PAKAN:
PERMASALAHAN
DAN PEMECAHANNYA
I Potu Kompiang*
PENDAHULUAN Pada nonna gizi untuk Indonesia telah ditetapkan bahwa kebutuhan rata-rata penduduk Indonesia akan protein per orang per hari sebanyak 50 gram yang terdiri atas 40 gram protein nabati, 6 gram protein ikani, dan 4 gram protein hewani. Empat gram protein hewani yang berasal dari ternak p~r orang per hari~tara dengan 6 kg daging, 4 kg telur, dan 4 kg susu per kapita per tahun sedang suplai rata-rata daging, telur, dan susu per kapita per tahun pada tahun 1984 masing-masing baru mencapai 4,4, 1,7, dan 4,5 kg yang kiranya juga perlu digarisbawahi bahwa suplai susu hampir 80% dari import (fabe! 1). Dengan kata lain secara nasional produksi temak dan hasil ternak belum dapat memenuhi permintaan konsumsi dalam negeri. Untuk memenuhi akan kebutuhan tersebut, ·Departemen Pertanian menjalankan berbagai macam program untuk meningkatkan populasi dan produksi. temak. Dalam pelaksanaannya, masalah-masalah pokok telah diidentifikasi (I), dan salah satu di antaranya adalah masalah lahan, sumber daya alam, dan lingkungan, yang mencakup tennasukpengadaan pakan ruminansia dan non-ruminansia. Seperti telah kita ketahui semua, pakan adalah merupakan salah satu faktor yang penting dalam produksi ternak.
KUALITAS PAKAN Di daerah tropis, temak ruminansia pada umumnya tumbuh lebih lambat dan menghasilkan daging maupun sus lebih rendah daripada daerah subtropis. Menurut JARIOROWSKI (2), 70% dari populasi sapi dan kcrbau di dunia berada di daerah tropis/negara berkembang, tetapi hanya mcnghasilkan daging 34% dari total produksi dunia. Begitu pula halnya dengan susu, hanya 18% dari produksi dunia. Rendahnya produksi ini antara lain disebabkan oleh breed, penyakit, dan faktor lingkungan, tetapi nutrisi yang kurang baik adalah merupakan faktor utama. Telah banyak sekali dibuktikan bahwa dengan perbaikim nutrisi, produktivitasnya dapat ditingkatkan. Kebutuhan nutrisi dari ternak akan encrgi, protein, vitamin, dan mineral telah diketahui dengan baik dan publikasi mengenai hal ini telah banyak sekali. Tetapi sayangnya, publikasi-publikasi terse but ditulis terutama untuk daerah-daerah/negara-negara subtropis, di mana banyak dihasilkan biji-bijian yang merupakan pakan utama untuk temak. Namun demikian prinsip-prinsip nutrisi ternak untuk daerah tropis dan subtropis tidaklah berbeda. Kegagalan-kegagalan • Balai Penditian Temak Ciawi, Bogor
23
yang
sering dilaporkan
dalam mengaplikasikan
rekomendasi-rekomendasi
dari
daerah subtropis di da~rah tropis, adalah karena kualitasdari hijauan pakan ternaknya, yakni perbedaan kandungan serat kasar/digestible energinya. Telah diketahui bahwasalah satu faktor utama yang membatasi tingkat produksi ternakbesar adalah jumlah net energy yang diabsorpsi setiap hari. Sebaliknya hal ini dikontrol oleh tiga faktor yang berlainan tetapi saling berkaitan, yaitu : (1) jum1ah konsumsi pakan, (2~ bagian dari pakan yang dapat dicerna, dan (3) eflSiensi penggunaan hasil cerna. Dari ketiga parameter ini, konsumsi pakan kelihatannya merupakan faktor pembatasan yang terpenting dalam produksi ternak. Hal ini baru mendapat perhatian sekitar 25 tahun yang lalu. Sebelum ini, pada umumnya diasumsikan bahwa kesanggupan ternak ruminansia untuk mengkonsumsi segala jenis/kualitas pakan adalah 3% dari be rat badannya. Pada tahun 1961 BLAXTER dkk. (3) melaporkan bahwa konsumsi ad libitum dari hay dengan kualitas rendah hanya separuh dari rumput kering dengan kualitas bagus. Hal ini sangat erat hubungannya dengan kandungan serat kasarnya. ~ mengandung serat kasar 38% sedang rumput 22%; yang mengakibatkan waktu transit melalui -reticulum-rumen yang lebih panjang (83 v 41 jam). Pada saat ini diketahui bahwa jumlah pakan yang dimakan secara ad libitum tergantung pada dua faktor : (1) jumlah kandungan serat kasar yang tidak dapat dicerna dan (2) kecepatan transmisi dari serat ini ke rumen. Jumlah pakan yang dimakan pada ternak biasanya secukupnya agar jumlah pakan (berdasarkan berat kering) dalam rumen tetap. Ketiga hal ini diilustrasikan dengan baik oleh LAREDO dan MINSON (fabel 2, 4). Korelasi negatif antara jumlah pakan yang dimakan secara ad libitum dari acid detergent fibre maupun lignin ditunjukkan dengan jelas. Di sini dapat disimpulkan bahwa konsumsi dapat ditingkatkan dengan jalan mengurangi serat kasar atau mempercepat lajunya ingesta dalam rumen atau kombinasi keduanya. Kesimpulan ini hanya berlaku apabila kebutuhan ternak akan protein, vitamin, dan mineral telah terpenuhi. Dari Tabel 2 juga dapat dilihat adanya korelasi negatif antara ketercernaan dan kandungan serat. Ketercernaan bergantung pada umur tanaman (Gambar 1), bagian dari tanaman (Gambar 2), pemupukan, adanya air, dan species ternak. Leguminosa tropis mengandung protein yang lebih tinggi (tapi tidak daya ketercernaannya) daripada rumput tetapi' Juga mengandung lignin yang lebih tinggi, tannius, dan alkaloid-alkaloid inhibitor . .. - Bebempa jenis hijauan pakan ternak yang umum digunakan di Indonesia ditampilkan pada Tabel 3. Dari sini jelas tampak bahwa salah satu permasalahan pakan di Indonesia adalah kandungan seratnya yang tinggi/digestible energi yang rendah yang akan mempengaruhi konsumsi pakan. Permasalahan kandungan serat kasar dan waktu tramit di rumen dapat diubah secara fisik, kimiawi, maupun biologi. Beberapa cara tersebut akan dicoba diuraikan secara singkat pada bagian berikut. PERBAIKAN
KUALIT AS PAKAN
Pemisahlln Bagian-Bagian Tanaman. Sistem cut and carry yang banyak dilakukan di Indonesia, terutama didaerah-daerah yang berpenduduk padat seperti Jawa
24
dan Bali mempunyai keuntungan dapat meningkatkan carrying capasity. Tetapi mempunyai kerugian dimana temak tidak mempunyai kesempatan untuk memilih tanaman/bagian tanaman yang lebih baik, seperti diuraikan diatas. Estimasi konsumsi dari bagian-bagian rumput (dalam hal ini rumput Napier) dalam sistem cut and carry disajikan dalam Tabel4. Dengan lebih memperhatikan dan pemilihan dari bagian-bagian tanarnan, konsumsi kiranya dapat ditingkatkan. WINUGROHO (Komunikasi pribadi) telah mempelajari nilai ketercemaan dari berbagai bagian jerami padi, dan ditemukan adanya perbedaan untuk bagian-bagian yang berbeda. Penelitian yang serupa terhadap hijauan pakan ternak, dimana sistem Cut and Carry dilakukan oleh peternak kiranya perlu dilakukan. Penggilingan dan Pemeletlln. Penggilingan hijauan pakan ternak akan meningkatkan daya ketercernaannya apabila diuji secara in vitro, tetapi apabila diberikan ke temak, hampir semuanya akan memberikan ketercemaan yang lebih rendah (7, 8) disebabkan waktu yang tersedia bagi bakteri memfermentasikan di rumen berkurang. Keuntungan dari penggilingan dan pemeletan, hanyalah dalam meningkatkan konsumsi pakan (Tabel 5). Seperti diuraikan di atas net energy bergantung pada konsumsi pakan dan daya ketercernaannya. Dengan demikian apakah metode ini menguntungkan secara biologis atau tidak bergantung pada keseimbangan kedua faktor tadi yangsebaliknya dipengaruhiolehjenis dan umur tanaman dan ternaknya. [radiosi Gamma. Laporan-Iaporan mengenai pengaruh radiasi terhadap daya ketercernaan pakan dan konsurnsinya berbeda-beda. PRITCHARD dkk. (10), menunjukkan daya ketercemaan dari "jerami gandum" dapat ditingkatkan sampai 95% dengan radiasi gamma (1 x 109 Rads). Disamping itu juga mengakibatkan peningkatakan konsumsi pakan. Sebaliknya McMANUS dkk. (11), melaporkan bahwa konsumsi, tanpa sup plementasi , dari "jerami gandum atau padi, tidak dipengaruhi oleh radiasi". Malahan daya ketercemaan in vivo dari jerami padi turun dari 47% menjadi 20 - 35 %, bergantung dari kekuatan radiasi yang digunakan. Sampai saat ini pengaruh radiasi masih belum jelas. Hidrolisis Asam. Penambahan asam terhadap hijauan pakan temak akan mengakibatkan terhydrolisanya hemicellulosa dan pada perlakuan yang lebih keras ikatan alpha. cellu10sa juga akan dipecahkan. Asam yang digunakan pada umumnya asam suIfat. . Proses ini memerlukan kontrol yang sangat ketat dan dengan demikian biayanya tinggi, sehingga tidak mungkinlah kiranya digunakan untuk meningkatkan nilai gizi dari pakan seperti jerami. Perlakuan Alkali. Alkali akan melarutkan hemicellulosa dengan demikian makro-organisme dalam rumen akan mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk mencemanya. Alkali akan melemahkan ikatan lignin dan hemicellulose dan ini mengakibatkan Swelling capacity dari dinding cell akan meningkat (12). Peningkatan daya ketercemaan dari pakan oleh perlakuan ini tergantung sekali pada kekuatan alkali yang digunakan, konsentrasi yang digunakan dan lama dan cara pemberiannya, apakah disemprotkan atau direndam. Berbagai macam alkali telah dicobakan, antara lain sodium hydroxida, ammonium hydroxida, calcium hydroxida, potassium hydroxida, amoniak. Penggunaan NaOH untuk meningkatkan nilai gizi dari jerami dikembangkan di 25
Jerman
pada akhir abad yang lalu dan dapat meningkatkan
kecernaan bahan
or8anik dari jerami rey dari 46% menjadi 71% (13). Laporan-laporan yang serupa terhadap berbagai jenis pakan dengan berbagai kandungan serat kasar tinggi te1ah banyak ditulis. Daya ketercernaan dari jerami padi dapat ditingkatkan antara 1013% unit, tetapi sering juga dilaporkan bahwa konsumsi jerarni padi yang mendapat perlakuan NaOH menurun, dan ha1ini mun~ dikarenakan palatabilitasnya. Walaupun ada masalah ini, penyemprotan makanan ternak dengan NaOH mempunyai pengaruh yang menguntungkan pada ternak (14, 15, 16, 17). Walaupun sampai saat ini, NaOH adalah alkali yang paling efektif, ada.ptasinya pada peternak, terutama untuk negara-negara berkembang belum banyak dapat dilakukan antara lain karena biaya yang mahal, kesukaran mendapat bahannya, bahaya penanganan" NaOH bagi orang awam, dan bahaya po1usi. Akhir-akhir inijuga telah di informasikan bahwa penggunaan NaOH di Eropa mu1ai menu run dimana perlakuan dengan amonium hydroxida (anhydrous ammonia, aquanous ammonia atau urea) meningkat di Asia, termasuk Indonesia. Para peternak dan peneliti cenderung mengg1,1nakan urea, karena pengangkutannya yang mudah dibandingkan sumber-sumber yang lain. Urea di ubah menjadi ammonia oleh urease yang terdapat pada jerarni dalam tempo 6 rninggu (18). Hal ini menyebabkan kenapa perlakuan urea memerlukan waktu cukup lama untuk efektif. Dalam pe1aksanaan di lapangan, karena pemupukan yang tebal, maka se1ama perlakuan teIjadi peningkatan temperatur yang dapat meningkatkan aktivitas urease dan ammonia, hasil yang efektif dapat dicapai dalam waktu 7 - 10 hari. " Pada percobaan dengan ternak menunjukkan bahwa jerami padi sete1ah mendapat perlakuan menunjukkan peningkatan nilai gizi. Ada beberapa hal yang be1um jelas dalam hal perlakuan Urea ammonia ini, yakni sampai seberapa jauh perbaikan dari konsumsi pakan, daya ketercernaan dan produktivitas dari temak adalah karena perlakuan alkali atau penambahan NPN. Disamping urea, Urine juga dilaporkan mempunyai efek yang serupa dengan urea terhadap jerami padi tanpa dampak negatif pada kesehatan temak yang diberi makan jerami tersebut (19). Calcium hydroxida, ada1ah bahan kirnia yang cukup murah dan telah ditunji.1kkan bahwa dapa-t digunakan untuk meningkatkan nilai gizi dari jerarni padi. Perendaman pada kadar yang tinggi mempunyai efek sarna dengan penyemprotan dengan NaOH (20). Perlalalan Biologis. Di antara perlakuan biologis yang telah ban yak dilakukan antara lain pengomposan, silase, penjamuran dan penambahan enzym, di samping itu juga untuk media pembuatan protein sel tunggal (21, 22, 23). Pada umumnya perlakuan bio1ogis tidak akan memperbaiki nilai gizi dari pakan, malahan sebaliknya kadar zat-zat organik yang terlarut menurun karena digunakan untuk kehidupan rnikroba. Dengan kata lain kadar lignin secara proposional akan meningkat. Pada proses ensiling penambahan non protein nitrogen seperti kotoran ayam (24) secara tidak lan~ung meningkatkan nilai gizi dari pakan tersebut. Perlak.uan biologis sampai saat ini lebih banyak berf~i sebagai salah satu cara pengawetan pakan, bilamana pengeringan, karena musim/cuaca, sukar dilakukan. MantpuJosi Biologis. Telah dijumpai bahwa nilai gizi dari hijauan makanan temak berbeda-beda diantaIa genotype. Misalnya nilai gizi dari Digitaria setivalva 26
umumnya lebih tinggi dari digitaria lainnya (25). Begitu pula halnya dengan jerami padi dan sorghum (26, 27). Berdasarkan laporan.,laporan ini membuka suatu kemungkinan untuk melQkukan program pemuliaan untuk mernperoleh hiiauan makanan ternak yang lebih baik, atau jerami dengan kualitas yang lebih baik, dengan tidak mengabaikan produk utamanya.
DISKUSI DAN KESIMPULAN Kandungan serat kasar yang tinggi dari hijauan makanan ternak dan limbah pertanian adalah merupakan salah satu faktor utama dalam produksi ternak. Permasalahan ini pada umumnya diatasi dengan pengenceran kadar serat kasar ini dengan penambahan dengan pakan yang serat kasarnya rendah seperti biji-bijian, umbi-umbian dan lain-lain. Tapi hal ini agak sukar untuk dilakukan di Indonesia. mengingat bahan-bahan tersebut masih banyak untuk konsumsi man usia atau ternak nOn ruminansia. Dari beberapa perlakuan yang telah diketahui untuk meningkatkan nilai gizi dari hijauan makanan temak/limbah pertanian, kiranya perlakuan dengan urea yang mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan di Indoensia. Urea ensiling dari limbah pertanian adalah kualitas baru, dan masih banyak hal-hal yang belum diketahui secara sain maupun cara-cara aplikasinya yang dapat diterapkan dengan mudah dipedesaan. Penelitian perlakuan dengan urea baru hanya terhadap limbah pertanian kemungk1nan penggunaannya pada hijauan makanan ternak lainnya, seperti rumput, leguminosa, yang juga mengandung serat kasar cukup tinggi perlu dipe1ajari, apakah mungkin nilai gizinya dapat ditingkatkan lagi. Hal ini kiranya penting sekali di Indonesia pada sistem cut and carry, di mana hijauan banyak pada musim hujan, yang perlu disimpan untuk musim kemarau. Kerja sarna antara pemulia tanaman dengan ahli gizi ternak kiranya sangat perlu apabila manipulasi biologi akan digunakan untuk mengatasi permasalahan pakan. Dengan terbatasnya lahan, kami kira hal ini akan menjadi suatu keharusan. Sebagai contoh dalam hal ini adalah pada pemuliaan sorghum, pemulia tanaman pada mulanya terutama memperhatikan hasil per hektar, tetapi kemudian juga diarahkan kepada kualitas, dengan memperhatikan kadar tannin, karena tannin merupakan senyawa anti nutrlsi. Untuk mengatasi kekurangan pakan, McDOWEL (6) melaporkan mengenai tata guna tanah pertanian di Afrika, di mana dipelajari ratio penggunaan untuk tanaman pangan, industri dan ternak secara menyeluruh untuk memperoleh hasil maximal baru satu areal pertanian (garnbar 3). Hal yang serupa kiranya perlu dikerjakan di Indonesia, di mana saat ini terjadi produksi berlebihan dari beberapa komoditi seperti padi yang kurang rnenguntungkan bagi petani. Kerja sarna antara berbagai disiplin, sosiologi, ekonorni, tanah, pakan tanamah dan temak dalam pemecahan ini sangat diperlukan.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. DIIrn~TDIUT
J~~n~lli p~'mIUJAItiR Pola
kebijaksanaan operasional pembangunan Petem"Bkan, Jakarta (1983).
dasar Jan pola umum peternakan, Direktorat Jonderal
2. JASIOROWSKl, H.A., "The developing world as a source of beef for world markets", Beef Cattle Production in Devoloping Countries (SMITH, A.1., Ed.), Univ. Edinburgh, London (1976) 2. 3. BLAXTER, KL., WAINMAN, F.W., and WILSON, R.W., The regulation of food intake by sheep, Anim. Prod. 3 (1%1) 51. 4. LAREDO, MA., and MINSON, D.1., The voluntary intake, digestibility and retension time by sheep of leaf and stein fraction of five grasses, Aust. J. Agric. Res. 24 (1973) 875. 5. SOEST, P.1. van, Nutritional Ecology of the Ruminant, Corvallis, Oregon (1982).
0 & B Books
Inc.,
6. McDOWELL, R.E., "Meeting constraints to liverstock production systems in Asia", Regional Workshop on Livestock Production Management ADB, Manila (1985). 7. MINSON, D.J., The effect of peletting and wafering on feeding value of roghages, A review J. Br. Grassld. Soc.I8 (1963) 39. 8. DONEFER. :E., "The effect of processing on the nutritive value of ronghage", Proc. Symposium on the Effect of Processing on the Nutritive Values of Feed, N.A.s. Washington D.C. (1972). 9. PRITCHARD, Gl., PIG DEN, W.1., and MINSON, D.J., Effect of gamma radiation on the utilization of wheat straw by rumen microorganisms, Can. J. Anim. 42 (1962) 215. 10. MINSON, DJ., "Fibre as a limit to tropical animal production", AAAP Anim.Sci.Congress, Vo1.l (1985) 108.
The 3rd
11. McMANUS, W.R., MANTA, L., McFARLANE, J.D., and GRAY, A.C., The effect of diet, supplements and gamma radiation on dissimilation of low quality roughages by ruminants. IV. Effects of feeding gamma irradiated base diets of wheaten straw to sheep, J. Agric. Sci. 79 (1972) 55. 12. FEIST, W.C. BAKER, A.1., and TARKOW, H., Alkali requirements forimproving digestibility of headwoods by rumen microorganisms, J. Anim. Sci. 30 (1970) 832. 13. HOMB, T., 'Wet treatment with sodium hidroxide", Straw and Other Fibrous by Products as Feeds (SUNDSTOL, F., and OWEN, E., Eds.), Elsevier, Amsterdam (1984 ). 14. COMBE, J.B., DINIUS, D.A., and WHEELER, W.E., Effect of alkali treatment on intake and digestion of barley straw by beof steers, J. Anim. Sei. 49 (1979) 169. 28
15. THIAGO, L.R.L., KELLAWAY, R.C., and LEIBHOLZ, J., Kinetics of forage digestion in the rumen, Anim. Res. Vet. 10 (1979) 329. 16. BRAMAN, W.L., and ABE, R.K., NaOH treated and oat straws for fmishing cattle diet, J. Anim. Sci.42 (1976) 262. 17. JAYASURIYA, M.C.N., 'The potential of fibrous residues for animal feeding in Sri Lanka", 36th Ann Sci. SLAAS, Sri Lanka (1980). 18. THOMSEN, K.V., The nutritional improvement oflow quality forages in forafe conservation in the 80's, (1980). 19. HAGUE, M., DAVIS, CR., SAADULLAH, M" and DOLBERG, F., A note on the performance of cattle feed treated paddy straw with animal urine as a source of ammonia, Trop. Anim.Prod.8 (1983) 276. 20. WINUGROHO, M., IBRAHIM, M.N.M., and PEARCE, G.R., A soak and press method for the alkali treatment of fibrous crop residues. Calcium hydroxide and sodium hydroxide treatment of rice straw, Agric. Wastes 9 (1984)
87. 21. VANSELOW, D.G., "Microbial treatment of rice straw for improved ruminant nutrition preliminary results", Utilization of Fibrous Agricultural Residues (pEARCE, G.R., Ed.), Publishing Service, Canberra (1983) 146. 22. LATHAM,'M.J., "Pretreatment of barley straw with shite rat fungi to improve digestion in the rumen", Decay and its Effect on Disposal and Utilization (GRASSBARD, E., Ed.), John Wiley and Sons, New York (1979). 131: 23. ZADBRAZIL, F., "Screening of basidiomecetes for optimal utilization of straw", Straw Decay and its Effect on Disposal and Utilization (GRASSBARD, E. Ed.), John Wiley and Sons, New York (1979) 139. 24. NEOG, B.N., and PATHAK, N.N., Voluntary intake and nutritive value of paddy straw-poultry silage, Ind. J. Nut. Diet~L 13 ,(1976) 413. 25. STRICKLAND, R.W., and HAYDOCK, K.P., A comparison of twenty digitaria accessions at four sites in South-East Queensland Australia, J. Exp. Anim. Husb.18 (1978) 817. 26. DEV ASIA, P .A., THOMAS, C.T., and MANDAKUMARAN, M., Studies on the chemical composition certain varieties of paddy straw, Kerala J. Vet. Sci. 7 (1976) 101. 27. SUMMERS, C.B., and SHERROD, L.B., Nutrition values of grain sorghum stubble. I. Composition and digestibility before and after frost, Proc. West. Sect. Am. Soc. Anim. Sci. 28 (1977) 132.
29
Tabd 1. Suplai dan konsumsi basil temak (000 ton) 1984.
-
1.7 1533 557.3 710.6 4.4270.0 704.1 1.9Suplai 706.0 270.0 Konsumsi 4/5 Luar negeri Kg/cap. negeri Dalam
(%)
0.75/h)
rumen 4.6 3.4 44 40 43 56 90 80 20 10 38 35bagian hijauan terliadap kandungan serat. konsurnsi, keterKonsumsi Isi 4.7 4.2 3.1 58 59 5Ketercer6(DM 50 30627W 70 Tabd 2. (g/kg Pengaruh dari naan Lignin ADFwnur (%) dan39 %) cemaan, dan isi rumen deb domba. Pakan
30
-
4825
--
-
26,2 27,0 26,3 15,0 27,3 25,0 4630 Daun Nama kasar Daun 4800 P Ca Selulosa Abu 4200 4960 4650 4940 4080 Balitnak 4510 Contoh Contoh 1 Lignin 2 Sumber 5,0 24,0 13,9 1,5 1,7 7,8 15,7 Tabd Alibizzia Sa. KompOllisi leguminOla. 1,4 1,6 1,3 0,2 6,1 8,0 48,0 24,0 4,1 13,0 37,5 20,0 18,3 Protein Keterangan Lemak Energi Acacia auriculiformis 0,2 1,8 0,4 7,5 7,9 24 4,3 ,4 22,2 2,7 17,2 18,7 0,5 0,6 0,3 0,3 4850 4,3 7,1 35,1 45,0 39,4 3,9 3,5 20,8 20,6 6,8 5,8 8,4 32,8 29;1 26,8 15,4 17,0 2,7 11,0 340,0 3,8 5,0 23,0 11,0 11,0 0,1 ·18,0 49,5 8,4 37,0 4,9 4,6 7,0 8,0 37,4 27,0 24,0 10;0 26,7 24,6 35.4 15,5 Lowry 8,5 5,5 4,8 5,8 (%) SDN SDA fa/cataria 16,0 Glyricidia maculata (%) (%) (%) (%) (%) (%) (KCal/kg) (%)
(%) No.
w
.....
%)
N
8. 7. 2.
----- ---
--
26,8 9,8 7,0 12,9 9,1 9,6 14,2 8,5 6,4 53,2 28,6 30,3 25,2 19,4 167,5 4,2 18,9 10,4 Tabel !lb. Kampasisi pakan. P Ca Balitnak Balitnak . bahan Nama Abu kasar 27,0 Sumber 24,7 29,0 5,6 9,0 0,07 0,36 1,14 1,20 0,47 15,5 2,6 9,2 0,31 0,7 0,21 0,33 0,41 5,5 021,3 69,3 ,90 17,5 27,5 3,3 0,37 35,1 0,48 60,5 0,58 11,2 0,21 0,26 10,9 32,4 7,8 24,1 1,9 9,3 Keterangan Dengan 8,7 (%) Protein Lemak Energi SDNa Selulosa SDAb Lignin Alang-alang Brachiria Daun Daun 2,8 3,5 79,9 8,9 17,6 singkong Singkong sp. Lowry Lowry Tanpa 2,0 71,6 (%) (%) (%) (%) (%) (%) Jerarni Rumput jagung singkong padi gajah pahit 16,0 (%) (%)1 purpureum) No. w
a: b:
Sent deterjen netIal Sent deterjen asam
Balit:nak Balitnak
Balitnak
---- ------
26,4 11,0
-
68,0 4180 2,0 1,31 15,2 16,3 6,3 9,4 11 ,8 6,3 8,3 5,9 0,29 2,960,66 0,59 3,5 4,1 0,17 0,70 0,55 0,25 Abu Air P46,5 Ca kasar Balitnak Nama Balitnak SDN kasar kasar Protein Lemak 4730 Asal 11,2 Putih Tabe1Beras 5c. Komposili bahan. Sumber III Balitnak Merah 44920 990 9,4 11,4 Serat 10,2 7,1 4580 7,5 12,1 Merah 11,7 43,4 17,6 8,8 19,4 4,2 0,49 0,67 31,3 34,2 16,6 31,7 34160 ,4 20,1 14,8 Keterangan 1,6 9,3 19,7 18,3 Kecipir kapuk 2,8 24230 ,1 kelapa sawit Bungkil 38,9 11,9 5,9 biji (%)(%) (%) 3,5 7,1 (%) 0,21 0,23 0,31 1,28 Inti Bungkil 11,0 1,9 7,5 kelapa 0,68 sawit Energi 0,87 Bungkil.biji karet biji kapas 6,5 0,43 0,69 0,6 0,08 0,15 Biji (%) (%) B\ingkil No.
w w
Tabel 4.
Estimasi konsumsi bagian-bagian nunput.
Bagian rumput Pucuk Daun muda Daun tua
:
Me Dowell
% konsumsi
100 100 86 49 5
5 25 5 25 40
Batang bagian atas Batang bagian bawah Sumber
Estimate
% Berat potong
1985 (6).
Tabel 5. Pengaruh penepungan clan pemdetan terhadap konsumsi pakan.
Konsumsi pakan (g/kg W 0.75th) Chaff 105 Domba Sapi perah Sapi Barby straw Coastal bermuda grass
84
Coostal bermuda grass
102
34
Setaria Sumber
34
80
Minson D.]. 1985 (9).
Pellet 9548 158
11 25 14 62 (%) Kenaikan
rurnput-rurnputan
haai! sampingan biji-bijian
90 . ikJim dingin
iklim tropis
jagung bungkil biji kapal gandum singkong
80 69
70
muda 64 berbunga
muda (45 D)
58 molases dedak padi
54 tua (matang)
bungkil ke1apa bungki! biji kapas
45 berbunga
-----f
jerami jagung kering (asH)
tua (matang) (60 D) 38
I
jerami padi pucuk tebu
ampas tebu (sete1ah gula diperas)
Gambar 1.
Kecernaan pakan ternak berupa rumput-rumputan
dan biji-bijian.
35
daun yang kering (50-55%)
" ,.;1
\
\
;-=-_"';.. _-_ tinggi pernotongan normal (15 ern) ~-- --tlttl--=...-
-...•. .:-==:::--
Garnbar 2. Kecernaan dan bagian-bagian tanaman.
36
SUlU:
aJli 4.0 sapi teredia
ha aman gan
ak uan
perdaTRADISIONAL 1.000 kg
untuk 7.0 kebutuhan tidak cukup
bahan kering 8.0 untuk
0.5 ha
tersedia 6.5 yang iebih sapi maju
susu: rnakanan
1.500 kg kebutuhan
YANGLEBIH MAJU I
tidak cukup
bahan kering untuk
ternak 1.800 kg makanan tersedia 8.0 0.7 ha tanaman perda· hijauan gangan sapi 8.0 SUlU:kebutuhan yang-Iebih maju YANG LEBIH MAJU n cukup
Gambar 3. W -...J
Cara-cara tradisional dan model-model yang lebih baik untuk produksi dataran tinggi dari Ethiopia.
SUIU
di
DISKUSI
HADiWAHYONO: Penggunaan jerami sebagai bahan pakan hewan akan ada perebutan jerami dengan orang-orang ahli tanah karena jerami tersebut dapat menyuburkan tanah dan pabrik kertas juga menginginkan jerami. Bagaimana bila prioritas pertama jerami diberikan pada pabrik kertas dan kertas diberikan kepada ternak dan akhirnya sludge dari ternak digunakan untuk menyuburkan tanah pertanian sebagai pupuk kandang?
1PUTU KOMPIANG : lni merupakan pertanyaan klasik yang selalu timbul pada diskusi-diskusi penggunaan jerami, tetapi belum pemah ada studi yang mendetail dalam hal ini. Penggunaan untuk pakan temak, kiranya tidak akan memberi dampak yang terlalu jelek bila dibandingkan untuk bahan bakarjdibakar, bila kotoran ternak terse but dikembalikan ke tanah. BlNTARA H.S. : 1. 2.
Kira-kira sampai berapa persen urine dapat digunakan di dalam menaikkan kualitas pakan agar tidak menimbulkan toxin bagi temak? Kalau tidak salah, aromajbau ransum dapat mempengaruhi kualitas dan susu yang dihasilkan. Seandainya pemberian urine terse but memang dapat diterapkan pada sapi perah, apakah konsumen dapat menerimanya. 1 PUTU KOMPiANG :
Level urine yang digunakan saya kurang ingat, informasi yang lebih lengkap dapat saya berikan belakangan. ROSALINA : Saya sependapat dengan Anda' bahwa kualitas soal nomor dua tetapi kuantitas diutamakan. Tetapi ha1 ini perlu dipertimbangkan juga kualitas. Kalau kualitas hanya soal rasa yang berubah tidak menjadi problem. Tetapi efek yang lebih merugikan atau beracun dan lain-lain, kiranya perlu diperhatikan. 1 PUTU KOMPlANG : Kualitas produk, terutama mengenai faktor keracunan perlu diketahui dan diteliti. Namun demikian saat ini saya berpendapat, prioritas pada peningkatan produksi. C. HENDRA TNO : Dalam masalah produksi ternak, maka tidak saja ruminansia merupakan sumber protein. Selain pakan ruminansia, apa perlu kita perhatikan untuk monogastrik? Bagaimana menurut Anda hasil daripada pakan terhadap reproduksi hewan? 38
I PUTU KOMPIANG : Permasa\ahan pakan monogastrik juga ada. Tapi saat ini saya hanya mencoba membahas mengenai ruminansia saja. Nutrisi akan mempengaruhi reproduksi. E.L. SISWORO : Apakah di Indonesia Azolla spp pemah digunakan sebagai pakan temak, karena N-total cukup tinggi (3-4%), mudah memperbanyak, tidak perlu tempat tumbuh yang luas, dan yang penting dapat menambah N-dari udara. Sebagai pertimbangan, ill Philipina dan RRC,Azolla sudah digunakan sebagai pakan temak. I PUTU KOMPIANG : Fapet UGM, telah/sedang melakukan penelitiannya. (Hubungi Dr. Soemitro Pw., Jurusan nmu Makanan Temak, Fakultas Petemakan, agar jelas apa yang telah dikerjakan ten tang Azolla). L.A. SOFYAN: Dalam peningkatan pakan ?
nilai gizi, bagaimana mengenai penggunaan pemanasan bahan
I PUTU KOMPIANG : Pemanasan yang terkontrol, umumnya meningkatkan nilai gizi, terutama dalam hal detoxifikasi dari beberapa faktor antinutrisi yang heat labile. ELL YDA ABAS WlKARDI : Bagaimana pengaruhnya perlakuan kualitas nutrisi terhadap rasa daging, telur, atau susu, terutama perlakuan yang menggunakan tambahan bahan kimia? Bagaimana pula efeknya terhadap konsumen terakhir ? I PUTU KOMPIANG : Saya belum mengetahui temak.
tentang
pengaruh perlakuan terhadap
kualitas produk
HARSOJO : Bagaimana pendapat Anda mengenai penggunaan single cell protein yang berasal dari molases untuk pakan temak? . Mohon penjelasan mengenai hal tersebut, mengingat dari molases dapat dibuat menjadi single cell protein (SCP). I PUTU KOMPIANG : Secara teknis SCP, umumnya rendah dalam sulfur amino acid dan fat soluble vit, dan kandungan tinggi nucleic acid. Pada monogastrik, penggunaannya dianjurkan tidak lebih dari 12 - 15 %.
39
Sampai saat ini, faktor pembatas penggunaannya selain faktor di a18s, adalah soal harga yang masih terlalu mahal. MARGARE1HA OKA : 1.
2.
Dalam makalah dicantumkan beberapa metode untuk perbaikanpakan. Apakah dengan perbedaan metode yang dipakai itu memberikan hasil akhir yang berbeda, dalam hal ini produksi ternak sepertfkenaikan hobot badan? Apakah pernah dilakukan penelitian mengenai pengaruh kuali18s pakan terhadap reproduksi temak sebab banyak kasus di lapangan sterllitas pada sapi disebabkan karena kurangnya gizi.
1PUTU KOMPlANG : 1.
2.
Tingkat perbaikan yang dihasilkan dari setiap perlakuan akan berbeda dan tentunya pengaruh pada ternaknya juga berbeda. Dalam penelitian, beberapa faktor harus diperhatikan, terutama dampak sosial ekonominya. Kelarnin reproduksi adalah merupakan hal yang kompleks interaksi berbagai faktor. Nutrisi yang memegang peranan, tapi saya kira tidak dorninan kecuali dalam hal toxin. ZUBAlDAH :
Apakah penambahan antibiotik pada pakan ayam tidak memberikan efek samping bagi konsumen (dalam hal ini manusia)?
1 PUTU KOMPlANG : lni bergantung pada sifat antibiotik tersebut. Apakah akan ada atau tidak residunya pada daging/telur sehingga orang yang memakannya akan terexpose a18u tidak. HARSOJO : Apakah di Indonesia sudah digunakan sludge (kotoran hewan atau manusia) sebagai pakan ternak? Kalau sudah digunakan untuk ternak apa? I
purn
KOMPlANG :
Kotoran ayam telah dicobakan sebagai bahan pakan babi/sapi potong dengan hasil yang memuaskan. MARlA LlNA : 1.
Untuk perbaikan kualitas pakan ternak (menambah daya cerna), rnisalnya pada jerami, apakah perlakuan dengan penambahan garam (NaCl) juga dapat meningkatkan perbaikan gizi terse but, mengingat NaCl ini mudah didapat dan harga· nya cukup murah .. 2. Dari uraian Anda, dengan perlakuan iradiasi untuk perbaikan gizi, pada dosis 109 rad baru terjadi pemecahan lignin dan se1ulosa. Bagaimana pendapat Anda . jika diadakan perlakuan kombinasi rnisalnya asam dengan iradiasi sehingga kemungkinan dosis iradiasi dapat diperkecil dan juga pemalcaian asam dikurangi. 40
I PU1U KOMPlANG : 1.
2.
NaCI mungkin tidak akan mempunyai efek sam ping pada pakan, tetapi secara total dalam pakan mungkin akan mempunyai pengaruh sebagai sumber mineral. Misalnya pada pemberian Ieucaena, penambahan NaCI pada pakan akan menguntungkan. Sifat sinergis dari beberapa kombinasi perlakuan memang ada. Penelitian mengenai hal ini pernah dilakukan dan kiranya perlu juga kita pelajari/ketahui. DECIY ANTO SOETOPO :
1.
2.
Akhir-akhir ini ada berita penggunaan narkotik pada pakan ternak impor dari RRC, juga dikemukakan pula oleh seorang peneliti bahwa bahan tambahan ini menurut penelitian meningkatkan bobot tertimbang. Pada makalah tidak tampak adanya perlakuan bahan narkotik ini sebagai salah satu perlakuan untuk perbaikan mutu pakan. Bagaimana pendapat Anda? Tingkat konsumsi susu yang tinggi, penyediaan (supply) susu dalam negeri yang rendah dan dari impor yang cukup tinggi. di lain pihak sering teIjadi basil susu dalam negeri terpaksa dibuang. Bagaimana pendapat Anda dengan adanya dilema ini. I PU1U KOMPlANG :
1.
Beberapa narkotik, seperti ganja memang diketahui sebagai apatizea meningkatkan nafsu makan pada penggunaan level tertentu. Tetapi mengingat kemungkinan penyalahgunaannya yang aka.n mempunyai dampak sangat buruk. sebaiknya hal ini dalam pakan ternak tidak disentuh. 2. Cost production dari susu di Indonesia kelihatannya sangat tinggi. Jalur penanganan/penjualan susu memang panjang hingga sewaktu-waktu rantai ini terputus yang mengakibatkan tidak tertanganinya susu-susu yang telah . diproduksi. Di samping faktor-faktor produksi. faktor-faktor marketing juga sangat menentukan.
L•
Tt:'
(" ".
41