PENGARUH NILAI F/M (FOOD TO MICROORGANISM RATIO) KOLAM LUMPUR AKTIF PADA EFISIENSI PENYISIHAN POLUTAN ORGANIK DALAM INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG AGAR-AGAR
Oleh MUAD ASEGAB F34103084
2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PENGARUH NILAI F/M (FOOD TO MICROORGANISM RATIO) KOLAM LUMPUR AKTIF PADA EFISIENSI PENYISIHAN POLUTAN ORGANIK DALAM INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG AGAR-AGAR
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: MUAD ASEGAB F34103084
2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Pengaruh nilai F/M (Food to Microorganism ratio) kolam lumpur aktif pada efesiensi penyisihan polutan organik dalam instalasi pengolahan air limbah industri tepung agar-agar Nama
: Muad Asegab
NIM
: F34103084
Menyetujui,
Ir. Andes Ismayana, MT NIP 19701219 199802 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen,
Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti NIP 19621009 198903 2 001
Tanggal Lulus : 30 Juni 2010
MUAD ASEGAB. F34103084. Pengaruh nilai F/M (Food to Microorganism ratio) kolam lumpur aktif pada efesiensi penyisihan polutan organik dalam instalasi pengolahan air limbah industri tepung agar-agar. Di bawah bimbingan : Bapak Andes Ismayana. 2010
RINGKASAN Rumput laut merupakan salah satu komoditi yang berpotensi untuk dikembangkan, dan berdasarkan dari data lima tahun terakhir produksi rumput laut Indonesia mencapai 2.6 juta ton per tahun dengan nilai Rp. 18 Miliar. Salah satu pemanfaatan rumput laut yang mendapatkan nilai tambah adalah pengolahan rumput laut menjadi tepung agar-agar. Selain menimbulkan dampak perekonomian yang positif, industri tepung agar-agar memberikan dampak negatif yang timbul dari aktivitas tersebut terhadap lingkungan yaitu buangan limbah cair. Tujuan pada penelitian ini adalah menentukan pengaruh F/M (Food to Microorganism ratio) pada pengolahan limbah cair industri tepung agar-agar, dan menentukan nilai F/M optimum proses lumpur aktif pada Instalasi Pengolahan Limbah Cair (IPAL) industri tepung agar-agar. Penelitian pendahuluan dilakukan dengan karakterisasi limbah cair meliputi analisa COD, dan TKN (Total Kjeldahl Nitrogen). Untuk penentuan Parameter nilai F/M pengambilan sampel dilakukan dalam lima taraf perlakuan waktu tinggal yaitu HRT 2.5 hari, HRT 2 hari, HRT 1.5 hari, HRT 1 hari, HRT 0.5 hari terhadap nilai F/M 0.5; 0.4; 0.3; 0.2; dan 0.1. Perlakuan waktu tinggal hidrolik menyebabkan perbedaan penyisihan COD yang terjadi. Nilai F/M yang digunakan dalam Instalasi Pengolahan Limbah Cair (IPAL) merupakan nilai terbaik, dimana nilai F/M yang digunakan adalah 0.2 dan 0.3. Efesiensi penyisihan COD dari nilai F/M 0.2 dengan waktu tinggal HRT 2.5 hari sebesar 77.91 % sedangkan nilai F/M 0.3 dengan waktu tinggal HRT 2.5 hari sebesar 69.17 %. Hal ini menunjukan efesiensi penyisihan pada pengolahan limbah tepung agar-agar terdapat pada kondisi nilai F/M 0.2 dengan kondisi HRT 2.5 hari sebesar 77.91%. Dengan mengunakan dasar baku mutu COD, maka pada penerapan nilai F/M 0.2 dan HRT 2.5 hari sudah mengikuti baku mutu yang ada.
MUAD ASEGAB. F34103084. Effect of F/M (Food to Microorganism) ratio of activated sludge tank for the efficiency of organic pollutant removal in waste water treantment plant of agar powder industry. Under Direction : Mr. Andes Ismayana. 2010.
SUMMARY Seaweed is one of the commodities that are potential to develop, and from the data in the last 5 years, seaweed production in Indonesia reached 2.6 million tons per year valued Rp. 18 billions. One way to add value to seaweed is to process it to become agar powder. Despite of the positive impact to economy, agar powder industries also give negative impact emerges form those activities which is the waste water. The objectives of this research were to study the effects of F/M (Food to Microorganism) ratio of waste water treatment in agar powder industry, and to determine the optimum F/M ratio of activated sludge process to waste water treatment plant (WWTP) of agar powder industry. The initial research was done to characterize the waste, including COD and TKN analysis (Total Kjeldahl Nitrogen). In order to determine the parameter of F/M ratio, the sampling were done in five level of resistance time treatments, which were HRT 2.5 days, HRT 2 days, HRT 1.5 days, HRT 1 day, HRT 0.5 day in F/M ratio of 0.5; 0.4; 0.3; 0.2; and 0.1. The treatment of hydraulic resistance time led to the difference in COD removal values. The F/M ratio used in waste water treatment plant (WWTP) was the best ratio, which were 0.2 and 0.3. The efficiency of COD removal of F/M ratio 0.2 in resistance time HRT 2.5 days was 77.91 % while F/M ratio 0.3 in resistance time HRT 2.5 gave the efficiency of COD removal as much as 69.17 %. It showed the most efficient removal in agar powder’s waste water treatment was in F/M ratio of 0.2 with HRT of 2.5 days which was 77.91%. According to COD quality standard, the removal value in 0.2 F/M ratio and 2.5 days HRT met the existing standard.
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul :
PENGARUH NILAI F/M (FOOD TO MICROORGANISM RATIO) KOLAM LUMPUR AKTIF PADA EFISIENSI PENYISIHAN POLUTAN ORGANIK DALAM INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG AGAR-AGAR
Adalah asli karya saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditujukan rujukannya.
Bogor, Juni 2010 Yang membuat pernyataan
Nama : Muad Asegab Nrp
: F34103084
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji serta syukur kehadirat Allah SWT, Rabb Semesta Alam karena atas nikmat dan karunia-Nyalah kita masih dapat menikmati segala keindahan ciptaan-Nya. Shalawat serta salam senantiasa tercurah bagi junjungan umat Rasulullah Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari zaman jahilliyah menuju zaman yang terang-benderang, keluarga serta para sahabatnya. Skripsi yang berjudul “PENGARUH NILAI F/M (FOOD TO MICROORGANISM RATIO) KOLAM LUMPUR AKTIF PADA EFISIENSI PENYISIHAN POLUTAN ORGANIK DALAM INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG AGAR-AGAR” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis sadar bahwa penelitian ini tdak mungkin terlaksana tanpa bantuan dan dukungan semua pihak. Untuk itu, dengan sepenuh hati penulis sampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ir. Andes Ismayana, MT sebagai dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan memotivasi penulis selama menempuh pendidikan di Departemen Teknologi Industri Pertanian dan dalam penyelesaian tugas akhir. 2. Dr. Ir. Suprihatin., selaku dosen penguji I yang telah memberikan saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini. 3. Drs. Purwoko, MSi., selaku dosen penguji II yang telah memberikan saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini.
4. Bapak Yusuf Machmudin. ST, Mas Budi, Mas Fahany, Mbak Lilik selaku staf PT. ASML dan mentor di instalasi pengolahan limbah yang telah membimbing penulis selama pelaksanaan penelitian 5. Bapak dan ibu yang senantiasa mendoakan, memberikan kasih sayang, dukungan spiritual dan material kepada penulis, serta adik-adikku yang selalu memberikan hari-hari yang ceria 6. Keluarga besar Bapak Dani di balebak bogor, memberikan semangat dan dorongan baik moril yang tak terhingga 7. Batosai Crew, Affan, Iqro, Acul, Alex, Latief, Umam yang sudah memberikan nuasa yang berbeda dalam persahabatan. 8. Semua pihak yang turut membantu suksesnya kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi, yang tentu saja tidak dapat penulis sebutkan satupersatu pada lembar ini.
Tidak ada sesuatu yang sempurna di alam semesta ini kecuali Allah SWT, demikian skripsi yang penulis buat ini dimana masih terdapat banyak kekurangan yang ada pada penyusunan skripsi.
Oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun sangat dibutuhkan penulis. Semoga skripsi yang penulis buat ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita sekalian, Amin.
Bogor, Juni 2010
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Bojonegoro pada tanggal 17 Januari 1985 dari seorang bapak yang bernama Kasno dan ibu Sarmi. Penulis merupakan putra pertama dari empat bersaudara. Pada Tahun 2000-2001 penulis mengenyam pendidikan SMA di SMA Muhammadiyah 1 Gresik jurusan IPA. Pada tahun 2003 penulis mendapat kesempatan melanjutkan studi ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Penulis telah mengikuti praktek lapang di perusahaan PT. Agar Sehat Makmur Lestari yang bergerak dibidang industry tepung agar-agar. Penulis pernah menjadi pengurus dalam kegiatan kemahasiswaan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Pimpinan Daerah Jawa Barat sebagai anggota divisi pengkaderan periode 2006-2007. Pada pemilihan penelitian menitik beratkan pada ilmu dibidang lingkungan dengan judul “Pengaruh nilai F/M (Food to Microorganism ratio) kolam lumpur aktif pada efesiensi penyisihan polutan organik dalam instalasi pengolahan air limbah industri tepung agar-agar”.
DAFTAR ISI DAFTAR ISI ..............................................................................................
ii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
iv
DAFTAR TABEL ......................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
vi
I. PENDAHULUAN ...................................................................................
1
A. Latar Belakang ...................................................................................
1
B. Tujuan ................................................................................................
2
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................
3
A. Limbah Cair Industri ...........................................................................
3
B. Pengolahan Limbah Cair .....................................................................
6
C. Pengolahan Limbah Cair secara Biologis .............................................
9
D. Proses Lumpur Aktif ..........................................................................
10
III. METODOLOGI ..................................................................................
19
A. Bahan dan Alat ...................................................................................
19
B. Waktu dan Temapt penelitian...............................................................
19
C. Tahapan Penelitian ..............................................................................
19
1. Karakterisasi limbah .......................................................................
19
2. Aklimatisasi Lumpur ......................................................................
20
3. Start Up Reaktor …………………………………………………….
20
4. Penentuan Nilai Optimasi F/M………………………………………
20
5. Aplikasi Pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)……………
22
D. Analisis Data ......................................................................................
22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................
24
A. Karakterisasi Limbah Cair ..................................................................
24
B. Aklimatisasi Lumpur Aktif .................................................................
25
C. Start Up Reaktor ..................................................................................
27
D. Penentuan Nilai F/M............................................................................
27
E. Kondisi Proses…………………………………………………………..
29
1. pH ....................................................................................................
29
2. Konsentrasi Oksigen Terlarut (DO) ..................................................
31
3. Suhu .................................................................................................
32
F. Penentuan Pada Instalasi Pengolahan Air Limbah ................................
33
1. Penurunan COD ...............................................................................
35
2. Penurunan Totak Kjedahl Nitrogen (TKN) .......................................
39
V. KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................
41
A. Kesimpulan ........................................................................................
41
B. Saran ..................................................................................................
41
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
42
LAMPIRAN ...............................................................................................
43
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Gambar 10. Gambar 11. Gambar 12. Gambar 13.
Bagan pengolahan limbah skala laboratorium……………... 22 Grafik MLSS dan MLVSS selama aklimatisasi lumpur aktif ……………………………………..................... 25 Grafik COD selama start up lumpur aktif ............................... 27 Penyisihan COD pada kondisi nilai F/M 0.1; 0.2; 0.3; 0.4; 0.5 dan HRT 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 ………………………….. 28 Grafik derajat keasaman (pH) pada HRT 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari……………………………………………………...... 29 Grafik DO pada HRT 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari .......................... 31 Grafik suhu pada HRT 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari……………….. 32 Grafik MLSS dan MLVSS pada HRT 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari pada kondisi nilai F/M 0.2 ......................................... 33 Grafik MLSS dan MLVSS pada HRT 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari pada kondisi nilai F/M 0.3…………………………… 34 Grafik COD pada HRT 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari pada kondisi nilai F/M 0.2…………………………………….. 36 Grafik COD pada HRT 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari pada kondisi nilai F/M 0.3…………………………………….. 36 Grafik efisiensi penyisihan COD pada HRT 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari ........................................................................ 38 Grafik efisiensi penyisihan TKN pada HRT 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari ........................................................................ 39
DAFTAR TABEL Tabel 1. Table 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6.
Baku Mutu Limbah Cair Pengolahan Rumput Laut……….... Data desain system kombinasi degradasi senyawa karbon dan nitrogen dalam satu tahap (Sugiarto,1987) ……………. Komposisi penentuan nilai F/M ……………………………. Hasil pengujian limbah cair industri tepung agar-agar ........... Efesiensi penyisihan COD pada HRT 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari pada kondisi F/M 0.2…………………………………………. Efesiensi penyisihan COD pada HRT 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari pada kondisi F/M 0.3…………………………………………
6 17 21 24 37 37
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9.
Prosedur Analisis COD, MLSS, MLVSS ............................... Hasil Pengujian Limbah Cair Industri Tepung Agar-agar ....... Data hasil pengukuran pada proses aklimatisasi ..................... Data hasil pengukuran pada proses start up ............................ Data hasil pengikuran DO, Suhu, dan pH pada kondisi F/M 0.1; 0.2;0.3;0.4;0.5 ..................................... Data hasil pengukuran MLSS dan MLVSS pada HRT 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari .................................................... Data hasil pengukuran COD dan efesiensi penyisihan COD ... Data perhitungan parameter kinetika COD ............................. Daftar keterangan simbol .......................................................
45 48 50 52 53 58 59 60 62
I.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Rumput laut merupakan salah satu komoditi yang berpotensi untuk dikembangkan, dan berdasarkan dari data lima tahun terakhir produksi rumput laut Indonesia mencapai 2.6 juta ton per tahun dengan nilai Rp. 18 Miliar (BPS, 2008). Sejalan dengan peningkatan produksi, penanganan rumput laut menjadi satu hal yang harus dilakukan untuk memberikan nilai tambah yang maksimal. Salah satu pemanfaatan rumput laut yang mendapatkan nilai tambah adalah pengolahan rumput laut menjadi tepung agar-agar. Saat ini industri tepung agar-agar memiliki kontribusi penting dalam perekonomian nasional dan dianggap memiliki peluang untuk membantu mengatasi krisis perekonomian serta daya saing dalam pasar global. Namun demikian terdapat juga dampak negatif yang timbul dari aktivitas tersebut terhadap lingkungan yaitu buangan limbah cair baik yang berasal dari industri besar maupun industri kecil. Limbah cair industri rumput laut memiliki kandungan pencemar bahan organik yang tinggi terhadap limbah cair industri agar-agar. Pengamatan yang dilakukan menunjukan nilai COD pada limbah cair industri pengolahan rumput laut sebesar 600 mg/l dengan debit limbah cair yang sebesar 500 m3. Sedangkan baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri pengolahan rumput laut yang diizinkan untuk COD adalah 100-300 mg/L (Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. KEP-51/MENLH/10/1995). Tingginya kandungan bahan organik dalam limbah cair yang masuk ke badan air dapat mengancam kehidupan biologi pada perairan tersebut. Kandungan bahan organik yang sangat tinggi memungkinkan terjadinya proses oksidasi bahan organik oleh mikroorganisme dalam badan air, sehingga pada akhirnya ketersediaan oksigen bagi lingkungan perairan tersebut berkurang yang selanjutnya dapat membawa kematian organisme yang hidup di air.
1
Oleh karena itu, untuk meminimasi pencemaran air yang disebabkan oleh buangan limbah cair industri hasil pengolahan rumput laut tersebut diperlukan suatu fasilitas penanganan limbah cair dengan teknologi yang tepat, salah satunya adalah dengan menggunakan kolam lumpur aktif. Kolam lumpur aktif adalah kolam yang didalamnya mengandung mikroorganisme yang ditujukan untuk membantu proses penguraian bahan pencemar organik. Salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja pengolahan limbah dengan menggunakan kolam lumpur aktif ini adalah perbandingan F/M (F/M ratio). Pengaruh terhadap nilai F/M yaitu dengan perbandingan antara substrat terhadap mikroorganisme, dimana bahan organik yang masuk kedalam instalasi pengolahan air limbah secara biologis merupakan makanan bagi mikroorganisme. Dengan nilai F/M yang tepat akan menjadikan kolam lumpur aktif dapat bekerja secara maksimal dalam penurunan pencemaran beban organik yang terdapat dalam limbah cair.
B. TUJUAN 1. Menentukan nilai optimal dari F/M (Food to Microorganism) pengolahan limbah cair industri tepung agar-agar dengan kolam lumpur aktif. 2. Menerapkan optimasi nilai F/M proses lumpur aktif terhadap Instalasi Pengolahan Limbah Cair (IPAL) industri tepung agar-agar.
2
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. LIMBAH CAIR INDUSTRI Industri pertanian termasuk jenis industri yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, akibat buangan cair (air limbah), padat, gas, suara dan panas yang berlangsung selama proses produksi. Dari kelima jenis limbah industri tersebut, limbah cair merupakan jenis limbah yang paling perlu mendapat perhatian, karena volumenya yang sangat besar dan kuantitas polutannya yang beragam (Hobson dan Robertsor; 1986). Pada beberapa industri, volume limbah cair sangat besar. Limbah cair
ini sebagai hasil dari proses pencucian dengan jumlah polutan vang bervariasi tergantung pada operasi produksi produk olahan dan tahap-tahap proses yang berlangsung. Oleh karena itu, limbah ini dapat membahayakan lingkungan perairan bila dibuang ke badan penerima air tanpa perlakuan pengolahan. Bahaya yang ditimbulkan antara lain, berupa turunnya kualitas air di dalam badan penerima air, timbulnya gas berbau busuk, seperti H2S, CH4 atau NH3 , atau munculnya warna tiruan oleh kekeruhan atau adanya padatan bukan zat organik (Tampubolon, 1990). Limbah cair didefinisikan sebagai buangan cair yang berasal dari suatu lingkungan masyarakat dan lingkungan industri dimana komponen utamanya adalah air yang telah digunakan dan mengandung benda padat yang terdiri dari zat-z-at organik dan anorganik (Mahida, 1984). Menurut Tchobanoglous dan Burton (1991), berdasarkan asalnya limbah cair dapat dibedakan meniadi empat macarn yaitu, air limbah rumah tangga (domestic waste), air limbah industri (industrial waste), rembesan air tanah lewat saluran dan luapan air hujan. Menurut Sugiharto (1998), sesuai dengan sumber asalnya, maka limbah cair mempunyai komposisi yang bervariasi dari setiap tempat dan setiap unit.
3
Diantara beberapa jenis polutan, kandungan bahan organik dalam suatu limbah yang masuk ke badan air bebas perlu mendapat perhatian sebab dapat mengancam kehidupan biologis pada badan air tersebut. Kandungan bahan organik yang sangat tinggi memungkinkan terjadinya proses oksidasi bahan organik oleh mikroorganisme dalam badan air. Proses tersebut akan menggunakan oksigen terlarut dalam badan air, sehingga pada akhimya ketersediaan oksigen bagi kehidupan di lingkungan tesebut berkurang. HaI ini dapat
membawa
bahaya
kematian
makhluk
hidup
di
dalamnya
(Tchobanoglous dan Burton, 1991). Untuk mengetahui lebih luas tentang limbah cair, maka perlu diketahui juga mengenai kandungan yang ada di dalam limbah cair dan sifat-sifatnya. Limbah cair mempunyai sifat yang dapat dibedakan menjadi tiga bagian besar; yaitu: sifat fisik, sifat kimia dan sifat biologis (Sugiharto,1987). Sifat fisik yang penting adalah kandungan zat padat sebagai efek estetika, kejernihan, bau, wama dan temperatur. Beberapa komposisi limtrah cair akan hilang bila dilakukan pemanasan secara lambat. ]umlah total endapan terdiri dari benda-benda yang mengendap, terlarut dan tercarnpur (Tchobanoglous dan Burton,1991). Sifat kimia limbah cair ditentukan oleh kandungan bahan kimia yang ada di dalam limbah cair. Bahan organik terlarut dapat menghabiskan oksigen dalam limbah serta akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak sedap. Selain itu, akan lebih berbahaya apabila bahan tersebut merupakan bahan beracun (Sugiharto, 1987). Sifat biologis limbah cair diperlukan untuk mengukur kualitas air terutama bagi air yang dipergunakan sebagai air minum serta untuk keperluan kolam renang. Selain itu, diperlukan juga untuk menaksir tingkat kekotoran limbah cair sebelum dibuang ke badan air. Pemerisaan biologis di dalam limbah cair untuk memisahkan apakah ada bakteri-bakteri patogen berada di limbah cair (Tchobanoglous dan Burton, 1991). Menurut Polprasert (1989), karakteristik limbah cair sangat bervariasi tergantung pada keadaaan lokasi pengolahan, waktu (tiap jam dalam sehari, tiap hari dalam seminggu), musim, dan tipe saluran pembuangan. Kekuatan
4
limbah cair tergantung pada derajat pengenceran, proses produksi, jumlah tahapan produksi dan jumlah penggunaan air dalam setiap tahap produksi. Berdasarkan derajat pengenceran, maka kekuatan limbah cair dibagi menjadi tiga yaitu konsentrasi kuat, sedang dan lemah. Limbah cair dengan konsentrasi kuat (BOD5 = 400 - 500 mg/l) merupakan campuran yang keruh dan kotor (black liquor), sedangkan limbah cair dengan konsentrasi lemah (BOD5 = 100 mg/l) tampak tidak keruh dan agak jernih (white liquor) (Shmidt, 1982). Nilai COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis yang mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air. Jika bahan organik terlarut merupakan bahan organik tahan urai dan sangat lambat mengalami proses penghancuran akan menghasilkan nilai COD yang tinggi dan nilai BOD yang rendah ( Alaert dan santika, 1987). Oksigen adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan hanya sedikit larut dalam air. Semua makhluk yang hidup didalam air sangat tergantung pada oksigen terlarut, sehingga hal ini dapat digunakan sebagai indikator mutu air (Sastrawijaya, 1991). Kehidupan mikroorganisme ikan dan hewan lainnya tak terlepas dari kandungan oksigen yang terlarut dalam air. Air yang tidak mengandung oksigen tidak akan memberikan kehidupan, sehingga oksigen yang terlarut didalam air sangat penting artinya bagi kehidupan (Wardhana, 1995).
5
Tabel 1. Baku Mutu Limbah Cair Pengolahan Rumput Laut
Sumber : PERATURAN/MENLH/12/2008 B. PENGOLAHAN LIMBAH CAIR Pada dasarnya tujuan utama pengolahan limbah cair adalah untuk melindungi lingkungan hidup terhadap. pencemaran yang diakibatkannya melalui pengurangan beban bahan organik (BOD), partikel tercampur, serta membunuh organisme patogen. Selain itu, diperlukan juga tambahan pengoiahan untuk menghilangkan bahan nutrisi komponen teraracun, serta bahan yang tidak dapat didegradasi agar konsentrasi yang ada menjadi rendah (Sugiharto, 1987). Tchobanoglous dan Burton (1991) mengatakan bahwa teknik-teknik pengolahan
limbah
cair
yang
telah
dikembangkan
secara
umum
diklasifikasikan menurut tiga metode pengolahan yaitu: 1. Pengolahan secara fisik 2. Pengolahan secara kimia 3. Pengolahan secara biologis Metode mana yang paling tepat digunakan untuk penanganan limbah cair industri sangat tergantung pada karakteristik limbah cair, kualitas keluaran yang dibutuhkan, dan tujuan akhir pengolahan. Selain itu, pemilihan metode juga dipengaruhi oleh biaya, kendala dan perbaikan kualitas air pada
6
waktu yang akan datang (Eckenfelder, 1980). Menurut Conway dan Ross (1980) penurunan kandungan bahan organik terdegradasi dalam limbah cair lebih ekonomis digunakan penanganan secara biologis dari pada metode fisik atau kimia. Tahapan pengolahan limbah cair yang umum digunakan adalah pengolahan pendahuluan (pretreatment),
pengolahan
primer (primery
treatment), pengolahan sekunder (secondery treatment) dan pengolahan tersier (tertiery treatment) (Sugiharto, 1987). Pengolahan pendahuluan bertujuan untuk membersihkan limbah cair dari benda-benda yang dapat menghambat proses pengolahan lanjut. Pengolahan primer bertujuan untuk menghilangkan zat padatan tercampur melalui pengendapan atau pengapungan. Pengolahan sekunder mencakup proses
biologis
untuk
mengurangi
bahan-bahan
organik
melalui
mikroorganisme yang ada di dalamnya. Pada tahap ini biasanya digunakan lumpur aktif (activated sludge) untuk mempercepat proses biologis yaitu penguraian atau degradasi bahan-bahan organik. Selanjutnya
pengolahan
tersier merupakan kelanjutan dari pengolahan-pengolahan terdahulu yang akan dipergunakan apabila banyak terkandung zat-zat berbahaya dan merupakan pengolahan secara khusus sesuai dengan kandungan zat-zat yang terbanyak dalam limbah cair (Sugiharto, 1987). Mahida (1984) mengatakan bahwa umumnya pada pabrik-pabrik berpola biasa, kadar limbah cair yang dapat ditangani secara memuaskan terbatas dan limbah pekat harus diencerkan secara khusus, dengan air atau dengan aliran akhir sebelum diterapkan pada filter. Pembuangan dengan cara pengenceran juga sering dilakukan oleh pabrik-pabrik tertentu. Pengenceran tersebut dilakukan pada Iimbah cair sampai pada konsentrasi yang cukup rendah kemudian dibuang keperairan bebas.
7
C. PENGOLAHAN LIMBAH CAIR SECARA BIOLOGI Pengolahan Limbah cair secara biologis merupakan proses biokimia yang dapat berlangsung dalam dua lingkungan utama, yaitu lingkungan aerobik dan lingkungan anaerobik. Lingkungan aerobik adalah lingkungan dimana oksigen terlarut di dalam air terdapat dalam jumlah yang cukup banyak, sehingga oksigen bukan merupakan suatu faktor pembatas. Proses pengolahan secara biologis menurut Djajadinigrat dan Wisjnusuprapto (1991) dibedakan mmjadi dua, yaitu: 1. Proses biologis aerobik 2. Proses biologis anaerobik Proses aerobik adalah proses mempertemukan bahan organik dengan mikroba pencemar aerob dalam suasana atau lingkungan beroksigen. Sehingga mikroba dapat mencerna bahan organik dan mempergunakan hasil pencernaannya untuk berkembang biak. Proses anaerobik mempertemukan mikroba anaerob dengan bahan organik di dalam suatu lingkungan tanpa oksigen. Dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam proses biologis adalah sebagai berikut : 1. Proses Penambahan Oksigen Proses penambahan oksigen merupakan salah satu cara untuk menurunkan konsentrasi zat pencemar organik di dalam limbah cair atau bahkan menghilangkanya sama sekali. Dua cara penambahan oksigen (aerasi) yaitu dengan memasukkan udara bersih ke dalam limbah cair dan dengan rnemaksa limbah cair ke atas untuk dapat kontak dengan oksigen atau udara. Memasukkan udara atau oksigen murni ke dalam limbah cair dilakukan melalui benda porous atau nozzle. Apabila nozzle diletakkan di tengah-tengah, maka akan meningkatkan kecepatan kontak gelembung udara dengan limbah cair, sehingga proses pemberian oksigen akan berjalan lebih cepat. Oleh karena itu, biasanya nozzle ini diletakkan pada
8
dasar bak aerasi. Udara yang dimasukkan adalah berasal dari udara luar yang dipompakan ke dalam limbah cair oleh pompa tekan (aerator). Memasukkan limbah cair ke atas dilakukan dengan cara mengontakkan limbah cair dengan oksigen melalui pemutaran balingbaling yang diletakkan pada permukaan limbah cair. Akibat dari pemutaran ini, Iimbah cair akan terangkat ke atas dan mengadakan kontak langsung dengan udara sekitarnya (Sugiharto,1987). 2.
Proses Pertumbuhan Bakteri Bakteri diperlukan untuk menguraikan bahan organik yang ada di dalam limbah cair. Oleh karena itu, diperlukan jumlah bakteri yang cukup untuk menguraikan bahan-bahan tersebut. Bakteri akan berkembang biak apabila jumlah makanan yang terkandung di dalamnya cukup tersedia sehingga pertumbuhan bakteri dapat dipertahankan secara konstan. Akan tetapi, mikroorganisme sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan seperti suhu, pH, oksigen terlarut, cara pencampuran unsur ataupun senyawa toksik dan karakteristik serta iumlah bahan organiknya. (Sugiharto, 1987). Pada umurrnya metoda biologis merupakan cara yang paling efektif untuk mengurangi kandungan bahan organik dalam buangan (Sugiharto, 1987). Metode ini banyak digunakan dalam pengolahan timbah cair pada industri chemical, petrochemical, pulp dan industri kertas (Shmidt, 1982). Menurut Djajadiningrat dan Wisjnusuprapto (1991), ada sembilan tipe penanganan limbah cair secara biologis yang umum dipergunakan, yaitu activited sludge ( lumpur aktif), aerated lagoon, aerobic digetion, anaerobic digetion, tricking filter, cakram biologl kontak anaerobik, nitrifikasi dan denitrifikasi. Dari berbagai cara tersebut lumpur aktif merupakan cara pengolahan konvensional yang sederhana tapi efektif (Tchobanoglous dan Burton, 1991).
9
D.
PROSES LUMPUR AKTIF Lumpur aktif merupakan gumpalan partikel yang mengandung campuran mikroorganisme aerobik yang dihasilkan melalui proses aerasi. Pada
prinsipnya
proses
lumpur
aktif
adalah
proses
pemanfaatan
mikroorganisme yang dapat menguraikan senyawa organik dalam limbah cair secara aerobik menjadi sumber tenaga, bahan seluler baru, air, dan karbon dioksida (Jenie dan Rahayu, 1993). Menurut Verstraete dan Vaerenbergh (1986), ada dua hal penting yang membedakan proses lumpur aktif dengan proses fermentasi mikrobial. Pertama, pada proses lumpur aktif terdapat komponen aktif yang bukan kultur murni tetapi merupakan gabungan dari bakteri, kapang, fungi protozoa, dan rotifer. Mikroorganisme tumbuh dan berinteraksi satu sama lain. Kedua, komponen lumpur aktif terdiri dari biomasa aktif dan yang sudah mati. Bakteri yang terdapat dalam lumpur aktif berflokulasi , secara umum terdiri atas bakteri gram negatif termasuk pengoksidasi karbon dan nitrogen. Beberapa kelompok bakteri yang ditemukan pada lumpur aktif adalah Pseudomonas, Zooglaea,
Arthrobacter,
Sphaerotilus,
Achromobacterium,
Bacillus,
Nitrosomonas,
Alcaligenes,
Flavobacterium, Nitrobacter,
Nocardia
Cytophaga, Acinetobacter,
(Verstraete
dan
Vaerenbergh,1986; Prave et al.,1987; Tchobanoglous dan Burton, 1991). Pseudomonas dan Arthrobacter merupakan bakteri pengurai bahan organik terutama karbohidrat menghasilkan karbon dioksida dan air. Bacillus dan Flavobacterium merupakan bakteri pendegradasi protein menghasilkan amonia, karbon dioksida dan air. Cytophaga
merupakan bakteri yang
berperan dalam pemecahan polimer. Zooglaea merupakan bakteri yang berperan dalam pembentukan flok pada lumpur aktif. Sphaerotilus merupakan bakteri yang menyebabkan lumpur aktif bersifat bulki (sludge bulking). Nitrosomonas dan Nitrobacter bakteri yang berperan dalam nitrifikasi, yaitu proses oksidasi amonia dengan adanya oksigen meniadi nitrit yang selanjutnya menjadi nitrat. . Sedangkan Acinetobacter bakteri yang dapat melakukan penyisihan fosfor. Bacillus dan Pseudomonas berperan juga
10
dalam proses denitrifikasi yaitu oksidasi nitrat menjadi gas nitrogen. Sedangkan bakteri Pseudomonas dan Nocardia berperan dalam degradasi hidrokarbon (Verstraete dan Vaerenbergh, 1986; Henry dan Heinke,1989). Djajadiningrat dan Wisjnusuprapto (1991) mengemukakan bahwa pada proses pengolahan limbah cair dengan lumpur aktif, nilai COD awal yang digunakan merupakan kisaran nilai antara 50 sampai 4000 mg/L limbah cair. Kisaran pH yang normal dalam pengoperasian lumpur aktif adalah 6,5 7,5. Pada nilai pH di atas 9 aktivitas mikroorganisme akan terganggu. Di bawah pH 5,5 akan tumbuh kapang dengan pesat yang bersifat kompetitor bagi bakteri. Menurut Jenie dan Rahayu (1993), proses lumpur aktif dapat berlangsung dengan konsentrasi oksigen terlarut sebesa 0.5- 1.0 mg/L. Menurut Benefield dan Randall (1980), lumpur aktif mampu merubah limbah cair organik menjadi bentuk anorganik yang mantap atau menjadi massa sel. Dalam proses ini bahan organik terlarut atau koloid yang telah mengalami sedimentasi awal, dengan menggunakan bermacam-macam jenis mikorganisme
akan
teriadi
metabolisme
dengan
menghasilkan
karbondioksida (CO2) dan air. Pada waktu yang sama fraksi yang cukup besar dirubah menjadi massa sel, yang dapat dipisahkan dari aliran limbah cair dengan jalan sedimenatasi gravitasi. Selanjutnya Verstraete dan Vaerenbergh (1986) menambahkan bahwa reaksi yang teriadi pada proses lumpur aktif secara aerobik adalah sebagai berikut: 1. Penyerapan bahan organik yang tersuspensi, koloid, dan terlarut pada pada flok lumpur aktif. 2. Biodegradasi bahan organik menghasilkan produk akhir berupa karbon dioksida, air, mineral dan sintesis biomasa baru. 3. Konsumsi bakteri dan bahan organik lain oleh protozoa dan mikroorganisme predator . 4. Oksidasi nitrogen amonium meniadi nitrit yang selaniutnya menjadi nitrat oleh bakteri nitrifikasi. 5. Oksidasi sel pada saat bakteri kekurangan substrat (endogenous respiration).
11
Proses lumpur aktif tidak hanya menurunkan bahan organik, tetapi dapat menurunkan kandungan nitrogen melalui reaksi nitrifikasi dan denitrifikasi dan dapat melakukan penurunan kandungan fosfor. Dalam proses lumpur aktif menurut Davis dan Cornwel (1991) senyawa organik dan nitrogen digunakan untuk sistesis sel sedangkan fosfor digunakan untuk pembentukan ATP dan asam nukleat. Parameter yang penting dalam perancangan proses lumpur aktif adalah laju pembebanan bahan organik. Penentuan laju pembebanan tersebut akan menentukan waktu tinggal, kualitas lumpur dan kebutuhan oksigen. Waktu tinggal limbah cair di dalam bak aerasi menunjukkan lama kontak antara mikroorganisme dengan limbah cair. Secara umum waktu tinggal untuk proses pengolahan limbah cair dengan menggunakan lumpur aktif adalah 4 sampai 23 jam (Forster, 1985). 1. Degradasi Senyawa Karbon Dalam limbah cair bahan organik dapat berupa protein, karbohidrat dan hidrokarbon. Bahan organik yang didegradasi dibagr menjadi dua, yaitu bahan yang didegradasi secara cepat dan bahan organik yang didegradasi secara lambat. Bahan organik yang didegradasi secara cepat terdiri dari molekul sederhana dan dapat langsung dapat untuk pertumbuhan sel. Sedangkan bahan organik yang didegradasi secara lambat terdiri dari molekul kompleks yang diuraikan dengan enzim ekstraseluler menjadi molekul sederhana, sehingga dapat digunakan untuk pertumbuhan sel (Henze et . a1.,1987). Degradasi senyawa karbon terjadi ketika senyawa-senyawa organik diuraikan dan dioksidasi oleh mikroorganisme heterotropik pada proses aerasi. Mikroorganisme heterotropik tersebut menggunakan sumber karbon yang sarna, baik untuk sistesis sel menghasilkan sel-sel baru maupun untuk oksidasi (Tchobanoglous dan Burton, 1991). Menunrt Verstraete dan Vaerenbergh (1986), degradasi senvawa organik secara aerobik dapat dituliskan dengan reaksi sebagai berikut:
12
2.
Nitrifikasi Nitrogen terdapat dalam limbah cair dapat berupa nitrat, nitrit, amonium, dan sebagai molekul terikat (nitrogen organik). Menurut Davis dan Comwell (1991), ada tiga dampak negatif senyawa nitrogen terhadap badan penerima air, yaitu: a. NH3 yang rendah dan NO3- dapat memacu pertumbuhan ganggang yang pesat. b. Oksidasi NH3 menjadi NO2 menggunakan banyak oksigen terlarut, sehingga badan air akan kekurangan oksigen terlarut yang dapat mengancam kelangsungan hidup di air. c. NH3 bersifat toksik pada ikan. Menurut Verstraete dan Vaerenbergh (1986), amonia bebas (NH3) bersifat toksik terhadap ikan pada konsentrasi 1 mg/l sehingga perlu dilakukan penyisihan senyawa ini. Proses penyisihan senyawa ini dapat ditempuh dengan cara nitrifikasi. Nitrifikasi merupakan proses oksidasi senyawa nitrogen amonia menjadi nitrit dan selanjutnya menjadi nitrat oleh bakteri kemoautotropik. Bakteri kemoautrotopik menggunakan karbon anorganik berupa karbondioksida, bikarbonat, dan karbonat sebagai sumber karbon untuk menghasilkan energi dalam sintesis sel baru. Menurut Barnes dan Bliss (1983), bahwa reaksi yang terjadi pada proses nitrifikasi terdiri dari reaksi nitritifikasi dan nitratifikasi. Nitritifikasi adalah oksidasi amonia menjadi nitrit yang dilalarkan oleh bakteri Nitrosomonas (N.europaea darrt N.monocella) dan Nitrosococcus, yang mempunyai pH optimal 5.0 - 9.0. Nitrosomonas terutama N.europaea telah banyak digunakan yang diisolasi dari instalasi penanganan limbah cair. Reaksi yang teriadi dapat dijabarkan sebagai berikut:
13
Nitratifikasi adalah oksidasi nitrit menjadi nitrat yang dilakukan oleh bakteri Nitrobacter (N.agilis dan N.winogradskyi) dan Nitrosospira graolis yang mempunyai pH optimal 7.0 - 8.3. Nitrobacter terutama N.agilis telah banyak dipelajari dan digunakan dalam dalam penanganan limbah cair secara biologis. Reaksi yang terjadi pada saat oksidasi nitritt menjadi nitrat dapat dijabarkan sebagai berikut:
Sehingga reaksi akan seluruan akan tertulis sebagai berikut;
Menurut Verstraete dan Vaerenbergh (1986), proses nitrifikasi dapat berjalan pada kandungan oksigen terlarut lebih besar dari 0.5 mg/l, temperatur 5 - 40 oC, dan pada kisaran pH 5.5 - 9.0 sedangkan kondisi optimal berlangsung pada pH 7.5. Pada pH di bawah 7.0 reaksi nitrifikasi bejalan lambat dan Casey et. al. (1992) menambahkan bahwa kondisi ini akan memacu pertumbuhan lumpur yang bulky, dimana akan mengakibatkan reduksi NO3- yang dihasilkan pada saat nitrifikasi menjadi NO2-, dan bakteri pembentuk flok akan melakukan reduksi NO3- menjadi N2. Menurut Boongorsrang (1982), pH optimal nitrifikasi untuk bakteri Nitrasomonas dan Nitrobacter adalah sebesar 8 .3 dan 7.7. Sehingga kisaran pH optimal nitrifikasi sekjtar pH 7.7 - 8.3. Dalam kondisi optimal bakteri autotropik menggunakan 4.33 - 4.57 gram oksigen untuk setiap perubahan satu gram NH3-N mmjadi NO3-N. Efisiensi nitrifikasi dapat dihitung dengan membandingkan konsentrasi NO2-N dan NO3-N yang terbentuk pada akhir proses dengan konsentrasi NH3-N kemudian dikalikan 100 persen. 14
Menurut Verstraete dan Vaerenbergh (1986), neraca massa nitrogen dapat dituliskan dengan persamaan berikut:
Nav adalah jumlah N dalam bentuk NH3-N atau N-organik yang ada pada kondisi awal. N-nitrifikasi adalah jumlah N yang diubah oleh bakteri nitrifikasi menjadi NO2-N dan NO3-N. Dalam proses oksidasi ini digunakan sejumlah oksigen yang dapat dinyatakan dengan parameter NOD. Sedangkan Nimmob menyatakan jumlah N yang diubah menjadi biomasa sel dan N-flok merupakan jumlah N yang terjebak pada flok lumpur aktif. Verstraete
dan Vaerenbergh (1986) mengatakan bahwa
NOD
merupakan jumlah oksigen yang diperlukan untuk oksidasi NH3-N menjadi NO2-N dan NOa-N selama proses nitrifikasi. Adapun hubungan NOD dengan Nav dan Nimmob dapat dinyatakan sebagai berikut: NOD = (Nav - Nimmob) x 4.33 Untuk setiap pembentukan satu gram biomasa dibutuhkan 0.05 gram N yang digunakan untuk pembentukan protein dan asam nukleat. Secara spesifik dapat dinyatakan sebagai berikut: Nimmob = COD x Fb x Ycod x 0.05 Fb menyatakan fraksi senyawa organik vang mudah didegradasi sedangkan Ycod mrupakan gram biomasa untuk setiap penyisihan setiap gram COD.
3.
Penyisihan Fosfat Limbah cair umunurya mengandung fosfor dalam bentuk fosfat, polifosfat, dan senyawa organik fosfor. Keberadaan fosfor dalam bentuk fosfat yang bersamaan dengan nitrat akan memacu pertumbuhan ganggang pada badan air. Konsentrasi fosfat diusahakan menurun sampai batas minimal agar pertumbuhan ganggang secara pesat dapat dicegah. Konsentrasi 0.5 mg/l PO4 dapat mencegah pertumbuhan ganggang, sedangkan pertumbuhan ganggang
15
dapat dihentikan pada konsentrasi PO4 di bawah 0.05 mg/I (Chen dan Fuhs, 1975; Yall et. a1.,7970). Penyisihan fosfat dapat dilakukan dengan proses lumpur aktif yang mengandung
bakteri
Acinetobacter.
Bakteri
Acinetobacter
akan
menggunakan fosfat untuk pembentukan ATP yang selanjutnya digunakan untuk sintesis asam nukleat. Jika konsentrasi fosfat berlebihan maka akan disimpan dalam bentuk polifosfat. Polifosfat ini akan diubah menjadi ATP jika diperlukan (Verstraete dan Vaerenbergh, 1986). Penyisihan fosfat dilakukan pada kondisi aerobik, karena pada kondisi anaerobik terjadi pembebasan ortofosfat sehingga kandungan ortofosfat pada sistem penanganan limbah cair akan meningkat. Sedangkan pada kondisi aerobik terjadi pemanfaatan ortofosfat untuk sistesis sel dan disimpan untuk kebutuhan di masa mendatang, bersamaan dengan penyisihan senyawa organik. Proses aerobik mampu menurunkan kandungan fosfat pada limbah cair sekitar 10 - 30 persen (Tchobanoglous dan Schroeder, l986; Hiinel 1988). Efisiensi proses penyisihan fosfat dipengaruhi oleh oksigen terlaruf pH, konsentrasi biomasa, dan laju aliran udara. Agar proses penyisihan dapat berjalan dengan baik maka oksigen terlarut harus dijaga minimal 2.0 rng/L Proses penyisihan tidak akan berjalan pada konsentrasi oksigen terlarut sebesar 0.2 - 0.4 mg/l. Adapun pH optimal proses penyisihan sekitar 7.0 - 8.0 (Stall dan Sherrard, 1976).
4. Rasio F/M (Food to Microorganism Ratio) Nilai
F/M
menyatakan
perbandingan
makanan
terhadap
mikroorganisme yang terdapat dalam bioreaktor. Nilai F/M yang disarankan untuk sistem kombinasi degradasi senyawa karbon dan nitrogen dalam satu tahap (Single-Stage Nitrification) adalah 0.05-0.15 kg BOD/kg MLSS.hari (Sugiarto,1987). Menurut Davis dan Cornwell (1991), nilai F/M yang tinggi (waktu tinggal lumpur aktif rendah) menyebabkan sistem kelebihan makanan. Keadaan ini menyebabkan efisiensi pengolahan menjadi buruk. Nilai F/M
16
rendah (waktu tinggal lumpur aktif panjang) menyebabkan sistem kekuragan makanan, keadaan ini menghasilkan degradasi limbah yang lebih baik. Data desain untuk sistem Sigle-Stage Nitrification disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Data desain sistem kombinasi degradasi senyawa karbon dan nitrogen dalam satu tahap (Sugiarto,1987) Parameter
Unit C
>30o
pH
-
8.0-8.5
F/M
Kg BOD/kg
0.05-0.15
HRT
MLSS.hari
18-24
SRT
Jam
20-30
MLSS
Hari
3-6
g/l
0.08-0.24
Oksigen
kg BOD/m3.hari
1-2
Terlarut
mg/l
Suhu
Laju Beban
o
Nilai
5. Waktu Tinggal Waktu tinggal cairan didalam reaktor adalah salah satu parameter penting untuk mendesain sistem penanganan limbah cair. Pengaruh waktu tinggal terhadap kinerja reaktor akan mempengaruhi parameter lain seperti tingkat laju pembebanan, stabilitas reaktor dan penurunan kandungan organik (indriyati,2002). Waktu ini dalam bioreaktor menunjukan lama kontak antara mikroorganisme dengan limbah cair. Secara umum, waktu tinggal minimum untuk proses pengolahan limbah cair dengan menggunakan lumpur aktif adalah 4-8 jam (Foster, 1985). Waktu tinggal minimum yaitu waktu tinggal yang harus dicapai untuk suatu proses pengolahan limbah cair dalam bioreaktor. Dibawah nilai waktu tersebut akan terjadi pencucian (washout), sehingga proses dalam bioreaktor tidak mencapai tujuan. Desain untuk bioreaktor dapat diturunkan dengan menetapkan tingkat efisiensi yang dikehendaki. Dengan penggunakan waktu tinggal sebagai parameter bebas untuk desain,
17
parameter-parameter lain dapat ditentukan dari berbagai hubungan model matematika (Mantulang, 1993).
18
III.
METODOLOGI
A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas bahan uji dan bahan kimia. Bahan uji yang digunakan adalah air limbah industri tepung agar-agar. Bahan kimia yang digunakan adalah merkuri sulfat, kalium dikromat, asam sulfat, asam peroksida, campuran selen (K2SO4 : CuSO4 : Selenium 50 : 10 : 1), natrium hidroksida, asam klorida, indikator amonium assay, natrium isosianurat, sulfanil amide, asam fosfat, larutan dimetil-fenol, larutan asam askrorbat dan amonium molibdat. Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah reaktor aerobik yang terbuat dari bahan wadah dengan volume 20 liter, dapat dilihat pada Gambar 1. Peralatan yang digunakan untuk analisis adalah alat analisis untuk COD dan TKN, alat Visible Spektrofotometer untuk penerapan kandungan NH3-N, NO2-N, NO3-N dan PO4-P, pH meter, DO-meter, pengaduk magnetik, alat-lat gelas kimia
B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Waktu penelitian dilakukan pada bulan Januari 2008 sampai bulan November 2008. Tempat penelitian dilakukan pada di Instalasi Pengolahan Air Limbah Industri tepung agar-agar PT. Agar Sehat Makmur Lestari, Pasuruan, Jawa Timur. .
C. TAHAP PENELITIAN 1. Karakterisasi Limbah Karakteristik limbah cair yang diuji diambil dari influen limbah yang diambil sebelum masuk ke reaktor lumpur aktif pada instalasi 19
pengolahan limbah cair (IPAL) PT. ASML. Beberapa parameter yang dilakukan pengujian saat karakteristik ini adalah COD (Chemical Oxygen Demand), MLSS (Mixed Liquor Suspended Solid) dan MLVSS (Mixed Liquor Volatile Suspended Solid).
2. Aklimatisasi Lumpur Aktif Sebelum dimasukan ke dalam reaktor, lumpur aktif yang dilakukan aklimatisasi untuk mengkondisikan dan mempercepat pertumbuhan mikroorganisme pada penelitian ini lumpur aktif yang digunakan diambil dari Unit pengolahan Limbah PT. Agar Sehat Makmur Lestari, Pasuruan. Aklimatisasi lumpur aktif dilakukan dengan cara memberikan aerasi pada lumpur aktif yang telah diberikan limbah cair dalam kondisi curah, penentuan kondisi oksigen terlarut (DO) yang harus dijaga lebih besar dari 2 mg/l, suhu ruang (27-31oC) dan kisaran pH 7.5-8.5. pertumbuhan bakteri ditandai peningkatan MLSS dan MLVSS serta terjadi perubahan warna suspensi menjadi coklat kehitaman.
3. Start Up reaktor Start Up reaktor dilakukan dengan memasukan lumpur aktif yang telah teraklimatisasi sesuai dengan volume reaktor yang perbandingannya 3:1 (perbandingan limbah cair terhadap lumpur aktif yang menggunakan corong inhoff) supaya sesuai dengan kondisi lapangan dan dialiri limbah cair secara kontiyu dengan laju influen rata-rata 5 liter/hari. Kegiatan ini dilakukan hingga tercapai kondisi stabil ditandai dengan penurunan nilai COD yang relatif konstan.
4. Penentuan Optimasi Nilai F/M Penelitian dilakukan pada skala laboratorium digunakan itu menganalisis karakteristik limbah sebelum diaplikasikan pada istalasi
20
pengolahan air limbah (IPAL). Reaktor yang digunakan memiliki volume 20 liter dengan pengaturan nilai F/M 0.1, 0.2, 0.3, 0.4, dan 0.5 dan HRT 0.5, 1, 1.5, 2, dan 2.5 hari. Penentuan nilai F/M yaitu dengan perbandingan antara substrat terhadap mikroorganisme, dimana bahan organik yang masuk kedalam instalasi pengolahan air limbah secara biologis merupakan makanan bagi mikroorganisme. Dalam pengaturan nilai F/M dilakukan dengan cara memperhatikan suplai makanan (zat organik), jumlah lumpur yang dibuang dan umur lumpur. Tabel 3. Komposisi penentuan nilai F/M Nilai F/M
Di
Si
X
V
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5
8.5 8.5 8.5 8.5 8.5
298 292 300 300 306
2300 1200 720 540 430
11 11 11 11 11
Keterangan: Di
= debit influen (l/hari)
Si
= Konsentrasi BOD influen (g/l)
X
= MLVSS (g/l)
V
= volume bioreaktor (liter)
Sedangkan dalam pengamatan waktu detensi (HRT) dengan cara mengatur lamanya air limbah tinggal didalam kolam aerasi. Secara matematis dapat diketahui dari volume kolam aerasi dibagi dengan debit air limbah yang diolah.
21
INFLUEN
REAKTOR
REAKTOR
REAKTOR
O2
O2
O2
O2
O2
TITIK MENGAMBILAN SAMPEL
O2
O2
TITIK MENGAMBILAN SAMPEL
O2
O2
TITIK MENGAMBILAN SAMPEL
Gambar 1. Bagan pengolahan limbah skala laboratorium
5. Aplikasi pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Tahapan aplikasi atau pelaksanaan dilapangan IPAL dengan cara mendapatkan nilai terbaik dari perhitungan nilai F/M (Food to Microorganism) sebelumnya, dengan mengubah laju alir pada HRT 0.5, 1, 1.5, 2, dan 2.5 hari. Cara pengaturan nilai HRT (waktu tinggal hidrolik) dilakukan dengan mengatur lamanya air limbah tinggal didalam kolam aerasi. Secara matematis dapat diketahui dari volume kolam aerasi dibagi dengan debit air limbah yang diolah. Untuk mendapatkan nilai HRT yang diinginkan, diperlukan pengaturan dengan memperhatikan debit air limbah yang akan diolah di kolam aerasi supaya nilai F/M terjaga sesuai dengan kondisi nilai F/M yang diinginkan. Karena dengan mengatur laju debit yang masuk ke dalam kolam aerasi, menjaga nilai F/M yang terbaik dengan variasi HRT yang berbeda-beda untuk mendapatkan efesiensi penyisihan nilai COD.
22
D. ANALISIS DATA Menurut Vertraete dan Vaerenbergh (1986), efisiensi penyisihan COD, NH3-N dan PO4-P dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut: Efisiensi (%) =
(Co − Ce ) x 100% Co
Dimana, Co = Nilai sebelum limbah tepung agar-agar diproses lumpur aktif Ce = Nilai sesudah limbah tepung agar-agar diproses lumpur aktif Penentuan optimasi proses penyisihan COD pada kolam lumpur aktif adalah dengan menggunakan pendekatan grafik antara presentase penyisihan dan waktu tinggal hidrolik (HRT)
23
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT. Agar Sehat Makmur Lestari, Pasuruan. Hasil pengujian atau analisa limbah cair dilakukan terhadap COD, NH3-N, NO3-N dan TKN dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil pengujian limbah cair industri tepung agar-agar No 1. 2. 3. 4.
Parameter
Satuan
Hasil Analisa
COD
mg/l
545-754
TKN
mg/l
NH3-N
mg/l
NO3-N
mg/l
247.90-335.20 96.32-158.49 0.75-4.39
Hasil pengamatan terhadap karakteristik limbah cair yang dilakukan dalam penelitian ini didapatkan nilai untuk COD berkisar antara 545-754 mg/L, TKN (Total Kjeldahl Nitrogen) berkisar 247.90-335.20 mg/L, amonia (NH3) berkisar 96.32-158.49 mg/L dan Nitrat (NO3) berkisar 0.754.39 mg/L. Tingginya hasil analisa limbah dikarenakan adanya beban organik yang tinggi yang disebabkan oleh proses produksi pengolahan rumput laut menjadi tepung agar-agar. Limbah cair industri agar-agar berasal dari proses produksi tepung agar-agar dimana terdapat pencucian bahan baku dan pencampuran reaksi-reaksi kimia buat pembentukan tepung agar-agar. Proses tersebut terjadi saat proses produksi tepung agar-agar yang menyebabkan beberapa senyawa organik akan terbawa dalam limbah cair.
24
B. AKLIMATISASI LUMPUR AKTIF Aklimatisasi lumpur aktif berfungsi untuk memberikan
kondisi
pertumbuhan mikroorganisme yang ditandai dengan meningkatnya padatan tersuspensi (MLSS) dan padatan volatil tersuspensi (MLVSS) dan juga ditandai dengan perubahan warna pada lumpur tersebut. Aklimatisasi ini bertujuan untuk mengkondisikan lumpur yang akan digunakan agar dapat berfungsi dengan baik dalam menurunkan beban limbah. Tahap aklimatisasi merupakan tahap pengkondisikan lumpur aktif sehingga mikroorganisme dapat beradaptasi dengan lingkungan barunya, hal ini ditandai dengan naiknya MLSS dan MLVSS dari 8 488 mg/L menjadi 10 428 mg/L dan 2 395 mg/L menjadi 3203 mg/L. nilai MLSS dan MLVSS selama aklimatisasi lumpur aktif diperlihatkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Grafik MLSS dan MLVSS selama aklimatisasi lumpur aktif Pada Gambar 2, memperlihatkan grafik hubungan antara waktu proses dengan perolehan biomassa. Pada awal proses pola pertumbuhan mikroba tidak menunjukan adanya fase adaptasi, tetapi langsung tumbuh dan berkembang dengan laju bertumbuhan konstan. Pada awal pertumbuhannya bakteri tumbuh dengan kecepatan relatif konstan sampai pada hari ke-5. Pada fase ini sel 25
bakteri dapat tumbuh dan berkembang dengan baik karena kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhannya terutama senyawa organik sebagai sumber karbon dan nutrien tersedia dan dapat diperoleh dengan mudah. Dengan demikian pada fase ini mikroorganisme akan terus tumbuh dan berkembang (fase ini dinamakan fase logaritmik/fase pertumbuhan eksponensial). Sampai hari ke-4, pertumbuhan biomassa berjalan dan mencapai puncak pertumbuhan pada hari ke-4 dimana biomassa pada hari ke-5 mencapai hasil tertinggi yaitu dengan nilai MLSS 9 334 mg/L dan MLVSS 2 670 mg/L. Selama tahap aklimatisasi terjadi perubahan warna suspensi dari hitam menjadi kecoklatan serta terjadi peningkatan biomassa dan penurunan COD, hal ini menunjukan adanya aktivitas mikroorganisme pada lumpur aktif, yang mampu memperbanyak diri dengan memanfaatkan nutrisi yang terdapat pada limbah. Lama tahap aklimatisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kondisi mikroba dalam lumpur aktif yang digunakan, pH, temperatur dan nutrisi.
C. START UP REAKTOR Proses start up dilakukan dengan memberikan aerasi pada lumpur yang telah dimasukan kedalam reaktor dan dialirkan limbah secara kontinyu dengan laju air influen rata-rata 5 liter/hari. Konsentrasi lumpur aktif yang diambi dimasukan antara 70 – 80 % dari total volume reaktor. proses ini dilakukan hingga lumpur aktif siap digunakan, ditandai dengan kemampuan menurunkan beban COD yang mulai konstan. Keberhasilan start up juga ditentukan oleh profil laju pembebanan COD. Terdapat dua profil pembebanan COD yang penting, yaitu profil efisiensi maksimum dan profil beban maksimum. Pada profil efisiensi maksimum pembebanan dimulai dengan beban COD yang rendah dengan waktu tinggal hidrolik yang lama kemudian beban ditingkatkan tahap demi tahap ketika tingkat efisiensi penurunan COD maksimum. Pada laju pembebanan maksimum, sejak awal bioreaktor dibebani dengan COD yang tinggi dan waktu tinggal hidrolik yang tepat (Heijne et al., 1989).
26
Gambar 3. Grafik COD selama start up lumpur aktif Pada Gambar 3, hasil pengamatan selama proses start-up menunjukan bahwa terjadi penurunan nilai COD seiring dengan fungsi waktu yaitu ratarata sebesar 440 mg/L. kestabilan rata-rata penyisihan selama proses start-up ini menunjukan nilai yang relatif sama dengan kondisi direaktor sampai kondisi tunak. Hasil start up reaktor memperlihatkan bahwa reaktor siap untuk digunakan dan sudah berfungsi dengan baik. Setelah pengamatan hari ke-12 reaktor sudah pada kondisi tunak (steady state) dan hasil kinerja reaktor mencapai tingkat penyisihan rata-rata COD 80.95%.
D. PENENTUAN NILAI F/M Pengamatan terhadap waktu detensi (HRT) untuk setiap nilai F/M berbeda menunjukkan kondisi yang serupa, yaitu semakin lama waktu HRT, maka efisiensi yang di dapat akan semakin besar. Efesiensi penyisihan untuk waktu HRT 0,5 hari dapat menyisihkan sampai 40% . Pada HRT 1 hari tingkat penyisihan COD antara 25-55%, dan untuk HRT 1.5 hari efesiensi penyisihannya mencapai 30-65%. Sedangkan pada HRT 2 hari dan HRT 2.5 hari mendapatkan tingkat efisiensi penyisihan COD sebesar 40-70%. Hal ini menunjukan bahwa semakin lama waktu HRT
27
limbah cair didalam pengolahan limbah cair, maka semakin tinggi juga tingkat penyisihan nilai COD. Pada penyisihan COD pada kondisi F/M 0.1, nilai efluen yang dihasilkan pada HRT 2.5 hari rata-rata sebesar 210 mg/L dengan efesiensi penyisihannya sebesar 53.30%. Hal ini disebabkan adanya substrat yang banyak
dalam
reaktor
yang
belum
mampu
dimanfaatkan
oleh
mikroorganisme. Pada penyisihan COD pada kondisi F/M 0.2, perolehan nilai terbaik nilai efluen yang dihasilkan pada HRT 2.5 hari rata-rata sebesar 160.58 mg/l. Hal ini disebabkan adanya substrat yang melimpah dalam reaktor yang mampu dimanfaatkan oleh mikroorganisme. Sehingga bahan organik pencemar dapat terdegradasi dengan tingkat penyisihan sebesar 61.79%.
Gambar 4. Penyisihan COD pada kondisi nilai F/M dan HRT Pada efisiensi penyisihan secara laboratorium, tingkat penyisihan terjadi perbedaan yang signifikan antara perbandingan nilai F/M 0.3 dengan F/M 0.4. Pada nilai F/M 0.3 nilai rata-rata efluen COD sebesar 112.20 mg/L dengan tingkat penyisihan sebesar 76.64%. sedangkan pada
28
F/M 0.4 tingkat penyisihan COD sebesar 54.72%. Pada kondisi ini nilai F/M 0.3 merupakan kondisi ideal yang dimana substrat yang terdapat dalam bahan pencemar dengan baik dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk mendegradasi bahan-bahan pencemar organik. Efisiensi penyisihan COD yang terjadi akibat penggunaan substrat COD oleh mikroorganisme selama proses kontiyu dengan waktu tinggal hidrolik 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari. Penelitian ini dimaksudkan itu mengetahui
nilai F/M terbaik yang akan diaplikasikan ke lapangan dengan pendekatan penyisihan nilai COD. Dari hasil penelitian untuk penentuan nilai F/M, didapat nilai F/M terbaik dengan kondisi nilai F/M 0.2 dan 0.3 dengan besar penyisihan 61.79 % dan 76.64 dalam keadaan HRT 2.5 hari.
E. KONDISI PROSES 1. pH Pengamatan pada nilai pH selama proses aerobik yang berlangsung menunjukan nilai kisaran pH netral dan stabil antara 7.2-7.75 (Gambar 5
dan lampiran 5 ). Mikroorganisme memerlukan suatu kondisi pH yang optimum agar dapat bekerja dengan baik, kondisi ppH H yang ekstrim terlalu asam atau basa akan menghambat mikroorganisme. Menurut Clark et al (1977), kisaran normal pH dalam pengoperasian lumpur aktif berkisar
antara 6-9. HRT 2.5
2
1.5
1
0.5
HARI
Gambar 5. Grafik derajat keasaman (pH) pada HRT 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari 29
Pada Gambar 5, nilai pH pada kondisi niai FM 0.1 awal proses nilai pH mengalami kenaikan dari 7.60 menjadi 7.80 setelah itu terjadi penurunan nilai pH menjadi 7.80. Nilai pH dengan kondisi nilai FM 0.2 pada awal proses cenderung mengalami penurunan sampai hari ke-16 dengan pH 7.5, kemudian nilai pH naik kembali pada hari ke-25 dengan pH 7.6. Sedangkan kondisi pH pada keadaan nilai F/M 0.3 penurunan pada hari pertama dan mengalami peningkatan sampai hari ke-11 dengan pH 7.8. Penurunan dan kenaikan pH selama proses berlangsung tidak terlalu besar sehingga pH dalam sistem bioreaktor berada pada kisaran netral dan cenderung stabil, hal ini juga terjadi pada kondisi FM 0.4 dan FM 0.5 . Grafik tersebut memperlihatkan perubahan nilai pH walaupun kecil yang menunjukan kecenderungan menurun selama proses aerobik. Hal ini mungkin
disebabkan
karena
terjadinya
proses
nitrifikasi
yang
menyebabkan nitrogen amonia teroksidasi menjadi nitrat, dengan semakin terakumulasi nitrat yang terbentuk maka nilai pH cenderung menurun. Selain itu, proses oksidasi juga dapat menurunkan nilai pH, dengan terlepasnya ion hidrogen dari ikatan kompleks yang akan menyebabkan konsentrasi H+ di dalam reaktor meningkat, selanjutnya akan menurun nilai pH (Tchobanoglous dan Burton, 1991). Akan tetapi seiring dengan proses tersebut, proses nitrifikasi juga akan mengurangi kandungan protein dan gugus nitrogen organik lainnya yang akan menyebabkan pH naik, namun perubahan itu tidak terlalu nyata (Jenie dan Rahayu, 1990). Hal ini mengakibatkan pH selama proses cenderung netral dan stabil. Hampir semua mikroba dapat hidup pada selang ph 5 – 9, tetapi pH yang stabil akan membantu proses biologis yang optimal, sebaliknya fluktuasi pH akan mengganggu proses biologis yang terjadi (Gaudy and Gaudy (1980) dan Sterrit and Lester (1988)).
30
2. Konsentrasi oksigen terlarut (DO) Selama pengamatan nilai DO pada setiap HRT menunjukan kecenderungan yang relatif stabil dengan kisaran rata-rata nilai DO antara
3.40 – 3.59 yang memenuhi batas syarat minimum yaitu 2 mg/L (Metcalf and Eddy, 1991). Kandungan oksigen terlarut yang kurang dari 1.5 mg/L akan mengakibatkan terbentuknya bakteri berfilamen yang akan menurunkan pengendapan lumpur. Kandungan oksigen terlarut yang lebih dari 4 mg/L tidak akan meningkatkan efisiensi proses, selain hanya memperbesar biaya proses. Menurut Benefield dan Randal Randalll (1980) sistem aerasi yang baik mampu menjaga kandungan oksigen terlarut dalam reaktor sebanyak 2 mg/L atau lebih. Kekurangan suplai oksigen dalam reaktor akan menyebabkan kegagalan dalam proses. Nilai DO selama pengamatan dengan waktu tinggal 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari dapat dilihat pada gambar 6 dan lampiran 5. 3.54 3.52 3.5 3.48 3.46
FM 0.1
3.44
FM 0.2
3.42
FM 0.3
3.4
FM 0.4
3.38
FM 0.5
3.36 3.34 3.32 0
5
10
15
20
25
30
Gambar 6. Grafik DO pada HRT 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari Mikroorganisme membutuhkan oksigen untuk dapat menggunakan bahan organik yang terkandung dalam limbah. Bahan organik tersebut dioksidasi untuk penyediaan energi dalam rangka pemeliharaan fungsi sel dan sintesa sel (pertumbuhan). Dalam hal ini, oksigen berfungsi sebagai
31
akseptor elektron yang dilepaskan pada saat rreaksi eaksi pembentukan energi. Reaksi ini dibantu oleh enzim-enzim intraselular sebagai katalisator. Hasil reaksinya adalah sejumlah energi untuk pemeliharaan dan pertumbuhan mikroorganisme.
3. Suhu Kondisi lingkungan akan sangat berpengaruh dalam kehidupan
biologis, oleh karena itu didalam suatu unit perlakuan pengolahan limbah secara biologis kondisi lingkungan proses ini perlu dikendalikan. Pengaturan kondisi untuk menyakinkan bahwa mikroorganisme berada didalam media yang tepat untuk tumbuh. Nilai suhu selama pengamatan dengan waktu tinggal 2.5; 2; 1.5; 1;
Suhu
0.5 hari dapat dilihat pada gambar 7 dan lampiran 5. 28.0 27.9 27.9 27.8 27.8 27.7 27.7 27.6 27.6 27.5 27.5
FM 0.1 FM 0.2 FM 0.3 FM 0.4 FM 0.5
0
5
10
15
20
25
30
Hari ke-
Gambar 7. Grafik suhu pada HRT 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari Selama pengamatan, nilai suhu setiap HRT menunjukan kisaran
stabil pada 27.5 oC – 27.9 oC baik dikondisi FM 0.1 samapai FM 0.5, dimana nialai tersebut telah memenuhi persyaratan suhu optimum untuk aktivitas aerobik pada kisaran suhu mesofilik. Temperatur adalah parameter penting dalam sistem pengolahan biologis karena pengaruh
sangat besar terhadap pertumbuhan mikroorganisme, dan pada temperatur optimum mikroorganisme akan tumbuh dengan baik. Menurut Metcalf dan
32
Eddy (1991) kisaran suhu Mesophilic adalah 20 oC - 50 oC dan optimum
pada 25 oC - 40 oC. Didalam sistem terjadi pertumbuhan sel-sel bakteri dimana pada pertumbuhan terjadi berbagai reaksi metabolisme yang juga meliputi reaksi eksergonik yaitu reaksi yang mengeluarkan energi panas. Selain itu, aktivitas biodegradasi limbah oleh mikroba juga dapat meningkatkan suhu, namun secara fisik adanya pengadukan limbah dan pemasokan oksigen oleh aerator menyebabkan suhu cenderung stabil, aerator membantu meratakan dan menstabilkan suhu pada kisaran suhu ruang.
F. PENERAPAN PADA INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH Pada proses lumpur aktif, mikroorganisme aerobik yang tersuspensi digunakan untuk menangani limbah cair. Mikroorganisme tumbuh dalam flok yang mengandung sejumlah bakteri yang secara bersama-sama terakumulasi. Untuk menyatakan jumlah populasi bakteri secara aktual banyak mengalami kesulitan, sebagai pendekatan digunakan parameter uji MLSS ((Mixed Mixed liqour
Suspended Solid) atau MLVSS ((Mixed Mixed Liqour Volatile Suspended Solid), hasil pengukuran MLSS dan MLVSS pada HRT 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari dapat dilihat
pada Gambar 8.
Gambar 8. Grafik MLSS dan MLVSS pada HRT 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari pada kondisi nilai F/M 0.2
33
Gambar 9. Grafik MLSS dan MLVSS pada HRT 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari pada kondisi nilai F/M 0.3 Hasil pengukuran biomassa selama proses aer aerobik obik seperti terlihat pada gambar, menunjukan bahwa semakin lama waktu tinggal hidrolik (HRT) maka biomassa dalam reaktor akan semakin besar jumlahnya, hal ini dapat dilihat dari perubahan nilai MLSS dan MLVSS pada kondisi nilai F/M 0.2 dimana
pada waktu tinggal hidrolik yang lebih lama yaitu HRT 2.5 hari memperoleh rata-rata nilai MLSS 3 206 mg/L dan MLVSS 1 506 mg/L, sedangkan pada waktu tinggal hidrolik (HRT) yang lebih singkat yaitu HRT 0.5 hari
memperoleh rata-rata nilai MLSS sebesar 1 604 mg/L dan MLVSS 754 mg/L. Sedangkan pada kondisi nilai F/M 0.3 dimana waktu tinggal hidrolik (HRT) 2.5 hari, nilai rata-rata MLSS 2 956 mg/L dan MLVSS 1 280 mg/L.
Dan untuk nilai rata-rata pada waktu tinggal 0.5 hari mendapatkan 1 288 mg/L dan MLVSS 882 mg/L. Kinerja HRT semakin lama semakin meningkatkan MLSS, hal ini disebabkan terjadinya pembentukan dan pertumbuhan mikrooganisme pada kolam lumpur aktif.
34
1. Penurunan COD Pada proses pengolahan limbah cair pada kondisi nilai F/M 0.2, penurunan bahan organik ditandai pada Gambar 10, yaitu nilai rata-rata influen yang masuk kedalam sistem reaktor berkisar antara 390.8 mg/L sampai 457.8 mg/L, sedangkan nilai rata-rata efluen yang dikeluarkan berkisar antara 101.15 mg/L sampai 317.72 mg/L. Pada gambar menunjukan adanya penurunan konsentrasi COD yang signifikan pada tiap-tiap perlakuan waktu tinggal. Penurunan rata-rata konsentrasi COD pada HRT 2.5 hari yaitu dari 457.8 mg/L menjadi 101.15 mg/L, pada HRT 2 hari yaitu dari 436.8 mg/L menjadi 113.42 mg/L, HRT 1.5 hari yaitu dari 422.6 mg/L menjadi 213.43 mg/L, HRT 1 hari yaitu dari 406.8 mg/L menjadi 299.58 mg/L, dan HRT 0.5 hari yaitu dari 390.8 mg/L menjadi 317.72 mg/L. Sedangkan pada kondisi nilai F/M 0.3 penurunan COD ditandai pada Gambar 11, dimana nilai rata-rata influen yang masuk pada reaktor antara 408.75 mg/L sampai 480 mg/L, sedangkan nilai rata-rata efluen yang dikeluarkan berkisar antara 140 mg/L sampai 351.82 mg/L. Penurunan konsentrasi COD dipengaruhi oleh waktu tinggal. Penurunan rata-rata konsentrasi pada HRT 2.5 hari dari 480 mg/L menjadi 148 mg/L, pada HRT 2 hari yaitu dari 422.34 mg/L menjadi 140 mg/L, HRT 1.5 hari yaitu dari 420.88 mg/L menjadi 227.6 mg/L, HRT 1 hari yaitu dari 408.75 mg/L menjadi 319.20 mg/L, dan HRT 0.5 hari yaitu dari 390.8 mg/L menjadi 351.82 mg/L. Penurunan bahan organik yang ditentukan dengan nilai COD selama proses aerobik terutama disebabkan karena terdegradasinya bahan organik oleh mikroba. Mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak menggunakan bahan organik yang terkandung didalam air limbah untuk memenuhi kebutuhan nutriennya. Kondisi ini didukung oleh ketersediaan bahan organik dalam air limbah dan suplai oksigen yang cukup dengan adanya aerasi.
35
Gambar 10. Grafik COD pada HRT 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari pada kondisi nilai F/M 0.2
Gambar 11. Grafik COD pada HRT 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari pada kondisi nilai F/M 0.3 Secara umum proses degradasi senyawa organik karbon berlangsung dalam kondisi aerobik dengan menggunakan oksigen bebas oleh bakteri, yang menghasilkan karbon dioksida dan air, serta diikuti oleh turunnya nilai COD air limbah karena berkurangnya kandungan senyawa senyawa karbon dalam air limbah. Perlakuan waktu tinggal menyebabkan terjadi kontak antara mikroorganisme
36
dengan bahan organik tersebut dalam waktu yang berbeda dan akhirnya mempengaruhi dekomposisi senyawa organik menjadi CO2, H2O dan beberapa senyawa stabil serta menjadikan massa mikroorganisme bertambah banyak. Efisiensi penyisihan COD yang terjadi akibat penggunaan substrat COD oleh mikroorganisme selam proses aerobik dengan waktu tinggal hidrolik 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari pada kondisi nilai F/M 0.2 dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Efesiensi penyisihan COD pada HRT 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari pada kondisi F/M 0.2 " $ %" $ &' (
! "#
,- #
" $ %" $ &' (
)
,- #
)*
+ )!
.#
Tabel 6. Efesiensi penyisihan COD pada HRT 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari pada kondisi F/M 0.3 " $ %" $ &' (
! "#
,- #
" $ %" $ &' ( ,- #
)
)*
+ )!
.#
Pada gambar hasil pengamatan terhadap penurunan COD menghasilkan perhitungan penyisihan substrat COD yang cukup besar, dari sistem reaktor kontiyu dengan menggunakan lumpur aktif pada beberapa variasi HRT penyisihan ini hampir sama dengan yang dilakukan oleh Gonzales (1996) yang juga menggunakan sistem lumpur aktif, dimana penurunan kandungan
37
bahan organik pada air limbah diperoleh sebesar 18.70 – 77.91% pada kondisi nilai F/M 0.2. Sedangkan pada kondisi F/M 0.3 penurunan kandungan organik pada air limbah diperoleh antara 13.93 – 69.17 %.
!
Gambar 12. Grafik efisiensi penyisihan COD pada HRT 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari Efisiensi penyisihan COD mencapai nilai yang cukup besar pada HRT 2.5 hari, dimana dengan waktu tinggal hidrolik lebih lama akan memberikan cukup kesempatan bagi mikroorganisme untuk mengurai senyawa organik yang terkandung dalam limbah cair untuk pertumbuhan dan sintesa sel, sehingga bioreaktor pengolahan secara aerobik ini mencapai efisiensi penyisihan COD terbaik pada waktu tinggal hidrolik 2.5 hari dengan kondisi nilai F/M 0.2 yaitu mencapai 77.91% dengan rata-rata nilai COD 101.15 mg/L. Pada waktu tinggal dibawah 0.5 hari penyisihannya akan lebih rendah dari 18.7% dengan kadar COD yang masih tinggi. Sedangkan pada HRT 2 hari didapatkan penyisihan sebesar 74.03% dengan nilai rata-rata COD 113.42 mg/L , sedangkan pada HRT 1 dan 1.5 hari didapatkan nilai yang tidak berbeda jauh yaitu sebesar 49.50% dengan nilai COD rata-rata 213.43 mg/L, tetapi nilai ini masih diatas baku mutu limbah cair, biasanya industri menghendaki proses pengolahan limbah dengan waktu tinggal yang relatif rendah dengan efisiensi penyisihan yang tinggi. 38
Pada kondisi nilai F/M 0.3, efisiensi penyisihan COD pada HRT 2.5 hari, efisiensi penyisihan COD yaitu mencapai 69.17% dengan rata-rata nilai COD 148 mg/L. Pada waktu tinggal dibawah 0.5 hari penyisihannya akan lebih rendah dari 13.93% dengan kadar COD yang masih tinggi. Sedangkan pada HRT 2 hari didapatkan penyisihan sebesar 66.85% dengan nilai rata-rata COD 140 mg/L , sedangkan pada HRT 1 sebesar 45.92% dengan nilai COD rata-rata 227.6 mg/L. Dari hasil yang didapat nilai yang masuk dalam baku mutu limbah cair memiliki waktu tinggal HRT 2.5 hari, dimana pada nilai F/M 0.3 tingkat penyisihannya sebesar 69.17%. Sedangkan pada nilai F/M 0.2 sebesar 77.91 %. 2. Penurunan Total Kjedahl Nitrogen (TKN) Nilai efesiensi penurunan TKN pada penelitian dapat dilihat pada Gambar 13.
/ /
Gambar 13. Grafik efisiensi penyisihan TKN pada HRT 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari Efisiensi penurunan TKN semakin tinggi dengan bertambahnya HRT yang dapat dilihat yaitu pada nilai F/M 0.2 didapatkan nilai sebsar 39.21% dan pada nilai F/M 0.3 sebesar 26.50%. Dengan peningkatan penurunan
39
penyisihan TKN dapat memperlihatkan mikroorganisme menggunakan nitrogen total sebagai proses oksidasi yang terdapat pada limbah.
40
V. KESIMPULAN A. KESIMPULAN Proses pengolahan limbah cair industri tepung agar-agar secara aerobik dengan mengoptimalkan nilai F/M (Food to Microorganism) sebesar 0.2 pada kolam aerasi. Penurunan kandungan COD limbah cair industri tepung agaragar dari kisaran influen 456 mg/L – 387 mg/L menjadi efluen 101 mg/L – 325 mg/L sebagai beban limbah COD. Dengan kondisi nilai oksigen terlarut (DO) pada kisaran 3.40 mg/L – 3.47 mg/L, derajat keasaman (pH) pada kisaran 7.44 – 7.75, dan suhu pada kisaran 27.56 oC – 27.69 oC. Perlakuan waktu tinggal hidrolik menyebabkan perbedaan penyisihan COD yang terjadi, semakin tinggi HRT makan semakin tinggi efisiensi penyisihan COD yang terjadi. Pada penelitian ini efisiensi penyisihan COD dengan kondisi nilai F/M diperoleh dengan HRT 2.5 hari, HRT 2 hari, HRT 1.5 hari, HRT 1 hari dan HRT 0.5 hari berturut-turut adalah 77.91%, 74.03%, 49.50%, 26.36%, dan 18.70%. Sedangkan pada kondisi nilai F/M 0.3 dengan HRT 2.5 hari, HRT 2 hari, HRT 1.5 hari, HRT 1 hari dan HRT 0.5 hari berturut-turut adalah 69.17%, 66.85%, 45.92%, 23.78% dan 13.93%. Hal ini menunjukan efesiensi penyisihan pada pengolahan limbah tepung agar-agar terdapat pada kondisi nilai F/M 0.2 dengan kondisi HRT 2.5 hari sebesar 77.91%. Dengan mengunakan dasar baku mutu COD, maka pada penerapan nilai F/M 0.2 dan HRT 2.5 hari sudah mengikuti baku mutu yang ada.
B. SARAN Untuk penelitian lebih lanjut dapat mengkaji pengaruh aliran udara pada aerator yang digunakan terhadap efektifitas penurunan kandungan bahan organik dan nutrient. Selain itu, perlu juga dikaji lebih lanjut pengaruh MLSS dan MLVSS yang lebih tinggi.
41
DAFTAR PUSTAKA
Alaert, G. dan S. S. Santika. 1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional, Surabaya. APHA. 1992. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater 18th ed. Amarican Public Health Association. New York. Barnes, D. and P. J. Bliss. 1983. Biologycal Control of Nitrogen in Wastewater treatment. E. & F. N. SPON, New York. Badan Pusat Statistik. 2006. Produk Domestik Bruto Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Boongorsrang, A. 1982. Nitrogen Removal in Wastewater by Rotating Biodisc Contactor. Departement of Fermentation Technology. Faculty of Engineering, Osaka University. Casey, T. G. M. C. Wentzel, R. E. Loewenthal, G. A. Ekama and Marais. 1992. A Hypothesis for the Cause of Low F/M Filament Bulking in Nutrient Removal Activated Sludge Systems. Wat. Res. Vol. 26, No. 6, 1992. Pergamons Press Ltd. Conwey, R. A. dan R. D. Ross. 1980. Handbook on Industrial Waste Disposal. Van Nostrand Reinhold Co., New York. Davis, M. L. and D. A. Cornwell. 1991. Introduction to Enviromental Engineering, McGraw Hill Book Co., Singapore. Djajadiningrat, A.H. dan Wisjnusuprapto. 1991. Bioreaktor Pengolahan Limbah Cair. Jurusan Teknik Lingkungan. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan. ITB, Bandung. Eckenfelder, W.W. 1980. Industrial Water Polution Control. McGraw Hill Book Co., New York. Foster, C.F. 1985. Biotechnology and Wastewater Treatment. Cambridge University, London. Grady, C.P. Leslie Jr. dan Henry L. Lim. 1980. Biological Wastewater Treatment, Theory and Applications. Mascell dekker, Inc., New York.
42
Heijne, J. J., A. Mulder, W. Enger, dan F. W. J. M. Hoeks. 1989. “Reviews on the Applications of Anaerobic Fluidized Bed Reactors in Wastewater Treatment”. Wat. Res. 17(11) : 1563-1568. Hendry, J.G. and G. W. Heinke. 1989. Enviromental Science and Enginnering. Printice Hall Inc., Englewood Cliffs, New Jersey. Henze, M., C. P. L. Grady, W. Gujer, G. V. R. Marais and T. matsuo. 1987. A General Model for Single-sludge Wastewater Treatment systems. Wat. Res. Vol. 21. No.5,1987. Pergamon Journals Ltd. Hobson, P. N. and A. M. Robertson. 1986. Waste treatment in Agriculture. Applied science Publishers ltd, London. Jenie, B. S. L dan W. P. Rahayu. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Keputusan menteri negara KLH. 2008. Nomor : KEP-51/MENLH/15/2008 Tentang Baku Mutu Limbah cair Pengolahan Rumput Laut. Seketaris menteri Negara KLH, Jakarta. Mahida, U. N. 1984. Perencanaan Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. CV.Rajawali, Jakarta. Polprasert, C. 1989. Organic Waste Recycling. John Wiley and Sons, New York. Sa’id, E. G. 1987. Bioindustri, Penerapan Teknologi Fermentasi. MSP, Jakarta. Shmidt, L. 1992. Biologycal Treatment of Indusrial wastewater in the USSR. Didalam Toxic and hazardous waste. Preceedings of the Sixteenth Mid Atlantic Industrial Conference. American standards Testing Bureau, Inc, New York. Stall, T.R. and J. H. Sherrard. 1976. Effect of Wastewater Composition and Cell Residence time on Phophorus Removal in Activated sludge. Journal WPCFV Vol. 48. No.2, 1976. Sterrit, R. M. dan J. N. Lester. 1988. Microbiology for Enviromental and PublicHealth Engneers. E dan F. N. Spoon Ltd. London. 278p. Sastrawijaya, A. T. 1991. Pencemaran Lingkungan. Penerbit PT. Rineka Cipta Jakarta. Pencetak PT.Milton Putra, Jakarta. Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah. UI Press. Jakarta. Sutamiharja, R. T. M. 1987. Kualitas dan Pencemaran Lingkungan Sekolah Pascasarjana. Jurusan PSL. IPB, Bogor.
43
Tampubolon, M. 1990. Thesis. Pengaruh Kedalaman dan Luas Permukaan kolam Terhadap Efektivitas Pengolahan Air Terhadap limbah pabrik karet dengan system kolam. Jurusan PSL. IPB, Bogor. Tchobanoglous, G and F. L. Burton. 1991. Wastewater Engineering Treatment, Disposal, reuse. Series Water Resource and environmental engineering 6th ed. McGraw Hill Book Co., Singapore. Verstraete, W and E. V. vaerenbergh. 1986. Aerobic activated Sludge. Didalam w. shorborn (ed). Biotecnology and Microbial degradations. VCH, Weinhelm. Wardhana, W. A. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi Offset. Yogyakarta.
44
Lampiran 1. Prosedur Analisis COD, MLSS, MLVSS A. Pengukuran Nilai COD (APHA,1992) 1. Bahan yang digunakan a. Pembuatan
pereaksi
Kalium
dikromat
(K2Cr2O7)
adalah
melarutkan 4.193 g K2Cr2O7, 167 ml larutan H2SO4 pekat, 3.3 g HgSO4 ke dalam 500 ml aquades. Kemudian didinginkan pada suhu kamar. Larutkan diencerkan hingga volume 1 liter dalam labu takar. b. Pembuatan pereaksi asam sulfat (asam COD) dengan memasukan 5.5 g serbuk Ag2SO4 kedalam 1 liter H2SO4 dan dibiarkan selama 1-2 hari c. Pembuatan larutan indikator feroin dengan melarutkan 1.485 g 1,10-phenanthrolin monohidrat dan 695 mg FeSO4.7H2O ke dalam aquades. Kemudian diencerkan hingga volume 100 ml. d. Pembuatan larutan Ferro Ammonium Sulfat (FAS) 0.1 M dengan melarutkan 39.2 g Fe(NH4)2(SO4) kedalam aquades. Kemudian tambahkan 20 ml H2SO4 pekat. Larutan didinginkan dan diencerkan hingga volume 1 liter. 2. Prosedur analisis a. Sebanyak 2 ml contoh dimasukan kedalam tabung COD mikro b. Contoh ditambahkan 1.5 ml larutan K2Cr2O7 dan 3.5 ml pereaksi asam sulfat (asam COD) c. Tabung dipanaskan dalam COD reaktor selama 2 jam (148 oC) d. Selanjutnya tabung didinginkan dan kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 50 ml e. Larutkan contoh ditambahkan indikator ferroin sebanyak 1-2 tetes dan kembali dilanjutkan dengan titrasi larutan FAS sampai warna hijau berubah menjadi merah kecoklatan
45
f. Lakukan juga terhadap blanko (aquades) COD (ppm) = (B-C) x M x 8000 x P Ml Blanko B
= ml FAS blanko
C
= ml FAS sampel
M
= Molaritas
P
= Pengenceran
B. Analisis MLSS (Mixed Liquor Suspended Solid) 1. Prosedur analisis a. Kertas saring dipanaskan didalam oven pada susu 105 oC selama 1 jam selanjutnya didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Pemanasan dihentikan jika berat kertas saring sudah konstan. b. Sebanyak 100 ml contoh yang telah diaduk merata dipindahkan kedalam penyaring sistem vakum yang telah diberi kertas saring dan telah diketahui beratnya. c. Kertas saring yang berisi padatan hasil penyaringan contoh dipisahkan secara hati-hati dan dikeringkan pada suhu 105 oC selama 1 jam. Selanjutnya didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Pemanasan dihentikan jika berat kertas saring sudah konstan. 2. Penentuan nilai MLSS Nilai MLSS ditentukan dengan perhitungan sebagai berikut MLSS (mg/l) = ((a-b) x 1000)/c a = berat kertas saring dan residu sebelum pemanasan 105 oC b = berat kertas saring setelah pemanasan 105 oC c = ml contoh
46
C. Analisis MLVSS (Mixed Liqour Volatile Suspended Solid) 1. Prosedur Analisis a. Contoh residu hasil analisis MLSS dibakar menggunakan api bunsen dalam cawan porselin yang telah dikeringkan dan diketahui beratnya. b. Setelah terbakar sempurna (bebas asap), selanjutnya contoh diabukan dalam tanur pada suhu 550 oC selama 1 jam. c. Setelah 1 jam tanur dimatikan dan setelah suhu tanur sekitar 100 oC maka contoh diambil dan disimpan dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang. 2. Penentuan Nilai MLVSS Nilai MLVSS ditentukan dengan perhitungan sebagai berikut MLVSS (mg/l) = (a-b)/c a = bobot cawan dan residu sebelum pembakaran dalam tanur b = bobot cawan dan residu setelah pembakaran dalam tanur c = ml contoh
47
Lampiran 2. Hasil Pengujian Limbah Cair Industri Tepung Agar-agar
0
-
-
&' ( , - #
" $ %" $ , - #
0
-
-
%
,- #
" $ %" $ , - #
0
-
-
' %
,- #
" $ %" $ , - #
48
0
-
-
/
,- #
" $ %" $ , - #
49
Lampiran 3. Data hasil pengukuran pada proses aklimatisasi
&' ( , - # ! "1 %
23
23
" $ %" $
" $ %" $
,- # ! "1 %
23
23
" $ %" $
" $ %" $
50
,- # ! "1 %
23
23
" $ %" $
" $ %" $
Keterangan: AB1 : Pengujian sampel aerabik ke-1 AB2 : Pengujian sampel aerabik ke-2
51
Lampiran 4. Data hasil pengukuran pada proses start up &' (
! " 1 %
" $ %" $
" $ %" $
,- #
! " 1 %
" $ %" $
23
23
" $ %" $
" $ %" $
,- # " $ %" $
23
23
" $ %" $
52
" $ %" $
Lampiran 5. Data hasil pengikuran DO, Suhu, dan pH pada kondisi F/M 0.1 DO
hari ke1 2 3 4 5 6 7 8 9
mg/L
rata-rata
Suhu o
C
pH
rata-rata
rata-rata
3.4
27.6
7.78
3.4
27.6
7.77
3.5
3.43
27.6
27.60
7.78
3.47
27.6
7.89
3.4
27.6
7.80
3.4
27.5
7.85
3.4
27.6
7.87
3.4
3.41
27.6
27.58
7.88
27.6
10
3.4 3.46
7.90
27.6
11
7.80
3.44
27.6
12
7.76
3.43
27.6
13
7.78
3.42
14
3.41
27.6
15
7.74
3.39
27.6
16
7.72
3.40
27.6
7.71
17
3.40
27.7
18
7.69
3.40
19 20 21 22 23 24 25
3.42
3.41
27.5
27.6
27.58
27.62
7.76
7.67
3.4
27.6
7.65
3.5
27.6
7.63
3.4
27.6
7.61
3.4
27.6
7.59
3.4
3.41
27.6
27.60
7.58
3.4
27.6
7.56
3.5
27.6
7.54
7.80
7.86
7.75
7.67
7.58
53
Lampiran 5. Data hasil pengikuran DO, Suhu, dan pH pada kondisi F/M 0.2
('
! " 1 %
,-
" $ %" $
! 4
&
" $ %" $
0 " $ %" $
54
Lampiran 5. Data hasil pengikuran DO, Suhu, dan pH pada kondisi F/M 0.3
('
! " 1 %
,-
!
" $ %" $
4
&
" $ %" $
0 " $ %" $
3.34 3.4 3.4 3.5 3.47
3.34
3.4 3.4 3.4 3.4 3.4
3.4
3.4 3.5 3.4 3.4 3.4
3.4
3.4 3.5 3.5 3.4 3.5
3.4
3.5 3.5 3.5 3.5 3.5
3.5
55
Lampiran 5. Data hasil pengikuran DO, Suhu, dan pH pada kondisi F/M 0.4 DO
hari
Suhu o
pH
ke-
mg/L
1
3.47
2
27.6
7.70
3.46
3
27.6
7.70
3.44
4
3.43
5
27.8
7.50
3.42
6
27.8
7.50
3.41
7
27.8
7.40
3.39
8
27.6
7.40
3.40
9
3.40
10
27.6
7.70
3.40
11
27.8
7.74
3.42
12
27.8
7.78
3.40
13
27.8
7.82
3.40
14 15 16 17 18 19
rata-rata
3.44
3.40
3.40
C
27.8
27.6
27.8
rata-rata
27.72
27.68
27.72
rata-rata
7.80
7.50
7.70
3.40
27.5
7.70
3.40
27.7
7.50
3.4
27.5
7.60
3.4
27.5 27.6
7.50
3.5
3.41
27.56
7.80
3.4
27.6
7.76
27.6
21
3.4 3.40
7.78
27.5
22
7.76
3.42
27.6
7.74
23
3.40
24
3.40
27.6
25
7.40
3.40
27.7
7.50
20
3.40
27.6
27.60
7.72
7.64
7.55
7.70
7.89
7.77
56
Lampiran 5. Data hasil pengikuran DO, Suhu, dan pH pada kondisi F/M 0.5 DO
hari ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
mg/L
rata-rata
Suhu o
C
pH
rata-rata
rata-rata
3.40
27.80
7.54
3.40
27.80
7.68
3.40
3.40
27.80
27.76
7.77
3.40
27.80
7.66
3.40
27.60
7.63
3.50
27.60
7.60
3.40
27.60
7.57
3.40
3.46
27.80
27.72
7.68
3.40
27.80
7.70
3.40
27.80
7.70
3.50
27.80
7.80
3.50
27.50
7.50
3.40
3.44
27.70
27.60
7.50
3.40
27.50
7.40
3.40
27.50
7.40
3.40
27.50
7.82
18
3.40 3.46
27.80
7.70
19
3.44
27.50
7.50
20
3.43
21
27.70
7.60
3.42
22
27.50
7.50
3.41
27.50
7.60
23
3.40
24
3.38
25
27.70
7.76
3.40
27.60
7.78
15 16 17
3.43
3.40
27.80
27.50
27.66
27.56
7.70
7.50
7.66
7.65
7.52
7.66
7.63
57
Lampiran 6. Data hasil pengukuran MLSS dan MLVSS pada HRT 2.5; 2; 1.5; 1; 0.5 hari MLSS
HRT (hari)
2.5
2
1.5
1
0.5
Hari
AB1
AB2
Rata-rata
1
3066
3126
2
2898
3
MLVSS Rata-rata
AB1
AB2
Rata-rata
3096
1429
1478
1454
3248
3073
1351
1536
1443
3124
3164
3144
1456
1496
1476
4
3210
3264
3237
1496
1544
1520
5
3482
3482
3482
1623
1647
1635
1
2664
2720
2692
1242
1286
1264
2
2642
2786
2714
1231
1318
1274
3
2872
2882
2877
1339
1363
1351
4
2852
2764
2808
1329
1307
1318
5
2984
2868
2926
1391
1356
1374
1
2356
2260
2308
1098
1069
1083
2
2286
2320
2303
1065
1097
1081
3
2240
2340
2290
1044
1107
1075
4
2298
2368
2333
1071
1120
1095
5
2364
2390
2377
1102
1130
1116
1
1956
1866
1911
912
882
897
2
1864
1986
1925
869
939
904
3
1870
1750
1810
872
828
850
4
1874
1786
1830
873
845
859
5
1968
1860
1914
917
880
898
1
1554
1648
1601
724
779
752
2
1458
1682
1570
680
795
737
3
1560
1550
1555
727
733
730
4
1608
1684
1646
749
796
773
5
1614
1688
1651
752
798
775
3206.4
2803.4
2322.2
1878
1604.6
Rata-rata
1505.52
1316.15
1090.28
881.59
753.49
58
Lampiran 7. Data hasil pengukuran COD dan efesiensi penyisihan COD COD HRT (hari)
2.5
2
1.5
1
0.5
Influen
Influen
Rata-
Rata-
Efluen
Efluen
Rata-
Rata-
Hari
1
2
rata
rata
1
2
rata
rata
1
452
460
456
100
102
101
2
520
510
515
115
113
114
3
428
410
419
95
91
93
4
446
452
449
99
100
99
5
450
450
450
99
99
99
1
440
446
443
114
116
115
2
448
430
439
116
112
114
3
430
430
430
112
112
112
4
428
426
427
111
111
111
5
440
450
445
114
117
116
1
426
420
423
215
212
214
2
450
456
453
227
230
229
3
420
442
431
212
223
218
4
410
398
404
207
201
204
5
396
408
402
200
206
203
1
426
426
426
314
314
314
2
418
410
414
308
302
305
3
408
410
409
300
302
301
4
384
390
387
283
287
285
5
396
400
398
292
295
293
1
398
386
392
324
314
319
2
386
380
383
314
309
311
3
394
390
392
320
317
319
4
400
400
400
325
325
325
5
394
380
387
320
309
315
Hasil Pengamatan
457.8
436.8
422.6
406.8
390.8
101.15
113.42
213.43
299.58
317.72
Rata-rata influen
Rata-rata efluen
Removal COD
ke-
HRT
mg/l
mg/l
%
1...5
2.5
457.8
101.15
77.91
1...5
2
436.8
113.42
74.03
1...5
1.5
422.6
213.43
49.50
1...5
1
406.8
299.58
26.36
1...5
0.5
390.8
317.72
18.70
59
Lampiran 8. Data perhitungan parameter kinetika COD
HRT (hari)
2.5
2
1.5
1
0.5
So
S
Influen Influen
Efluen Efluen
1
2
452
460
520
Rata-rata
Rata-
1
2
456
100
102
101
1454
510
515
115
113
114
1443
428
410
419
95
91
93
1476
446
452
449
99
100
99
1520
450
450
450
99
99
99
440
446
443
114
116
115
1264
448
430
439
116
112
114
1274
430
430
430
112
112
112
1351
428
426
427
111
111
111
1318
440
450
445
114
117
116
426
420
423
215
212
214
1083
450
456
453
227
230
229
1081
420
442
431
212
223
218
1075
410
398
404
207
201
204
1095
396
408
402
200
206
203
426
426
426
314
314
314
897
418
410
414
308
302
305
904
408
410
409
300
302
301
850
384
390
387
283
287
285
859
396
400
398
292
295
293
398
386
392
324
314
319
752
386
380
383
314
309
311
737
394
390
392
320
317
319
730
400
400
400
325
325
325
773
394
380
387
320
309
315
457.8
436.8
422.6
406.8
390.8
Rata-rata
101.15
113.42
213.43
X
rata
1635
1505.6
1374
1316.2
1116
299.58
317.72
1090
898
881.6
775
753.4
So
S
X
So-S
X
1/S
X /(So-S)
2.5
457.8
101.15
1505.6
356.65
3764
0.009886307
10.55376419
2
436.8
113.42
1316.2
323.38
2632.4
0.008816787
8.140268415
60
1.5
422.6
213.43
1090
209.17
1635
0.004685377
7.8166085
1
406.8
299.58
881.6
107.22
881.6
0.003338007
8.222346577
0.5
390.8
317.72
753.4
73.08
376.7
0.003147425
5.154625068
So
S
X
So-S
X
1/
(So-S)/X
2.5
457.8
101.15
1505.6
356.65
3764
0.4
0.094752922
2
436.8
113.42
1316.2
323.38
2632.4
0.5
0.122846072
1.5
422.6
213.43
1090
209.17
1635
0.666666667
0.127932722
1
406.8
299.58
881.6
107.22
881.6
1
0.121619782
0.5
390.8
317.72
753.4
73.08
376.7
2
0.194000531
61
Lampiran 9. Daftar keterangan simbol Simbol
Unit
Keterangan
X
mg/L
Konsentrasi mikroorganisme
So
mg/L
Konsentrasi awal substrat (COD)
S
mg/L
Konsentrasi akhir substrat (COD)
Ks
mg/L
Konstanta setengah kecepatan konsentrasi substrat (COD) pada saat mencapai setengah kecepatan maksimum
K
Mg COD/ mg
Laju maksimum penggunaan substrat per
sel
mg mikroorganisme
Mg MLVSS/
Koefisien hasil mikroba terhadap COD yang
mg COD
digunakan
Kd
hari-1
Koefisien penguraian sel
m
hari-1
Laju pertumbuhan spesifik maksimum
YCOD
bakteri hari
Waktu tinggal hidrolik
62