PELATIHAN HOLD RELAX DAN TERAPI MANIPULASI LEBIH MENINGKATKAN AKTIVITAS FUNGSIONAL DARIPADA PELATIHAN CONTRACT RELAX DAN TERAPI MANIPULASI PADA PENDERITA FROZEN SHOULDER Oleh : Lalu Suprawesta*, J. Alex Pangkahila**, Muh. Irfan*** Program Studi Magister Fisiologi Olahraga Universitas Udayana** Fakultas Fisioterapi Universitas Esa Unggul***
ABSTRAK Frozen shoulder mengakibatkan munculnya keluhan yang berpengaruh pada kemampuan sendi bahu dalam melakukan aktivitas fungsional sehari-hari. Beberapa metode seperti pelatihan hold relax dan contract relax pada PNF terkadang dilakukan bergantian atau bersamaan, dapat meningkatkan LGS dan menjaga kualitas sendi. Terapi manipulasi banyak digunakan oleh fisioterapis untuk meningkatkan mobilitas sendi yang mengalami keterbatasan. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efektifitas penanganan pada penderita frozen shoulder pada kemampuan aktivitas fungsional dengan membandingkan pelatihan hold relax dan terapi manipulasi dan pelatihan contract relax dan terapi manipulasi. Penelitian ini menggunakan metode true experimental dengan pre test and post test two group design. Penelitian ini dilaksanakan di klinik Physiotherapy Plus Denpasar pada Bulan Maret sampai April tahun 2015. Sampel penelitian berjumlah 18 orang yang dibagi dalam 2 kelompok perlakuan. Kelompok perlakuan I mendapat perlakuan pelatihan hold relax dan terapi manipulasi diikuti 9 orang sampel dan kelompok perlakuan II mendapat perlakuan pelatihan contract relax dan terapi manipulasi diikuti 9 orang sampel. Alat ukur yang digunakan adalah SPADI index untuk mengetahui persentase nilai SPADI pada penderita frozen shoulder, yang diukur sebelum dan sesudah mendapatkan perlakuan. Hasil pengukuran rerata±SB persentase nilai SPADI sebelum perlakuan antara kedua kelompok tidak terdapat perbedaan. Hasil pengujian hipotesis dengan Independent sample t test menunjukkan ada perbedaan signifikan terhadap keterbatasan aktivitas fungsional pada rerata±SB persentase nilai SPADI setelah perlakuan Kelompok I 31,19±9,30 dan rerata+SB Kelompok II 46,83±8,24 dengan nilai p=0,002. Pada penelitian ini diketahui bahwa pelatihan hold relax dan terapi manipulasi lebih meningkatkan aktivitas fungsional daripada pelatihan contract relax dan terapi manipulasi. Penelitian lebih lanjut terhadap metode pelatihan ini masih dibutuhkan untuk mengetahui dosis latihan dan modifikasi program pada penderita frozen shoulder dalam meningkatkan aktivitas fungsional. Kata kunci : Latihan, aktivitas fungsional, Hold relax, contract relax, terapi manipulasi, frozen shoulder, LGS
HOLD RELAX TRAINING AND MANIPULATION THERAPY MORE INCREASE FUNCTIONAL ACTIVITIES RATHER THAN CONTRACT RELAX TRAINING AND MANIPULATION THERAPY AMONG PATIENTS WITH FROZEN SHOULDER
By : Lalu Suprawesta*, J. Alex Pangkahila**, Muh. Irfan*** Magister Program of Sport Physiology Udayana University** Faculty of Physiotherapy Esa Unggul University*** ABSTRACT Frozen shoulder resulted in a complaint when performing movements that affect the ability of the shoulder joint in performing of daily functional activities. Some methods such as hold-relax and contract relax training on PNF method sometimes conducted alternately or simultaneously, often used to improve ROM and maintain the quality of the joints. Manipulation therapy is widely used by physiotherapists to improve the mobility of joints that have limitations. This study aims to prove the effectiveness of treatment in patients with frozen shoulder in order to improve functional activities by comparing the hold relax training and manipulation therapy and contract relax training and manipulation therapy. This study uses a true experimental with pre-test and post-test two group design. This study was conducted in Physiotherapy Plus clinic Denpasar in March until April 2015. These study samples included 18 people were divided into two treatment groups. The treatment group I received treatment hold relax training and manipulation therapy followed by 9 samples and the treatment group II received treatment contract relax training and manipulation therapy followed by 9 samples. Measuring instruments used is SPADI index to determine the percentage of SPADI value to know limitations of functional activity among patients with frozen shoulder, which is measured before and after getting treatment. The results of comparative tests carried out tests of Independent sample t test on the mean±SD of the percentage of SPADI value. The mean±SD of the percentage of SPADI value on both treatment group before treatment were no different. Hypothesis testing results indicate a significant difference to the improvement of functional activity limitations on the mean of the percentage of SPADI value after the treatment group I 31,19±9,30 and after the treatment group II 46,83±8,24 with p=0.002. In this study, it is known that the hold relax training and manipulation therapy more increase the functional activity rather than the contract relax training and manipulation therapy. Further studies of this training method is still needed to determine the dose of exercise and modification program in order to help people more quickly with frozen shoulder in improving functional activities. Key words : Training, functional activities, hold relax, contract relax, manipulation therapy, frozen shoulder, ROM
PENDAHULUAN Frozen shoulder atau capsulitis adhesiva sering dijadikan diagnosis untuk segala keluhan nyeri dalam keterbatasan gerak sendi bahu. Keluhan pada sendi bahu biasanya didahului oleh suatu trauma atau immobilisasi yang bisa mengakibatkan kekakuan sendi bahu. Keluhan ini juga dapat terjadi pada penderita hemiplegi atau monoplegi superior, diabetes mellitus, ischemic heart disease yang juga disebut sebagai penyebab. Kasus frozen shoulder terjadi 2-3% dari populasi dan sering terjadi pada orang yang berusia lebih dari 40 tahun, terutama wanita berusia 50 tahun, 15% pasien mengalami frozen shoulder bilateral1. Prevelansi penyakit ini adalah sekitar 20% dari populasi umum dan 10-20% pada penderita diabetes2. Beberapa penelitian telah menjelaskan capsulitis adhesiva sebagai gangguan membatasi diri yang sembuh dalam 1 tahun sampai 3 tahun, namun penelitian lain melaporkan bahwa antara 20% dan 50% dari pasien mengalami defisit gerak jangka panjang yang dapat bertahan pada waktu hingga 10 tahun3. Beberapa peneliti membuktikan bahwa teknik-teknik fisioterapi membutuhkan waktu yang lama dalam peningkatan aktivitas fungsional penderita frozen shoulder berkisar antara 12 bulan sampai dengan 24 bulan. Selanjutnya para fisioterapis tertantang karena tidak dapat dengan cepat mendapatkan hasil yang signifikan dalam pengobatan frozen shoulder ini. Banyak pasien mengalami stres karena hasil pengobatan yang lama dan terkadang takut kembali berobat karena adanya rasa sakit selama pengobatan fisioterapi4,5,6,7,8. Masalah aktivitas yang sering ditemukan pada penderita frozen shoulder adalah tidak mampu menyisir rambut; kesulitan dalam berpakaian; kesulitan memakai breastholder (BH) bagi wanita;
mengambil dan memasukkan dompet di saku belakang; gerakan-gerakan lainnya yang melibatkan sendi bahu9,10,11. Karena stabilitas glenohumeral sebagian besar oleh sistem muscolotendinogen, maka gangguan pada otot-otot bahu tersebut akan menyebabkan nyeri dan menurunnya mobilitas sendi sehingga mengakibatkan keterbatasan luas gerak sendi yang berakibat pada penurunan aktivitas fungsional12. Terapi manipulasi merupakan teknik terapi yang digunakan pada gangguan sendi dan jaringan lunak terkait, merupakan suatu metode penanganan yang utama dalam mobilisasi sendi dan jaringan lunak dimana dalam praktek kedua teknik ini selalu digabungkan13. Mobilisasi sendi terbukti efektif memperbaiki inflamasi pada sendi kronis, kontraktur antero superior kapsul, kontraktur antero inferior kapsul, kontraktur otot-otot rotator cuff dan kemampuan fungsional sekaligus mengurangi nyeri pada frozen shoulder fase kaku dan beku 4,14,15. Peregangan yang ringan akan efektif untuk memperbaiki inflamasi yang bersifat kronik dan perbaikan fibrosis pada kasus frozen shoulder 6,16,17. Di antara teknik PNF, teknik hold relax sering digunakan di klinik untuk menghilangkan rasa sakit, dan meningkatkan lingkup gerak sendi. Teknik reversal stabilizing digunakan untuk meningkatkan kekuatan otot-otot postural dari tubuh bagian atas, gerakan bahu, dan sendi panggul, menstabilkan otot dan meningkatkan stabilitas berbagai sendi yang terkait18,19. Hold relax adalah suatu bentuk terapi latihan dimana otot atau grup otot antagonis yang memendek dikontraksikan secara isometrik dengan kuat dan optimal dan kemudian diikuti dengan rileksasi otot atau grup otot (prinsip reciproke inhibition) dengan tujuannya adalah perbaikan rileksasi pola antagonis, perbaikan mobilisasi, dan penurunan nyeri20.
Rumusan masalah dalam penelitian ini 1) apakah pelatihan hold relax dan terapi manipulasi dapat meningkatkan aktivitas fungsional pada penderita frozen shoulder? 2) apakah pelatihan contract relax dan terapi manipulasi dapat meningkatkan aktivitas fungsional pada penderita frozen shoulder? 3) apakah pelatihan hold relax dan terapi manipulasi lebih meningkatkan aktivitas fungsional daripada pelatihan contract relax dan terapi manipulasi pada penderita frozen shoulder? Tujuan dalam penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui metode yang lebih baik antara pelatihan hold relax dan terapi manipulasi maupun pelatihan contract relax dan terapi manipulasi dalam meningkatkan aktivitas fungsional pada penderita frozen shoulder. Secara khusus adalah 1) untuk mengetahui pelatihan hold relax dan terapi manipulasi dapat meningkatkan aktivitas fungsional pada penderita frozen shoulder 2) untuk mengetahui pelatihan contract relax dan terapi manipulasi dapat meningkatkan aktivitas fungsional pada penderita frozen shoulder. METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan yang digunakan adalah Pre and Post Test Group Design. Penelitian ini dilaksanakan di Klinik Physiotherapy Plus Denpasar pada MaretApril 2015. Populasi penelitian ini adalah populasi terjangkau pasien seluruh pasien frozen shoulder di Klinik Physiotherapy Plus Denpasar Bulan Maret-April 2015 dengan kriteria sebagai berikut: 1) Frozen shoulder telah melewati masa akut, 2) keterbatasan gerak sendi bahu pola kapsuler (keterbatasan gerak fleksi-abduksieksorotasi dan ekstensi-adduksi-endorotasi) yang diketahui dengan melakukan pemeriksaan fisioterapi, 3) usia lebih dari 45
tahun, 4) tidak menderita kanker tulang pada daerah sendi bahu, 5) post immobilisasi sendi bahu lebih dari 3 bulan, 6) Tidak sedang mengikuti aktivitas fisik seperti senam di luar perlakuan, 7) Bersedia mengikuti perlakuan (traksi/translasi dan latihan gerak aktif) dan mau bekerjasama hingga penelitian berakhir selama 4 minggu. Dari populasi pasien frozen shoulder didapatkan sampel dengan tehnik simple random sampling sebanyak 18 pasien yang kemudian dibagi menjadi dua kelompok dengan random alokasi masing-masing 9 sampel pada setiap kelompoknya. Tahap pelaksanaan penelitian menyangkut: 1) Mendata pasien frozen shoulder sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi, 2) Subjek diberi penjelasan mengenai tujuan dan manfaat penelitian, 3) Subjek diminta menandatangani persetujuan penelitian, 4) Peneliti mengumpulkan data penelitian dengan melakukan pemeriksaan subjektif (anamnesis). Selanjutnya subjek diberkan perlakuan sebanyak 3 kali seminggu selama 4 minggu. Sebelum dan sesudah perlakuaan pada subjek, peneliti mengambil data kemampuan fungsional dengan SPADI test yang selanjutnya diketahui persentase nilai SPADI dimana nilai yang tinggi menunjukkan adanya keterbatasan pada kemampuan fungsional. Aktivitas fungsional adalah aktivitas gerak sendi bahu dengan tujuan untuk melakukan gerakan fungsional seseorang dalam kehidupan sehari-hari seperti keramas, menggosok punggung saat mandi, memakai dan melepas kaos dalam (t-shirt), memakai kemeja berkancing, memakai celana, mengambil benda di atas, mengangkat beban berat (5kg atau lebih), mengambil benda di saku belakang celana yang dapat diukur dengan alat ukur SPADI, dimana pasien diminta menjawab dan melakukan item yang terdapat pada alat ukur tersebut. Kemudian dilakukan penilaian berdasarkan jumlah item yang dijawab atau
dilakukan berdasarkan petunjuk penilaian pada form penilaian SPADI sehingga didapatkan nilai SPADI yang dinyatakan dalam bentuk persentase. Keterbatasan aktivitas fungsional diketahui dengan persentase nilai SPADI yang tinggi, sedangkan perbaikan atau peningkatan aktivitas fungsional diketahui dengan penurunan persentase nilai SPADI. Data diolah dan dianalisis untuk menganalisis karakteristik subjek penelitian terkait dengan usia, jenis kelamin, BMI, riwayat diabetes dan skor SPADI yang datanya diambil pada saat assesmen dan pengukuran pertama atau tes awal. 1. Uji normalitas data untuk menganalisis distribusi data keseimbangan dari masing-masing kelompok perlakuan. Karena sampel yang diteliti berjumlah <30 sampel dan agar lebih sensitif dengan nilai kemaknaan p > 0,05 maka rumus statistik yang digunakan adalah Saphiro wilk test. Dan data berdistribusi normal maka akan dilanjutkan dengan uji parametrik. 2. Uji homogenitas menggunakan levene’s test of varians untuk menganalisis homogenitas variasi data dari masingmasing kelompok perlakuan.Dengan nilai kemaknaan p> 0,05 maka data kedua kelompok adalah homogen. 3. Uji hipotesis atau uji beda data pre dan post test pada tiap-tiap kelompok digunakan untuk mengetahui hasil perbedaan aktivitas fungsional pada saat sebelum dan setelah terapi. Kelompok I dan II merupakan kelompok data berpasangan dan 2 kelompok. Data berdistribusi normal sehingga menggunakan analisis statistik paired sample t-test. 4. Uji beda Kelompok I dan Kelompok II digunakan untuk mengetahui perbedaan pengaruh antara Kelompok I dan Kelompok II. Data ini merupakan kelompok data tidak berpasangan dan 2
kelompok. Data berdistribusi normal dan homogen sehingga analisis statistik yang digunakan adalah independent t-test. HASIL PENELITIAN 1. Deskripsi Data Penelitian Deskripsi data karakteristik subyek penelitian yang termasuk data numerik yaitu variabel jenis kelamin, usia, berat badan, tinggi badan dan Indeks Massa Tubuh. Tabel 1. Karakteristik Sampel Variabel Usia (th) Berat Badan (kg) Tinggi Badan (cm) IMT (kg/m2)
Kelompok I
Kelompok II
Rerata±SB
Rerata±SB
18
53,44±6,39
53,33±10,56
18
65,00±13,73
65,89±18,31
18
163,56±8,95
166,11±12,19
18
23,79±3,23
23,25±3,40
n
Berdasarkan Table 1 menunjukkan bahwa sampel penelitian kelompok I memiliki rerata usia 53,44 ± 6,39 pada kelompok II 53,33 ± 10,56, hal tersebut memberikan gambaran bahwa sampel penelitian ini mewakili kelompok usia kategori dewasa tua. Berdasarkan nilai IMT sampel pada penelitian kelompok I memiliki rerata 23,79 ± 3,23 dan pada kelompok II memiliki rerata 23,25 ± 3,40, hal tersebut menunjukkan bahwa semua pasien frozen shoulder masuk kategori tidak obes. 2. Uji Normalitas dan Homogenitas Data Untuk menentukan pilihan penggunaan statistika dalam pengujian hipotesis, maka pada penelitian ini dilakukan uji persyaratan analisis yaitu pengujian distribusi normal dan pengujian homogenitas varian. Adapun uji statistik yang digunakan antara lain adalah Shapiro-
wilk test untuk uji distribusi normal dan Levene’stest untuk homogenitas varian. Tabel 2. Uji Normalitas dan Homogenitas Variabel Nilai SPADI Sebelum Perlakuan Kelompok I Nilai SPADI Sebelum Perlakuan Kelompok II Nilai SPADI Sesudah Perlakuan Kelompok I Nilai SPADI Sesudah Perlakuan Kelompok II
Rerata±SB (%)
p
73,86±15,05
0,680
Levene’s test p value
0,794 71,11±15,73
0,336
31,19±9,30
0,919
0,830 46,83±8,24
0,105
Dari Table 2 menunjukkan bahwa untuk uji normalitas distribusi dengan menggunakan Shapiro-wilks test didapatkan nilai probabilitas untuk kelompok data sebelum pelatihan pada kelompok I, nilai p > 0,05 yang berarti bahwa data berdistribusi normal. Pada kelompok II, nilai p > 0,05 yang juga berarti bahwa data berdistribusi normal. Untuk kelompok data sesudah pelatihan pada kelompok I dan II, nilai p > 0,05 yang berarti bahwa data berdistribusi normal. Pada uji homogenitas varian dilakukan dengan menggunakan Levene’s test didapatkan nilai p > 0,05 untuk kelompok data sebelum pelatihan yang berarti bahwa data bersifat homogen. Pada kelompok data sesudah pelatihan didapatkan nilai p > 0,05 yang berarti bahwa data bersifat homogen. Dengan melihat hasil uji persyaratan analisis, maka peneliti memutuskan untuk memanfaatkan statistik parametrik untuk data yang bersifat normal.
3. Uji Beda Nilai SPADI Sebelum dan Sesudah Pelatihan pada Kelompok I dan II Uji beda nilai SPADI sebelum dan sesudah pelatihan pada kelompok I dan II yaitu dengan paired sample t test. Tabel 3. Uji Beda Rerata Pada Kelompok I Sebelum dan Sesudah Perlakuan Rerata±SB Variabel p Keterangan (%) NilaiSPADI Sebelum 73,86±15,05 Perlakuan Kelompok I 0,000 Signifikan NilaiSPADI Sesudah 31,19±9,30 Perlakuan Kelompok I Berdasarkan Tabel 3 dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji beda sebelum dan sesudah perlakuan yaitu paired sample t test didapatkan nilai p = 0,000 (p<0,05) yang menunjukkan bahwa beda rerata±SB nilai SPADI sebelum dan sesudah perlakuan Kelompok I memiliki nilai p<0,05, hal ini berarti bahwa ada perbedaan yang bermakna. Hal ini menunjukkan pelatihan hold relax dan terapi manipulasi dapat meningkatkan aktivitas fungsional pada penderita frozen shoulder.
Tabel 4. Uji Beda Rerata Pada Kelompok II Sebelum dan Sesudah Perlakuan Rerata±SB Nilai p Keterangan (%) Nilai SPADI 71,11±15,7 Sebelum 3 Perlakuan Kelompok II 0,001 Signifikan Nilai SPADI 46,83±8,24 Sesudah Perlakuan Kelompok II
yaitu independent sample t test didapatkan nilai p = 0,002 (p<0,05) yang menunjukkan bahwa beda rerata±SB nilai SPADI sesudah perlakuan Kelompok I dan II memiliki nilai p<0,05, hal ini berarti bahwa ada perbedaan yang bermakna. Perbedaan nilai SPADI yang menunjukkan peningkatan aktivitas fungsional, sehingga dapat disimpulkan bahwa pelatihan hold relax dan terapi manipulasi lebih efektif meningkatkan aktivitas fungsional pada penderita frozen shoulder. Pembahasan
Berdasarkan Tabel 4 dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji beda sebelum dan sesudah perlakuan yaitu paired sample t test didapatkan nilai p = 0,001 (p<0,05) yang menunjukkan bahwa beda rerata±SB nilai SPADI sebelum dan sesudah perlakuan Kelompok II memiliki nilai p<0,05, hal ini berarti bahwa ada perbedaan yang bermakna. Hal ini menunjukkan pelatihan contract relax dan terapi manipulasi dapat meningkatkan aktivitas fungsional pada penderita frozen shoulder. 4. Uji Beda Nilai SPADI Sesudah Pelatihan pada Kelompok I dan II Uji beda nilai SPADI sesudah pelatihan pada kelompok I dan II yaitu dengan independent sample t test. Tabel 5. Uji Beda Rerata Pada Kelompok I dan II Sesudah Perlakuan
Berdasarkan Tabel 5 dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji beda sebelum dan sesudah perlakuan
Pelatihan Hold Relax dan terapi manipulasi lebih meningkatkan aktivitas fungsional daripada pelatihan Contract Relax dan terapi manipulasi pada penderita frozen shoulder Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan independent sample t test untuk aktivitas fungsional pada sendi bahu menunjukkan bahwa beda rerata total SPADI sesudah perlakuan antara Kelompok pelatihan hold relax dan terapi manipulasi dan pelatihan contract relax dan terapi manipulasi memiliki nilai p masing-masing 0,002 (p<0,05), hal ini dapat disimpulkan bahwa pelatihan hold relax dan terapi manipulasi lebih meningkatkan aktivitas fungsional daripada pelatihan contract relax dan terapi manipulasi pada penderita frozen shoulder. Dengan dilakukan terapi manipulasi berupa traksi dan translasi pada sendi bahu yang bertujuan untuk mengurangi keterbatasan gerak sendi dan kekakuan kemudian diikuti pelatihan hold relax secara indirect pada otot-otot antagonis dari gerakan yang terbatas untuk mengulur otot berdasarkan prinsip reciprocal inhibition, mengurangi nyeri akibat kekakuan sendi dan kelemahan otot agonis, dan meningkatkan stabilisasi otot-otot pada sendi bahu setelah mendapatkan terapi manipulasi 20,21,22,23.
Pemberian pelatihan hold relax dan contract relax sering digunakan bergantian atau bersamaan untuk meningkatkan LGS. Pelatihan hold relax, diberikan sebagai pengulur otot yang tidak rileks, dengan memanfaatkan hold relax teknik terlebih dahulu untuk bisa mengulur jaringan internal mencapai LGS akhir (LPP) yang tersedia. Pelatihan ini merupakan penguluran otot secara pasif diikuti dengan latihan kontraksi isometrik pada LGS tertentu untuk mempertahankan stabilitas dan meningkatkan LGS22. Pelatihan ini sangat membantu untuk menurunkan nyeri, meningkatkan kekuatan otot dan meningkatkan LGS sehingga aktivitas fungsional akan lebih meningkat. Pada pelatihan contract relax sangat efektif untuk menambah LGS untuk mengulur jaringan kontraktil yang mengakibatkan terganggunya mobilitas sendi akibat keterbatasan gerak bahu tanpa disertai nyeri. Sehingga selama tidak ditemukan nyeri, maka pelatihan ini sangat menjadi pilihan untuk meningkatkan LGS secara pasif21. Munculnya nyeri sebagai akibat kontraksi bisa dihindari dengan memberikan tahanan kontraksi sub maksimal, dan diarahkan pada arah otot yang berlawanan sampai mencapai akhir LGS23. Penelitian ini masih memiliki beberapa keterbatasan. Pemeriksaan untuk mengetahui LGS dengan inclinometer diharapkan bisa dilakukan, karena hasilnya lebih baik untuk mengetahui LGS pada sendi bahu yang dapat mendukung untuk mengetahui adanya pengaruh peningkatan LGS dengan peningkatan aktivitas fungsional, sedangkan alat tersebut belum dimiliki sehingga pengukuran dilakukan dengan goniometer. Keterbatasan penelitian ini juga dalam mendapatkan hasil MRI untuk menegakkan diagnosa patologis dari
gangguan sendi bahu yang dialami memang benar frozen shoulder. SIMPULAN Berdasarkan analisis penelitian yang telah dilakukan dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pelatihan hold relax dan terapi manipulasi dapat meningkatkan aktivitas fungsional pada penderita frozen shoulder. Rerata±SB persentase nilai SPADI mengalami penurunan sebesar 42,67±9,77%. 2. Pelatihan contract relax dan terapi manipulasi dapat meningkatkan aktivitas fungsional pada penderita frozen shoulder. Rerata±SB persentase nilai SPADI mengalami penurunan sebesar 24,27±1,47%. 3. Pelatihan hold relax dan terapi manipulasi lebih baik daripada pelatihan contract relax dan terapi manipulasi pada penderita frozen shoulder. DAFTAR PUSTAKA 1. Siegel, L. B., Cohen, N.J. and Gail, E.P., 1999; Adhesive Capsulitis : A Sticky Issue, diakses tanggal 11/11/2014, available from http://www.aaft.org/afp/990401ap/ 1843.html. 2. Schicling, P, and Walsh, J., 2001; Frozen Shoulder In Diabetes, diakses pada tanggal 25/11/2014, available from http://www.diabetesnet.com/diabetes complications/frozen shoulder.php 3. Manske RC, Prohaska D. Diagnosis and management of adhesive capsulitis. Current Reviews in Musculoskeletal Medicine. 2008;1(3-4):180-189. doi:10.1007/s12178-008-9031-6. Available from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles /PMC2682415/ 4. Griggs, S.M., Ahn, A. and Green, A. 2000.Idiopathic adhesive capsulitis, a prospective functional outcome study of nonoperative treatment. The Journal Bone Joint SurgAm; 82: 1398-1407. 5. Tennent, T.D., Beach, W.R., Meyers, J.F. 2003. A Review of the Special Tests Associated with Shoulder Examination.The American Journal of Sports Medicine; 31(2): 301 307. 6. Diercks, R.L. and Stevens, M. 2004. Gentle thawing of the frozen shoulder : a prospective study of supervised neglect versus intensive physical therapy in seventy-seven patients with frozen shoulder syndrome followed up for two years.The Journal Shoulder Elbow surg; 13: 499-502. 7. Watson, L.A., Pizzari, L.A., Balster, S., 2009. Clinical manifestations, differentiation and treatment pathways. Available from http://www.elsevier.com/math. 8. Salim, J.S., Siahaan, T. 2011. Terapi MLDV meningkatkan LGS dan kemampuan fungsional sendi glenohumeralis dengan cepat pada beberapa pasien penderita frozen shoulder. Medan. 9. Jurgel, J., Rannama, L., and Gapeyeva, H. 2005. Shoulder function in patients with frozen shoulder before and after 4week rehabilitation. The Journal Medicina (Kaunas); 41: 30-38. 10. Kelley, M.J., Mcclure, P.W., and Leggin, B.G. 2009. Frozen shoulder : evidence and aproposed model guiding rehabilitation. Available from J Orthop SportsPhysTher; 39(2): 135-148. 11. Hsu, J.E., Anakwenze, O.A., Warrander, W.J. and Abboud, J.A. 2011. Current review of adhesive capsulitis. The Journal Shoulder Elbow Surg; 20: 502514.
12. Donatelli, R.A. 2004. Physical Therapy of The Shoulder. fourth edition. Philadelphia: Churchill Livinston. 13. Kaltenborn.F M;Bokhandel, Olaf Nurlis; Kaltenborn, T B; Morgan, Dennis; and Vollowitz, Eileen. 2011; Manual Mobilization of The Extremity Joint;4thed, Norli, Oslo, Norway. 14. Vermeulen HM, Rozing PM, Obermann WR, le Cessie S, andVliet Vlieland TP, 2006;Comparison of High Grade and Low Grade Mobilization Techniques in the Management of Adhesive Capsulitis of the Shoulder : Randomized Controlled Trials ; diakses tanggal 14/12/2014, available from http://www.ncbi.hlm.nih.gov/pubmed/16 506872. 15. Edmond, S.L. 2006. Joint mobilization/manipulation, extremity and spinal techniques.second edition. New Jersey : Mosby Elsevier. 16. Gleyze, P., Flurin, P.H., Laprelle, E., Katz, D., Taussaint, B., Benkalfalte, T., Salignac, N. and Levigne, C. 2011.Pain management in the rehabilitation of stiff shoulder : prospective multicenter comparative, study of 193 cases.The Journal Orthopedies& Traumatology; Surgery & Research; 452(9): 1-8. 17. Salvo, S. 2011. Massage therapy;Principles and Practice. Fourth Edition.Philadelphia : W.B. Sounders Company. 18. Chow T.P. and Ng G.Y., 2010: Active, passive and proprioceptive neuromuscular facilitation stretching are comparable in improving the knee flexion range in people with total knee replacement: a randomized controlled trial.ClinRehabil, 24: 911–918. [Medline] [CrossRef]. 19. Lim CH, 2011: Effects of static, dynamic, PNF stretching on the isokinetic peaktorque. Available from J Korean SocPhysTher, 23: 37–42.
20. Beckers, D. and Buck, M, 2001; Het PNF-Concept in De Praktijk; De Tijdstroom, Elsevier gezondheidszorg, hal. 11-17, 24, 40-41, 54-55. 21. Sullivan, P.E., 1995, Clinical Decision Making in Therapeutic Exercise, Appleton & Lange, USA, Hal.64-47. 22. Kisner, C. 2007. Therapeutic Exercise.Fifth Edition. Philadelphia: F.A Davis Company. 23. Page, P; 2012; Current Concepts in Muscle Stretching for Exercise and Rehabilitation.Int J Sports PhysTher; 7(1): 109–119.