Profil (Portofolio)
Lampung Mangrove Center Pengelolaan Kolaboratif Hutan Mangrove Berbasis Pemerintah, Masyarakat dan Perguruan Tinggi
Oleh: Tim Lampung Mangrove Center
Lampung Mangrove Center Lembaga Penelitian Universitas Lampung 2010
Executive Summary Penurunan kualitas lingkungan dan perubahan iklim yang salah satunya disebabkan oleh deforestasi dan degradasi hutan merupakan isu global yang paling banyak dibicarakan saat ini. Hutan tropis pada khususnya, sering dilaporkan mengalami penurunan kualitas dan kuantitas yang sangat cepat. Pada sebuah tulisan yang dimuat di majalah ilmiah terkemuka Science, Achard et al (2002) mencatat bahwa laju deforestasi di kawasan Asia Tenggara merupakan yang tertinggi di dunia, yaitu pada angka 0,91 persen per tahun. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan laju deforestasi di kawasan Amerika Selatan yang hanya mencapai angka 0,38 persen per tahun. Tingginya laju deforestasi di Asia Tenggara tentu saja tidak terlepas dari peran Indonesia sebagai negara dengan persentase hutan paling luas di kawasan ini. Implikasi dari laju penurunan tutupan hutan yang sangat cepat ini sangat beragam mulai dari kerugian finansial pemerintah akibat illegal logging, kerugian ekonomi akibat tutupnya industri hilir kehutanan seperti pabrik kayu lapis yang kekurangan stok bahan mentah, fragmentasi habitat flora dan fauna, turunnya keanekaragaman hayati, sampai pada kontribusinya dalam peningkatan gas rumah kaca di atmosfir.
Gambar 1. Peta sebaran deforestasi global
Dari data di atas, hutan mangrove memiliki bagian yang relatif kecil dibandingkan dengan hutan hujan tropis. Mangrove merupakan suatu ekosistem hutan yang sangat toleran terhadap kadar garam yang terdapat di pesisir pantai yang terlindung (berlumpur), muara sungai dan sepanjang pinggir sungai di daerah tropis dan subtropis. FAO Global Forest Resource Assessment (2005) mencatat bahwa luas mangrove di seluruh dunia hanya mencapai 15,2 juta hektar atau tidak sampai 1% dari luas keseluruhan hutan global. Dari luas keseluruhan mangrove tersebut, hampir setengahnya ada di Indonesia, Australia, Brazil, Nigeria dan Meksiko. Walaupun luasannya relatif kecil, ekosistem mangrove memiliki fungsi penyangga kehidupan manusia yang lebih tinggi daripada ekosistem manapun karena tingkat produktivitas primer (NPP) yang sangat tinggi. Akan tetapi, karena luas mangrove yang relatif kecil ini juga, eksistensinya sebagai ekosistem penyangga kehidupan manusia sering dimarginalkan. Masyarakat awam lebih menganggap hutan mangrove sebagai tempat sarang nyamuk, banyak ular, tempat yang menyeramkan, angker dan tidak memiliki nilai ekonomi. Karena anggapan tersebut, hutan ini banyak dikonversi menjadi lahan tambak, real estate atau taman hiburan dan rekreasi yang lebih menjanjikan secara ekonomi. Menurut FAO, selama 25 tahun terakhir 2
3,6 juta hektar (sekitar 20%) hutan mangrove telah dikonversi menjadi peruntukan lain. Fakta menunjukkan bahwa anggapan masyarakat awam tersebut tidak tepat. Selamatnya penduduk Pulau Simeuleu pada saat bencana tsunami Aceh di Pulau Simeuleu tahun 2004 merupakan bukti yang paling nyata dari manfaat mangrove. Selain pengetahuan lokal masyarakat Simeuleu dalam mengantisipasi tsunami, keberadaan hutan mangrove di sekeliling mereka dianggap berperan sangat besar dalam memecah gelombang tsunami. Dalam kasus lain, salah satu harian terkemuka memberitakan tentang keberhasilan rehabilitasi hutan mangrove di Suaka Margasatwa Langkat Timur, Sumut, seluas 800 hektar sejak 2003 yang mampu meningkatkan hasil tangkapan nelayan setempat. Nelayan daerah ini bisa mengantongi minimal Rp 30.000 per hari dari penjualan ikan, kepiting, dan udang. Artikel lain memberitakan tentang adanya penurunan hasil udang budidaya di Propinsi Lampung yang mencapai 18% di tahun 2009 akibat serangan virus sebagai dampak turunnya kualitas perairan. Turunnya kualitas perairan ini selain disebabkan karena akumulasi pengelolaan lingkungan yang kurang baik, berkurangnya areal mangrove di sekitar tambak sebagai pengendali kualitas perairan juga ditengarai sebagai penyebab utamanya. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa secara ekologi dan ekonomi, ekosistem mangrove memiliki fungsi yang sangat besar bagi manusia. Vegetasi hutan mangrove memiliki fungsi sebagai penahan ombak dan akan mencegah abrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketebalan mangrove selebar 200 m dengan kerapatan 30 pohon/100 m dengan diameter batang 15 cm dapat meredam sekitar 50% energi gelombang tsunami. Selain itu, hutan mangrove sangat berarti bagi sumbangan unsur hara bagi flora dan fauna yang hidup di daerah tersebut maupun kaitannya dengan perputaran hara dalam ekosistem mangrove. Sebuah penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara luasan kawasan mangrove dengan produksi perikanan budidaya, yaitu semakin meningkatnya luasan kawasan mangrove maka produksi perikanan pun turut meningkat. Hutan mangrove merupakan elemen kawasan pesisir yang paling banyak berperan dalam menyeimbangkan kualitas lingkungan dan menetralisir bahan-bahan pencemar. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa bahwa tambak tanpa mangrove mengandung bahan pencemar berbahaya merkuri (Hg) 16 kali lebih tinggi dari perairan hutan mangrove alami dan 14 kali lebih tinggi dari tambak yang masih ber-mangrove (silvofishery). Walaupun fakta dan penelitian telah menunjukkan keuntungan yang sangat besar dari keberadaan mangrove, luas areal hutan mangrove terus menyusut. Ketidakjelasan kebijakan dan kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten/kota, seringkali menjadi penyebab munculnya persoalan tumpang tindih peruntukan areal di atas hutan mangrove. Perubahan paradigma pengelolaan hutan dari pola sentralisasi ke desentralisasi menambah daftar panjang permasalahan. Kondisi yang sama pun terjadi di wilayah pesisir Propinsi Lampung, khususnya Lampung Timur. Kerusakan hutan mangrove sebagai sabuk hijau (green belt) di pesisir timur Lampung sudah sangat memprihatinkan. Lebih dari lima puluh persen kerusakan telah terjadi yang banyak disebabkan oleh konversi hutan untuk peruntukan lain, pencemaran pantai oleh sampah dan industri, kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hutan mangrove sebagai penyangga kehidupan darat dan lautan, kurangnya usaha penataan dan penegakan hukum, belum adanya penataan ruang pesisir, pencemaran wilayah pesisir dan belum optimalnya pengelolaan perikanan dan kelautan. Tekanan yang terus menerus ini telah mengakibatkan kelestarian hutan mangrove sebagai benteng utama daerah pesisir semakin terancam. Berawal dari keprihatinan akan keadaan hutan mangrove ini Universitas Lampung (Unila) bekerjasama dengan masyarakat Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai dan 3
Pemkab Lampung Timur menggagas sebuah ide tentang pendirian suatu pusat kegiatan pengelolaan hutan mangrove yang disebut Lampung Mangrove Center (LMC). Ada keunikan dalam pengelolaan terpadu LMC ini yang berawal dari kehendak masyarakat untuk menyerahkan hutan mangrove di desanya menjadi hutan pendidikan kepada Universitas Lampung. Selain itu, dipilihnya Desa Margasari sebagai lokasi LMC karena dinamika perubahan tutupan mangrove yang cukup panjang di daerah ini, mulai sejak keberadaan hutan mangrove alami setebal 700 meter ke arah laut pada era tahun 1970-an, hilangnya tutupan mangrove karena usaha pertambakan dan abrasi sekitar tahun 1987-1994, dan meluasnya lagi areal hutan mangrove yang sudah mencapai +300 hektar pada tahun 2009 hasil upaya rehabilitasi mangrove yang dimulai sejak tahun 1995. Secara legal, upaya ini dikuatkan dengan Surat Keputusan Bupati Lampung Timur pada tanggal 23 Desember 2005 tentang ”Penetapan Lokasi untuk Pengelolaan Hutan Mangrove dalam rangka Pendidikan, Pelestarian Lingkungan, dan Pemberdayaan Masyarakat seluas 700 Ha di Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai”. Tujuan didirikannya LMC adalah untuk mewujudkan suatu sistem tata kelola wilayah pesisir secara terpadu untuk keberlanjutan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat serta menjadi permodelan pengelolaan mangrove berskala nasional. Untuk mewujudkan tujuan ini beberapa kegiatan sudah, sedang dan akan dilaksanakan yang meliputi aspek legalitas, aspek tata ruang dan aspek pengembangan program. Aspek legalitas meliputi kegiatan penataan batas kawasan serta regulasi pengelolaan hutan mangrove. Beberapa kegiatan telah selesai dilakukan seperti membuat kesepakatan tripartite antara Unila-Pemdakab-Masyarakat, melakukan pengukuran dan pemetaan lahan, diterbitkannya sertifikat kelola areal hutan pendidikan sebagai pilot project pengelolaan terpadu di wilayah pesisir dan penyusunan Perdes Pengelolaan Mangrove. Dalam aspek tata ruang, kegiatan dilakukan untuk mendapatkan tata ruang pemanfaatan kawasan berdasarkan potensi biofisik dan sosekbud masyarakat. Sampai saat ini kegiatan yang masih berjalan antara lain pendataan potensi komponen ekosistem pesisir meliputi luasan dan vegetasi hutan mangrove, tanah timbul (tetap atau labil), kondisi pasang surut air laut, potensi satwa, dan biota lainnya; pendataan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang meliputi aspek kelembagaan, pendapatan, pendidikan, pemberdayaan masyarakat dan peningkatan perekonomian; pemantauan fisik lahan (keteknikan lahan); dan penataan ruang kawasan dilakukan setelah potensi bioekologi, sosial ekonomi, dan fisiografi dipetakan. LMC berusaha mengembangkan berbagai macam program untuk menunjang pengelolaan terpadu wilayah pesisir antara lain kelestarian ekosistem mangrove, pemberdayaan masyarakat pesisir, pembangunan infrastruktur penunjang dan pengembangan pusat penelitian mangrove. Program kelestarian ekosistem mangrove meliputi pembuatan kebun bibit, penanamaan dan pemeliharaan tanaman rehabilitasi. Saat ini hutan mangrove di lahan LMC sedang mengalami pertumbuhan sekunder hasil dari usaha rehabilitasi yang telah dilakukan oleh para pihak terkait sejak tahun 1995. Terjaganya pertumbuhan hutan mangrove tersebut tidak lepas dari dukungan dan rasa tanggung jawab yang besar dari masyarakat Desa Margasari untuk tetap mempertahankan keberadaan sumberdaya alam tersebut untuk masa depan mereka nanti. Sadar akan dukungan masyarakat yang sangat besar ini, LMC berusaha untuk memfasilitasi pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan dan pelatihan mengenai ekosistem mangrove, fasilitasi pendidikan lingkungan hidup (PLH), pembuatan trek wisata mangrove, pemanfaatan dan pengolahan bahan-bahan baku dari mangrove yang dapat menghasilkan nilai ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lewat pengembangan UMKM. Saat ini Desa Margasari telah memiliki kelompok fasilitator PLH yang anggotanya merupakan guru-guru SD dan SMP, karang taruna dan para tokoh 4
masyarakat yang telah siap memfasilitasi masyarakat umum berwisata ke hutan mangrove. Untuk membantu kegiatan pemberdayaan dan pengelolaan mangrove secara umum, LMC berusaha untuk membangun infrastruktur penunjang seperti pembuatan peta trek wisata mangrove, membuat brosur-brosur dan buletin untuk publikasi kegiatan di LMC, merencanakan gedung Mangrove Center, memperbaiki jalan akses dan merencanakan papan penunjuk (interpretasi) untuk wisata alam. Untuk kegiatan pengembangan pusat penelitian, LMC tetap melakukan penelitian rutin melalui dosen dan mahasiswa Unila serta membuka hubungan kerjasama dengan beberapa universitas di Jepang (Kyoei University, Saga University dan Yokohama National University). Selain itu, LMC juga aktif bekerjasama dengan para pengusaha tambak (baik yang tergabung dalam Shrimp Club Lampung ataupun tidak) dalam usaha untuk mendampingi niat baik mereka untuk merestorasi keberadaan green belt hutan mangrove di sekeliling tambak mereka. Kesadaran para pengusaha ini disebabkan karena penurunan hasil tambak mereka yang ditengarai disebabkan oleh kerusakan ekosistem mangrove akibat pembukaan tambak yang tidak mengindahkan kaidah lingkungan. Pengembangan jejaring kerjasana secara nasional dan internasional telah diawali pada tahun 2007. Sebagai hasilnya, pada bulan Januari 2009 telah ditandatangani kerjasama antara Balai Pengelola Hutan Mangrove (BPHM) Wilayah II dan Sub-Sector Program on Mangrove Japan International Cooperation Agency (JICA) berdasarkan Nota Kesepahaman antara BPHM Wilayah II dengan Universitas Lampung tentang Model Pengelolaan Hutan Mangrove Berbasis Masyarakat di Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur dengan dukungan dari Proyek Sub-Sectoral Program on Mangrove-Japan International Cooperation Agency (JICA). Bentuk kerjasama yang telah disepakati sesuai dengan karakteristik hutan mangrove di LMC adalah mengenai pendidikan lingkungan (Environmental Education). Kegiatan-kegiatan yang telah difasilitasi antara lain adalah: 1) Pembentukan kelompok Pendidikan Lingkungan Hidup & Ekowisata, 2) Pelatihan Dasar Ekosistem Mangrove, 3) Pelatihan Fasilitasi Pendidikan Lingkungan (PLH), 4) Penetapan Jalur PLH, 5) Pembangunan Menara Bird Watching Tower, dan 6) Uji Coba (trial) PLH bagi 100 siswa/i SD Se-Kecamatan Labuhan Maringgai Lampung Timur. Sebagai sebuah organisasi nirlaba, LMC sadar akan berbagai macam keterbatasan yang berpotensi untuk mengganggu keberlanjutan kegiatannya. Masih banyak program-program yang belum sampai pada taraf implementasi terutama karena keterbatasan pendanaan. Oleh karena itu LMC tetap berusaha untuk membangun jejaring kerja dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah dan pusat, Mangrove Information Center (MIC-JICA) di Bali, perusahaan-perusahaan yang sejalan untuk mengimplementasikan program Corporate Social Responsibility (CSR), lembaga donor dalam dan luar negeri dan usaha-usaha fund raising lain yang tidak mengikat. LMC berharap agar berbagai kegiatan yang bertujuan untuk membangun suatu sistem tata kelola hutan mangrove dan wilayah pesisir dapat bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan secara luas. Perubahan pengetahuan, pemahaman, tata nilai, norma dan budaya masyarakat tentang hutan mangrove harus dilakukan secara perlahan namun pasti. Walaupun hanya setitik harapan, dengan semangat dan usaha optimal untuk mengembalikan kejayaan hutan mangrove, LMC akan terus istiqomah berjuang di medannya.
5
SEJARAH PERKEMBANGAN HUTAN MANGROVE LAMPUNG MANGROVE CENTER (LMC) DESA MARGASARI KECAMATAN LABUHAN MARINGGAI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR Tabel 1. Perkembangan Hutan Mangrove Desa Margasari No. Waktu Uraian/Sejarah 1.
Tahun 1970
2.
Tahun 1976
3.
Tahun 1983
4.
Tahun 1983-1987
5.
Tahun 1987-1990
6.
1994
7.
1995—2001
Sudah terdapat hutan mangrove yang tumbuh secara alami dengan panjang 700 meter kearah laut. Jenis-jenis yang tumbuh adalah : 1.Api-api (Avicennia marina) 2.Bakau (Rhizophora sp.) 3.Waru laut (Hibiscus tiliaceus) 4.Buta-buta • Ada pembukaan hutan mangrove untuk kolam pemancingan alami seluas 300 x 800 meter persegi (± 5 meter kearah laut). • Upah yang diberikan dalam penebangan hutan mangrove untuk kolam pemancingan alami adalah Rp. 12.500 per hektar. Terjadi penebangan hutan mangrove untuk pertambakan udang tradisional ± 300 meter ke arah laut. Penebangan ini dilakukan oleh perorangan ataupun kelompok masyarakat. Pertambakan udang yang diusahakan masyarakat Desa Margasari dengan menebang hutan mangrove mengalami keberhasilan. Hasil udang melimpah dan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. • Usaha Pertambakan tradisonal masyarakat mengalami kemunduran hasil karena adanya serangan penyakit pada udang. • Mulai terjadi abrasi laut dari tahun 1987-1990. • Terjadi abrasi besar-besaran sampai 500 meter ke arah daratan. Hal ini mengakibatkan tambak-tambak yang telah ada sebelumnya dan telah bersertifikat hilang dan menjadi lautan. • Hak milik pemilik tambak udang telah hilang secara otomatis dengan teabrasinya lahan tambak mereka. a.Th 1995 : Dilakukan rehabilitasi hutan mangrove oleh Dinas Kehutanan Provinsi seluas 100 Ha. Jenis yang ditanam adalah: api-api dan bakau. b.Th 1997 : Rehabilitasi hutan oleh Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Provinsi Lampung. Jenis yang ditanam nipah seluas 25 Ha. c.Th 2001 : 1. Rehabilitasi hutan mangrove oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Lampung Timur 6
Keterangan
seluas 25 Ha. Jenis yang ditanam bakau. 2. Pembangunan sarana wisata mangrove berupa 350 trail wisata, 7 shelter, dan 2 menara pengamatan burung. 8.
9.
Tahun 2004 4 Desember 2004
Tahun 2005 21 Maret 2005
10-11 Mei 2005
10.
Tahun 2006 25 Januari 2006
November 2006
11.
Tahun 2007 12 November 2007
Inisiatif Masyarakat oleh Kepala Desa Sukimin (Alm) untuk menyerahkan hutan mangrove kepada Universitas Lampung untuk hutan pendidikan. Acara ini bersamaan dengan praktikum mahasiswa Jurusan Manajemen Hutan UNILA.
1.Kades Margasari 2.Asihing dan mahasiswa Kehutanan
Permohonan Masyarakat Desa Margasari untuk menyerahkan hutan mangrove 700 Ha kepada Universitas Lampung. Surat ditujukan kepada Bupati Lampung Timur Lokakarya Penyamaan Persepsi Pengelolaan Terpadu Hutan Mangrove. Menghasilkan Program-program yang disepakati oleh masyarakat, Pemdakab dan Propinsi sebanyak 75 stakeholder. Program-program tersebut yang kemudian diadopsi sampai sekarang oleh JICA dan BPHM.
1.Kades Margasari 2.UNILA
Serah Terima Ijin Lokasi kepada Universitas Lampung dari Bupati Lampung Timur dengan SK Bupati Lamtim No. Surat Keputusan Bupati No. B. 303/22/SK/2005 pada tanggal 23 Desember 2005 tentang ”Penetapan Lokasi untuk Pengelolaan Hutan Mangrove dalam Rangka Pendidikan, Pelestarian Lingkungan, dan Pemberdayaan Masyarakat seluas 700 Ha di Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai” 1. Unila melakukan berbagai kegiatan pengelolaan berbasis masyarakat. Sylvofishery, polychaeta, pembinaan masyarakat dan UMKM, rehabiitasi mangrove, pembangunan fasilitas trek ekowisata 300 meter di Kuala Penet. 2. Pembuatan demplot rehabilitasi hutan mangrove oleh Tim Mangrove Universitas Lampung seluas 2 Ha. Jenis yang ditanam bakau. 3. Rehabilitasi hutan mangrove oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Lampung Timur seluas 75 Ha. Jenis yang ditanam bakau.
1.Rektor Unila dan Jajaran 2.Bupati Lamtim dan Jajaran 3.Masyarakat 4.LSM dan Media Cetak
Kunjungan BPHM II, JICA, dan BPDAS ke Unila. Tujuan saling mengenal mengenai pengelolaan hutan mangrove.
7
1.UNILA 2.Masyarakat Margasari Sriminosari 3.Stakeholders (Pemdaprop Kab), LSM.
1.UNILA 2.Masyarakat 3.Pemdakab
1.UNILA 2.BPDAS 3.BPHM II 4.JICA 5.Masyarakat
dan
dan
13 November 2007
12.
Kunjungan Lapangan ke Mangrove Margasari oleh BPHM II, JICA, BPDAS, dan Unila
1.UNILA 2.BPDAS 3.BPHM II 4.JICA 5.Masyarakat 1.UNILA 2.Masyarakat 3.BPN
12—13 November 2008
Pengukuran lapangan bakal gedung LMC seluas 2500 m2, berdasarkan pertemuan dengan Bupati Lamtim (4 April 2007) agar UNILA menyediakan lahan sedangkan Lamtim akan membangun gedung LMC. Proses penerbitan Sertifikat lahan bakal gedung LMC Penaman bakau dan api-api seluas 1 ha oleh mahasiswa KKN (Kuliah Kerja Nyata). Penetapan Model Pengelolaan JICA dalam Pengelolaan Hutan Mangrove se-Indonesia
18 Desember 2008
Pembahasan Peran Stakeholder dalam pengelolaan Terpadu Hutan Mangrove
Tahun 2008 2 September 2008
Oktober 2008
13.
Tahun 2009 29 Januari 2009
6—8 Mei 2009
Penandatangan MOU antara BPHM II dan UNILA dengan dukungan JICA dalam Pengelolaan Hutan Mangrove Berbasis Masyarakat di Desa Margasari Lampung Timur—LMC.Nomor MOU No. SKB.42/BPHM.II/2/2009 dan 392/H26/KL/2009 tanggal 29 Januari 2009.
• •
18—22 Mei 2009
Pembahasan Kegiatan Pelatihan Dasar Hutan Mangrove dan Pelatihan PLH bulan Mei. Pembahasan tender tower bird watching di LMC.
Pelatian Dasar Hutan Mangrove di Desa Margasari bagi fasilitator PLH. Pembukaan Acara oleh Rektor UNILA, BPHM Wilayah II (Murdoko), BLH Lampung Timur, dan JICA SSPM. *Setelah Pembukaan dilanjutkan dengan peninjauan lokasi lahan Mangrove Center dan Kuala Penet. Susunan Acara: 1. Pelatihan diikuti 23 peserta 2. Materi 29 JPL 3. Pengajar dari Delta Mahakam, UNILA, JICA, BPHM. 4. Penyandang dana JICA 5. Penutupan dilakukan oleh PR IV UNILA (Dr. 8
BPN UNILA 1.UNILA 2.BPDAS 3.BPHM II 4.JICA 5.Masyarakat 1.UNILA 2.BPDAS 3.Masyarakat 4.Pemdaprop&Kab 1.BPHM II (Murdoko, Arif, Isna) 2.JICA (Hatori & Yuni) 3.UNILA (PR IV, Asihing, Endro, Anshori, Masdar, Fajar) 1.BPHM II (Arif & Isna) 2.JICA (Yuni & Kadowaki). 3.UNILA (Anshori, Asihing, Yano, Bayzoni, Fajar). 1.BPHM II (Murdoko, Arif & Isna) 2.JICA (Yuni & Kadowaki). 3.UNILA (Dr. Satria, Asihing, Yano, dan Fajar).
Satria Bangsawan), JICA (Yuni Wiratini), dan BPHM II (Isnawati). 22—25 Juni 2009 Pelatihan Teknis Fasilitasi PLH oleh The RMI Institut Bogor. Peserta 30 orang (23 anggota kelompok PLH + 7 Volunteer JICA). Susunan Acara: Adapun materi yang disampaikan pada Kegiatan Pelatihan Teknis Lingkungan Hidup Bagi Fasilitator Pendidikan Lingkungan Hidup: 1. PENGENALAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI BERBASIS MASYARAKAT 2. ISU-ISU DI HUTAN MANGROVE 3. PENDIDIKAN ALTERNATIF PEMBUATAN PETA 4. PEMANASAN GLOBAL DAN PERUBAHAN IKLIM 5. PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP SEBUAH JEMBATAN MANUSIA DAN LINGKUNGAN 6. PERMAINAN ALAM 7. TEKNIK KOMUNIKASI 8. PROGRAM / KEGIATAN PLH 24—26 Juli 2009 Pencarian Trek PLH oleh kelompok. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mencari, menentukan, mendiskripsikan, dan memvisualisasikan spot-spot yang menarik untuk PLH di masa yang akan datang. Kegiatan ini sangat penting untuk mendukung PLH, yaitu sebagai tempat aktivitas/pembelajaran langsung ke alam terhadap partisipan dalam PLH. 29 November Event lomba menggambar dan mewarnai bagi 2009 anak-anak sekolah dasar se-Kecamatan Labuhan Maringgai. Uji coba ini dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas kelompok fasilitator PLH LMC agar kedepannya bisa mengorganizir kegiatan serupa dan ataupun kegiatan PLH lainnya. Disamping itu juga, sebagai langkah awal untuk memperkenalkan Lampung Mangrove Center, termasuk kegiatan-kegiatan PLH yang dilakukan oleh kelompok fasilitator LMC kepada khalayak baik itu sekolah-sekolah, instansi pemerintah serta masyarakat umum lainnya.
9
1.BPHM II (Murdoko & Isna) 2.JICA (Yuni ). 3.UNILA (Asihing, Yano, Arief dan 7 Volunteer).
1.BPHM II (Murdoko & Isna) 2.JICA (Yuni ). 3.UNILA (Asihing, Yano, Arief, dan 4 Volunteer). 1.BPHM II (Murdoko & Abdul) 2.JICA (Yuni ). 3.UNILA (Asihing, Yano, Arief, dan 15 Volunteer).
MATRIKS RENCANA KEGIATAN LAMPUNG MANGROVE CENTER TAHUN 2010
No.
1.
Program
1. Perpanjangan MoU dan Ijin Pengelolaan
Legalitas
Hutan Mangrove di Desa Margasari
Pengelolaan Kawasan
Kegiatan
Hutan
Pelaksana Kegiatan
Usulan Dana (dalam ribuan)
Sumber Dana
Tim LMC,
10.000
Unila, APBN
Waktu Kegiatan Jan
Feb
Mar
Apr
V
V
V
V
Pemdakab
Mei
Jun
Jul
Aug
Sep
Okt
Nov
Des
V
V
V
V
V
10 Mei
antara Unila dan Pemda Kab. Lamtim
Mangrove 2.
Pendataan kondisi
(Land-Use
ekonomi
wilayah DAS yang melingkupi lahan LMC
masyarakat pesisir 3.
1. Kajian Fisiografi berupa studi LULCC
biofisik, sosial dan
Kelestarian
Land-Cover
Change)
2. Kajian tentang pola pemanfaatan hutan
35.000
Unila, Donor
1. Pembibitan mangrove
Tim LMC
35.000
Unila, Donor
V
V
V
Tim LMC,
20.000
Unila, CSR,
V
V
V
PLH, VLTR 2. Penanaman
dan
pengkayaan
jenis
mangrove
Tim LMC,
20.000
hutan
Tim LMC,
10.000
Tim LMC, Tim LMC,
Masyarakat)
V
V
1. Peningkatan
Pengetahuan
dan
Tim LMC,
Kemampuan Fasilitasi Kelompok PLH
PLH, VLTR
2. Peningkatan Kapasitas dan Penguatan
Tim LMC,
Kelembagaan Kelompok.
PLH, VLTR
Unila, CSR, Unila, CSR,
V
V
Unila, CSR,
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Donor 30.000
PLH, VLTR
(Pemberdayaan
V
Donor 100.000
PLH, VLTR
5. Pembuatan Arboretum
Enpowerment
V
Donor
PLH, VLTR 4. Pembuatan jalan/tanggul pengawasan
Community
V
Donor
PLH, VLTR
3. Penyulaman dan Pemeliharaan mangrove
4.
V
mangrove oleh masyarakat
ekosistem mangrove
Tim LMC
di
Unila, CSR, Donor
20.000
Unila, CSR,
V
V
V
V
Donor 25.000
Unila, CSR, Donor
10
V
V
V
V
3. Pemberdayaan Perempuan (Kesetaraan Gender)
Tim LMC,
Kewirausahaan Pendidikan (PLH)
Hidup
Tim LMC,
45.000
Tim LMC,
30.000
pelajar tingkat SD, SMP, dan SMA di
Tim LMC,
V
V
V
Unila, CSR,
V
V
V
V
V
V
Unila, CSR,
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Donor 15.000
PLH, VLTR 3. Perluasan sosialisasi tentang LMC untuk
V
Donor
PLH, VLTR
2. Camping Actvity PLH
Unila, CSR, Donor
PLH, VLTR
1. Aktivitas Rute Pendidikan Lingkungan
Lingkungan Hidup
20.000
PLH, VLTR
4. Peningkatan Kemampuan 5.
Tim LMC,
Unila, CSR,
V
V
Donor 10.000
PLH, VLTR
Unila, CSR,
V
V
V
Donor
Bandar Lampung 4. Pemanfaatan hasil hutan non kayu di LMC
Tim LMC,
15.000
PLH, VLTR
5. Perlombaan-2 PLH (speaking contest, drawing, art, etc.)
Tim LMC,
20.000
PLH, VLTR
6. Pembuatan Taman Bacaan
Tim LMC,
Sosial
(Pemeliharaan
dan
Pembersihan) di Lokasi Mangrove dan
Tim LMC,
V
Unila, CSR,
V
Donor 20.000
PLH, VLTR 7. Bakti
Unila, CSR, Donor
Unila, CSR,
V
Donor 6.000
PLH, VLTR
Unila, CSR,
V
Donor
Tower LMC 8. Up-grade situs LMC
Tim LMC,
8.000
PLH, VLTR 9. Publikasi
Tim LMC,
10.000
PLH, VLTR 6.
7.
Networking
1. NGOs
Tim LMC
Development
2. National network 3. International network
Monitoring
dan
Evaluasi
Note:
LMC = Lampung Mangrove Center CSR = Corporate Social Responsibility
Unila, CSR,
V
V
V
V
V
V
Donor Unila, CSR,
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Donor 5.000
Unila
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Tim LMC
5.000
Unila
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Tim LMC
10.000
Unila
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Tim LMC,
10.000
Unila, Donor
V
V
PLH, VLTR
PLH = Kelompok Pendidikan Lingkungan Hidup Desa Margasari
11
VLTR = Volunteer
Donor = Lembaga Penyalur Dana
PENGURUS HARIAN LAMPUNG MANGROVE CENTER Ketua
Wakil Ketua
Sekretaris
Anggota
: Dr. Arief Darmawan, S.Hut., M.Sc (Staf Pengajar Jurusan Kehutanan, Pertanian – UNILA)
[email protected] : Asihing Kustanti, S.Hut., M.Si (Staf Pengajar Jurusan Kehutanan, Pertanian – UNILA)
[email protected] : Indra Gumay Febryano, S.Hut., M.Si (Staf Pengajar Jurusan Kehutanan, Pertanian – UNILA)
[email protected] : Ir. Gunardi Djoko Winarno, M.Si (Staf Pengajar Jurusan Kehutanan, Pertanian – UNILA)
[email protected]
12
Fakultas
Fakultas
Fakultas
Fakultas
Gambar 2. Peta Lokasi Lampung Mangrove Center
13
Gambar 3. Dinamika Perubahan Penutupan Hutan Mangrove di lokasi LMC
14
Gambar 4. Pelatihan pembuatan trek wisata mangrove
Gambar 5. Kegiatan Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) untuk anak SD
15
Gambar 6. Aksi penanaman bakau oleh siswa SD, aparat desa dan mahasiswa
Gambar 7. Monitoring dan Evaluasi kegiatan yang di sponsori oleh JICA
16
Gambar 8. Pameran produk kelompok PLH binaan Lampung Mangrove Center
Gambar 9. Pendataan potensi lingkungan dalam trek PLH di LMC
17
Gambar 10. Para peneliti tamu dari Saga University Japan
Gambar 11. Peneliti tamu dari Kyoei University Japan
18
Gambar 12. Artikel dari Surat Kabar Lokal tentang Lampung Mangrove Center
19