PENGEMBANGAN MODEL PENDAMPINGAN BAGI PENGELOLAAN BISNIS EKONOMI KREATIF SEKTOR PARIWISATA SECARA INTEGRATIF UNTUK PEMENUHAN KESADARAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN DI INDONESIA Oleh : Jeni Susyanti *) Noor Shodiq Askandar **) Ronny Malavia Mardani ***) Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Malang
[email protected] Abstrak Tujuan penelitian ini mengetahui identifikasi pelaku bisnis ekonomi kreatif sektor pariwisata, mengangkat problematic pada pelaku ekonomi kreatif sektor pariwisata, model pendampingan bisnis ekonomi kreatif untuk kesadaran kewajiban perpajakan dan memunculkan industry kreatif yang menjadi action industry kreatif di kota Malang. Jenis penelitian deskriptif dilakukan dengan desk evaluasi dengan design penelitian. Menurut Coper dan Emory (2009:122) design penelitian merupakan cetak biru yang memberikan garis dari setiap prosedur, mulai dari hipotesis (jika ada) sampai kepada analisis data. Penelitian juga merujuk pendapat Susman (1983) melalui model diagnosis problematika sampai dengan monitoring dan evaluasi untuk mencapai target dan Analisis Data DenganPendekatan Kualitatif menurut Miles dan Huberman (1992) Responden teridentifikasi katagori sangat baik dengan score 4,20 -5,00 dalam mengembangkan bisnis ekonomi kreatif; belajar secara otodidak berbisnis. Dari sisi problamatik usaha masuk katagori masuk katagori buruk dengan score 1,81 - 2,60 adalah menjual barang secara kredit dan kesadaran kewajiban perpajakan juga masuk katagori buruk dengan score 1,81 - 2, 60, mengacu pendapat Tarigan (2012). Pada sebanyak 17,4% responden yang disebutkan terdapat kendala di bidang keuangan, produksi, dan Sumber daya manusia (SDM). Model pendampingan bagi Pengelolaan Bisnis Ekonomi Kreatif Sektor Pariwisata secara Integratif yaitu bangunan ekonomi kreatif ini dipayungi oleh interaksi triple helix yang terdiri dari Intellectuals (Intelektual), Business (Bisnis), dan Government (Pemerintah) sebagai para aktor utama penggerak industri kreatif. Adapun pelaku bisnis ekonomi kreatif sektor pariwisata menginginkan ketertiban administrasi usaha, membutuhkan pendampingan usaha. Kata kunci: model integratif, ekonomi kreatif, kesadaran pepajakan 1. Pendahuluan Pada tahun 2013 penerimaan negara yang berasal dari pajak mempunyai kontribusi cukup tinggi dalam APBN, yaitu sebesar 76% (APBN.P 2013). Berbagai kebijakan dalam bentuk ekstensifikasi dan intensifikasi telah dibuat oleh pemerintah untuk mencapai target penerimaan pajak. Kebijakan ini membawa pengaruh kepada masyarakat, dunia usaha termasuk bisnis ekonomi kreatif sektor wisata. Sektor ekonomi kreatif memiliki dampak yang cukup besar bagi perekonomian usaha kecil dan menengah. Pengembangan ekonomi kreatif sebanyak 2,4 Juta UMKM/Tahun (Jatim) yang nantinya akan menjadikan industri kreatif di bidang pariwisata dalam pembuatan dan penjualan barang outdoor ini merupakan potensi JEMA Vol. 12 No. 2 Agustus 2014
| 357
pengembangan usaha pariwisata yang diharapkan menjadi penambahan masukan bagi negara melalui pajak dan retribusi daerah. Mari Elka Pangestu (2011) menyebutkan secara nasional ekonomi kreatif menyumbang 7,6 persen dari produk domestik bruto (PDB) dan 7,5 persen pada angkatan kerja. Peningkatan jumlah pengusaha dari golongan ekonomi kreatif, ternyata tidak banyak merubah jumlah setoran pajak pada Negara. Hal ini bukan disebabkan ketidak mauan mereka memberikan kontribusi pada Negara melalui pembayaran pajak, akan tetapi disebabkan kurangnya pemahaman pelaku ekonomi kreatif terhadap kewajiban perpajakan yang harus dilakukan. Menurut Mustikasari (2007:3) untuk mencapai target pajak, perlu ditumbuhkan terus menerus kesadaran dan kepatuhan masyarakat wajib pajak untuk memenuhi kewajiban pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Mengingat kesadaran dan kepatuhan wajib pajak merupakan faktor penting bagi peningkatan penerimaan pajak, maka perlu secara intensif dikaji tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Rumusan masalah yang ingin dikaji adalah bagaimana problematik bisnis ekonomi kreatif sektor pariwisata?, bagaimana pendeskripsian model pendampingan pengelolaan bisnis ekonomi kreatif sektor pariwisata untuk memenuhi kesadaran perpajakan secara integratif ?, bagaimana pelaksanaan strategi industry kreatif yang mendukung sektor wisata kota Malang? Dan bagaimana action industry kreatif yang mendukung sektor wisata kota Malang? Sektor ekonomi kreatif memiliki dampak yang cukup besar bagi perekonomian usaha kecil dan menengah, karena sebagian besar ekonomi kreatif digerakkan oleh kaum muda yang berusia antara 26 – 30 tahun sebesar 26,1% dan berusia antara 31 – 35 tahun sebesar 32,6%, dan pelaku UMKM sebesar 67,4 %. Sektor ini sangat berpotensi menjadi kekuatan dahsyat untuk mendorong Indonesia menjadi negara maju, beberapa produk UMKM seperti produk kerajinan dan fashion memiliki peluang yang sangat besar dalam menembus pasar ekspor. Integrasi dari semua pemangku kepentingan, dalam mengatasi berbagai tantangan yang berpotensi menjadi penghambat pengembangan ekonomi kreatif sangat diperlukan oleh pelaku bisnis ekonomi kreatif. Dukungan Intelektual (Akademisi), dukungan pemerintah dan masyarakat diharapkan dapat menggerakkan bisnis ekonomi kreatif dan industry kreatif. 2. Kerangka Teoritis Ekonomi Kreatif sebagai konsep ekonomi yang mengutamakan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan stock of knowledge dari Sumber Daya Manusia (SDM) dalam kegiatan ekonominya. Howkins (2001) menyebutkan ekonomi baru telah muncul seputar industri kreatif,yang dikendalikan oleh hukum kekayaan intelektual seperti paten, hak cipta, merek, royalti dan desain. Untuk menggerakkan industry kreatif diperlukan beberapa faktor pendukung, diantaranya arahan edukatif, memberikan penghargaan terhadap insan kreatif, serta menciptakan iklim usaha yang kondusif (Anggraeni, 2008). Richard Florida (2004) meramalkan bahwa tempat-tempat dan kota-kota yang mampu menciptakan produkproduk baru inovatif dan tercepat akan menjadi pemenang di era ekonomi kreatif. Industri kreatif di Indonesia menurut Departemen Perdagangan Republik Indonesia (2008) dapat didefinisikan sebagai “Industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, ketrampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut“. Sub sector yang merupakan industry berbasis kreativitas adalah: periklanan, 358 |
JEMA Vol. 12 No. 2 Agustus 2014
arsitektur, pasar barang seni, kerajinan, desain, fesyen, video,film dan fotografi, permainan interaktif, music, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan computer dan piranti lunak, televisi dan radio, riset dan pengembangan. Model pengembangan ekonomi kreatif yang dikembangkan untuk Indonesia berupa bangunan yang terdiri dari komponen pondasi, 5 pilar, dan atap yang saling menguatkan sesuai dengan (Sumber Daya) ,Institution, Financial Intermediary, diatasnya terdapat Atap: Bangunan ekonomi kreatif ini dipayungi oleh interaksi triple helix yang terdiri dari Intellectuals (Intelektual), Business (Bisnis), dan Government (Pemerintah) sebagai para aktor utama penggerak industri kreatif. Intellectual, kaum intelektual yang berada pada institusi pendidikan formal, informal dan non formal yang berperan sebagai pendorong lahirnya ilmu dan ide yang merupakan sumber kreativitas dan lahirnya potensi kreativitas insan Indonesia. Business, pelaku usaha yang mampu mentransformasi kreativitas menjadi bernilai ekonomis. Government, pemerintah selaku fasilitator dan regulator agar industri kreatif dapat tumbuh dan berkembang. Analisis Triple Helix pertama kali diungkapkan oleh Henry Etzkowitz dan Loet Leydesdorff, dan kemudian diulas lebih lanjut oleh Gibbons et al (1994) dalam The New Production of Knowledge dan Nowotny et al (2001) dalam Re-Thinking Science. Dalam ekonomi kreatif, sistem Triple Helix menjadi payung yang menghubungkan antara Cendekiawan (Intellectuals), Bisnis (Business), dan Pemerintah (Government) dalam kerangka bangunan ekonomi kreatif. Di mana ketiga helix tersebut merupakan aktor utama penggerak lahirnya kreativitas, ide, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang vital bagi tumbuhnya industri kreatif. Hubungan yang erat, saling menunjang, dan bersimbiosis mutualisme antara ke-3 aktor tersebut dalam kaitannya dengan landasan dan pilar-pilar model ekonomi kreatif akan menentukan pengembangan ekonomi kreatif yang kokoh dan berkesinambungan. Menurut penelitian Widayati dan Nurlis (2010) terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kemauan Wajib Pajak dalam membayar kewajiban perpajakannya, yaitu faktor kesadaran membayar pajak; persepsi yang baik atas efektifitas sistem perpajakan; pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan pajak. Gozali (1976) dalam Pudji (2002) mendifinisikan kesadaran sebagai rasa rela melakukan sesuatu yang sebagai kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam taksonomi Blom (1908) seperti yang dikutip oleh Sudjana (2006) menjelaskan bahwa pengetahuan sebagai suatu ingatan dan hafalan terhadap materi yang dipelajari seperti rumus batasan, definisi, pasal dalam undang-undang dan sebagainya memang perlu dihafal dan diingat agar dapat dikuasai sebagai pengetahuan. Sedangkan memahami adalah suatu kemauan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar (Soekidjo, 2007). Dengan demikian, apabila seseorang telah mengetahui peraturan yang ada, maka seharusnya orang tersebut akan paham akan peraturan yang ada. Persepsi dapat dinyatakan sebagai suatu proses pengorganisasian dan pengintepretasian terhadap stimulus oleh organisasi atau individu sehingga merupakan suatu yang berarti dan merupakan aktivitas integrated dalam diri individu. Sedangkan efektifitas memiliki pengertian suatu pengukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kualitas, kuantitas dan waktu) telah tercapai (Widayati dan Nurlis, 2010). 3. Metode Penelitian 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriftif. Indriantoro dan Supomo (2002:88) menjelaskan juga bahwa penelitian deskriptif merupakan penelitian terhadap JEMA Vol. 12 No. 2 Agustus 2014
| 359
fenomena atau populasi tertentu yang diperoleh peneliti dari subjek berupa: individu, organisasi, industri atau perspektif lain. Tujuannya adalah untuk menjelaskan aspekaspek yang relevan dengan fenomena yang diamati, sehingga peneliti dapat menjelaskan karakteristik subjek yang diteliti, mengkaji berbagai aspek dalam fenomena tertentu, dan menawarkan ide masalah untuk pengujian atau penelitian selanjutnya. Coper dan Emory (2009:122) mengemukakan bahwa design penelitian pada dasarnya, pertama, merupakan rencana untuk memilih sumber-sumber dan jenis informasi yang akan dipakai untuk menjawan pertanyaan-pertanyaan penelitian. Kedua, merupakan kerangka kerja untuk merinci hubungan-hubungan antara variabel dalam kajian tersebut. Ketiga, merupakan cetak biru yang memberikan garis dari setiap prosedur, mulai dari hipotesis (jika ada) sampai kepada analisis data. Jenis data dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder (Indriantoro dan Supomo, 2002:147). Data primer berasal dari responden berupa: identifikasi usaha, problematik usaha yang dapat berupa opini responden. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Kantor Disperindag Kota dan Kabupaten Malang berupa nama dan alamat Bisnis Ekonomi Kreatif Sektor Pariwisata, jenis bisnisnya, dan jumlah karyawan. Selain itu, juga diperoleh dari kantor dimana Bisnis Ekonomi Kreatif Sektor Pariwisata berada, berupa profil bisnisnya dan jenis-jenis kegiatannya 3.2. Definisi Operasional Variabel Indriantoro dan Supomo (2002:69) mengemukakan bahwa definisi operasional variabel adalah penentuan construct (pengukuran variabel), definisi operasional variabel pengelolaan bisnis ekonomi kreatif dalam penelitian ini diukur dengan instrumen. Dalam instrumen tersebut berisi tentang: (1) identifikasi usaha, mencakup 15 butir pernyataan, (2) problematik usaha, mencakup 14 butir pernyataan, dan (3) kesadaran kewajiban perpajakan, mencakup 23 butir pernyataan.. Dalam setiap butir pernyataan, responden disediakan 5 alternatif jawaban, yaitu untuk jawaban selalu (SL) diberi skor 5, untuk jawaban sering (SR) diberi skor 4, untuk jawaban kadang-kadang (KK) diberi skor 3, untuk jawaban hampir tidak pernah (HTP) diberi skor 2, dan untuk jawaban tidak pernah (TP) diberi skor 1. Berdasarkan jawaban responden tersebut dapat ditentukan (diukur) distribusi frekuensi jawaban responden, sehingga dapat diketahui apakah pengelolaan bisnis ekonomi kreatif telah dilakukan dengan baik (ditunjukkan dengan skor tinggi) atau pengelolaan bisnis ekonomi kreatif telah dilakukan dengan tidak baik (ditunjukkan dengan skor rendah). Untuk menentukan baik tidaknya pengelolaan bisnis ekonomi kreatif yang dilakukan oleh manajemen, menurut Tarigan (2012) ditentukan dengan formula sebagai berikut: Range = Range =
= 0,8
Tabel 1: Penentuan Tingkat Persepsi Responden Rentang rata-rata skor Tingkat persepsi responden jawaban responden 1,00 – 1,80 Sangat buruk 1,81 – 2,60 Buruk 2,61 – 3,40 Cukup baik 360 |
JEMA Vol. 12 No. 2 Agustus 2014
Rentang rata-rata skor jawaban responden 3,41 – 4,20 4,20 – 5,00 Sumber: Tarigan (2012)
Tingkat persepsi responden Baik Sangat baik
3.4. Analisis Data Menurut Miles dan Huberman (1992:15-20) langkah-langkah analisis data dengan pendekatan kualitatif dijelaskan sebagai berikut. 1) Reduksi Data Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data/proses transformasi ini berlanjut terus sesudah penelitian lapangan, sampai laporan akhir. 2) Penyajian Data Penyajian data merupakan sekumpulan informasi yang disusun, sehingga dapat member kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data dapat dilakukan dengan grafik, tabulasi, matriks, jaringan, dan bagan. 3) Menarik Kesimpulan Dari pengumpulan data, penganalisis kualitatif mulai mencari arti atas pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, dan alur sebab-akibat. Penarikan kesimpulan, hanyalah sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Masalah yang muncul dari data harus diuji kebenarannya dan kecocokannya. Jika tidak demikian, maka cita-cita yang menarik mengenai sesuatu yang terjadi, tetapi tidak jelas kebenarannya dan kegunaannya Berpijak pada tiga hal di atas dapat diringkas dalam gambar berikut. Pengump ulan data
Reduksi data
Penyajian data
Penarikan kesimpulan
Gambar 1: Analisis Data DenganPendekatan Kualitatif Sumber: Miles dan Huberman (1992:20) Proses penelitian tersebut merujuk pada pendapat Susman (1983) dengan mengembangkan model sebagai berikut: 1) diagnosis problematika (identifikasi dan kodifikasi masalah), 2) rencana, tindakan, 3) pelaksanaan (pendampingan), 4) penyusunan indikator keberhasilan (pelatihan), 5) monitoring dan evaluasi, yang kesemua proses ini digunakan untuk mencapai target yang sudah digariskan.
JEMA Vol. 12 No. 2 Agustus 2014
| 361
4. Hasil Penelitian 4.1. Identifikasi Usaha Pelaku Bisnis Ekonomi Kreatif Sektor Pariwisata Dengan mengacu pada Tarigan (2012), maka data skor jawaban responden terkait identifikasi usaha pelaku bisnis ekonomi kreatif sektor pariwisata dari sisi pengembangan bisnis ekonomi kreatif memiliki skor bervariatif dari buruk sampai dengan sangat baik. Adapun dari hasil jawaban responden yang masuk katagori buruk dengan score 1,81 - 2,60 adalah Saya memproduksi sendiri barang keperluan outdoor. Sedangkan yang masuk katagori cukup baik dengan score 2,61 - 3,40 adalah Saya memiliki tempat usaha sendiri; Saya menyewa tempat usaha; Saya menjual barang untuk keperluan outdoor; Saya menjual jasa penunjang pariwisata untuk keperluan outdoor. Berdasarkan jawaban responden yang masuk katagori baik dengan score 3,41 4,20 adalah Saya mengembangkan usaha secara individual; Saya melakukan pemasaran barang secara mandiri; Saya membeli dari pihak lain barang dagangan; Saya menjual hasil produk usaha di wilayah JawaTimur; Saya menjual hasil produk usaha di luar wilayah JawaTimur. Sedangkan yang masuk katagori sangat baik dengan score 4,20 5,00 adalah Sebagai pemilik usaha saya mengembangkan bisnis ekonomi kreatif; Saya memiliki komunitas sesama pelaku usaha dibidang ekonomi kreatif; Saya belajar secara otodidak untuk mengembangkan usaha; Saya melakukan pengelolaan keuangan usaha secara mandiri; Saya menjual hasil produk usaha di wilayah Malang. Secara keseluruhan dapat terlihat bahwa pada sebagian besar responden berusaha untuk mengembangkan bisnis ekonomi kreatif baik secara mandiri maupun berkelompok dan melakukan pemasaran barang secara mandiri, sehingga jangkauan pasar relatif terbatas di sekitar Malang Raya. 4.2.Problematik Pelaku Ekonomi Kreatif Problem dari pelaku bisnis ekonomi kreatif dalam penelitian ini terdiri dari aspek pemasaran, Aspek keuangan, Aspek sumber daya manusia (SDM). Berdasarkan pertanyaan kendala usaha lainnya pada sebanyak 17,4% responden yang memproduksi produk ekonomi kreatif sektor pariwisata, disebutkan terdapat kendala di bidang produksi yaitu: design produk, kualitas bahan baku,di bidang Sumber daya manusia (SDM): sulitnya penjahit yang berkualitas pengerjaan barang-barang outdoor, pemotong bahan baku yang efisien, kurangnya SDM yang memiliki pemahaman terhadap pencatatan usaha ataupun pembukuandan pemahaman terhadap kewajiban perpajakan yang harus dilakukan. Disamping yang tidak kalah pentingnya adalah kekurangan modal usaha untuk mengembangkan produk. Dengan mengacu pada Tarigan (2012), maka data skor jawaban responden tampak bahwa problematik usaha pelaku bisnis ekonomi kreatif sektor pariwisata cukup bervaraitif dari katgori buruk sampai dengan sangat baik. Adapun masuk katagori buruk dengan score 1,81 - 2,60 adalah Saya menjual barang secara kredit. Sedangkan masuk katagori cukup baik dengan score 2,61 - 3,40 adalah Saya mencatat penjualan secara computerized; Saya mengerti cara mengisi SPT (Surat Pemberitahuan); Saya memiliki karyawan untuk membantu pembukuan; Saya memiliki karyawan untuk membantu administrasi perpajakan. Hasil jawaban responden masuk katagori baik dengan score 3,41 - 4,20 adalah Saya mencatat penjualan secara sederhana (manual); Saya mencatat biaya secara computerized; Saya mengetahui kewajiban perpajakan; Saya membutuhkan pendampingan usaha. Sedangkan jawaban responden yang masuk katagori sangat baik 362 |
JEMA Vol. 12 No. 2 Agustus 2014
dengan score 4,20 - 5,00 adalah Saya menjual barang secara tunai; Saya menggunakan pembukuan untuk mengetahui keuntungan usaha; Saya melakukan pembukuan secara mandiri; Saya menginginkan ketertiban administrasi usaha; Berdasar dari jawaban kuisioner responden juga dapat diketahui dapat dikatakan sebagian besar responden melakukan pencatatan penjualan secara manual dan tidak computerized dan telah membuat pembukuan untuk mengetahui keuntungan usaha. Akan tetapi perlu pendampingan dalam melakukan pencatatan keuangan (pembukuan) atau penyusunan SPT karena sebagian responden masih belum mengerti cara melakukan pencatatan keuangan (pembukuan) atau penyusunan SPT. Berdasarkan jawaban responden tentang kesadaran kewajiban perpajakan diperoleh score 1,81 - 2, 60 dengan katagori buruk dengan adalah: kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP); keikutsertaan sosialisasi yang diadakan Kantor Pelayanan Pajak; konsultasi dengan Account Representative jika kesulitan dibidang perpajakan; ketaatan pemeriksaan pajak; penghitungan pajak berdasarkan self assesment system; melakukan pembukuan; melakukan pencatatan; penghitungan pajak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan; memperhitungkan pajak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan; pembayaran pajak yang terutang; pembayaran angsuran pajak setiap bulan; pembayaran pajak tepat waktu; pelunasan pajak terutang; tidak mempunyai tunggakan pajak; pengisian SPT dengan lengkap; pengisian SPT dengan benar; pembayaran pajak yang dipotong pihak ketiga; pembayaran pajak yang dipungut pihak ketiga; pemotongan pajak pengasilan pihak usaha; pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan; melakukan administrasi perpajakan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil diatas tampak bahwa sebagian besar responden memiliki kesadaran kewajiban perpajakan yang sangat rendah, hal ini terlihat dari pelaku bisnis ekonomi kreatif yang tidak pernah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)danmenyatakan tidak pernah melaporkan usaha untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak Selaku wajib pajak pelaku bisnis ekonomi kreatif mengetahui kewajiban perpajakan, akan tetapi sebagain besar responden menyatakan tidak pernah mengikuti sosialisasi yang diadakan Kantor Pelayanan Pajak, tidak pernah berkonsultasi dengan Account Representative, jika mengalami kesulitan dibidang perpajakan, tidak pernah mentaati pemeriksaan pajakdan menyatakan tidak pernah menghitung pajak berdasarkan self assesment system. Sebagian besar pelaku bisnis ekonomi kreatif sebagai wajib pajak tidak melakukan pembukuan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dan tidak melakukan pencatatan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.Disamping itu dalam kuisioner mereka menyatakan tidak pernah menghitung pajak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dan tidak pernah memperhitungkan pajak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan Sebagian besar responden menyatakan tidak pernah melakukan pembayaran pajak yang terutang dan tidak membayar angsuran pajak setiap bulan.Disamping mereka dalam kuisioner menyatakan tidak pernahmembayar pajak tepat waktu, tidak melunasi pajak terutang untuk setiap jenis pajak, walaupun responden juga menyatakan tidak pernahtidak mempunyai tunggakan pajak untuk setiap jenis pajak. Rendahnya kesadaran pelaku bisnis ekonomi kreatif juga dapat dijelaskan dengan jumlah responden sebanyak 65,2% yang menyatakan tidak pernah mengisi SPT dengan lengkap sesuai dengan besarnya pajak terutang sebenarnya dan tidak pernahmengisi JEMA Vol. 12 No. 2 Agustus 2014
| 363
SPT dengan benar sesuai dengan besarnya pajak terutang sebenarnya. Disamping tidak pernah membayar pajak yang dipotong dan dipungut pihak ketiga, juga tidak pernah memungut pajak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dan mengabaikan administrasi perpajakan. 4.3 Model Pendampingan bagi Pengelolaan Bisnis Ekonomi Kreatif Sektor Pariwisata secara Integratif Berdasarkan hasil penelitian tampak pelaku bisnis ekonomi kreatif yang menjadi responden sebagian besar telah memiliki tempat usaha sendiri, menjual barang untuk keperluan outdoor, menjual jasa penunjang pariwisata.Sebagian memproduksi sendiri barang keperluan outdoor dan mampu menjual hasil produk usaha di wilayah Malang, di wilayah JawaTimur dan di luar wilayah JawaTimur. Berdasarkan pertanyaan kendala usaha lainnya pada sebanyak17,4% responden yang memproduksi produk ekonomi kreatif sektor pariwisata, disebutkan terdapat kendala di bidang produksi yaitu: design produk, kualitas bahan baku, di bidang Sumber daya manusia (SDM): sulitnya penjahit yang berkualitas pengerjaan barangbarang outdoor, pemotong bahan baku yang efisien, kurangnya SDM yang memiliki pemahaman terhadap pencatatan usaha ataupun pembukuan dan pemahaman terhadap kewajiban perpajakan yang harus dilakukan. Disamping yang tidak kalah pentingnya adalah kekurangan modal usaha untuk mengembangkan produk. Model pendampingan bagi Pengelolaan Bisnis Ekonomi Kreatif Sektor Pariwisata secara Integratif yang perlu dilakukan menyesuaikan model pengembangan ekonomi kreatif yang dikembangkan untuk Indonesia, yaitu bangunan ekonomi kreatif ini dipayungi oleh interaksi triple helix yang terdiri dari Intellectuals (Intelektual), Business (Bisnis), dan Government (Pemerintah) sebagai para aktor utama penggerak industri kreatif. Dukungan Intelektual (cendekiawan) yang berada pada institusi pendidikan formal, informal dan non formal. Pelaku bisnis ekonomi kreatif sebagai pihak yang mentransformasikan ide, kreativitas, inovasi menjadi produk yang bernilai jual, Dukungan pemerintah sebagai actor penggerak utama dan fasilitator industry kreatif melalui pengaturan regulasi,penciptaan konektivitas ekonomi kreatif dengan penetapan destinasi pariwisata,sebagai venue untuk memulai proses produksi, distribusi sekaligus pemasarannya dari bisnis ekonomi kreatif dan industry kreatif. Pelaku bisnis ekonomi kreatif sebagai pihak yang mentransformasikan ide, kreativitas, inovasi menjadi produk yang bernilai jual, harus mampu mengetahui selera yang diinginkan pengguna produk, ataupun menciptakan desain dan trend baru bagi masyarakat.Untuk itu pelaku bisnis harus mengikuti informasi pasar, menguasai tehnologi untuk mencari sumber inspirasi, peningkatan pengetahuan dan keterampilanuntuk inovasi produk dan manajemen bisnisjuga diperlukan untuk kontinitas usaha dan membuat usaha tumbuh menjadi besar dan kokoh.Pemanfaatan jaringan bisnis juga bisa dijadikan sarana untuk menggali informasi dan marketing produk.Utamanya dalam mengembangkan barang dan jasa kreatif secara self development, melakukan pencatatan usaha atau pembukuan, mengikuti aturan pemerintah dari sisi perpajakan, mengembangkan kapasitas usaha dari pengusaha besar ke pengusaha kecil, memfasilitasi promosi dengan pemanfaatan online marketing adalah langkah yang perlu diprioritaskan pelaku binis ekonomi kreatif. Oleh karena itu, diperlukan adanya integrasi dari semua pemangku kepentingan, dalam mengatasi berbagai tantangan yang berpotensi menjadi penghambat
364 |
JEMA Vol. 12 No. 2 Agustus 2014
pengembangan ekonomi kreatif.Pengelolaan bisnis ekonomi kreatif sektor pariwisata secara integratif dari seluruh pihak terkait. Penerapan model pendampingan diharapkan menunjang pembangunan dan pengembangan ipteks-sosbud, sekaligus memberikan konstribusi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah, peningkatan pendapatan daerahsecara khusus dan secara umum pada peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia sebagaimana cita-cita didirikannya Negara Indonesia yang dituangkan dalam dasar negara kita yaitu Pancasila. 5. Simpulan 1. Identifikasi pelaku bisnis ekonomi kreatif sektor pariwisata hasil jawaban responden yang masuk katagori sangat baik dengan score 4,20 -5,00 adalah Sebagai pemilik usaha saya mengembangkan bisnis ekonomi kreatif; memiliki komunitas sesama pelaku usaha dibidang ekonomi kreatif; belajar secara otodidak untuk mengembangkan usaha; melakukan pengelolaan keuangan usaha secara mandiri; dan menjual hasil produk usaha di wilayah Malang. 2. Problematik bisnis ekonomi kreatif sektor pariwisata Data skor jawaban responden tampak bahwa pada problamatik usaha pelaku bisnis ekonomi kreatif sektor pariwisata cukup bervaraitif dari katgori buruk sampai dengan sangat baik. Adapun masuk katagori buruk dengan score 1,81 - 2,60 adalah menjual barang secara kredit dan kesadaran kewajiban perpajakan diperoleh score 1,81 - 2, 60. 3. Model Pendampingan bagi Pengelolaan Bisnis Ekonomi Kreatif Sektor Pariwisata secara Integratif Model pendampingan bagi Pengelolaan Bisnis Ekonomi Kreatif Sektor Pariwisata secara Integratif yang perlu dilakukan menyesuaikan model pengembangan ekonomi kreatif yang dikembangkan untuk Indonesia, yaitubangunan ekonomi kreatif ini dipayungi oleh interaksi triple helix yang terdiri dari Intellectuals (Intelektual), Business (Bisnis), dan Government (Pemerintah) sebagai para aktor utama penggerak industri kreatif. Daftar Pustaka Anggraeni, Nenny. Industri Kreatif. Jurnal ekonomi, desember 2008, volume XIII No.3 Ardiana I.D.K.R, Brahmayanti I.A, & Sibaedi, Maret 2010.“Kompetensi SDM UKM dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja UKM di Surabaya”.Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan.Vol. 12, No.01, hal. 42. Cooper, Donald R dan C. William Emory. 2009. Metode Penelitian Bisnis. Jilid 1. Edisi Bahasa Indonesia. Penerbit Erlangga. Jakarta Faisal, Sanapiah. 2010. Format-format Penelitian Sosial. Dasar-dasar dan aplikasinya. Rajawali Pers. Jakarta Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. 2002. Metodologi Penelitian Bisnis untuk akuntansi & manajemen, BPFE. Yogyakarta Departemen Perdagangan Republik Indonesia, Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025.WWW.Deperindag.go.id Howkins, John.2001. Creative Economy, How People makeMoney from Ideas. Penguin
JEMA Vol. 12 No. 2 Agustus 2014
| 365
Imamah Nurul, September 2008. “Peranan Business Development Service dalam Pengembangan Usaha Kecil Menengah di Wedoro Centre WaruSidoarjo”.Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan.Vol. 10, No.02. Manurung, Adler Haymans, 2005. Bisnis UKM (Usaha Kecil Menengah). Penerbit Kompas. Jakarta. Malsayah, Susylo. 2011. Ekonomi Kreatif Harus Jelas Arah dan Tujuannya. www.sentrakukm.com. Selasa, 04 Januari 2011 Mustikasari, Elia. 2007. Kajian Empiris tentang Kepatuhan Wajib Pajak Badan di Perusahaan Industri Pengolahan di Surabaya.Simposium Nasional Akuntansi X. Makassar.Hal.1-41. Meredith. Geoffrey G, 2000. Kewirausahaan.Seri Manajemen Strategis No. 1, Jakarta. Miles, Matthew B dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. UI Press. Jakarta Nazir, Moh. 2010. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta Tarigan, Yuike Arianti. 2012. Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Efektivitas Kerja Pegawai Pada Kantor Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara. SKRIPSI. Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara *) Jeni Susyanti adalah dosen tetap Fakultas Ekonomi **) Noor Shodiq Askandar adalah dosen tetap Fakultas Ekonomi ***) Ronny Malavia Mardani adalah dosen tetap Fakultas Ekonomi
366 |
JEMA Vol. 12 No. 2 Agustus 2014