MENCERMATI HEURISTIK TRANSFORMASI ORGANISASI:
Mereaktualisasi Perilaku Kreatif Manusia Melalui Pendekatan Knowledge Management
Disampaikan pada Sidang Terbuka Luar Biasa Senat Universitas Negeri Makassar Kamis, 30 Juni 2011
Prof. DR. Haedar Akib, M.Si.
Pidato Pengukuran Penerimaan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Bidang Ilmu Administrasi FIS Universitas Negeri Makassar
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-2
MENCERMATI HEURISTIK TRANSFORMASI ORGANISASI:
Mereaktualisasi Perilaku Kreatif Manusia Melalui Pendekatan Knowledge Management
Disampaikan pada Sidang Terbuka Luar Biasa Senat Universitas Negeri Makassar Kamis, 30 Juni 2011
Prof. DR. Haedar Akib, M.Si.
Pidato Pengukuran Penerimaan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Bidang Ilmu Administrasi FIS Universitas Negeri Makassar
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-3
Didiklah anak-anakmu dengan pengetahuan yang terbaik, karena mereka akan hidup di alam yang sama sekali berbeda dengan jaman yang engkau alami. (Hadits Riwayat Bukhari-Muslim)
Dialog ayah dan anak: Where are you working, Dad? I am working at University as a scientist. What do you do, Dad? I am teaching and pushing the frontier of knowledge and science. In which direction, Dad? (Prof. Dr. Martani Huseini, MBA, 1999)
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-4
Bismillahirrahmanirrahim Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita. © Yth. Ketua dan Anggota Dewan Penyantun Universitas Negeri Makassar (UNM) © Yth. Ketua (Rektor) dan Sekretaris Senat UNM © Yth. Ketua dan Sekretaris Majelis Guru Besar UNM © Yth. Para Anggota Senat UNM © Yth. Para Dekan, Direktur Pascasarjana, Ketua Lembaga, Kepala UPT, Ketua Jurusan, dan Ketua Prodi dalam lingkungan UNM. © Yth. Para Dosen, Pegawai, dan Civitas Akademika UNM © Yth. Para Undangan dan Hadirin yang Berbahagia. Marilah kita memanjatkan puji-syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas Kerkah dan Karunia yang diberikan kepada kita sehingga dapat berkumpul di Auditorium ini untuk melaksanakan upacara Sidang Senat Terbuka Pengukuhan Guru Besar Universitas Negeri Makassar. Pada kesempatan berbahagia ini saya menyampaikan pidato pengukuhan dengan topik: MENCERMATI HEURISTIK TRANSFORMASI ORGANISASI: Mereaktualisasi Perilaku Kreatif Manusia Melalui Pendekatan Knowledge Management.
Hadirin yang terhormat Saya memulai pidato ini dengan ilustrasi sebuah percakapan singkat seorang anak yang lugu dengan ayahnya, seorang ilmuwan, seperti yang saya kutip pada bagian awal pidato ini. Tiga pertanyaan sang anak itu sangat mendasar dan jawabannya boleh jadi sangat berat, sehingga dialog itu perlu menjadi renungan bagi setiap ilmuwan. Dialog singkat itu mengingatkan kita sebagai ilmuwan untuk berefleksi dan terus memperbarui pengetahuan yang diajarkan dan perilaku kreatif yang diperankan, dengan menerapkan pendekatan
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-5
Knowledge Management. Sebagai ilmuwan atau pemerhati administrasi kita sama memahami bahwa inti administrasi adalah organisasi, karena definisi administrasi sebagai bentuk kerjasama sekelompok orang yang didasarkan atas pengetahuan (explicit, tacit, and cultural) tertentu untuk mencapai suatu tujuan, dilakukan melalui organisasi (Morten Egeberg yang dikutip oleh Peters dan Pierre, 2007: 77; Denhardt dan Denhardt, 2006: 164; dan Daft, 1992: 7; Cutchin, 1981: 6). Dengan demikian, administrasi sebagai applied science yang memiliki objek materi (manusia yang bekerjasama) dan objek forma - keteraturan, pengaturan (Siagian, 2004: 2; Ali, 2000: 1, Makmur, 2007: 6; Hughes, 1994: 5), dengan sifatnya yang eclectic dan multidisipliner, serta reformasi administrasi sebagai pengembangan focus dan locus kajiannya yang amat luas (pada tataran makro) dapat dimulai dengan melakukan reformasi atau transformasi organisasi sebagai intinya, pada tataran mikro (Caiden, 1969: 183; Leemans, 1976: 7; Harmon dan Mayer, 1986: 126). Asumsi ini dikuatkan dengan pernyataan aksiomatis Amitai Etzioni bahwa: manusia dilahirkan, hidup, didik, dan bakal mati dalam organisasi (Pugh, 1971: 9; Thoha, 1987: 1). Tentu saja organisasi yang dimaksud oleh Etzioni tidak sebatas organisasi publik atau negara dan organisasi privat atau perusahaan, melainkan pula organisasi nirlaba (Appleby, 1987: 107; Denhardt dan Denhardt, 2006: 163-185; Morten Egeberg dalam Peters dan Pierre, 2007: 77-80). Rektor, Dewan Guru Besar dan Hadirin yang saya muliakan. Perspektif dan Heuristik Transformasi Organisasi Berdasarkan pendekatan cybernetics (Espejo et al, 1996: 1), dapat dipahami perspektif dan heuristik1 transformasi organisasi yang 1
Istilah heuristik pertama kali diciptakan oleh Pappos, ahli matematika Yunani yang hidup sekitar tahun 300 sebelum Masehi. The origin of heuristics – the science of making discoveries and invention (Creativity and Innovation Methodologies, 2003, h. 3). Heuristik adalah proses analisis yang dimulai dengan perkiraan yang tepat dan mengecek kembali sebelum memberikan kepastian. Heuristik, menuntun kepada penemuan sesuatu, untuk penyelidikan
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-6
berhasil sebagai alat diagnosis. Minimal terdapat empat perspektif transformasi organisasi yang lazim diterapkan (Agrawal et al. 2002: 2), yakni: Perspektif 1: Kerangka kerja organisasi berbasis komputer. Dukungan komputer untuk pekerjaan dalam organisasi dibangun dengan cara mensinergikan infrastruktur teknologi (IT) dengan infrastruktur organisasi (IO) dan aktivitas yang memungkinkan implementasinya. Kerangka kerja ini mengidentifikasi lima sasaran infrastruktur yang lahir – mewujudkan efisiensi, kualitas, inovasi, motivasi, dan kepuasan. Di samping itu, mencakup perkembangan empat jenis kegiatan – melahirkan rencana, memilih opsi jawaban yang tepat, menetralisir pandangan yang antagonis, dan melakukan tugas kompetitif. Motivasi bagi kerangka kerja ini adalah IT mempengaruhi organisasi pada berbagai level dengan beragam manfaat yang diperoleh (Hock-Hai et al, 1997), termasuk mengubah arah sumbu kurva yang sebelumnya trade off antara keterjangkauan (reach) dan kekayaan (richness) informasi yang dimiliki organisasi (Evans dan Wurster, 2000: 31), serta antara prinsip demokratisasi dan prinsip efisiensi sebagai orientasi nilai administrasi (Denhardt dan Denhardt, 2006: 2). Perspektif 2: Model 5-R Transformasi Organisasi (TO). Transformasi organisasi merupakan tantangan utama manajemen dan menjadi tugas setiap pemimpin yang terpenting (Scott, 2000: 10; Gouillart dan Kelly, 1995: 8; Wart dan Dicke, 2008: 16). Mengacu pada pandangan pakar tersebut, transformasi organisasi didefinisikan sebagai orkestrasi perancangan ulang arsitektur generik organisasi yang – walaupun kecepatannya berbeda namun – secara simultan dicapai melalui lima dimensi: Reframing, Restructuring, Revitalizing, Renewal, dan Reinspiring. Lima dimensinya merupakan model biologis yang disebut model 5-R Transformasi. ® Reframing yang oleh Normann (2001: 4) dipadukan dengan upaya rekonfigurasi adalah perubahan model mental atau konsepsi terhadap sesuatu; perumusan pikiran untuk kesimpulan baru (Chaplin, 2002: 226; Indrawan, tt: 215).
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-7
®
®
®
®
organisasi mengenai seperti apa organisasi itu, apa yang akan dicapai, dan bagaimana cara mencapainya, atau mewujudkan visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, dan solusi kreatif (baru) yang ditawarkan. Menurut Scharmer (2009: 51), perubahan pola pikir merupakan level tiga dari model Teori U pembelajaran dan perubahan. Restructuring adalah mempersiakan dan menata ulang segala sumber daya organisasi dan mengarahkannya untuk mencapai tingkat kinerja daya saing yang tinggi dalam lingkungan yang dinamis dan kompetitif. Hal ini identik dengan konsep disain ulang menurut Scharmer (2009: 51) yang berarti perubahan struktur dan proses yang mendasari kegiatan organisasi. Disain ulang merupakan level dua model Teori U pembelajaran dan perubahan. Revitalizing adalah menguatkan atau memerankan kembali fungsi dan elemen yang ada dalam organisasi dan menghadapkan organisasi pada berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi melalui pembelajaran dan pertumbuhan secara berkelanjutan. Renewal adalah memperbarui pandangan orang (manusia) dan spirit atau image organisasi. Jika mengikuti pendapat Morgan (1986: 245), pembaruan image organisasi perlu dilakukan dengan cara mengkreasi dan mewujudkan identitasnya dalam membangun lingkungan. Pembaruan berkenaan dengan investasi human capital dalam mengembangkan keahlian dan tujuan baru yang akan dicapai, serta memberi peluang bagi organisasi melakukan regenerasi. Reinspiring adalah menanamkan komitmen dan energi untuk mewujudkan visi-misi bersama berdasarkan nilai-nilai etika (moral), estetika, dan etos kerja yang dianut dalam organisasi. Kerangka kerja reinspirasi memadukan tujuh2 aspek sebagai jalurnya, yakni: menanamkan kerangka kerja kewibawaan moral, mengarahkan organisasi pada output (luaran) bersama, 2
Tujuh aspek kualitas umum ini merupakan intisari gerakan tujuh agama besar dunia – Islam, Kristen, Yahudi, Hindu, Konfusius, Tao, dan Budha – dalam menginspirasi penganutnya (Scott, 2000: 20-22).
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-8
mempererat kesamaan bahasa (idiom, identitas), menanamkan pusaka (jatidiri) organisasi, merilis alur pemikiran (ide), mewujudkan pandangan aspriasi masa depan bersama, dan mengabadikan mistik organisasi (Scott, 2000: 35). Perspektif 3: Transformasi Organisasi berbasis Multi-level Teknologi Informasi (TI). Organisasi mengarahkan proses kegiatannya pada level transformasi yang lebih tinggi sesuai tuntutan stakeholders. Terdapat lima level TI yang mendukung penerapan konsep tersebut dalam organisasi, yakni dua level yang pertama bersifat evolusioner, karena hanya mensyaratkan perubahan inkremental dalam proses organisasi. Sedangkan, tiga level di atasnya dikonsepsikan bersifat revolusioner karena mensyaratkan perubahan esensial mengenai hakikat proses atau kegiatan dalam organisasi. Level 1: Lokalisasi pemanfaatan (otomatisasi) yang diarahkan pada penerapan IT dalam fungsi organisasi; Level 2: Integrasi Internal, perluasan tingkat pertama dalam arti bahwa kapabilitas IT didayagunakan pada semua kegiatan organisasi. Dua tipe integrasi yang dianggap penting adalah penyatuan teknikal dan organisasional dengan menggunakan flatform teknologi yang sesuai untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas; Level 3: Disain ulang proses kegiatan dalam organisasi yang mencakup rekonfigurasi semua kegiatan menggunakan IT sebagai pengungkit utamanya; Level 4: Desain Ulang Sistem dan Jaringan Organisasi, diarahkan pada rekonfigurasi cakupan dan tugas sistemik organisasi guna memudahkan penyediaan dan distribusi barang dan jasa yang dihasilkan; dan Level 5: Redefinisi Ruang Lingkup organisasi, diarahkan pada raison d’etre organisasi dan persinggungan faktor organisasi dengan berbagai faktor lingkungan internal dan eksternal yang berpengaruh (Agrawal et al, 2002: 3). Perspektif 4: TI dan Aktivitas Respons Kritis (ARK) pengarah Transformasi Organisasi. Pada kenyataannya, terdapat sejumlah variabel ARK yakni: peningkatan mutu, penciptaan keunggulan daya saing, pencapaian tujuan-tujuan strategis, pembuatan
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-9
keputusan yang baik dan efektif, peningkatan produktivitas (pengurangan biaya), manajemen informasi dan pengetahuan, manajemen perubahan, peningkatan kreativitas dan inovasi, respons pada kebutuhan (masyarakat, pelanggan, warga negara), perubahan lingkungan, Just-in-time (JIT), manajemen mutu terpadu (MMT), reorganisasi dan rekayasa ulang, akuisisi, merger, dan aliansi strategis, dan sebagainya. Rektor, Dewan Guru Besar dan Hadirin yang saya hormati. Heuristik transformasi organisasi yang diperkenalkan berikut ini dapat digunakan untuk mengevaluasi model yang ada atau model baru yang diajukan, serta untuk melahirkan gagasan perbaikan. Meskipun metode yang tepat digunakan tampak beragam, namun spesifikasinya dapat dideteksi. Oleh karena itu, terdapat elemen umum yang terlihat secara jelas sebagai ciri penggunaan model transformasi yang berhasil. Model tranformasi yang umum ini dikonsepsikan dan disaring sebagai suatu rangkaian heuristik dimana semua metodologi perubahan harus dimiliki. Dengan mengikuti deskripsi tersebut, “alat diagnosis” yang tersedia dapat diterapkan dalam model transformasi yang berlangsung. Heuristik 1: Energi transformasi. Semua transformasi memerlukan stimulus awal untuk menciptakan rasa urgensi perubahan. Stimulus ini muncul ketika pimpinan memahami kondisi nyata organisasinya. Untuk membangkitkan energi perubahan maka pemimpin perlu melihat dan mensponsori perubahan. Pemimpin harus siap membuktikan apa yang dikatakan (walk the talk) dan memerankan model perilaku yang dapat diteladani. Para pemimpin juga harus proaktif mengarahkan proses perubahan, memberi apresiasi kepada orang (pengikut) yang menunjukkan perilaku baru dan mendorong orang lain untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Keinginan pemimpin untuk berefleksi dan melakukan perubahan dalam dirinya merupakan motivator kuat dan signal keamanan bagi orang lain (Miles, 1997: 27).
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-10
Heuristik 2: Fokus pada Stakeholders. Para praktisi dan teoritisi organisasi sepakat bahwa kepuasan stakeholders perlu dijadikan sebagai motivasi kunci bagi perubahan dan pengembangan organisasi (Senge et al, 1999: 193; Tapscott, 1995; Trahant et al, 1997: 17; dan Dickinson, 1999: 12). Bentuk transformasi yang terfokus pada pengendalian biaya atau peningkatan keuntungan tanpa memperhatikan tanggung jawab sosial organisasi mungkin akan mengalienasi publik yang dilayani dan pada akhirnya mengurangi jumlah keungungan yang diperoleh. Heuristik 3: Komitmen Pimpinan. Komitmen pimpinan pada semua level dalam proses perubahan sangat penting, meskipun inisiatif perubahan yang berasal dari bawah oleh anggota organisasi juga sangat penting. Dalam banyak kasus, perubahan signifikan mensyaratkan sumber daya yang sesuai dan komitmen pimpinan secara berkelanjutan. Di samping itu, pengaruh dan kekuatan yang dimiliki pimpinan perlu ditunjukkan sebagai pengarah program (Trahant et al, 1997: 18). Heuristik 4: Rencana Transformasi yang Menyeluruh. Langkah transformasi yang berhasil dapat mengubah sistem dan jaringan organisasi dari kondisi saat ini ke kondisi yang diharapkan. Upaya ini menuntut orkestrasi dan penyelarasan visi, misi, dan strategi, struktur, kultur, iklim kerja, praktik manajemen, kebijakan dan prosedur, dan kepemimpinan sebagai elemen paripurna organisasi (Gilley dan Maycunich, 2000: 33), plus pemberdayaan, deteksi lingkungan, kreasi dan transfer pengetahuan, teknologi, kualitas, serta kerja tim, dan jaringan kerjasama (Marquardt dan Reinolds, 1994: 52) sebagai elemen bagi pembelajaran organisasi global, dengan mendorong kritik dari anggota organisasi. Implementasinya bukan hanya mensyaratkan keahlian manajemen proyek, melainkan pula keahlian memanajemeni kompleksitas dan ketidakmenentuan, reaksi emosional, intrik politik (interest), dan penanaman perilaku baru. Tanpa perhatian serius pada dinamika perubahan maka transformasi akan tersesat ke dalam berbagai jalan yang tidak jelas
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-11
(Miles, 1997: 7; Senge et al, 1999: 15; Wilbur, 1999: 12). Oleh karena itu, untuk menjamin perhatian yang cukup besar terhadap dinamika perubahan, maka rencana tranformasi yang menyeluruh perlu ditujukan pada berbagai level dan konteks (Anderson et al, 1995: 3). Pada konteks pembelajaran, perlu menerapkan keahlian manajemen perubahan, termasuk perubahan model, keahlian, metodologi, dan instrumen yang digunakan. Heuristik 5: Infrastruktur Perubahan yang Handal. Formulasi dan implementasi kebijakan organisasi (rencana transformasi) memerlukan infrastruktur perubahan yang komprehensif. Biasanya, infrastruktur perubahan didukung oleh beberapa tim yang satu sama lain memiliki tanggung jawab dan komposisi berbeda dalam mengkoordinasikan transformasi organisasi melalui sarana yang beragam dan terkait satu sama lain pada berbagai level. Heuristik 6: Sumber Daya yang Cukup. Transformasi memerlukan penyediaan sumber daya yang besar secara berkelanjutan dalam jangka waktu tertentu. Menurut Senge et al (1999: 43), perubahan yang dicanangkan memerlukan investasi – waktu, energi, dan sumber daya. Suatu kesalahan umum jika yakin bahwa sumber daya yang diperlukan menekan operasi yang berlangsung. Heurustik 7: Menilai Kesiapan Melakukan Perubahan. Penilaian dan evaluasi dilakukan sebelum mengenalkan inisiatif perubahan untuk menentukan keluasan dan hakikat persiapan, serta tipe dan jumlah arahan yang diperlukan. Proses perubahan akan kandas jika kapabilitas dalam sistem kurang siap (Jeffe dan Scott, 1999; Trahant et al, 1997: 17). Heuristik 8: Formulasi Visi Yang Jelas. Visi merupakan pernyataan (gambaran) keadaan sesuatu yang ideal atau terlihat di masa kini dan di masa depan yang menginspirasi dan memberdayakan stakeholder organisasi (von Krogh et al, 2000: 102). Visi memberi kejelasan dan motivasi bagi para stakeholder ke arah mana tujuan organisasi diarahkan dan menuntun proses pembuatan
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-12
keputusan. Visi juga membantu mengidentifikasi keinginan dan energi anggota organisasi (David, 2009: 82; Trahant et al, 1997: 18). Heuristik 9: Definisi Kondisi Masa Depan Sistem. Transformasi berskala besar mempengaruhi keseluruhan sistem organisasi dan beranjak dari kondisi saat ini ke kondisi masa depan dengan mengubah semua elemen dasar dari sistem (Miles, 1997: 7). Tanpa perhatian pada semua elemen sistem, maka elemen sistem yang statis akan menghalangi perubahan yang diinginkan. Kondisi masa depan harus mencakup kesepadanan dan perubahan yang diperlukan oleh semua elemen, karena pada akhirnya akan mendukung sistem pada titik stabilitas baru. Heuristik 10: Analisis Dampak Sistem. Sistem yang ada perlu dicermati sebelum mencoba mengubahnya. Begitu pula, intrik inefisiensi penampilan sistem yang rendah masih perlu dipahami agar sistem tetap berjalan. Menurut Miles (1997: 34), perubahan besar dalam satu atau beberapa elemen organisasi yang tidak dikaitkan dengan perubahan elemen sistem lainnya cenderung menciptakan kekacauan (khaos), karena elemen desain yang penting menekan organisasi dari arah berbeda (misalnya kasus parpol oposisi di DPR). Heuristik 11: Inisiatif Yang Dibuat Secara Baik. Sistem yang diubah perlu menggunakan inisiatif perubahan yang terpilih secara baik. Inisiatif perubahan yang dibentuk secara baik mengarahkan keseluruhan elemen sistem sebagai sebuah orkestra melalui perubahan bagian-bagian organisasi yang mendukung dan menguatkan perubahan. Inisiatif sejatinya memiliki fokus yang jelas dan mampu mengubah banyak aspek organisasi secara bersamaan (Bennis, 1969: 1-2). Heuristik 12: Meletakkan Basis Organisasi Adaptif. Inisiatif perubahan yang berhasil sejatinya diarahkan pada realitas perubahan yang berkelanjutan. Inisiatif yang dibuat bukan hanya memuaskan organisasi dalam bentuk sederhana berupa pencapaian tujuan akhir dan transisi ke kondisi saat ini, melainkan pula perlu dipahami bahwa seketika terjadi transisi maka keadaan akan menjadi usang. Oleh karena itu, organisasi yang ingin survive dalam lingkungan
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-13
global harus menjadi organisasi pembelajar, dengan terus-menerus beradaptasi terhadap lingkungan. Optimisme ini menuntut penerapan pendekatan manajemen pengetahuan yang mendorong kreasi pengetahuan dan pembelajaran organisasi (Marqurdt, 1996: 2; Senge et al, 1999: 4), serta terjadi dalam organisasi pembelajar, seperti terlihat perbandingan karakteristiknya berikut ini. Rektor, Dewan Guru Besar dan Hadirin yang saya muliakan. Perbandingan Organisasi Pada kenyataannya, terjadi evolusi pengalaman setiap organisasi (publik-negara, privat-perusahaan, nir-laba-NGO), yaitu transformasi dari organisasi tradisional menjadi organisasi pembelajar, dan organisasi pengembangan. Evolusi tersebut sifatnya sukarela (Gilley dan Maycunich, 2000: 6). Apa yang membedakan tipe yang satu dengan tipe yang lain adalah peran sumber daya manusia, atau manusia bersumber daya yang dimiliki (Rachmany dan Akib, 2002: 32) – untuk mencapai tujuan strategis yang ditetapkan, mengembangkan kapasitas dan kapabilitas organisasi (Akib, 2007), melakukan pembaruan atau reformasi, transformasi, dan peningkatan keunggulan daya saing melalui berbagai pendekatan, seperti Total Quality Management, disingkat TQM (Akib, 2008), Quality Function Deployment, disingkat QPD (Akib dan Syam, 2009; Knowledge Management (Akib, 2003), atau pendekatan lainnya. Mengingat evolusi tersebut merupakan proses yang berkelanjutan seringkali sulit mengetahui pada tahapan mana suatu organisasi (termasuk organisasi kita!) berada. Oleh karena itu, apa yang senyatanya terjadi adalah ketika suatu tahapan evolusi terlaksana, ketika itu baru disadari bahwa tahapannya “ternyata” telah dilalui. Bukti tentang organisasi tradisional nampaknya cukup banyak terlihat di mana-mana. Gilley dan Maycunich (2000: 6) secara lugas menyatakan bahwa lebih dari 80 persen organisasi yang ada dewasa ini berada pada fase tradisional, yakni organisasi yang hanya mampu menghasilkan output yang memuaskan atau cukup memuaskan.
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-14
Meski demikian, keefektifan kegiatan organisasi tradisional dapat ditingkatkan dengan mengubahnya menjadi lebih tinggi dan lebih efisien. Evolusi level organisasi selanjutnya adalah organisasi pembelajar. Banyak tulisan belakangan ini membahas sifat organisasi pembelajar, khususnya arti penting pembelajaran dalam mengembangkan dan mengefektifkan kegiatan dalam organisasi (Simatupang dan Akib, 2000) dan kegiatan orang-orang yang tergabung di dalamnya. Organisasi pembelajar mempertahankan kapasitasnya yang lebih tinggi daripada organisasi tradisional dalam melakukan pembaruan dan bersaing, karena organisasi ini menekankan pentingnya fungsi dan peran sumber daya manusia (human capital) dalam mencapai hasil usaha yang diharapkan. Dampak penekanan pada aspek ini akan terlihat ketika organisasi pembelajar melakukan pembelajaran, perubahan atau transformasi, atau “metamorfosis.” Fase terakhir gerakan evolusioner organisasi adalah organisasi pengembangan. Organisasi pengembangan adalah organisasi yang senantiasa melakukan ekspansi kapasitas dan kapabilitas di sepanjang tahap evolusi atau “metamorphosis” yang dilakukan, memacu kegiatan untuk memajukan dan memperbarui pertumbuhan individu, kelompok (Community of Practice), organisasi, dan masyarakat. Konsekuensinya, organisasi pengembangan menunjukkan penguatan otonomi, kapasitas, kapabilitas, kualitas, pembaruan atau reformasi, dan peningkatan kekuatan daya saing secara berkelanjutan. Salah satu cara untuk membedakan fase evolusioner antar organisasi adalah melihat isu dan karakternya. Untuk merealisasikan hal itu dapat dipahami dengan menjelaskan organisasi dan perspektifnya yang meliputi aspek: kapasitas reformasi organisasi (juga reformasi birokrasi dan reformasi administrasi); arti penting sumber daya manusia; asumsi dan harapan akan pertumbuhan dan perkembangan; tipe-fokus-luaran kegiatan pengembangan; skala prioritas organisasi; tipe, model, dan gaya kepemimpinan yang lazim diperankan; struktur, budaya, iklim kerja; peran pemimpin, manajer,
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-15
SDM profesional, pekerja; kreativitas dan inovasi yang terlihat; dan aksi atau perilaku yang diperlukan untuk mempertahankan fase evolusioner terakhir untuk kemajuan organisasi di masa kini dan di masa depan (Gilley dan Maycunich, 2000: 8). Gambar 1. Evolusi Organisasi (Tinggi) Organisasi Pengembangan Dampaknya terhadap Pembaruan Organisasi & Kesiapan melakukan Transformasi
Organisasi Pembelajar
Organisasi Tradisional (Rendah)
(Rendah)
Menekankan pada Pertumbuhan dan Perkembangan SDM
(Tinggi)
Sumber: diadaptasi dari Gilley dan Maycunich, 2000: 7
Isu sentral yang mencirikan perkembangan organisasi pada umumnya adalah perlunya pembelajaran organisasi dalam organisasi pembelajar agar organisasi tidak mati atau bernasib seperti dinosaurus yang punah karena tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan (de Geus, 1997: 14). Organisasi pembelajar dan organisasi pengembangan akan berhasil mencapai tujuan strategisnya manakala di dalamnya terjadi proses kreasi pengetahuan, sebagai inti manajemen pengetahuan (Choo dan Bontis, 2002: 16). Rektor, Dewan Guru Besar dan Hadirin yang saya hormati. Manajemen Organisasi Berbasis Pengetahuan Gagasan manajemen organisasi berbasis pengetahuan ini meneguhkan pemahaman pakar bahwa inti organisasi adalah
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-16
manajemen. Inti manajemen adalah kepemimpinan (Siagian, 2004: 5). Oleh karena itu, pengetahuan sebagai “soft asset” atau modal intelektual organisasi (Steward, 2001: x; McInerney dan LeVevre dalam Prichard et al, 2000: 2; Boulding dalam Lamberton, 1971: 21) perlu dimanajemeni. Pada hakikatnya, konsep manajemen pengetahuan tidak baru karena kebutuhan dan arti penting pengetahuan telah menjadi basis bagi pengembangan beragam budaya, filosofi, dan agama. Apa yang menjadikan pengetahuan itu dianggap baru dan bermanfaat bagi orang dan organisasi dewasa ini adalah ketika merenungkan hasil dari kekuatan pengetahuan bagi manajemen yang lebih baik dan evolusi dalam bidang teknologi yang dapat disaksikan selama beberapa dekade terakhir (Natarajan dan Shekhar, 2001: 6). Oleh karena itu, tidak salah jika ada respons dari sebagian besar pemimpin dan atau manajer yang menganggap pendekatan manajemen pengetahuan “hanya sebagai anggur lama dalam botol baru” (just old wine in a new bottle). Menurut Gamble dan Blackwell (2001: 2-5), apa saja yang dipahami sebagai ide manajemen pengetahuan yang biasa disebut berbagi pengetahuan dan mengemas pengetahuan serta penelitian dan hasilnya semua itu telah ada sejak dulu. Pendekatan manajemen pengetahuan sebagai bagian dari perspektif sejarah perkembangan konsep pembelajaran organisasi mulai marak dibicarakan pada akhir tahun 1980-an (A Public Service Learning Organization: From Coast to Coast to Coast, 2000: 4; Senge et al, 1999: 471; Von Krogh et al, 2000: 34; Natarajan dan Shekhar, 2001: 4). Pendekatan ini semakin penting diterapkan seiring dengan berkembangnya organisasi berbasis pengetahuan. Menurut von Krogh et al (2000: 7), organisasi berbasis pengetahuan merupakan wadah (ba menurut istilah Jepang) dimana pengetahuan dijadikan basis pekerjaan setiap orang yang tergabung di dalamnya. Dengan demikian, manajemen pengetahuan dapat dipahami sebagai proses akuisisi, kreasi, pengorganisasian, penyamaan (diseminasi), dan aplikasi pengetahuan kolektif untuk meningkatkan kinerja organisasi (lihat Akib, 2003).
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-17
Pendekatan manajemen pengetahuan dalam konteks pengembangan strategi untuk membangun keunggulan daya saing organisasi terkait dengan dua pendekatan strategis – yakni pendekatan yang terfokus pada pasar (market-based) dan pendekatan yang terfokus pada sumber daya (resorces-based) yang masing-masing diwakili oleh nama Michael E. Porter dan C.K. Prahalad bersama Gary E. Hamel (Huseini, 1999: 11-12). Bagi penulis, pendekatan manajemen pengetahuan merupakan “konvergensi” kedua pendekatan tersebut dengan asumsi bahwa “sumber pengetahuan yang dimanajemeni” bukan hanya berasal dari dalam sebagai kompetensi inti atau elemen organisasi dan SDM-nya yang menyediakan layanan (provider), melainkan pula berasal dari luar atau lingkungan eksternal organisasi, seperti masyarakat atau warga negara yang menerima layanan (recipient), pemasok bahan baku, organisasi sejenis (pesaing), pemerintah, lembaga mitra dan donor, dan sebagainya (Akib, 2003: 15). Dengan demikian, pengetahuan dari mana pun sumbernya merupakan aset spesifik atau modal intelektual yang dapat mendukung pengembangan organisasi berbasis pengetahuan. Tipologi pengetahuan yang paling mendasar dilihat dari wujudnya menurut Nonaka dan Takeuchi (1995: ix) adalah “tersirat” (tacit) dan “tersurat” (explicit). Tipologi ini pada mulanya dikembangkan oleh Michael Polanyi (Richard Hull dalam Prichard et al, 2000: 59). Secara umum, pengetahuan tersirat bersifat pengalaman dan tersimpan di kepala orang. Sedangkan pengetahuan tersurat tersedia dalam berbagai bentuk yang didokumentasikan. Dalam perspektif pembelajaran organisasi, pengetahuan dipahami sebagai bauran tidak tetap dari pengalaman, nilai, informasi kontekstual, pemahaman ahli dan intuisi yang terangkai sebagai kerangka kerja penilaian, serta penyatuan pengalaman dan informasi (Davenport dan Prusak, 1998: 5). Pengetahuan ada dalam gagasan, pertimbangan, bakat, akar penyebab, hubungan timbalbalik, perspektif, dan konsep. Pengetahuan tersimpan dalam otak
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-18
individu atau disandikan dalam proses organisasi, dokumen, produk, jasa, layanan, fasilitas, sistem dan prosedur. Pengetahuan dalam organisasi dapat dipahami melalui tiga perspektif. Pertama, pengetahuan merupakan akumulasi sumber daya yang mendasari kapabilitas organisasi. Pengetahuan memberi peluang bagi terbentuknya kompetensi, dan akumulasi pengetahuan memungkinkan terjadinya aksi berbasis kompetensi yang disebut kinerja. Kedua, pengetahuan dipandang sebagai struktur yang mendorong aktivitas. Ketiga, pengetahuan dianggap sebagai produk (Tuomi, 1999: 3). Perspektif apapun yang digunakan dalam melihat hasil kreasi pengetahuan dalam organisasi melalui Model SEKI - sosialisasi, eksternalisasi, kombinasi, internalisasi (Nonaka dan Takeuci, 1995: 72), semuanya berbasis perilaku kreatif dan inovatif pemimpin atau orang yang terlibat di dalamnya. Dengan demikian, perlu ada reaktualisasi perilaku kreatif manusia melalui pendekatan manajemen pengetahuan agar bernilai bagi dirinya dan bagi orang lain dalam kelompok, organisasi, dan masyarakat. Rektor, Dewan Guru Besar dan Hadirin yang saya muliakan. Reaktualisasi Perilaku Kreatif Manusia Secara teoritis, perilaku kreatif manusia yang disajikan ini merupakan salah satu dimensi dari model 4-P Kreativitas, yakni: Produk, Proses, Person (perilaku individu, perilaku kelompok), dan Pers (lingkungan) kreatif (Fellers dan Bostrom, 1993, dalam Bostrom and Nagasundaram, 1998: 1; Creativity at work, diakses 2003: 3; Barlow, 2000: 101-117; Henry, 1991: 5-10). Oleh karena itu, sebelum menyajikan berbagai dimensi perilaku kreatif, terlebih dahulu dijelaskan apa, bagaimana, dan mengapa (diperlukan) kreativitas dalam organisasi. Menurut Kilby (2001: 1), kreativitas merupakan salah satu aset organisasi yang terbesar di tempat kerja, misi setiap kegiatan, dan pusat keberhasilan organisasi. Kreativitas merupakan esensi dan
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-19
orientasi pengembangan SDM (Choo dan Bontis, 2002: 658). Kreativitas mencirikan keunggulan daya saing dan perkembangan organisasi (Ford dan Gioia, 2000: 705; Ruggles dan Holtshouse, 1999: 1). Kreativitas merupakan ramuan dalam pelayanan publik, pengembangan produk dan strategi, serta berbagai proses ke arah perilaku yang lebih baik, unik, baru, asli, berbeda, atau bermanfaat (Concept Generation, 2003: 1). Kreativitas mendasari semua praktik organisasi tanpa memandang rutinitasnya (Creativity at Work, 2003: 1; DeGraff, 2003: 1). Kreativitas terlihat melalui gagasan, produk, pelayanan, usaha, mode, atau model yang dihasilkan dan perilaku yang diperankan oleh individu, kelompok, dan organisasi (Towards Harnessing Creativity, 2010: 2; West, 2000: 15). Tujuan akhir pengembangan kreativitas ialah menciptakan nilai (DeGraff, 2010: 1) bagi organisasi, termasuk pertumbuhan, efektivitas, efisiensi, dan inovasi. Menurut sejumlah pakar, kreativitas merupakan dimensi pengukuran kinerja organisasi selain efisiensi, efektivitas, dan kepuasan kerja (Kasim, 1998: 43; Scott dalam Eoh, 2001: 11; French et al, 2000: 10, 17). Kreativitas bersifat alami, dapat dikembangkan, dan berlangsung seumur hidup (Ivanyi dan Hoffer, 1999: 17-21). Pada mulanya, kreativitas dipahami sebagai proses berpikir dengan menggunakan teknik berpikir kreatif (Scott, 1995: 360; Couger, 1996: 2; Oldham dan Cummmings, 1996: 608; Linberg, 1998: 2; Ivanyi dan Hoffer, 1999: 17-21). Saat ini, kreativitas juga dipahami sebagai kemampuan melahirkan, mengembangkan, dan mengubah gagasan, proses, produk, model, pelayanan, dan perilaku tertentu (Akib, 2005: 2-3). Dalam definisi kreativitas terkandung ciri keaslian (baru, tidak lazim, tidak terduga) dan potensi utilitas (berguna, baik, adaptif, sesuai) gagasan, proses, produk, mode atau model baru yang dihasilkan, dan perilaku yang diperankan (contoh Norman Kamaru dengan gaya Chaya Chaya-nya). State of the science (Anderson et al, 2003: 3) kreativitas termasuk dalam bidang studi MSDM (Timpe, 2000, Dharma dan Akib, 2004: 29-36) dan perilaku organisasi (Szilagyi Jr dan Wallace Jr, 1990: 757; Robbins et al, 1994: 22, 50, 704) yang dibahas secara multi-level.
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-20
Perspektif itu diakui Boon (1997: 4) bahwa fenomena kreativitas dan proses kreatif merupakan subyek penelitian yang sangat luas, namun masih sedikit hasil penelitian ilmiah mengenai kreativitas dalam perspektif perilaku organisasi, padahal kreativitas sangat krusial bagi pengembangan individu, kelompok, organisasi, dan masyarakat. Pentingnya mereaktualisasi perilaku kreatif individu didasarkan pada pandangan pakar dan hasil penelitian yang pada intinya menyatakan bahwa setiap orang pada dasarnya kreatif, imajinatif, berbakat, inovatif, berdayacipta, banyak akal, serta memiliki keaslian dan keunikan (Segal, 2000: 2; Taggar, 2000; Barlow, 2000: 101-117; Oldham dan Cummings, 1996: 5-17; Ford dan Gioia, 2000: 705-732; Garfield et al, 2001: 322-333; Hyrsky dan Kangasharju 2003). Ciriciri perilaku kreatif individu dinyatakan oleh Rubinstein dan Firstenberg (1999: 24), Himes yang dikutip oleh Timpe (2000: 90), West (2000: 36-39), Brolin yang dikutip oleh Craft (2001: 6), Amabile (2002), dll. Pentingnya mereaktualisasi perilaku kreatif kelompok dan organisasi didasarkan pandangan Keegan (1999 yang dikutip oleh Amoroso dan Eriksson (2000: 3) dan hasil penelitian Lanry dan Amara (2001) tentang organisasi kreatif dan inovatif dalam konteks praktik manajemen pengetahuan. Kreativitas dideskripsikan dengan istilah kreasi pengetahuan yang dikembangkan pada berbagai level dan konteks (Hackett yang dikutip oleh Choo dan Bontis, 2002: 727728). Ciri-ciri perilaku kreatif kelompok dan organisasi dinyatakan oleh Nelson dan Quick yang dikutip oleh Boon (1997: 1), Barlow (2000: 2, 4), Landry dan Amara (2001: 16), Ma’arif dan Tanjung (2003: 395), Patterson (2003: 2), dan Sawyer (2003: 1). Kreativitas merupakan konsep multi-dimensional yang diteliti pada level individu, kelompok, organisasi dan bahkan masyarakat (Craft, 2001: 5). Kreativitas dilihat dari berbagai dimensi dan konteks, seperti siklus perilaku kreatif, strategi tunggal, multistrategi, sistem, interaksionis, komprehensif, dan Knowledge Management. Kreativitas dapat diposisikan sebagai faktor determinan inovasi, karena tidak ada inovasi tanpa kreativitas (Dundon, 2000: 1). Kreativitas dipengaruhi oleh faktor struktur (Isaksen dan Lauer,
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-21
2000: 173; Creativity at work, 2003: 1), kepemimpinan (King dan Anderson, 1995: 43), karakteristik pekerjaan (Morgeson dan Humphrey, 2003: 6-11), iklim (Kazamma et al, 2002: 5; Amabile et al, 2002: Ensor et al, 1996: 5, 20; Burton et al, 1999), budaya (Quinn dalam Brown dan Dodd, 1998: 377; Giley dan Maycunich, 2000: 33; Cheng, 2001: 67; King and Anderson, 1995: 43; Boon, 1997: 3; Creativity at Work, 2003: 3; Schein, 1992), dan lingkungan organisasi (Coke, 1999; Morgeson dan Humphrey, 2003: 9-10). Rektor, Dewan Guru Besar dan Hadirin yang saya hormati. Perilaku Kreatif Individu 1. Kecekatan dalam mengerjakan pekerjaan Kata kecekatan dalam konteks perilaku manusia (orang, individu) seringkali dipertukarkan dengan kecermatan yang terlihat melalui ketelitian mengerjakan pekerjaan secara tepat dengan gaya yang khas. Dalam bahasa Bugis dinyatakan dengan istilah makadidi (cermat) dan mapiri (cekatan), sebagaimana yang dinyatakan oleh Herutomo (1990: 104). Menurut Amabile yang dikutip oleh Linberg (2003: 7), kemampuan mengerjakan pekerjaan “secara lebih baik”, sebagai ciri perilaku kreatif-adaptif, dibedakan dengan kemampuan mengerjakan pekerjaan “secara berbeda”, sebagai ciri perilaku kreatif-inovatif. (Ingat industri perfilman di Amerilka yang sangat kreatif adalah Hollywood, di India adalah Bollywood, dan di Indonesia adalah – maaf – TIRUwood). 2. Inisiatif dalam memecahkan masalah Inisiatif merupakan perilaku kreatif individu yang mampu mengarahkan dirinya, menyederhanakan pekerjaan, permasalahan, dan membuat solusi yang tepat. Inisiatif merupakan salah satu aspek pengukuran kinerja personal pegawai (PNS) untuk dipromosikan menduduki jabatan yang lebih tinggi atau diberikan tanggung jawab yang lebih besar. Inisiatif sebagai bentuk tindakan proaktif individu sejalan dengan pandangan Brolin dalam Craft (1999: 6) tentang sifat
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-22
orang kreatif yang “ingin tahu” dan sensitif terhadap (permasalahan) lingkungan tugasnya. Inisiatif individu juga searah dengan pandangan Rubinstein dan Firstenberg (1999: 2) mengenai atribut orang kreatif yang respek pada realitas dengan cara berusaha memahami dan menafsirkan manfaat tugas dalam konteks yang lebih luas. Dengan kata lain, inisiatif dalam pemecahan masalah bukan hanya berarti bertindak proaktif, melainkan pula ingin tahu dan peka terhadap permasalahan lingkungan tugasnya sehingga alternatif pemecahan masalah yang dipilih dipahami dan ditafsirkan, serta diterapkan dalam konteks yang lebih luas. 3. Toleransi terhadap kolega atau orang lain Toleransi merupakan perilaku kreatif individu yang tenggang rasa dan bersedia menerima ketidaksepahaman, serta percaya dan respek terhadap kolega dan orang lain. Toleransi antar sesama pegawai tanpa mengedepankan status atau ciri personal lebih nyata terlihat dalam kebersamaannya mengerjakan tugas. Perilaku toleran pegawai diperkaya dengan rasa percaya diri dan saling percaya serta respek satu sama lain tanpa memandang suku, bahasa, atau daerah asal. Sifat toleran pegawai menguatkan pandangan para pakar kreativitas, seperti Himes (Timpe, 2000: 90) mengenai sifat khas orang kreatif yang fleksibel, terbuka, dan toleran terhadap kesamaran; pandangan West (2000: 36) mengenai ciri orang kreatif yang tertarik pada kompleksitas dan toleran terhadap kemenduaan; pandangan Brolin (Craft, 2003: 6) tentang orang kreatif yang terbuka dalam berimpresi; dan pandangan Rubinstein dan Firstenberg (1999: 2) mengenai atribut orang kreatif yang mampu mengasimilasi hal-hal yang berlawanan, toleran pada konflik, kompleksitas, dan ketidakmenentuan; serta pandangan dari para pakar tersebut mengenai sifat toleran yang didasarkan pada rasa percaya diri sendiri dan apa yang dikerjakan, apa pun hasilnya. Artinya, sifat toleran seseorang didasarkan rasa percaya diri yang kuat sebagai bentuk toleransi pada diri sendiri. Toleransi pada diri sendiri menjadi dasar bagi pengembangan toleransi terhadap orang atau pihak lain.
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-23
4. Keteguhan dalam bekerjasama dengan atasan Keteguhan merupakan perilaku kreatif individu yang berketetapan hati dan bersemangat dalam bekerja dan atau bekerjasama dengan atasan dan orang lain. Pegawai yang teguh – dalam bekerja – menganut prinsip resotemangngingi naletei pammase Dewata, atau bekerja tidak mengenal lelah karena mengharapkan rizki dari Tuhan (Rahim, 1985: 162). Perilaku teguh pegawai seperti ini sesuai dengan pendapat Brolin (Craft, 2001: 6) tentang ciri orang kreatif yang memiliki ketahanan, kesabaran, komitmen, dan keterlibatan yang tinggi pada pekerjaan yang ditugaskan. Keteguhan sebagai ciri perilaku kreatif individu pada akhirnya membentuk keberanian dan rasa percaya diri yang kuat dalam menghadapi berbagai orang dan situasi, termasuk bekerjasama dengan atasan. 5. Atraktif terhadap kolega dan pelanggan Atraktif merupakan perilaku kreatif individu yang mau dan mampu menunjukkan daya tarik diri ketika berhadapan atau melayani orang lain dan mempromosikan kelebihan organisasi tempatnya bekerja. Misalnya, civitas akademika Universitas Negeri Makassar (UNM) yang berpromosi karena bangga dengan gedung Pinisinya. Jadi, nantinya ketika menyebut UNM yang teringat adalah pinisi (sebagai icon), bukan lagi demonstrasi mahasiswanya, sebaliknya ketika menyebut pinisi yang teringat adalah UNM. Perilaku atraktif pegawai di mata kolega terlihat dalam bentuk perilaku bekerja sehari-hari dengan penampilan fisik dan kinesik, serta identitas (kartu, pakaian seragam) yang dikenakan. Penampilan atraktif itu didasarkan pada sikap dan perilaku individu yang – dalam bahasa Makassar – berprinsip tau si pakatau, atau manusia yang saling menghargai sesama manusia (Mattulada, dalam Masinambow, 1997: 230). Perilaku atraktif pegawai dalam bentuk tanggung jawab personal untuk menyenangkan orang lain pada prinsipnya ingin mewujudkan sifat khas orang kreatif menurut Himes (Timpe, 2000: 90) yang sensitif terhadap lingkungan, artinya pegawai yang atraktif sensitif terhadap pemenuhan kebutuhan
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-24
lingkungan dan menyenangkan orang lain. Di samping itu, secara implisit sejalan dengan pendapat Brolin (Craft, 2001: 6) tentang orang kreatif yang terbuka dalam berimpresi dengan menunjukkan sifat ekstravert dan keramahan kepada orang lain, khususnya kepada penerima layanan (recipient) organisasi tempatnya bekerja. Rektor, Dewan Guru Besar dan Hadirin yang saya muliakan. Perilaku kreatif kelompok 1. Koopetitif dalam mengerjakan tugas kelompok Perilaku koopetitif (perpaduan kompetisi dan koperasi) merupakan karakter kelompok orang yang bekerjasama atas dasar “persaingan sehat” yang dibangun. Perilaku kreatif kelompok dalam bentuk persaingan sehat dalam kelompok dan antar kelompok yang menstimulasi kerjasama kelompok menguatkan pendapat Dagnino (2002: 4) Shepler (2004: 3), dan Ma’arif dan Tanjung (2003: 5-7) mengenai persaingan yang membuahkan kerjasama. Fenomena kelompok ini menunjukkan bahwa persaingan bukan hanya merupakan prakondisi bagi peningkatan kerjasama dan prestasi kerja kelompok (tim) melainkan pula persaingan dalam kelompok dan antar kelompok merupakan refleksi dari dinamika kelompok yang adaptif terhadap situasi dan kondisi organisasi serta lingkungannya. 2. Partisipatif dalam memecahkan masalah Perilaku partisipatif merupakan karakter kelompok orang yang menunjukkan pelibatan orang lain dalam proses pembuatan keputusan dan menjalankan keputusan bersama. Konsep partisipasi diwujudkan dalam perilaku kelompok yang mencakup berbagai kegiatan, seperti dalam menetapkan tujuan, memecahkan masalah, terlibat dalam pelaksanaan putusan, tergabung dalam komite (gugus tugas), perwakilan dalam pembuatan keputusan dan pemilihan kolega baru. Perilaku partisipatif menstimulasi kelahiran gaya manajemen partisipatif atau kepemimpinan partisipatif (Robbins et al, 1994: 309, 492). Partisipasi juga merupakan salah satu teknik
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-25
dalam program manajemen berbasis tujuan yakni pembuatan keputusan partisipatif. Kejelasan bentuk pelibatan orang lain ini sesuai dengan pendapat Nelson dan Quick (Boon, 1997: 1) mengenai karakter organisasi kreatif dalam bentuk pembuatan keputusan partisipatif dan kepemimpinan partisipatif yang memberikan dorongan bagi tindakan kreatif dan otonomi bagi orang lain. 3. Kolaboratif dalam (kerjasama) kelompok Kolaborasi merupakan karakter kelompok orang yang bertindak atas dasar kerjasama tim. Keaktifan kelompok yang memadukan kemampuan yang dimiliki dan sharing pemahaman tugas kepada anggotanya atas dasar rasa saling percaya dan respek merupakan wujud perilaku kolaboratif berbasis komitmen. Perilaku kreatif-kolaboratif kelompok dibangun berdasarkan tiga orientasi individu terhadap kelompok, yakni loyalitas, identifikasi, dan keterlibatan. Kata kunci kerjasama ditonjolkan untuk memahami perilaku kolaboratif, sehingga kolaboratif diartikan sebagai perilaku kerjasama kelompok (Landau et al, 2001: 38-44). Dengan demikian, searah dengan pemikiran Sawyer (2003: 2) mengenai peranan kolaborasi dalam konteks sosial dan budaya kreatif. Di samping itu, sejalan dengan temuan penelitian Landry dan Amara (2001: 16) yang melaporkan peningkatan kreativitas organisasi dalam bentuk “kreativitas internal” karena didukung dengan kerjasama dan partisipasi yang dibangun oleh anggotanya. Pada konteks ini, perilaku kolaboratif yang terjadi bukan hanya sebatas di dalam kelompok, melainkan pula kolaborasi antar kelompok dalam organisasi dan di masyarakat. 4. Kolegialitas atasan dan bawahan Kolegialitas merupakan bentuk persahabatan yang terbangun antara atasan dengan bawahan selaku mitra atau teman seprofesi. Perilaku kolegialitas yang mewarnai (pola) hubungan vertikal antara atasan dengan bawahan atas dasar kepercayaan dan respek terlihat ketika kelompok pegawai berbentuk tim. Kebersamaan kelompok langgeng karena dibina oleh atasan berdasarkan kejujuran,
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-26
kewibawaan, dan keteladanan yang membangkitkan kepengikutan bawahan. Perilaku kolegialitas yang dibina oleh atasan identik dengan esensi dan orientasi gaya superleadership yang melahirkan bawahan yang mau dan mampu menjadi pemimpin bagi diri, kelompok, dan organisasinya (Manz dan Sims, 2001: 12-13). Selain itu, meneguhkan definisi populer manajemen sebagai seni dan ilmu yang berusaha mencapai tujuan melalui kegiatan bersama dengan orang lain (Mary Parker Follet, dalam Watson, 1994: 42), serta sesuai dengan tujuan pendekatan manajemen pengetahuan yang menata kondisi yang memungkinkan penciptaan pengetahuan (Nonaka dan Takeuchi, 1995: 3). Kelompok pegawai dalam organisasi mengembangkan perilaku kolegialitas dengan prinsip hidup mabbulo sibatang (bagaikan serumpun bambu) dan sipatuo sipatokkong atau saling menghidupkan dan menopang (Rahim, 1985: 166). Perilaku kolegialitas orang tersebut meneguhkan pendapat Brolin (Craft, 2001: 6) bahwa kolegialitas dibangun dari rasa kesetiakawanan untuk menganggap orang sebagai kolega atau sahabat. Perilaku kolegialitas mudah dikembangkan dalam berbagai wadah seperti makan dan minum bersama. Konsep makan atau minum bersama yang dipraktikkan dalam organisasi merupakan tindakan logis dan alamiah karena manusia sama-sama merasakan lapar dan dahaga, sehingga pemenuhannya dilakukan dengan “makan-minum bersama.” Teknik membangun solidaritas melalui makan-minum bersama ini merupakan salah satu best practice yang mencirikan semangat kolektivisme pegawai. Kebiasaan makanminum bersama dianggap sebagai tacit knowledge yang mengikat kebersamaan orang Bugis-Makassar. 5. Responsif terhadap pemenuhan kebutuhan stakeholders Perilaku responsif merupakan karakter kelompok orang yang memahami dan menyediakan kebutuhan bersama dan orang yang dilayani. Filosofi IBM – respek pada individu, pemberian layanan terbaik, dan keyakinan akan kemampuan mengerjakan tugas dengan gaya superior – terwujud melalui perilaku kreatif kelompok orang
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-27
yang menghargai individu dengan asumsi psikologis “setiap orang bukan hanya sebagai bilangan melainkan harus diperhitungkan.” (baca Rakhmat, 1997). Asumsi tersebut teraktualisasi dalam pergaulan di masyarakat Sulawesi Selatan yang menghargai orang lain sebagai “saudara” – suressureng (Bugis) atau saribbattang (Makassar). Ucapan yang mengikat kebersamaannya sering diungkapkan dengan kata “kita.” Setiap pegawai dalam kelompok diakui dan dihargai, karena prinsip “memanusiakan manusia” di tempat kerja sama pentingnya dengan kompensasi materi yang diberikan. Respek terhadap individu lebih bermakna ketika pegawai melayani tamu dengan ramah. Tamu yang berkunjung ke dalam organisasi dianggap sebagai (calon) relasi. Sementara itu, stakeholder organisasi menurut kelompok pegawai adalah raja, sama seperti prinsip generik yang diperkenalkan oleh Kotler (1994: 8) dan dipahami oleh pemasar, serta menjadi prinsip pelayanan prima. Rektor, Dewan Guru Besar dan Hadirin yang saya hormati. Implikasi Teoritis Reaktualisasi Perilaku Kreatif Manusia Secara teoritis, perilaku kreatif – selanjutnya disebut kreativitas – level individu merupakan basis pengembangan kreativitas kelompok dalam organisasi. Kecekatan, inisiatif, toleransi, keteguhan, dan daya atraktif individu lebih terlihat dan mudah ditumbuhkan dan dikembangkan ketika berada dalam atau diterima oleh kelompoknya. Dengan kata lain, kreativitas kelompok memfasilitasi perkembangan kreativitas individu, atau sebaliknya. Kreativitas kelompok lebih dominan terlihat daripada kreativitas individu, atau bisa sebaliknya. Perilaku koopetitif, partisipatif, kolaboratif, kolegialitas, dan responsif lebih nyata diperankan daripada kreativitas individu. Kreativitas individu dan kreativitas kelompok merupakan bagian dari model kreativitas yang bertingkat (multi-level) dalam organisasi. Kreativitas individu dan kelompok mewarnai praktik penyelenggaraan kegiatan pegawai dalam organisasi.
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-28
Berdasarkan uraian di atas, lokus, fokus, dan subyek penelitian kreativitas saat ini tidak hanya terbatas pada perilaku kreatif anak didik dalam konteks pendidikan dan persekolahan, seperti yang dipahami selama ini, melainkan pula mencakup kreativitas orang (manusia) dalam organisasi publik, privat (bisnis) dan nir-laba. Pada studi pengembangan organisasi, kreativitas manusia secara multilevel merupakan inti (basis) pengembangan organisasi berbasis pengetahuan sekaligus menjadi pemicu (trigger) heuristik transformasi organisasi. Perilaku kreatif (kreativitas) dapat dianalogikan sebagai sila pertama Pancasila – meminjam analogi Profesor HAMKA – dalam pendekatan atau model 4-P kreativitas, karena perilaku kreatif memayungi dan menyinari, serta menjadi basis bagi pengembangan tiga P lainnya – produk, proses, dan pers atau lingkungan kreatif. Di samping itu, perilaku kreatif individu dan kelompok dapat dimodelkan berdasarkan bentuk dan tujuannya dalam organisasi, yakni perilaku kreatif dalam: (i) tugas yang dikerjakan, (ii) dalam memecahkan masalah, (iii) kerjasama dengan kolega, (iv) hubungan vertikal – atasan dan bawahan, dan (v) menghadapi stakeholders organisasi. Peta dan bentuk kreativitas tersebut membentuk model “Bintang Kreativitas.”
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-29
Gambar 2. Model Multi-Level Perilaku Kreatif
Bintang kreativitas sebagai sebuah “model deskriptif” (Ma’arif dan Tanjung, 2000: 168) menggambarkan multi-level kreativitas, karena kreativitas terjadi secara individu dan kelompok. Kreativitas pegawai menjelaskan konfigurasi dan sinergi fungsi dari perilaku kreatif individu dan perilaku kreatif kelompok dalam organisasi, beserta karakteristik individu dan kelompok yang mempengaruhi. Perilaku kreatif kelompok yang koopetitif diwarnai dengan kecekatan dan keuletan individu anggota kelompok dalam bekerja; Perilaku kreatif kelompok yang partisipatif (dalam memecahkan masalah) didukung dengan inisiatif individu yang tergabung di dalamnya; Perilaku kreatif kelompok yang kolaboratif didasarkan pada individu yang toleran (solider) pada kolega dan orang lain; Perilaku kreatif kelompok yang kolegialitas ditopang oleh individu pegawai yang memiliki keteguhan, kemandirian, dan keberanian; Perilaku kreatif kelompok yang responsif terhadap kelompok stakeholders didasarkan pada kemampuan atraktif individu yang peka dan respek terhadap orang lain dan lingkungan organisasi. Kreativitas dalam organisasi dalam bentuk perilaku kreatif pegawai secara bertingkat tidak vakum, melainkan diwadahi dan
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-30
dipengaruhi oleh faktor-faktor organisasional, seperti struktur, budaya, dan iklim organisasi, serta factor lainnya. Kreativitas pegawai yang diwadahi oleh struktur organisasi yang berciri mekanistik atau organik akan membentuk struktur kreatif. Kreativitas yang didasarkan faktor budaya organisasi mampu menjamin integrasi internal dan adaptasi eksternal (Schein, 1992: 1112), atau sebaliknya adaptasi internal (bagi pegawai yang baru diterima atau dimutasi) dan integrasi eksternal (dengan kelompok dan organisasi lain) dapat melanggengkan budaya kreatif. Selanjutnya, kreativitas yang distimulasi oleh iklim organisasi yang bersifat fisik, psikis, sosial, kontekstual melahirkan iklim kreatif (kondusif). Ciri struktur, budaya, dan iklim kreatif tersebut bagaikan bandul jam yang bergerak dalam titik kontinum yang bersifat kreatif adaptif di satu sisi dan kreatif inovatif di sisi lain. Rektor, Dewan Guru Besar dan Hadirin yang saya muliakan. Implikasi Praktis Reaktualisasi Perilaku Kreatif Manusia Implikasi praktis reaktualisasi perilaku kreatif manusia dalam organisasi pembelajar adalah tumbuhnya kembali nilai-nilai etika, estetika, dan etos kerja yang didasarkan pada nilai endogenitas (kearifan lokal) yang dianut. Pertama, loyalitas dan komitmen orang dalam konteks nilai budaya masyarakat Sulawesi Selatan akan tumbuh berdasarkan prinsip sirik na pacce (Herutomo, 1990: 100101). Sirik adalah kehormatan, martabat, atau rasa tanggung jawab positif yang sejatinya dilaksanakan. Pada konteks organisasi, pegawai merasa memiliki kehormatan atau martabat untuk bertanggung jawab atas pekerjaan yang diamanahkan dan bekerja secara profesional untuk meraih “ilmu amaliah dan amal ilmiah.” Sedangkan pacce adalah perasaan ikut empati atas apa yang dirasakan oleh orang lain atau perasaan mental yang tenggang rasa kepada orang lain. Tenggang rasa yang mengikat kebersamaan orang dalam organisasi bukan saja dalam konteks kultural di tempat kerja, melainkan pula dalam konteks kemanusiaan dengan prinsip hidup
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-31
mabbulo sibatang (bagaikan rumpun bambu), mali siparape (saling membantu agar tidak hanyut), dan mali sipakainge (saling mengingatkan ke arah kebajikan). Kedua, tata cara dan acara yang mengikat kebersamaan orang dalam organisasi, selain teraktualisasi dalam aktivitas kerja seharihari juga akan terwujud dalam kebersamaan pada acara yang dilaksanakan bersama keluarga (seperti keluarga besar UNM). Hal ini mendukung hasil penelitian tentang fungsi pengendalian sebagai salah satu dari sepuluh ciri yang menggambarkan esensi budaya organisasi (Robbins et al, 1994: 746). Sistem dan prosedur yang mengikat kebersamaan orang dalam masyarakat Sulawesi Selatan terlihat – minimal – dalam acara tudang sipulung (duduk bersama untuk melakukan urung rembug dan memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi), bukan melalui wadah unjuk rasa atau demonstrasi yang destruktif. Ketiga, kriteria keberhasilan usaha mencermati heuristik transformasi organisasi secara multi-dimensional bukan saja berdasarkan capaian target yang ditetapkan berupa profit, pelayanan, kepuasan masyarakat (pelanggan, warga negara), kesejahteraan, dan tanggung jawab sosial organisasi, sebagaimana yang diperkenalkan McCarthy et al (2002: 19-21), melainkan pula tercermin di dalam perilaku kreatif manusia melalui pendekatan manajemen pengetahuan. Berdasarkan implikasi tersebut, transformasi organisasi yang diharapkan bukan seperti yang disinyalir “just old wine in a new bottle”, hanya sebagai anggur lama dalam botol baru. Tetapi, transformasi organisasi sejatinya terjadi sebagai heuristik, yaitu proses ilmiah untuk mereaktualisasi perilaku kreatif manusia dalam organisasi berbasis pengetahuan. Semoga.
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-32
Hadirin yang terhormat. Sebelum mengakhiri pidato ini, izinkan saya menyampaikan penghargaan yang setinggi tingginya dan terima kasih yang tulus untuk semua yang telah berjasa dalam perjalanan hidup dan karir akademik saya hingga dapat meraih penghormatan Guru Besar (Professor) dalam bidang Ilmu Administrasi. Penghargaan dan terima kasih ini saya sampaikan terutama kepada yang terhormat: ® Pemerintah RI, Kementerian Pendidikan Nasional yang telah memberikan kepercayaan kepada saya untuk memangku jabatan Guru Besar di Universitas Negeri Makassar. ® Rektor UNM, Bapak Prof. Dr. H. Arismunandar, M.Pd., atas motivasi, dukungan, dan kesempatan yang diberikan kepada saya sehingga bisa menjadi guru besar dan menyampaikan pidato pengukuhan ini. Begitu pula kepada rektor sebelumnya, Bapak Prof. Dr. H.M. Idris Arief, M.S., Bapak Prof. Dr. H. Syahruddin Kaseng, dan Bapak Prof. Dr. H. Paturungi Parawansa. ® Ketua dan anggota Majelis Guru Besar UNM yang memberikan kesempatan kepada saya untuk menyampaikan pidato ini. ® Para Dekan, Bapak Prof. Dr. H. Andi Makkulau (FPIPS), Bapak Drs. Anwar Saleh, M.S. (alm.) (FEIS), dan Drs. Amiruddin, M.Pd., (FEIS/FIS) atas dukungan, arahan, dan motivasi yang diberikan kepada saya. Begitu pula kepada Bapak Prof. Dr. H. Salamun Pasda, M.Si., Dekan FE yang mengarahkan saya bersama para mahasiswa (passing out) saya melalui program studi Pendidikan Administrasi Perkantoran yang saya pimpin. ® Bapak Prof. Dr. H. Syamsul Ma’arif, M.Eng., Bapak Prof. Dr. Ferdinand D. Saragih, MA, dan Bapak Dr. Surya Dharma, MPA, tim Promotor saya pada pogram S-3 FISIP Universitas Indonesia; Bapak Prof. Didik J. Rachbini, M.Sc., Ph.D., pembimbing saya pada program S-2 Administrasi Niaga/Bisnis FISIP Universitas Indonesia; dan Bapak Prof. Drs. H. Hanafie Mahtika, M.S. bersama Drs. Maharuddin Pangewa, M.Si. pembimbing saya pada program S-1 Jalur Tesis di IKIP Ujungpandang. ® Guru-guru saya di SMEA Negeri 13 Pangkep, di SMP Negeri 1 Pangkajene Pangkep, dan di SD Negeri 12 Biraeng Pangkep.
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-33
®
® ® ®
® ®
® ®
Begitu pula kepada guru mengaji saya yang dengan tulus ihlas mengajar dan membimbing saya. Teman-kolega di FIS, FE dan di UNM, serta kolega di Program Pascasarjana UNM, STIA-LAN Makassar, UNISMUH dan UIT. Begitu pula kolega saya di Program Sarjana STIAMI Jakarta, KPEL Bappenas, UT Makassar, dan STIE Nobel Makassar. Kolega saya di Program S-3 FISIP Universitas Indonesia, beserta mahasiswa Program Pascasarjana dan Sarjana yang senantiasa memberikan ide-ide segar untuk mematangkan keilmuan saya. Bapak/Ibu, sabahat, dan teman saya, serta hadirin dan undangan yang tidak sempat saya sebut namanya satu persatu yang hadir pada kesempatan ini. Hadirin yang saya muliakan. Perkenankan saya menyampaikan Doa untuk bapak saya (almarhum) H. Muhammad Akib dan ibu saya Hj. Marwah Yusuf yang selalu tulus-ihlas mengasuh, mendidik, dan mendoakan saya. Begitu pula mertua saya H. Ismail Saleh dan Hj. Sukiani (almarhumah) yang tulus-ihlas menerima dan mendoakan saya bersama anak-cucunya. Saudara-saudari kakak saya Hj. Nurani, Nurlaila, Hj. St. Mardiah dan adik saya Anwar Akib, SE yang selalu memberi dukungan kepada saya. Istri saya tercinta, Hj. Sukmawaty, S.S., yang penuh pengertian dan selalu mendampingi saya. Begitu pula kedua buah hati saya, Ahmad Wahidiyat Haedar (kelas II.IPA SMAN 4) dan Khairil Asnan Haedar (kelas II SMPN 6) yang menginspirasi saya untuk selalu belajar dan mengajarkan ilmu amaliah. Akhirnya, kepada Allah SWT kita semua berserah diri atas segala kemudahan dan rizki yang dicurahkan, semoga kita senantiasa menjadi hamba yang bertaqwa dan berilmu amaliah. Billahi taufik walhidayah, fastabiqulkhairat, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-34
Daftar Bacaan Agrawal, Vijay K et al. 2002. The Contribution of Information Technology to Critical Response Activities in Business Transformation, http://www.nssa.us/nssajrnl/20_1/.pdf Akib, Haedar. “Merambah Belantara Manajemen Pengetahuan”, Manajemen USAHAWAN, Nomor 04/TH. XXXII April 2003. ____________. 2005. Kreativitas Organisasi, Disertasi Ilmu Administrasi FISIP Universitas Indonesia. ____________. “Mencermati Kapabilitas Organisasi Berbasis Pengetahuan”, Jurnal VISI, FISIP Unhas, 2007. ____________. 2008. “Revitalisasi Mutu Penyelenggaraan dan Layanan Pendidikan Tinggi,” UNM Menggagas Pendidikan di Sulawesi Selatan, Ombak, Yogyakarta, h. 24-55. ____________ dan Husain Syam. “Quality Function Deployment sebagai Alat Mutu,” Manajemen USAHAWAN Indonesia, JanuariPebruari 2009. Ali, H.M. Faried. Filsafat Administrasi, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. Amabile, Teresa M et al. Creativity Under the Gun, Harvard Business Review, Vol. 80 No. 8 August 2002, pp. 52-61. Amoroso, Donald D and Inger V. Eriksson. Use of Content Analysis for Studying the Creative Construct in the Context of Technology-Rich Applications, Proceeding of the 33rd Hawaii International Conference on System Sciences 2000, IEEE. Anderson, L S.A, Marquardt, M, and Anderson, D. 1995. Facilitating Large System Change: Change Process Guide Book, Being First Inc., Durango, CO. Anderson, Neil et al, The Reoutinizionation of Innovation Research, Department of Work and Organizational Psychology University of Amsterdam Nederland, http://userts.fmg.uva.nl/nanderson/JOBSI.pdf, diakses 11 september 2003, h.3.
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-35
Appleby, Robert C. 1987. Modern Business Adminsitration, Pitman Publishing, London. A Public Service Learning Organization, A Policy Discussion Paper, June 2000. Barlow, Christopher M. “Deliberate Insight in Team Creativity,” Journal of Creative Behaviour 2nd qtr 2000. Bennis, Warren G. 1969. Organization Development, Addison Wesley Publishing Company, Inc. Boon, Rolf J. Cultural Creativity, May 1997, http://www.lobstrick.com/BOON.HTM, diakses 25 Mei 2003, h.4. Bostrom, Robert P and Murli Nagasundaram. Research in Creativity and GSS, Proceedings of the Thirty-First Hawaii International Conference on System Science, Januari 6-9, Vol. 6, h. 391-505, http://www.idbsu.edu/business/murli/, diakses 2 Agustus 2003. Brown, F. William and Nancy G. Dodd. “Utilizing Organizational Culture Gap Analysis to Determine Human Resoruce Development Needs,” Leadership and Organization Development Journal, 1998 MCB University Press, pp. 374-385. Burton, Richard M, et.al. Tension and Resistance to Change in Organizational Climate, September 22 1999, http://www.lok.cbs.dk/department.pdf, diakses 17 Oktober 2003. Caiden, Gerald E. 1969. Administrative Reform, Allen Lane, the Penguin Press, USA. Chaplin, J.P. 2002. Kamus Lengkap Psikologi, Rajawali Pers Jakarta. Cheng, Soh Kay. Tanpa tahun. Creativity Across Culture, Session 5 Paper, Nanyang Technological University Singapore. Choo, Chun Wei and Nick Bontis (editor). 2002. The Strategic Management of Intellectual Capital and Organizational Knowledge, Oxford University Press, Inc., New York. Coke, Brian. 1999. Customer-Centered Business Creativity, Iris Learning, All rights reserved, http://www, diakses 12 Pebruari 2004.
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-36
Concept Generation, http//www.vectorresearch.com.html, diakses 12 Juli 2003. Couger, J.D. 1996. Creativity and Innovation in Information System Organization, Boyd and Fraser Publishers, Danvers MA. Craft, Anna. An Analysis of Research and Literature on Creativity in Education, March 2001, http://www.ncaction.org.uk/creativity/report.pdf, diakses 29 Agustus 2003. Creativity at work: the ability to display productive originality, http://www.odysseyzone.com/news/hot/creativity.htm, diakses, 19 Maret 2003. Cutchin, D.A. 1981. Guide to Public Adminsitration, F.E. Peacock Publishers, Inc., Georgia. Daft, Richard L. 1992. Organization Theory and Design, West Publishing Company, Singapore. Dagnino, Giovanni Battista. Coopetition Strategy, paper presented at EURAM, Innovation Research in Management, Stocholm, 9-11 May 2002, http://www.sses.com/public/events/euram.pdf, diakses 24 Nopember 2004. Dharma, Surya dan Haedar Akib1. Kreativitas sebagai Esensi dan Orientasi Pengembangan SDM, Manajemen USAHAWAN Indonesia, Akreditasi Dikti No. 134/DIKTI/KEP 2001, No. 06/TH. XXXIII Juni 2004, h. 29-36. Davenport, Thomas H dan Laurence Prusak. 1998. Working Knowledge, Harvard Business School Press, Boston Massachussetts. David, Fred R. 2009. Strategic Management, Pearson Education, Inc., New Jersey. DeGeus, Ary. 1997. The Living Company, Harvard Business Review, DeGraff, Jeff. 2003. Creating Value through Creativity, diakses 22 Mei 2010. Denhardt, Robert B and Janet V Denhardt. 2006. Public Administration: An Action Orientation, Thomson Wadsworth, USA.
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-37
Dickinson, Brian. 1999. Creating Customer Focused Organizations, Jaico Publishing House, California. Dundon, Elaine. 2000. The Seeds of Innovation, AMACOM, New York. Ensor, John et al. 1996. Management and Innovation of Services, Napier University Business School, South Craigh, Edinburg Scotland. Eoh, Jeni. 2001. Pengaruh Budaya Perusahaan, Gaya Manajemen dan Pengembangan Tim Terhadap Kinerja Karyawan, Disertasi FISIP Universitas Indonesia Jakarta. Espejo, Raul et al. 1996. Organizational Transformation and Learning: A Cybernetic Approach to Mangement, Wiley & Sons Ltd, England. Evans, Philip and Thomas S. Wuster. 2000. Blown to Bits, Harvard Business School Press. Ford, Cameron M and Dennis A. Gioia. “Factors Influencing Creativity in the Domain of Managerial Decision Making,”Journal of Management, Vol. 26 (4) 2000, p. 705-732. French, Wendell L et al, (ed.) 2000. Organization Development and Transformation: Managing Effective Change, Irwin McGrall-Hill Singapore. Gamble, Paul R and John Blackwell. 2001. Knowledge Management, Biddles Ltd, Guildford and King’s Lynn UK Garfield, Monica J et al. “Research Report: Modifing Paradigms,” Information System Research, Vol. 12 No. 3, September 2001, pp. 322-333. Giley, Jerry W and Ann Maycunich. 2000. Beyond the Learning Organization, Perseus Books Cambridge, Massachusetts.Gilley and Maycunich. Gouillart, Francis J and James N. Kelly. 1995. Transforming the Organization, McGraw-Hill, Inc., New York. Hammer M and Champy, J. 1993. Reengineering the Corporation, HarperCollins New York. Harmon, Michael M and Richard T. Mayer. 1986. Organization Theory for Public Administration, Scott, Foresman and Company, Glenview Illinois.
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-38
Henry, Jane (ed.). 1991. Creative Mangement, Sage Publications London. Herutomo, Sri Saadah S. 1990. Tata Kelakuan di Lingkungan Keluarga dan Masyarakat Makassar, Proyek Inventarisasi dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya, Depdikbud Jakarta. Hock-Hai et al. “Organizational Transformation Using Electronic Data Interchange,” Journal of Management Information Systems, 13 (4) Spring 1997, pp. 139-165. Hughes, Owen E. 1994. Public Management and Administration, St Martin,s Press, Inc., Great Britain. Huseini, Martani. 1999. Mencermati Misteri Globalisasi, Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Dalam Bidang Marketing Internasional FISIP Universitas Indonesia Jakarta. Hyrsky, Kimmo and Aki Kangasharju. Adaptors and Innovators in Non-Urban Environment, http://www.babson.edu/entrep/fer/papers98.htm, diakses 27 Juli 2003. Indrawan WS, tanpa tahun. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Lintas Media Jombang. Isaksen, Scott G and Kenneth J. Lauer, et.al. “Perception of the Best and Worst Climates for Creativity,” Creativity Research Journal, Vol. 13, No. 2 2000-2001, h. 171-184. Ivanyi, Attila Szilard and Ilona Hoffer. 1999. The Role of Creativity in Innovation, Society and Economy Vol. XXI No. 4, http://www.lib.bke.hu/gt.html, diakses 7 Mei 2003, h. 17-21. Jeffe, D.T., & Scott, C.D. 1999. Getting Your Organization to Change, Crips Publications, Menlo Park, CA. Kasim, Azhar. Reformasi Administrasi Negara, Bisnis & Ekonomi Politik, Vol. 2 (4), Oktober 1998, h. 41-57. Kazamma, Stephany et al. Impacting Climate for Innovation. Paper presented at the 17th Annual Conference of the Society for Industrial and Organizational Psychology, Toronto Canada, August 2002.
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-39
Kilby, Jan. Creativity is one of the greatest assets in the workplace http://www.bizjournals.com/css, From the July 13 2001, diakses 19 Maret 2003. King, Nigel and Neil Anderson. 1995. Innovation and Change in Organizations, Routledge London. Kotler, Philip. 1994. Marketing Management, Prentice-Hall Inc., Englewood Cliffs, New Jersey. Lamberton, D.M. 1971. Economics of Information and Knowledge, Penguin Books Ltd, Harmondsworth, Middlesex England. Landau, Sy et.al. 2001. From Conflict to Creativity, Jossey Bass A Wiley Company San Francisco. Landry, Rejean and Nabil Amara. Creativity, Innovation and Business Practices in the Matter of Knowledge Management, paper prepared for the Statistical Canada Workshop 2001, Ottawa, the Westin Hotel, February 23, 2001. Leemans, Arne F. 1976. The Management of Change in Government, Martinus Nijhoff, the Hague Netherlands. Linberg, Kurt R. Managing the Creative Organization, http://ourworld.compuserve.com/pdf, diakses 5 Juni 2003. Makmur. 2007. Filsafat Administrasi. Bumi Aksara, Jakarta. Ma’arif, Syamsul Mohamad dan Hendri Tanjung. 2003. Manajemen Operasi, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. Manz, Charles C and Henry P. Sims Jr. 2001. The New Super Leadership: Leading Others to Lead Themselves, Berrett-Koehler Publishers, Inc., San Francisco. Marquardt, Michael J and Angus Reynolds. 1994. The Global Learning Organization, Richard D. Irwin, Inc., USA. Marquardt, Michael J. 1996. Building the Learning Organization, McGraw-Hill Company, Inc. Masinambow, E.K.M (editor). 1997. Koentjaraningrat dan Antropologi Indonesia, Asosiasi Antropologi Indonesia bekerjasama dengan Yayasan Obor Indonesia. McCarthy, Daniel J et.al. 2002. Business Policy and Strategy, Richard D. Irwin, Inc., Krishnan Nagar, Dehli.
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-40
Miles, R. 1997. Leading Corporate Transformation, Jossey Bass, San Francisco. Morgan, Gareth. 1986. Images of Organization, Sage Publications, London. Morgeson, Frederick P. and Stephen E. Humphrey. 2003. The Work Design Questionnaire (WDQ), The Eli Broad Graduate School of Management Michigan State University. Natarajan, Ganesh and Sandhya Shekhar. 2001. Knowledge Management, McGraw-Hill International Edition. Nonaka, Ikujiro and Hirotaka Takeuchi. 1995. The KnowledgeCreating Company, Oxford University Press. Normann, Richard. 2001. Reframing Business, John Wiley and Sons Ltd, England. Oldham, Grey R and Anne Cummings. Employee Creativity: Personal and Contextual Factors at Work, Academy of Management Journal, Vol. 39 No. 3 June 1996. Patterson, Cristina. Individual and Organizational Crativity, Halifax, Nova Scotia Canada, http://www.innovation.cc/news.patterson.pdf, diakses 31 Juli 2003. Peters, B. Guy and John Pierre. 2007. The Handbook of Public Administration. Sage Publications Ltd, London. Prichard, Craig et al (ed.) 2000. Managing Knowledge, St. Martin’s Press New York. Pugh, DS. 1971. Organization Theory, Penguin Books Australian Ltd, Victoria. Rachmany, Hasan dan Haedar Akib. Rekonstruksi Manajemen Pengetahuan, Manajemen No. 162 Pebruari 2002. Rahim, Rahman. 1985. Nilai-nilai Utama Kebudayaan Bugis, Hasanuddin University Press, Ujungpandang. Rakhmat, Jalaluddin. 1997. Psikologi Komunikasi, Rosdakarya Bandung. Robbins, Stephen et al., 1994. Organizational Behaviour, Prentice-Hall of Australia Pty Ltd, Sydney, h.22,50 dan 70.
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-41
Rubinstein, Moshe F and Iris R. Firstenberg. 1999. The Minding Organization, John Wiley & Sons, Inc., Canada. Ruggles, Rudi and Dan Holthouse. 1999. The Knowledge Advantage, Ernst & Young LLP USA. Ryhammer, L and Brolin C. Creativity Research, Scandinavian Journal of Educational Research, Vol. 43, No. 3 1999, pp. 259-273, diakses 25 Juli 2003. Sawyer, John E. Social, Organizational and Environmental Influences on Creativity and Innovation, http://www.buec.edu/sawyerj/Creativity.htm, diakses 25 Agustus 2003. Scharmer, C Otto. 2009. Theory U: Leading from the Future as It Emerges, Berrett Koehler Publishers, Inc. San Francisco. Schein, Edgar H. 1992. Organizational Culture and Leadership, JosseyBass Publisher San Francisco. Scott, Mark C. 2000. Reinspiring The Corporation, John Willey & Sons Ltd, New York. Segal, Marci.2000. Another Look At Creativity Styles, http://www.trinetwork.html, diakses 29 maret 2003. Senge, Peter et al. (ed.). 1999. The Dance of Change, Doubleday a Division of Random House, Inc. New York. Senge, Peter et al. 1994. The Fifth Discipline Fieldbook, Dobleday new York. Shepler, John. Coopetition vs Competition, http://www.johnshepler.com.html, diakses 24 Nopember 2004. Siagian, Sondang P. 2004. Filsafat Administrasi, Bumi Aksara, Jakarta. Simatupang, Patar dan Haedar Akib. “Potret Efektivitas Organisasi Publik,” Manajemen USAHAWAN Indonesia, Januari 2007. Steward, Thomas A. 2001. The Wealth of Knowledge, Nicholas Brealey Publishing London. Szilagyi Jr., Andrew D, and Marc J. Wallace, Jr.1990. Organizational Behavioral and Performance, Harpercollins Publishers, h. 757.
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-42
Taggar, Simor. 2000. Individual Creativity and Group Ability to Utilize Individual Creative Resources: A Multi-Level Model, In Press– Academy of Management Journal, h.2-5,17-27. Tapscott, Don. 1995. Digital Economy, the McGraw-Hill Company, Inc. USA. Thoha, Miftah. 1978. Perspektif Perilaku Birokrasi, Rajawali Pers, Jakarta. Timpe, Dale A. 2000. Creativity, PT Elex Media Komputindo, Jakarta. Toward Harnessing Creativity, http//www.adtimes.nstp.com.my/2001/des22b.htm, diakses 2010. Trahant, B. Burke W.W and Koonce R. Principles of Organizational Transformation, Management Review, 86 (8) September 1997, p. 17-21. Tuomi, Ilkka. 1999. Corporate Knowledge, Metaxis Arkandiankatu Finland. Von Krogh, George et al. 2000. Enabling Knowledge Creation, Oxford University Press, Inc. USA. Walton, Douglas C. 2000. Twelve Heuristics of Successful Organizational Transformation, http://www.networkeddemocracy.com/pdf/12_heuristics.pdf (download 16 Agustus 2003) Wart, Montgomery Van and Lisa A. Dicke. 2008. Adminstrative Leadership in the Public Sector, ME. Sharpe Armonk, New York. Watson, Tony J. 1994. The Search of Management, Routledge, New York. West, Michael A. 2000. Developing Creativity in Organizations, Kanisius Yogyakarta. Wilbur, R.A. Making Change the Right Way, Workforce Mar 1999, p. 12-13.
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-43
CURRICULUM VITAE A. Identitas Diri Nama
: Prof. Dr. Haedar Akib, M.Si. Tempat tgl lahir : Pangkep, 22 Mei 1965 Pekerjaan : Dosen UNM Pangkat/Jabatan : Pembina Tkt. I/IV.B Agama : Islam Status : Menikah Alamat rumah : Jalan Sunu, Kompleks UNHAS Baraya Blok A. 12 Makassar No HP/Tel./Fax : 08128023594/0411-456879 Istri : Hj. Sukmawaty Ismail, S.S. Anak : 1. Ahmad Wahidiyat Haedar 2. Khairil Asnan Haedar Orang Tua : Bapak: H. Muhammad Akib (almarhum) Ibu: Hj. Marwah Yusuf
B. Riwayat Pendidikan 1. SD Negeri 12 Biraeng Minasa Te’ne, Pangkep (1971-76) 2. SMP Negeri 1 Pangkajene, Pangkep (1977-79/80) 3. SMEA Negeri 13 Pangkep, TERBAIK JURUSAN, (1980-83) 4. Diploma Satu/D1, TERBAIK, FPIPS IKIP Ujungpandang (1983-84), Ikatan Dinas 5. Strata Satu/S1, JALUR TESIS, FPIPS IKIP Ujungpandang (1984-88), Beasiswa Supersemar. 6. Strata Dua/S2, FISIP Universitas Indonesia (1994-97), Beasiswa TMPD Dikti Depdiknas. 7. Strata Tiga/S3, FISIP Universitas Indonesia (2000-05), Beasiswa SASAKAWA, Jepang.
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-44
C. Riwayat Pekerjaan 1988-92 Guru Ekonomi dan Guru Sejarah (SMA Ahmad Yani dan SMA Mandiri) 1990-sek. Dosen Pend. Ekonomi/Pendidikan Administrasi Perkantoran FIS UNM 2002-05 Peneliti, CODES (Center for Organization Development Studies) 2004-09 Dosen STIAMI Jakarta 2004-27 Tim Teknis KPEL (Kemitraan dan Pengembangan Ekonomi Lokal) Bappenas Jakarta 2007-sek. Ketua Prodi Pendidikan Adm. Perkantoran UNM 2006-sek. Dosen PPs UNM 2007-sek. Dosen PPs STIA LAN Makassar, Program MM dan Administrasi Publik PPs UNISMUH Makassar, PPs UNHAS, PPs UIT, Dosen/Tutor UT. 2007-sek. Asesor Sertifikasi Guru Rayon 24 UNM 2009-sek. Asesor Sertifikasi Dosen UNM 2010 Konsultan World Bank untuk LPMP Sulawesi Selatan 2010-sek Team Leader, Konsultan Manajemen Program BERMUTU Indonesia Timur D. Pengalaman Diklat di Luar Negeri, antara lain: 1. Intensive Course in English Language, LaTrobe University, Victoria Australia, 1998. 2. Reading Course, Univ. Malaya dan Univ. Islam Internasional, Malaysia, 2002. 3. Research Methodology and Practice and New Developments in Public and Management, Flinders University, Adelaide Australia, 2002. 4. Orientasi Studi, Univ. Nangyang, Singapura, 2006. E. Pengalaman Sebagai Trainer/Expert/Narasumber, antara lain: 1. Narasumber, “Strategi Pengembangan Daerah Berbasis Kompetensi Lokal”, Program Need Assessment dalam Rangka
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-45
2.
3. 4.
5. 6.
Pengembagan Kompetensi Lokal, Ditjen Otoda Bappenas 2006. Narasumber, BIMTEK Kepala Sekolah, dengan materi 1) Kewirausahaan Sekolah dan 2) Manajemen Perubahan dan Pengembangan Sekolah Sebagai Organisasi Pembelajar, 3) Instructional Leadership”, Direktorat Tenaga Kependidikan, Depdiknas, 2007-sekarang. Ekspert pada Penilaian Kinerja Instansi Pelayanan Publik di Sulawesi Selatan, Pemda Sulawesi Selatan dan Kementerian Kemenpan, 2010. Expert pada Penilaian Kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan, Pemda Sulawesi Selatan dan Kementerian Kemenpan dan Reformasi Birokrasi, 2011. Pemakalah di berbagai Pertemuan Ilmiah Nasional dan lokal, 2005 - sek. Dll.
F. Pengalaman Penelitian, antara lain: © Pemetaan Kompetensi Lokal Dalam Rangka Optimalisasi Kerjasama antar Daerah, UNDP dan Direktoral Otonomi Daerah Bappenas Jakarta, 2005. © Analisis Sistem Dinamis Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan, UNDP dan Direktoral Otonomi Daerah Bappenas Jakarta, 2006 © Kerjasama dan Koodinasi Antar Daerah Dalam Penyediaan Layanan Publik Dasar di Kawasan Ajatappareng Sulawesi Selatan, DP2M Dikti Depdiknas, Jakarta, 2009 © Pengembangan Institusi Pelayanan Pendidikan Berbasis Kinerja di Kawasan Ajatappareng Sulawesi Selatan, DP2M Dikti Depdiknas, 2010. © Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sulawesi Barat, Direktorat EKPD Bappenas, 2008 (tahun I), 2009 (tahun II), 2010 (tahun III), dan 2011 (tahun IV).
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-46
G. Publikasi Ilmiah, antara lain: © Potret Kebijakan Distribusi Pupuk di Indonesia, Harian KOMPAS Jakarta. © Memahami Kebijakan Distribusi Pupuk di Indonesia Harian REPUBLIKA Jakarta. © Perspektif Historis dan Arah Kebijakan Privatisasi di Indonesia, Jurnal BISNIS DAN BIROKRASI, FISIP UI Jakarta. © Potret Diri Selaku Developmental Leader, Majalah MANAJEMEN, PPM Jakarta. © Pemikiran Dini Mintzberg Tentang Struktur Organisasi, Jurnal FORUM INOVASI, FISIP UI Jakarta. © The Influence of Job Motivation on Work Performance, Manajemen Usahawan Indonesia, Lembaga Manajemen FE-UI, 2005. © Perspektif Historis dan Arah Pengembangan Kreativitas Dalam Organisasi, Manajemen Usahawan Indonesia, Lembaga Manajemen FE-UI, 2005. © Konflik sebagai Fenomena Organisasi Sepanjang Masa, Jurnal Bisnis & Usahawan, FISIP UNDANA Kupang, 2006. © Mencermati Kapabilitas Organisasi Berbasis Pengetahuan, Visi, Jurnal Ilmu Administrasi, FISIP UNHAS, 2006. © Potret Efektivitas Organisasi Publik, Manajemen Usahawan Indonesia, Lembaga Manajemen FE-UI Jakarta 2007. © Kerjasama dan Koordinasi antar Daerah, Jurnal BISNIS dan Usahawan, FISIP UNDANA Kupang, Januari 2007. © Reaktualisasi Fungsi dan Peranan Kepala Sekolah, Jurnal Tenaga Kependidikan, Direktorat Tendik Depdiknas, 2008. © Melejitkan Kreativitas Pegawai Sebagai Aset Organisasi, Jurnal Competitiveness, Program MM UNISMUH Makassar. © Kewirausahaan Berbasis Kreativitas dan Inovasi, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Depdiknas, Jakarta 2008. © Strategi Pengembangan Inovasi Berbasis Kompetensi Lokal, Jurnal Administrasi Negara, STIA LAN Makassar, 2008.
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-47
© Quality Function Deployment (QFD), Manajemen USAHAWAN Indonesia, Lembaga Manajemen FE-UI, Jakarta, 2009. © Snapshot Dampak Kebijakan Publik Dalam Program Pengentasan Kemiskinan, Manajemen Usahawan Indonesia, Lembaga Manajemen FE-UI, 2009. © Implementasi Kebijakan, Jurnal Administrasi Publik, PPs UNM 2010. © Mencermati Heuristik Transformasi Organisasi: Reaktualisasi Perilaku Kreatif Mahasiswa Melalui Pendekatan Knowledge Management, Jurnal Manajemen USAHAWAN Indonesia, Lembaga Manajemen FE-UI, Jakarta, Mei-Juni 2011. H. Penghargaan: ® Mahasiswa dan Dosen Teladan I (satu) FIS UNM ® Satya Lencana 10 Tahun, Pemerintah RI. ® Dll. Foto dokumentasi Profesor Haedar Akib bersama istri (Hj. Sukmawaty, S.S.). serta kedua buah hati Ahmad Wahidiyat Haedar dan Khairil Asnan Haedar
Haedar Akib: Pidato Pengukuhan Guru Besar-48