Laporan Ringkas Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan 2012
Daftar Isi : 1.
Analisis Kebijakan Pengolaan dan Pemanfaatan Kawasan Budidaya Laut dan Pesisir Prov. Sulsel sebagai Kawasan Pengembangan Minapolitan
2.
Analisis Kebijakan Pengembangan Minapolitan Berbasis Budidaya Laut di Kawasan Teluk Tomini
3.
Analisis Pengelolaan Kawasan Konservasi Maritim untuk Mendukung Pengembangan Ekominawisata
4.
Kajian Kebijakan Penataan Wilayah Pesisir Sumatera Barat sebagai Upaya Adaptasi dan Mitigasi Bencana
5.
Analisis Sumberdaya Kelautan di WPP 713 dan 716 Dalam Rangka Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan
6.
Kajian Sumberdaya dan Lingkungan Kawasan Pesisir Natuna
7.
Kajian Sumberdaya Aktivitas Hidrotermal Kawasan Pesisir Barat Halmahera
8.
Arafura Timor Seas Ecosystem Actions (ATSEA)
9.
Analisis Penerapan Blue Carbon di Wilayah Perairan Indonesia sebagai Mitigasi Perubahan Iklim Global
10. Kajian Produksi Garam dengan Sistem Termal 11. Kajian Pembuatan Bittern Padat 12. Analisis Kebijakan Zonasi Pulau Nangka Kab. Beltim Prov. Babel Dalam Rangka Perencanaan Tata Ruang Pulau Kecil untuk Pengelolaan Kawasan di Zona ALKI 13. Penerapan IPTEK untuk Pengembangan Model Kawasan Industri Garam Rakyat
SUMBERDAYA LAUT DAN PESISIR – TAHUN 2012 1. Analisis Kebijakan Pengolaan dan Pemanfaatan Kawasan Budidaya Laut dan Pesisir Prov. Sulsel sebagai Kawasan Pengembangan Minapolitan Latar Belakang : Budidaya laut sangat terkait dengan keberadaan lahan yang sesuai. Bahkan segala aktifitas masyarakat tidak terlepas dari kebutuhan akan ruang. Demikian pula besarnya jumlah masyarakat dalam suatu wilayah (ruang) akan sangat menentukan kemampuan wilayah tersebut untuk menopang masyarakatnya, sehingga memperoleh suatu standar kehidupan yang layak. Pola tanam/budidaya laut dengan komoditas rumput laut yang dulunya dilakukan di sepanjang perairan pantai hingga sekarang, telah berekspansi ke tambak-tambak menjadi salah satu komoditas budidaya pesisir, dimana ternyata dengan pola tanam di tambak lebih memberikan nilai tambah ekonomi serta tidak mengganggu budidaya ikan dan udang di dalamnya. Propinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu penghasil produk rumput laut terbesar di Indonesia, dimana hingga triwulan III Tahun 2011 produksi rumput laut mencatat 1.496.062 ton. Tentunya produksi yang besar ini tidak terlepas dari peran pemerintah, swasta dan masyarakat. Akan tetapi, besarnya produksi rumput laut tidak menjadikan pendapatan masyarakat petani/nelayan ikut terdongkrak secara signifikan. Harga rumput laut di kalangan petani/nelayan masih terbilang rendah, dimana kualitas produk belum menjadi jaminan. Salah satu penyebabnya adalah masih dikuasainya rantai pemasaran oleh tengkulak dan pedagang. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba mengkaji bagaimana daya dukung (carrying capacity) lahan budidaya rumput laut dan peran masyarakat yang bekerja pada sektor ini terhadap pembangunan ekonomi daerah Tujuan : 1. Mengkaji daya dukung (Carrying Capacity) lahan budidaya laut dan pesisir serta peran masyarakat yang bekerja pada sektor budidaya dalam proses pembangunan di daerah. 2. Menyusun rekomendasi kebijakan pengelolaan dan pengembangan kawasan terpadu budidaya laut dan pesisir dalam mendukung proses industrialisasi perikanan di kawasan minapolitan. Metode : 1. Melakukan identifikasi luas lahan dan sebaran eksisting melalui interpretasi multi-citra satelit dengan langkah image processing standar. 2. Analisis CCR (Carrying Capacity Ratio), Untuk mengetahui kemampuan yang dimiliki oleh suatu daerah dalam mendukung proses pembangunan dan pengembangan daerah tersebut, digunakan. 3. Analisis pembagian lokasi (Location Quotient Analysis/LQA) untuk mengetahui kemampuan SDM yang bergerak pada sektor budidaya terhadap sektor-sektor pembangunan di daerah secara luas 4. Penyusunan rekomendasi kebijakan merupakan kompilasi dari seluruh rangkaian analisis tersebut di atas Hasil : 1. 2.
Unit Kerja Alamat Lokasi Kegiatan Peneliti Utama Keg Peneliti Anggota
: : : : :
.
Ketiga kawasan memiliki daya dukung lahan (carrying capacity) yang berbeda, dimana Kota Makassar sudah tidak memungkinkan lagi dikembangkan sebagai kawasan pertambakan, sedangkan Kabupaten Maros dan Pangkep masih memungkinkan dengan catatan, harus diterapkan konsep pengembangan yang didasarkan pada bentuk komoditi yang telah ada dan berpotensi untuk dikembangkan serta karakteristik geomorfologi dan social ekonomi setempat. Konsep pengembangan yang direkomendasikan untuk ketiga kawasan tersebut adalah: a) Makassar dapat dikembangkan sebagai sentra ekonomi perikanan terpadu b) Kabupaten Maros dapat dikembangkan sebagai kawasan Agro-mina wisata, Eko-edu wisata, dan sebagai sentra produksi budidaya pesisir c) Kabupaten pangkep dapat dikembangkan sebagai sentra produksi budidaya pesisir dengan pola intensif dan sebagai sentra produksi garam konsumsi.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir Jl. Pasir Putih I Lantai 3, Ancol Timur, Jakarta Utara 14430 – DKI Jakarta / Telp. : (021) 64711583 pes 4304 / Fax. : (021) 64711654 Kab. Pangkep, Kab. Maros, dan Kota Makasar, Propinsi Sulawesi Selatan Syahrial Nur Amri, M.si Program Renstra : Penelitian dan Pengembangan Iptek Kelautan dan Perikanan Dr. Taslim Arifin Program APBN : Penelitian dan Pengembangan Iptek Joko Prihantono, M.si Sumber Dana : - RM : Rp. 225.620.000Realisasi : Rp 220.525.300 (97,74%) Herlina Ika Ratnawati, S.Si - PHLN : August Daulat, S.St. Pi
LAPORAN RINGKAS PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2012
Mitra Kerja Sama Dana Pendamping Pengguna
: : : Dinas KP
1
SUMBERDAYA LAUT DAN PESISIR – TAHUN 2012 2.Analisis Kebijakan Pengembangan Minapolitan Berbasis Budidaya Laut di Kawasan Teluk Tomini Latar Belakang : Berdasarkan PP No. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN, laut Tomini dan sekitarnya ditetapkan sebagai kawasan budidaya yang pengembangannya diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut. Teluk Tominimemiliki berbagai pemanfaatan (multiple use) baik nilai ekologi maupun ekonomi. Dalam pemanfaatan nilai ekologi, yaitu sebagai fungsi biodiversity dan tempat pemijahan ikan (spawning ground). Dalam pemanfaatan ekonomi, diidentifikasi berbagai kegiatan, diantaranya: fungsi transportasi, fungsi daerah penangkapan ikan dan budidaya, fungsi pariwisata dan fungsi kawasan industri. Dari potensi sumberdaya pesisir tersebut, Provinsi Gorontalo ditetapkan sebagai kawasan minapolitan, berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.32/MEN/2010.Tujuan pengembangan kawasan Minapolitan adalah untuk mendorongpercepatan pengembangan wilayah dengan kegiatan perikanan sebagai kegiatanutama dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat denganmendorong keterkaitan desa dan kota dan berkembangnya sistem dan usahaminabisnis yang berdaya saing berbasis kerakyatan, berkelanjutan (tidak merusaklingkungan) dan terdesentralisasi (wewenang berada di Pemerintah Daerah danMasyarakat) di kawasan Minapolitan. Tujuan : Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tipologi wilayah dan peranan sektor perikanan dalam mendukung pengembangan minapolitan serta mengestimasi dampak ekologi-ekonomi pengembangan minapolitan perikanan budidaya di Provinsi Gorontalo. Peta lokasi pengambilan data
Rumput laut Kabupaten Boalemo
Tambak Kabupaten Pohuwato
Unit Kerja Alamat Lokasi Kegiatan Peneliti Utama Keg Peneliti Anggota
: : : : :
Metode : Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis tipologi wilayah, analisis model input-outputm dananalisis ecological-economy Hasil : Kabupaten Pohuwato memiliki nilai PDRB perkapita di atas provinsi, namun pertumbuhan ekonominya masih dibawah provinsi (high income but low growth atau kategori maju tapi tertekan). Kabupaten Gorontalo, Boalemo dan Bone Bolango termasuk dalam kategori relatif tertinggal (low growth and low income). Pada subsektor perikanan, Kabupaten Gorontalo dan Bone Bolango berada pada kuadran IV (relatif tertinggal).Boalemo mampu mencapai kuadran I tetapi itu hanya terjadi tahun 2009.Ini berarti selama tahun 2008 – 2010 tidak ada kabupaten yang konsisten menempatkan subsektor perikanan pada kuadran I atau kategori cepat maju dan cepat tumbuh. Komposisi permintaan akhir dari sektor perikanan didominasi dari komponen rumah tangga (58,49%), hal ini menunjukkan bahwa konsumsi penduduk Provinsi Gorontalo terhadap hasil sektor perikanan, yaitu ikan cukup tinggi.. Kesimpulan 1. Estimasi dampak ekologi dari pengembangan industrialisasi perikanan, terlihat bahwa perikanan budidaya membutuhkan input lingkungan di atas rata-rata kebutuhan area dan mangrove secara sektoral. Namun demikian, eksternalitas yang ditimbulkan dari perikanan budidaya masih berada di bawah rata-rata ekternalitas secara sektoral. 2. Perikanan budidaya cukup andal dalam meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan, tetapi belum cukup andal dalam menciptakan kesempatan kerja. Implikasi Kebijakan 1. Intensifikasi pemanfaatan lahan pertambakan komoditi bandeng. Potensi lahan pertambakan di Kabupaten Boalemo seluas 250 Ha, sedangkan diKabupaten Pohuwato sekitar 4.337 Ha. Pengembangan pertambakan perlu dilakukan dengan memperthatikan prinsip-prinsip ekologis, sehingga dapat menghindari eksternalitas negatif dari penggunaan sumberdaya alam tersebut. 2. Optimalisasi pemanfaatan lokasi budidaya rumput laut. Potensi lahan budidaya rumput laut di Kabupaten Boalemo sekitar 15.838,22 Ha, sedangkan diKabupaten Pohuwato sekitar 334 Ha. Kendala utama budidaya rumput laut adalah adanya penyakit ice-ice. Untuk mencegah kerugian yang akan dialami oleh petani rumput laut, diperlukan suatu penanganan didalam mengantisipasi terjadinya penyakit ice-ice, diantaranya melalui: • Diperlukan monitoring perairan, terutama pada saat terjadinya perubahan lingkungan perairan yang dratis seperti naik atau turunnya suhu dan atau salinitas, • Kualitas bibit sangat menentukan produktivitas produk dan ketahanan terhadap penyakit. Penggunaan bibit unggul merupakan cara yang sangat penting untuk pengendalian penyakit ice-ice. 3. Penciptaan lapangan kerja melalui teknologi pengolahan dan pasca panen. Pengembangan sektor industri pengolahan rumput laut dan ikan bandeng untuk skala kecil/rumah tangga dan industri menengah dengan penggunaan teknologi yang ramah lingkungan. Dengan pelaksanaan strategi ini diharapkan masyarakat setempat menjadi pelaku utama dalam penciptaan nilai tambah produksi sehingga pengembangan kegiatan industri bisa berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir Jl. Pasir Putih I Lantai 3, Ancol Timur, Jakarta Utara 14430 – DKI Jakarta / Telp. : (021) 64711583 pes 4304 / Fax. : (021) 64711654 Kab. Pohuwato, Kab. Boalemo, Kab. Gorontalo di Provinsi Gorontalo (Teluk Tomini) Dr. Taslim Arifin Program Renstra : Penelitian dan Pengembangan Iptek Kelautan dan Perikanan Terry L. Kepel, M.Si Program APBN : Penelitian dan Pengembangan Iptek Syahrial Nur Amri, M.Si Sumber Dana : - RM : Rp. 221.605.000 Realisasi : Rp 219.664.300 (99,12%) August Daulat, S.St.Pi - PHLN :
LAPORAN RINGKAS PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2012
Mitra Kerja Sama Dana Pendamping Pengguna
: : : Dinas KP
2
SUMBERDAYA LAUT DAN PESISIR – TAHUN 2012 3.Analisis Pengelolaan Kawasan Konservasi Maritim untuk Mendukung Pengembangan Ekominawisata Latar Belakang : Pengelolaan kawasan konservasi maritime ditujukan untuk melindungi wilayah pesisir yang menyimpan situs-situs peninggalan budaya dari masa lampau, seperti kapal tenggelam kuno yang bersejarah, sebaran muatannya, sisa-sisa aktivitas kemaritiman dari masa lalu, dan aktivitas budaya dan adat. Tetapi hingga saat ini, pengelolaan kawasan konservasi maritime masih merupakan satu aturan yang terdapat di Permen KP no 17 / 2008, dan belum satu wilayah pesisir pun di Indonesia yang ditetapkan sebagai kawasan konservasi maritime. Sementara itu, banyak sekali potensi peninggalan bersejarah di pesisir Indonesia seperti situs kapal tenggelam di Mandeh, Selayar, Bangka-Belitung, Natuna, hingga Halamahera Utara dan Morotai, dalam kondisi yang memprihatinkan. Kehancuran pada situs juga berdampak pada kehilangan data sejarah, kehilangan potensinya sebagai obyek wisata bahari, dan berdampak pada kerusakan ekosistem di lingkungan situs, khususnya ekosistem terumbu karang dan sumberdaya ikan di lingkungan situs. Peninjauan ulang terhadap kebijakan KKM pada permen KP 17/2008 perlu dilakukan dengan menggabungkan konsep cultural resource management dan pendekatan ekominawisata. Ekominawisata merupakan satu pendekatan dalam pengelolaan sumberdaya pesisir sebagai obyek wisata bahari, dengan tetap berbasis pada keberlanjutan sumberdaya dan kesehatan ekosistem dilingkungannya. Peta lokasi penyelaman dan situs bawah air
Tujuan : Tujuan penelitian ini untuk memberikan rekomendasi kebijakan kawasan konservasi maritim sebagai pengelolaan situs maritim berkelanjutan berbasis pada kesehatan ekosistem pesisir yang juga berdampak pada kesehatan sumberdaya perikanan dan kesejahteraan masyarakat pesisir. Metode : - Analisis data dan potensi sumberdaya kawasan konservasi maritim di Pesisir Kabupaten Halmahera Utara dan Pesisir Pulau Morotai Selatan - Pola pengelolaan Kawasan Konservasi Maritim melalui pendekatan Cultural Resource Management (CRM), diselaraskan dengan pendekatan ekominawisatayang akan mengacu pada pola pengelolaan situs sebagai zona inti berbasis pada ekosistem Hasil :
Meriam salah satu peninggalan jaman perang
Kriteria penetapan KKM yang hanya mengacu pada nilai situs arkeologis historis memiliki konsekuensi terhadap penetapan seluruh kapal tenggelam yang memiliki nialai arkeologis historis menjadi kawasan konsevasi maritim. Padahal bila ditinjau kembali kapal-kapal perang di Wilayah Teluk Kao dan Morotai Selatan diduga kuat membawa senjata-senjata yang mengandung bahan kimia untuk perlengkapan perang mereka sehingga akan mencemari perairan dan merusak ekosistem pesisir di lingkungannya bila dilakukan preservation in situ. Terbukti dengan rusaknya terumbu karang dan kualitas perairan yang tercemar logam berat di Perairan Pulau Meti Megaliho. Bila ditinjau dari penggunaan istilah “ kapal tenggelam yang bernilai arkeologi historis” belum dapat mengakomodir semua aspek misalnya yang terkait dengan sebaran muatannya. Akan berbeda halnya jika menggunakan terminologi “situs kapal tenggelam”. Perlu pula diatur lebih lanjut mengenai peninggalan situs bersejarah lainnya misalnya sisa-sisa pesawat terbang, tank dan truk dari jaman perang di kawasan pesisir. Rekomendasi untuk Kebijakan KKM (Permen 17/2008) 1. 2. 3.
Peluru-peluru yang diduga masih mengandung bahan kimia Unit Kerja Alamat Lokasi Kegiatan Peneliti Utama Keg Peneliti Anggota
: : : : :
Kategori situs untuk peninggalan yang akan di tetapkan sebagai kawasan konservasi maritim, adalah peninggalan budaya yang memiliki nilai arkeologi historis khusus atau arkeologi kemaritiman, Pola pengelolaannya bahwa situs sebagai zona inti yang dalam pengelolaannya berbasis pada karateristik ekosistem di lingkungannya. Rekomendasi kebijakan dalam penetapan dan pola pengelolaan kawasan konservasi maritime (KKM) ini adalah untuk mendukung ekominawisata sebagai salah satu bentuk industrialisasi kelautan dan juga untuk menopang kesehatan terumbu karang khususnya pada wilayah CTI.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir Jl. Pasir Putih I Lantai 3, Ancol Timur, Jakarta Utara 14430 – DKI Jakarta / Telp. : (021) 64711583 pes 4304 / Fax. : (021) 64711654 Kab. Halmahera Utara dan Pesisir Morotai Selatan, Provinsi Maluku Utara Ira Dillenia M.Hum Program Renstra : Penelitian dan Pengembangan Iptek Kelautan dan Perikanan Eko Triarso, M.Si Program APBN : Penelitian dan Pengembangan Iptek Rainer Arief Troa, M.Si Sumber Dana : - RM : Rp. 209.500.000 Realisasi : Rp 207.275.100 (98,94%) Nia Naelul Hasanah, S.Si - PHLN : LPA Savitri Citra K
LAPORAN RINGKAS PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2012
Mitra Kerja Sama Dana Pendamping Pengguna
: KP3K, BAPPEDA, BP3 Ternate : : Dinas KP, KP3K, Budpar
3
SUMBERDAYA LAUT DAN PESISIR – TAHUN 2012 4. Kajian Kebijakan Penataan Wilayah Pesisir Sumatera Barat sebagai Upaya Adaptasi dan Mitigasi Bencana
Salah satu TES Eksisting di Kab. Pesisir Selatan
Latar Belakang : Sumatera Barat merupakan daerah yang rawan bencana gempa dan tsunami karena berada di dekat dua sumber gempa, yaitu pertemuan Lempeng Eurasia dan Lempeng India Australia dan sesar menganan Sumatera Fault Zone (SFZ). Sejak Gempa Aceh Andaman 2004 terlihat migrasi gempa ke arah selatan, yaitu dengan terjadinya Gempa Nias 2005 dan susulannya yang berada di selatan gempa utama yaitu di segmen Mentawai (Sieh, 2006). Sejarah telah membuktikan bahwa Gempa Megathrust Mentawai pernah terjadi pada 1797 dengan diikuti tsunami. Gempa di segmen ini, setelah itu, belum mencapai kekuatan setara dengan kejadian 1797. Sehingga, para ahli gempa mengkhawatirkan bahwa gempa megathrust massa depan akan terjadi di Segmen Mentawai. Kekhawatiran ini seharusnya ditindaklanjuti dengan persiapan menghadapi bencana. Dalam rangka persiapan menghadapi bencana, maka Puslitbang Sumberdaya Laut dan Pesisir melakukan penelitian tentang “Kajian Kebijakan Penataan Wilayah Pesisir Provinsi Sumatera Barat Berbasis Mitigasi Bencana” Beberapa kabupaten Sumatera Barat belum mempersiapkan daerahnya secara optimal dalam menghadapi bencana gempa dan tsunami. Berdasarkan Forum Grup Diskusi (FGD) dengan para pemangku kepentingan daerah, maka diputuskan daerah yang memerlukan perhatian dalam mempersiapkan bencana tersebut adalah Kota Pariaman, Kabupaten Padang Pariaman dan pesisir Kabupaten Pesisir Selatan. Wilayah di daerah tersebut hanya memiliki Tempat Evakuasi Sementara (TES) yang minim baik jumlah maupun kapasitasnya Tujuan : a. Mengkaji dan menganalisis wilayah yang rawan bencana tsunami seperti Peta Rawan Tsunami hasil penelitian BNBD dan Peta bahaya gempabumi KemenPU, b. Mengkaji pemanfaatan dan penataan wilayah pesisir yang ada saat ini (eksisting) untuk perencanaan usulan shelter atau TES, c. Menganalisis kebutuhan TES dan infrastruktur pendukung evakuasi tsunami, berdasarkan sebaran dan kepadatan penduduk yang tinggal di lokasi rawan tsunami, d. Mengusulkan lokasi TES, daya tampung TES dan proyeksi daya tampung TES untuk 50 tahun ke depan serta jalur evakuasi menuju TES dan jalur menuju Tempat Evakuasi Akhir yang berada di bukit atau dataran tinggi. Usulan tersebut sebagai bentuk dari penataan wilayah berbasis mitigasi bencana, e. Menganalisis kebijakan-kebijakan eksisting terkait mitigasi bencana gempa dan tsunami di Sumatera Barat.
Salah satu Peta Permukiman Usulan Shelter dan Pola Ruang
Metode : Penelitianini memperhitungkan skenario sumber gempa yang akan datang termasukwaktu yang diperlukan tsunami untuk tiba di pantai dan kemampuanmanusia rata-rata (waktu tempuh) dalam mengevakuasi dirinya, sertajumlah populasi penduduk. Parameter penting yang dianalisis: scenario gempa dan tsunami, zonasi daerah rawan tsunami, analisis tataruang tingkat kerawanan tsunami, kepadatan penduduk,jalur evakuasi,kondisi sosial masyarakat., yang dilanjutkan dengan metoda penentuan lokasi dan dayatampung TES dan lokasi menuju TEA. Hasil : . Ada tiga hal yang diperhitungkan dalam penelitian ini, yaitu desain lokasi dan kapasitas TES/vertical shelter, peta bahaya gempa dan respon spektrum gempa pada bangunan tahan gempa. Kesimpulan yang dapat diambil dari ketiga studi tersebut adalah sebagai berikut: a.Wilayah studi memiliki Tempat Evakuasi Sementara (TES) yang minim baik jumlah maupun kapasitas. Berdasarkan hasil penelitian, Kota Pariaman, Kabupaten Padang Pariaman Utara, Kabupaten Padang Pariaman Selatan, Kecamatan Koto XI Tarusan, Kecamatan Bayang, Kecamatan IV Jurai, Kecamatan Batang Kapas, Kecamatan Sutera dan Kecamatan Lengayang membutuhkan berturut-turut 23,12, 39, 8, 4, 6, 11, 21 dan 33 TES/vertical shelter tambahan di lokasi yang tepat. b. Percepatan di batuan dasar akibat kombinasi ketiga sumber gempa, yaitu sumber gempa background, sumber gempa sesar/patahan, sumber gempa subduksi (megathrust) untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 50 tahun di Sumatera Barat sekitar 0.1 – 1.25 g. Percepatan di batuan dasar maksimum terdapat di sekitar segmen megathrust Mentawai dan Sumatera Fault Zone (SFZ). c. TES harus dibangun dengan standar tahan gempa dan tahan tsunami. TES tahan gempa dengan lokasi yang diusulkan memiliki standar respon spektrum gempa tertentu dengan mempertimbangkan percepatan batuan dasar dan tanah lunak di bawahnya. Studi ini mencapai tujuan perancangan lokasi dan kapasitas TES/vertical shelter yang optimal di wilayah studi. Sedangkan perancangan TES/vertical shelter seharusnya mengacu pada peraturanyang dibuat oleh KemenPU. Perancangan bangunan tahan gempa idealnya menggunakan standar SNI 03 1726 2002, SNI 03 2847 2002, SNI 03 1729 2002. Perancangan bangunan di kawasan rawan tsunami diatur dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 06/PRT/M/2009 tentang Pedoman Perencanaan Umum Pembangunan Infrastruktur di Kawasan Rawan Tsunami (KemenPU, 2009).
Peta percepatan di batuan dasar akibat kombinasi ketiga sumber gempa untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 50 tahun di Sumatera Barat. Unit Kerja : Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir Alamat : Jl. Pasir Putih I Lantai 3, Ancol Timur, Jakarta Utara 14430 – DKI Jakarta / Telp. : (021) 64711583 pes 4304 / Fax. : (021) 64711654 Lokasi Kegiatan : Kota Pariaman, kab. Padang Pariaman, Kab. Pesisir Selatan, Prov. Sumatera Barat Peneliti Utama Keg : Dr. Dini Purbani Program Renstra : Penelitian dan Pengembangan Iptek Kelautan dan Perikanan Peneliti Anggota : Joko Prihantono, .Msi Program APBN : Penelitian dan Pengembangan Iptek Lestari C. Dewi, M.Si Sumber Dana : - RM : Rp. 223.810.000 Realisasi : Rp 211.687.800 (94,58%) Rikha Bramawanto, S.Pi - PHLN : Riski Anggoro Adi, ST
LAPORAN RINGKAS PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2012
Mitra Kerja Sama Dana Pendamping Pengguna
: Dinas KP : : Dinas KP
4
SUMBERDAYA LAUT DAN PESISIR – TAHUN 2011 5. Analisis Sumberdaya Kelautan di WPP 713 dan 716 dalam Rangka Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan 115°
120°
125°
130°
Peta Jalur Penangkapan Ikan WPP 713 dan WPP 716 dan Sebaran Kawasan Konservasi Perairan
0
100
5°
5°
U
100
200Km
WPP 716 Manado
%
Ternate
%MALUKU
Gorontalo
0°
0°
%
Samarinda
%
Sorong
Palu
%
%
SULAWESI
Palangkaraya
%
Mamuju
%
Banjarmasin
%
%
%
5°
5°
Ambon
Kendari
WPP 713 %
LEGENDA % Surabaya
%
JAWA Denpasar
Mataram
%
%
115°
NUSA TENGGARA
120°
%
125°
Ibukota Provinsi Kawasan Konservasi Perairan Pulau Kewenangan Provinsi Kewenangan Pusat
130°
Jalur Penangkapan Ikan di WPP 713 dan WPP 716
Latar Belakang : Undang-Undang RI nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan mengamanatkan adanya kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan secara lestari, dengan didukung dengan pendugaan potensi, pengendalian dan pengawasan yang sistematis, diperlukan satuan wilayah pengelolaan yang mencerminkan karakteristik wilayah dan sumberdaya. Amanat ini disikapi dengan penyusunan willayah-wilayah pengelolaan perikanan dan komponen sistem pengelolaannya. Dalam upaya mencapai pemanfaatan perikanan secara optimal dan berkelanjutan dalam pengelolaan perikanan yang menjamin kelestarian sumber daya ikan dan lingkungan di seluruh Indonesia, Menteri Kelautan dan Perikanan keluarkan Peraturan Menteri nomor PER.01/MEN/2009 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP-RI). Satuan-satuan WPP ini dalam perkembangan selanjutnya harus memiliki kemampuan untuk: 1. menjadi peta dasar dengan sistem koordinat nasional, bagi kegiatan pendugaan potensi, perizinan dan pengawasanditetapkan sebagai satuan spasial dengan batasan deskripsi maupun koordinat yang jelas dan standar 2. ditetapkan sebagai satuan spasial dengan batasan deskripsi maupun koordinat yang jelas dan standar 3. diolah dalam sistem digital, sehingga memudahkan pertukaran data dalam pengelolaan sumberdaya. 4. disajikan dalam format standar kartografi dan mudah dicetak sebagai lampiran perijinan yang diterbitkan Tujuan: Menyusun kebijakan pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan secara terpadu berkelanjutan di WPP 713 dan WPP 716 Metode: 1. Analisis data menggunakan metode analisa menggunakan GIS sebagai alat untuk mengolah dan menyajikan data spasial yang berkaitan dengan WPP 2. Analisis Kebijakan terhadap pengelolaan perikanan, khususnya yang berkaitan dengan sumberdaya kelautan yang mendukung keberlanjutan pengelolaan perikanan di WPP kajian
Tampilan Antarmuka (Interface) WebGIS WPP
Unit Kerja Alamat Lokasi Kegiatan Peneliti Utama Keg Peneliti Anggota
: : : : :
Hasil: Hasil kajian berupa basisdata spasial yang dapat dilihat secara daring. WebGIS WPP merupakan Aplikasi Sistem Informasi Geografis yang berbasis web yang mampu menampilkan informasi spasial yang berhubungan dengan Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia. Aplikasi ini tersedia dalam web dan bersifat daring, sehingga aplikasi yang diperlukan sebatas program browser seperti Mozilla Firefox, Internet Explorer, Chrome, Opera, dll. Pada WebGIS WPP ini disarankan menggunakan browser Mozilla Firefox untuk menghasilkan tampilan terbaik. Hasil kajian menunjukkan jalur penangkapan ikan III sesuai dengan Peraturan menteri KP Nomor 2 tahun 20011 yaitu wilayah ZEE Ri dan wilayah diluar 12 mil laut. Pada kajian ini lebih ditekankan pada pembagian jalur penangkapan di luar 12 mil laut, atau yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dalam pengelolaan sumberdaya kelautan. Pemetaan jalur penangkapan ikan dengan mempertimbangkan beberapa pertimbangan antara lain (1) Garis pantai surut terendah, (2) Buffering sejauh 12 mil laut ke arah dari garis pantai/garis pangkal, (3). Wilayah konservasi dan (4) daerah buangan amunisi dari Dishidros TNI AL. Perijinan merupakan salah satu pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan. Dengan melakukan pendataan perijinan maka akan diketahui jumlah nelayan
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir Jl. Pasir Putih I Lantai 3, Ancol Timur, Jakarta Utara 14430 – DKI Jakarta / Telp. : (021) 64711583 pes 4304 / Fax. : (021) 64711654 / E-mail :
[email protected] DKI Jakarta, kab. Saumlaki dan Kota Makassar Dr. Ifan Ridlo Suhelmi Program Renstra : Penelitian dan Pengembangan Iptek Kelautan dan Perikanan Mitra Kerja Sama Rizki Anggoro Adi, ST Dana Pendamping Program APBN : Penelitian dan Pengembangan Iptek Rkha Bramawanto, S.Pi Pengguna Sumber Dana : - RM : Rp. 242.330.000 Realisasi : Rp. 230.828.550 (95,25%) Hari Prihatno, M.Si - PHLN :
LAPORAN RINGKAS PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2012
: Ditjen PT, Ditjen PSDKP : : Dinas KP, Dirjen PT,Ditjen PSDKP Peneliti, stakeholder di lokasi WPP 713 dan 716
5
SUMBERDAYA LAUT DAN PESISIR – TAHUN 2012 6.Kajian Sumberdaya dan Lingkungan Kawasan Pesisir Natuna Latar Belakang : Laut Natuna sebagai salah satu laut perbatasan dengan Laut China Selatan yang sangat strategis secara multi-lateral perlu diketahui secara mendalam karakteristik sumberdaya-nya terkait jika di kemudian hari terjadi pencemaran (seperti: pencemaran minyak, polutan lain) yang dapat berdampak kepada seluruh negara yang berkepentingan. Dimana Kawasan tersebut saat ini terdapat beberapa sumur pengeboran minyak yang operasional (Siddayao, 1984; Szarek et al., 2006). Laut Natuna adalah sebagai salah satu portal penting dari pertukaran massa air lautan Indonesia dengan Laut China Selatan yang mempunyai interaksi erat dengan Monsun yang terjadi di Indonesia (Wyrtki, 1961; Hu et al., 2000). Keunikan Laut Natuna dan sekitarnya ini telah diendus sejak lama oleh para peneliti dari China (Wendong et al., 1998; Chu & Edmons, 1998), sehingga sudah sepantasnyalah, para peneliti Indonesia harus lebih mengenalLaut Natuna.Pemahaman monsun yang terjadi di Indonesia selama ini belumlah memadai, terbukti dengan gagalnya program nasional peningkatan produksi garam (minapolitan) nasional di tahun 2010 yang diakibatkan oleh faktor cuaca. Data dan informasi tentang cuaca dan iklim yang disediakan oleh BMKG belumlah cukup memadai didalam memahami kondisi monsun yang unik di Indonesia, sehingga kontribusi P3SDLP melalui pengukuran dan pengkajian lebih detil pada parameter lautnya adalah sangat diharapkan (Wirasantosa dkk., 2011; Pranowo et al., 2012). Terutama jika dikaitkan dalam mendukung program industrialisasi kelautan dan perikanan kedepan, maupun rencana aksi nasional adaptasi perubahan iklim. Download data dari instrumen
Tujuan : Inventarisasi dan pemantauan parameter oseanografi lingkungan perairan Natuna dan sekitarnya, dan untuk lebih mengenal karakteristik interaksi laut dan atmosfer Laut Natuna dan pengaruhnya bagi perairan Indonesia pada umumnya sebagai dukungan dalam bentuk data dan informasi untuk menuju konsep industrialisasi kelautan dan perikanan Metode : Survei dan pengukura in situ dilaksanakan untuk memperoleh data dan informasi sejumlah parameter. Dimana data dan informasi dari berbagai sumber juga akan dikompilasi untuk merapatkan stasiun-stasiun pengamatan/analisis dan juga melengkapi resolusi temporal cakupan data untuk Laut Natuna dan sekitarnya. Metode time series data analysis, deskriptif dan statistik telah diimplementasikan pada penelitian ini.
Pengukuran kualitas air di keramba
Unit Kerja Alamat Lokasi Kegiatan Peneliti Utama Keg Peneliti Anggota
: : : : :
Hasil : . - Dinamika pasang surut : pasang tertinggi terjadi pada tanggal 23 November 2012 (1.861 m) pada pukul 23:31 WIB, sedangkan pasang terendah terjadi pada tanggal 24 September 2012 pada pukul 06:31 WIB. - Dinamika suhu air permukaan : suhu tertinggi terjadi pada 12:00 – 18:00 WIB, kemudian temperatur menurun pada pukul 18:00 - ~00:00 WIB. Temperatur kemudian kembali meningkat ketika waktu menjelang pagi (00:00 - ~06:00 WIB). - Kondisi pola angin : Pulau Sedanau didominasi oleh angin timuran, dimana angin datang dari arah timur hingga timurlaut dengan kecepatan angin dominan 1-4 m/detik. - Sedimen : Sekitar pulau Sedanau pada umumnya mempunyai jenis sedimen lumpur berpasir, ataupun lumpur. - Kualitas air : kecerahan: 2 m – 20,9 m, suhu: 29,2 °C – 30,6 °C, salinitas: 27,9 – 30,4 ‰, pH: 8,09 – 8,27, DO: 6,34 – 7,96 mg/l, konduktivitas: 4,23 – 4,56 mS/m, σt : 16,4 – 18,4, TSS: < 3 – 26 mg/L, nitrat: 0,005 - 0,078 mg/L, fosfat : <0,005 - 0,015 mg/L, silikat: 0,045 – 0,704 mg/L, DIC: 1.902,93 - 2.090,14 µmol/kg, TOC: 250 – 1190 µg/kg, PAH: < 0,00002 - 0,00584 mg/L. - Logam berat (mg/L): Hg: <0,0002, As: <0,0002, Cd: <0,001, Cu: <0,005, Pb: <0,005 Secara umum dapat disimpulkan bahwa dari hasil pengukuran parameter fisika dan kimia permukaan perairan pada penelitian ini, jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya di tahun 2010, dpat diperoleh kesimpulan bahwa dari tahun 2010 hingga saat ini kondisi perairan Pulau Tiga- Sedanau masih tergolong baik, menandakan bahwa kegiatan-kegiatan yang terjadi di Perairan tersebut belum menimbulkan dampak yang merusak. Kondisi kualitas peraeiran diwilayah tersebut masih memenuhi syarat baku mutu air laut untuk biota yang ditetapkan olah Kementerian Lingkungan Hidup, Dengan Kata lain, perairan di lokasi ini masih layak untuk pengembangan budidaya perikanan laut. Penduduk di Natuna sebagian besar melakukan budidaya ikan dengan pembesaran ikan menggunakan keramba.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir Jl. Pasir Putih I Lantai 3, Ancol Timur, Jakarta Utara 14430 – DKI Jakarta / Telp. : (021) 64711583 pes 4304 / Fax. : (021) 64711654 Perairan Pulau Tiga Sendanau, Kab. Natuna, Prov. Kep. Riau Dr. Widodo S. Pranowo Program Renstra : Penelitian dan Pengembangan Iptek Kelautan dan Perikanan Dr. Anastasia Tisiana Program APBN : Penelitian dan Pengembangan Iptek Salvienty Makarim, M.Si Sumber Dana : - RM : Rp. 548.641.000 Realisasi : Rp 542.679.600 (98,91%) Riski Anggoro Adi, ST - PHLN :: August Daulat.S.St.Pi Mariska Astrid K, S.S
LAPORAN RINGKAS PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2012
Mitra Kerja Sama Dana Pendamping Pengguna
: : : Dinas KP, Universitas Maritim Ali Haji UPTD KP Natuna
6
SUMBERDAYA LAUT DAN PESISIR – TAHUN 2012 7.Kajian Sumberdaya Aktivitas Hidrotermal Kawasan Pesisir Barat Halmahera Latar Belakang : Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago) yang secara geologi terbentuk dari tumbukan tiga lempeng tektonik dan mengakibatkan sepanjang wilayah Indonesia dilintasi gunungapi aktif yang membentuk busur-busur gunungapi di daratan, di permukaan laut, bahkan di bawah permukaan laut atau dalam istilah populer disebut ring of fire. Kondisi demikian ini akan menyimpan potensi yang sangat besar akan sumber daya yang terkait dengan magmatisme dan aktivitas hidrotermal. Di samping itu Indonesia juga memiiki 17.480 pulau besar dan kecil yang membentuk bibir pantai tropis sepanjang 95.186 km dengan 70% wilayah berupa perairan. Perairan bagian utara terhubung dengan Samudera Pasifik dan perairan bagian selatan terhubung dengan Samudera Hindia menjadikan Indonesia memiliki potensi keanekaragaman kehidupan laut yang tinggi. Perairan Indonesia terdiri atas beragam ekosistem perairan tropis, antara lain estuari, mangrove, padang lamun, serta terumbu karang yang menjadi rumah bagi beragam komunitas makhluk hidup yang saling berasosiasi, dan kaya akan keanekaragaman spesies. Perairan pesisir barat Pulau Halmahera ditempati oleh pulau-pulau yang lebih kecil, diantaranya adalah Pulau Ternate, Tidore, dan Makian. Pulau-pulau tersebut secara morfogenesa merupakan pulau gunungapi sehingga kawasan ini memiliki potensi sumber daya aktivitas hidrotermal, baik pada kawasan pesisir, pantai, ataupun di perairan dangkal (shallow waters). Aktivitas hidrotermal ini diduga berhubungan dengan kegiatan magmatisme pada busur gunungapi Halmahera. Perairan Halmahera berada dalam kawasan segitiga terumbu karang (coral triangle) menjadikan perairan ini memiliki keanekaragaman hayati laut yang tinggi. Keterdapatan aktivitas hidrotermal dengan biodiversitas tersebut merupakan sumber daya yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai potensi ekonomi baru Indonesia di sektor kelautan terutama dalam rangka mendukung program industrialisasi kelautan dan perikanan. Kondisi akrivitas Hidrotermal di daratan
Tujuan : Tujuan kegiatan penelitian ini adalah untuk melakukan kajian dan analisis keterdapatan sumber daya aktivitas hidrotermal pada kawasan pesisir barat Halmahera untuk bahan rekomendasi teknis kebijakan pengembangannya sebagai potensi ekonomi baru Indonesia. Metode : Observasi langsung dilakukan terhadap obyek telitian yaitu aktivitas hidrotermal, serta lingkungan di sekitarnya (batuan, sedimen, biota, terumbu karang). Berdasarkan hasil observasi ini, dipilih beberapa sampel untuk dilakukan analisis lanjut di laboratorium. Selain itu dilakukan juga pengukuran kualitas air laut dengan peralatan multiparameter WQC24 merk TOAA-DKK. Metode penyelaman (scientific diving) dan transek kuadrat dilakukan untuk observasi sumber daya aktivitas hidrotermal dan lingkungan perairan dangkal di sekitarnya dengan kedalaman 15 - 30 meter
Kondisi akrivitas Hidrotermal di perairan
Unit Kerja Alamat Lokasi Kegiatan Peneliti Utama Keg Peneliti Anggota
: : : : :
Hasil : . Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sumber daya aktivitas hidrotermal di lokasi kajian tersebar di wilayah daratan hingga perairan dangkal (shallow waters). Aktivitas hidrotermal di daratan umumnya berupa mata air dan uap panas yang muncul dalam retakan batuan. Berdasarkan tipe alterasi lempungan dan asosiasi mineral ubahan hasil analisis laboratorium diduga bahwa temperatur yang terukur di lapangan pada manifestasi hidrotermal di permukaan tersebut masih jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan temperatur larutan hidrotermal yang menerobos batuan di bawah permukaan (dapat mencapai > 200 oC). Artinya sumber daya aktivitas hidrotermal dalam lokasi kajian menyimpan potensi untuk dikembangkan menjadi sumber daya energi baru terbarukan dengan memaanfaatkan uap panasnya yang masih tersimpan di bawah permukaan yang diduga memiliki temperatur tinggi. Demikian pula dengan sumberdaya aktivitas hidrotermal pada perairan dangkal yang memiliki tipe berupa semburan air panas bawah permukaan laut dengan radius cukup luas dengan tekanan atau gaya dorong ke atas pada aktivitas hidrotermal yang kuat. Secara ekologi, terumbu karang di perairan Galela dan Tanjung Sulamadaha secara umum dalam kondisi rusak. Namun demikian, cukup banyak ditemukan koloni-koloni karang keras yang masih muda atau juvenile. Rekrutmen ini merupakan salah satu tanda proses pembentukan komunitas setelah mengalami kerusakan. Di Galela, pertumbuhan karang lunak cukup melimpah di area hidrotermal, yang dimungkinkan bahwa substansi yang keluar bersama air panas mendukung pertumbuhan karang lunak. Ketiga perairan ini memiliki nilai potensi sumber daya yang tinggi namun rawan akan kerusakan. Sehingga perlu manajemen sumber daya yang baik agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir Jl. Pasir Putih I Lantai 3, Ancol Timur, Jakarta Utara 14430 – DKI Jakarta / Telp. : (021) 64711583 pes 4304 / Fax. : (021) 64711654 PerairanGalela dan Tanjung Sulamadaha Halmahera Rainer A. Troa, MT Program Renstra : Penelitian dan Pengembangan Iptek Kelautan dan Perikanan Eko Triarso, M.Si Program APBN : Penelitian dan Pengembangan Iptek Ira Dillenia, M.Si Sumber Dana : - RM : Rp. 426.953.000 Realisasi : Rp 420.859.300 (98,57%) LPA Savitri Citra K - PHLN :
LAPORAN RINGKAS PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2012
Mitra Kerja Sama Dana Pendamping Pengguna
: Dinas KP, LIPI, P3GL : : KP3K, Dinas KP
7
SUMBERDAYA LAUT DAN PESISIR – TAHUN 2012 8.Arafura and Timor Seas Ecosystem Actions (ATSEA) Latar Belakang : Perairan Laut Arafura dan Timor (ATS) merupakan perairan semi-tertutup yang dimiliki oleh Indonesia, Timor-Leste, Papua Nugini (PNG) dan Australia, dimana dalam hal pengelolaan sumber daya, perlindungan lingkungan dan penelitian ilmiah dibidang kelautan perlu melakukan kerja sama (Konvensi PBB tentang Hukum Laut-Pasal IX).Wilayah ATS memiliki produktivitas tinggi yang menopang baik perikanan skala kecil dan besar, termasuk beberapa sumberdaya ikan yang bersifat “shared”, dan lintas batas yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Nilai penting lainnya dari ATS tersebut adalah menyediakan penghidupan bagi jutaan orang di wilayah tersebut, dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap keamanan pangan untuk populasi penduduk daerah pesisir ATS dan negara-negara besar tujuan ekspor.Selain masalah perikanan yang tidak berkelanjutan dan IUU fishing, Laut Arafura dan Timor juga menghadapi ancaman nyata dari sejumlah tekanan lain termasuk potensi peningkatan ancaman alam yang berkaitan dengan perubahan iklim, berkembang pesatnya populasi pesisir, meningkatnya urbanisasi, tingkat kemiskinan yang tinggi dan kesempatan ekonomi yang terbatas yang dapat meningkatkan tekanan eksploitatif terhadap sumber daya alam, degradasi habitat pesisir, pencemaran laut yang berasal dari darat dan laut, serta invasif spesies aquatic.Dalam menanggapi tantangan pengembangan pengelolaan sumber daya alam di wilayah ATS, pada tahun 2002 Australia, Indonesia dan Timor-Leste membentuk Arafura dan Laut Timor Expert Forum (ATSEF), dimana Arafura and Timor Seas Ecosystem Action (ATSEA) Program merupakan langkah konkret ATSEF dalam pengelolaan perairan ATS secara regional.
Tujuan & Sasaran: 1. Terselenggaranya pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya hayati pesisir dan laut yang secara ekologi berkelanjutan, termasuk perikanan dan keanekaragaman hayati di wilayah Laut ArafuraTimor, serta meningkatkan kondisi sosial ekonomi dan peluang yang berkelanjutan bagi masyarakat pesisir di wilayah Laut Arafura dan Timor. 2. Adapun sasaran yang ingin dicapai oleh ATSEA adalah terjaminnya keterpaduan kerjasama, keberkelanjutan, pengelolaan berbasis ekosistem dan pemanfaatan sumberdaya hayati pesisir dan laut, termasuk perikanan dan keanekaragaman hayati di Laut Arafura dan Timor. Hal ini dapat dicapai melalui perumusan dan adopsi antar-pemerintah negara pantai terkait serta implementasi awal dari suatu Program Rencana Aksi Strategis (SAP) secara regional, yang kemudian untuk setiap negara dibuat National Action Plan (NAP) yang merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari SAP.
Metode : Sesuai dengan Project Document, ATSEA program dimulai pada bulan Juli 2010 dan akan berahir pada bulan Juli 2014. Daerah penelitian meliputi perairan Laut Arafura dan Laut Timor yang berbatasan dengan keempat negara yaitu Indonesia, Australia, Timor-Leste dan Papua New Guinea.Untuk penyusunan suatu Rencana Aksi Strategis (SAP) secara regional perlu dibuat terlebih dulu suatu Diagnosa Analisis Lintas Batas (Transboundary Diagnostic Analysis/TDA) yang harus diterima dan disyahkan oleh negara-negara yang terlibat dalam kegiatan ATSEA program ini.Data dan informasi yang berkaitan dengan Biophysics, Sosial Ekonomi, Kepemerintahan dan Peraturan (Governance and legal institution) serta keterlibatan pemangku kepentingan (stakeholder) menjadi penting dan diperlukan dalam rangka penyusunan TDA.Serangkaian kegiatan pengumpulan data melalui pengumpulan data sekunder dan studi pustaka serta pengumpulan data primer dengan mempergunakan kapal penelitian telah dilaksanakan.
Hasil :
.
Pada tahun ke-1 (2010) dan tahun ke-2 (2011) telah dihasil diterbitkan beberapa tulisan yang dipakai sebagai dasar didalam penyusunan TDA yaitu: (1) Biophysics profiles of Arafura and Timor Seas region; (2) Socio-Economic profiles of Arafura and Timor Seas region; (3) Legal and institutional framework; (4) Causal – chain analysis; (5) Stakeholder engagement analysis. Pada bulan Maret tahun 2012 melalui ATSEA Project Board Meeting, TDA diterima dan ditanda tangani oleh “National Focal Point” dari ketiga negara yaitu Indonesia, Timor-Leste dan Australia. TDA mengidentifikasi isu lingkungan yang bersifat lintas batas yang perlu diperhatikan sebagai berikut: (1) Perikanan yang tidak berkelanjutan dan penurunan serta hilangnya sumber daya hayati pesisir dan laut; (2) Modifikasi, degradasi dan hilangnya habitat pesisir dan laut; (3) Polusi darat dan laut; (4) Penurunan dan hilangnya keanekaragaman dan jenis tertentu; (5) Dampak perubahan iklim. Hal tersebut akan menyebabkan hilangnya jasa ekosistem di wilayah perairan ATS yang mempunyai dampak negatif terhadap kesejahteraan masyarakat dan akan mempengaruhi keamanan pangan serta mata pencaharian seperti juga halnya membawa pengaruh terhadap ekonomi dan struktur sosial setiap negara ATS. Melalui analisis “causal-chain”, penyebab langsung maupun tidak langsung secara sektoral terhadap degradasi lingkungan di wilayah ATS dapat diidentifikasi SAP untuk wilayah perairan Laut Arafura dan Timor (ATS) adalah merupakan dokumen kebijakan yang “dapat” dinegosiasikan, yang menggambarkan kebijakan dan reformasi istitusi, pengembangan kapasitas dan investasi yang diperlukan untuk mengadres masalah masalah utama yang bersifat lintas batas yang telah diidentifikasi pada TDA di wilayah perairan ATS. Oleh sebab itu ATS SAP akan memilih pendekatan berbasis ekosistem untuk menjaga keberlangsungan fungsi ecosistem yang vital dan jasa ecosistem yang penting untuk kesejahteraan masyarakat. Lima tujuan kualitas lingkungan jangka menengah dan panjang yang ditetapkan dalam SAPuntuk mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan adalah: (1) Recovery dan keberlanjutan perikanan; (2) Perbaikan habitat yang rusak untuk dapat menyediakan jasa lingkungan yang berkelanjutan; (3) Mengurangi pencemaran yang berasal dari laut maupun darat; (4) Melindungi “key marine species; (5)Mendukung adaptasi masyarakat/comunitas berbasis ecosistem terhadap dampak perubahan iklim pada sektor-sektor terkait. Tujuan kualitas lingkungan jangka menengah ini dapat dicapai melalui penetapan tujuh “Tujuan operasional”, dimana untuk pencapaiannya setiap “Tujuan operasional” tersebut masing-masing mempunyai “Aksi prioritas” yang selanjutnya diterjemahkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan baik ditingkat regional maupun nasional.Suatu kelembagaan yang kuat ditingkat regional dan nasional beserta mekanisme finansial yang berkelanjutan di tingkat regional maupun nasional adalah diperlukan dan difungsikan untuk mengawal implementasi dari SAP dan NAP.SAP dan NAP adalah suatu “Living document” yang adaptif sehingga dapat berubah sesuai dengan kebijakan pemerintah dan permintaan pemangku kepentingan atas pertimbangan azas pembangunan yang berkelanjutan baik ekologi maupun ekonomi.Komitmen yang tinggi dari pemerintah maupun pemangku kepentingan lainnya termasuk lembaga international terhadap implementasi SAP maupun NAP sangat merupakan kunci untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan dan disepakati oleh negara-negara pantai sekitar wilayah ATS.
Unit Kerja Alamat Lokasi Kegiatan Peneliti Utama Keg Anggota Peneliti
: : : : :
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir Jl. Pasir Putih I Lantai 3, Ancol Timur, Jakarta Utara 14430 – DKI Jakarta / Telp. : (021) 64711583 pes 4304 / Fax. : (021) 64711654 Propinsi NTT, Maluku, Papua Dr. Tonny Wagey Program Renstra : Penelitian dan Pengembangan Iptek Kelautan dan Perikanan Program APBN : Penelitian dan Pengembangan Iptek Sumber Dana : - RM : xxx - PHLN : Rp. 2.325.500.000 Realisasi : Rp. 2.325.500.000 (100%)
LAPORAN RINGKAS PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2012
Mitra Kerja Sama Dana Pendamping Pengguna
: UNDP, UNOPS : : Peneliti, stakeholder kegiatan
8
SUMBERDAYA LAUT DAN PESISIR – TAHUN 2012 9.Analisis Penerapan Blue Carbon di Wilayah Perairan Indonesia sebagai Mitigasi Perubahan Iklim Global
Forum Konsultasi Stakeholder Blue Carbon Indonesia
Artikel mengenai Blue Carbon: A New Hope for Indonesia yang di muat pada harian The Jakarta Post, pada 28 Agustus 2012
Latar Belakang : Adanya peningkatan pelepasan gas-gas rumah kaca (GRK) seperti CO 2 , CH4, N2O, CF4, C2F6 ke atmosfer akibat pembakaran bahan bakar fosil oleh aktivitas manusia menyebabkan semakin meningkatnya konsentrasi CO 2 di atmosfer. Peningkatan ini juga berimbas terganggunya keseimbangan laut dan perairan pesisir beserta ekosistemnya dalam menyerap CO 2 alami (natural CO 2 sink) dan CO 2 antropogenik. Pantai-laut adalah penyerap CO 2 alami (natural CO 2 sink) terbesar di bumi, dimana CO 2 dapat larut di dalam air atau termanfaatkan oleh fitoplankton menjadi biomassa melalui proses fotosintesa. Saat ini diperkirakan sepertiga (30 %) CO 2 antropogenik diserap oleh laut. Namun demikian angka atau kemampuan laut dalam menyerap CO 2 masih menjadi penelitian intensif, terutama untuk perairan tropis. Sumbangan perairan pesisir tropis dalam siklus karbon global hingga saat ini belum diketahui terutama karena dinamisnya perairan dan beragamnya ekosistem pesisir tersebut. Perubahan morfologi pantai dan dinamika di wilayah hulu ditambah dengan aktivitas manusia akan berpengaruh terhadap dinamika fluks karbon di wilayah pesisir antara lain Teluk Banten dan Pesisir Balikpapan sehingga diperlukan suatu studi yang komprehensif mengenai distribusi dan kuantitas fluks karbon di laut perairan barat Indonesia secara umum dan perairan pesisir Banten dan Kalimantan Timur secara khusus. Wilayah ini juga mempunyai tiga ekosistem pesisir utama, yaitu lamun, karang dan mangrove yang memanfaatkan karbon anorganik dalam metabolismenya yang karenanya juga diperlukan suatu studi mendalam mengenai perannya dalam siklus CO 2 perairan. Tujuan : 1. Memperoleh informasi dasar mengenai BLUE CARBON di perairan Indonesia bagian barat. 2. Mengetahui peranan BLUE CARBON di perairan Indonesia bagian barat dalam mitigasi perubahan Iklim Global. 3. Mengkaji penerapan BLUE CARBON dalam penyusunan kebijakan pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautsecara terpadu dan berkelanjutan sebagai bagian dari carbon incentive mechanisms. Metode : 1. analisis perubahan dan distribusi parameter terkait dengan iklim a.n. yaitu CO 2 , dan kualitas lingkungan perairan baik secara Fisika, Biologi, Kimia. 2. analisis perubahan ekosistem pantai-laut seperti ekosistem mangrove dan padang Lamun. 3. analisis data sekunder berdasarkan pengukuran lapangan dengan pembanding data dari literatur. 4. pembahasan keterkaitan antara data perairan dengan konsep blue carbon Hasil : . Kisaran dan rata-rata konsentrasi nutrient adalah sebesar NO3 0,03-8,01 (1,42) μmol/L; NO2 0,09-1,73 (0,27) μmol/L; NH4 0,63-168,33 (41,90) μmol/L; SiO3 0,49-44,38 (9,16) μmol/L; PO4 0,12 – 1,03 (0,66) μmol/L. Nilai klorofil 2,32-20,07 (4,72) μg/L. Nilai pCO2 berkisar 335-456 atm dan rata-rata 388,54 atm. Kisaran salinitas 29,1-30,2 (29,44) dengan kecenderungan makin tinggi ke arah timur.Suhu permukaan berkisar 29,1 – 30,2oC dengan rata-rata 29,44 oC. Suhu udaraberkisar antara 25,8 – 28,7oC.Angin bertiup dengan kecepatan minimum sebesar 1,6 dan maksimum 9,8 m/s dengan arah dominan dari barat.Biomass rata-rata lamun bagian bawah lebih tinggi daripada bagian atas. Biomass lamun bagian bawah berkisar 11,75 – 120,78 g BK /m2 sedangkan bagian atas 7,05-53,78 g BK /m2. Kapasitas penyimpanan karbon sebesar 3,42 – 40,46 g C/m2 di bagian bawah dan 2,29 – 17,47 g C/m2 di bagian atas.Nilai total biomass mangrove berkisar 0,42-2091,22 ton/ha dengan nilai penyimpanan rata-rata karbon sebesar 0,20 – 1010,69 ton/ha. Kesimpulan dari penelitain ini adalah sebagai berikut: 1. terjadi degradasi karena pengaruh alam dan aktifitas manusia di Teluk Banten, sedangakan Pulau Panjang dan Pulau Maratua memiliki biomassa dan karbon lamun yang cukup besar sehingga berpotensi memiliki laju produksi atau prodktifitas yang besar pula, 2. secara keseluruhan berdasarkan hasil penelitian biomassa ekosistem lamun menunjukkan bahwa nilai total biomassa lamun di bawah substrat lebih tinggi dibandingkan di atas substrat, 3. berdasarkan pengukuran dimater pohon dan perhitungan beberapa allometrik disimpulkan bahwa jenis yang mendominasi tidak selalu memiliki nilai biomass tinggi, 4. distribusi nutrien cenderung semakin meningkat ke arah pesisir, 5. terdapat fenomena di Periaran kepulauan Derawan yang ditunjukkan dengan distribusi CO2 tertinggi berada di perairan laut, sedangkan umumnya konsentrasi CO2 di pesisir lebih tinggi.
Hasil survei kegiatan observasi yang di Kep. Derawan Unit Kerja : Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir Alamat : Jl. Pasir Putih I Lantai 3, Ancol Timur, Jakarta Utara 14430 – DKI Jakarta / Telp. : (021) 64711583 pes 4304 / Fax. : (021) 64711654 Lokasi Kegiatan : Teluk Banten dan Kepulauan Derawan, Prov. Kalimantan Timur Peneliti Utama Keg : Dr. Andreas A. Hutahaean Program Renstra : Penelitian dan Pengembangan Iptek Kelautan dan Perikanan Peneliti Anggota : Terry L. Kepel, M.Si Program APBN : Penelitian dan Pengembangan Iptek Salvienty Makarim, M.Si Sumber Dana : - RM : Rp. 300.000.000Realisasi : Rp 296.955.000 (98,99%) Herlina Ika R, S.Si - PHLN : Rizki Angggoro Adi, ST
LAPORAN RINGKAS PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2012
Mitra Kerja Sama Dana Pendamping Pengguna
: : : Dinas KP Prov. Kaltim Dinas KP Prov. Banten
9
SUMBERDAYA LAUT DAN PESISIR – TAHUN 2012 10. Kajian Produksi Garam dengan Sistem Termal Latar Belakang : Kebutuhan akan garam kian hari makin meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya berbagai industri, baik di dalam maupun luar negeri. Namun, kebutuhan garam tersebut belum dicukupi dari produksi dalam negeri. Sekitar 40 % garam nasional masih dipenuhi melalui impor, diantaranya dari Australia dan India. Karena itulah Kementerian Kelautan dan Perikanan menargetkan tercapainya swasembada garam konsumsi 2012 dan swasembada garam untuk industry tahun 2014 (KP3K, 2011). Garam rakyat tradisional umumnya dibuat dengan cara menimba air laut, kemudian dimasukkan ke dalam ladang penguapan sehingga langsung dihasilkan kristal garam. Pada usaha garam rakyat (tradisional) yang memanfaatkan model terasering bertingkat kadar garam tertinggi yang dapat dihasilkan relatif jarang mencapai 90 %, sehingga diperlukan perlakuan-perlakuan khusus agar dihasilkan garam dengan kualitas tinggi. Pada penelitian ini akan dikaji pembuatan garam dengan menggunakan sistem panas (thermal). Prinsip pembuatan garam system termal adalah meningkatkan konsentrasi NaCl air laut dengan memisahkan air murninya. Efisiensi pemisahan air murni dari air laut menggunakan cara termal dan penurunan titik didih. Cairan yang berada dalam tekanan tinggi akan memiliki titik didih lebih tinggi jika dibandingkan dengan cairan pada tekanan rendah. Pada proses penguapan, tekanan uap jenuh (saturated vapor pressure (svp) atau vapor pressure) lebih kecil dari tekanan udara luar. Sementara proses mendidih dapat tercapai jika tekanan uap jenuh (svp) sama dengan tekanan tekanan luar. Dengan sistem ini diharapkan dapat menghasilkan kadar NaCl dengan kadar low (< 40%), medium (40 - 90%), dan high (> 90%). Hasil dari pengkajian ini diharapkan dapat mendukung Iptekmas Garam, Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR), dan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3I) yang merupakan Agenda Riset Nasional. Tujuan : Mengkaji pembuatan garam sistem thermal Alat pembuatan air tua dan garam sisterm termal melalui perebusan air laut
Metode : 1. mengidentifikasi keperluan bahan, teknologi pabrikasi serta studi lokasi. 2. Studi literatur, diskusi-diskusi tentang teknologi produksi garam rakyat, 3. Identifikasi pembuatan garam sistem thermal, 4. Pembuatan/pengadaan dan instalasi alat pendukung sistem (pabrikasi), 5. Instalasi dan uji coba setting sistem Hasil :
Alat pembuatan garam sisterm termal melalui pengovenan air laut Unit Kerja Alamat Lokasi Kegiatan Peneliti Utama Keg Peneliti Anggota
: : : : :
Hasil kajian ini berupa alat pengolahan air laut menjadi kristal garam melalui proses pemanasan buatan dengan sistem perebusan dan pengovenan. Dalam termal buatan menggunakan sistem perebusan, optimasi pelepasan air murni dalam air laut menggunakan media rebus tertutup dibantu recervoir destilator serta centrifugal blower vacuum.Pengoperasian alat ini dimulai dengan tabung rebus bervolume 1000 liter diisi air laut bersalinitas 3 % sebanyak 750 liter. Air direbus dengan barner LPG berkalori 700 ° C dapat mendidih dalam waktu 3 jam dengan pengurangan volume 113 liter tiap jam selanjutnya. Air murni diambil melalui tabung reservoir. Sedangkan prinsip sistempengovenan adalah mengeringkan garam hasil spinner dengan kadar air (± 30 %) dengan cara mengadopsi dari penjemuran alam dibawah terik matahari. Cara tersebut diadaptasi menjadi pemanasan disertai dengan sirkulasi udara didalam ruang oven. Untuk menghindari gosong dan bau digunakan”Heat Charger” didorong dengan kipas sirkulasi. Penggunaan ”Heat Charger” memungkinkan penggunaan oli bekas, solar dan briket sebagai bahan pemanas tanpa terpengaruh bau bahan didalam ruang ovennya. Stabilitas panas dan humidity dalam ruang oven terkontrol melalui buka tutup inlet/outlet ruang oven serta control panas dalam ”Heat Charger”. Secara garis besar, pengurangan kadar air dalam garam (± 30 %) menjadi ≥ 7% diperlukan waktu 30 menit menggunakan alat ini.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir Jl. Pasir Putih I Lantai 3, Ancol Timur, Jakarta Utara 14430 – DKI Jakarta / Telp. : (021) 64711583 pes 4304 / Fax. : (021) 64711654 Kab. Lamongan Aris Wahyu Widodo, ST Program Renstra : Penelitian dan Pengembangan Iptek Kelautan dan Perikanan Hariyanto Triwibowo, ST Program APBN : Penelitian dan Pengembangan Iptek Candra Dwi Puspita, ST Sumber Dana : - RM : Rp. 429.480.000 Realisasi : Rp 399.139.700 (92,94%) - PHLN :
LAPORAN RINGKAS PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2012
Mitra Kerja Sama Dana Pendamping Pengguna
: Universitas Hang Tuah : : Ponpes Sunan Drajat Lamongan
10
SUMBERDAYA LAUT DAN PESISIR – TAHUN 2012 11. Kajian Pembuatan Bittern Padat Latar Belakang : Dalam produksi garam, sisa cairan pekat yang biasa disebut bittern oleh petambak garam dibuang ke laut / muara sungai, digunakan kembali untuk mempercepat penuaan air tua (brine) dan dijual. Penjualan bittern mulai marak terutama di Madura sejak satu dasa warsa ini. Gaung swasembada secara tidak langsung mengangkat keberadaan bittern yang memiliki harga jual Rp. 2.000,00 per liter dibandingkan garam dengan kwalitas 1 yang harganya Rp. 750,00. Studi eksperimental yang telah dilakukan P3SDLP tahun 2011 lalu menunjukkan bahwa konsentrasi magnesium dan kalium dapat ditingkatkan melalui pemanasan dengan peralatan atau wadah sederhana seperti panci lurik, wajan tanah liat dan wajan alumunium. Namun sayangnya beberapa zat-zat yang dianggap berbahaya masih terkandung dalam bittern olahan tersebut. Selain itu, bentuk bittern yang cair, menyulitkan petambak untuk mengemas dan menyimpannya. Pengalaman yang telah diperoleh, kondisi petambak garam yang memanfaatkan bittern sebagai air tua dan hasil forum diskusi 2011 mendorong timbulnya gagasan pembuatan bittern padat di tahun 2012. Tujuan : 1. Melakukan uji coba pembuatan bittern padat 2. Mengetahui karakteristik bittern sebelum dan setelah dipadatkan Metode : 1. Melakukan Evaporasi Total untuk air laut untuk dijadikan kristal garam, 2. Garam-garam yang ada digantung dan menampung bittern yang dihasilkan dan menguapkannya 3. Menghitung Bittern yang dihasilkan (volume dan berat) 4. Mengukur Parameter lingkungan pendukung: Suhu, Kelembaban, Kecepatan Angin, Radiasi Matahari, Laju Evaporasi per Jam Hasil :
.
Bittern cair dapat dihasilkan dari penirisan cairan yang terkandung dalam garam hasil panen tambak rakyat. Berdasarkan hasil penerapan model, dari 200 ml bittern cair dihasilkan sekitar 18-23 gram bittern padat. Analisa terhadap parameter logam, anorganik nonmetalik, organik dan biologi pada air laut, dan garam menjelaskan kandungan unsur yang terdapat dalam limbah garam (bittern) teridentifikasi beberapa zat pengotor ion unsur dan senyawa utama (>100 mg/l) yaitu rerata Klorida (Cl) 267.255,30, rerata Sulfat (SO 4) ) 108.205,25, rerata Natrium (Na) 18.529,45, rerata Kalium (K) 10.648,77 rerata Magnesium (Mg) 460,66 rerata Kalsium (Ca) 314,59 dan sejumlah unsur minor lainnya (dibawah 100 mg/l).
Unit Kerja Alamat Lokasi Kegiatan Peneliti Utama Keg Peneliti Anggota
: : : : :
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir Jl. Pasir Putih I Lantai 3, Ancol Timur, Jakarta Utara 14430 – DKI Jakarta / Telp. : (021) 64711583 pes 4304 / Fax. : (021) 64711654 Bandung, Pamekasan, Surabaya Utami R. Kadarwati, M.Sc Program Renstra : Penelitian dan Pengembangan Iptek Kelautan dan Perikanan Herlina Ika Ratnawati, S.Si Program APBN : Penelitian dan Pengembangan Iptek Bagus Hendrajana, M.Sc Sumber Dana : - RM : Rp. 331.000.000 Realisasi : Rp 207.178.500 (62,59%) Lestari Cendikia Dewi, M.Si - PHLN : Wahyu Hidayat
LAPORAN RINGKAS PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2012
Mitra Kerja Sama Dana Pendamping Pengguna
: IPB : :
11
SUMBERDAYA LAUT DAN PESISIR – TAHUN 2012 12. Analisis Kebijakan Zonasi Pulau Nangka Kab. Beltim Prov. Babel dalam Rangka Perencanaan Tata Ruang Pulau Kecil untuk Pengelolaan Kawasan di Zona ALKI
Rekahan/Fracture dan Patahan/Sesar/Fault memenuhi Pulau Nangka
Abrasi kuat di bagian utara pulau Nangka
Unit Kerja Alamat Lokasi Kegiatan Peneliti Utama Keg Peneliti Anggota
: : : : :
Latar Belakang : Indonesia tersusun dengan rangkaian kepulauan yang memiliki ciri khas yang unik dan potensi hidrografi dan geodinamika dasar laut dan pesisir sebagai sumberdaya terbarukan. Kondisi ini perlu digali untuk diketahui potensinya sebagai sumber ekonomi-industri yang dikelola secara berkelanjutan. Wilayah pesisir dan laut Provinsi Bangka-Belitung dan Kabupaten Belitung khususnya kaya akan segala potensi perikanan kelautan,baik itu potensi hayati maupun non hayatidengan karekteristik sebagai berikut: a. Selat Karimata dan sekitarnya adalah salah satu wilayah perairan yang mempunyai peran penting di dalam interaksi laut – atmosfer di Asia Tenggara terutama terkait dengan monsoon system. Dimana dimungkinkan terjadinya pertukaran massa air laut antara Laut Cina Selatan di utara, Selat Karimata di tangeh, dan Laut Jawa serta Selat Sunda di selatan. b. Monsoon system secara umum mempengaruhi kondisi perairan Indonesia terutama di wilayah Indonesia bagian barat. Berdasarkan pemantauan terhadap pola pergerakan angin monsoon selama 62 tahun (1948-2010) telah terjadi indikasi sedikit pergeseran atau perubahan polanya. c. Belitung Timur terletak persis di pinggir ALKI I yang amat ramai lalu-lintas kapalnya. Hal ini tentu berdampak ke banyak hal. Perubahan kualitas air laut karena kegiatan antropologis dan posisi kepulauan di Beltim yang sebenarnya merupakan potensi besar dalam sistematika dan siklus lalu-lintas pelayaran disitu. d. Lokasi telitian merupakan pusat berkumpulnya ikan-ikan pada musimnya, serta terletak di pinggir jalur migrasi ikan. Banyak kepentingan disini: kepentingan Pemerintah Pusat yang berupaya meningkatkan produksi perikanan, nelayan yang berupaya meningkatkan pendapatan dari hasil tangkapan di lokasi ini dan para pengguna ALKI I yang sering melewati area telitian. Memperhatikan potensi tersebut dipandang perlu untuk melakukan studi berlokasi pada daerah di sekitar Selat Karimata, khususnya Kabupaten Belitung Timur Tujuan : 1. Menginventarisasi jenis, potensi dan fakta non hayati: geoekologi pulau, data kelautan, data batimetri dasar laut dan aspek sejarah maritim pesisir Pulau Nangka dan sekitarnya 2. Mendata aspek kerentanan di kepulauan terutama terkait fenomena efek perubahan iklim 3. Melakukan modeling dan simulasi pada ruang pulau dan perairan dengan data hasil analisa Metode : Pengolahan data yang dapat menampilkan informasi mengenai penilaian faktor resiko relatif garis pantai dari masing-masing variabel (elevasi/batimetri, geologi, geomorfologi, perubahan garis pantai, amblasan, rata-rata jangka pasang surut, arus laut dan tinggi gelombang) terhadap faktor alam yang berperan dalam menentukan kerentanan pantai seperti: iklim, proses hidro-oseanografi, proses pantai (akresi/erosi), perubahan muka air laut, dan aktivitas manusia. Hasil : 1. Tipe pantai di Pulau Nagka termasuk kategori pantai bervegateasi dibagian Barat dan Timur, pantai berpasir di bagian Utara dan Selatan serta pantai berbatu disekeliling pulau dengan litologi batuan beku (basalt-andesitik dengan sedikit selingan diabas) 2. Pulau Nangka dipenuhi shear dan gash kekar serta dibelah oleh minimal dua patahan kuat yang masih aktif bergerak, mengindikasikan adanya tekanan gaya bumi 3. Abrasi terjadi di sisi pantai berpasir yang disebakan oleh kuatnya arus Rekomendasi 1. Perlu kajian lebih mendalam inventarisasi potensi sumberdaya alam dan perencanaan tata ruang dalam suatu kerjasama riset P3SDLP-BALITBANG KP-DKP Beltim terkait keinginan Pemda Kab. Beltim membangun Pusat Industri Perikanan Tangkap di Pulau Nangka 2. Pulau Nangka dapat dibangun secara terbatas dengan pilihan strategis pos pengawasan instansi terpadu TNI-AL dan DP Beltim. 3. Perlu diadakan stasiun terapung APMB-BBM yang dapat ditempatkan di dermaga/jeti Pulau Nangka dan Pulau Berlian dengan mekaniame sandar tongkang APMDBBM di bagian Barat Pulau saat musim Timur dan sebaliknya
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir Jl. Pasir Putih I Lantai 3, Ancol Timur, Jakarta Utara 14430 – DKI Jakarta / Telp. : (021) 64711583 pes 4304 / Fax. : (021) 64711654 Kabupaten Belitung Timur (Pulau Nangka) Prov. Bangka Belitung Fajar Yudi Prabawa, M.Sc Program Renstra : Penelitian dan Pengembangan Iptek Kelautan dan Perikanan Joko Prihantono, m.Si Program APBN : Penelitian dan Pengembangan Iptek Yulius, M.Si Sumber Dana : - RM : Rp. 222.400.000Realisasi : Rp 216.835.000 (97,27%) M. Ramdhan, MT - PHLN :: August Daulat, S.St.Pi
LAPORAN RINGKAS PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2012
Mitra Kerja Sama Dana Pendamping Pengguna
: Dinas KP : : Dinas KP Prov. Bangka Beltung
12
SUMBERDAYA LAUT DAN PESISIR – TAHUN 2012 13. Penerapan IPTEK untuk Pengembangan Model Kawasan Industri Garam Rakyat
Fabrikasi alat-alat IPTEKMAS
Proses Instalasi di Pamkasan
Unit Kerja Alamat Lokasi Kegiatan Peneliti Utama Keg Peneliti Anggota
: : : : :
Latar Belakang : Produksi garam di Indonesia sebagian besar bergantung pada cuaca, sebagai perbandingan pada tahun 2010 sebagian besar petambak garam tidak dapat memproduksi garam karena curah hujan yang cukup tinggi, sedangkan pada tahun 2012 produksi melimpah karena didukung oleh intensitas hujan yang rendah. Kedua kondisi ini sesungguhnya tidak menguntungkan bagi petani, karena pada saat produksi rendah peluang kran impor dibuka sehingga garam dari petambak harus bersaing dengan garam impor banyak beredar di pasaran, sebaliknya pada saatpanen garam melimpah, harga akan turun. Sejumlah kendala lain juga mendera para petambak garam antara lain: semakin buruknya mutu air laut sebagai bahan baku pembuatan garam, makin sempit dan kecilnya petak-petak ladang garamkarena kepemilikan lahan semakin terbatas, dan adanya stigma memproduksi garam kualitas tinggi dan rendah akan dibeli dengan harga kualitas rendah sehingga memicu petambak mempercepat masa panen. Menyikapi hal tersebut Badan Litbang Kelautan dan Perikanan melalui Puslitbang Sumberdaya Laut dan Pesisir menginisiasi teknologi pemurnian garam sederhana dalam rangka meningkatkan kualitas garamkrosok yang berkualtas rendah menjadi garam kualitas I. Melaui teknologi ini diharapkan nilai jual garam krosok menjadi meningkat dan mendorong munculnya entrepreneur yang mampu memproduksi garam konsumsi berbahan baku garam rakyat. Dengan demikian garam dari petambak dapat diserap dengan harga stabil. Hal ini diwadahi dalam sebuah kegiatan Penerapan IPTEK untuk Pengembangan Model Kawasan Industri Garam Rakyat (IPTEKMAS GARAM) Tujuan : Kegiatan ini dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan nilai tambah garam krosok dan mendorong masyarakat pengolah garam menjadi entrepreneur mandiri dalam memproduksi garam kualitas tinggi. Metode : Dalam menentukan lokasi iptekmas dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: a. perencanaan target lokasi dengan mengidentifikasi sentra-sentra produksi garam rakyat b. survey kelayakan calon penerima IPTEKMAS dengan menjaring sejumlah calon penerima di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur c. Penentuan lokasi penerima IPTEKMAS berdasarkan parameter yang telah ditetapkan Hasil : Pada tahun 2012 Badan Peneltiian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir melalui Pusat Penelitian dan Pengembangan meyerahkan sejumlah alat yang terhimpun dalam 3 model penerapan yaitu, a. Model penerapan pemurnian garam krosok hasil penen tambak rakyat menjadi garam konsumsi melalui proses pemecahan kristal dan pemisahan zat pengotor b. Model penerapan pengeringan garam melalui spinner dan pengendalian system termal pada proses pengovenan c. Model penerapan iodisasi sesuai SNI untuk garam konsumsi menggunakan teknologi udara bertekanan melalui nozzle/spray dan modern packaging Penerima Iptekmas tersebut adalah: a. Koperasi Serba Usaha “MADU SEGORO”Desa Santing, Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat b. KUB“DHUHA ANGGER SEJAHTERA”Desa Pangarengan, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon, Propinsi Jawa Barat c. Koperasi Usaha Bersama “UD. APEL MERAH”Desa Purworejo, Kecamatan Kaliori. Kabupaten RembangPropinsi Jawa Tengah d. Koperasi Serba Usaha “MUTIARA LAUT MANDIRI”Desa Ketitang Wetan RT. 01. RW.01, Kabupaten PatiPropinsi Jawa Tengah e. Kelompok Petambak Garam “BURAN”Desa Dukuh Buran, Kecamatan Pakal. Kotamadya SurabayaPropinsi Jawa Timur f. Kelompok Usaha Bersama“BUNG KUGAR RONGGOLAWE V”Desa Dasin Tambakboyo, Kabupaten TubanPropinsi Jawa Timur g. Kelompok Usaha Bersama “REDJODADI”Desa Campurrejo, Kecamatan Panceng, Kabupaten GresikPropinsi Jawa Timur h. Kelompok Usaha Bersama “CEMPAKA”Desa Lembung, Kecamatan Galis. Kabupaten PamekasanPropinsi Jawa Timur i. Koperasi “SUMBER HASIL”Desa Pinggir Papas, Kabupaten SumenepPropinsi Jawa Timur.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir Jl. Pasir Putih I Lantai 3, Ancol Timur, Jakarta Utara 14430 – DKI Jakarta / Telp. : (021) 64711583 pes 4304 / Fax. : (021) 64711654 9 Sentra garam di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur Erish Widjanarko, ST Program Renstra : Penelitian dan Pengembangan Iptek Kelautan dan Perikanan Hari Prihatno, M.Si Program APBN : Penelitian dan Pengembangan Iptek Hariyanto Triwibowo, ST Sumber Dana : - RM : Rp. 4.410.406.000Realisasi : Rp 4.327.761.425 (98,13%) Candra Dwi Puspita, ST - PHLN : Wahyu Hidayat
LAPORAN RINGKAS PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2012
Mitra Kerja Sama Dana Pendamping Pengguna
: Univ. Hang Tuah Surabaya : : Stakeholder, Dinas KP
13
LAPORAN RINGKAS PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2012
14