Latar Belakang Masalah v
v
Pemberian informasi kesehatan banyak digalakan pemerintah, namun di lapangan masih banyak remaja yang belum memahami tentang kesehatan reproduksi. Kasus kesehatan reproduksi di kalangan remaja terus mengalami peningkatan, baik dalam lingkup yang sederhana sampai pada yang membahayakan diri sendiri dan orang lain.
Dasar Pemikiran vUNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TENTANG KESEHATAN Pasal 17 “
TAHUN 2009 “Pemerintah bertanggung
jawab atas ketersediaan akses terhadap informasi, edukasi, dan fasilitas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang setinggi-tingginya”
Lanjutan.. vPengetahuan
terhadap kesehatan reproduksi penting untuk membuat generasi muda yang melakukan seks pranikah bertanggungjawab terhadap perbuatannya. vJika melakukan hubungan seks pranikah adalah pilihan, maka mereka harus mengetahui konsekuensinya. vJika tidak dibekali pengetahuan kesehatan reproduksi maka perilaku beresiko tersebut dapat menyebabkan kehamilan yang tidak diharapkan, tertular penyakit menular seksual dan HIV/AIDS, aborsi hingga kematian.
Tujuan vMengevaluasi
dampak yang dihasilkan oleh cara penyampaian informasi kesehatan yang berlangsung saat ini. vMendorong pengembangan kebijakan yang ramah remaja agar dapat melindungi remaja dari resiko perkawinan usia dini, unwanted pregnancy, aborsi, Infeksi Menular seksual (IMS), HIV/AIDS dan kekerasan seksual.
Metode Berangkat dari pemahaman bahwa setiap orang memiliki catatan pengalaman hidup, maka gagasan yang dikembangkan dalam membuka jalan bagi remaja untuk mewujudkan hak-hak kesehatan reproduksi, mengunakan pendekatan ”belajar dari pengalaman”.
Hasil dan Diskusi vkebutuhan
akan informasi kesehatan reproduksi belum terpenuhi oleh sebagian besar remaja. vinformasi kesehatan yang ada saat ini lebih memberikan unsur ‘dewasa’ dan menakut-nakuti dibanding memberikan pemahaman vMitos tentang informasi kesehatan reproduksi justru menjadi rujukan bagi para remaja untuk berprilaku. vRekan sebaya berperan penting sebagai kelompok rujukan yang menjadi dasar bagi remaja untuk memahami misteri seksualitas.
Hambatan Komunikasi v Pertama,
kesulitan untuk mendiskusikan hal-hal yang menyangkut seksualitas pada orang yang belum dikenal baik (narasumber). v Kedua, kecenderungan untuk selalu jaim (jaga image) jika mempunyai permasalahan yang menyangkut seksualitas. v Remaja cenderung mendiskusikan mengenai permasalahan yang mereka alami dengan teman sebayanya.
Kesimpulan dan Saran v Kesimpulan
vKebijakan
terhadap informasi kesehatan yang dilaksanakan selama ini belum menyentuh kalangan remaja karena faktor pengemasan pesan yang tidak mempertimbangkan konteks sasaran. v Tidak terpenuhinya kebutuhan informasi yang diperuntukan bagi remaja. Membuat mitos-mitos yang dibawa oleh teman sebaya justru menjadi rujukan pengetahuan bagi remaja.
Saran v v
Pemegang kebijakan dalam penyampaian pesan informasi kesehatan sebaiknya dikemas sesuai kelompok sasaran. Keterlibatan remaja sebagai agen aktif untuk menyampaikan informasi kesehatan akan membuat pesan lebih mudah diterima sehingga kebutuhan informasi kesehatan dapat terpenuhi.
Evaluasi Kebijakan Evaluasi: v Kebijakan terhadap informasi kesehatan belum menyentuh kalangan remaja karena faktor pengemasan pesan yang tidak mempertimbangkan konteks sasaran. Rekomendasi: v Pemerintah daerah dapat menerjemahkan pesan Informasi kesehatan dengan konteks lokal dan bahasa yang mudah diterima kelompok sasaran. v Pemerintah Daerah dapat melakukan pelatihan remaja sebagai kader kesehatan agar keterlibatan remaja sebagai agen aktif akan membuat pesan lebih mudah diterima.