan tipe JEOL JSM-5310LV. Pengujian SEM dilakukan di
Balai Besar Kehutanan, Bogor. Metode analisis SEM dapat dilihat pada
33
Lampiran 1. Gambar hasil pengujian SEM terhadap mikrokapsul pegagan dengan perbesaran 300 kali dapat dilihat pada Gambar 6.
Mikrokapsul ekstrak 10%
Mikrokapsul ekstrak 15%
Mikrokapsul ekstrak 20%
Mikrokapsul ekstrak 25%
Mikrokapsul ekstrak 30%
Gambar 6 Hasil SEM mikrokapsul pegagan berbagai perlakuan dengan perbesaran 300 kali
Hasil analisis SEM pada Gambar 6 menunjukkan bahwa mikrokapsul pegagan berbentuk bulat utuh dan berkeriput dengan diameter 20µm. Bentuk mikrokapsul yang bulat utuh menandakan mikrokapsul telah terbentuk sempurna dan berisi bahan aktif, sedangkan bentuk mikrokapsul yang berkeriput menandakan mikrokapsul yang terbentuk tidak sempurna atau partikel bahan
34
pengkapsul tidak berisi bahan aktif didalamnya. Gambar mikrokapsul 10% dan 15% memiliki bentuk bulat utuh yang lebih banyak daripada mikrokapsul 20%, 25% dan 30%. Mikrokapsul
pegagan
terpilih
adalah
mikrokapsul
yang
memiliki
mikrostruktur yang baik. Mikrokapsul 10% dan 15% memiliki mikrostruktur yang baik berdasarkan Gambar 6. Namun mikrokapsul yang terpilih adalah mikrokapsul dengan konsentrasi ekstrak pegagan 15% karena mikrokapsul tersebut mampu menyelimuti lebih banyak ekstrak. Kadar Air Mikrokapsul Pegagan Kadar air merupakan salah satu parameter utama yang menentukan kualitas produk mikrokapsul yang bersifat kering. Kadar air yang rendah dapat mencegah tumbuhnya mikroba yang dapat merusak produk. Hasil pengukuran kadar air mikrokapsul pegagan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel tersebut menunjukkan bahwa kadar air mikrokapsul berkisar antara 3,79% hingga 4,84%. Kadar air mikrokapsul pegagan hampir sama dengan hasil kadar air mikrokapsul oleoresin lada hitam dengan bahan penyalut maltodekstrin:susu skim yaitu dibawah 5% (Nasrullah 2010). Tabel 8 Kadar air mikrokapsul pegagan Mikrokapsul (%)
Rata-rata (%)
10
3.79
15
4.84
20
4.44
25
4.74
30
3.84
Kelarutan Mikrokapsul Pegagan Dalam Air Data kelarutan mikrokapsul pegagan dalam air dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel tersebut menunjukkan bahwa mikrokapsul pegagan memiliki kelarutan dalam air antara 97%-98%. Nilai terendah dimiliki oleh mikrokapsul dengan konsentrasi ekstrak 10% yaitu 97,66%, sedangkan nilai tertinggi dimiliki oleh mikrokapsul dengan konsentrasi ekstrak 30% yaitu 98,77%. Secara keseluruhan nilai kelarutan mikrokapsul pegagan dalam air sangat tinggi yakni di atas 90%. Kelarutan
mikrokapsul
pegagan
lebih
tinggi
bila
dibandingkan
dengan
mikrokapsul oleoresin lada (94,16%) dengan bahan penyalut yang sama yaitu maltodekstrin dan natrium kaseinat (Desmawarni 2010). Menurut Kenyon dan Anderson (1988), maltodekstrin dapat larut dengan sempurna dalam air dingin sehingga dapat melepaskan flavor dengan tepat pada aplikasi tertentu.
35
Sebaliknya, Singh (1995) menyatakan bahwa natrium kaseinat tidak memiliki nilai kelarutan yang tinggi. Nilai kelarutan akan menjadi lebih tinggi apabila natrium kaseinat dikombinasikan dengan maltodekstrin yang dapat larut sempurna di dalam air. Tabel 9 Data kelarutan mikrokapsul pegagan dalam air Konsentrasi ekstrak Kelarutan dalam air (%) 10%
97.66
15%
98.34
20%
97.76
25%
97.98
30%
98.77
Kandungan Asam Asiatik Mikrokapsul Pegagan Data hasil analisis kandungan asam asiatik mikrokapsul pegagan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Kandungan asam asiatik mikrokapsul pegagan Ekstrak (%)
Asam asiatik (%)
10
0,06
15
0,08
20
0,10
25
0,13
30
0,15
Tabel diatas menunjukkan bahwa kandungan asam asiatik pada mikrokapsul berkisar antara 0,06% hingga 0,16%. Kandungan asam asiatik tertinggi dimiliki oleh mikrokapsul dengan ekstrak pegagan 30%, sedangkan kandungan asam asiatik terendah dimiliki oleh mikrokapsul dengan ekstrak pegagan 10%. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak pegagan maka semakin tinggi pula kandungan asam asiatik pada mikrokapsul. Formulasi Bagelen Pegagan Penentuan formula Penentuan formula dasar bagelen pegagan dilakukan secara trial and error untuk mendapatkan komposisi adonan yang optimal serta hasil bagelen yang renyah. Trial and error formula dasar dilakukan terhadap bagelen kontrol. Setelah mendapatkan komposisi adonan bagelen kontrol optimal selanjutnya dilakukan penambahan dua jenis pegagan ke dalam adonan bagelen. Menurut Utomo (2005) adonan bagelen terdiri dari tepung terigu, ragi instan, gula pasir, garam, susu bubuk skim, bread improver, emulsifier kue,
36
kuning telur, air es, dan mentega. Adonan ini setelah menjadi roti kemudian dipotong, diberi olesan kemudian dipanggang kembali. Metode yang digunakan dalam membuat adonan roti bagelen pegagan adalah metode Conventional Straight Dough. Pada metode ini semua bahan dicampur secara bersama menjadi sebuah adonan, kemudian dilakukan fermentasi. Menurut Muchtadi (1992), kelebihan metode ini adalah tidak memerlukan peralatan yang berlebihan, waktu fermentasi lebih singkat, dan lebih sedikit tenaga kerja. Namun kekurangan dari metode ini adalah proses fermentasi sulit untuk dikontrol, struktur roti lebih kasar dan aroma roti kurang menarik (Aini 2011). Bagelen pegagan diberikan dua perlakuan yaitu jenis pegagan dan konsentrasi, masing-masing perlakuan memiliki taraf yang berbeda. Perlakuan jenis pegagan memiliki dua taraf yaitu serbuk pegagan dan mikrokapsul sedangkan konsentrasi memiliki lima taraf yaitu kontrol (0%), 5%, 10%, 15%, dan 20% dari berat total terigu. Formula bagelen pegagan terpilih disajikan pada Tabel 11, formula ini adalah modifikasi dari resep bagelen Utomo (2005). Tabel 11 Formula Bagelen Pegagan Mikrokapsul Formula
Serbuk
0%
5%
10%
15%
20%
0%
5%
10%
15%
20%
500
500
500
500
500
500
500
500
500
500
Ragi (g)
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
Gula (g)
70
70
70
70
70
70
70
70
70
70
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
Susu bubuk (g)
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
Susu cair (g)
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
Kuning telur (g)
57
57
57
57
57
57
57
57
57
57
Mentega (g)
70
70
70
70
70
70
70
70
70
70
Air es (g)
150
150
150
150
150
150
150
150
150
150
Pegagan (g)
0
25
50
75
100
0
25
50
75
100
Tepung terigu (g)
Bread Improver (g)
Hasil Uji Organoleptik Bagelen Uji organoleptik dilakukan terhadap sepuluh jenis roti bagelen, yaitu roti bagelen yang ditambah serbuk pegagan dan mikrokapsul pegagan dengan konsentrasi 0%, 5%, 10%, 15%, dan 20%. Seluruh bagelen pegagan diuji organoleptik dengan menggunakan uji hedonik dan mutu hedonik dengan
37
parameter warna, aroma, rasa, dan tekstur yang menggunakan skala garis dari selang satu hingga sembilan. Hasil Uji Hedonik Uji hedonik atau kesukaan merupakan uji yang paling dikenal untuk melihat status kesukaan atau status afektif dari suatu produk (Adawiyah & Waysima 2009). Pada penelitian ini beberapa sampel disajikan sekaligus kemudian panelis diminta untuk memberikan penilaian tentang kesukaan atau penerimaan terhadap masing-masing sampel, tanpa harus membandingkan satu dengan yang lain. Adapun atribut sensori produk pangan (parameter) yang dinilai adalah kenampakan warna, aroma, tekstur, dan rasa. Data hasil uji organoleptik yang telah didapat diuji secara statistik untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan yang diberikan. Berdasarkan hasil sidik ragam, perlakuan jenis pegagan, konsentrasi dan interaksi keduanya memiliki pengaruh yang nyata terhadap parameter warna, aroma, rasa dan tekstur bagelen pegagan pada p<0,05 (Lampiran 6). Hasil uji lanjut Duncan untuk uji hedonik masing-masing parameter disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Data rata-rata hasil uji hedonik bagelen pegagan Konsentrasi Nilai rata-rata pegagan Warna Aroma Rasa Tekstur 0% (kontrol) 7,08d 7,10e 7,41e 7,41d d d d 5% 6,92 6,59 6,89 6,79c c c c 10% 5,86 5,89 5,85 6,55bc b b b b 15% 5,05 5,33 5,15 6,14 a a a 20% 4,62 4,49 5,36a 3,86 Jenis Nilai rata-rata pegagan Warna Aroma Rasa Tekstur Serbuk 5,40b 5,30b 5,36b 6,08b pegagan Mikrokapsul 6,11a 6,51a 6,55a 6,82a Keterangan: huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05), semakin tinggi angka semakin besar tingkat kesukaan panelis terhadap sampel.
Warna. Nilai rata-rata penilaian panelis untuk warna bagelen pegagan berada pada kisaran tidak disukai (3,86) untuk konsentrasi 20% hingga disukai (7,08) untuk bagelen kontrol. Berdasarkan uji lanjut Duncan, warna bagelen pada konsentrasi pegagan 5% tidak berbeda nyata pada p<0,05 dengan warna bagelen kontrol, sedangkan warna bagelen dengan konsentrasi 10%, 15% dan 20% berbeda nyata dengan warna kontrol dan 5%. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa warna bagelen serbuk pegagan berbeda nyata pada p<0,05 dengan bagelen mikrokapsul pegagan.
38
Nilai rata-rata penilaian panelis untuk warna bagelen mikrokapsul pegagan lebih tinggi daripada warna bagelen serbuk pegagan. Aroma. Data rata-rata hasil uji hedonik untuk parameter aroma bagelen pegagan berada pada kisaran agak tidak disukai (4,62) untuk bagelen konsentrasi 20% hingga disukai (7,10) untuk bagelen kontrol. Kesukaan panelis terhadap aroma bagelen pegagan semakin berkurang setiap kenaikan 5% konsentrasi pegagan. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, aroma bagelen pegagan setiap konsentrasi berbeda nyata pada p<0,05. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan adanya perbedaan nyata pada p<0,05 antara aroma bagelen serbuk pegagan dengan aroma bagelen mikrokapsul pegagan. Nilai
rata-rata hasil uji hedonik untuk aroma bagelen
mikrokapsul pegagan lebih lebih tinggi yaitu 6,51 (agak suka) dari pada aroma begelen serbuk pegagan. Rasa. Nilai rata-rata penilaian panelis untuk parameter rasa bagelen pegagan berada pada kisaran agak tidak disukai (4,49) untuk konsentrasi 20% hingga disukai (7,41) untuk bagelen kontrol. Berdasarkan uji lanjut Duncan, rasa bagelen pegagan setiap konsentrasi menunjukkan perbedaan yang nyata pada p<0,05. Kesukaan panelis terhadap rasa bagelen pegagan semakin menurun setiap peningkatan konsentrasi 5%. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa rasa bagelen mikrokapsul pegagan berbeda nyata pada p<0,05 dengan rasa bagelen serbuk pegagan. Nilai rata-rata kesukaan terhadap rasa lebih tinggi pada bagelen mikrokapsul pegagan dari pada bagelen serbuk pegagan. Tekstur. Data nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap parameter tekstur bagelen pegagan berada pada kisaran nilai 5,36 (suka tidak, tidak suka tidak) untuk konsentrasi 20% hingga 7,41 (suka) untuk bagelen kontrol. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, tekstur bagelen kontrol berbeda nyata dengan bagelen yang ditambahkan 20% pegagan, sedangkan tekstur bagelen pegagan kontrol, bagelen yang ditambahkan 5% pegagan, 10% pegagan, dan 15% pegagan tidak berbeda nyata satu sama lain pada p<0,05. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa kesukaan panelis terhadap tekstur bagelen serbuk pegagan berbeda nyata pada p<0,05 dengan tekstur bagelen mikrokapsul pegagan. Tekstur Bagelen mikrokapsul memiliki nilai rata-rata kesukaan panelis lebih tinggi, yaitu 6,82 dengan kategori agak suka.
39
Hasil Uji Mutu Hedonik Uji mutu hedonik digunakan untuk mendapat gambaran suatu atribut sensori tertentu yang bervariasi dari sejumlah sampel (Adawiyah & Waysima). Adapun atribut sensori produk pangan (parameter) yang dinilai adalah kenampakan warna, aroma, tekstur, dan rasa. Skala penilaian yang digunakan pada uji mutu hedonik adalah skala 1 sampai 9. Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 6), perlakuan jenis pegagan, konsentrasi dan interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap parameter warna, aroma, rasa dan tekstur pada uji mutu hedonik roti bagelen pegagan pada p<0,05. Hasil uji lanjut Duncan disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Data rata-rata hasil uji mutu hedonik bagelen pegagan Konsentrasi Nilai rata-rata mutu hedonik bagelen pegagan pegagan Warna Aroma Rasa Tekstur 0% (kontrol) 7,45e 7,63e 7,52e 7,81d d d d 5% 6,80 6,48 6,45 6,94c c c c 10% 5,48 5,51 5,76 6,46bc b b b 15% 4,82 4,94 5,21 6,08ab a a a 20% 3,20 4,28 4,65 5,56a Jenis Nilai rata-rata mutu hedonik bagelen pegagan pegagan Warna Aroma Rasa Tekstur Serbuk 5,08b 5,15b 5,39b 6,27b pegagan Mikrokapsul 6,02a 6,39a 6,44a 6,87a Keterangan: huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05), semakin tinggi angka semakin besar skor mutu sampel.
Warna. Nilai rata-rata penilaian mutu warna bagelen pegagan berada pada kisaran 3,20 (gelap) untuk konsentrasi 20% hingga 7,45 (cerah) untuk bagelen kontrol. Bagelen dengan konsentrasi 5% memiliki nilai rata-rata penilaian mutu warna paling tinggi (6,80) bila dibandingkan dengan bagelen konsentrasi 10%, 15%, dan 20%. Berdasarkan uji lanjut Duncan, mutu warna bagelen pegagan setiap perlakuan konsentrasi pegagan berbeda nyata satu sama lain pada p<0,05. Warna bagelen pegagan menjadi semakin gelap setiap konsentrasi pegagannya dinaikkan 5%. Hal ini ditunjukkan dengan semakin menurunnya nilai rata-rata penilaian panelis terhadap mutu warna bagelen pegagan. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa mutu warna bagelen mikrokapsul pegagan berbeda secara nyata dengan mutu warna bagelen serbuk pegagan pada p<0,05. Bagelen mikrokapsul pegagan memiliki nilai rata-rata penilaian mutu warna lebih tinggi dibandingkan bagelen serbuk pegagan. Mutu warna bagelen mikrokapsul termasuk dalam kategori agak cerah sedangkan warna bagelen serbuk pegagan termasuk dalam kategori biasa.
40
Aroma. Nilai rata-rata penilaian terhadap mutu aroma bagelen pegagan berada pada kisaran 4,28 (agak beraroma langu) untuk konsentrasi 20% hingga 7,63 (beraroma harum) untuk bagelen kontrol. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan pada p<0,05, mutu aroma bagelen pegagan setiap perlakuan konsentrasi berbeda secara nyata satu sama lain. Nilai rata-rata penilaian panelis terhadap mutu aroma bagelen pegagan semakin rendah dengan setiap penambahan konsentrasi pegagan 5%, menandakan bahwa aroma bagelen pegagan semakin langu. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa mutu aroma bagelen mikrokapsul pegagan berbeda nyata dengan bagelen serbuk pegagan pada p<0,05. Bagelen mikrokapsul pegagan memiliki nilai rata-rata penilaian mutu aroma yang lebih tinggi (6,39) dengan kategori agak harum dibandingkan dengan bagelen serbuk pegagan yang termasuk dalam kategori biasa (5,13). Rasa. Hasil rata-rata penilaian panelis terhadap mutu rasa begelen pegagan berkisar antara 4,65 (agak pahit) untuk konsentrasi 20% hingga 7,52 (manis) untuk bagelen kontrol. Berdasarkan hasil rata-rata penilaian mutu, bagelen konsentrasi pegagan 5% memiliki nilai mutu rasa yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi pegagan 10%, 15% dan 20%. Rasa bagelen menjadi semakin pahit setiap konsentrasi pegagan dinaikkan 5%, hal ini ditunjukkan dengan semakin menurunnya nilai rata-rata penilaian mutu aroma bagelen pegagan saat konsentrasi pegagan dinaikkan 5%. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, terdapat perbedaan yang nyata antara mutu rasa bagelen masingmasing perlakuan pada p<0,05. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara mutu rasa bagelen mikrokapsul pegagan dengan mutu rasa bagelen serbuk pegagan pada p<0,05. Berdasarkan nilai rata-rata penilaian mutu rasa, bagelen mikrokapsul pegagan memiliki mutu rasa yang agak manis sedangkan bagelen serbuk daun memiliki rasa yang biasa (pahit tidak, manis tidak). Tekstur. Hasil rata-rata penilaian panelis terhadap mutu tekstur bagelen berada pada kisaran 5,56 (biasa) untuk konsentrasi 20% hingga 7,81 (renyah) untuk bagelen kontrol. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, bagelen kontrol, bagelen konsentrasi 5%, 10%, dan 15% tidak berbeda nyata, sedangkan bagelen dengan konsentrasi 20% berbeda nyata dengan konsentrasi lainnya.
41
Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, mutu tekstur bagelen mikrokapsul pegagan berbeda nyata dengan bagelen serbuk pegagan pada p<0,05. Bagelen mikrokapsul pegagan memiliki nilai rata-rata mutu yang lebih tinggi yaitu 6,87 dengan kategori agak renyah. Hasil uji hedonik dan mutu hedonik dijadikan pertimbangan untuk menentukan produk bagelen terpilih. Bagelen terpilih kemudian diuji organoleptik oleh panelis lansia dan dianalisis secara fisik dan kimia. Produk terpilih adalah produk dengan kategori tingkat kesukaan dan skor mutu yang tinggi pada parameter warna, aroma, rasa dan tekstur, tidak termasuk kontrol. Berdasarkan Tabel 12 dan Tabel 13, bagelen yang memiliki nilai hedonik (kesukaan) dan mutu hedonik tertinggi pada keempat parameter selain kontrol adalah bagelen dengan konsentrasi 5% dan jenis mikrokapsul.
Gambar 7 Bagelen Pegagan Mikrokapsul 5% Hasil Uji Organoleptik Bagelen Pegagan Terpilih Lansia sebagai tahap akhir perkembangan manusia hampir selalu mengalami kemunduran atau perubahan fisiologis. Salah satu perubahan terjadi pada rongga mulut, mulai dari kehilangan kemampuan untuk mengecap, kesulitan untuk mengunyah hingga menelan. (Arisman 2004). Bagelen pegagan merupakan alternatif produk pangan fungsional untuk lansia. Pemilihan bagelen pegagan berdasarkan uji hedonik dan mutu hedonik sebelumnya bertujuan agar didapatkan pangan yang memiliki sifat fungsional dan juga dapat diterima oleh konsumen. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui seberapa besar bagelen pegagan terpilih ini disukai oleh lansia. Warna Warna adalah penerimaan awal yang dinilai panelis. Penampakan warna merupakan salah satu atribut sensori yang penting untuk dinilai karena penerimaan awal dimulai dengan ketertarikan panelis untuk melihat produk yang diberikan. Hasil uji organoleptik ditunjukkan melalui diagram persentase tingkat kesukaan panelis terhadap warna bagelen (Gambar 8). Gambar tersebut menunjukkan bahwa panelis yang memilih suka sebanyak 90,9%, sangat suka
42
sebanyak 9,1% dan tidak ada panelis yang memilih kategori sangat tidak suka,
Persentase (%)
tidak suka dan agak suka terhadap warna bagelen. 100.0 80.0 60.0 40.0 20.0 0.0
90.9
0.0
0.0
0.0
sangat tidak tidak suka suka
agak suka
9.1
Warna
suka sangat suka
Gambar 8 Persentase tingkat kesukaan panelis terhadap warna bagelen pegagan terpilih Aroma Penilaian aroma dianggap penting karena pembahan mikrokapsul pegagan pada bagelen memungkinkan timbulnya aroma khas pada bagelen. Menurut Adawiyah dan Waysima (2009), kepekaan seseorang dalam mendeteksi bau sangat tergantung dari keadaan fisiologis dan psikologisnya misalnya kondisi lapar dan kenyang, mood, konsentrasi, ada tidaknya infeksi respiratori, dan khusus untuk perempuan adalah siklus menstruasi dan kehamilan. Data hasil organoleptik ditunjukkan melalui diagram persentase tingkat kesukaan panelis terhadap aroma bagelen pegagan (Gambar 9). Gambar tersebut menunjukkan bahwa persentase kesukaan aroma tertinggi kepada bagelen pegagan terpilih berada pada kategori suka (72,7%). Sebanyak 18,2% menyatakan sangat suka terhadap aroma bagelen pegagan dan 9,1% panelis lansia menyatakan tidak suka. Meskipun terdapat panelis yang tidak menyukai aroma bagelen tetapi jumlah panelis yang menerima aroma bagelen pegagan
Persentase (%)
lebih banyak. 72.7
80.0 60.0 40.0 20.0
0.0
9.1
18.2 0.0
Aroma
0.0
sangat tidak tidak suka suka
agak suka
suka
sangat suka
Gambar 9 Persentase tingkat kesukaan panelis terhadap aroma bagelen pegagan terpilih
43
Rasa Rasa juga merupakan salah satu atribut sensori yang penting untuk diberikan penilaian. Menurut Drummond dan Brefere (2007) rasa adalah salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang untuk memilih makanan. Hasil organoleptik terhadap rasa bagelen pegagan ditunjukkan oleh diagram persentase
tingkat
kesukaan
panelis
(Gambar
10).
Gambar
tersebut
menunjukkan bahwa persentase kesukaan rasa bagelen terpilih berada pada kategori suka (68%) dan sangat suka (32%). Tidak ada panelis yang memilih kategori sangat tidak suka, tidak suka, dan agak suka sehingga dapat dikatakan bahwa rasa bagelen pegagan 5% mikrokapsul yang agak manis berdasarkan Tabel 11 dapat diterima panelis lansia.
Persentase (%)
Persentase Kesukaan Rasa 80.0 60.0 40.0 20.0 0.0
68.2 31.8 0.0
0.0
0.0
Rasa
sangat tidak agak suka sangat tidak suka suka suka suka
Gambar 10 Persentase tingkat kesukaan panelis terhadap rasa bagelen pegagan terpilih Tekstur Tektur suatu produk pangan juga memainkan peranan penting di dalam proses penerimaan. Menurut Adawiyah dan Waysima (2009), tekstur menjadi salah satu kriteria utama yang digunakan konsumen untuk menilai mutu dan kesegaran produk pangan. Berkurangnya kemampuan mengunyah pada usia lanjut menjadikan tekstur menjadi hal yang penting untuk dinilai. Data hasil uji organoleptik ditunjukkan melalui diagram persentase tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur bagelen pegagan (Gambar 11). Gambar tersebut menunjukkan bahwa persentase kesukaan panelis lansia terhadap tekstur bagelen pegagan terpilih berada pada kategori suka (77,3%) dan sangat suka (22,7%). Tekstur bagelen pegagan yang agak renyah berdasarkan Tabel 13 mampu diterima oleh panelis lansia karena tidak ada panelis yang menyatakan sangat tidak suka, tidak suka, dan agak tidak suka terhadap bagelen pegagan terpilih.
44
Persentase Kesukaan Tekstur Persentase(%)
77.3
80.0 60.0 40.0 20.0
22.7 0.0
0.0
0.0
sangat tidak tidak suka suka
agak suka
Tekstur
0.0 suka sangat suka
Gambar 11 Persentase tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur bagelen pegagan terpilih Analisis Sifat Fisik Dan Kimia Bagelen Pegagan Terpilih Analisis sifat fisik yang dilakukan terhadap roti bagelen adalah volume spesifik adonan dan roti, rasio pengembangan, warna, dan tekstur. Analisis sifat fisik volume spesifik adonan, volume spesifik roti, dan rasio pengembangan dilakukan kepada roti pada pemanggangan pertama, sedangkan analisis warna dan tekstur bagelen dilakukan kepada roti setelah pemanggangan kedua. Gambar roti bagelen pegagan disajikan pada Gambar 12.
. Gambar 12 Roti bagelen pegagan setelah pemanggangan pertama Volume spesifik adonan dan roti bagelen Volume spesifik adonan adalah perbandingan antara volume adonan dengan berat adonan, sedangkan volume spesifik roti adalah perbandingan volume roti dengan berat roti tersebut. Volume spesifik adonan pada roti bagelen dan volume spesifik roti bagelen masing-masing adalah sebesar 2,89ml/g dan 2,29ml/g. Penurunan pengembangan terjadi pada volume spesifik roti bagelen pegagan. Menurut He dan Hoseney (1991) dalam Hidayanti (2003), volume roti ditentukan oleh dua faktor yaitu jumlah gas yang diproduksi dan yang ditahan dalam adonan. Volume spesifik adonan roti bagelen terpilih lebih tinggi dibandingkan dengan volume spesifik adonan roti manis dalam penelitian Hidayanti (2003) dan
45
Maenah (2003). Volume spesifik adonan roti manis substitusi 5% germ gandum adalah 0,73ml/g, sedangkan volume spesifik adonan roti manis substitusi kangkung 5% dan katuk 5% keduanya adalah 0,99ml/g. Volume spesifik roti bagelen terpilih lebih tinggi bila dibandingkan dengan roti manis germ gandum (Hidayanti 2003) yaitu 2,27ml/g dan lebih rendah daripada roti manis dengan substitusi kangkung dan katuk (Maenah 2003) yang volume spesifik rotinya masing-masing sebesar 2,39ml/g dan 2,48ml/g. Rasio pengembangan Rasio pengembangan dapat diukur dengan cara membagi volume roti setelah pemanggangan dengan volume adonan sebelum pengembangan. Hasil analisis menunjukkan bahwa rasio pengembangan untuk roti bagelen terpilih adalah 0,73. Rasio pengembangan roti begelen lebih kecil bila dibandingkan dengan rasio pengembangan roti manis substitusi germ gandum dalam penelitian Hidayanti (2003) yang berkisar antara 1,78-2,88. Menurut Tanudjaja (1990) dalam Hidayanti (2003) faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan adonan adalah pencampuran, suhu adonan, fermentasi serta pengembangan setelah pembentukan dan sebelum masuk oven. Tekstur Tekstur roti bagelen dianalisis menggunakan alat Texture Analyzer untuk mengetahui kerenyahannya. Pada prinsipnya alat ini akan menekan roti bagelen terpilih dengan probe sehingga menghasilkan suatu kurva yang menunjukkan profil tekstur bagelen. Soekarto (1985) menyatakan bahwa besarnya gaya yang dibutuhkan untuk membuat produk mengalami kerusakan menunjukkan nilai kekerasan
suatu
produk.
Prinsip
inilah
yang
mendasari
pengukuran
kekerasan/kerenyahan dimana gaya tekan akan memecahkan produk padat. Nilai kerenyahan bagelen pegagan ditunjukkan oleh nilai fracturabilitynya. Nilai fracturability roti bagelen adalah sebesar 1.255 gf. Nilai fracturability atau kerenyahan roti bagelen lebih tinggi dibandingkan crackers cangkang rajungan yang berkisar antara 556,94 - 637,50 gf (Yanuar 2008). Crackers dijadikan sebagai pembanding karena belum ada penelitian tentang bagelen. Selain itu, pemilihan crackers sebagai pembanding juga disebabkan oleh bahan dan proses pengolahan crackers lebih mirip roti karena menggunakan terigu, air, garam, gula, lemak dan ragi serta mengalami proses fermentasi dan pemanggangan.
46
Warna Warna permukaan roti bagelen dianalisis menggunakan Chromameter Minolta CR-300. Hasil anallisis warna roti bagelen pegagan menunjukkan bahwa roti bagelen pegagan memiliki tingkat kecerahan (L) 71,54. Nilai a negatif menunjukkan intensitas warna hijau pada roti bagelen sebesar -4,93. Nilai b positif menunjukkan intensitas warna kuning pada roti bagelen pegagan sebesar 28,15. Nilai Hue sebesar 178,60 menunjukkan warna sesungguhnya adalah kehijauan. Warna kehijauan bagelen pegagan kemungkinan berasal dari penambahan mikrokapsul pegagan yang juga berwana kehijauan (Tabel 6) . Kandungan gizi bagelen pegagan terpilih Analisis kandungan zat gizi yang dilakukan terhadap roti bagelen adalah analisis kadar air, protein, lemak, karbohidrat, energi, dan asam asiatik. Kandungan energi bagelen pegagan dihitung berdasarkan estimasi dari masingmasing zat gizi seperti lemak, protein dan karbohidrat. Data hasil analisis kandungan gizi bagelen pegagan terpilih dapat dilihat pada Tabel 14. Kandungan gizi bagelen komersil didapat dari nutrition fact yang tertera pada produk. Dapat dilihat bahwa bagelen komersil mencantumkan kandungan energi, protein, lemak dan karbohidrat per 100gram. Tabel 14 Kandungan zat gizi dan energi per 100g bagelen Energi dan zat gizi
Kandungan Bagelen pegagan
Energi (Kal) 549 Protein (g) 8,28 Lemak (g) 33,01 Karbohidrat (g) 54,69 Asam asiatik (g) 0,008 Air (g) 2,60 Keterangan: *)Berdasarkan nutrition fact pada kemasan
Bagelen komersil *) 550 7,8 31,4 58,9 -
Bagelen pegagan memiliki kandungan protein dan lemak lebih tinggi dibandingkan bagelen komersil sedangkan bagelen komersil unggul dengan kandungan energi dan karbohidratnya. Selain itu, bagelen pegagan juga memiliki kelebihan karena mengandung asam asiatik sebesar 79,67 ppm atau setara dengan 0,008g/100g. Bagelen pegagan memiliki kadar air dibawah kondisi optimum, menurut Winarno (2004) yang menyatakan bahwa kadar air 3-7% mencapai kestabilan optimum serta dapat mengurangi pertumbuhan mikroba dan reaksi kimia yang
47
merusak seperti hidrolisis dan oksidasi lemak. Bagelen komersil tidak mencantumkan kandungan air dalam nutrition fact-nya. Kontribusi Zat Gizi Bagelen Pegagan Terhadap Angka Kecukupan Gizi (AKG) Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (AKG) atau Recommended Dietary Allowance (RDA) adalah tingkat konsumsi zat-zat gizi esensial yang dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi hampir semua orang sehat di suatu Negara (Almatsier 2004). AKG di Indonesia dibuat berdasarkan golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh serta aktivitas untuk mencegah terjadinya kekurangan ataupun kelebihan zat gizi. Menurut WNPG (2004) angka kecukupan energi dan protein untuk laki-laki berusia 50-64 tahun masing-masing adalah 2350 Kal dan 60gram sedangkan untuk perempuan angka kecukupan energi dan protein masing-masing adalah 1750 Kal dan 50gram. Secara umum Hardinsyah dan Tambunan dalam WNPG (2004) menjelaskan bahwa pola pangan yang baik adalah bila komposisi energi dari karbohidrat, protein, dan lemak masing-masing 50-65%, 10-20% dan 20-30% tergantung umur, berat badan dan keadaan fisiologis. Bagelen pegagan merupakan salah satu pangan fungsional yang dapat dijadikan sebagai alternatif makanan kudapan atau snack untuk lansia. Makanan kudapan atau snack adalah makanan ringan yang dimakan di antara waktu makan regular (Lusas & Rooney 2001). Kontribusi yang diberikan oleh makanan kudapan berkisar antara 20% hingga 30% dari total kebutuhan dalam sehari. Pemberian makanan kudapan dapat dilakukan di antara waktu makan pagi dengan siang dan atau waktu makan siang dengan malam. Sifat fungsional bagelen pegagan didapat dari penambahan pegagan pada proses pembuatannya. Annisa (2006) telah menguji manfaat pegagan terhadap peningkatan fungsi kognitif kepada tikus dengan memberikan esktrak pegagan dengan dosis 100mg/kg BB hingga 300mg/kg BB. Selain itu, Omar Dev (2009) telah meneliti manfaat pegagan yang dapat meningkatkan fungsi kognitif pada pria dan wanita usia dewasa dengan dosis sehari sekali antara 3g sampai 4g selama 2 bulan. Berdasarkan penelitian tersebut dilakukan perhitungan kebutuhan asam asiatik dari pegagan yang diberikan. Kadar asam asiatik ekstrak pegagan adalah 13,42%, dosis ekstrak yang dianjurkan adalah 300mg/kgBB, sedangkan berat badan laki-laki dan perempuan berdasarkan WNPG 2004 masing-masing adalah 62kg dan 55kg maka dalam sehari kadar asam asiatik
48
yang dibutuhkan untuk laki-laki dan wanita masing-masing adalah 2,49gram dan 2,21gram. Berdasarkan jumlah kandungan zat gizi dan energi bagelen pegagan (Tabel 16) dapat diperhitungkan kontribusi bagelen pegagan terhadap Angka Kecukupan Zat Gizi (AKG) untuk lansia baik laki-laki maupun perempuan. Takaran saji (serving size) yang diberikan setiap kali makan dengan memperhitungkan 10% kontribusi energi dari total kecukupan energi sehari adalah 50 gram bagelen (setara dengan 6 keping bagelen pegagan). Hasil perhitungan kontribusi zat gizi bagelen pegagan terhadap AKG lansia dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Kontribusi zat gizi bagelen pegagan per serving size Kandungan gizi Energi (Kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Asam asiatik (g)
Kandungan zat gizi per serving size (50g) 275 4,14 16,51 27,34 0,004
Kontribusi zat gizi (%AKG) Laki-laki Perempuan 11,70 15,71 6,90 8,28 6,32 8,49 4,65 6,25 -
Satu takaran saji bagelen pegagan terpilih dapat menyumbang kalori, protein, lemak, karbohidrat selama sehari lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan. Hal ini disebabkan oleh Angka Kecukupan Gizi perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki. Kadar asam asiatik bagelen pegagan per takaran saji adalah 39,83ppm atau setara dengan 0,004g. Bagelen pegagan memiliki kontribusi asam asiatik sehari sebesar 0,16% per takaran saji pada laki-laki untuk memenuhi fungsinya sebagai peningkat kognitif sedangkan untuk wanita berkontribusi sebesar 0,18%. Dibutuhkan sekitar 621,5 takaran saji untuk memenuhi 2,49gram asam asiatik. Hal ini tidak memungkinkan apabila dalam sehari mengonsumsi bagelen pegagan sebanyak 622,5 takaran saji karena bagelen pegagan hanya dianjurkan untuk dikonsumsi sebagai makanan kudapan yang dapat dimakan maksimal dua kali dalam sehari. Analisis Biaya per Kandungan Gizi Bagelen Pegagan Biaya
merupakan
faktor
penting
dalam
produksi
suatu
produk.
Perhitungan biaya juga berfungsi untuk menentukan harga jual dan laba yang ingin diperoleh dari produksi produk pangan. Analisis biaya pembuatan dilakukan berdasarkan harga masing-masing komponen penyusun, peralatan yang digunakan, biaya perawatan, pekerja dan kapasitas produksi. Laba diperoleh karena produk dijual dengan harga tertentu (Anggi 2011) .
49
Perhitungan
biaya
dilakukan
berdasarkan
skala
industri
yang
mempertimbangkan biaya variable, biaya investasi, biaya pemeliharaan, biaya tenaga kerja, biaya kemasan, dan biaya transportasi. Laba yang ditetapkan adalah 30% dengan kapasitas produksi dalam sehari adalah 102kg. Bahanbahan yang dibutuhkan untuk membuat bagelen pegagan antara lain tepung terigu, ragi, gula pasir, air es, susu skim, susu cair, kuning telur, butter, bread improver, garam dan mikrokapsul pegagan. Peralatan yang dibutuhkan adalah homogenizer, mixer roti, oven listrik, proofer, loyang, mixer kue, dan kuas kue. Perhitungan biaya dapat dilihat pada Lampiran 9. Harga per kilogram produk bagelen pegagan adalah Rp 84.054,32 sedangkan harga per serving size bagelen adalah Rp 4.202,71. Satu serving size bagelen pegagan dengan berat 50 gram berisi 6 keping bagelen. Harga per gram bagelen pegagan adalah Rp 84,05. Harga bagelen pegagan per takaran saji dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Harga Bagelen pegagan dan komersil per takaran saji (50g) Harga Harga bagelen Produk Takaran saji bagelen per per 50gram (Rp) gram (Rp) Bagelen pegagan terpilih skala industri
6 keping (50g)
4.202,71
84,05
-
4.600,00
92,00
Bagelen komersil
Tabel di atas menunjukkan bahwa harga per 50 gram bagelen pegagan lebih murah bila dibandingkan dengan harga 50 gram bagelen pegagan komersil. Harga kandungan energi dan asam asiatik bagelen pegagan dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Harga kandungan energi dan asam asiatik bagelen pegagan dan komersil Kandungan gizi Harga Harga Harga 100g bagelen bagelen kandungan kandungan Produk Asam per 100 energi tiap asam asiatik Energi asiatik gram (Rp) Kal tiap gram (kal) (g) Bagelen pegagan skala industri Bagelen komersial
549
0,008
8.405
15,31
10.506,25
550
-
9.200
16,73
-
Harga kandungan gizi paling mahal pada bagelen pegagan adalah harga kandungan asam asiatik yaitu Rp 10.506,25. Harga kandungan energi bagelen
50
pegagan (Rp 15,31) lebih rendah bila dibandingkan dengan harga kandungan energi bagelen komersil (Rp 16,73). Harga kandungan asam asiatik yang tinggi pada bagelen pegagan dapat disebabkan oleh mahalnya harga pengolahan pegagan mulai dari pengeringan, pengekstrakan hingga pembuatan mikrokapsul.
51
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kandungan zat gizi yang terdapat pada daun pegagan segar dalam basis kering adalah sebagai berikut 79,63% air; 22,5% protein; 6,3% lemak; 1,0% abu; 59,2% karbohidrat; 3,2% asam asiatik; 388,5mg/100g vitamin C; 435,7ppm βkaroten; 212,4mg/100g zat besi; 9.790,3mg/100g kalsium; dan 22,3mcg/100g selenium.
Pegagan
segar dikeringkan
menggunakan
oven
blower dan
dikeringkan di rumah kaca. Kandungan zat gizi serbuk pegagan dalam basis kering menjadi 7,31% air; 21,70% protein; 4,74% lemak; 15,37% abu; 58,19% karbohidrat; 6,03% asam asiatik; 264,61mg/100g vitamin C; 342,60 ppm βkaroten; 40,99mg/100g zat besi; 2.363,80mg/100g kalsium; dan 36,06mcg/100g selenium sedangkan pengeringan dengan cara dikeringkan di rumah kaca menghasilkan pegagan kering dengan kandungan gizi dalam basis kering yaitu 6,39% air; 28,59% protein; 1,03% lemak; 17,89% abu; 52,49% karbohidrat; 1,10%
asam
asiatik;
69,59mg/100g
vitamin
C;
469,32ppm
β-karoten;
40,03mg/100g zat besi; 2.882,16mg/100g kalsium; dan 31,03mcg/100g selenium. Mikroenkapsulasi menggunakan metode spray drying dengan bahan penyalut adalah maltodekstrin dan natrium kaseinat dengan perbandingan 80:20. Mikrokapsul terpilih adalah mikrokapsul dengan ekstrak pegagan 15% yang memiliki bentuk mikrostruktur yang bulat utuh, memiliki kadar air 4,84%, kelarutan dalam air sebesar 98,34% dan kandungan asam asiatik sebesar 0,08%. Formula roti bagelen terpilih adalah campuran dari tepung terigu 500 gram, ragi 11 gram, 70 gram gula, bread improver 2 gram, susu bubuk 14 gram, susu cair 100 gram, kuning telur 57 gram, mentega 70 gram, air es 150 gram, dan penambahan pegagan 5%. Berdasarkan hasil uji organoleptik, roti bagelen terpilih adalah roti bagelen 5% mikrokapsul pegagan karena memiliki skor hedonik dan mutu hedonik tertinggi. Bagelen pegagan terpilih mampu diterima oleh panelis lansia. Roti bagelen pegagan terpilih memiliki karakteristik volume spesifik adonan
sebesar 2,89 ml/g, volume spesifik roti
sebesar 2,29 ml/g, rasio
pengembangan sebesar 0,73, dan kerenyahan 1.255 gf. Selain itu, roti bagelen pegagan memiliki kandungan gizi sebagai berikut 2,60% air, 8,28% protein, 33,01% lemak, 54,69% karbohidrat, 549 kilo kalori, dan 79,67 ppm asam asiatik. Roti bagelen dapat dijadikan alternatif kudapan untuk lansia dengan takaran saji
52
50g atau setara dengan 6 keping bagelen pegagan. Bagelen pegagan setiap takaran saji memberikan kontribusi asam asiatik sebesar 0,16% terhadap kebutuhan asam asiatik sehari untuk meningkatkan fungsi kognitif pada laki-laki, sedangkan untuk perempuan memiliki kontribusi sebesar 0,18%. Selain itu, bagelen pegagan terpilih juga memiliki kontribusi energi sebesar 11,70% hingga 15,71% terhadap AKG, serta kontribusi protein, lemak dan karbohidrat kurang dari 10% terhadap AKG setiap kali makan. Saran Perlu dilakukan pengujian terhadap daya simpan bagelen pegagan dan mengkaji efektivitas bagelen pegagan ini terhadap sifat fungsionalnya sebagai peningkat daya ingat. Selain itu, perlu dilakukan perbaikan mengenai teknologi pengolahannya agar penambahan konsentrasi 10% dapat diterima oleh panelis.
53
DAFTAR PUSTAKA Adawiyah DR, Waysima. 2009. Evaluasi Sensori Produk Pangan Ed. 1. Bogor: Departemen Ilmu dan teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Aini N. 2011. Pilih Sourdough atau Straight Dough?. Jakarta: Kulinologi Indonesia. Vol III (05) American Dietetics Association. 1999. Functional Food-Position. J. Am Diet Asoc. 99: 1278-1285. Anggi CL. 2011. Pengembangan produk bubur instran berbasis pati singkong (Manihot esculenta Cranzt) termodifikasi. [skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB. Annisa RF. 2006. Pengaruh pemberian ekstrak air daun pegagan (Centella asiatica) terhadap kemampuan kognitif dan kadar neurotransmitter monoamin pada hypokamus tikus (Rattus norvegicus L.) galur wistar jantan dewasa. [skrispsi]. Bandung: Program Studi Biologi, ITB. AOAC. 1984. Official Methods of Analysis of Association of Offical Analytical Chemistry, Washington DC. Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedamawati, Budiyanto S. 1989. Analisis Pangan. Bogor: IPB Press. Arisman. 2004. Buku Ajar Ilmu Gizi, Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: ECG. Ayanwale BA, Ocheme OB, Oloyede OO. 2007. The Effect of Sun-Drying and Oven Drying on The Nutritive Value of The Meat Pieces in Hot Humid Environment. Pakistan Journal of Nutrition 6 (4): 370-374. Ayodele SM, Emmanuel FP, Agianaku OF. 2011. Comparative studies on the effect of sun, smoke and oven drying methods on the nutrient contents of four wild edible mushrooms in Nigeria. J. Nat. Prod. Plant Resour 1 (1): 70-74. Bumside LM, Ebersole P, Monea HE. 1979. Psychososial Caring Throughout The Life Span. New York. Chan LA. 2008. Panduan Wirausaha Roti Modern. Jakarta: Agro Media. Charley H. 1982. Food Science Ed. 2nd. New York: John Wiley and Sons. Dalimartha S. 1999. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 2. Jakarta: Trubus Agrisarana. Depkes. 2000. Prosedur Pembinaan dan Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut. Dinkes Jabar Sub Dinas Bina Kesehatan Keluarga. Bandung: Seksi Kesehatan Lansia.
54
Desmawarni. 2007. Pengaruh komposisi bahan penyalut dan kondisi spray drying terhadap karakteristik mikrokapsul oleoresin jahe. [skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Industri Pertania, IPB. Drummond KE, Brefere LM. 2007. Nutrition for Foodservice and Culinary Professionals. USA: John Wiley & Sons, Inc. Dziezak JD. 1988. Microencapsulation and Encapsulated Ingeridients. Food Technology (April): 135-151. Fatmah. 2010. Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Erlangga Medical Series. Gabas AL, Telis VRN, Sobral PJA, Telis-Romero J. 2007. Effect of maltodextrin and gum arabic in water vapor sorption thermodynamic properties of vacuum dried pineapple pulp powder. Journal of Food and Engineering 82: 246-252. Gaman PM, Sherrington KB. 1992. Ilmu Pangan Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi Ed. 2nd . Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Gregory III JF. 1996. Vitamins. Di dalam: Fenema, Owen R. Food Chemistry 3rd Ed. New York: Marcek Deker Inc. Groof JL, Gropper. 1999. Advanced Nutrition and Human Metabolism 3 rd. USA: Wadsworth. Hallberg L. 1988. Besi Di dalam: Olson RE et al. Pengetahuan Gizi Mutakhir: Mineral. Jakarta: Gramedia. Hartoyo A. 2003. Teh dan Khasiatnya bagi Kesehatan. Yogyakarta: Kanisius. Hashim et al. 2011. Triterpene Composition and Bioactivities of Centella asiatica. Journal of molecules (MDPI). 16: 1310-1322. Herawati H. 2001. Pengaruh penambahan tepung bayam (Amaranthus tricolor, melongena L.) dan margarin kaya asam lemak tidak jenuh terhadap mutu roti tawar. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Herniawan. 2010. Pengaruh metode pengeringan terhadap mutu dan sifat fisikokimia tepung cassava fermentasi. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Hutching JB. 1999. Food Color and Appearance, 2nd ed. Gaithersburg: Aspen pub. Hidayanti L. 2003. Memperlajari pemanfaatan tepung germ gandum dalam pembuatan roti manis. [skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB. Hidayati F. 2009. Pengaruh pemupukan kalium terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman pegagan (Cantella asiatica (l.) Urban) di dataran tinggi. [skripsi]. Bogor: Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB.
55
Jackson LS, Lee K. 1991. Microencapsulation and The Food Industry. Lebensm_Wis_Technol (24): 289-297. Kamaruddin AT, Thamrin, Wenur F, Dyah W. 1994. Optimasi dalam perencanaan alat pengering hasil pertanian dengan energi surya. Laporan akhir hibah bersaing. Bogor: Dirjen DIKTI, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, IPB. Kenyon MM, Anderson RJ. 1988. Maltodekstrin dan low-dextrose-equivalence corn syrup solids. Di dalam: Risch SJ dan Reineccius (Eds). Flavour Encapsulation. American Shemical Society, Washington, D,C. 7-10. King AH. 1995. Evaluation of The Mechanism Associated with The Release of Encapsulated Flavor Material from Maltodextrin Matrices. Di dalam: Risch SJ, Reneccius GA, eds. Encapsulation and controlled release of food ingredients. Washington DC: Am. Chem Soc : 143-160. Koswara S. 1995. Jahe dan Hasil Olahannya. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Lasmadiwati E, Herminati MM, Indriyani YH. 2004. Pegagan, Meningkatkan Daya Ingat, Membuat Awet Muda, Menurunkan Gejala Stress, Meningkatkan Stamina. Jakarta: Penebar Swadaya. Liu XD, Atarashi D, Furuta T, Yoshii H, Aishima S, Ohkawara M. 2001. Microencapsulation of emulsified hydrophobic flavor by spray drying. Drying Technology (19): 1361-1374. Madene A, Jacqout M, Scher J, Desorby S. 2006. Flavour encapsulation and controlled release – a review. Internasional J of Food Engineering 65: 391-396. Mahendra, Rachmawati E. 2007. Atasi Stoke dengan Tanaman Obat. Jakarta: Penebar Swadaya. Muchtadi TR. 1992. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB. Nasrullah F. 2010. Pengaruh komposisi bahan pengkapsul terhadap kualitas mikrokapsul oleoresin lada hitam (Piper nigrum L.). [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Nasoetion A, Briawan D. 1993. Makanan Bergizi Kelompok Usia Lanjut. Bogor: IPB Press. Nielsen SS. 2003. Food analysis 3rd edition. New York: Kluwer Academic/ Plenum Publisher. Nugroho W. 1995. Perawatan Lanjut Usia. Jakarta: Encourage Creativity. Paran S. 2009. 100+ Tip Anti Gagal Bikin Roti, Cake, Pastry, dan Kue Kering. Jakarta: Kawan Pustaka
56
Pomeranz Y, Shellenberger JA. 1971. Bread Science and Technology. Connecticut: Avi Publishing Co. Pramono S. 1992. Profil Kromatogram Ekstrak Herba Pegagan yang Berefek Antihipertensi. Warta Tumbuhan Obat Indonesia I (2): 37-39. Purnamasari T. 2009. Fortifikasi mikrokapsul besi pada permen coklat untuk mengatasi defisiensi besi pada remaja puteri. [skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, IPB. Rao MKG, Rao SM, Rao SG. 2007. Enhancement of amygdaloid neural dendritic arborization by fresh leaf juice of Cantella asiatica (Linn) during growth spurt period in rats. eCAM Advance Access published August 13. Reineccius GA. 1988. Spray-Drying of Food Flavors, Flavor Encapsulation. Washington: Am. Chem. Soc. 55-66 Rosenberg M, Kopelman IJ, Talmon Y. 1990. Factors Affecting Retention in Spray-Drying Microencapsulation of Volatile Materials. J. Agric. Food Chem. (38): 1288-1294. Sa’adah S. 2007. Mengenal tanaman yang berkhasiat obat. Jakarta: Azka Mulia Media. Santa, Prajogo B. 1992. Studi Taksonomi Centella asiatica. Warta Tumbuhan Obat Indonesia. Vol.1(2). Sandjaja. 2009. Kamus Gizi: Pelengkap Kesehatan Keluarga. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Jakarta: Bhatara Karya Aksara. Sopian A. 2005. Pengaruh pengeringan dengan far infra red dryer, oven vakum, dan freeze dryer terhadap warna, kadar total karoten, beta karoten, dan vitamin c pada daun bayam (Amaranthus tricolor L.). [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Subarna. 1992. Baking Technology. Pelatihan Singkat Prinsip-Prinsip Teknologi Pangan bagi Food Inspector. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB. Sulistianing R. 1995. Pembuatan dan optimasi formula roti tawar dan roti manis skala kecil. [skripsi]. Departemen Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Sutardi. 2008. Kajian waktu panen dan pemupukan fosfor terhadap pertumbuhan dan produksi asiatikosida tanaman pegagan (Centella asiatica L. urban) di Dataran tinggi. [Tesis]. Bogor: Sekolah pascasarjana, IPB. Tapan E. 2005. Kesehatan Keluarga Penyakit Degeneratif. Jakarta: Elex Media Komputindo.
57
Thies C. 1996. A Survey of Microencapsulation Process. Di dalam: Benita, S. Microencapsulation methods and Industrial Application. Newyork: Marcel deker, 1-19. Utami HP. 2007. Mengenal Cahaya dan Optik. Jakarta: Ganeca Exact. Vickery ML, Vickery B. 1981. Secondary Plant Metabolism. London: The Macmillan Press. Wawensyah JA. 2006. Mikroenkapsulasi minyak atsiri jahe merah dengan penyalut kitosan. [skripsi]. Bogor: Departemen Kimia, IPB. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Winarto WP, Surbakti M. 2005. Khasiat & Manfaat Pegagan: Tanaman Penambah Daya Ingat. Jakarta: Agromedia Pustaka. Wirakusumah ES. 2002. Tetap Bugar di Usia Lanjut. Jakarta: Trubus Agriwidya. Yani M. 2010. Kepikunan. http://www.rumahsakitmitrakemayoran.com/kepikunandemensia/. [16 Maret 2011]. Yanuar V. 2008. Pemanfaatan cangkang rajungan (Portonus pelagicus) sebagai sumber kalsium dan fosfor dalam pembuatan produk crackers. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, IPB. Young SL, Sarda X, dan Rosenberg M. 1993. Microencapsulation properties of whey protein with carbohidrat. J. Dairy Sci. 76: 2678-2885. [SNI] Standar Nasional Indonesia. 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. Pusat Standarisasi Industri Departemen Perindustrian, Jakarta: Badan Standardisasi Nasional Indonesia. __________________________. 1991. Penentuan logam berat. Metoda pengujian produk perikanan. Jakarta : Badan Standardisasi Nasional.
58
LAMPIRAN
59
Lampiran 1 Prosedur Analisis 1. Analisis Proksimat 1.1. Analisis Kadar Abu (AOAC 1995) Cawan kosong dipanaskan dalam oven kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Sample ditimbang kurang lebih 5 gram dan diletakkan dalam cawan, kemudian dibakar dalam kompor listrik sampai tidak berasap. Cawan kemudian dimasukkan ke dalam tanur. Pengabuan dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama pada suhu sekitar 450 ºC dan tahap kedua dilakukan pada ushu 550 ºC, pengabuan dilakukan sekitar 2-3 jam. Cawan kemudian didinginkan dalam dsikator, setelah dingin kemudian cawan ditimbang. Persentase dari kadar abu dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: Kadar abu (%) 1.2. Analisis Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC 1995) Metode yang digunakan dalam analisis lemak adalah metode ekstraksi Soxhlet. Labu lemak yag akan digunakan dikeringkan dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya. Contoh sebanyak 5 gram dalam bentuk tepung dibungkus dalam kertas saring, kemudian kertas saring yang berisi contoh tersebut dimasukkan ke dalam labu lemak secukupnya. Selanjutnya dilakukan refluks selama 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu lemak berwarna jernih. Pelarut dalam labu lemak didestilasi dan ditampung kembali. Kemudian labu lemak berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 150ºC hingga mencapai berat yang tetap, kemudian didinginkan dalam desikator 20-30 menit. Selanjutnya labu berserta lemak di dalamnya ditmbang dan berat lemak dapat diketahui. Persentase kadar lemak dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Kadar lemak (%) 1.3. Analisis kadar protein metode semi mikro Kjeldahl (AOAC 1995) Sampel sebanyak 0,1 gram dimasukkan ke dalam tabung mikro Kjeldahl 30 ml, kemudian ditambahkan H 2SO4 (2,5 ml) dan tabelt Kjeldahl. Sampel dididihkan selama 1-1,5 jam sampai jernih kemudian didinginkan. Isi labu dituangkan ke dalam alat destilasi. Labu dibilas 5-6 kali dengan
60
aquades 20 ml. air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan larutan NaOH 4% sebanyak 20 ml. Cairan dalam ujung kondensor ditampung dalam Erlenmeyer 125 ml berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes indicator (cairan metil merah dan metilen blue) yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan hingga diperoleh 200 ml destilat yang bercampur dengan H 3BO3 dan indikator dalam Erlenmeyer. Destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah. Hal yang sama juga dilakukan terhadap blanko. Persentase kadar protein dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: N (%) Protein 1.4. Penentuan Kadar Karbohidarat (by difference) Penentuan kadar karbohidrat dilakukan dengan menggunakan perhitungan
Carbohidrat
by
Difference.
Perhitungan
ini
bukan
berdasarkan analisis tetapi berdasarkan perhitungan sebagai berikut:
1.5. Analisis Kadar Air Metode Oven (AOAC 1995) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven suhu 100120ºC sekitar 15 menit, didinginkan dalam desikator (untuk cawan alumunium 10 menit dan cawan porseli 30 menit), kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan dalam cawan, kemudian dimasukkan dalam oven dengan suhu 105 ºC selama 10 jam. Cawan berisi
contoh
diangkat
kembali
kemudian
didinginkan
dengan
menggunakan desikator sebelum ditimbang kembali. Persentase kadar air (berat basah) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Kadar air (%) B
= Berat sampel (gram)
B1
= Berat (sampel + cawan) sebelum dikeringkan (gram)
B2
= Berat (sampel + cawan) sesudah dikeringkan (gram)
61
2. Analisis Mineral 2.1. Analisis Kadar Ca Metode Atomic Absorbsion Spectrofotometry (AAS) (Apriyantono, Fardiaz, Puspitsari, Sedamawati, & Budiyanto 1989) Preparasi
sampel
untuk
kadar
Ca
dilakukan
dengan
menggunakan pengabuan basah. Sampel yang mengandung 5-10 gram padatan ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu kjedahl. Lalu ditambahkan larutan 10 ml H2SO4 dan 10 ml HNO3 serta beberapa batu didih. Larutan kemudian dipanaskan sampai tidak berwarna gelap dan ditambahkan 10 ml akuades sampai larutan tidak berwarna atau berwarna kuning, lalu panaskan kembali sampai berasap. Larutan dibiarkan sampai dingin kembali dan tambahkan 5 ml akuades, didihkan sampai berasap. Larutan didinginkan dan diencerkan sampai volume tertentu (100 ml). Larutan disaring dengan kertas saring Whatman 42 kemudian dibaca dengan menggunakan AAS.
Keterangan: a = konsentrasi larutan blanko (mg/ml) b = konsentrasi larutan sampel (mg/ml) V = volume ekstrak W = berat sampel (g) 2.2. Analisis Kadar Fe Metode Atomic Absorbsion Spectrofotometry (AAS) (Apriyantono, Fardiaz, Puspitsari, Sedamawati, & Budiyanto 1989) Preparasi sampel untuk penetapan kadar zat besi dilakukan dengan pengabuan basah. Sampel ditambahkan sebanyak ± 0,2 g dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Kemudian ditambahkan 10 ml H2SO4 dan 10 ml HNO3, dipanaskan pelahan-lahan sampai larutan tidak berwarna gelap lagi (semua zat organik telah teroksidasi) larutan ditambahkan akuades sehingga menjadi tidak berwarna atau menjadi kuniing dan didihkan sampai berasap. Setelah itu didinginkan kemudian diencerkan dalam labu takar 100 ml sampai tanda tera, blanko dipersiapkan seperti proses di atas dan juga larutan standar zat besi. Sampel dan blanko diukur dan dibuat kurva.
62
2.3. Analisis Kadar Se Metode Atomic Absorbsion Spectrofotometry (AAS) Sampel sebanyak 8 gram ditempatkan dalam labu Erlenmeyer. Pengabuan diawali dengan penambahan ± 40ml HNO3 dan dibiarkan selama ± 1 jam. Sampel kemudian dipanaskan (80 0C) ± 4 jam pada hot plate. Setelah pemanasan selesai, sampel didiamkan selama semalam. Asam sulfat (H2SO4) pekat sebanyak 3,2 ml ditambahkan, kemudian dipanaskan kembali selama ± 1 jam. Larutan campuran asam nitrat dan perklorat (1:2) ditambahkan sebanyak 5 – 6 tetes pada saat terjadi perubahan warna dari coklat – coklat muda – kuning – kuning muda, larutan dipanaskan kembali selama 15 menit. Selanjutnya akuades sebanyak 16 ml dan 4,8ml HCl pekat ditambahkan. Pemanasan dilakukan kembali sampai semua bahan larut. Kemudian suhu diturunkan dan sanpel didinginkan. Larutan ditransfer kedalam labu takar 25ml. Pengukuran kadar Se dilakukan dengan menggunakan atomic absorbtion spectrophotometer (AAS) (SNI 1991). Perhitungan: Ppm Element = (µg/ml) x F/g sampel Dimana F = (ml contoh yang diencerkan) 50ml %elemen = ppm x 10-4 3. Analisis Vitamin menggunakan HPLC 3.1. Analisis β karoten (Journal of Chromatography 1992) Penyiapan larutan standar Timbang ± 0,01 g β karoten ke dalam erlenmeyer bertutup asah. Tambahkan 1 g asam askorbat dan 25 ml aquades, kocok menggunakan stirer hingga homogen. Tambahkan 50 ml etanol dan 10 ml larutan KOH 60%, kocok kembali dengan menggunakan stirer selama 1 jam. Tambahkan 60 ml petroleum eter : dietil eter (1:1). Kocok menggunakan stirer selama 1 jam. Masukkan larutan ke dalam labu pemisah 500 ml. Kocok larutan dan biarkan larutan terpisah sempurna. Pindahkan lapisan bagian atas ke dalam labu kocok lainnya. Tambahkan 25 ml petroleum eter : dietil eter (1:1), stirer selama 30 menit. Masukkan larutan ke dalam labu pemisah, kocok dan biarkan memisah, kemudian gabungkan lapisan bagian atas ke dalam labu pemisah, ulangi kembali perlakuan ini satu kali. Cuci larutan tersebut dengan aquades sampai bebas basa. Pindahkan
63
larutan ke dalam labu dasar bulat berleher asah dan uapkan dengan menggunakan vakum evaporator hingga kering. Larutkan residu dengan propanol. Masukkan ke dalam labu ukur 100 ml kemudian himpitkan hingga tanda tera dengan propanol. Buat larutan deret standar (disesuaikan dengan konsentrasi contoh). Saring larutan dengan Sep pak Catridge C-18. Larutan siap diinjek ke dalam HPLC. Penyiapan contoh Timbang 10 g contoh, kemudian masukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml bertutup asah. Tambahkan 1 g asam askorbat dan 25 ml aquades, kocok menggunakan stirer homogen. Tambahkan 50 ml etanol dan 10 ml larutan KOH 60%, kocok kembali menggunakan stirer selama 1 jam. . Tambahkan 60 ml petroleum eter : dietil eter (1:1). Kocok menggunakan stirer selama 1 jam. Masukkan larutan ke dalam labu pemisah 500 ml. Kocok larutan dan biarkan larutan terpisah sempurna. Pindahkan lapisan bagian atas ke dalam labu kocok lainnya. Tambahkan 25 ml petroleum eter : dietil eter (1:1), stirer selama 30 menit. Masukkan larutan ke dalam labu pemisah, kocok dan biarkan memisah, kemudian gabungkan lapisan bagian atas ke dalam labu pemisah, ulangi kembali perlakuan ini satu kali. Cuci larutan tersebut dengan aquades sampai bebas basa. Pindahkan larutan ke dalam labu dasar bulat berleher asah dan uapkan dengan menggunakan vakum evaporator hingga kering. Larutkan residu dengan propanol. Saring larutan dengan Sep pak Catridge C-18, injeksikkan larutan ke dalam HPLC. Kadar β karoten dalam contoh dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Keterangan: Csp
= konsentrasi contoh (mg/kg)
Ast
= luas area standar
Asp
= luas area contoh
Fp
= faktor pengenceran
Wsp
= berat contoh (gram)
64
3.2 Analisis Vitamin C metode titrasi Sampel kurang lebih 10 gram ditimbang dalam labu ukur 250 ml, kemudian ditera sampai batas tera. Sebanyak 2 gram asam oksalat ditimbang dalam labu ukur 50 ml. Sampel yang sudah ditera dalam labu ukur 250 ml dimasukkan dalam labu ukur 50 ml yang sudah berisi asam oksalat tadi sampai tanda tera, kemudian dikocok. Larutan tersebut disaring dengan menggunakan kertas saring whatman. Hasil saringan tadi, sebanyak 10 ml dititrasi dengan larutan dye.
4. Analisis Sifat Fisik Mikrokapsul Ekstrak Pegagan 4.1. Analisis Kelarutan Dalam Air Bahan sebanyak 1 – 2 gram dimasukkan ke dalam 100 ml air dan diaduk hingga laru, kemudian disaring menggunakan kertas saring yang telah diketahui bobotnya. Kertas saring berisi residu dikeringkan dalam oven bersuhu 105ºC selama 3 jam. Selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga diperoleh bobot akhir yang konstan.
Kelarutan (%) = 100 – bagian yang tidak larut Keterangan:
W = bobot sampel (gram) W1 = bobot kertas saring + residu tidak larut air (gram) W2 = bobot kertas saring
4.2. Analisis Struktur Mikrokapsul dengan SEM (Nasrullah 2010) Analisis scanning electron microscope (SEM) dilakukan dengan alat JEOL JSM-5310LV. Beberapa butir mikrokapsul yang ingin diuji diletakkan pada plat tembaga berbentuk silinder. Selanjutnya mikrokapsul disalut (coating) dengan lapisan ion emas murni (Au) setebal 1-2 µm selama 15 menit. Selanjutnya butir mikrokapsul diletakkan di dalam alat SEM. Perbesaran obyek dilakukan 1000 sampai 2000 kali. Prinsip kerja dari SEM adalah pancaran cahaya elektron dengan fokus sangat tajam disapukan pada sampel sehingga elektron sekunder. Elektron yang terpental kembali lalu menyebar dan memancarkan sinar X. sinyal-sinyal ini dideteksi terus-menerus selama pancaran cahaya elektron menyapu permukaan elektron yang terpental kembali lalu menyebar menghasilkan distribusi komposisi dan karakter dari sinar X sehingga menghasilkan distribusi elemen yang terdapat pada obyek.
65
5. Analisis Sifat Fisik Roti Bagelen Pegagan 5.1. Analisis Volume Pengembangan (Sulistianing 1995) Rasio pengembangan roti dapat diperoleh dengan mengukur volume adonan roti sebelum pengembangan dan volume roti setelah pemanggangan. Perhitungannya adalah sebagai berikut:
5.2. Analisis Kehilangan Berat (Volume spesifik adonan dan roti) (Herawati 2001) Pengukuran volume spesifik adonan dilakukan dengan cara menimbang berat adonan sebelum dimasukkan loyang dan kemudian mengukur volume adonan dengan cara mengukur volume loyang, sedangkan untuk pengukuran volume spesifik roti dilakukan dengan cara mengukur volume roti yang dihasilkan dan kemudian membandingkannya dengan berat roti yang dihasilkan. Volume roti diukur dengan menggunakan wadah yang di isi dengan tepung terigu. Volume tepung untuk wadah kosong diukur. Kemudian roti dimasukkan ke dalam wadah dan tepung terigu dituang diatasnya sampai rata. Volume sisa tepung terigu diukur. Dengan demikian, volume roti dapat diketahui dengan rumus: Volume roti = a – b Keterangan:
a = volume tepung terigu wadah kosong
b = volume sisa tepung terigu adapun rumus pengukuran volume spesifik adonan dan roti secara lengkap dapat dilihat sebagai berikut:
(
)
5.3. Analisis Kekerasan Analisis kekerasan atau tekstur pada roti bagelan pegagan menggunakan alat Penetrometer Controller. Pada prinsipnya pengukuran ini mengukur panjang jarum yang dapat menembus roti bagelen selama beberapa waktu tertentu. Semakin panjang pengukuran menunjukkan semakin mudah permukaan untuk ditembus jarum yang berarti semakin lunak permukaan roti. Sebelumnya ditentukan terlebih dahulu waktu yaitu
66
10 detik. Kemudian beban 100g diletakkan pada alat penembak. Lalu roti bagelen pegagan diletakkan pada precision untuk diukur, posisi jarum diatur agar turun tepat pada tombol run ditekan untuk mengukur sampai 10 detik. Lalu kunci (clutch) ddibuka untuk melepaskan roti bagelen pegagan,
kemudian
dikunnci
lagi
dengan
menekan
clutch
lagi.
Selanjutnya hasil dapat dibaca pada monitor. Roti bagelen yang sudah diukur diambil, dan roti bagelen pegagan lain yang akan diukur diletakkan. 5.4 Rendemen Rendemen adalah persentase bahan baku yang menjadi produk akhir atau perbandingan produk akhir dengan bahan baku utama, dapat dinyatakan dalam desimal atau persen. Rendemen = berat bahan baku awal x 100% Berat produk akhir 6. Analisa Warna Metode Hunter (Hutching 1999) Pengukuran dilakukan dengan chromameter Minolta CR-300 dan Minolta Data Processor DP-301, Japan. Sampel dimasukkan ke dalam wadah plastik bening. Sebelum dilakukan pengukuran terhadap sampel, dilakukan kalibrasi terlebih dahulu terhadap wadah plastik dengan menggunakan calibration plate. Pengukuran menghasilkan nilai L, a, dan b. L menyatakan parameter kecerahan (warna akromatis, 0 (gelap/hitam) sampai dengan 100 (putih/cerah). Warna kromatik campuran merah hijau ditunjukkan oleh nilai a (a+ = 0-100 untuk warna merah, a- = 0-(-80) untuk warna hijau). Warna kromatik campuran biru kuning ditunjukkan oleh nilai b (b+ = 0-70 untuk warna kuning, b- = 0-(-70) untuk warna biru). Nilai 0Hue dikelompokkan sebagai berikut: Red
: 0Hue 18-54
Yellow red
: 0Hue 54-90
Yellow
: 0Hue 90-126
Yellow green : 0Hue 126-162 Green
: 0Hue 162-198
Blue green
: 0Hue 198-234
Blue
: 0Hue 234-270
Blue purple
: 0Hue 270-306
Purple
: 0Hue 306-342
Red purple
: 0Hue 342-378
67
Lampiran 2 Form Organoleptik Formulir Uji Organoleptik Roti Bagelen Pegagan (Centella asiatica) Nama
:
Tanggal
:
Jenis Kelamin : L/P Dihadapan Anda disajikan sampel bagelen pegagan dengan kode tertentu. Anda diminta untuk menilai sampel tersebut dengan ketentuan sebagai berikut: Beri tanda garis vertikal ( | ) pada titik antara skala 1-9 di bawah ini yang tepat menggambarkan persepsi Anda. Silakan berkumur atau minum terlebih dahulu dengan air mineral sebelum Anda menilai sampel berikutnya. Mohon tidak membandingkan antar sampel saat Anda melakukan penilaian. HEDONIK
Nomor produk:
Warna 1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Aroma
Rasa
Tekstur
Keterangan : Nilai Warna/aroma/rasa/tekstur 1 Amat sangat tidak suka 2 Sangat tidak suka 3 Tidak suka 4 Agak tidak suka 5 Netral 6 Agak suka 7 Suka 8 Sangat suka 9 Amat sangat suka Komentar:............................................................................................................... ................................................................................................................................. ................................................................................................................................. .........................................................
68
Formulir Uji Organoleptik Roti Bagelen Pegagan (Centella asiatica) Nama : Tanggal : Jenis Kelamin : L/P Dihadapan Anda disajikan sampel bagelen pegagan dengan kode tertentu. Anda diminta untuk menilai sampel tersebut dengan ketentuan sebagai berikut: Beri tanda garis vertikal ( | ) pada titik antara skala 1-9 di bawah ini yang tepat menggambarkan persepsi Anda. Silakan berkumur atau minum terlebih dahulu dengan air mineral sebelum Anda menilai sampel berikutnya. Mohon tidak membandingkan antar sampel saat Anda melakukan penilaian. MUTU HEDONIK Nomor produk: Warna 1 2 Amat sangat gelap
3
4
5 6 gelap tidak, cerah tidak
7
8
1 2 Amat sangat Beraroma langu
3
4
5 6 langu tidak, harum tidak
7
8
1 2 Amat sangat Pahit Tekstur
3
4
5 6 pahit tidak, manis tidak
7
8
1 2 Amat sangat Keras
3
4
5 6 keras tidak, renyah tidak
7
8
9 amat sangat cerah
Aroma 9 amat sangat harum
Rasa 9 amat sangat manis
9 amat sangat renyah
Komentar:............................................................................................................... ................................................................................................................................. ................................................................................................................................. ......................................................................................................
69
PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP ROTI BAGELEN PEGAGAN Nama
:
Jenis Kelamin
:
Usia
:
Cara Pengisian
:
Beri tanda silang pada kolom jawaban yang sesuai dengan pilihan Anda Warna: Sangat tidak
Tidak suka
Agak suka
Suka
Sangat suka
Tidak suka
Agak suka
Suka
Sangat suka
Tidak suka
Agak suka
Suka
Sangat suka
Tidak suka
Agak suka
Suka
Sangat suka
suka
Aroma: Sangat tidak suka
Rasa Sangat tidak suka
Tekstur Sangat tidak suka
KOMENTAR Bila produk tersedia di pasaran, apakah anda akan membelinya? a. pasti ya b. mungkin ya c. mungkin tidak d. pasti tidak
Terimakasih Atas Kerjasama dan Bantuannya Atas Penelitian dang Pengembangan Produk ini Selamat Menilai
70
Lampiran 3 Kandungan gizi daun pegagan segar Tabel 1 Kandungan Gizi Daun Pegagan Segar dalam 100g Bahan Basah Ulangan 1 (%b/b)
Ulangan 2 (%b/b)
Rata-rata (%b/b)
Kadar air
78,95
80,31
79,63
Kadar protein
4,59
4,57
4,58
22,5
Kadar Lemak
1,29
1,29
1,29
6,3
Kadar abu
2,45 12,72
2,46 11,37
2,45 12,05
12,0 59,2
79,10
79,18
79,14
388,5
Kandungan Gizi
Kadar Karbohidrat (g) Vitamin C (mg) β-Karoten (ppm)
Rata-rata (%b/k)
88,45
89,07
88,76
435,7
1994,15
1994,41
1994,28
9.790,3
Fe (mg)
43,25
43,27
43,26
212,4
Selenium (mcg)
4,78
4,32
4,55
22,3
Asam asiatik (%)
0,78
0,54
0,66
3,2
Kalsium (mg)
Lampiran 4 Kandungan gizi daun pegagan kering oven blower 55 0C Tabel 2 Kandungan gizi daun pegagan kering oven blower 55 0C Ulangan 1 (%b/b)
Ulangan 2 (%b/b)
Rata-rata (%b/b)
Kadar air
7,25
7,37
7,31
Kadar protein
20,01
20,21
20,11
21,70
Kadar Lemak
4,36
4,41
4,39
4,74
Kadar abu
14,29
14,22
14,25
15,37
Karbohidrat
54,09
53,79
53,94
58,19
Vitamin C (mg)
231,32
259,22
245,27
264,61
β-Karoten (ppm)
325,65
309,47
317,56
342,60
Kalsium (mg)
2191,12
2190,90
2191,01
2.363,80
Fe (mg)
37,36
38,62
37,99
40,99
Selenium (mcg)
33,25
33,59
33,42
36,06
Asam asiatik (%)
5,73
5,45
5,59
6,03
Kandungan Gizi
Rata-rata (%b/k)
Lampiran 5 Hasil analisis kimia dan fisik mikrokapsul 5.1 Kadar air Tabel 3 Kadar air mikrokapsul pegagan Mikrokapsul (%)
Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rata (%)
10
3.82
3.75
3.79
15
4.82
4.87
4.84
20
4.49
4.38
4.44
25
4.72
4.76
4.74
30
3.78
3.89
3.84
71
5.2 Hasil analisis chromameter mikrokapsul pegagan Tabel 4 Warna mikrokapsul pegagan Bahan Mikrokapsul 10%
L 89.90 89.62 98.57 98.77 98.29
a -3.72 -3.72 -3.63 -3.57 -3.70
b 13.12 13.33 12.73 12.50 13.13
C
Rata-rata Mikrokapsul 15%
95.03 89.37 98.31 88.93 89.33 89.54 91.10 88.14 88.04 85.70 87.47 88.07 87.48 86.80 87.14 83.39 85.82 85.43 85.72 83.87 84.41 84.43 84.23 84.56 84.30
-3.67 -3.76 -3.01 -3.01 -3.94 -3.77 -3.50 -3.59 -3.57 -3.51 -3.63 -3.53 -3.57 -4.27 -4.33 -4.46 -4.27 -4.36 -4.34 -3.53 -3.51 -3.61 -3.64 -3.59 -3.58
12.96 14.41 14.14 14.22 14.54 14.56 14.37 14.69 14.59 15.01 15.01 14.40 14.74 17.01 17.00 18.27 17.05 17.99 17.46 16.41 15.99 16.24 16.39 16.27 16.26
13.47
-3.53
178.70
14.79
-4.11
178.67
15.17
-4.13
178.67
17.99
-4.03
178.67
16.65
-4.55
178.65
Rata-rata Mikrokapsul 20%
Rata-rata Mikrokapsul 25%
Rata-rata Mikrokapsul 30%
Rata-rata
b/a
Hue
72
5.3. Kelarutan dalam air Tabel 5 Kelarutan dalam air mikrokapsul pegagan Mikrokapsul (%)
Ulangan
Kertas saring (W2)
Berat sampel (W)
Kertas saring+residu (W1)
Bagian tidak larut (%)
Kelarutan (%)
10
1
0.999
1
1.0125
1.35
98.65
2
1
1
1.0333
3.33
96.67 97.66
Rata – Rata Kelarutan 15
1
1.0146
2
1.0174
1
1.0318
1.72
1
1.0334
1.6
1
0.9978
2
1.0102
1
1.0236
2.58
1
1.0291
1.89
1
1.0402
2
1.0117
1
1.0656
2.54
1
1.0267
1.5
1
1.0189
2
1.0208
98.11
97.46 98.5 97.98
Rata – Rata Kelarutan 30
97.42 97.765
Rata – Rata Kelarutan 25
98.4 98.34
Rata – Rata Kelarutan 20
98.28
1
1.0334
1.45
1
1.0308
1
98.55 99 98.77
Rata – Rata Kelarutan
Lampiran 6 Hasil Analisis Anova 6.1. Sidik ragam uji hedonik
Tabel 6 Hasil sidik ragam warna Sumber Variasi
Jumlah
df
Kuadrat
Kuadrat Perlakuan JenisPegagan Konsentrasi JenisPegagan * Konsentrasi Galat Total
F hitung
Sig.
Tengah
10605.315 460.377 40.898 55.179 572.911 11734.680
1 4 1 4 310 320
10605.315 115.094 40.898 13.795 1.848
5.738E3 62.277 22.130 7.464
.000 .000 .000 .000
*Signifikansi lebih kecil dari α=0.05, berbeda nyata Tabel 7 Hasil sidik ragam aroma Sumber Variasi
Jumlah
df
Kuadrat
Kuadrat Perlakuan JenisPegagan Konsentrasi JenisPegagan * Konsentrasi Galat Total
11161.631 248.650 118.463 63.461 520.525 12112.730
F hitung
Sig.
Tengah 1 4 1 4 310 320
*Signifikansi lebih kecil dari α=0.05, berbeda nyata
11161.631 62.162 118.463 15.865 1.679
6.647E3 37.021 70.551 9.449
.000 .000 .000 .000
73
Tabel 8 Hasil sidik ragam rasa Sumber Variasi
Jumlah
df
Kuadrat
Kuadrat Perlakuan JenisPegagan Konsentrasi JenisPegagan Konsentrasi Galat Total
*
F hitung
Sig.
Tengah
11354.995 372.276 114.481
1 4 1
11354.995 93.069 114.481
7.773E3 63.706 78.363
.000 .000 .000
50.125
4
12.531
8.578
.000
452.882 12344.760
310 320
1.461
*Signifikansi lebih kecil dari α=0.05, berbeda nyata Tabel 9 Hasil sidik ragam tekstur Sumber Variasi
Jumlah
df
Kuadrat
Kuadrat Perlakuan JenisPegagan Konsentrasi JenisPegagan Konsentrasi Galat Total
*
F hitung
Sig.
Tengah
13320.541 148.644 43.660
1 4 1
13320.541 37.161 43.660
7.147E3 19.939 23.426
.000 .000 .000
24.626
4
6.156
3.303
.011
577.769 14115.240
310 320
1.864
*Signifikansi lebih kecil dari α=0.05, berbeda nyata 6.2. Hasil sidik ragam uji mutu hedonik Tabel 10 Hasil sidik ragam warna Sumber Variasi
Jumlah
df
Kuadrat
Kuadrat Perlakuan JenisPegagan Konsentrasi JenisPegagan Konsentrasi Galat Total
*
F hitung
Sig.
Tengah
9856.800 70.500 720.048
1 1 4
9856.800 70.500 180.012
7.059E3 50.491 128.921
.000 .000 .000
148.841
4
37.210
26.649
.000
432.851 11229.040
310 320
1.396
*Signifikansi lebih kecil dari α=0.05, berbeda nyata
74
Tabel 11 Hasil sidik ragam aroma Sumber Variasi
Jumlah
df
Kuadrat
Kuadrat Perlakuan JenisPegagan Konsentrasi JenisPegagan Konsentrasi Galat Total
*
F hitung
Sig.
Tengah
10649.113 122.513 444.150
1 1 4
10649.113 122.513 111.037
5.016E3 57.708 52.303
.000 .000 .000
84.207
4
21.052
9.916
.000
658.119 11958.100
310 320
2.123
*Signifikansi lebih kecil dari α=0.05, berbeda nyata Tabel 12 Hasil sidik ragam rasa Sumber Variasi
Jumlah
df
Kuadrat
Kuadrat Perlakuan JenisPegagan Konsentrasi JenisPegagan Konsentrasi Galat Total
*
F hitung
Sig.
Tengah
11203.011 88.200 318.218
1 1 4
11203.011 88.200 79.554
5.468E3 43.046 38.827
.000 .000 .000
59.771
4
14.943
7.293
.000
635.181 12304.380
310 320
2.049
*Signifikansi lebih kecil dari α=0.05, berbeda nyata Tabel 13 Hasil sidik ragam tekstur Sumber Variasi
Jumlah
df
Kuadrat
Kuadrat Perlakuan JenisPegagan Konsentrasi JenisPegagan Konsentrasi Galat Total
*
F hitung
Sig.
Tengah
13814.082 28.860 189.325
1 1 4
13814.082 28.860 47.331
5.741E3 11.993 19.669
.000 .001 .000
60.394
4
15.098
6.274
.000
745.989 14838.650
310 320
2.406
*Signifikansi lebih kecil dari α=0.05, berbeda nyata
75
6.3. Hasil uji lanjut Duncan hedonik 6.3.1 Warna
Tabel 14 Hasil uji lanjut Duncan (jenis serbuk) Jenis Pegagan
Nilai rata-rata
Kehomogenan
Serbuk Pegagan
5.40
B
Mikrokapsul
6.11
A
Tabel 15 Hasil uji lanjut Duncan (konsentrasi) Konsentrasi
Nilai rata-rata
Kehomogenan
0%
7.08
D
5%
6.92
D
10%
5.86
C
15%
5.05
B
20%
3.86
A
6.3.2. Aroma
Tabel 16 Hasil uji lanjut Duncan (jenis serbuk) Jenis Pegagan
Nilai rata-rata
Kehomogenan
Serbuk Pegagan
5.30
B
Mikrokapsul
6.51
A
Tabel 17 Hasil uji lanjut Duncan (konsentrasi) Konsentrasi
Nilai rata-rata
Kehomogenan
0%
7.10
E
5%
6.59
D
10%
5.89
C
15%
5.33
B
20%
4.62
A
76
6.3.3. Rasa
Tabel 18 Hasil uji lanjut Duncan (jenis serbuk) Jenis Pegagan
Nilai rata-rata
Kehomogenan
Serbuk Pegagan
5.36
B
Mikrokapsul
6.55
A
Tabel 19 Hasil uji lanjut Duncan (konsentrasi) Konsentrasi
Nilai rata-rata
Kehomogenan
0%
7.41
E
5%
6.89
D
10%
5.85
C
15%
5.15
B
20%
4.49
A
6.3.4. Tekstur
Tabel 20 Hasil uji lanjut Duncan (jenis serbuk) Jenis Pegagan
Nilai rata-rata
Kehomogenan
Serbuk Pegagan
6.08
B
Mikrokapsul
6.82
A
Tabel 21 Hasil uji lanjut Duncan (konsentrasi) Konsentrasi
Nilai rata-rata
Kehomogenan
0%
7.41
D
5%
6.79
C
10%
6.55
BC
15%
6.14
B
20%
5.36
A
6.4. Hasil uji lanjut Duncan mutu hedonik 6.4.1. Warna
Tabel 22 Hasil uji lanjut Duncan (jenis serbuk) Jenis Pegagan
Nilai rata-rata
Kehomogenan
Serbuk Pegagan
5.08
B
Mikrokapsul
6.02
A
77
Tabel 23 Hasil uji lanjut Duncan (konsentrasi) Konsentrasi
Nilai rata-rata
Kehomogenan
0%
7.45
E
5%
6.80
D
10%
5.48
C
15%
4.82
B
20%
3.20
A
6.4.2. Aroma
Tabel 24 Hasil uji lanjut Duncan (jenis serbuk) Jenis Pegagan
Nilai rata-rata
Kehomogenan
Serbuk Pegagan
5.15
B
Mikrokapsul
6.39
A
Tabel 25 Hasil uji lanjut Duncan (konsentrasi) Konsentrasi
Nilai rata-rata
Kehomogenan
0%
7.63
E
5%
6.48
D
10%
5.51
C
15%
4.94
B
20%
4.28
A
6.4.3 Rasa
Tabel 26 Hasil uji lanjut Duncan (jenis serbuk) Jenis Pegagan
Nilai rata-rata
Kehomogenan
Serbuk Pegagan
5.39
B
Mikrokapsul
6.44
A
Tabel 27 Hasil uji lanjut Duncan (konsentrasi) Konsentrasi
Nilai rata-rata
Kehomogenan
0%
7.52
E
5%
6.45
D
10%
5.76
C
15%
5.21
B
20%
4.65
A
78
6.4.4. Tekstur
Tabel 28 Hasil uji lanjut Duncan (jenis serbuk) Jenis Pegagan
Nilai rata-rata
Kehomogenan
Serbuk Pegagan
6.27
B
Mikrokapsul
6.87
A
Tabel 29 Hasil uji lanjut Duncan (konsentrasi) Konsentrasi
Nilai rata-rata
Kehomogenan
0%
7.81
D
5%
6.94
C
10%
6.46
BC
15%
6.08
BA
20%
5.56
A
Lampiran 7 Hasil uji fisik bagelen pegagan terpilih 7.1. Hasil Chromameter bagelen pegagan terpilih Tabel 30 Warna bagelen hasil uji chromameter
Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata
L 69.54 73.54 71.54
Bagelen Mikrokapsul 5% a b C -4.43 24.94 25.33 -5.42 31.36 31.82 -4.93 28.15 11.43
b/a -5.63 -5.79 -5.72
Hue 178.60 178.60 178.60
7.2. Hasil analisis rasio pengembangan, volume spesifik adonan dan volume spesifik roti bagelen Tabel 31 Rasio pengembangan, volume spesifik adonan dan roti bagelen Rasio Volume spesifik adonan (ml/g)
Volume spesifik roti (ml/g)
Ulangan 1
2.86
2.23
Ulangan 2
2.93
2.35
Rata-rata
2.89
2.29
pengembangan 0.73 0.74 0.73
79
7.3. Hasil analisis tektur bagelen pegagan terpilih Tabel 33 Tekstur bagelen Fracturability (gf) ulangan 1 ulangan 2
1210 1300
Rata-rata
1255
Lampiran 8 Hasil analisis kandungan gizi bagelen pegagan Tabel 33 Kandungan gizi bagelen Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rata
2,66 1,46
2,54 1,41
2,60 1,44
8,04 35,44 52,40 561,00 71,42
8,51 30,57 56,97 537,00 87,92
8,28 33,01 54,69 549,00 79,67
Air (g/100g) Abu (g/100g) Protein (g/100g) Lemak (g/100g) Karbohidrat (g/100g) Energi (Kal) Asam asiatik (ppm)
Lampiran 9 Analisis Kontribusi Zat Gizi
Kandungan gizi Energi (Kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Asiatic acid (ppm)
Kandungan zat gizi per serving size (50g)
AKG
Kontribusi zat gizi (%AKG)
Pria
Wanita
Pria
Wanita
2350 60
1750 50
11.70 6.90
15.71 8.28
6.3
8.49
27.34
4.65
6.25
0.04
-
-
275 4.14 16.51
80
Lampiran 10 Analisis biaya pembuatan bagelen pegagan Biaya variabel Biaya variabel adalah biaya yang dibebankan pada satu unti produksi. Jumlah biaya ini berubah sesuai dengan bertambahnya jumlah produk yang dihasilkan. Jumlah Bahan
bahan per hari (kg)
Tepung Terigu
Harga
Biaya var per
Biaya var per
bahan/kg (Rp)
hari (Rp)
tahun (Rp)
75
10,000.00
750,000.00
273,750,000.00
Ragi
1.65
10,000.00
16,500.00
6,022,500.00
Gula Pasir
10.5
50,000.00
525,000.00
191,625,000.00
Susu skim bubuk
2.1
60,000.00
126,000.00
45,990,000.00
Susu cair
15
13,000.00
195,000.00
71,175,000.00
Garam
0.9
6,000.00
5,400.00
1,971,000.00
Kuning telur
17.1
15,000.00
256,500.00
93,622,500.00
Air es
22.5
3,000.00
67,500.00
24,637,500.00
Bread improver
0.3
25,000.00
7,500.00
2,737,500.00
Butter
48
31,000.00
1,488,000.00
543,120,000.00
Pegagan segar
35.0
5,000.00
174,837.55
63,815,707.19
Alkohol 96%
38.6
30,000.00
1,156,550.42
422,140,903.09
Aquades
14.3
2,500.00
35,797.99
13,066,266.05
Maltodekstrin
6.0
15,000.00
90,091.97
32,883,570.23
Natrium kaseinat
1.5
50,000.00
75,076.64
27,402,975.20
Gula halus
19.5
12,000.00
234,000.00
85,410,000.00
Mentega
25.5
20,000.00
510,000.00
186,150,000.00
5,713,754.58
2,085,520,421.77
Total
Biaya variable per hari
= jumlah bahan/hari x harga bahan/kg
Biaya variable per tahun
= biaya variable per hari x 365
Biaya investasi Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan pada awal usaha. Rincian biaya investasi pada industri bagelen pegagan dapat dilihat pada tabel berikut: Alat
Harga (Rp)
Jumlah
Total
Hammermil
11,000,000.00
1
11,000,000.00
Homogenizer
50,000,000.00
1
50,000,000.00
150,000,000.00
1
150,000,000.00
Spray dryer
81
Mixer roti
60,000,000.00
3
180,000,000.00
Proofer
16,110,000.00
3
48,330,000.00
Oven roti
44,100,000.00
5
220,500,000.00
Slicer
26,100,000.00
2
52,200,000.00
2,000,000.00
5
10,000,000.00
Loyang
25,000.00
100
2,500,000.00
Baskom
5,000.00
10
50,000.00
Timbangan
Total
724,580,000.00
Biaya susut alat Alat
Umur
Harga (Rp)
Jumlah
(thn)
Biaya susut
Biaya susut
alat/tahun
alat/hari
Hammermil
11,000,000.00
20
1
550,000.00
1,506.85
Homogenizer
50,000,000.00
20
1
2,500,000.00
6,849.32
150,000,000.00
25
1
6,000,000.00
16,438.36
Mixer roti
60,000,000.00
25
3
7,200,000.00
19,726.03
Proofer
16,110,000.00
25
3
1,933,200.00
5,296.44
Oven roti
44,100,000.00
25
5
8,820,000.00
24,164.38
Slicer
26,100,000.00
25
2
2,088,000.00
5,720.55
2,000,000.00
10
5
1,000,000.00
2,739.73
Loyang
25,000.00
5
100
500,000.00
1,369.86
Baskom
5,000.00
1
10
50,000.00
136.99
Spray dryer
Timbangan
Total
83,948.49
Biaya susut alat/tahun= (harga x jumlah)/umur Biaya susutalat/hari
= biaya susut alat per tahun/365
Biaya pemeliharaan
Alat
Harga (Rp)
Umur
Biaya
Biaya
perawatan per 3
pemeliharaan
tahun (Rp)
per hari (Rp)
Hammermil
11,000,000.00
20
1,100,000.00
1,004.57
Homogenizer
50,000,000.00
20
5,000,000.00
4,566.21
150,000,000.00
25
15,000,000.00
13,698.63
Mixer roti
60,000,000.00
25
6,000,000.00
5,479.45
Proofer
16,110,000.00
25
1,611,000.00
1,471.23
Oven roti
44,100,000.00
25
4,410,000.00
4,027.40
Slicer
26,100,000.00
25
2,610,000.00
2,383.56
2,000,000.00
10
200,000.00
182.65
Spray dryer
Timbangan
82
Loyang
25,000.00
5
2,500.00
2.28
Baskom
5,000.00
1
500.00
0.46
Total
32,816.44
Biaya perawatan per 3 tahun = 10% x harga Biaya pemeliharaan per hari = (biaya perawatan per 3 tahun)/(365 x 3) Biaya tenaga kerja UMR/bulan
Hari
UMR/hari
kerja
987.000
22
Jumlah
Biaya
TK
TK/hari
44.863,64
10
Biaya TK/tahun
448.636,36 118.440.000,00
Hari kerja dalam sebulan
= 22 hari
UMR/hari
= (UMR/bulan)/hari kerja
Biaya tenaga kerja/hari
= UMR/hari x jumlah TK
Biaya tenaga kerja/tahun
= Biaya TK/hari x Hari kerja x 12 bulan
Biaya kemasan Berat bagelen pegagan yang dihasilkan
102 kg
Berat @ bagelen pegagan
8g
Jumlah bagelen pegagan yang dihasilkan
12762 keping
Jumlah bagelen pegagan per bungkus
12 keping
Jumlah bungkus bagelen pegagan yang dihasilkan Harga kemasan per bungkus
1064 bungkus Rp
Total biaya kemasan
Rp
Jumlah bagelen yang dihasilkan
=
Jumlah bungkus yang dihasilkan
=
250 265,875.10
Total biaya kemasan = ∑ bungkus bagelen yang dihasilkan x harga kemasan Biaya transportasi Jenis
Biaya per hari (Rp)
transportasi
10.000
BBM
40.000 50.000
83
Biaya jual Total biaya produksi = biaya variable/hari + biaya susut alat/hari + biaya pemeliharaan alat/hari + biaya tenaga kerja/hari + biaya kemasan/hari + transportasi/hari = Rp 6.595.030,97 Margin
= 30% dari biaya produksi = Rp 1.978.509,29
Harga produk per kg = (total biaya produksi + margin)/ kapasitas produksi = Rp 84.0543,32 Harga produk per g
= harga produk per kg/1000 = Rp 84.05
Harga produk per kemasan (100 gram) = 100 x harga produk per g = Rp 8.405,43