Menggali Kearifan Lokal Bumi Kediri UNAIR NEWS – Alam dan cerita sejarah membentuk nilai-nilai budaya. Masyarakat, sebagai subjek budaya, bertugas untuk mewarisi nilai-nilai serta melestarikannya hingga anak cucu. Kearifan lokal itu terjaga agar keharmonisan manusia, budaya, dan alam tetap seimbang. Begitulah yang terjadi di masyarakat Kediri, tepatnya di Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar. Desa yang terletak di kaki Gunung Kelud tersebut menyimpan salah satu mitos yang diyakini oleh masyarakat hingga sekarang. Mitos mengenai asal muasal Gunung Kelud yang tak lepas dari cinta Lembu Sura. Cintanya bertepuk sebelah tangan oleh Dewi Kilisuci. Amarah Sura yang berkecamuk akibat ulah Kilisuci, oleh masyarakat diyakini sebagai penyebab letusan Kelud. Untuk meredam amarah Sura dan Kelud, setiap tahunnya masyarakat menggelar ritual sesaji. Ketika masih terdapat kawah, masyarakat menyumbangkan hasil bumi dengan cara melarung. Ketika area kawah telah ditumbuhi Anak Gunung Kelud, ritual pun berubah. Namun, ritual itu masih berlangsung setiap tahunnya. Kediri tak hanya menyimpan satu kearifan lokal. Seni jaranan ialah salah satu kesenian yang masih eksis dan digemari masyarakat Kediri hingga saat ini. Seni jaranan dimainkan mulai dari anak-anak kecil hingga dewasa. Pada saat pementasan seni jaranan berlangsung, warga sekitar berbondong-bondong menyaksikan pertunjukan. Mereka menonton dan larut dalam dua pertunjukan jaranan yang berlangsung pada Sabtu malam (14/5). Pementasan dan cerita film mengenai Kelud dan Kediri ini merupakan bagian dari kegiatan study excursie (SE) tim Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU) Direktorat Pendidikan Universitas
Airlangga (UNAIR). Kegiatan SE merupakan agenda tahunan yang diperuntukkan bagi mahasiswa jenjang sarjana yang sedang mengambil MKWU, seperti Pendidikan Kewarganegaraan, dan Agama. Kegiatan SE bertujuan untuk memperkenalkan keberagaman dan kearifan lokal yang terdapat di suatu daerah. Dialog dan studium general bertema “Menggali Kearifan Lokal dalam Tradisi Masyarakat Indonesia” menjelaskan kepada peserta SE mengenai Kelud, tradisi, dan seni jaranan. Dialog tersebut dihadiri oleh Camat Ngancar, Kepala Desa Sugihwaras, serta tokoh masyarakat, di halaman Gedung Teater dan Museum Gunung Kelud. Keberadaan Kelud bukanlah bencana bagi warga sekitar. Alam di dataran tinggi memberikan anugerah kehidupan bagi mereka. Beragam profesi pekerjaan yang bisa diterapkan di sana, seperti petani, pelayan penginapan, hingga pemandu wisata. Meski Kelud tercatat pernah menumpahkan magmanya berulang kali sehingga meruntuhkan sendi perekonomian masyarakat sekitar, mereka tak menganggap itu sebagai ujian walau ada sedih yang tersisa.
1. Pelakon Seni Jaranan Senterewe Memainkan Aksinya Dihadapan Ratusan Mahasiswa UNAIR, Penduduk Sugihwaras, Turis di Gedung Teater Dan Museum Gunung Kelud. (Foto: UNAIR NEWS) “Letusan bukanlah bencana bagi kami karena Kelud telah memberikan berkah juga. Setiap pemerintah memberikan catatan kepada kami, masyarakat sudah siap lahir batin. Kelud sudah mengayomi masyarakat sekitarnya. Meski letusan tapi juga rezeki karena tanaman-tanaman kami subur,” tutur Sukemi, Kades Sugihwaras. “Apabila PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, -red) sudah menetapkan statusnya naik, masyarakat sudah tata-tata barang. Surat-surat berharga disimpan. Jadi, ketika Kelud meletus, masyarakat sudah siap,” imbuh Sukemi. Terkait dengan seni jaranan, Sukemi mengatakan, tradisi untuk melestarikan salah satu kesenian khas Kediri itu juga sudah diturunkan hingga anak cucu. “Meski kembang kempis, seni ini harus tetap dilestarikan. Bahkan, anak TK (taman kanak-kanak) juga ada yang menjadi anggota jaranan,” tutur Sukemi.
Sukemi benar. Ketika dialog berakhir, acara malam hari itu ditutup dengan pementasan seni jaranan senterewe. Sebagian besar pelakonnya adalah anak-anak usia sekolah menengah pertama, dan sekolah dasar. Mereka memainkan tarian jaranan dengan lincah dan energik. Aksi-aksi mereka mendapatkan kemeriahan tepuk tangan dari penonton. Tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 WIB. Sambil menahan dinginnya udara Kelud, penonton masih setia memberikan atensinya kepada pelakon seni jaranan Kediri. Memang, kearifan lokal seharusnya tak lekang oleh derasnya arus zaman. (*) Penulis : Defrina Sukma S Editor : Nuri Hermawan
Dua Pelajar 14 dan 15 Tahun Ini Lolos SNMPTN di UNAIR UNAIR NEWS – Sepekan yang lalu, ribuan pelajar dari seluruh penjuru tanah air sudah dapat melihat hasil Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Ratusan PTN yang tersebar di seluruh Indonesia pun siap menyambut genarasi penerus bangsa tersebut. Sebagai bagian dari salah satu PTN di Indonesia, UNAIR sendiri pada tahun ini menerima sebanyak 2.098 calon mahasiswa baru pada jalur SNMPTN. Dari jumlah 2.098 calon mahasiswa tersebut, ada dua calon mahasiswa yang terbilang ‘unik’. Pasalnya, kedua calon mahasiswa tersebut masih berusia 14 dan 15 tahun. Keduanya ialah Syarifah Salsabila (14) yang diterima pada program studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi (FST), dan Rania Tasya
Ifadha (15) yang diterima pada program studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran (FK) UNAIR. Syarifah merupakan lulusan Madrasah Aliyah Unggulan Amanatul Ummah Surabaya, lahir pada 30 Juli 2001. Sedangkan Rania adalah lulusan dari SMAN 3 Semarang yang lahir pada 17 Februari 2001. Keduanya terhitung sebagai calon mahasiswa termuda UNAIR dari jalur SNMPTN tahun 2016 ini. “Keduanya lulus SMA dalam usia 14 dan 15 tahun. Ini pasti anak yang cemerlang secara akademik,” tutur Rektor UNAIR, Prof. Dr. H. Mohammad Nasih, MT., SE., Ak, CMA pada Senin, (16/5). Sementara itu, ada 8 calon mahasiswa lain yang diterima pada jalur serupa dan masih berusia 16 tahun. ke-8 calon mahasiswa tersebut diterima pada Fakultas Kedokteran (FK), Fakultas Kedokteran Gigi (FKG), Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), dan Fakultas Kedokteran Hewan (FKH). Pada jalur SNMPTN ini, sebagian besar calon mahasiswa merupakan warga Surabaya. Dari total calon mahasiswa yang diterima, sejumlah 37% atau setara 782 calon mahasiswa berasal dari SMA di wilayah Surabaya. Jumlah sisanya berasal dari berbagai wilayah di Jawa Timur, maupun berbagai kota di Indonesia. Prof Nasih juga mengatakan bahwa prosentase siswa dari Madrasah Aliyah (MA) yang diterima juga lebih banyak jika dibanding siswa dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). “Prosentase siswa dari MA lebih tinggi dari pada SMK. Sejumlah 113 peserta yang lolos SNMPTN di UNAIR merupakan siswa dari MA. Menurut saya itu luar biasa. Diantara mereka saya yakin ada yang hafidz quran,” ujar Prof Nasih. Tahun ini, melalui jalur SNMPTN, Pendidikan Dokter FK menduduki peringkat pertama sebagai prodi yang paling banyak diminati. Dari 1895 pendaftar, ada 1312 peserta yang menempatkan Pendidikan Dokter sebagai pilihan pertama. Dari
keseluruhan jumlah tersebut, FK hanya mengambil 75 calon mahasiswa. Selanjutnya, prodi Manajemen FEB menjadi pilihan terbanyak kedua, dan disusul prodi Akuntansi menempati peminat terbanyak ketiga. Sejumlah 2098 calon mahasiswa tersebut belum tercatat sebagai mahasiswa UNAIR sebelum mereka melakukan pendaftaran ulang pada 31 Mei nanti. Waktu pendaftaran ulang akan bersamaan dengan seleksi jalur SBMPTN, sehingga calon mahasiswa yang bersangkutan harus memilih antara melakukan daftar ulang, atau mengikuti seleksi SBMPTN. “Jika tanggal 31 Mei nanti mereka tidak datang, atau mereka ikut tes lain, mereka akan gugur. Dan itu akan mempengaruhi persepsi kita terhadap sekolah yang bersangkutan,” ujar Prof Nasih. (*) Penulis : Binti Q. Masruroh Editor
: Nuri Hermawan
Pererat Tali Persaudaraan Mahasiswa, HIMAHI UNAIR Adakan Acoustic Night UNAIR NEWS – “Taruhlah paper anda untuk sementara, marilah bernyanyi” begitulah kalimat utama yang tertera dalam poster yang disebarkan oleh Himpunan Mahasiswa Hubungan Internasional (HIMAHI) Universitas Airlangga. Jumat malam (13/5), di sudut gedung A FISIP UNAIR lantai 1, sejumlah mahasiswa HI berkumpul untuk menikmati penampilan menarik di acara Acoustic Night, Jam Session 1 bertajuk Aku, Kamu, Rindu.
Acara artshow tersebut dikemas dengan sederhana dan rapi. Setiap mahasiswa yang hadir dari mahasiswa aktif hingga alumni, bahkan dosen tampak menikmati acara malam sabtu tersebut melalui beberapa penampilan yang dipertontonkan. Penampilan malam itu tidak hanya akustik saja, ada juga musik instrument, musikalisasi puisi dan karaoke. Sandrina Salsabila, selaku penanggungjawab acara, menyatakan bahwa acara ini merupakan program baru HIMAHI yang idenya dia gagas bersama teman-temanya. “Acoustic night ini program barunya divisi minbak (minat dan bakat, –red) HIMAHI, ide programnya kebetulan dari saya, karena selama ini yang saya lihat minat dan bakat yang disalurkan lebih banyak kebidang olahraga, kurang seninya,” ujar mahasiswa semester 4 tersebut. Divisi minat dan bakat HIMAHI dalam acara ini memberikan sarana bagi mahasiswa yang memiliki bakat bermain musik. Untuk mempersiapkan penampilan, HIMAHI memberikan ruang untuk latihan dan tampil dalam acara yang diadakan seperti halnya Acoustic Night. “Acoustic night ini jadi sarana buat mahasiswa untuk lebih banyak latihan, improvisasi bakat. Nantinya juga ada program lain yaitu IR (International Relationship,- red) Got Talent,” ujar Sandrina. Sandrina berharap, acara ini dapat dijadikan sebagai ajang tahunan guna mempererat tali silaturahmi antar mahasiswa HI dari berbagai angkatan. Selain itu, ia juga berharap penampilan di acara ini dapat berkembang dan lebih banyak variasinya. “Saya senang acara ini berjalan dengan baik, mempertemukan mahasiswa aktif, alumni dan juga dosen. Untuk kedepannya, bakal ada rencana untuk memeriahkan acara ini dengan penampilan lainnya seperti stand–up comedy, atau bahkan dance,” pungkas mahasiswi alumni SMA 1 Surabaya tersebut. (*) Penulis :AhallaTsauro
Editor : Dilan Salsabila
Rania Tasya Ifadha, Mahasiswa Termuda FK UNAIR Jalur SNMPTN 2016 UNAIR NEWS – Rania Tasya Ifadha, atau yang lebih akrab disapa Iren, menjadi sosok yang istimewa diantara kawan-kawannya yang diterima di Fakultas Kedokteran (FK), Universitas Airlangga. Lulusan SMAN 3 Semarang yang lahir pada 17 Februari 2001 ini, menjadi calon mahasiswa termuda FK UNAIR melalui jalur SNMPTN 2016, dengan usia 15 tahun. “Mulai usia 2 tahun, saya sudah disekolahkan di PAUD. Usia 3 tahun saya masuk TK selama 2 tahun. Usia 5 tahun saya sudah masuk SD dan lulus pada usia 11 tahun,” ujar Iren bercerita tentang pendidikannya sejak PAUD hingga SD. Iren mengatakan bahwa pada saat menempuh pendidikan di bangku SMP dan SMA, ia mengambil program percepatan atau akselerasi, sehingga di usia 15 tahun ia sudah lulus SMA. Iren yang diterima pada program studi Pendidikan Dokter UNAIR mengatakan bahwa ia memang memiliki cita-cita menjadi seorang dokter. Ditanya mengenai manajemen waktunya ketika belajar, ia mengaku harus pandai mengatur waktu antara belajar dan istirahat. “Pada intinya saya menempatkan porsi waktu untuk belajar dan istirahat sesuai dengan yang saya butuhkan. Jika waktunya belajar, semaksimal mungkin saya manfaatkan untuk itu. Jika waktunya istirahat, ya, benar-benar untuk refreshing. Sehingga ketika kembali belajar bisa fokus kembali,” kata anak pertama dari dua bersaudara ini.
Iren menekankan bahwa yang paling penting dalam setiap proses yang ia lalui adalah dorongan dari diri sendiri untuk meraih cita-cita yang sudah diinginkan sejak kecil. Sampai saat ini, ia tetap mengikuti bimbingan belajar meskipun ia telah diterima di FK UNAIR. “Saya masih les di bimbingan belajar. Karena dulu sebelum Ujian Nasional sudah mendaftar. Alhamdulillah, ternyata saya lolos SNMPTN. Ini hanya untuk mengisi waktu luang saja,” ujar Iren. Putri dari pasangan Suhartini dan Hasanudin ini aktif mengikuti ekstrakurikuler Forum Diskusi dan English Club semasa SMA. Suhartini, sang ibu, mengaku sangat mendukung Iren sehingga bisa mengantarkan putrinya hingga menempuh studi di perguruan tinggi, dengan waktu yang relatif cepat. “Ayahnya adalah pelaut. Kalau cuti mengajar di kampus Akademi Maritim Nasional Indonesia (AMNI). Kami mendukung dengan memfasilitasi kebutuhan sekolahnya, mendukung cita-citanya menjadi dokter karena ingin membantu sesama dan berjiwa sosial,” kata Suhartini yang bekerja sebagai perias pengantin. (*) Penulis : Binti Q. Masruroh Editor
: Nuri Hermawan
Syarifah Salsabila, Anak 14 Tahun Jadi Mahasiswa Termuda
FST UNAIR UNAIR NEWS – Syarifah Salsabila, putri pertama dari pasangan Hadi Nurkholik dan Menik Sugiarti tercatat sebagai calon mahasiswa termuda yang diterima Universitas Airlangga pada program studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi (FST). Sabila, sapaan akrabnya, merupakan lulusan dari Madrasah Aliyah(MA) Unggulan Amanatul Ummah Surabaya. Pelajar kelahiran 30 Juli 2001, diterima di UNAIR melalui jalur SNMPTN, dan tercatat sebagai calon mahasiswa termuda dengan usia 14 tahun. Dihubungi via telepon seluler, sang ibu mengatakan bahwa pada usia kurang dari 5 tahun, putrinya tersebut sudah mengenyam pendidikan di bangku SD. Jenjang SMP dan SMA Sabila ditempuh dengan jalur percepatan atau akselerasi. Sehingga pada usia 14 tahun, Sabila telah lulus SMA hingga kemudian melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. “Sejak kelas dua SD, Sabila selalu masuk peringkat dua besar di kelasnya,” ujar sang ibu Menik Sugiarti. Selain terhitung pandai di kelas, Sabila juga tergolong aktif mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Ia mengikuti ektrakurikuler simulai cerdas cermat dan juga tari Saman. Santri yang sudah hafal quran 5 juz tersebut pernah menjadi juara satu pada kompetisi perlombaan MTQ cabang tahfidz quran yang diadakan Yayasan Ammanatul Ummah, Surabaya. Ayah Sabila merupakan guru Bahasa Arab di Lembaga Pengajaran Bahasa Arab (LPBA) Masjid Agung Sunan Ampel, Surabaya. Menik menuturkan bahwa sebetulnya, putrinya ingin melanjutkan studi Sastra Arab di Maroko. Namun atas dorongan orangtua dan paman yang merupakan dosen di UNAIR, Sabila kemudian mengambil pilihan di UNAIR. Saat ini, Sabila sedang menjalani pendidikan di Pondok Pesantren Amanatul Ummah, Siwalankerto, Surabaya. “Sebagai orangtua, jangan sampai anak terlalu dipres. Saya selalu memberikan motivasi, jadilah diri sendiri, jangan jadi
orang lain,” ujar Menik. (*) Penulis : Binti Q. Masruroh Editor : Nuri Hermawan
Kunjungi UNAIR, Ketua BPK Berikan Materi Kuliah di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNAIR NEWS – Kehadiran Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI), Dr.Harry Azhar Azis untuk memberikan kuliah reguler di Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga, memberikan kesan tersendiri bagi mahasiswa. Pasalnya, materi kuliah mengenai otonomi daerah dikupas tuntas langsung oleh ahli ekonomi lulusan Oklahoma State University, Amerika serikat tersebut. Harry Azhar sendiri mengaku senang bisa bertatap muka langsung dengan mahasiswa dalam kuliah reguler. “Saya senang ketika memberikan kuliah dan diskusi langsung bersama mahasiswa, mereka punya kesempatan untuk bertanya apapun kepada saya,” ujarnya. Pembahasan materi kuliah pun berjalan seperti biasanya, Harry Azhar telah menyiapkan materi dalam bentuk slideshow kemudian mahasiswa dapat bertanya mengenai materi yang disampaikan terkait dengan APBD, dana alokasi serta hal-hal yang masih berhubungan dengan otonomi daerah. Diakhir sesi kuliah, mahasiwa yang aktif bertanya mendapatkan buku dari Harry Azhar secara cuma-cuma. Mahasiswa juga diberikan kesempatan untuk mengambil foto bersama.
Disela – sela pembahasan, Harry Azhar juga memberikan motivasi kepada mahasiswa untuk terus belajar secara sungguh-sungguh, meningkatkan indeks prestasi (IP) dan kemampuan berbahasa inggris. Beliau juga memotivasi untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. “Orang Indonesia punya hak untuk berpendidikan tinggi,” ungkap mantan Wakil Ketua Komisi XI DPR 2009-2014. Menurut salah satu Staf Pengajar FEB, Achmad Sholihin, S.E., M.Si., ini merupakan kali kedua Ketua BPK RI tersebut berkunjung sekaligus memberikan kuliah di Prodi Ekonomi Pembangunan. “Ketika Beliau (Harry Aziz,-red) berkunjung ke Surabaya, biasanya beliau mampir ke UNAIR untuk memberikan kuliah reguler, itu bagus untuk mahasiswa,” ujar Sholihin. Dosen FEB lainya, Nisfu Laila, S.E., M.Com., menilai, kehadiran beliau secara tidak langsung memberikan semangat bagi mahasiswa untuk terus semangat belajar. “Kehadiran Ketua BPK RI secara tidak langsung memberikan motivasi lebih bagi mahasiswa,” ujar Laila yang juga menjabat sebagai Wakil Dekan III FEB UNAIR. Kuliah reguler tersebut diadakan pada Jumat (13/5) lalu dibagi menjadi dua sesi, sesi pertama untuk mahasiswa Sarjana (S1) pada pukul 13.00, sesi kedua untuk mahasiswa Magister (S2) dan Doktor (S3) pada pukul 15.30. adapun materi yang disampaikan mengenai otonomi daerah dengan pendalaman materi yang berbeda untuk mahasiswa S1, S2 dan S3. (*) Penulis: Ahalla Tsauro Editor : Dilan Salsabila
Alifia atau Alisa (1) Dia sendirian sejak kecil, orang tuanya lengkap, namun goresan-goresan tulisannya selalu mengesankan dia dalam kesepiannya. Segalanya yang serba ada justru menjauhkan dirinya dari kesenangan. Seolah tanpa teman, suara teriakkannya hanya disaksikan oleh dinding-dinding bisu, tetesan air matanya hanya sebagai pembasah lantai yang bisa di buat untuk berkaca tamu-tamunya. Dia bukan anak tunggal, saudaranya empat, dan dirinya adalah si bungsu tanpa perhatian. Mungkin apa yang dirasakannya hanya sedikit kisah kengerian rumah itu yang dikiaskan dalam puisinya sebagai istana para mumi. Benarkah begitu malang nasibnya hingga karya-karyanya begitu menusuk para pembacanya, bahkan beberapa bernada kritikan dan gugatan atas takdir yang harus ditanggungnya. Namun apakah pantas aku menyebut karyanya sebagai ungkapan seorang yang sedang menangis sejadi-jadinya, dan ku sebut dia adalah perempuan cengeng yang mengharap uluran kasih sayang dari pembacanya. Dan aku tidak hendak mengkritiknya. Sore itu, aku menyempatkan diri untuk mengenalnya lebih jauh melalui dua sahabatnya. Aku memang mendekat pada penulis berwajah datar itu, namun suratku yang sudah ku kirim berulang-ulang lagi-lagi hanya mendapatkan balasan “maaf”, sepertinya dia memang hendak menyembunyikan identitasnya. Namun hingga sore ini banyak tanya di lubuk sanubariku, benarkah orang yang dipuja tulisan-tulisannya itu, sesungguhnya sedang menanggung beban deritanya. Dan hipotesaku masih coba kupegang. Bagiku, aku tak setuju orang-orang menisbatkan tulisan-tulisannya itu sebagai bagian dari kisah nyata dalam hidupnya. Mungkin orang hebat memang mesti misterius atau memang jalan hidupnya adalah untuk disalah pahami banyak orang. “Apa gunanya menjadi orang terkenal, jika toh hanya akan menenggelamkan sisi nyata pribadiku. Dan kemudian banyak orang
mencoba memanipulasi kebenaran pribadiku.” begitulah tuturnya dalam peluncuran buku barunya yang berjudul Aku Telah Pulang. Buku yang diluncurkan itu memang seperti buku-buku sebelumnya, selalu laris, namun setiap kali orang memuji tulisantulisannya, mengagung-agungkan karyanya, menyebut-nyebut bukunya sebagai karya “best seller”, justru dari situlah terbersit angannya untuk sesegera mungkin mengakhiri aktivitas tulis menulisnya. Lagi-lagi, dia mengucapkan kata-kata yang sulit dimengerti “Aku tidak lebih penting dari kumpulan tulisanku ini, biarkan kalian mengenangku dalam tulisan itu saja dan tidak untuk mengenalku apalagi memujiku.” Kesempatan demi kesempatan saat peluncuran buku-buku karyanya benar-benar momen misterius yang terus kurekam baik-baik. Kata demi kata coba ku telaah, dan dua orang sahabatnya Dea dan Andro sore ini ku ajak bersantai di taman ini. Akhir pekan yang indah dan waktu yang luang, mungkin telah membuat sepasang kekasih ini rela menyempatkan waktunya sekadar berbincang denganku tentang sahabatnya itu. “Dia bukan misterius, dia orang cerdas yang tidak percaya atas kehebatannya itu” begitu kata mahasiswa sastra semester akhir itu, Dea. Aku jadi tertarik dengan pengatar yang diberikan Dea, kutanyakan sisi-sisi keistimewaan dari penulis terkenal itu. Namun Dea sepertinya enggan terlalu jujur bercerita, Dea nampak merasa dalam bebannya jika harus berbicara lebih detail tentang sahabatnya itu. Satu yang menarik menurutnya adalah sahabatnya itu orang sederhana dan sangat romantis. Ketika ku kejar soal kehidupannya di rumah, dia banyak menjawab “Aku takut salah menjawab.” Dan pacarnya Andro juga seirama “saya kurang tahu”. “Orang mengenal Alifia melalui tulisannya, dan kami mengerti apa yang dikehendakinya. Dia resah bukan atas dirinya sendiri. Dia menggugat seolah-olah atas realitas diri pribadinya namun
sesungguhnya dia bebas dari beban-beban yang disangkakan padanya.” tukas Andro. Perbincangan menarik itu memang tidak bisa membuatku puas, semua berjalan mengalir, dan dari dua orang sahabatnya nampak terdapat hal yang keduanya tak bisa buka untuk orang yang barangkali hanya sebatas pengagum gelap si Alifia. Aku sendiri ragu, jangan-jangan aku tak tulus untuk menggali tentang penulis ini. Aku malah merasa aktivitasku sebenarnya sia-sia. Siapa Alifia ? Pentingkah buatku ? Untuk apa aku ingin mengenalnya ? Dan stop sejubel pertanyaan itu harus ku tanggalkan dan malah ku ingat penggalan kata-katanya “Aku menulis tanpa alasan, dan jangan tanyakan alasan, percaya atau tidak kalian mengejarku agar berpamrih, maka aku perlu mengungkapkan alasan.” Aku sedikit tersenyum dalam hati, “alasan, haruskah ada”, begitu justru aku mempertanyakan diriku sendiri. Alifia, perempuan itu barangkali menggoda fikiranku sejenak, tapi perlukah aku mengendurkan niatku untuk bertemu dengannya. Baiklah akhirnya akupun terpaksa menyusun alasan, alasan itu adalah aku ingin menulis tentang penulis kondang itu. Terlepas alasan itu benar atau palsu, yang penting aku punya alasan untuk sesuatu yang aku kerjakan. Begitulah mungkin cukup untuk meyakinkanku, agar sisi lain suara hatiku tak selalu menggodaku untuk berkata tidak. Bersambung ….
Dekan
FIB
UNAIR:
Diseminasikan Hidup Sehat dengan Senam dan Jalan Sehat UNAIR NEWS – Selalu ramai dan penuh dengan beragam aktivitas, mulai sekedar berkumpul dengan keluarga, berolahraga, berfotofoto, atau sekedar duduk santai. Itulah pemandangan yang terlihat di kawasan danau Kampus C UNAIR di akhir pekan, namun Minggu pagi (15/5), pemandangan tersebut dilengkapi dengan adanya senam dan jalan sehat yang dilaksanakan di halaman Gedung Kantor Manajemen UNAIR. Ratusan sivitas akademika UNAIR mengikuti senam dan jalan sehat bersama yang diadakan oleh Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UNAIR. Sebelum jalan sehat, sivitas diajak untuk senam yoga terlebih dahulu. Senam dan jalan sehat ini juga dihadiri oleh Rektor UNAIR, Wakil Rektor, jajaran petinggi fakultas, serta pegawai dan mahasiswa di lingkungan UNAIR. “Biasanya olahraga, kan, aerobik. Tapi hari ini kita yoga. Karena yoga terutama bagus untuk mereka yang pekerjaannya di kantor, karena bentuknya stretching, dan juga tempo tidak cepat seperti aerobik. Apalagi yang high impact. Karena ratarata yang ikut senam sudah berusia 30 ke atas,” ujar Dekan FIB UNAIR, Diah Ariani Arimbi, S.S., M.A., Ph.D.
Mahasiswa asing yang mengikuti jalan sehat yang diadakan FIB UNAIR (Foto: UNAIR NEWS) Menurut Diah, senam dan jalan sehat yang juga diramaikan oleh mahasiswa asing yang menempuh studi di UNAIR tersebut merupakan salah satu upaya mengajak mengaplikasikan gaya hidup sehat.
sivitas
untuk
“Paling tidak kita ikut mendiseminasikan hidup sehat. Karena kesehatan itu utama. Karena ini banyak penyakit-penyakit yang mudah muncul, terutama bagi kita yang usinya di atas 30 tahun. Kesehatan itu sangat penting, dan itu utama. Kita mendiseminasikan hidup sehat,” ungkapnya. Diah juga mengajak sivitas untuk memulai hidup sehat dengan langkah kecil yaitu tidak malas melakukan aktivitas dengan berjalan kaki. Selain mengurangi polusi udara, berjalan kaki menyebabkan badan lebih sehat karena menyebabkan berkeringat.
Donor darah ikut meramaikan acara senam dan jalan sehat FIB UNAIR (Foto: UNAIR NEWS) Diah juga mengatakan bahwa di FIB ada kelas yang menyediakan fasilitas untuk mengikuti kelas yoga. Menurutnya, kelas yoga diadakan dengan tujuan memberikan wearnes and recreation centre bagi sivitas akademika FIB. Senam dan jalan sehat kali ini, semakin ramai dengan penampilan musik patrol dan pembagian berbagai hadiah dengan cara diundi. Hadir juga tim dari PMI yang menyediakan fasilitas bagi sivitas untuk melakukan donor darah. Peserta terlihat antusias mengikuti seluruh rangkaian acara hingga selesai. (*) Penulis : Binti Q. Masruroh Editor
: Nuri Hermawan