LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN BANJARNEGARA Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Banjarnegara
Kabupaten Banjarnegara September 2011
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ............................................................................................................................................ 1 DAFTAR TABEL ...................................................................................................................................... 2 DAFTAR GRAFIK ...................................................................................... Error! Bookmark not defined. I.
PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 3
II.
METODOLOGI DAN LANGKAH EHRA 2011 .................................................................................... 4 2.1.
III.
Penentuan Target Area Survey ............................................................................................. 4 HASIL STUDI EHRA 2011 KABUPATEN/ KOTA ... ....................................................................... 7
3.1. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga ......................................................................................... 7 3.2. Pembuangan Air Limbah Domestik ............................................................................................ 8 3.3. Drainase Lingkungan Sekitar Rumah dan Banjir ......................................................................... 8 3.4. Pengelolaan Air Bersih Rumah Tangga ..................................................................................... 11 IV.
PENUTUP................................................................................................................................ 15
Form1_Laporan EHRA_Banjarnegara
1
DAFTAR TABEL Tabel 1. Katagori Klaster berdasarkan kriteria indikasi lingkungan berisiko ................................................... 5
Form1_Laporan EHRA_Banjarnegara
2
I.
PENDAHULUAN
Sudi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) atau Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan adalah sebuah survey partisipatif di tingkat kota yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di tingkat kabupaten/kota sampai ke kelurahan. Kabupaten/Kota dipandang perlu melakukan Studi EHRA karena: 1. Pembangunan sanitasi membutuhkan pemahaman kondisi wilayah yang akurat 2. Data terkait dengan sanitasi terbatas di mana data umumnya tidak bisa dipecah sampai tingkat kelurahan/desa dan data tidak terpusat melainkan berada di berbagai kantor yang berbeda 3. EHRA adalah studi yang menghasilkan data yang representatif di tingkat kabupaten/kota dan kecamatan dan dapat dijadikan panduan dasar di tingkat kelurahan/desa 4. EHRA menggabungkan informasi yang selama ini menjadi indikator sektor-sektor pemerintahan secara eksklusif 5. EHRA secara tidak langsung memberi ”amunisi” bagi stakeholders dan warga di tingkat kelurahan/desa untuk melakukan kegiatan advokasi ke tingkat yang lebih tinggi maupun advokasi secara horizontal ke sesama warga atau stakeholders kelurahan/desa Adapun tujuan dan manfaat dari studi EHRA adalah: 1. Untuk mendapatkan gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku yang beresiko terhadap kesehatan lingkungan 2. Memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi 3. Memberikan pemahaman yang sama dalam menyiapkan anggota tim survey yang handal 4. menyediakan salah satu bahan utama penyusunan Buku Putih Sanitasi dan Strategi Sanitasi Kabupaten Banjarnegara. Unit sampling utama (Primary Sampling) adalah RT (Rukun Tetangga). Unit sampling ini dipilih secara proporsional dan random berdasarkan total RT di semua RW dalam setiap Desa/Kelurahan yang telah ditentukan menjadi area survey. Jumlah sampel RT per Desa/Kelurahan minimal 8 RT dan jumlah sampel per RT sebanyak 5 responden. Dengan demikian jumlah sampel per desa/kelurahan adalah 40 responden. Yang menjadi responden adalah Bapak (Kepala Rumah Tangga) atau Ibu atau anak yang sudah menikah, dan berumur antara 18 s/d 60 tahun.
Form1_Laporan EHRA_Banjarnegara
3
II.
METODOLOGI DAN LANGKAH EHRA 2011
Penentuan Target Area Survey Metoda penentuan target area survey dilakukan secara geografi dan demografi melalui proses yang dinamakan Klastering. Hasil klastering ini juga sekaligus bisa digunakan sebagai indikasi awal lingkungan berisiko. Proses pengambilan sampel dilakukan secara random sehingga memenuhi kaidah ”Probability Sampling” dimana semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel. Sementara metoda sampling yang digunakan adalah “Cluster Random Sampling”. Teknik ini sangat cocok digunakan di Kabupaten/ Kota ... mengingat area sumber data yang akan diteliti sangat luas. Pengambilan sampel didasarkan pada daerah populasi yang telah ditetapkan. Penetapan klaster dilakukan berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Program PPSP sebagai berikut: 1. Kepadatan penduduk yaitu jumlah penduduk per luas wilayah. Pada umumnya tiap kabupaten/ kota telah mempunyai data kepadatan penduduk sampai dengan tingkat kecamatan dan kelurahan/ desa. 2. Angka kemiskinan dengan indikator yang datanya mudah diperoleh tapi cukup representatif menunjukkan kondisi sosial ekonomi setiap kecamatan dan/atau kelurahan/ desa. Sebagai contoh ukuran angka kemiskinan bisa dihitung berdasarkan proporsi jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera 1 dengan formula sebagai berikut: (∑ Pra-KS + ∑ KS-1) Angka kemiskinan = ---------------------------------- X 100% ∑ KK 3. Daerah/wilayah yang dialiri sungai/kali/saluran drainase/saluran irigasi dengan potensi digunakan sebagai MCK dan pembuangan sampah oleh masyarakat setempat 4. Daerah terkena banjir dan dinilai mengangggu ketentraman masyarakat dengan parameter ketinggian air, luas daerah banjir/genangan, lamanya surut. Berdasarkan kriteria di atas, klastering wilayah Kabupaten/ Kota ... menghasilkan katagori klaster sebagaimana dipelihatkan pada Tabel 1. Wilayah (kecamatan atau desa/kelurahan) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko Form1_Laporan EHRA_Banjarnegara
4
kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/desa/kelurahan yang menjadi area survey pada suatu klaster akan mewakili kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama. Berdasarkan asumsi ini maka hasil studi EHRA ini bisa memberikan peta area berisiko Kabupaten/Kota .... Tabel 1. Katagori Klaster berdasarkan kriteria indikasi lingkungan berisiko
Katagori Klaster Klaster 0
Kriteria Wilayah desa/kelurahan yang tidak memenuhi sama sekali kriteria indikasi lingkungan berisiko.
Klaster 1
Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 1 kriteria indikasi lingkungan berisiko
Klaster 2
Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 2 kriteria indikasi lingkungan berisiko
Klaster 3
Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 3 kriteria indikasi lingkungan berisiko
Klaster 4
Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 4 kriteria indikasi lingkungan berisiko
Klastering wilayah di Kabupaten Banjarnegara menghasilkan katagori klaster sebagaimana dipelihatkan pada Error! Reference source not found.. Wilayah (kecamatan atau desa/kelurahan) ang terdapat pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/desa/kelurahan yang menjadi area survey pada suatu klaster akan mewakili kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama. Penetapan sampel disepakati menyesuaikan kemampuan anggaran yang tersedia yaitu sebesar ± 10% rumah tangga di Kabupaten banjarnegara. Jumlah sampel yang disepakati pada survei EHRA ini sebesar 1.110 sampel. Berdasarkan pendekatan slovin, besar sampel EHRA ini adalah 439, sedangkan bila menggunakan pendekatan Krjajcie Morgan besar sampel adalah 1.613. Besar sampel setiap cluster dapat dilihat pada tabel 2. Daftar desa pada setiap cluster dapat dilihat pada lampiran.
Form1_Laporan EHRA_Banjarnegara
5
Tabel 2 : Besar sampel per cluster pada studi EHRA Kabupaten Banjarnegara Tahun 2011 Cluster
Jumlah Desa
Jumlah desa Sampling (10%)
Jumlah responden per desa
Cluster 4 1 1 37 Cluster 3 14 2 37 Cluster 2 129 13 37 Cluster 1 120 12 37 Cluster 0 14 2 37 Jumlah 278 30 Sumber : rapat Pokja PPSP Kab. Banjarnegara tanggal 10 Agustus 2011
jumlah responden per cluster 37 74 481 444 74 1.110
Kegiatan EHRA melibatkan enumerator yang berasal dari desa sampel sehingga diharapkan mengetahui kondisi masing-masing desa. Satu desa ditetapkan satu orang enumerator sehingga semuanya ada 30 enumerator. Sebelum bekerja, enumerator diberikan pelatihan. Hasil EHRA ini diharapkan dapat memberikan kontrobusi bagi pengembangan Buku Putih dan Perencanan program-program sanitasi di tingkat Kabupaten.
Form1_Laporan EHRA_Banjarnegara
6
III.
HASIL STUDI EHRA 2011 KABUPATEN BANJARNEGARA
3.1. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Keluarga di Kabupaten Banjarnegara, yang mengelola sampah pada skala rumah tangga masih sangat rendah yaitu baru mencapai 4,9%. Kondisi yang sama sekali tidak terdapat pengolahan samapah (0%) ada di desa-desa yang berada di cluster 0. Pada desa-desa yang berada di cluster 4 pengelolaan sampahnya jauh lebih baik dari kondisi tingkat kabupaten yaitu sebesar 56,8%. Kondisi ini menggambarkan bahwa masalah pengelolaan sampah di skala rumah tangga masih harus mendapat perhatian khusus dari pemerintah Kabupaten Banjarnegara terutama untuk cluster 0, cluster 1 dan cluster 2. Apabila pengelolaan sampah di skala rumah tangga ini tidak mendapat perhatian maka volume sampah akan menjadi masalah di skala komunal dan dapat berdampak bukan saja pada masalah estetika tapi juga kesehatan. Grafik 3.1 memperlihatkan kondisi pengelolaan sampah menurut survei EHRA di Kabupaten Banjarnegara tahun 2011
Grafik 3.1 : Proporsi pengelolaan sampah pada skala rumah tangga di kabupaten Banjarnegara Tahun 2011 120,0%
100,0%
100,0%
96,2%
97,5%
95,5%
95,1%
80,0% 56,8% 43,2%
60,0% 40,0% 20,0%
,0%
3,8%
2,5%
4,5%
Kluster 0
Kluster 1
Kluster 2
Kluster 3
4,9%
,0%
Tidak
Kluster 4
Kabupaten
Ya
Sumber : Survei EHRA Kab. Banjarnegara tahun 2011 Hasil survei EHRA seperti yang terlihat pada tabel 5.2 memberi gambaran bahwa masyarakat yang sudah memanfaatkan layanan pengangkutan sampah, ternyata frekuensi pengangkutannya masih dianggap tidak memadai yaitu sebesar 88,6%. Layanan yang tidak memadai ini, terutama pada peride Form1_Laporan EHRA_Banjarnegara
7
pengangkutan yang masih banyak yang di angkut satu minggu sekali bahkan lebih. Kondisi ini berisiko mengundang datangnya serangga (lalat) dan binatang pengganggu (tikus) yang berpotensi dalam penularan penyakit.
Tabel 3.1 : Frekuensi Pengangkutan sampah menurut survei EHRA di Kabupaten Banjarnegara tahun 2011 Wilayah
Tidak memadai
memadai
Jumlah
Kluster 0
100,0%
,0%
100,0%
Kluster 1
90,3%
9,7%
100,0%
Kluster 2
88,5%
11,5%
100,0%
Kluster 3
96,1%
3,9%
100,0%
Kluster 4
26,5%
73,5%
100,0%
Kabupaten
88,6%
11,4%
100,0%
Sumber : Survei EHRA Kab. Banjarnegara tahun 2011
3.2. Pembuangan Air Limbah Domestik Permasalah limbah rumah tangga, yang perlu diwaspadai adalah kondisi keamanan tangki septik yang dimiliki oleh rumah tangga. Pada survei EHRA ini, untuk mengukur kondisi ini didasarkan pada dua hal yaitu tangki septik yang umurnya lebih dari 5 tahun dan tangki septik yang tidak pernah dikuras/ disedot.
Form1_Laporan EHRA_Banjarnegara
8
Grafik 3.2.1 : Persentase Septik tank aman dan tidak aman menurut hasil survei EHRA di Kabupaten Banjarnegara tahun 2011 100,0 90,0 80,0 70,0 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0
94,6
91,4
85,8
86,1 75,7
67,6
32,4 24,3 14,2
Kluster 0
13,9
8,6
Kluster 1
Kluster 2 Tidak
5,4 Kluster 3
Kluster 4
Kabupaten
Ya
Sumber : Survei EHRA Kab. Banjarnegara tahun 2011 Grafik 3.2 menunjukan bahwa rumah di Kabupaten Banjarnegara yang memiliki septik tank kondisinya sejauh ini dianggap aman yaitu sebesar 86,1%. Namun demikian pada tingkat cluster, masih ada cluster yang dapat berpotensi menimbulkan masalah yang disebabkan keamanan septic tank yaitu cluster 0 (32,4%) dan cluster 3 (24,3%). Kondisi ini dikhawatirkan berpotensi pada pencemaran air tanah. Permasalahan limbah domestik yang ingin digali pada studi EHRA adalah pencemaran yang diakibatkan oleh pembuangan tangki septik. Limbah tangki septik dikategorikan mencemari bila tidak dikubur atau tidak dibuang ke instalasi pengolahan limbah tinja (IPLT). Tabel 3.2 : proporsi pencemaran karena pembuangan isi tangki septik menurut survei EHRA di Kabupaten Banjarnegara tahun 2011 Wilayah Kluster 0 Kluster 1 Kluster 2 Kluster 3 Kluster 4 Kabupaten
Tidak ,0% 84,8% 100,0% ,0% 66,7% 85,2%
Ya ,0% 15,2% ,0% ,0% 33,3% 14,8%
Jumlah ,0% 100,0% 100,0% ,0% 100,0% 100,0%
Sumber : Survei EHRA Kab. Banjarnegara tahun 2011 Form1_Laporan EHRA_Banjarnegara
9
Hasil survei EHRA sebagaimana tampak pada tabel 5.3, menunjukan bahwa di klaster 4 pembuangan limbah tangki septic yang berpotensi mencemari sebesar 33,3% dan pada klaster 1 sebesar 15,2%. Pada kluster lain sama sekali tidak bermasalah. Kondisi ini dimungkinkan karena pada data tangki septik amannya cukup baik sebesar 86,1% tingkat kabupaten. Masalah limbah domestik yang mendapat perhatian pada saat survei EHRA adalah masalah SPAL (saluran pembuangan air limbah). Kluster yang menghadapi persoalan SPAL karena rumah tidak memiliki SPAL adalah berturut-turut kluster 0 (73,0%) kluster 2 (54,1%) kluster 3(54,1%) dan kluster 1(52,0%). Data sebagaimana tampak pada grafik 3.3.
Grafik 3.2.2 : Persentase kepemilikan SPAL menurut hasil survei EHRA di Kabupaten Banjarnegara tahun 2011 100,0 89,2 90,0 80,0 73,0 63,9 70,0 56,9 54,1 60,0 52,0 50,0 40,0 33,0 30,0 23,0 18,7 18,6 16,2 15,8 14,4 14,2 13,6 20,0 12,8 12,4 8,1 10,0 2,9 0,2 2,7 1,40,0 0,1 0,0 0,00,0 0,02,7 0,0 0,0 Kluster 0 Tidak ada
Kluster 1 Ya, ada parit
Kluster 2
Kluster 3
Ya, ada sumur serapan
Kluster 4 Lainnya
Kabupaten Tidak tahu
Sumber : Survei EHRA Kab. Banjarnegara tahun 2011
Form1_Laporan EHRA_Banjarnegara
10
3.3. Drainase Lingkungan Sekitar Rumah dan Banjir Sistem drainase dalam lingkungan permukiman merupakan persoalan yang perlu mendapat perhatian. Salah satu variabel untuk mengukur baik tidaknya sistem drainase adalah dari ada tidaknya genangan air di lingkungan pemukiman. Grafik 3.3 Memperlihatkan semua wilayah banjarnegara pada umumnya tidak terlihat ada genangan air limpasan di lingkungan pemukiman. Sekalipun ada di kluster 1 dan 2 prosentasenya sangat kecil yaitu 0,9% dan 0,2%. Jumlah responden yang merasa secara rutin mengalami banjir tidaklah banyak. Tabel 5.4 memperlihatkan bahwa dari responden sebesar 1110 orang yang merasa mengalami banjir hanya 40 orang dan yang merasa mengalami banjir secara rutin hanya 24 orang yang terdapat di kluster 1 dan kluster 2.
120,0% 100,0% 100,0%
99,1%
99,8%
100,0%
100,0%
99,5%
80,0% 60,0% 40,0% 20,0% ,0%
,9%
,2%
,0%
,0%
Kluster 0
Kluster 1
Kluster 2
Kluster 3
Kluster 4
,5%
,0%
Tidak
Kabupaten
Ya
Sumber : Survei EHRA Kab. Banjarnegara tahun 2011 Tabel 3.3 : Persentase genangan air di lingkungan permukiman menurut hasil survei EHRA di Kabupaten Banjarnegara tahun 2011 Wilayah Cluster 0 Cluster 1 Cluster 2 Cluster 3 Cluster 4 kabupaten
Ya 0 10 14 0 0 24
Tidak 0 7 9 0 0 16
Jumlah 0 17 23 0 0 40
Sumber : Survei EHRA Kab. Banjarnegara tahun 2011 Form1_Laporan EHRA_Banjarnegara
11
3.4. Pengelolaan Air Bersih Rumah Tangga HASIL survai EHRA tentang persoalan air minum, didapatkan hasil bahwa sumur Gali di Kabupaten Banjarnegara relatif menjadi sumber air yang tidak tercemar. Pengukuran ini didasarkan hanya pada dua faktor yaitu sumur berpelindung dan jarak sumur dengan tempat penampungan tinja yang kurang dari 10 meter. Tabel 3.4 memperlihatkan bahwa semua kluster dan juga tingkat kabupaten memperlihatkan angka yang sangat baik (di atas 90%). Data sumur aman ini tidak menjamin kualitas airnya akan selalu baik, karena ada variabel lain yang harus diwaspadai yaitu variabel masih banyak rumah yang masih belum memiliki SPAL (56% di tingkat Kabupaten) sebagaimana tercantum pada grafik 3.4. Faktor lain yang perlu mendapat perhatian adalah perilaku warga dalam mengambil dalam mengelola air sumur. Grafik 3.4 : Persentase sumur yang tercemar dan tidak tercemar menurut hasil survei EHRA di Kabupaten Banjarnegara tahun 2011
120,0 100,0
99,1
100,0
100,0
98,4
100,0
99,0
80,0 60,0 40,0 20,0 0,0
0,9
1,6
0,0
0,0
Kluster 0
Kluster 1
Kluster 2
Kluster 3
Kluster 4
1,0
0,0
Tidak
Kabupaten
Ya
Sumber : Survei EHRA Kab. Banjarnegara tahun 2011
Grafik 3.4.2 merupakan hasil survei EHRA yang menggambarkan keluarga yang menggunakan sumber air yang tidak terlindungi. Sumber air yang dianggap tidak terlindungi dalam survei ini adalah sumber air yang berasal dari sungai, waduk, mata air tercemar dan air hujan. Keluarga di kluster 4 menempati
Form1_Laporan EHRA_Banjarnegara
12
posisi tertinggi sebesar 51,4% keluarga yang menggunakan air yang tidak terlindungi ini, kemudian diikuti kluster 3 (18%). Kluster lainnya dan pada tingkat kabupaten angkanya di bawah 10%. Grafik 3.4.2 : Persentase keluarga yangmenggunakan sumber air yang tidak terlindungi menurut hasil survei EHRA di Kabupaten Banjarnegara tahun 2011
120,0 100,0
98,6
93,9
92,8
91,1 82,0
80,0 60,0
48,6 51,4
40,0 18,0
20,0
7,2
6,1
Kluster 1
Kluster 2
1,4
8,9
0,0 Kluster 0
Tidak
Kluster 3
Kluster 4
Kabupaten
Ya
Sumber : Survei EHRA Kab. Banjarnegara tahun 2011
Permasalahan air dalam bentuk kelangkaan air, berdasarkan survei EHRA sebagai berikut : kluster 2 jumlah keluarga yang mengalami kelangkaan air sebesar 31% , kluster 0 sebesar 20%, kluster 1 sebesar 14%. Hanya kluster 3 yang tidak mengalami kelangkaan air. Pada tingkat kabupaten besarnya kelangkaan air adalah 20%. Kelangkaan air dalam survei EHRA ini bukan sekedar kurangnya air secara kwantitas namun juga dikaitkan dengan penggunaan sumber air yang memiliki faktor risiko pencemaran. Gambaran kelangkaan air dapat dilihat pada grafik 3.4.3
Form1_Laporan EHRA_Banjarnegara
13
Grafik 3.4.3 : Persentase keluarga yang mengalami kelangkaan air menurut hasil survei EHRA di Kabupaten Banjarnegara tahun 2011 120 100 100
86
80
80
80
69
60
40
31 20
20
14
20
0
0
0
0 Kluster 0
Kluster 1
Kluster 2 Tidak
Kluster 3
Kluster 4
Kabupaten
Ya
Sumber : Survei EHRA Kab. Banjarnegara tahun 2011
Form1_Laporan EHRA_Banjarnegara
14
IV.
PENUTUP
Hasil EHRA menunjukan bahwa Kondisi eksisting sanitasi Kabupaten Banjarnegara secara umum masih memerlupan upaya untuk peningkatan cakupan pelayanan sanitasi dasar yang layak. Beberapa hal yang dapat disimpulkan mengenai kondisi sanitasi di Kabupaten Banjarnegara yaitu : Persampahan Kabupaten Banjarnegara masih memiliki beberapa permasalahan terkait dengan penanganan sampah mulai dari cakupan wilayah pelayanan yang kurang, armada pengangkut sampah yang tidak memadai, TPA yang masih memakai sistem open dumping dengan luasan yang terbatas serta kurangnya kesadaran masyarakat untuk melakukan pemilahan sampah. Air Limbah Sistem pengolahan air limbah di Kabupaten Banjarnegara didominasi sistem onsite baik septic tank maupun cubluk. Septic tank yang dipergunakan masyarakat masih belum memenuhi kriteria teknis yang ada dan berpotensi mencemari air tanah. Sistem komunal sudah mulai diterapkan dibeberapa lokasi pemukiman. Sedangkan untuk sistem terpusat, belum dapat memanfaatkan secara optimal prasarana yang ada. Drainase Dengan kondisi topografi wilayah yang berbukit dan kemiringan lahan yang sangat besar, maka masalah drainase wilayah di Kabupaten Banjarnegara bukan menjadi masalah utama Walaupun di beberapa tempat terutama wilayah perkotaan sudah terjadi genangan akibat penanganan saluran drainase yang kurang baik. Air Minum Pada saat ini, penyediaan air minum bagi masyarakat Kabupaten Banjarnegara masih menjadi masalah. Jalur perpipaan PDAM yang belum menjangkau seluruh wilayah Kabupaten Banjarnegara. Jaringan PDAM baru melayani di 13 wilayah kota dan ibukota kecamatan (IKK) dari 20 kecamatan yang ada di Kabupaten Banjarnegara. Masyarakat masih mengandalkan mata air dan air permukaan seperti sumur dan sungai. Pada musim kemarau sebagian wilayah mengalami kekeringan dan berkurangnya sumber air minum/ air bersih. Perlu upaya dalam peningkatan dan mengembangkan potensi untuk mencukupi kebutuhan masyarakat Kabupaten Banjarnegara baik dengan jaringan PDAM maupun non PDAM serta perlindungan terhadap mata air yang ada. Hasil akhir dari EHRA nantinya sebagai salah satu Data Primer yang akan digunakan untuk Penilaian area berisiko pada penyusunan buku putih sanitasi, untuk disandingkan dengan data sekunder, serta persepsi SKPD. Data dari tiga sumber ini selanjutnya digabung dan dirata-rata dengan terlebih dahulu menyepakati bobot data dari masing-masing sumber.
Form1_Laporan EHRA_Banjarnegara
15