Menangkap realita hubungan empiris Pertumbuhan Ekonomi Keterbukaan Perdagangan
Masalah bagaimana kebijakan pemerintah mengenai liberalisasi dan keterbukaan perdagangan luar negeri terhadap pertumbuhan ekonomi sejak dahulu telah menjadi subjek kontroversi di kalangan ahli ekonomi. Situasi ini terus berlanjut hingga sekarang.Berlawanan dengan begitu banyaknya penelitian yang telah dilakukan dalam bidang ini, masih terdapat beberapa perdebatan di kalangan ahli ekonomi tentang hubungan antara dua hal ini.
Hubungan Antara Keterbukaan Perdagangan dan Pertumbuhan Ekonomi Secara Teoritis
Tinjauan Teoritis mengenai hubungan antara Keterbukaan perdagangan dan Pertumbuhan ekonomi dapat dikaji dari berbagai macam mahzab teoritis. Keberagaman teori mengenai hubungan ini awalnya dapat dianalogikan pada mahzab Neoklasik oleh solow (1957) yang menyatakan bahwa pembangunan dan pertumbuhan ekonomi bersifat tertutup, tidak terpengaruhi oleh keterbukaan perdagangan yang dilakukan antar negara kepada dunia. Menyikapi itu, teori pertumbuhan
baru
(New
growth
theory)
menyebutkan
bahwa
Kebijakan
perdagangan luar negeri yang terbuka dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dalam jangka lama lewat perubahan teknologi dan akibatnya. Dalam model pertumbuhan baru ini perdagangan luar negeri yang terbuka dapat memberikan akses terhadap bahan baku impor dengan harga yang lebih murah, dengan itu menambah
perubahan
tekhnologi,
memperbesar
tingkat
efekticitas
pasar,
memperbesar return of innovation dan mendorong produser untuk melakukan inovasi; yang semakin mendorong spesialisasi suatu negara untuk menghasilkan industri berbasis inovasi.
Teori Pertumbuhan Baru tidak pernah menyebutkan secara lugas tentang adanya hubungan yang nyata antara keterbukaan dalam perdagangan luar negeri terhadap
pertumbuhan ekonomi. Schumpeter, salah satu pioneer dalam
mahzab ini,
menyebutkan bahwa Kompetisi yang memuncak sebagai akibat dari pasar bebas dapat menekan minat produsen untuk melakukan inovasi dalam produknya. Dalam pasar yang sangat kompetitif, nilai pengembalian akan semakin sulit didapatkan produsen dengan dilakukannya inovasi. Walaupun dalam perekonomian terbuka perusahaan yang memiliki kelebihan dalam bidang inovasi berada di atas angin akibat adanya bea cukai, biaya produksi yang bertambah akibat biaya yang harus dikeluarakan oleh perusahaan untuk melakukan riset dan pelatihan dalam mendapatkan barang baru, membuat harga barang sedikit lebih mahal. Pemasaran barang inovasi membuat perusahaan lain dengan mudah menjiplak inovasi yang dilakukan perusahaan pertama tanpa membutuhkan biaya dan waktu yang lama dalam riset, membuat perusahaan lain itu dapat memasarkan barang inovasi dengan harga yang lebih murah dalam waktu singkat. Sifat dalam pasar kompetisi bahwa perusahaan akan saling berlomba untuk memproduksi barang yang lebih murah, sedangkan perusahaan pertama masih membutuhkan nilai pengembalian terhadap waktu dan biaya yang hilang untuk riset akan inovasi tersebut. Ini tidak hanya terjadi pada inovasi terhadap barang baru saja, tapi juga terhadap cara produksi baru. Grossman dan Helpman (1992) menyebutkan bahwa intervensi pemerintah, dalam bentuk kebijakan proteksi atau pemberian subsidi untuk mendorong investasi pada industri yang memiliki spesifikasi riset-intensif, dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang pada negara yang memiliki kelebihan internasional dalam barang- barang semacam itu.
Karena secara teori hubungan antara keterbukaan dalam perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi masih belum dapat dijelaskan secara jelas, diperlukan penelitian mendalam untuk mengkajinya secara empiris. Data- data dikumpulkan, indikator dijelaskan dan metodologi diterapkan untuk menggambarkan hubungan antara kedua hal yang sederhana tapi rumit ini.
Indikator yang digunakan untuk mengindikasikan hubungan antara keterbukaan perdagangan dan pertumbuhan ekonomi
Dalam pidatonya pada konfrensi AAEA pada tahun 2006 Kepala Ahli Ekonomi World Bank Kym Anderson menyebutkan bahwa dibutuhkan analisis empiris yang lebih baik lagi dalam mengkaji hubungan antara perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi. Masalah utama dalam perdebatan mengenai hubungan antara dua hal ini dapat disederhanakan menjadi 3 hal: masalah pemilihan indikator, masalah pemilihan metodologi, dan masalah identifikasi dan batasan penelitian.
Salah satu masalah utama dalam penelitian mengenai hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan keterbukaan perdagangan adalah menentukan batasan dan konsep yang dapat mewakili ‘keterbukaan’. Masalah yang timbul di sini adalah kata ‘keterbukaan’ itu sendiri adalah hal yang secara kuantitatif sulit untuk dijelaskan. Dalam Rodik dan Rodiguez (2002) misalnya, fokus “keterbukaan perdagangan” yang dimaksud adalah “Batasan perdagangan luar negeri yang digagas oleh kebijakan”. Keterbukaan, menurut penelitian Rodik berfokus pada tingkat kewajiban impor (import duties) dan ketegasan pada batasan non-tarrif (nontariff- barriers) sebagai indikator yang paling tepat atas indikator keterbukaan perdagangan. Mereka sadar atas bahwa indikator tersebut memiliki celah. Nilai
Salah satu alasan mengenai sulitnya mencapai kesimpulan hubungan yang tepat antara keterbukaan terhadap pertumbuhan ekonomi adalah karena rumitnya jaringan yang saling mengkaitkan satu sama lain antara sesama faktor pembentuk pendapatan nasional. Nilai perdagangan mungkin saja memiliki hubungan yang signifikan terhadap PDB, namun terdapat banyak determinan yang mempengaruhi perdagangn itu sendiri. Sangat mungkin terdapat beberapa variabel di antara perdagangan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi.
Pembicaraan tentang Perdagangan Luar Negeri tentu tidak dapat dipisahkan dari Ekspor dan Impor serta Arus Investasi. Kedua hal ini sering menjadi acuan untuk indikasi keterbukaan perdagangan dimana semakin banyaknya arus yang terjadi antara
Keterbukaan Perdagangan dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia
Bertitik tolak dari hasil yang dikemukakan dalam laporan Pembangunan Dunia oleh Emma (2005) bahwa diperlukan kajian secara spesifik tiap negara jika ingin meneliti tentang adanya hubungan antara keterbukaan terhadap pertumbuhan ekonomi, maka akan bijaksana bagi kita untuk menilik apa yang dapat ditunjukkan oleh data di Indonesia.
Dalam beberapa penelitian kunci terkait keterbukaan dan pertumbuhan ekonomi, ditunjukkan bahwa posisi Indonesia temasuk dalam negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Dalam Sach& Warner (1995) Indonesia dimasukkan kepada negara yang menganut perdagangan bebas. Terlepas dari error yang dilakukan oleh penelitian tersebut terkait alasan pengklasifikasian Indonesia sebagai negara yang terbuka terhadap perdagangan luar negeri, hasil menunjukkan secara signifikan bahwa keterbukaan perdagangan Indonesia mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Andersen, Lill,. Babula, Ronald,. 2008. The Link Between Openness and Long Run Economics Growth. Journal of International Trade Commission. United States International Trade Comission. Online. Diakses tanggal 31 Mei 2012 Baldwin, Robert, E,. 2003. Openness and growth: What’s the empirical relationship. NBER working paper series 9578. National Bureau of Economics Research: Massachusetts. Fatah, Fazleen Abdul, dkk,. 2012. Economic Growth, Political Freedom and human development: China, Indonesia and Malaysia.International Journal of Bussiness and Social Science Vol 3 No 1 January 2012. Online. Diakses tanggal 30 Mei 2012 Grossman, G. M. ,. Helpman, E,. 1991. Innovation and Growth in the Global Economy. MIT Press: Cambridge. Harrison, Ann. 1994.Openness and growth: a time series cross- country analysis for developing country.Journal of development economics vol 48(1996) hlm 419- 447. elsevier: New York. Kian Leong, Chie. 2004. A Tale Of two Countries: Openness and Growth in China and India. Nanyang technological University: Singapore
Please download full document at www.DOCFOC.com Thanks