KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB WASHOYA AL ABA’ LIL ABNAA’ KARYA MUHAMMAD SYAKIR AL-ISKANDARI
SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh : MUHAMMAD SULKHAN NIM: 111-12-143
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2017
i
ii
iii
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
َﺟًﺮا َوُﻫ ْﻢ ُﻣ ْﻬﺘَ ُﺪ ْو َن ْ اﺗﱠﺒِﻌُ ْﻮا َﻣ ْﻦ َﻻ ﻳَ ْﺴﺄَﻟُ ُﻜ ْﻢ أ Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu, dan mereka adalah orangorang yang mendapat petunjuk (QS Yasiin: 21)
PERSEMBAHAN Untuk Orang tuaku, Bapak Dul Bakri (Alm) dan Ibu Mutmainah. Semoga Allah selalu menjaga dan melimpahkan rahmat-Nya. Kakakku tercinta, Nikmatul Azizah dan Muhammad Mahfud, serta ponakanku Dafiq Rival Pratama Mahfud. Keluarga Ndalem KH. Mahfudz Ridwan.Lc, yang telah memberikan ilmu dalam pijakan hidupku. Para Asatidz dan Keluarga besar PP. Edi Mancoro yang telah membimbing dan menemani perjalananku. Semua orang yang pernah berjasa dalam nafasku maupun yang pernah menyibukkan pikiranku.
vi
KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya hingga penulis dapat menyelesikan skripsi ini yang berjudul “Konsep Pendidikan Akhlak dalam Kitab Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’ Karya Muhammad Syakir Al-Iskandari’ Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Agung Muhammad SAW yang telah membimbing manusia dari zaman kegelapan hingga terang benderang, semoga kita semua diakui sebagai umatnya yang kelak mendapatkan syafaatnya di akhirat. Selanjutnya penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini, kepada yang terhormat: 1.
Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor Intitut Agama Islam Negeri Salatiga.
2.
Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
3.
Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam.
4.
Ibu Dra. Ulfah Susilawati, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis dalam memempuh studi di IAIN Salatiga.
5.
Bapak H. Agus Ahmad Su’aidi, M.A. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah dengan sabarnya memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
vii
6.
Seluruh dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu selama kuliah hingga menyelesaikan skripsi.
7.
Keluarga dan seluruh pihak yang selalu mendorong dan memberikan motivasi dalam menyelesaikan kuliah di IAIN Salatiga.
8.
Keluarga Ndalem KH. Mahfudz Ridwan, Lc yang telah memberikan ridho dan bimbingan dalam menuntut ilmu.
9.
Keluarga besar Pondok Pesantren Edi Mancoro, para asatidz dan temanteman santri yang telah mendewasakan penulis setiap harinya dalam warna-warni kehidupan.
10. Teman-teman Jurusan S1 Pendidikan Agama Islam angkatan 2012, terutama Kelas PAI D yang telah memberikan banyak cerita dan canda selama menempuh pendidikan di IAIN Salatiga Semoga skripsi ini dapat memberikan tambahan wawasan yang lebih luas dan dapat menjadi sumbangan pemikiran kepada para pembaca. Penulis sadar bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan skripsi ini. Wassalammu’alaikum wr.wb.
Salatiga, 14 Maret 2017 Penulis,
Muhammad Sulkhan NIM. 11112143
viii
ABSTRAK Sulkhan, Muhammad. 2017. Konsep Pendidikan Akhlak dalam Kitab Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’ karya Muhammad Syakir Al-Iskandari. Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), Fakultas Tarbiyah dan ilmu keguruan (FTIK), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: H. Ahmad Agus Su’aidi, M.A. Kata Kunci: Konsep Pendidikan Akhlak, Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’ Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui konsep pendidikan akhlak dalam kitab Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’ karya Muhammad Syakir AlIskandari. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana konsep pendidikan akhlak didalam kitab Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’?, (2) Bagaimana relevansi konsep pendidikan akhlak didalam kitab Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’ dengan zaman kekinian? Metode penelitian yang digunakan yaitu literature (kepustakaan). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara mengamati pada sumber-sumber tertentu, mencari, menelaah buku-buku, artikel atau lainnya yang berkaitan dengan skripsi ini. Pengumpulan data dibagi menjadi dua sumber yaitu data primer dan sekunder. Kemudian data dianalisis menggunakan metode deskriptif, filosofis dan kontekstual. Hasil penelitian menunjukan bahwa konsep pendidikan akhlak dalam kitab Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’ meliputi; akhlak kepada Allah, akhlak kepada Rasulullah, akhlak kepada orang tua, akhlak kepada saudara (teman), adab seharihari, akhlak mahmudah dan akhlak madzmumah. Sedangkan relevansi konsep pendidikan akhlak dalam kitab Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’ dalam konteks kekinian dapat menjadi solusi dalam memperbaiki akhlak, khususnya dalam menghadapi karakteristik zaman sekarang atau kekinian.
ix
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL................................................................................................ i LEMBAR BERLOGO.............................................................................................ii PERSETUJUAN PEMBIMBING.......................................................................... iii PENGESAHAN KELULUSAN ............................................................................ iv PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN................................................................v MOTTO DAN PERSEMBAHAN ......................................................................... vi KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii ABSTRAK ............................................................................................................. ix DAFTAR ISI ............................................................................................................x BAB I
: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...................................................................1 B. Rumusan Masalah.............................................................................4 C. Tujuan Penelitian ..............................................................................4 D. Kegunaan Penelitian .........................................................................5 E. Metode Penelitian .............................................................................6 F. Telaah Pustaka..................................................................................7 G. Penegasan Istilah ..............................................................................8 H. Sistematika Penelitian ....................................................................11
x
BAB II : BIOGRAFI MUHAMMAD SYAKIR AL-ISKANDARI A. Situasi Sosial Politik Menjelang Kelahiran Muhammad Syakir ...13 B. Riwayat Muhammad Syakir Al-Iskandari ......................................15 C. Karya-Karya Muhammad Syakir Al-Iskandari ..............................17 D. Sistematika Penulisan Kitab Washoya Al-Aba’ Lil Abnaa’ ..........18 BAB III: LANDASAN TEORI A. Konsep Pendidikan Akhlak ........................................................... 20 B. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak .............................................. 24 C. Tujuan Pendidikan Akhlak............................................................ 29 D. Unsur-Unsur Pendidikan Akhlak .................................................. 30 E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendidikan Akhlak.............. 40 F. Macam-Macam Akhlak Dalam Al-Qur’an ................................... 42 BAB IV : ANALISIS A. Konsep Pendidikan Akhlak Muhammad Syakir Al-Iskandari .......47 B. Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’....50 C. Relevansi Konsep Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’ Dikaitkan Dengan Konteks Kekinian..................71 BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan .......................................................................................74 B. Saran .................................................................................................77
xi
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
xii
DAFTAR LAMPIRAN Lamp. 1 : Lembar Konsultasi Skripsi Lamp. 2 : Surat Penunjukan Pembimbing Lamp. 3 : Daftar Nilai SKK Lamp. 4 : Biografi Penulis
xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam sebagai agama yang universal dan abadi memberikan pedoman hidup (way of life) bagi manusia menuju kebahagiaan hidup lahir dan batin, serta dunia akhirat (Razak, 1984:9). Kebahagiaan hidup manusia itulah yang menjadi sasaran hidup manusia yang pencapaiannya sangat bergantung pada proses pendidikan. Muhammad
Athiyah
Al-Abrasyi
memberikan
pengertian
bahwa
pendidikan Islam mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan berbahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya (akhlaknya), tetatur pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, manis tutur katanya baik dengan lisan maupun tulisan (Iqbal, 2015:566). Pendidikan akhlak mempunyai peranan penting dalam menentukan kehidupan. Dilihat dari substansinya, manusia memiliki perilaku istimewa yang tidak dimiliki oleh entitas-entitas lain di alam semesta sehingga manusia merupakan entitas yang paling unggul. Oleh karena itu, pendidikan akhlak sangat penting bahkan menjadi bagian yang terpenting dalam pendidikan Islam. Ajaran Islam banyak yang membahas ajaran-ajaran tentang akhlak mulia karena pembentukan akhlak mulia itu adalah misi Islam yang utama. Akhlak dalam Islam menempati posisi yang sangat esensial, karena kesempurnaan iman seorang muslim itu ditentukan oleh kualitas akhlaknya.
1
Islam sangat menganjurkan umatnya untuk memiliki nilai-nilai akhlak yang mulia dengan merujuk pada pribadi Rasulullah Muhammad SAW sebagaimana firman Allah dalam Qur’an Surat Al Ahzab ayat 21:
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. Lingkungan berkontribusi sangat besar bagi pembentukan akhlak seseorang. Jika seseorang hidup di lingkungan yang baik maka sangat mungkin kepribadian seseorang tersebut akan baik. Tetapi, perkembangan zaman terus melaju seiring perkembangan moral yang semakin memburuk. Karena pendidikan yang ada hanyalah proses transfer penghetahuan saja dan belum menyentuh akar yang lebih mendalam lagi, seperti pembentukan kepribadian, pengembangan
potensi
diri
dan
mental
yang
sanggup
menghadapi
perkembangan zaman. Masalah pendidikan semakin runyam dengan kondisi anak didik yang semakin sulit untuk diingatkan dan tidak bernilai dalam tindak tanduknya (Sutrisno, 2006: 5). Tawuran antar pelajar adalah contoh kerusakan moral dan akhlak generasi muda. Fenomena ini sangat memprihatinkan, mengingat banyaknya masyarakat yang lemah pemahamannya tentang pendidikan terutama pendidikan akhlak padahal telah terjadi perubahan yang sangat besar dalam pola kehidupan anak akibat perkembangan teknologi. Banyak terjadi perubahan yang menyulitkan
2
anak dalam memahami hal-hal mendasar tentang diri manusia serta perubahannya. Orang tua mengalami kesulitan ketika menyampaikan hal tersebut kepada anaknya. Dalam kondisi tersebut orang tua dituntut lebih bijaksana dalam mendidik anaknya. Sebagaimana Rasulullah bersabda:
ِِ ِ (ﻀ ُﻞ ِﻣ ْﻦ اََد ٍب َﺣ َﺴ ٍﻦ )رواﻩ اﲪﺪ َ َْﻣﺎ َﳓَ َﻞ َواﻟَ ٌﺪ َوﻟﺪﻩ أَﻓ
Artinya: “Tiada pemberian pun yang lebih utama dari orang tua kepada anaknya, selain pendidikan yang baik”. (H.R Ahmad). (Musnad Ahmad juz 4, hlm. 14977). Mendidik dan memberi tuntunan merupakan sebaik-baik pemberian yang diberikan oleh orang tua. Karena orang tua sangat berperan penting dalam pembentukan kepribadian dan pendidikan agama seorang anak. Hal ini tertuang dalam firman Allah SWT dalam Qur’an Surat At Tahrim ayat 6:
Artinya; “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.
Melihat begitu pentingnya pendidikan akhlak yang dimulai dari masa dini hingga masa yang akan datang dan untuk menumbuhkan akhlak yang diajarkan oleh Rasulullah maka Muhammad Syakir Al-Iskandari menulis sebuah kitab yang berisi nasehat tentang akhlak dan diberi nama Washoya AlAbaa Lil Abnaa’. Beliau lahir di Jurja’. Beliau merupakan seorang ulama besar dan sekaligus seorang guru besar dari Al-Azhar. Kitab Washoya Al-Abaa Lil
3
Abnaa’ dapat diartikan sebagai kitab yang memudahkan seseorang untuk memahami dan mengajarkan akhlak. Kitab ini menjelaskan akhlak-akhlak yang harus dilaksanakan dan akhlak yang harus ditinggalkan. Kitab ini terdiri dari 52 halaman dan terbagi menjadi 20 bab. Dengan demikian, penulis bermaksud mengkaji lebih jauh dalam sebuah penelitian dengan judul “KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB WASHOYA AL-ABA’ LIL ABNAA’ KARYA MUHAMMAD SYAKIR AL-ISKANDARI”.
B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana konsep pendidikan akhlak yang terkandung dalam kitab Washoya Al-Abaa’ Lil Abnaa’? 2. Bagaimana relevansi konsep pendidikan akhlak dalam kitab Washoya AlAba’ Lil Abnaa’ dengan konteks kekinian? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendeskripsikan konsep pendidikan akhlak dalam kitab Washoya Al-Aba’ Lil Abnaa’. 2. Menemukan relevansi konsep pendidikan akhlak dalam kitab Washoya AlAba’ Lil Abnaa’ dengan konteks kekinian. D. Kegunaan Penelitian
4
Dari penelitian ini diharapkan nantinya akan memberikan manfaat, adapun manfaatnya sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Memberi kejelasan secara teoritis tentang konsep pendidikan akhlak dalam kitab Washoya Al-Aba’ Lil Abnaa’. b. Menambah dan memperkaya keilmuan di dunia pendidikan. c. Memberi sumbangan data ilmiah di bidang pendidikan akhlak bagi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam di IAIN Salatiga. 2. Manfaat Praktis Setelah proses penelitian diselesaikan, diharapkan hasil tulisan ini dapat bermanfaat dalam memberikan gambaran yang jelas tentang konsep pendidikan akhlak dalam kitab Washoya Al-Aba’ lil Abnaa’ dan relevansinya terhadap zaman kekinian. Dengan demikian penulisan ini bisa memberikan manfaat baik teoritis maupun praktis dalam dunia pendidikan, yaitu wacana baru yang bisa dijadikan sebagai bahan renungan bersama sesama praktisi pendidikan dalam memberikan cara pandang dan landasan pijak dalam memahami bagaimana relevansi pendidikan akhlak dalam kitab Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’ untuk menghadapi kebutuhan zaman.
E. Metode Penelitian
5
1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kepustakaan (library research), karena yang dijadikan objek kajian adalah hasil karya tulis yang merupakan hasil pemikiran. 2. Sumber Data a. Data primer diambil dari buku utamanya yaitu kitab Washoya Al-Aba’ Lil Abnaa’ karya Muhammad Syakir Al-Iskandari. b. Data Sekunder diambil dari buku-buku yang terkait dengan judul penelitian. 3. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data pustaka yaitu membaca, mencatat serta mengolah bahan penelitian dari berbagai buku dan karya ilmiah yang mendukung penelitian skripsi ini. Dengan mengutamakan data primer. 4. Teknik Analisis Data Melihat objek penelitian yang berupa buku-buku atau literatur, maka penelitian ini menggunakan teknik analisa dengan cara deskriptif, filosofis dan kontekstual. a. Metode Deskriptif Metode deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk pengumpulan data untuk menguji atau menjawab objek yang di teliti (Muhamad, 2008:18). Adapun tujuan dari metode ini yaitu untuk
6
membuat
deskripsi,
gambaran
atau
lukisan
secara
sistematik,
komprehensif, faktual dan akurat tentang objek yang diteliti. b. Metode Filosofis Metode filosofis adalah metode penelitian pendidikan yang meneliti, mengurai, melakukan analisa, mencari dan menemukan hal baru, serta berusaha mengembangkannya secara maksimal (Muliawan, 2014:91). c. Metode Kontekstual Dalam kamus besar bahasa Indonesia konteks berarti apa yang ada di depan dan di belakang (KKBI, 2005:521). Metode kontekstual adalah metode yang digunakan untuk mencari, mengolah, dan menemukan kondisi yang lebih konkret (terkait dengan kehidupan nyata). Metode ini akan membantu penulis untuk mengaitkan antara isi yang ada di dalam kitab Washoya Al-Aba’ Lil Abnaa’ dengan situasi dunia nyata dan mendorong penulis untuk membuat hubungan antara isi yang ada dalam kitab Washoya Al-Aba’ Lil Abnaa’ dengan penerapannya dalam kehidupan kekinian.
F. Telaah Pustaka Untuk menghindari terjadinya plagiasi, maka penulis memaparkan karya ilmiah yang sudah ada. Selain itu telaah pustaka juga untuk melihat orisinilitas skripsi.
7
Muhammad Irsyadi dengan
skripsinya yang berjudul “Pendidikan
Kepribadian Anak Dalam Kitab Washoya Al aba’ Lil Abnaa Muhammad Syakir”. Berisi tentang kepribadian anak dan terhadap
kehidupan
era
sekarang
Karya
relevansinya
(http://perpus.iainsalatiga.ac.id
/resultDocDig.php?rd =2&keyword=washoya&by2=0&by=0, diakses pada 04 April 2017, 00.28) Penulisan skripsi ini berbeda dengan skripsi yang diatas, kajian difokuskan tentang konsep pendidikan akhlak secara umum dan dikaitkan dengan zaman sekarang. G. Penegasan Istilah Untuk memudahkan atau menjaga agar tidak terjadi kesalahfahaman, maka penulis kemukakan penegasan istilah dari judul skripsi berikut: 1. Konsep Konsep adalah pokok pertama yang mendasari keseluruhan pemikiran (Ensiklopedi Indonesia, 1991:1856). Selain itu ada juga yang mengartikan bahwa konsep adalah rancangan, ide atau pemikiran yang diabstrakkan dari peristiwa konkret (KBBI, 2005:588). 2. Pendidikan Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan (KBBI,2003:204). Menurut Omar Mohammad alToumy al-Syaebani pendidikan adalah usaha mengubah tingkah laku
8
individu dalam kehidupan masyarakatnya dan kehidupan alam sekitarnya (Muhmidayeli, 2013:66). Jadi dengan kata lain, pendidikan memiliki makna sentral sebagai proses pencerdasan secara utuh dalam rangka mencapai apa yang di citacitakan 3. Tujuan Pendidikan Tujuan pendidikan adalah sebagai alat untuk menentukan haluan pendidikan yang terbagi pada tiga tahap, yaitu tujuan khusus (objectives), tujuan umum (goals), dan tujuan akhir (aims) (Langgulung, 1995:21). 4. Unsur-unsur pendidikan Menurut Muliawan (2014: 20) unsur-unsur pendidikan terdiri dari 5 unsur yaitu pendidik, anak didik, kurikulum, metode dan lembaga.
a. Pendidik Pendidik dalam arti sederhana adalah semua orang yang dapat membantu perkembangan kepribadian seseorang dan mengarahkannya pada tujuan pendidikan (Jumali, 2004:39). b. Anak didik Anak didik ialah anak yang sedang tumbuh dan berkembang, baik dari segi fisik maupun dari segi mental psikologi (Jumali, 2004:35). c. Kurikulum Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, tambahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
9
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (UU RI No 20, 2003: 7). d. Metode Ditinjau dari segi etimologis (bahasa), metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu “methodos”. Kata ini terdiri dari dua suku kata, yaitu “metha” yang berarti melalui atau melewati, dan “hodos” yang berarti jalan atau cara. Maka metode memiliki arti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan (Arifin, 1996 : 61). e. Lembaga Lembaga merupakan wadah untuk menampung semua yang terjadi dalam proses belajar mengajar. Lembaga dapat diartikan juga sebagai badan (organisasi) yang bermaksud melakukan sesuatu penyelidikan keilmuan atau melakukan sesuatu usaha (KBBI, 2005:582). 5. Akhlak Al Ghazali dalam kitab ihya’ Ulum al-Din menyatakan bahwa pengertian akhlak adalah suatu keadaan dalam jiwa yang tetap yang memunculkan suatu perbuatan secara mudah dan ringan tanpa perlu pertimbangan dan analisa (Jamil, 2013:2) 6. Kitab Washoya Al-Abaa’ Lil Abnaa’ Kitab Washoya Al-Abaa’ Lil Abnaa’ yaitu kitab yang berisi tentang akhlaq-akhlaq yang mulia ( yang diridhoi Allah ). Kitab ini ditulis oleh seorang ulama’ yang bernama Muhammad Syakir Al-Iskandari, beliau dilahirkan di Jurja’ pada 1866 M. Kitab yang berisi sebanyak 52 halaman
10
dan berisi sebanyak 20 bab ini sangat ringkas dan mudah dipelajari. Kitab ini sangat dibutuhkan bagi setiap murid untuk mewujudkan cita-citanya.
H. Sistematika Penulisan Untuk memberikan gambaran yang jelas dan menyeluruh sehingga pembaca nantinya dapat memahami tentang isi skripsi ini dengan mudah, maka penulis memberikan sistematika penulisan dengan penjelasan secara garis besar. Skripsi ini terdiri dari lima bab yang masing-masing saling berkaitan yaitu sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN. Bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, telaah pustaka, penegasan istilah, sistematika penulisan. BAB II BIOGRAFI MUHAMMAD SYAKIR AL-ISKANDARI. Pembahasan bab ini berisi tentang biografi intelektual tokoh Muhammad Syakir Al-Iskandari, yang meliputi: biografi Muhammad Syakir Al-Iskandari, situasi sosial politik menjelang kelahiran Muhammad Syakir Al-Iskandari, karya pemikiran Muhammad Syakir Al-Iskandari, sistematika penulisan kitab Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’. BAB III LANDASAN TEORI TENTANG KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB WASHOYA AL-ABA’ LIL ABNAA’. Pada bab ini dibahas pengertian konsep pendidikan akhlak, ruang lingkup pendidikan akhlak, tujuan pendidikan akhlak, unsur-unsur pendidikan akhlak, metode
11
pendidikan akhlak, faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan akhlak, dan macam-macam akhlak. BAB IV ANALISIS KITAB WASHOYA AL ABA’ LIL ABNA’ DAN RELEVANSI KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB WASHOYA
AL-ABAA
LIL
ABNAA’
DI
KAITKAN
DENGAN
KONTEKS KEKINIAN. Pada bab ini dijelaskan pemikiran Muhammad Syaki tentang konsep pendidikan akhlak dan relevansi konsep pendidikan akhlak yang ada dalam kitab Washoya Al-Abaa Lil Abnaa’ yang di kaitkan dengan konteks kekinian. BAB V PENUTUP. Bab ini memuat kesimpulan penulis dari pembahasan skripsi ini, saran-saran dan kalimat penutup yang sekiranya dianggap penting dan daftar pustaka.
12
BAB II BIOGRAFI MUHAMMAD SYAKIR AL-ISKANDARI A. Situasi Sosial Politik Menjelang Kelahiran Muhammad Syakir AlIskandari Pada masa abad ke-19 (1800 M) bangsa Eropa telah mendominasi dunia. Dalam abad ke 19 dan awal abad ke 20, didorong oleh kebutuhan ekonomi industri terhadap bahan-bahan baku dan pemasarannya, juga oleh kompetisi politik dan ekonomi satu sama lain, negara-negara Eropa menegakkan teritorial dunia. Pada awal abad ke 20 kekuatan Eropa hampir menguasai seluruh dunia Islam (Munthoha dkk., 2002: 83). Albert Hourani mengatakan pada saat Negara Arab ditaklukan oleh Prancis, membuat masyarakat Arab waktu itu tidak lagi hidup dalam keadaan stabil serta tidak mapan pada sistem kebudayaannya. Sehingga, keperluan mereka yang mendesak adalah bagaimana menggerakkan kekuatan agar selamat dari dominasi bangsa lain. Kerajaan Usmani misalnya, harus mengadopsi metode-metode baru dalam pengorganisasian militer, administrasi dan kode-kode hukum pola Eropa. Begitu juga yang dilakukan oleh dua penguasa otonomi dari propinsi kerajaan tersebut, Mesir dan Tunisia (Munthoha dkk., 2002: 84). Dalam perkembangan bidang pendidikan di Mesir yang sudah terpengaruh oleh pendidikan Barat, madrasah di Mesir menjadi lembaga pendidikan yang terpisah dari masjid. Hal ini terjadi karena model pendidikan Barat yang klasikal dan memisahkan antara ilmu agama dan umum. Dengan
13
demikian, madrasah dipandang sebagai model pengajaran formal dari ilmu-ilmu agama saja (Al Qur’an, hadist, akhlak, akidah dan fiqih). Pada saat Mesir dibawah kekuasaan Usmaniyah Turki, kitab-kitab yang berada di perpustakaan Mesir dipindahkan di Istanbul. Hal tersebut menyebabkan Mesir menjadi mundur dalam ilmu pengetahuan dan pusat pendidikan berpindah ke Istanbul. Pada masa Usmaniyah, pendidikan dan pengajaran mengalami kemunduran, terutama di wilayah Mesir (Kodir: 2015: 130). Disamping itu, kebudayaan terus dipertahankan, pemikiran-pemikiran baru mulai bermunculan yang mencoba untuk menjelaskan sebab-sebab kekuatan Eropa dan mengusulkan negeri-negeri Islam agar dapat mengadopsi ide-ide Eropa tanpa kehilangan identitas dan kepercayaan diri. Sebagian besar dari
mereka adalah para lulusan sekolah-sekolah yang dibangun oleh
pemerintah maupun para misionaris asing. Surat kabar dan jurnal menjadi media
bagi
mereka
untuk
mengekspresikan
pemikiran-pemikirannya
(Munthoha dkk., 2002: 84). Pada tahun 1881, muncul suatu gerakan menentang dominasi politik, ekonomi dan budaya Eropa, tetapi karena kelihatan mengancam investasi asing, gerakan ini mendorong Inggris melakukan invasi militer pada tahun 1882 (Rahnema, 1996: 127). Dalam hal ini agresi militer yang dilakukan Inggris tersebut bertepatan dengan lahirnya Muhammad Syakir. Keunggulan bangsa Barat dalam bidang industri, teknologi, tatanan politik dan militer menjadi kekuatan pokok untuk menguasai bangsa-bangsa
14
muslim. Melihat penetrasi yang dilakukan bangsa Barat di Mesir pada akhir abad 19 menunjukkan bahwa Mesir sebagai pusat Islam tidak mampu menghadapi kekuatan bangsa Barat. Keadaan politik yang labil menjadikan masyarakat Mesir pada umumnya resah karena Islam dengan nilai-nilai ajaran yang luhur dan bermartabat semakin tidak berdaya berhadapan dengan hegemoni pemerintah Barat. Dengan demikian, iklim politik di Mesir pada tahun-tahun sebelum kelahiran Muhammad Syakir dalam keadaan dominasi asing dan perlawanan masyarakat Mesir terhadap dominasi asing.
B. Riwayat Muhammad Syakir Al-Iskandari Beliau lahir di Jurja, Mesir pada pertengahan Syawal tahun 1282 H bertepatan pada tahun 1866 M. dan wafat pada tahun 1939 M. Ayahnya bernama Ahmad bin Abdil Qadir bin Abdul Warits (Bruinessen, 1995: 160). Beliau berasal dari keluarga Ulayya, keluarga ini merupakan keluarga paling kaya dan dikenal dermawan. Masa kecilnya hingga beranjak dewasa dihabiskan di Jurja, mulai menghafal Al-Qur’an sampai belajar ilmu Hadist dan bidang ilmu-ilmu lainnya. Karena pada saat itu kota Jurja termasuk kota yang sudah berkembang pesat dalam bidang pendidikan. Muhammad Syakir AlIskandari tidak menisbatkan nama kota Jurja di belakang namanya, namun lebih dikenal dengan nama al-Iskandari. Nama al-Iskandari diambil dari nama sebuah kota tempat beliau mengembangkan ilmunya, yaitu kota Iskandariyah di Mesir. Beliau termasuk Min ba’dhil muhaddistin atau ahli hadis, memang bukan
15
karena periwayatannya terhadap hadis sebagaimana Imam Bukhori dan lainnya, tapi karena bidang keilmuan yang digelutinya. Beliau lahir dalam lingkungan Mazhab Hanafi, beliau menjadikan Imam Hanafi
sebagai
teladan,
yakni
saat
Imam
Hanafi
ditanya
tentang
keberhasilannya memperoleh ilmu pengetahuan, beliau menjawab “saya tidak pernah malas mengajarkan ilmu pengetahuan pada orang lain dan terus berusaha menuntut ilmu”. Selain itu, sebagian warga Mesir adalah pengikut Mazhab Hanafi. Madzhab Maliki mendominasi Mesir bagian atas, sedangkan Syiah mendominasi Mesir bagian bawah. Beliau dikenal sebagai seorang pembaharu Universitas Al-Azhar. Beliau adalah mantan wakil rektor Universitas Al-Azhar (Taufik, 2002:172). Karirnya dimulai dari menghafal Al-Qur'an dan belajar dasar-dasar studinya di Jurja, Mesir, kemudian beliau rihlah (bepergian untuk menuntut ilmu) ke Universitas Al-Azhar dan beliau belajar dari guru-guru besar pada masa itu, kemudian dia dipercayai untuk memberikan fatwa pada tahun 1307 H. Beliau menduduki jabatan sebagai ketua Mahkamah mudiniyyah al-qulyubiyyah dan tinggal di sana selama tujuh tahun sampai beliau dipilih menjadi Qadhi (hakim) untuk negeri Sudan pada tahun 1317 H. Beliau juga orang pertama yang menduduki jabatan ini, dan orang yang pertama yang menetapkan hukum-hukum syar'i di Sudan. Kemudian pada tahun 1322 H, beliau ditunjuk sebagai guru bagi para ulama-ulama Iskandariyyah. Hal ini bagi orang muslimin memunculkan orangorang yang menunjukkan umat supaya dapat mengembalikan kejayaan Islam,
16
beliau juga ditunjuk sebagai wakil bagi para guru Al-Azhar, kemudian beliau menggunakan kesempatan pendirian Jam'iyyah Tasyni'iyyah pada tahun 1913 M. Beliau berusaha untuk menjadi anggota organisasi tersebut, sebagai pilihannya dari sisi pemerintah Mesir, dan dengan itulah beliau meninggalkan jabatannya, serta enggan untuk kembali kepada satu bagianpun dari jabatanjabatan tersebut dan beliau tidak lagi berhasrat setelah itu kepada sesuatu yang memikat dirinya. Di dalam kitab Munjid fiil lughoh wal i’lam disebutkan Pada akhir hayatnya beliau terbaring dirumahnya karena sakit lumpuh. Muhammad Syakir menerimanya dengan sabar dan ikhlas atas apa yang diberikan oleh Allah SWT dengan penuh keyakinan bahwa dirinya telah menegakkan apa yang telah di perintah agama. Setelah sakit beberapa lama, pada tahun 1939 beliau wafat (http://al-charish.blogspot.co.id/2012/06/syech-muhammad-syakir.html, diakses pada 18 Januari 2017, 01.37 WIB)
C. Karya-karya Muhammad Syakir Al-Iskandari Muhammad Syakir al-Iskandari merupakan ulama yang mumpuni dalam berbagai bidang ilmu. Hal ini dapat diketahui melalui karya-karya beliau yang mencakup berbagai bidang keilmuan. Diantara karya-karyanya dalam bidang akhlak adalah Washoya al-abaa’ lil abnaa, dalam bidang ilmu Mantik beliau berhasil menulis kitab Min al-Himayah ala Sayyadah, sedangkan kitab al-Idah li al Matan Isauji adalah karyanya dalam bidang ilmu Hadist. (http://al-
17
charish.blogspot.co.id/2012/06/syech-muhammad-syakir.html, diakses pada 18 Januari 2017, 01.37 WIB). Tidak banyak para pendahulu yang menelusuri sejarah Muhammad Syakir al-Iskandari. Para ahli waris juga sangat sulit untuk ditelusuri karena keberadaan penyusun yang tidak memungkinkan menelusuri sampai negara asal atau tempat dimana beliau pernah berkiprah.
D. Sistematika Penulisan Kitab Washoya Al abaa’ Lil Abnaa Secara garis besar penulisan kitab Washoya al Abaa’ lil Abnaa’ terbagi menjadi beberapa wasiat akhlak yaitu: BAB I: Nasihat guru kepada muridnya. BAB II: Wasiat agar bertaqwa kepada Allah. BAB III: Hak-hak Sang Pencipta Yang Maha Agung dan Rasulullah. BAB IV: Hak dan kewajiban terhadap kedua orang tua. BAB V: Hak dan kewajiban terhadap saudara teman. BAB VI: Adab dalam mencari ilmu. BAB VII: Adab belajar, mengkaji ulang dan berdiskusi. BAB VIII: Adab olahraga dan berjalan di jalan umum. BAB IX: Adab majelis dan ceramah. BAB X: Adab makan dan minum. BAB XI: Adab beribadah dan masuk masjid. BAB XII: Keutamaan berbuat jujur. BAB XIII: Keutamaan amanah.
18
BAB XIV: Keutamaan dalam ‘iffah. BAB XV: Keutamaan Muruah (menjaga kehormatan diri), syahamah (mencegah hawa nafsu) dan ‘izzatin nafsi (kemuliaan diri). BAB XVI: Ghibah, namimah, dendam, iri hati, dan sombong BAB XVII: Tobat, rasa takut, harapan dan kesabaran disertai syukur BAB XVIII: Keutamaan beramal, bekerja disertai tawakal dan zuhud BAB XIX: Keikhlasan niat untuk Allah Ta’ala dalam semua amal BAB XX: Wasiat-wasiat terakhir
19
BAB III LANDASAN TEORI A. Konsep Pendidikan Akhlak Kata “pendidikan” dalam bahasa Yunani, dikenal dengan nama paedagogos yang berarti penuntun anak. Paedagogos ialah seorang pelayan atau bujang dalam zaman Yunani kuno, yang pekerjaannya mengantar dan menjemput anak-anak ke sekolah dan dari sekolah. Paedagogos berasal dari kata paedos artinya anak, dan agogos artinya saya membimbing atau memimpin (Purwanto, 1988:1). Meskipun istilah pedagogik pada mulanya digunakan untuk konotasi rendah (pelayan) pada akhirnya dipakai untuk pekerjaan mulia dan terhormat. Pedagog ialah seorang yang tugasnya membimbing anak dalam pertumbuhan ke arah yang dapat berdiri sendiri. Dalam bahasa arab disebut Mu’allim, Mudarris atau Murabbi). Menurut M. J. Koenen dan J. Endepols, pedagogic dalam bahasa Belanda ditulis pedagogie. Menurut A. Broers, pedagogic diberi arti “Theory of education” (Walidin, 2005: 5). Secara bahasa memang tidak dibedakan antara Pedagogy dan pedagogik, akan tetapi dalam konteks kependidikan kedua istilah itu dibedakan. Pedagogy mempunyai kecenderungan makna praktek dan cara mengajar (applied), sedangkan pedagogic bermakna teori atau ilmu mendidik. Soegarda Poerbakawatja menulis: pedagogy mempunyai dua arti: 1. Praktek dan cara mengajar
20
2. Ilmu pengetahuan mengenai prinsip-prinsip dan metode mengajar, membimbing, mengawasi dengan sebutan pendidikan (Poerbakawadja, 1976: 212). Konferensi Internasional I tentang Muslim Education menyimpulkan pengertian pedagogi menurut Islam, yaitu keseluruhan pengertian yang terkandung dalam tarbiyah, ta’lim dan ta’dib (Walidin, 2005:7). Dalam kitab Washoya al Abaa’ lil Abnaa’ istilah tarbiyah (ً )ﺗَﺮْ ِﺑ َﯿﺔdan ta’lim ( )ﺗَ ْﻌ ِﻠ ْﯿ ًﻢdisebut tiga belas (13) kali. Istilah tarbiyah dan ta’lim memiliki makna spesifik dalam litelatur pendidikan Islam. Istilah tarbiyah itu sedikitnya bisa memiliki arti tujuh macam, yaitu: education
(pendidikan),
upbringing
(asuhan),
teaching
(pengajaran),
instruction (perintah), pedagogy (pendidikan), breeding (pemeliharaan), raising (peningkatan). Istilah tarbiyah itu sendiri berasal dari akar kata rabayarbu yang berarti “tumbuh” dan “berkembang” (Mas’ud, 2001: 57). Semua arti itu sejalan dengan lafal yang digunakan oleh Al Qur’an untuk menunjukkan proses pertumbuhan dan perkembangan kekuatan fisik, akal dan akhlak. Hal ini diantaranya nampak dalam QS Al-Syu’ara: 18:
ِِ ِ ِ ْﻗَ َﺎل أَ َﱂ ﻧـُﺮﺑﱢﻚ ﻓِﻴﻨَﺎ وﻟِ ًﻴﺪا وﻟَﺒِﺜ ﲔ َ ﺖ ﻓﻴﻨَﺎ ﻣ ْﻦ ﻋُ ُﻤ ِﺮَك ﺳﻨ َ َ َ َ َ ْ Artinya: "Bukankah kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu”
21
Ayat lain yang seirama maksud atau kandungannya adalah QS. Al-Isra: 24:
ِ و ﺻﻐِ ًﲑا ﺎح اﻟ ﱡﺬ ﱢل ِﻣ َﻦ اﻟﱠﺮ ْﲪَِﺔ َوﻗُ ْﻞ َر ﱢ ْ َ ْ اﺧﻔ َ ب ْار َﲪْ ُﻬ َﻤﺎ َﻛ َﻤﺎ َرﺑـﱠﻴَ ِﺎﱐ َ َﺾ َﳍَُﻤﺎ َﺟﻨ Artinya: ”Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". Al Tabataba’i menafsirkan bahwa seorang anak supaya selalu mengingat pengasuhan dan pembinaan dalam rangka mendidik (tarbiyah) yang dilakukan orang tuanya sewaktu kecil. Oleh karena itu, seorang anak harus berdoa supaya Allah memberikan rahmat kepada keduanya sebagaimana mereka berdua memberikan kasih sayangnya dan mendidik pada waktu kecil. Jadi makna tarbiyah tidak hanya berupa upaya pendidikan pada umumnya, tetapi menembus pada aspek etika religius (Mas’ud, 2001: 58). Dalam kitab Washoya al Aba’ lil Abnaa’, Muhammad Syakir menggunakan istilah pendidikan dengan kata at-tarbiyah, karena anak-anak sebagai subjek pendidikan yang masih tumbuh dan berkembang menuju keadaan yang lebih baik. At-tarbiyah juga meliputi proses yang meliputi sikap dan perilaku pada peserta didik, yang mempunyai semangat tinggi dalam memahami dan menyadari kehidupannya sehingga terwujud ketakwaan, budi pekerti dan pribadi yang luhur (Muhaimin, 1993: 129). Secara bahasa kata akhlak diambil dari kosakata bahasa arab. Terdapat dua pendapat mengenai kata akhlak. Pendapat pertama mengatakan bahwa kata akhlak merupakan isim mashdar dari kata akhlaqa, yukhliqu, yang berarti al thabi’ah (tabiat), al‘adat (kebiasaan), al muru’ah (peradaban baik) atau al din
22
(agama). Pendapat kedua menyatakan bahwa kata akhlak bukan merupakan isim mashdar. Namun adalah isim jamid atau ghairu mustaq yakni kata benda yang tidak memiliki akar kata karena bentuknya memang telah ada sedemikian (Jamil, 2013: 2). Secara istilah, terdapat beberapa pendapat ulama mengenai pengertian akhlak. Istilah-istilah yang mereka kemukakan pada dasarnya memiliki pengertian yang sama. 1. Ibn Miskawaih dalam bukunya Jamil (2013: 3) menyatakan bahwa akhlak adalah keadaan jiwa yang mendorong kepada tindakan-tindakan tanpa melalui pertimbangan pemikiran. 2. Al-Ghazali dalam bukunya Jamil (2013: 3) menyatakan bahwa pengertian akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan
dengan
mudah
dengan
tidak
memerlukan
pertimbangan pikiran. Imam al-Gazhali berpendapat bahwa suatu perbuatan itu bisa disebut akhlak jika perbuatan tersebut dilakukan dengan spontan atau tanpa pertimbangan karena sikap dan perbuatan yang sudah melekat dalam pribadi menjadi watak. Batasan tentang perbuatan yang sudah menjadi watak ini yang kemudian banyak disepakati sebagai salah satu ciri akhlak. Berdasarkan berbagai definisi yang telah disebutkan, maka dapat diketahui bahwa perbuatan yang dikategorikan sebagai akhlak yang baik itu haruslah memenuhi kriteria perulangan (kontinuitas) sehingga seseorang hanya melakukan kebaikan sekali waktu saja tidak lantas dikatakan telah berakhlak
23
baik (Jamil, 2013: 3). Selain itu akhlak yang baik harus dilakukan tanpa ada paksaan, apabila perbuatan tersebut dilakukan dengan paksaan bukanlah pencerminan dari akhlak. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Abuddin Nata, sebagaimana dikutip oleh Jamil (2013: 4) bahwa setelah memperhatikan berbagai definisi yang diberikan para ulama, maka ia melihat 5 ciri-ciri yang dikandung dari sebuah pengertian akhlak, yaitu: 1. Akhlak merupakan perbuatan yang tertanam di dalam jiwa seseorang secara kuat sehingga menjadi bagian dari pribadinya. 2. Akhlak tersebut dilakukan secara mudah tanpa memerlukan pemikiran. 3. Akhlak dilakukan tanpa paksaan atau tekanan dari luar diri seseorang. 4. Akhlak tersebut dilakukan dengan sungguh-sungguh. 5. Akhlak juga dilakukan karena ikhlas semata-mata mengharapkan ridha dari Allah SWT dan bukan pujian manusia. Dengan begitu dapat disimpulkan juga bahwa pendidikan akhlak merupakan usaha yang secara sadar untuk membimbing dan mengarahkan kehendak seseorang untuk mencapai tingkah laku yang mulia dan menjadikannya sebagai kebiasaan. B. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak Pendidikan akhlak secara global mengandung dua cakupan yaitu akhlak terpuji dan akhlak tercela. Sedangkan ruang lingkup materi dan substansi pendidikan akhlak meliputi: akhlak terhadap Tuhan Yang Maha Esa, akhlak terhadap Rasul, akhlak terhadap sesama manusia dan akhlak terhadap
24
lingkungan. Atau bisa disimpulkan sebagai tuntutan tanggung jawab sebagai individu, anggota masyarakat dan sebagai bagian dari umat (Zuriah, 2007: 173). 1. Akhlak terhadap Tuhan Yang Maha Esa Akhlak dalam lingkup ini diartikan sebagai sikap yang ditunjukkan oleh manusia kepada Allah SWT. Sikap ini dimanifestasikan dalam bentuk kepatuhan menjalankan segala perintah Allah SWT dan menjauhi larangannya. Selain itu, manifestasi akhlak kepada Allah SWT juga ditunjukkan dengan komitmen yang kuat untuk terus memperbaiki kualitas keimanan dan ketaqwaan kepada-Nya. Intinya semua perilaku seseorang yang memiliki akhlak yang baik kepada Allah harus tercermin dalam tingkah laku yang sesuai dengan syariat Allah SWT (Jamil, 2013:4). Seseorang yang dianggap memiliki akhlak yang baik kepada Allah pasti memiliki keinginan yang kuat tanpa paksaan untuk terus berupaya menjadi seorang hamba yang patuh kepada penciptanya, sebaliknya seseorang dianggap memiliki akhlak yang buruk kepada penciptanya jika ia tidak memiliki keinginan untuk melakukan perintah Allah SWT. 2. Akhlak terhadap Rasul Akhlak terhadap utusan Allah (Rasulullah) adalah menjalankan apa yang telah diajarkannya. Sebagai umat Islam, tentu kita wajib beriman kepada Rasulullah beserta risalah yang dibawanya. Untuk memupuk keimanan, kita perlu mengetahui dan mempelajari sejarah hidup beliau,
25
sehingga dari situ kita dapat memetik banyak pelajaran dan hikmah (Salamulloh, 2008: 33). Oleh karena itu, sebagai umat Islam harus menaati dan meneladani Rasul. Sebagaimana firman Allah dalam QS. An nisa ayat 80:
ﺎك َﻋﻠَْﻴ ِﻬ ْﻢ َﺣ ِﻔﻴﻈًﺎ َ َﻣ ْﻦ ﻳُ ِﻄ ِﻊ اﻟﱠﺮ ُﺳ َ َﺎع اﻟﻠﱠ َﻪ َوَﻣ ْﻦ ﺗَـ َﻮﱠﱃ ﻓَ َﻤﺎ أ َْر َﺳ ْﻠﻨ َ َﻮل ﻓَـ َﻘ ْﺪ أَﻃ
Artinya: “Barang siapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah. Dan barang siapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka”. 3. Akhlak terhadap sesama manusia Akhlak terhadap Allah sebagai pencipta tidak bisa dipisahkan dari akhlak menusia kepada manusia. Dalam konteks hubungan sebagai sesama muslim, maka Rasulullah SAW mengumpamakan bahwa hubungan tersebut sebagai sebuah anggota tubuh yang saling terkait, sebagaimana disebutkan dalam hadist:
ُِ وﺗَـﺮ، وﺗَـﻌﺎﻃُِﻔ ِﻬﻢ،ﻣﺜَﻞ اﻟْﻤ ْﺆِﻣﻨِﲔ ِﰲ ﺗَـﻮا ﱢد ِﻫﻢ ﻀ ٌﻮﺗَ َﺪا َﻋﻰ ْ ُ إِ َذا ا ْﺷﺘَ َﻜﻰ ِﻣْﻨﻪُ ﻋ، َﻣﺜَ ُﻞ ا ْﳉَ َﺴ ِﺪ،اﲪ ِﻬ ْﻢ ََ ْ ََ ْ َ َ ُ ُ َ اﳊُ ﱠﻤﻰ ْ اﳉَ َﺴ ِﺪ ﺑِﺎﻟ ﱠﺴ َﻬ ِﺮ َو ْ َﺳﺎﺋُِﺮ
Artinya:“Perumpamaan kaum mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi dan menyayangi, seumpama tubuh, jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lain akan susah tidur atau merasakan demam.” [HR. Muslim]. Akhlak terhadap sesama manusia juga harus ditunjukkan kepada manusia yang non muslim dimana mereka tetap dipandang sebagai makhluk Allah SWT yang harus disayangi. Penjabaran dari akhlak kepada manusia bisa juga mencakup kepada berbagai aspek kehidupan lainnya. Secara lebih rinci, menurut Hamzah Ya’qub yang menjadi lapangan pembahasan etika Islam atau akhlak adalah:
26
a. Menyelidiki sejarah etika dan pelbagai teori lama dan baru tentang tingkah laku manusia. b. Membahas tentang cara-cara menghukum atau menilai baik dan buruknya sesuatu pekerjaan. c. Menyelidiki faktor-faktor penting yang mencetak, mempengaruhi dan mendorong lahirnya tingkah laku manusia yang meliputi fitrahnya, adat kebiasaannya, lingkungannya, kehendak dan cita-citanya, suara hatinya dan motif yang mendorong dalam berbuat. d. Menerangkan mana akhlak yang baik. 4. Akhlak terhadap lingkungan Akhlak terhadap lingkungan adalah sikap seseorang terhadap lingkungan (alam) di sekelilingnya. Sebagaimana diketahui bahwa Allah SWT menciptakan lingkungan yang terdiri dari hewan, tumbuhan, air, udara, tanah dan benda-benda lain yang terdapat di muka bumi. Semuanya diciptakan Allah SWT untuk manusia. Pada dasarnya semua yang diciptakan Allah tersebut diperuntukkan untuk kepentingan semua manusia dalam rangka memudahkan dirinya dalam beribadah kepada Allah (Jamil: 2013: 6). Manusia adalah makhluk Allah SWT sejak dahulu merasa mampu melaksanakan amanah yang diberikan Allah SWT kepadanya baik dalam bentuk peribadahan kepada Allah SWT maupun memelihara bumi dan langit dari kerusakan yang dibuat oleh tangan mereka. Sebagaimana firman Allah disebutkan dalam QS al Ahzab ayat 72:
27
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”. Sedangkan di QS Al Qashah ayat 77, Allah SWT memberikan peringatan kepada manusia untuk tidak melakukan kerusakan karena Allah tidak menyukainya:
Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. Perhatian kepada lingkungan menempati posisi penting terlebih di era modern. Hal ini dikarenakan kemajuan teknologi telah menyebabkan eksploitasi yang massif terhadap sumber-sumber daya alam. Ada beberapa sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui kembali seperti minyak dan gas. Dengan demikian, pemanfaatan secara berlebih dan boros akan menyebabkan dampak buruk jangka panjang bagi kehidupan manusia.
28
Potensi kerusakan ini dijelaskan dalam firman Allah SWT yaitu Surat Ar-Ruum ayat 41:
Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” C. Tujuan Pendidikan Akhlak Mengacu pada definisinya, pendidikan akhlak bertujuan untuk membentuk akhlak terpuji dan mulia agar terjadi keseimbangan dalam kehidupan manusia seutuhnya dan sesuai dengan ajaran agama Islam. Yakni, seimbang antara hubungan manusia dengan Tuhannya, dengan sesama manusia, dengan alam maupun dengan dirinya sendiri, agar seseorang bisa membedakan makna hak dan kewajiban. Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam kitabnya Manhaj Tarbiyah Ibnu Qayyim
mengemukakan,
bahwa
tujuan
pendidikan
akhlak
adalah
merealisasikan ubudiyah kepada Allah SWT yang menjadi sebab utama kebahagiaan manusia. Tidak ada kebahagiaan dan tidak ada keberuntungan bagi manusia kecuali dengan menjauhkan diri dari akhlak yang tercela dan menghiasi diri dengan akhlak yang terpuji (Iqbal, 2015: 487). Sedangkan dalam proses belajar mengajar pendidikan akhlak bertujuan agar peserta didik mampu menggunakan pengetahuan, nilai, dan keterampilan mata pelajaran itu sebagai wahana yang memungkinkan
29
tumbuh dan berkembangnya serta terwujudnya sikap dan perilaku peserta didik yang konsisten dengan akhlak mulia. D. Unsur-unsur pendidikan akhlak Menurut Muliawan (2014: 20) unsur-unsur pendidikan terdiri dari 5 hal yaitu: 1. Pendidik Dari segi bahasa, seperti yang dikutip Abudin Nata dari W.J.S. Poerwadarminta, pengertian pendidik adalah orang yang mendidik. Pengertian ini memberikan kesan bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik (Nata, 1997:61). Pendidik memiliki peran sangat penting dalam pendidikan. Apabila dikaji lebih dalam pendidik dalam pendidikan Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (Mujib, 2006: 87). Pendidik juga harus mempunyai tanggung jawab dalam perkembangan jasmani dan rohani para peserta didik, agar mampu mencapai tingkat kedewasaan dengan kemandiriannya dalam memenuhi tugas sebagai hamba dan khalifah Allah SWT, serta mampu melakukan tugas sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk individu yang bertaqwa. Berbagai tanggung jawab yang paling menonjol dan diperhatikan oleh Islam adalah tanggung jawab para pendidik terhadap individu-individu yang berhak menerima pengarahan, pengajaran, pendidikan dari mereka (Ulwan,
30
1981: 143). Pada hakekatnya tanggung jawab tersebut adalah tanggung jawab yang sangat besar. Baik disadari atau tidak, jika tanggung jawab tersebut dilaksanakan secara sempurna dan penuh amanat, berarti seorang pendidik telah ikut andil dalam membina masyarakat dan mencetak individu-individu yang berkualitas. Apabila dikaji lebih mendalam, dalam literatur kependidikan Islam sebagaimana dijelaskan oleh Muhaimin (2004:209-213) bahwa, seseorang yang memiliki tugas mendidik dalam arti pencipta, pemelihara, pengatur, pengurus, dan memperbaharui (memperbaiki) kondisi peserta didik agar berkembang potensinya, disebut “murabby”. Orang yang memiliki pekerjaan sebagai murabby ini biasanya dipanggil dengan sebutan “Ustadz”. Seorang pendidik atau ustadz memiliki tugas dan kompetensi yang melekat pada dirinya antara lain: a. Sebagai Mu’allim, berasal dari kata ‘ilm yang berarti menangkap hakekat sesuatu. Dalam setiap ‘ilm mengandung dimensi teoritis dan amaliah, ini mengandung
makna
bahwa
seorang
Mu’allim
dituntut
mampu
menjelaskan hakikat ilmu pengetahuan yang diajarkannya dan berusaha membangkitkan siswa untuk mengamalkan dalam kehidupannya agar bisa mendatangkan kemanfaatan dan menjauhi kemadlaratan. b. Sebagai mursyid, artinya orang yang memiliki kedalaman spiritual atau memiliki tingkat penghayatan yang mendalam terhadap nilai-nilai keagamaan kepada anak didiknya, baik yang berupa etos ibadahnya, etos
31
kerjanya, etos belajarnya, maupun dedikasinya yang serba Lillahi Ta’ala (karena mengharapkan ridha Allah semata). c. Sebagai mudarris, artinya terhapus, hilang bekasnya, menghapus, melatih atau mempelajari. Dilihat dari pengertian ini maka seorang mudarris diharapkan mampu mencerdaskan anak didiknya, menghilangkan ketidaktahuan atau kebodohan mereka, serta melatih keterampilan mereka sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya. Pengetahuan dan keterampilan seseorang akan cepat usang selaras dengan percepatan kemajuan iptek dan perkembangan zaman, sehingga guru dituntut untuk memiliki kepekaan intelektual dan informasi serta memperbaharui pengetahuan dan keahliannya secara berkelanjutan. d. Sebagai Mu’addib, artinya apabila mu’addib sebagai isim fa’il dari kata “addaba-yuaddibu-ta’diiban”
yang
berarti
mendisiplinkan
atau
menanamkan sopan santun. Maka seorang mu’addib adalah seseorang yang memiliki kedisiplinan kerja yang dilandasi dengan etika, moral, dan sikap yang santun, serta mampu menanamkannya kepada peserta didik melalui contoh untuk di tiru oleh peserta didik.
2. Anak didik Anak didik ialah anak yang sedang tumbuh dan berkembang, baik dari segi fisik maupun dari segi mental psikologi (Jumali, 2004:35). Istilah peserta didik jika dimaknai sebagai orang (anak) yang sedang mengikuti proses kegiatan pendidikan atau proses belajar-mengajar untuk
32
menumbuh-kembangkan potensinya, maka dalam literatur bahasa Arab yang sering digunakan oleh para tokoh pendidikan dalam islam, antara lain ditemukan dengan nama sebagai berikut: a. Muta’alim, mengandung makna sebagai orang yang sedang belajar menerima atau mempelajari ilmu dari seorang mu’allim (pengajar ilmu) melalui proses belajar-mengajar. b. Mutarabby, mengandung makna sebagai orang (peserta didik) yang sedang dijadikan sebagai sasaran untuk dididik dalam arti diciptakan, dipelihara, diatur, diurus, diperbaiki, diperbaharui melalui kegiatan pendidikan yang dilakukan secara bersama-sama dengan murabby (pendidik). c. Murid, adalah orang yang sedang berusaha belajar untuk mendalami ilmu agama dari seorang mursyid melalui kegiatan pendidikan, sehingga memiliki pengetahuan, pemahaman dan penghayatan spiritual yang mendalam terhadap nilai-nilai keagamaan, memiliki ketaatan dalam menjalankan ibadah, serta berakhlak mulia. d. Daaris,
adalah
intelektualnya
orang melalui
yang proses
sedang
berusaha
pembelajaran
belajar
sehingga
melatih memiliki
kecerdasan intelektual dan keterampilan. Pelatihan intelektual tersebut dibina oleh seorang mudarris. e. Muta’addib, adalah orang yang sedang belajar meniru, mencontoh sikap dan perilaku yang sopan dan santun melalui kegiatan pendidikan dari
33
seorang mu’addib, sehingga terbangun dalam dirinya tersebut sebagai orang yang berperadaban. 3. Kurikulum Istilah kurikulum memiliki berbagai penafsiran yang dirumuskan oleh pakar-pakar dalam bidang pengembangan kurikulum. Istilah kurikulum berasal dari bahasa latin, yaitu “Curricule”, artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Pada waktu itu, pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah. Dengan kata lain, kurikulum dianggap sebagai jembatan yang sangat penting untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan dan ditandai oleh perolehan suatu ijazah tertentu (Dakir, 2004:2). Menurut Hendyat Soetopo dan Warsito Soemanto, kurikulum diartikan sebagai tujuan pengajaran, pengalaman-pengalaman belajar, alatalat pelajaran dan cara-cara penilaian yang direncanakan dan digunakan dalam pendidikan (Susilo, 2007:79) Jadi, kurikulum ialah suatu program pendidikan dan pengalaman belajar yang disusun secara sistematis atas dasar norma yang berlaku yang dijadikan pedoman untuk mencapai tujuan pendidikan. Menurut Hendyat Soetopo dan Warsito Soemanto (Susilo, 2007:8385) fungsi kurikulum dibagi menjadi 7 bagian yaitu: a. Fungsi kurikulum dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Bahwa kurikulum merupakan suatu alat atau usaha untuk mencapai tujuantujuan pendidikan yang diinginkan oleh sekolah yang dianggap cukup
34
tepat dan penting untuk dicapai. Dengan kata lain bila tujuan yang diinginkan tidak tercapai maka orang cenderung untuk meninjau kembali alat yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. b. Fungsi kurikulum bagi anak. Maksudnya kurikulum sebagai organisasi belajar tersusun yang disiapkan untuk siswa sebagai salah satu konsumsi bagi pendidikan mereka dengan begitu diharapkan akan mendapat sejumlah pengalaman baru yang kemudian hari dapat dikembangkan seirama dengan perkembangan anak. c. Fungsi kurikulum bagi guru. Ada tiga macam, yaitu: 1) Sebagai pedoman kerja dalam menyusun dan mengorganisir pengalaman belajar bagi anak didik 2) Sebagai pedoman untuk mengadakan evaluasi terhadap perkembangan anak dalam rangka menyerap sejumlah pengalaman yang diberikan. 3) Sebagai pedoman dalam mengatur kegiatan pendididkan dan pengajaran. d. Fungsi kurikulum bagi kepala sekolah dan pembina sekolah, dalam artian kurikulum sebagai pedoman dalam mengadakan fungsi supervisi yaitu memperbaiki situasi belajar, sebagai pedoman dalam menunjang situasi belajar, memberikan bantuan kepada guru, sebagai pedoman untuk mengembangkan
kurikulum
lebih
lanjut
dan
mengadakan evaluasi kemajuan belajar mengajar.
35
sebagai
pedoman
e. Fungsi kurikulum bagi orang tua murid. Maksudnya orang tua dapat turut serta membantu usaha sekolah dalam memajukan putra putrinya. Bantuan ini dapat melalui konsultasi kepada guru BK atau kepala sekolah. f. Fungsi kurikulum bagi sekolah. Ada dua jenis yang berkaitan yaitu keseimbangan proses pendidikan dan penyiapan tenaga guru. g. Fungsi kurikulum bagi masyarakat dan pemakai lulusan sekolah. Pemakaian lulusan ikut memberikan bantuan guna memperlancar pelaksanaan program pendidikan yang membutuhkan kerja sama dengan pihak luar dan memeberikan kritik atau saran yang membangun, dalam rangka menyempurnakan program pendidikan di sekolah agar lebih serasi dengan kebutuhan masyarakat dan lapangan kerja. 4. Metode Ditinjau dari segi etimologis (bahasa), metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu “methodos”. Kata ini terdiri dari dua suku kata, yaitu “metha” yang berarti melalui atau melewati, dan “hodos” yang berarti jalan atau cara. Maka metode memiliki arti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan (Arifin, 1996: 61). Sedangkan bila ditinjau dari segi terminologis (istilah), metode dapat dimaknai sebagai jalan yang ditempuh oleh seseorang supaya sampai pada tujuan tertentu, baik dalam lingkungan atau perniagaan maupun dalam kaitan ilmu pengetahuan dan lainnya (Arief, 2002: 87). Artinya, metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Keberhasilan implementasi pembelajaran sangat bergantung
36
pada cara pendidik menggunakan metode pembelajaran. Berkaitan dengan pendidikan akhlak, ada beberapa metode yang bisa digunakan (Zuhriyah, 2011:65): a. Metode Ceramah Yaitu
penuturan
bahan
pelajaran
secara
lisan.
Pendidik
memberikan uraian atau penjelasan kepada sejumlah murid pada waktu tertentu (terbatas) dan tempat tertentu. Dilaksanakan dengan bahasa lisan untuk memberikan pengertian terhadap suatu masalah. b. Metode Keteladanan Melalui metode ini orang tua atau pendidik dapat memberi contoh atau teladan bagaimana cara berbicara, bersikap, beribadah dan sebagainya. Maka anak atau peserta didik dapat melihat, menyaksikan dan menyakini cara sebenarnya sehingga dapat melaksanakannya dengan lebih baik dan lebih mudah. c. Metode Pembiasaan Metode pembiasaan dilakukan secara bertahap. Dalam hal ini termasuk mengubah kebiasaan-kebiasaan negatif menjadi kebiasaan atau perilaku positif. Dalam upaya menciptakan kebiasaan yang baik atau positif ini dapat dilakukan dengan dua cara, antara lain ditempuh dengan proses bimbingan dan latihan serta dengan cara mengkaji aturan-aturan Tuhan yang terdapat dalam ayat yang bentuknya amat teratur. Pembiasaan yang baik sangat penting bagi pembentukan watak anak atau peserta didik dan juga akan terus berpengaruh pada anak itu
37
sampai hari tuanya. Menanamkan pembiasaan pada anak-anak terkadang sukar dan memakan waktu lama. Akan tetapi segala sesuatu yang telah menjadi kebiasaan akan sukar pula diubah. Maka dari itu, lebih baik menjaga anak-anak atau peserta didik supaya mempunyai kebiasaankebiasaan yang baik dari pada terlanjur memiliki kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik. d. Metode Nasihat Metode inilah yang sering digunakan oleh orang tua atau pendidik terhadap anak atau peserta didik dalam proses pendidikannya. Memberi nasihat tentang kebaikan sebenarnya menjadi kewajiban setiap muslim, seperti dalam surat Al-Ashr ayat 3:
Artinya: “Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran” e. Metode Kisah atau Cerita Adalah suatu cara dalam menyampaikan materi pelajaran dengan menuturkan secara kronologis bagaimana terjadinya suatu hal, baik yang sebenarnya maupun yang rekaan saja. Adapun tujuan yang diharapkan melalui metode ini adalah agar anak atau peserta didik dapat memetik hikmah dan mengambil pelajaran dari kisah-kisah yang disampaikan. f. Metode Pemberian Hadiah dan Hukuman Metode pemberian hadiah atau reward ini tujuannya memberikan apresiasi kepada peserta didik karena telah melakukan tugas dengan baik
38
dan hadiah yang diberikan tidak harus berupa materi. Sedangkan hukuman dimaksudkan untuk memberi efek jera kepada peserta didik agar tidak mengulangi kesalahan-kesalahannya lagi. 5. Lembaga Salah satu sistem yang memungkinkan proses pendidikan berlangsung secara
konsisten
dan
berkesinambungan
dalam
mencapai tujuan
pendidikan adalah intitusi atau kelembagaan. Tanpa adanya tempat, kegiatan belajar tidak mungkin bisa dilakukan (Nata, 1997: 112). Undang-undang nomor 2 tahun 1989 tentang pendidikan nasional, mengatakan bahwa: a. Suatu pendidikan menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan di sekolah atau luar sekolah. b. Satuan pendidikan yang disebut sekolah merupakan bagian dari pendidikan yang berjenjang dan berkesinambungan. c. Satuan pendidikan luar sekolah meliputi keluarga, kelompok belajar, kursus dan satuan pendidikan yang sejenis. Dari beberapa lembaga pendidikan yang ada, lembaga yang relevan dalam pendidikan akhlak adalah sekolah, madrasah atau pondok pesantren. E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendidikan Akhlak Ada dua faktor utama yang mempengaruhi akhlak yaitu faktor internal dan faktor eksternal (Ya’qub, 1991: 57). 1. Faktor Internal
39
Yang dimaksud dengan faktor internal adalah faktor yang datang dari diri sendiri yaitu fitrah yang suci yang merupakan bakat bawaan sejak manusia lahir dan mengandung pengertian tentang kesucian anak yang lahir dari pengaruh-pengaruh luar, sebagaimana firman Allah dalam QS Ar ruum ayat 30:
ِ ِ ﻓَﺄَﻗِﻢ وﺟﻬﻚ ﻟِﻠﺪﱢﻳ ِﻦ ﺣﻨِ ًﻴﻔﺎ ﻓِﻄْﺮَة اﻟﻠﱠِﻪ اﻟﱠِﱵ ﻓَﻄَﺮ اﻟﻨﱠﺎس ﻋﻠَﻴـﻬﺎ ﻻ ﺗَـﺒ ِﺪ ﱢﻳﻦ َ ﻳﻞ ﳋَﻠْ ِﻖ اﻟﻠﱠِﻪ َذﻟ َ َْ َ ْ َ ُ ﻚ اﻟﺪ َ َ ْ َْ َ َ َ ِ اﻟْ َﻘﻴﱢ ُﻢ َوﻟَ ِﻜ ﱠﻦ أَ ْﻛﺜَـَﺮ اﻟﻨ ﱠﺎس ﻻ ﻳَـ ْﻌﻠَ ُﻤﻮ َن
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”
Dengan demikian setiap anak yang lahir ke dunia ini telah memiliki keagamaan yang nantinya akan mempengaruhi dirinya. 2. Faktor Eksternal Faktor eksternal adalah faktor yang mempengaruhi kelakuan atau perbuatan manusia yang meliputi: a. Pengaruh Keluarga Setelah manusia lahir, maka akan terlihat jelas fungsi keluarga dalam pendidikan, yaitu memberikan pengalaman kepada anak, baik melalui pemeliharaan, pembinaan dan pengaruh yang menuju pada terbentuknya tingkah laku yang diinginkan oleh orang tua. Orang tua (keluarga) merupakan pusat kegiatan rohani bagi anak yang pertama, baik itu tentang sikap, cara berbuat, cara berfikir itu akan kelihatan.
Keluarga
sebagai
pelaksana
pendidikan
mampengaruhi dalam pembentukan akhlak yang mulia.
40
yang
akan
b. Pengaruh Sekolah Sekolah merupakan lingkungan pendidikan yang kedua setelah keluarga, di sana dapat mempengaruhi akhlak anak. Didalam sekolahan, berlangsung beberapa bentuk dasar dari kelangsungan pendidikan pada umumnya, yaitu pembentukan sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan yang wajar, perangsang dari potensi-potensi anak, perkembangan dari kecakapan pada umumnya belajar kerjasama dengan kawan sekelompok, melaksanakan tuntunan atau contoh-contoh yang baik dan belajar menahan diri demi kepentingan orang lain (Yunus, 1978:31). c. Pengaruh Masyarakat Masyarakat dalam pengertian sederhana adalah individu dalam kelompok yang diikat dalam ketentuan negara, kebudayaan dan agama. Lingkungan dan alam sekitar mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam membentuk akhlak. Lingkungan yang baik akan menarik anak-anak untuk berakhlak baik. Sebaliknya, jika lingkungan yang jelek maka akan menarik anak-anak untuk berakhlak jelek. Oleh karena itu, haruslah pendidik memperlihatkan lingkungan yang berhubungan dengan anak-anak di luar rumah tangga. Mereka akan mencontoh akhlak di sekitar mereka dan ditirunya perkataan dan perbuatan mereka dengan tiada disadarinya (Yunus, 1978:33). Dengan demikian akhlak mulia membutuhkan pendidikan, baik dari keluarga, sekolah maupun lingkungan masyarakat dengan diterapkannya kebiasaan-kebiasaan, latihan-latihan serta contoh-contoh yang baik sehingga
41
anak dapat memahami dan mengetahui berbagai corak kegiatan tingkah laku lebih-lebih dalam pembentukan akhlak mulia. F. Macam-Macam Akhlak Akhlak dibagi menjadi dua jenis yaitu akhlak terpuji (mahmudah) dan akhlak tercela (mazmumah) (Solihin, 2005: 111). 1. Akhlak Terpuji Akhlak terpuji merupakan terjemah dari ungkapan bahasa arab akhlaq mahmudah. Kata Mahmudah merupakan bentuk maf’ul dari kata hamida yang berarti dipuji (Anwar, 2010: 87). Akhlak terpuji mencakup karakter-karakter yang diperintahkan Allah dan Rasul untuk dimiliki seperti: a. Rasa belas kasihan dan lemah lembut. Akhlak ini berdasarkan tuntutan Allah di dalam Al Qur’an surat Ali Imran ayat 159:
Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya” b. Sikap dapat dipercaya dan mampu menepati janji (amanah). Tuntutan sikap ini berdasar Al Qur’an surat Al Mu’minun ayat 8:
42
Artinya: “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya” c. Manis muka dan tidak sombong. Tuntutan akhlak ini berdasar Al Qur’an surat Luqman ayat 18:
Artinya: “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orangorang yang sombong lagi membanggakan diri” d. Tekun dan merendahkan diri dihadapan Allah. sikap ini berdasar Al Qur’an surat Al Mu’minun ayat 2:
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya” e. Berbuat baik dan beramal shaleh. Sesuai dengan tuntutan Allah dalam Al Qur’an surat Al Nisa’ ayat 124:
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik lakilaki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, Maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun” f. Sabar Sabar yang dimaksud mencakup tiga hal yaitu:
43
1) Sabar dalam beribadah dan beramal shaleh. 2) Sabar untuk tidak melakukan maksiat dan mengikuti godaan duniawi yang dilarang. 3) Sabar ketika tertimpa musibah. Sikap tersebut terkandung dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 153:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” 2. Akhlak Tercela Kata madzmumah berasal dari bahasa arab yang artinya tercela. Segala bentuk akhlak yang bertentangan dengan akhlak terpuji disebut akhlak tercela. Akhlak tercela merupakan tingkah laku yang tercela yang dapat merusak keimanan seseorang dan menjatuhkan martabatnya sebagai manusia (Anwar: 2010: 121). Akhlak tercela (mazmumah) yang diperintahkan oleh Allah untuk ditinggalkan. Akhlak ini menyebabkan pelakunya mendapat kemurkaan dari Allah dan dijauhkan dari kasih sayang-Nya. Diantara akhlak-akhlak tercela yang dilarang dalam Al Quran adalah: a. Bakhil. Larangan Allah terdapat dalam surat Al Lail ayat 8-10:
Artinya: “Dan Adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup.Serta mendustakan pahala terbaik. Maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar”.
44
b. Suka berdusta. Dijelaskan dalam Al Quran surat Al Nisa ayat 112:
Artinya: “Dan Barangsiapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa, kemudian dituduhkannya kepada orang yang tidak bersalah, Maka Sesungguhnya ia telah berbuat suatu kebohongan dan dosa yang nyata”. c. Tidak menepati janji. Larangan ini termuat dalam surat Al Nisa ayat 107:
Artinya: “Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa”.
d. Ghibah. Termuat dalam Al Qur’an surat Al Hujurat ayat 12:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purbasangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”.
45
e. Dzalim. Perbuatan dzalim dilarang Allah dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 59:
Artinya: “lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. sebab itu Kami timpakan atas orang-orang yang zalim itu dari langit, karena mereka berbuat fasik”.
46
BAB IV ANALISIS KITAB WASHOYA AL-ABA’ LIL ABNAA’ KARYA MUHAMMAD SYAKIR AL-ISKANDARI A. Konsep Pendidikan Akhlak Muhammad Syakir Al-Iskandari Pendidikan akhlak mempunyai peranan penting dalam menentukan kehidupan. Dilihat dari substansinya, manusia memiliki perilaku istimewa yang tidak dimiliki oleh entitas-entitas lain di alam semesta sehingga manusia merupakan entitas yang paling unggul. Oleh karena itu, pendidikan akhlak dimaksudkan sebagai upaya pemeliharaan akhlak dan mengaplikasikan dalam kehidupan sehar-hari. Hal ini senada dengan penjelasan Muhammad Syakir tentang tujuan pendidikan akhlak.
ِ ِ ِ ِ ﻳﺴﱡﺮِﱐ اَ ْن اَر َاك ِ َزﻛِ ﱠﻲ اﻟْ َﻘ ْﻠ,ي اِْﻻ ْدر َاك ﻀﺎ َﻋﻠَﻰ ً ب اْﻻَ ْﺧﻼَ ِق ُﳏَﺎ ﻓ َ َ َ ُﻣ َﻬ ﱠﺬ,ﺐ َ ﺻﺤْﻴ َﺢ اﻟْﺒْﻨـﻴَﺔ ﻗَ ِﻮ ﱠ َُ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ْاﻻَ َد ِ اﻋﻠَﻰ اﻟْ ُﻔ ْﺤ .ﻚ َ َْﳏﺒُـ ْﻮﺑًﺎ ﻣ ْﻦ ا ْﺧ َﻮاﻧ,ﻒ اﻟْ ُﻤ َﻌﺎ َﺷَﺮِة َ ﻟَﻄْﻴ,ﺶ ِﰲ اﻟْ َﻘ ْﻮِل َ ﺑَﻌْﻴ ًﺪ,اب
Aku merasa senang melihatmu dalam keadaan sehat tubuhmu, kuat penalaranmu, bersih hatimu, lurus akhlakmu dengan memelihara adab, jauh dari perkataan keji, ramah tamah dalam pergaulan dan dicintai oleh saudara-saudaramu (teman-temanmu).
1. Unsur-Unsur Pendidikan a. Pendidik Pendidik didalam pendidikan memiliki peran sangat penting dalam perkembangan anak didik. Selain sebagai orang yang bertanggung jawab dalam pembelajaran, peran pendidik juga harus memiliki akhlak yang
47
baik yang bisa dicontoh oleh anak didik. Muhammad Syakir mengatakan bahwa seorang pendidi harus memiliki sikap yang jujur.
ِ ﻳﺎﺑ ِ ِ ﻚ ِﻣﻦ اﻟﻨ ِِ ِ ِ َﻚ ﻧ ﻀ ْﻮ ِر ْى َ َﲏ! ا ﱢﱐ ﻟ ُ ﱠﺼﺎﺋ ِﺢ َو ْاﻋ َﻤ ْﻞ ﺑِﻪ ِ ْﰲ ُﺣ ٌْ ﺎﺻ ٌﺢ اَﻣ َُﱠ َ َ َ ﲔ ﻓَﺎَ ﻗْـﺒَ ُﻞ َﻣﺎ اُﻟْﻘْﻴﻪ َﻋﻠَْﻴ .ﻚ َ ََوﺑَـْﻴـﻨ َ َﻚ َوﺑَـْﻴـﻨ َ ِﲔ اَ َﺧ َﻮاﻧ َ ﲔ ﻧَـ ْﻔ ِﺴ َْ ﻚ َوﺑَـ َْ ﻚ َوﺑَـ “Wahai anakku, sesungguhnya aku adalah seorang pemberi nasihat yang jujur bagimu. Maka, terimalah nasihat-nasihat yang kuberikan kepadamu dan amalkanlah di hadapanku, diantara engkau dan saudarasaudaramu serta terhadap dirimu sendiri” (Syakir, t.th: 3)
b. Anak didik Anak didik adalah seseorang yang sedang mengikuti proses kegiatan belajar mengajar dengan tujuan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya. Sebagai anak didik harus memiliki akhlak yang baik kepada seorang pendidik.
ِ ِ ِ ِﻳﺎ ﺑـﲏ َﻻ َﺷﻲء اَﺿﱡﺮ ﻋﻠَﻰ ﻃَﺎﻟ ِﻀ -ﺎك َ ﻓَﺎِﻳﱠ,ﺐ اَْﻻ َﺳﺎﺗِ َﺬ ِة َواﻟْﻌُﻠَ َﻤ ِﺎء َ ﺐ اْﻟﻌ ْﻠ ِﻢ ﻣ ْﻦ َﻏ َ َ َْ َْ ُ َ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ﺐ َ ﻓَﺎ ﱠن اَﻗَ ﱠﻞ َﻣﺎ ﻳـُْﻨﺘ ُﺠﻪُ َﻏ,ُﲔ اَْوﺗُﺴ ْﻲءَ ْاﻻَ َد ِب اََﻣ َﺎﻣﻪ ﻳَﺎﺑـُ َﱠ َْ ﺐ اَ َﺣ َﺪاﻣ َﻦ اﻟْ ُﻤ َﺪ ِرﺳ َ اَ ْن ﺗـُ ْﻐﻀ:ﲏ ُﻀ .ُْاﻻَ َﺳﺎﺗِ َﺬ ِةا ْﳊِْﺮَﻣﺎ ُن َواﻟْ َﻘ ِﻄْﻴـ َﻌﺔ
“Wahai anakku! Tiada sesuatu yang lebih membahayakan pelajar daripada amarah para guru dan ulama. Oleh karena itu, wahai anakku, Janganlah engkau membuat marah seorang pengajaratau bersikap kurang sopan di depannya. Sekurang-kurangnya akibat yang ditimbulkan oleh amarah para guru adalah terputus pelajaran dan pemutusan hubungan”.
c. Metode Keberhasilan dalam pembelajaran tergantung kepada cara pendidik menggunakan metode pembelajaran. Muhammad Syakir menggunakan beberapa metode dalam pembelajaran, yaitu:
48
1. Metode ceramah
ِ ﻳﺎ ﺑـ ِ اﺷﺮع ْاﻻُﺳﺘَﺎذُ َﰲ ﻗِﺮاء ِة اﻟﺪﱠر ِس ﻗَﻼَ ﺗَـﺘَ َﺸﺎ َﻏﻞ ﻋْﻨﻪ ﺑِﺎ ْﳊ ِﺪﻳ ﺚ َوَﻻﺑﺎِﻟْ ُﻤﻨَﺎ ﻗَ َﺸ ِﺔ َﻣ َﻊ َ ُ َﱠ ْ َ َُ ْ ْ َ َ ْ ْ َ َ َ ا َذ,ﲏ ِ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ ﺎك اَ ْن ﺗَ ْﺸﻐَ َﻞ ﻓ ْﻜَﺮَك ﺑِ َﺸ ْﻲء اَ َﺧَﺮ ﻣ َﻦ َ ﺻﻐَﺎءً ﺗَﺎ ًﻣﺎ َواﻳﱠ َ ِا ْﺧ َﻮاﻧ ْ ﺻ ِﻎ ا َﱃ َﻣﺎ ﻳَـ ُﻘ ُﻮ ﻟُﻪُ ْاﻻُ ْﺳﺘَﺎذُ ا ْ َﻚ َوا ِ ا ْﳍََﻮ ِاﺟ .ﺲ اﻟﻨﱠـ ْﻔ ِﺴﻴﱠِﺔ اَﺛْـﻨَﺎءَ اﻟﺪ ْﱠر ِس “Wahai, anakku! Apabila guru mulai membaca pelajaran, maka janganlah engkau mengabaikannya dengan berbicara dan berdiskusi dengan teman-temanmu. Dengarkan baik-baik apa yang dikatakan guru dan janganlah menyibukkan pikiranmu dengan ssesuatu yang lain, berupa bisikan-bisikan hati di tengah pelajaran”. 2. Metode keteladanan
ِ ِ ﻳﺎﺑـﲏ! اِ َذا َﱂ ﺗَـﺘ ﻚ ِﰲ ا ْﳉُﻠُ ْﻮ ِس َ ﱠﺨ ْﺬِﱐ ﻗُ ْﺪ َوًة ﻓَﺒِ َﻤ ْﻦ ﺗَـ ْﻘﺘَﺪ ْى؟ َو َﻋ َﻼ َم ُْﲡ ِﻬ ُﺪ ﻧَـ ْﻔ َﺴ ْ َ ُ َﱠ اََﻣ ِﺎﻣﻲ؟
“Wahai, anakku! Apabila engkau tidak menjadikan aku sebagai teladan, maka siapakah yang akan engkau teladani? Untuk apa pula engkau paksakan dirimu duduk didepanku?”.
3. Metode nasihat
ِ ﻳﺎﺑـ ِ َﺎﺻ ٍﺢ ﻓَﺎﻧَﺎ اَﺣ ﱡﻖ ﻣﻦ ﺗَـ ْﻘﺒﻞ ﻧ ِ َﺼﻴﺤ َﺔ ﻧ ِ ﺼْﻴ َﺤﺘَﻪُ اَﻧَﺎ اُ ْﺳﺘَﺎذُ َك َ ُ َﱠ َ ﲏ! ا ْن ُﻛْﻨ َ ْ َﺖ ﺗَـ ْﻘﺒَ ُﻞ ﻧ َُ َْ َ ِ َ ﻚ وﻣﺮﱢﰉ روِﺣ .ﻚ ِﻣ ﱢﲏ َ ﺻ َﻼ ِﺣ َ ِص َﻋﻠَﻰ َﻣْﻨـ َﻔ َﻌﺘ َ ﻚ َو ْ ُ َ ُ َ َ َوُﻣ َﻌﻠﱢ ُﻤ َ ﻚ ﻻَ َﲡ ُﺪ اَ َﺣ ًﺪ اَ ْﺣَﺮ
“Wahai, anakku! Jika engkau menerima nasihat dari seorang penasihat, maka akulah yang lebih patut engkau terima nasihatnya. Aku adalah guru dan pengajar serta pendidik jiwamu. Engkau tidak akan mendapatkan seseorang yang lebih mengharapkan manfaat dan kebaikan bagimu daripada aku”. 4. Metode kisah atau cerita
ِ ﰒُﱠ َﻛﺎ َن ﻳـﺘ,ﻳﺎﺑـﲏ َﻛﺎ َن اﻟﻨ ﱢﱠﱯ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻳـﺮ ﻋﻰ اﻟْﻐَﻨﻢ ﻗَـﺒﻞ اﻟﺒِﻌﺜ ِﺔ ﱠﺠ ُﺮ َ ْ َ ْ َ َ َ َْ َ ُ َﱠ َ ِ .ﺖ ِﻇ ﱢﻞ ُرِْﳏ ِﻪ َ َِﺣ ﱠﱴ ﺑُﻌ َ َوَﻣﺎ َز َال َﻛ َﺬﻟ,ﺚ َ ﻚ َﺣ ﱠﱴ َﻛﺎ َن ِرْزﻗُﻪُ َْﲢ
“Wahai anakku, Nabi SAW menggembala kambing sebeu diangkat menjadi Nabi. Kemudian beliau berdagang hingga diutus sebagai Nabi dan tetap begitu hingga rezekinya berada di bawah naungan tombaknya”.
49
5. Metode pemberian hadiah dan hukuman
ِ ﻳﺎﺑـﲎ! اِ ﱠن رﺑﱠ ِ ﺶ َﺷ ِﺪﻳ ُﺪاﻟْﻌِ َﻘ َ َ َ ُ َﱠ َ َواﺗﱠِﻖ َﻏ,ﲏ ﺎﺣ َﺬ ْرﻳَﺎﺑـُ َﱠ ْ َ ﻓ.ﺎب ُﻀﺒَﻪ ْ ِ ْﻚ َﺷﺪﻳْ ُﺪاﻟْﺒَﻄ .ُ ﻓَﺎِ ﱠن اﷲَ ﳝُْﻠِ ْﻰ ﻟِﻠﻈﱠ ِﺎﱂ َﺣ ﱠﱴ اِ َذااَ َﺧ َﺬﻩُ َﱂْ ﻳـُ ْﻔﻠِﺘْﻪ,ُﻚ ِﺣﻠْ ُﻤﻪ َ َوَﻻﻳَـﻐُﱠﺮﻧﱠ,َُو ُﺳ ْﺨﻄَﻪ
"Wahai anakku, sesungguhnya ancaman dan siksa Rabbnu sangat keras dan berat. Karena itu takutlah engkau anakku, takutlah pada murka rabbmu jangan sampai sifat “Halim” (kebijakan) Allah membujuk dirimu. “Sesungguhnya Allah menangguhkan siksanya pada orang yang zalim sampai dengan Allah menyiksanya, sehingga dia tidak dapat lepas dari adzab yang pedih.” (Hadis ini “Syarif” diriwatkan oleh Bhukhari, Muslim, Tirmizi, dan Ibnu Majah dari Abi Musa AlAsy’ari dari Nabi saw.). (Syakir, t.th: 5) d. Lembaga Suatu perilaku bisa dikatakan sebagai akhlak ketika sudah menjadi watak, maka hal ini membutuhkan suatu proses yang panjang dan terus menerus. Penanaman ini harus terus menerus diberikan dan berulangulang agar terinternalisasi dan dapat diwujudkan dalam tindakan nyata dan konkret. Proses tersebut bisa dilakukan di lembaga sekolah, pondok pesantren atau masyarakat. B. Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’ 1. Akhlak Kepada Allah Hubungan manusia dengan Allah adalah menjaga hak Allah, yaitu disembah oleh semua makhluk, bahwasannya tidak ada Rabb maupun Illah selain Dia (Hajjaj, 2013: 227). Seorang muslim harus menjaga dirinya dari berbagai kenistaan dan dosa, sebab Allah maha melihat segala sesuatu dalam keadaan apapun, bahkan apa yang ada dalam hati sekalipun. Sebagaimana ditampakkan dalam QS. Al-Baqarah ayat 284:
50
Artinya: “Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu” Muhammad Syakir juga menjelaskan dalam kitab Washoya al aba’ lil abnaa:
ِ ﻳﺎﺑـ ِ ِ ِ ِ ِ َِ ﻚ وﻣﻄﱠﻠِﻊ ﻋﻠَﻰ .ﻚ َ ﲎ! ا ﱠن َرﺑﱠ َ ﲨْﻴ ِﻊ اَ ْﻋ َﻤﺎﻟ َ ُ َﱠ َ ٌ ُ َ َ ﺻ ُﺪ ْوِرَك َوَﻣﺎ ﺗـُ ْﻌﻠﻨُﻪُ ﺑِﻠ َﺴﺎ ﻧ ُ ﻚ ﻳَـ ْﻌﻠَ ُﻢ َﻣﺎﺗُﻜﻨﱡﻪُ ِ ْﰱ
“Wahai anakku, sesungguhnya Rabbmu mengetahui apa yang tersimpan dalam hatimu, semua yang di ucapkan oleh lisanmu dan melihat seluruh perbuatanmu” (Syakir, t.th: 5). Dengan segala kenikmatan yang diberikan Allah, maka sebagai ungkapan rasa syukur kita adalah dengan bertakwa kepada-Nya. yaitu menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
ِِ ِ ﺐ ﻋﻠَﻴ ِ ِ ِﻚ ﺟﻞﱠ َﺷﺄﻧِِﻪ اَ ْن ﺗَـﻌ ِﺮﻓَﻪ ﺑ َواَ ْن ﺗَ ُﻜ ْﻮ َن َﺷ ِﺪﻳْ َﺪ,ﺼ َﻔﺎ ﺗِِﻪ اﻟْ َﻜ َﻤﺎ ﻟِﻴﱠِﺔ َ ْ َ ٍ ﲎ! اَﱠو ُل َواﺟ ﻳَﺎﺑـُ َﱠ ُ ْ َ َ ﻚ ﳋَﺎ ﻟﻘ ِ ِ ِ ِ ِ َص ﻋﻠَﻰ ﻃ ِ ِ َاﺟﺘِﻨ .ﺎب ﻧـَ َﻮ ِاﻫْﻴ ِﻪ َ َ ِ اَ ْﳊ ْﺮ ْ ﺎﻋﺘﻪ ﺑِ ْﺎﻣﺘﺜَﺎل اََواﻣ ِﺮﻩِ َو
“Wahai anakku, kewajibanmu yang pertama tehadap Allah Penciptamu yang Maha Luhur dalam segala hal adalah mengetahui sifat-sifa-Nya yang sempurna, dan bersungguh-bersungguh dalam taat pada-Nya dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjahui larangan-Nya. Hendaklah engkau yakin dengan teguh dan mantap bahwa yang engkau pilih buatmu sendiri. Jangan mengikuti hawa nafsu mengerjakan sesuatu yang tidak berguna, dan taat pada makhluk, baik mulia ataupun hina (dalam pandanganmu) sehingga menghalangi drimu untuk taat dan beribadah pada Rabbmu” (Syakir, t.th: 8). Jadi sudah menjadi kewajiban untuk menyembah dan mengesakan-Nya, jika ada yang tidak mengenal Allah maka termasuk orang-orang yang zalim
51
dan mengingkari hak Allah, sehingga layak mendapat murka dan siksa dari Allah.
ِ ﻳﺎﺑـﲎ! اِ ﱠن رﺑﱠ ِ ﺶ َﺷ ِﺪﻳ ُﺪاﻟْﻌِ َﻘ ,ُﻚ ِﺣﻠْ ُﻤﻪ َ َوَﻻﻳَـﻐُﱠﺮﻧﱠ,ُﻀﺒَﻪُ َو ُﺳ ْﺨﻄَﻪ َ َ َ ُ َﱠ َ َواﺗﱠِﻖ َﻏ,ﲏ ﺎﺣ َﺬ ْرﻳَﺎﺑـُ َﱠ ْ َ ﻓ.ﺎب ْ ِ ْﻚ َﺷﺪﻳْ ُﺪاﻟْﺒَﻄ .ُﻓَﺎِ ﱠن اﷲَ ﳝُْﻠِ ْﻰ ﻟِﻠﻈﱠ ِﺎﱂ َﺣ ﱠﱴ اِ َذااَ َﺧ َﺬﻩُ َﱂْ ﻳـُ ْﻔﻠِﺘْﻪ
"Wahai anakku, sesungguhnya ancaman dan siksa Rabbnu sangat keras dan berat. Karena itu takutlah engkau anakku, takutlah pada murka rabbmu jangan sampai sifat “Halim” (kebijakan) Allah membujuk dirimu. “Sesungguhnya Allah menangguhkan siksanya pada orang yang zalim sampai dengan Allah menyiksanya, sehingga dia tidak dapat lepas dari adzab yang pedih.” (Hadis ini “Syarif” diriwatkan oleh Bhukhari, Muslim, Tirmizi, dan Ibnu Majah dari Abi Musa Al-Asy’ari dari Nabi saw.). (Syakir, t.th: 5) Dari uraian tersebut pengarang menggunakan metode reward dan punishment dalam menerangkan konsep taqwa kepada Allah SWT. Orang yang tidak bertaqwa kepada Allah akan mendapat punishment yaitu murka dan siksa dari Allah SWT. 2. Akhlak Kepada Rasul Akhlak terhadap utusan Allah (Rasulullah) adalah menjalankan apa yang telah diajarkannya. Sebagai umat Islam, tentu kita wajib beriman kepada Rasulullah beserta risalah yang dibawanya. Untuk memupuk keimanan, kita perlu mengetahui dan mempelajari sejarah hidup beliau, sehingga dari situ kita dapat memetik banyak pelajaran dan hikmah (Salamulloh, 2008: 33). Rasullulah adalah sosok yang wajib diteladani dalam segala hal yang bersumber darinya, baik ucapan, perbuatan, maupun taqrir beliau. Segala sesuatu yang diperintahkan Rasulullah mengandung kemaslahatan, hal ini dikarenakan Rasulullah diutus oleh Allah untuk mengarahkan makhluknya menuju kebahagiaan.
52
ِ ﻳﺎ ﺑـﲎ! اِ ﱠن رﺳﻮَل ﻓَ ُﻜ ﱡﻞ اََو ِاﻣ ِﺮِﻩ َوﻧـَ َﻮ ِاﻫْﻴ ِﻪ ُﻣ ْﺴﺘَﻨِ َﺪةٌ اِ َﱃ,اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ َﻻ ﻳَـﻨْ ِﻄ ُﻖ َﻋ ِﻦ ا ْﳍََﻮى ْ ُ َ َ ُ َﱠ ِ ِ ِ ) .ُﺷﺄْ ﻧُﻪ َ ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ِﻣ ْﻦ ﻃَﺎ َﻋ ِﺔ اﻟﻠﻪ َﺟ ﱠﻞ َ َاﻟْ َﻮ ْﺣ ِﻰ اْﻻ َﳍ ﱢﻰ ﻓَﻄ َ ُﺎﻋﺘُﻪ (
”Wahai anakku, sesungguhnya Rasulullah saw. Tidak pernah berbicara mengikuti hawa nafsunya, setiap perintah dan larangannya adalah berdasarkan wahyu Allah. Karena itu taat kepada Rasulullah merupakan bagian ketaatan kepada Allah yang Maha Bijaksana: “Katakanlah, jika kamu mencintai Allah, maka ikutillah aku, niscaya Allah akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (QS. Ali Imran: 31) (Syakir, t.th: 9). 3. Akhlak Kepada Orang Tua Berbakti, taat dan berbuat baik kepada orang tua adalah suatu kewajiban bagi setiap anak. Berbakti kepada orang tua merupakan faktor utama diterimanya doa seseorang, juga merupakan amal saleh yang paling utama yang dilakukan oleh seorang muslim (Anwar, 2010: 107). Tidak dipungkiri kita hidup sebagai seorang muslim tidak lain karena perantara keduanya. Pengorbanan orang tua saat anaknya masih kecil, khususnya ibu dari mulai masa mengandung dan setelah beranjak kanak-kanak dan seorang ayah yang ikhlas mencari nafkah untuk menghidupi keluarga.
ِ ِﺎق اَﺑـﻮﻳ ِﻪ ﻋﻠَﻴ ِﻪ و ْاﻋﺘِﻨَﺎ ِﻫ ِﻬﻤﺎ ﺑ ِ ِ ِ ِ ِ ﻳﺎ ﺑـﲎ! اُﻧْﻈُﺮ اِ َﱃ اﻟﻄﱢْﻔ ِﻞ اﻟ ﱠ ﺼ ﱠﺤﺘِ ِﻪ َوﻃَ َﻌ ِﺎﻣ ِﻪ َو َﺷَﺮاﺑِِﻪ َوَﻣ َﻼ ْ َ ُ َﱠ َ َ ْ َ ْ َ َ ﺼﻐ ْﲑ َوا َﱃ ا ْﺷ َﻔ ِِ ِ ِ ِِ ِِ ﺖ َﻣْﺒـﻠَ َﻎ َ ِ ﺗَـ ْﻌﻠَ ْﻢ ﻣ َﻘ َﺪا ِر َﻣﺎ ﻗَﺎ َﺳﻰ اَﺑَـ َﻮ َاك ِ ْﰱ ﺗَـ ْﺮﺑِﻴَﺘ,ذﻩ ِﰱ ﻟَْﻴـﻠَﺘﻪ َوﻧـَ َﻬﺎ ِرِﻩ َو ِﺻ َﺤﺘﻪ َو َﺳ َﻘ ِﻤﻪ َ ْﻚ َﺣ ﱠﱴ ﺑَـﻠَﻐ ِ اﻟﱢﺮﺟ .ﺎل َ “Wahai anakku, lihatlah kepada anak kecil dan kesayangan ayah ibunya kepadanya serta perhatian keduanya terhadap kesehatan makanan, minuman dan kesenangan di waktu malam dan siangnya, sehat dan sakitnya. Engkau bisa mengetahui nagaimana ayah-ibumu mendidikmu dengan susah payah hingga engkau mencapai tingkat dewasa” (Syakir, t.th: 10)
53
Dalam Al qur’an surat Luqman ayat 14 dijelaskan untuk merendahkan diri terhadap keduanya, yakni memperlakukannya dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang.
Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu” Bentuk berbakti kepada orang tua dengan cara menaati segala perintah darinya, bersikap sopan kepadanya dan tidak berbicara kasar. Selain itu bentuk berbakti kepada orang tua dengan cara mendoakan kebaikan bagi kedua orang tua. 4. Akhlak Terhadap Saudara Saudara yang dimaksud adalah saudara sesama muslim. Dalam hal ini adalah teman dalam mencari ilmu. Tidak bersikap buruk terhadap sesama teman. Saling menghargai dan saling membantu pada waktu pembelajaran, jika seorang teman tidak bisa dalam suatu pelajaran maka sebaiknya untuk mengajarinya (Syakir, t.th: 13). Pada waktu dimajelis ilmu, jika ada teman yang belum mendapat tempat duduk, sebaiknya kita berbagi tempat duduk dengannya. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Mujadilah: 11 disebutkan:
ِ ِ ِ ِ ِﱠ ﱠ ِ ِِ ﻴﻞ اﻧْ ُﺸ ُﺰوا َ ﻳَﺎ أَﻳـﱡ َﻬﺎ اﻟﺬ َ ﻴﻞ ﻟَ ُﻜ ْﻢ ﺗَـ َﻔ ﱠﺴ ُﺤﻮا ﰲ اﻟْ َﻤ َﺠﺎﻟﺲ ﻓَﺎﻓْ َﺴ ُﺤﻮا ﻳَـ ْﻔ َﺴ ِﺢ اﻟﻠﻪُ ﻟَ ُﻜ ْﻢ َوإذَا ﻗ َ ﻳﻦ َآﻣﻨُﻮا إذَا ﻗ ِﱠ ِﱠ ٍ ِ ِ ِ ٌﻳﻦ أُوﺗُﻮا اﻟْﻌﻠْ َﻢ َد َر َﺟﺎت َواﻟﻠﱠﻪُ ﲟَﺎ ﺗَـ ْﻌ َﻤﻠُﻮ َن َﺧﺒِﲑ َ ﻳﻦ َآﻣﻨُﻮا ﻣﻨْ ُﻜ ْﻢ َواﻟﺬ َ ﻓَﺎﻧْ ُﺸ ُﺰوا ﻳَـ ْﺮﻓَ ِﻊ اﻟﻠﱠﻪُ اﻟﺬ
54
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dalam hubungan terhadap sesama sebaiknya dilandasi dengan cinta karena Allah dan persaudaraan seagama, kerja sama dan saling tolong menolong dalam kenajikan dan ketakwaan, komitmen mendedikasikan kebaikan bagi semua dan mencegah keburukan dari sesama teman serta menghiasi diri dengan akhlak-akhlak yang mulia (Hajjaj, 2013: 263). Apabila seorang teman meminta pertolongan kepada kita, sebaiknya kita menolongnya dengan ikhlas. Karena jika sewaktu-waktu diri kita sedang dalam kesulitan dan kita meminta pertolongan kepada teman, maka teman tersebut juga akan menolong kita tanpa mengharap balasan dari kita. 5. Adab Sehari-hari a. Adab Mencari Ilmu Muhammad Syakir menyebut guru dengan sebutan kata Mu’allim yang dituntut mampu menjelaskan hakikat ilmu pengetahuan yang diajarkannya dan berusaha membangkitkan siswa untuk mengamalkan dalam kehidupannya agar bisa mendatangkan kemanfaatan dalam kehidupan sehari-hari. Tidak hanya mengembangkan intelektual muridnya, tetapi harus bisa memberikan pengetahuan jiwa dan mengembangkan spiritual muridnya.
55
Muhammad syakir menyebutkan sifat terpenting yang harus dimiliki seorang Mu’allim adalah sifat jujur. Karena seorang guru adalah teladan bagi murid-muridnya.
ِ ﻳﺎﺑ ِ ِ ﻚ ِﻣﻦ اﻟﻨ ِِ ِ ِ َﻚ ﻧ ﻚ َ َﻀ ْﻮ ِر ْى َوﺑَـﻴْـﻨ َ َﲏ! ا ﱢﱐ ﻟ ُ ﱠﺼﺎﺋ ِﺢ َو ْاﻋ َﻤ ْﻞ ﺑِﻪ ِ ْﰲ ُﺣ ٌْ ﺎﺻ ٌﺢ اَﻣ َُﱠ َ َ َ ﲔ ﻓَﺎَ ﻗْـﺒَ ُﻞ َﻣﺎ اُﻟْﻘْﻴﻪ َﻋﻠَْﻴ .ﻚ َ َﻚ َوﺑَـْﻴـﻨ َ ِﲔ اَ َﺧ َﻮاﻧ َ ﲔ ﻧَـ ْﻔ ِﺴ َْ َوﺑَـ َْ ﻚ َوﺑَـ
“Wahai anakku, sesungguhnya aku adalah seorang pemberi nasihat yang jujur bagimu. Maka, terimalah nasihat-nasihat yang kuberikan kepadamu dan amalkanlah di hadapanku, diantara engkau dan saudara-saudaramu serta terhadap dirimu sendiri” (Syakir, t.th: 3) Sedangkan istilah murid dalam kitab ini menggunakan kata Muta’alim yang mempunyai arti orang yang sedang belajar dan mempelajari ilmu dari seorang Mu’alim. Sebagai Muta’alim harus bisa mematuhi apa yang dinasihatkan dari seorang Mu’alim. Dengan cara mengamalkan nasihat-nasihat di depan guru, orang-orang yang ada di kehidupannya (orang tua dan temanteman). Kitab ini menekankan nasehat guru terhadap murid, karena keberhasilan pendidikan sangat tergantung kepada seberapa besarnya peran guru dalam mendidik para muridnya. Di dalam kegiatan belajar-mengajar seorang murid harus bersungguhsungguh dan meninggalkan kegiatan yang tidak bermanfaat. Karena, waktu sangat berharga bagi seorang yang menuntut ilmu. Waktu harus digunakan dengan sebaik-baiknya yaitu dengan belajar atau mutholaah pelajaran yang telah disampaikan oleh guru. Apabila mengalami kesulitan diharapkan tidak malu untuk bertanya kepada teman atau guru secara langsung.
56
Seorang murid tidak boleh membuat seorang guru marah dengan sikap murid yang tidak sopan terhadapnya. Pada waktu guru memberikan pelajaran hendaknya seorang murid memperharikan dengan saksama, tidak boleh bergurau atau berbicara dengan teman lainnya dan tidak menyibukkan pikiran dengan sesuatu yang lain berupa bisikan-bisikan hati di tengan pelajaran.
ِ ِ ﻳﺎﺑـﲎ! ِزﻳـﻨَﺔُ اﻟْﻌِﻠْ ِﻢ اﻟﺘـﱠﻮاﺿﻊ و ْاﻷَدب ﻓَﻤﻦ ﺗَـﻮ .ُﺐ ﻓِْﻴ ِﻪ َﺧﻠْ َﻘﻪ َ َ ْ َ ُ َ َ ُُ َ ْ َ ُ َﱠ ّ اﺿ َﻊ ﻟﻠّﻪ َرﻓَـ َﻌﻪ َو َﺣﺒﱠ
“Wahai, Anakku! Perhiasan ilmu adalah tawadhu’ dan kesopanan. Maka siapa yang bersikap tawadhu’ karena Allah, niscaya Dia mengangkat derajatnya dan menjadikan dicintai oleh para makhluk-Nya” (Syakir, t.th: 16). Sikap tawadhu’ terhadap guru sangatlah penting, karena manfaat suatu ilmu salah satunya dengan menghormati guru. Doa guru menjadi bagian penting dalam keberhasilan seorang murid, karena guru adalah orang tua kedua setelah ayah dan ibu yang melahirkan. b. Adab Belajar, Menghafal dan Berdiskusi Dalam kitab ini sistem belajar kelompok merupakan sistem belajar yang baik dan banyak membantu dalam menyelesaikan suatu pertanyaan. Ketika satu teman tidak bisa, ada teman yang lain yang sudah memahami pembelajaran. Jadi, dalam satu kelompok akan timbul saling transfer ilmu antara satu dengan yang lain. Dalam berdiskusi harus bisa menghormati antara satu dengan yang lain. Jangan memandang diri sendiri lebih menguasai ilmu daripada teman lain, sebab hal itu akan menimbulkan sikap sombong dan akan merendahkan teman lain. Jika ada teman lain sedang berbicara untuk menjelaskan atau menyampaikan pendapat, janganlah memotong pembicaraannya.
57
ِ ﺐ َﻣ َﻊ ُزْﻣَﺮٍة ِﻣ ْﻦ اِ ْﺧ َﻮاﻧِِﻪ اِﱠﻻ َﻣﺎ َﻛﺎ َن َﻣ َﺪ ُاراﻟْ ُﻤ َﺤ َﺎوَرِة ﺑَـْﻴـﻨَـ ُﻬ ْﻢ َﻋﻠَﻰ اﻟْ ُﻤﻨَﺎﻇََﺮِة ﻳَﺎﺑـُ َﱠ ْ ﲎ! ﻗَـﻠﱠ ّﻤﺎ ٌ اﺟﺘَ َﻤ َﻊ ﻃَﺎﻟ .ﺿ ِﺔ ِ ْﰱ اﻟْ َﻤ َﺴﺎﺋِ ِﻞ اﻟﱠِ ْﱴ ﻳَـ ْﻌ ِﺮﻓـُ ْﻮﻧَـ َﻬﺎ َ َواﻟْ ُﻤ َﻔ َﺎو
“Wahai anakku! Jarang sekali seorang pelajar berkumpul dengan sekelompok temannya, melainkan dialog diantara mereka berlangsung perdebatan dan diskusi mengenai masalah-masalah yang mereka ketahui” (Syakir, t.th: 19). Dalam suatu diskusi pasti akan terjadi saling menguatkan argumenargumen yang diajukan, tetapi sebaiknya dalam mempertahankan argumen dan dalam perdebatan janganlah saling menjatuhkan antara satu dengan yang lain. c. Adab Olahraga dan Berjalan di Jalan Disini seorang murid harus bisa memperhatikan dan meluangkan waktu untuk berolahraga. Kesehatan merupakan pokok dari hampir seluruh aktifitas fisik dan mental, jika badan sehat maka pikiranpun akan sehat. Dalam Islam ditekankan agar manusia selalu sehat, kuat dan menjauhkan diri dari hal-hal yang menyebabkan lemah dan sakit. Sebagaimana dalam hadits disebutkan:
ِ ﺐ اِ َﱃ ِ اﷲ ِﻣﻦ اﻟْﻤ ْﺆِﻣ ِﻦ اﻟﻀﱠﻌِْﻴ ﻒ َوِ ْﰲ ُﻛ ًﻞ َﺧﻴْـٌﺮ ي َﺧْﻴـٌﺮ َواَ َﺣ ﱡ اَﻟْ ُﻤ ْﺆِﻣ ُﻦ اﻟْ َﻘ ِﻮ ﱡ ُ َ
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai oleh Allah dari pada mukmin yang lemah, dan semuanya memiliki kebaikan. (HR. Imam Muslim dengan sanadnya dari Abu Hurairah r.a). Islam telah menunjukkan kepada manusia hal-hal yang membuatnya kuat, seperti menjaga kebersihan, bersuci, renang, memanah dan olahragaolahraga yang lain (Mahmud, 2004: 136).
58
Dalam berolahraga sebaiknya memperhatikan tempatnya, yaitu ditempat yang telah disediakan, bukan berolahraga di jalan umum, karena akan mengganggu orang lain.
ِ ِﻳﺎﺑـﲎ! اِ َذا ﺧﺮﺟﺖ ﻟِﻠﱢﺮﻳﺎﺿ ِﺔ اوﻟِﻐَ ِﲑﻫﺎ ﻣﻊ اِﺧﻮاﻧ ﺿ ْﻮا اَ َﺣ ًﺪا ِﻣ َﻦ اﻟْ َﻤﺎ ﱠرِة ِﰱ َ َ ْ َ َ َ ْ َ َ َ َ ْ ََ ُ ﻚ ﻓَﺎﻳﱠﺎ ُﻛ ْﻢ اَ ْن ﺗَـ ْﻌ َِﱰ َ ُ َﱠ ِ َاﻟﻄﱡﺮﻗ .ﺎت ُ
“Wahai anakku! Apabila engkau keluar untuk berolah raga atau keperluan lain bersama teman-temanmu, janganlah kalian menghalangi orang yang lewat di jalan” (Syakir, t.th: 20). Setiap orang memiliki hak untuk lewat di jalan umum, oleh sebab itu, dalam berjalan di jalan umum jangan berdesak-desakkan dan bergurau karena akan membahayakan bagi orang lain, khusunya pengguna kendaraan. Setiap anak harus menjaga sikap dan tingkah laku karena terkait dengan almamater pendidikannya. Jika seorang anak melakukan sikap yang tidak baik akan berakibat pada almamaternya yang dilihat jelek dengan mengambil kesimpulan pada sikap anak tersebut. Apabila di jalan ada orang yang mengganggu, janganlah membalasnya tetapi harus dimaafkan dan mendoakan agar orang tersebut dimaafkan oleh Allah SWT.
Artinya: “Dan Balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, Maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orangorang yang zalim” (QS. Asy-Syu’ara: 40)
59
d. Adab dalam Majelis dan Ceramah Islam mengajarkan apabila melewati atau memasuki suatu majelis dianjurkan untuk mengucap salam terlebih dahulu. Jangan memasuki suatu majelis di mana majelis tersebut tidak mengundangmu. Tamu yang tidak diundang tidak disukai banyak orang karena setiap mejelis mempunyai kepentingan yang berbeda. Didalam majelis dianjurkan tidak menempati tempat duduk yang mana disitu telah disediakan kepada orang tertentu. Terlalu banyak berbicara, bercanda dan tertawa terbahak-bahak adalah hal yang tidak baik, karena hal tersebut akan menghilangkan kehormatan.
ِ ﺲ ﻓَﺎِﻧـﱠ َﻬﺎ ِﻣ ْﻦ اَ ْﺧ َﻼ ِق اﻟ ﱠﺴ َﻔﻠَ ِﺔ َوَر َﻋ ِﺎع اﻟﻨﱠ ِ ِﺎك َواﻟْ َﻘ ْﻬ َﻘ َﻬ َﺔ ِﰱ اﻟْ َﻤ َﺠﺎﻟ َواَﻗْﻠِ ْﻞ ِﻣ َﻦ اﻟْ ِﻤَﺰ ِاح ُﺟ ْﻬ َﺪ َك,ﺎس َ َواِﻳﱠ ِ ﻓَﺎِ ﱠن َﻛﺜْـﺮِة اﻟْ ِﻤﺰ ِاح ﺗَ ْﺬﻫ ِ ﺾ اﻟﻨﱠ .ﻚ َ ْﺎس َﻋﻠَﻴ ْ ﺐ ﺑِﺎْﻻ ْﺣِ َﱰ ِام َوُرّﲟَﺎ اَْو َﻏَﺮ َ ﺻ ُﺪ ْوَر ﺑَـ ْﻌ ُ ت َ َ ُ َ
“Janganlah engkau tertawa terbahak-bahak di majelis-majelis, karena perbuatan itu termasuk akhlak orang-orang yang rendah dan tidak bermoral. Kurangilah bercanda sedapat mungkin, karena banyak canda dapat menghilangkan penghormatan dan dapat menjengkelkan sebagian orang terhadapmu” (Syakir, t.th: 24) e. Adab Makan dan Minum Dalam menjaga kesehatan salah satunya dengan menjaga pola makan dan jangan terlalu banyak makan. Makanlah apabila sudah merasa lapar. Dalam hadist dijelaskan bahwa rasulullah melarang untuk makan dengan berlebihan.
ِ ﻗَﺎ َل رﺳﻮ ُل َﻣﺎ َﻣ َﻼَ اﺑْ ُﻦ اََد َم ِو َﻋﺎءً َﺷًّﺮ ِاﻣ ْﻦ ﺑَﻄْﻨِ ِﻪ: اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ُْ َ
“Tidaklah anak Adam (manusia) memenuhi suatu wadah itu lebih jelek dari pada memenuhi wadah makannya (perutnya).” (Hadits Riwayat Imam Ahmad, Tirmizi, Ibnu Majah dan Hakim dari Miqdah bin Ma’dikariba). Adab dalam makan dimulai dan diakhiri dengan berdoa kepada Allah SWT yang telah memberikan rizki berupa makanan, disamping itu tempat
60
makanan juga harus diperhatikan. Tempat makanan yang bersih dan suci tidak akan menimbulkan penyakit, makan menggunakan tangan kanan dan jangan memaki makanan. Karena makanan merupakan pemberian dari Allah SWT.
ِ ِ ِ ْ َاب ﻓ ِ ﺖ ِﻣﻦ اﻟﻄﱠﻌ ِﺎم واﻟ ﱠﺸﺮ ﺎك َوا ْﺷ ُﻜ ْﺮﻩُ َﻋﻠَﻰ ﻧِ َﻌ ِﻤ ِﻪ اﻟﱠِﱴ َﻻ َ ﻚ َو َﺳ َﻘ َ ﺎﲪَﺪاﷲَ اﻟﱠﺬ ْى اَﻃْ َﻌ َﻤ َ َ َ َ َ َوا َذا ﻓَـَﺮ ْﻏ ِ ِ ُﳛ .ﻚ َواِْر َﺷ َﺎد َك َ َ َواﷲُ ﻳَـﺘَـ َﻮﱠﱃ ﻫ َﺪاﻳَـﺘ.ﺼْﻴـ َﻬﺎ اْ َﻟﻌ ﱡﺪ ْ
“Apabila selesai makan dan minum,maka panjatkan puji bagi Allah yang memberimu makan dan minum, dan panjatkan syukur kepada-Nya atas segala nikmat-Nya yang tidak terhitung banyaknya. Semoga Allah memberimu petunjuk dan bimbingan” (Syakir, t.th: 26) f. Adab Ibadah dan di dalam Masjid Sebagai seorang muslim kita diwajibkan untuk beribadah kepada Allah SWT. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah QS. AdzDzaariyaat ayat 56-58:
. Artinya: 56.Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. 57.Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. 58.Sesungguhnya Allah Dialah Maha pemberi rezki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh. Dalam bab ini di perintahkan untuk tidak meninggalkan sholat wajib tepat pada waktunya dan berusaha untuk selalu shalat berjamaah. Apabila adzan sudah berkumandang, hendaklah mengambil air wudhu dan masuk kedalam masjid lalu duduk dengan tenang untuk menunggu iqamah. Dalam mengerjakan shalat wajib juga di perintahkan untuk mengiringinya dengan
61
shalat qobliyah atau ba’diyah. Dalam beri’tikaf harus dalam keadaan suci dan tidak boleh bergurau atau berbicara keras karena akan mengganggu orang lain dalam beribadah kepada Allah SWT.
6. Akhlak Mahmudah (Terpuji) dan Akhlak Madzmumah (Tercela) a. Akhlak Mahmudah (Terpuji) 1. Berkata Benar Maksud akhlak terpuji ini adalah berlaku benar dan jujur, baik dalam perkataan maupun dalam pernuatan. Benar dalam perkataan adalah mengatakan keadaan yang sebenarnya dan benar dalam perbuatan adalah mengerjakan sesuatu sesuai dengan petunjuk agama (Anwar, 2010: 102). Berkata benar atau jujur adalah kewajiban bagi seorang murid dimanapun dan dengan siapapun dirinya berada. Dalam kehidupan sehari-hari apabila seorang murid tidak berlaku jujur (berbohong) maka sifat tidak jujur tersebut akan menjadi kebiasaan.
ٍ ﻓَ َﻼ ﻳ َﻜﺎد ﻳﺼ ُﺪ ُق ِﰱ ﺣ ِﺪﻳ.ﻳﺎ ﺑـﲎ! اِ َذا َﻛ َﺬب اﻟْﻤﺮء ﻣﱠﺮةً ﺗَـﻌ ﱠﻮد ﻟِﺴﺎﻧُﻪ اﻟْ َﻜ ِﺬب ,ﺚ َوَﻻ ِ ْﰱ َﻣ َﻘﺎٍل َ ُ َﱠ َُْ َ ُ َ َ َ َ َُْ َ ْ َ ْ َ ِ ِ ص ﻋﻠَﻰ َﲢﱢﺮى اﻟ ﱢ ِْ ﻓَﺎﺣ ِﺮص ُﻛ ﱠﻞ ِ ﰱ اُ ْﻛ ُﺬ ْوﺑٍَﺔ َ ﻚ َواِﻳﱠ َ ِﺼ ْﺪ ِق ﻓْﻴ َﻤﺎ َْﳚ ِﺮ ْى َﻋﻠَﻰ ﻟ َﺴﺎ ﻧ َ َ ِ اﳊ ْﺮ ْ ْ ْ ﺎك اَ ْن ﺗَـ َﻘ َﻊ ِ .ﻚ َ ﺎب ﻧَـ ْﻔ ِﺴ ُ َوﻟَ ْﻮ َﻛﺎ َن ﻓْﻴـ َﻬﺎ َذ َﻫ
“Wahai, anakku! Apabila manusia berdusta sekali, lidahnya akan terbiasa berdusta.Hampir dia tidak berkata benar dalam suatu pembicaraan atau suatu perkataan. Maka, hendaklah engkau berusaha berkata benar dalam perkataanmu dan jangan sampai engkau berdusta, walaupun berakibat kehilangan nyawamu” (Syakir, t.th: 31). Seorang pembohong berakibat tidak dipercaya dalam perkatannya.
Apabila seseorang sudah terbiasa berkata tidak benar maka perbuatan itu akan menjadi kebiasaan. Setiap kebohongan akan mendapat balasan dari
62
Allah SWT sekalipun tidak ada seorangpun yang mengetahui tetapi Allah Maha mengetahui apa yang dikerjakan makhluknya. Hal tersebut sejalan dengan firman Allah dalam QS Ibrahim ayat 27:
Artinya: “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan Ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki” 2. Amanat Pengertian amanat menurut bahasa adalah kesetiaan, ketulusan hati atau kepercayaan. Amanat adalah suatu sifat dan sikap pribadi yang setia, tulus hati dan jujur dalam melaksanakan sesuatu yang dipercayakan kepadanya (Anwar, 2010: 100). Suatu amanat adalah suatu tugas berat dan merupakan tanggung jawab bagi orang yang diberi kepercayaan. Dalam QS An Nisa’ ayat 58 dijelaskan tentang kewajiban menjalankan amanat:
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat”.
63
Amanat adalah sifat yang dimiliki oleh Rasulullah. Sebagai umatnya sebaiknya meneladani sifat tersebut. Amanat termasuk sifat yang luhur dan kebalikannya adalah khianat, sifat buruk yang menurunkan derajat manusia dimata sesama manusia maupun Allah SWT. Dalam kehidupan sehari-hari jika ada seorang teman meminta pertolongan untuk menjaga hartanya kepada kita, maka kita harus menjaganya dan tidak boleh lalai, apalagi kita mengambilnya (Syakir, t.th: 85). Amanat tidak hanya dalam hal yang bersifat terlihat, tetapi dalam hal menjaga rahasia atau aib seseorang kita harus bisa merahasiakannya. Selain itu, pada waktu sekolah kita harus bisa menjaga amanat untuk diri sendiri, contohnya pada waktu mengerjakan ujian, seorang murid tidak boleh khianat atau mencontek buku secara sembunyi-sembunyi (Syakir, t.th: 34). 3. Iffah Iffah atau kesucian diri adalah melatih kekuatan syahwat dengan kendali akal dan syariat (Mahmud, 2004: 30). Menerima keadaan diri sendiri dan tidak mengharap apa yang dimiliki oleh orang lain merupakan salah satu sifat dari Iffah. Menjaga kesucian diri akan berakibat baik pada diri kita, orang lain akan menghormati.
ِ ﻓَﺎﺣﺘ ِﻔ ْﻆ ﺑِﺘ ِ ِ ِ ﱠ,ﻳﺎﺑـﲎ! اَﻟْﻌِﻔﱠﺔُ ﺗَﺎج ﻣﻦ َﻻ ﺗَﺎج ﻟَﻪ ِ ِْ ﻚ اﻟْﻮﻗَﺎ ِر و اﻻ ْﺣِ َﱰ ِام َ َْ ُ َ َ ُ َﱠ َْ ُ َ َ َ ُﺎج اﻟْﻌﻔﱠﺔ اﻟﺬ ْى ﻳَ ْﻜﺴﺒ .ﺻ ِﺔ َواﻟْ َﻌﺎ ﱠﻣ ِﺔ ْ ِﻋْﻨ َﺪ اﳋَﺎ ﱠ
64
“Wahai, anakku! Kesucian diri adalah mahkota bagi orang yang tidak bermahkota. Maka peliharalah mahkota kesucian diri itu yang menyebabkan dirimu berwibawa dan dihormati oleh orang-orang terkemuka dan orang-orang awam” (Syakir, t.th: 36). Menghindari perbuatan yang dilarang adalah cara menjaga kesuciaan diri. Apabila berjalan di muka umum dan engkau melihat wanita, janganlah engkau memandang dengan nafsu. Dianjurkan bagi seorang murid untuk tidak berduaan dengan wanita kecuali mahramnya.
Artinya: ”Janganlah kamu mendekati perbuatan zina, sesungguhnya itu adalah perbuatan keji dan seburuk-buruk jalan” (QS.Al israa’: 32). Sesungguhnya setan menggunakan kaum wanita sebagai perangkap bagi orang-orang yang lemah imannya. Berdoalah agar Allah melindungi dari godaan yang terkutuk dan tingkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT (Syakir, t.th: 36) 4. Bertaubat Taubat adalah pengakuan atas dosa yang telah diperbuat dengan cara memohon ampunan kepada Allah dengan cara beristighfar, menyesali perbuatannya dan tidak mengulanginya.
ِ ِ ِ ﻚ "ﺗـُﺒ ِ ِ ِ ِ ِ ِ اﷲ" واَﻧْﺖ ﻣ ﺼﱞﺮ َﻋﻠَﻰ ﻳَﺎﺑـُ َﱠ ُ ْ َ ﲎ! َﺣﻘْﻴـ َﻘﺔُ اﻟﺘـ ْﱠﻮﺑَﺔ َو ْاﻻ ْﺳﺘ ْﻐ َﻔﺎ ِر َﻻاَ ْن ﺗَـ ُﻘ ْﻮ ُل ﺑِﻠ َﺴﺎﻧ ُ َ َ ﺖ ا َﱃ ِ اِ ﱠن اﻟﺘـﱠﻮﺑ َﺔ ﺑِﺎ ﻟﻠﱢﺴ.ُﳐَﺎﻟََﻔ ِﺔ ﻣﻮﻻَ َك ِ ْﺎن ﺑِ ُﺪ ْو ِن ﻧَ َﺪٍم وَﻻ اَﻗْ َﻼ ٍع َﻋ ِﻦ اﻟ ﱠﺬﻧ ﺐ َﺧ ِﻄْﻴﺌَﺔٌ اُ ْﺧَﺮى ﺗَ ْﺴﺘَ ِﺤ ﱡﻖ َْ َْ َ َ .َﻋﻠَْﻴـ َﻬﺎ اﻟْﻌُ ُﻘ ْﻮﺑََﺔ
“Wahai anakku! Inilah hakikat tobat dan istighfar. Yaitu bukannya engkau ucapkan dengan lisanmu: aku bertaubat kepada Allah, sementara engkau tetap melawan Tuhanmu. Sesungguhnya bertaubat dengan lisan tanpa penyesalan maupun berhenti dari dosa adalah dosa lain yang patut mendapatkan hukuman” (Syakir, t.th: 43).
65
Bertaubat sangat dianjurkan bagi setiap orang, karena setiap manusia pasti memiliki kesalahan. Manusia tidak sepantasnya berkecil hati apabila telah melakukan banyak dosa, karena Allah maha pengampun bagi orang yang mau meminta ampunan-Nya. 5. Tawakkul Tawakkul adalah menyerahkan keputusan kepada Allah setelah apa yang diharapkan sudah diusahakan secara maksimal. Tawakkul merupakan kesungguhan hati dalam bersandar kepada Allah SWT untuk mendapatkan kemaslahatan serta mencegah bahaya, baik menyangkut urusan dunia maupun akhirat (Anwar, 2010: 93). Tawakkul juga berarti membebaskan hati dari segala ketergantungan kepada selain Allah dan menyerahkan keputusan segala sesuatu kepada-Nya.
ِ ِ ﻳﺎﺑـﲎ! اَ ْن ﺗَﻈُ ﱠﻦ َﻛﻤﺎ ﻳﻈُ ﱡﻦ ﺑـﻌﺾ ْاﻻَ ْﻏﺒِﻴ ِﺎء اَ ﱠن اﻟﺘـﱠﻮﱡﻛﻞ ﻋﻠَﻰ- ﺎك اﷲ ُﻫ َﻮ ﺗَـ ْﺮُك اﻟْ َﻌ َﻤ ِﻞ اﻳﱠ َ َ ُ َﱠ َ َ َ ُ َْ َ َ َ ِْ و اﻻ ْﺳﺘِ ْﺴ َﻼِم ﻟِ ْﻼَﻗْ َﺪا ِر َ
“Wahai anakku, janganlah engkau berpendapat seperti orang-orang yang bodoh yang mengatakan bahwa tawakal (berserah diri kepada allah) ialah dengan meninggalkan usaha (bekerja) dan berserah begitu saja kepada takdir (ketentuan Allah)” (Syakir, t.th: 47) Jadi,
tawakkul
bukan
berarti
meniadakan
ikhtiar
atau
mengesampingkan usaha tetapi ketetapan Allah terkait erat dengan ikhtiar makhluk-Nya. Sebagaimana Allah telah memerintahkan ikhtiar (perintah terhadap lahiriah) dan tawakkul (perintah terhadap hati). Hal tersebut ditampakkan dalam QS At Taubah ayat 105:
66
Artinya: Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”. b. Akhlak Madzmumah (Tercela) a. Ghibah Menurut Al-Ghazali, ghibah adalah menuturkan sesuatu yang berkaitan dengan orang lain, apabila penuturan itu sampai pada yang bersangkutan, ia tidak menyukainya (Anwar, 2010: 134). Ghibah berarti membicarakan aib orang lain pada saat orang tersebut tidak ada ditempat pembicaraan. Terlebih jika hal tersebut merupakan berita buruk, mestinya segera dicegah agar tidak menyebar kepada orang lain. Hal tersebut berakibat reputasi orang yang digunjing akan jatuh. Ia merasa tidak nyaman karena yang diketahui orang lain tentang dirinya hanyalah perbuatan buruknya. Ia pun menjadi sulit untuk menjalin hubungan dengan orang lain karena tidak lagi dihargai. Terlebih hingga muncul dampak yang lebih luas, yaitu menjadi akar penyebab terputusnya silaturahmi
ِ ِ َ ِﺐ ِذ ْﻛﺮ ﻋﻴـﻮﺑِﻚ ِﰱ َﻏﻴﺒﺘ ِ ٍ ِ ِ ﻳﺎﺑـ ﱠ ﻚ َ َﺼ ْﻮ َن ﻟ َﺴﺎ ﻧ ُ َﺐ اَ ْن ﺗ َْ ْ َ ْ ُُ َ ﺐ ﻓَ َﻜ َﻤﺎ َﻻ ُﲢ ﱡ َُ َ ٌ ﲎ! ﻟ ُﻜ ﱢﻞ اﻧْ َﺴﺎن َﻋْﻴ ُ ﻚ َﳛ ِ َﱠﺎس ِﰱ ﻏَﺒـﻴﺘِ ِﻬﻢ ﻓ َﺐ اﻟْﻐِْﻴﺒَﺔ ْ ْ َ ْ ْ ِ ب اﻟﻨ َ َﻋ ْﻦ ﻋُﻴُـ ْﻮ َ ﺎﺟﺘَﻨ
“Wahai, Anakku! Setiap manusia mempunyai aib, maka sebagaimana engkau tidak suka aibmu disebut di saat engkau tidak ada, begitu pula engkau harus menjaga lidahmu dari menyebut aib orang lain ketika dia tidak ada. Oleh karena itu jauhilah ghibah (Syakir, t.th: 40).
67
Dan dijelaskan dalam firman Allah QS Al Hujurat ayat 12:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purbasangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”.
b. Sombong Sombong (takabur) adalah menganggap orang lain rendah dan merasa dirinya paling tinggi. Merasa memiliki kesempurnaan baik berkaitan dengan agama atau dunia. Berkaitan dengan agama, misalnya takabur karena merasa paling dekat dengan Allah SWT dibandingkan dengan yang lainnya. Berkaitan dengan dunia misalnya, merasa lebih kaya atau terhormat dibandingkan dengan yang lainnya.
ِ ﻳﺎﺑـ .ﻚ ﺑِﻨِ ْﻌ َﻤ ٍﺔ ﻓَﺎ ْﺷ ُﻜ ْﺮﻩُ َوَﻻ ﺗَـﺘَ َﻜﺒﱠـَﺮ َﻋﻠَﻰ َﺧﻠْ ِﻘ ِﻪ َ ﲎ! ا َذا اَﻧْـ َﻌ َﻢ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ َ ُ َﱠ “Wahai, Anakku! Apabila Allah mengaruniaimu suatu nikmat, maka bersyukurlah kepada-Nya dan jangan bersikap sombong terhadap makhluknya” (Syakir, t.th: 42).
68
Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah QS Al A’raf ayat 146:
Artinya: “Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. mereka jika melihat tiap-tiap ayat(Ku), mereka tidak beriman kepadanya. dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus memenempuhnya. yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai dari padanya”. c. Dengki Dengki adalah berharap akan hilangnya suatu nikmat dari seseorang yang berhak mendapatkannya, yang terkadang disertai dengan usaha untuk menghilangkan nikmat tersebut (Mahmud, 2004: 210). Sifat tersebut adalah sifat yang tercela dan menandakan keburukan hati pemiliknya. Sebagaimana dijelaskan dalam QS. An Nisa ayat 54:
Artinya: “Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya? Sesungguhnya Kami telah memberikan kitab dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar”.
69
ﺎك َﻛ َﻤﺎ َ َﻚ َﻻ ْﻋﻄ َ ﲎ! َﻻ َْﲢ ُﺴ ْﺪ اَ َﺧ َ ﻓَـﻠَ ْﻮ َﺷﺎءَ َرﺑﱡ,ﻚ َ َﺎك َﻋﻠَﻰ ﻧِ ْﻌ َﻤ ٍﺔ اَﻧْـ َﻌ َﻢ اﷲُ ِﻬﺑَﺎ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ ُد ْوﻧ ﻳَﺎ ﺑـُ َﱠ .ُاَ ْﻋﻄَﺎﻩ
“Wahai, Anakku! Janganlah engkau dengki kepada saudaramu atas nikmat yang diberikan Allah kepadanya, bukannya engkau. Andaikata Tuhanmu menghendaki, niscaya Dia telah memberimu sebagaimana Dia memberinya” (Syakir, t.th: 41).
C. Relevansi Konsep Pendidikan Akhlak dalam Kitab Washoya al Aba’ lil Abnaa’ dikaitkan dengan Masa Kekinian. Washoya Al Aba’ lil Abnaa’ kitab yang telah ditulis oleh Muhammad Syakir, kitab ini merupakan warisan pendidikan yang sangat jarang dijumpai di era sekarang ini. Didalamnya mengandung nasehat-nasehat tentang akhlak dan adab sehari-hari dengan tujuan agar para peserta didik memiliki akhlak yang baik dan bisa mengaplikasikan di kehidupannya. Relasi seorang guru dan murid juga sangat diperhatikan dengan cara kedekatan dhohir maupun bathin (saling mendoakan). Seorang guru tidak hanya memberikan ilmu yang ada dalam pelajaran saja tetapi ilmu jiwa atau spiritual bagi anak didiknya. Seorang guru ibarat ayah bagi anak-anaknya karena guru selalu mengharapkan muridnya menjadi manusia yang berguna untuk orang lain, khususnya bagi dirinya sendiri. Seorang guru adalah penasehat bagi murid-muridnya dan juga sebagai suri teladan bagi murid-muridnya, hendaknya seorang murid mengikuti apa yang telah dinasehatkan oleh gurunya agar menjadi orang yang mulia. Pada zaman sekarang akhlak kurang diperhatikan dalam dunia pendidikan karena terkait dengan tantangan globalisasi yang semakin mewabah
70
dalam segala aspek kehidupan. Tantangan globalisasi bukan saja menjadi penyebab runtuhnya nilai-nilai luhur bangsa, melainkan akan menghambat regenerasi kepemimpinan yang berakhlak (Ilahi, 2014:27). Merosotnya pendidikan akhlak juga disebabkan kurangnya perhatian tenaga pendidik, keluarga dan masyarakat dalam menanamkan nilai-nilai akhlak dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan yang ada sekarang tidak lain hanya merupakan transfer ilmu saja dan belum menyentuh akar yang lebih mendalam lagi, seperti pembentukan kepribadian pengembangan potensi diri dan mental (Sutrisno, 2006: 5). Sedangkan keluarga dan masyarakat belum mampu mengimplementasikan pendekatan keagamaan dan akhlak yang baik, sehingga terkesan kehilangan kendali dalam merekontruksi nilai-nilai ilahiah dan nilainilai sosial pada benak anak. Disamping itu, globalisasi juga mengaburkan batas-batas budaya, akibatnya macam-macam budaya dari berbagai negara mudah masuk dan ditiru dengan perantara media massa. Oleh karena itu, dengan mudah masyarakat mengikuti gaya, model, perilaku dan berbusana yang hakekatnya bertentangan dengan akhlak mulia dan masyarakatpun belum bisa menyaring budaya barat yang masuk dan kebanyakan menerima budaya tersebut tanpa perhitungan. Misalnya, dalam hal berpakaian banyak dari masyarakat mengikuti model busana barat yang kurang sopan dilihat karena tidak menutup aurat. Gaya hidup yang hedonis dan kurang memperhatikan sisi agamanya. Hubungan akhlak dengan pendidikan sangat erat yaitu dilihat dari tujuan pendidikan yang mempunyai tujuan untuk membentuk perilaku lahir dan batin
71
manusia menuju arah yang lebih baik. Dengan akhlak yang baik, maka seseorang akan menjadi lebih bertaqwa kepada Allah SWT, dan kebaikannya akan terlihat dalam setiap tindakannya. Oleh sebab itu, kitab Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’ sangat relevan untuk dijadikan pedoman dalam berakhlak yang baik untuk menghadapi tantangan zaman. Dalam kitab ini, dijelaskan bagaimana cara berakhlak terhadap Allah dan Rasul-Nya, berakhlak kepada orang tua, barakhlak dalam kehidupan sehari-hari, mengetahui akhlak yang baik dan buruk, serta berakhlak kepada masyarakat dalam menghadapi zaman kekiniaan. Menurut penulis, relevansi kitab Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’ dalam menghadapi zaman kekinian adalah dapat menjadi solusi dalam memperbaiki akhlak di berbagai bidang, khususnya dalam menghadapi karakteristik zaman sekarang. Dan sebaiknya akhlak ditanamkan dari masa dini agar kelak menjadi generasi yang berakhlak mulia.
72
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dan pengkajian yang telah penulis lakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Pendidikan Akhlak dalam Kitab Washoya Al aba’ lil Abnaa’ a. Nasehat Guru terhadap murid Seorang guru adalah teladan bagi murid-muridnya. Guru harus berperilaku dan mempunyai akhlak yang terpuji sebagai contoh bagi muridnya. Seorang guru juga harus memberikan nasehat-nasehat yang baik dan menjadi seorang murid berkewajiban melakukan nasehatnasehat yang diberikan oleh guru. b. Akhlak kepada Allah dan Rasul Akhlak seorang muslim dalam berakhlak kepada Allah adalah menjaga hak Allah, yaitu menyembah dan mengesakan-Nya tanpa menyekutukan-Nya dengan apa pun. Diantara kewajiban kita kepada Allah adalah mengetahui sifat-sifat Allah untuk dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk menjalankan segala perintahNya. Adapun kewajiban terhadap utusan Allah (Rasulullah) adalah menjalankan apa yang telah diajarkannya. Rasullulah adalah sosok yang wajib diteladani dalam segala hal yang bersumber darinya, baik ucapan, perbuatan, maupun taqrir beliau.
73
c. Akhlak kepada orang tua Akhlak kepada orang tua adalah berbakti. Bentuk berbakti kepada orang tua dengan cara mentaati segala perintah darinya, bersikap sopan kepadanya dan tidak berbicara kasar. Selain itu bentuk berbakti kepada orang tua dengan cara mendoakan kebaikan bagi kedua orang tua. d. Akhlak terhadap saudara Saudara disini adalah teman sesame muslim. Persaudaraan antar teman harus dijaga, saling menghormati dan saling membantu dalam mencari ilmu. Saling tanya jawab jika ada kesulitan dalam proses pembelajaran. e. Adab sehari-hari Setiap perbuatan di dalamnya ada adab-adab nya agar perbuatan yang dilakukan mendapat kebaikan. Dalam hal ini mencakup adab mencari ilmu, adab belajar, menghafal dan berdiskusi, adab olahraga dan berjalan di jalan, adab dalam majelis dan ceramah, adab makan dan minum dan adab ibadah didalam masjid. f. Akhlak terpuji dan tercela Akhlak terpuji merupakan perbuatan dan perkataan baik yang mengalir tanpa merasa terpaksa dari dalam diri seseorang. Akhlak terpuji antara lain; berkata benar, amanah, iffah, bijaksana dan lain-lain. Sedangkan akhlak tercela merupakan perbuatan dan perkataan buruk yang mengalir tanpa merasa terpaksa yang keluar dari diri seseorang
74
disebut dengan akhlak tercela. Akhlak tercela antara lain; ghibah, namimah, sombong, dan lain-lain. 2. Relevansi Konsep Pendidikan Akhlak dalam Kitab Washoya dengan Konteks Kekinian. Hubungan akhlak dengan pendidikan sangat erat yaitu dilihat dari tujuan pendidikan yang mempunyai tujuan untuk membentuk perilaku lahir dan batin manusia menuju arah tertentu yang dikehendaki. Dengan akhlak yang baik, maka seseorang akan menjadi lebih bertaqwa kepada Allah SWT, dan kebaikannya akan terlihat dalam setiap tindakannya. Oleh sebab itu, kitab Washoya Al Aba’ lil Abnaa’ sangat relevan untuk dijadikan pedoman dalam berakhlak yang baik untuk menghadapi tantangan zaman. Dalam kitab ini, dijelaskan bagaimana cara berakhlak terhadap Allah dan Rasul-Nya, berakhlak kepada orang tua, barakhlak dalam kehidupan sehari-hari, mengetahui akhlak yang baik dan buruk, serta berakhlak kepada masyarakat dalam menghadapi zaman kekiniaan. Relevansi kitab Washoya al Aba’ lil Abnaa’ dalam menghadapi zaman kekinian adalah dapat menjadi solusi dalam memperbaiki akhlak di berbagai bidang, khususnya dalam menghadapi karakteristik zaman sekarang atau kekiniaan.
75
B. Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah penulis uraikan di atas, maka untuk menindak lanjuti dapat penulis kemukakan saran-saran sebagai berikut: 1. Proses pendidikan akhlak merupakan satuan pokok yang terintegrasi antara semua komponen pendukung keberhasilan tujuan, baik dari guru, orang tua, maupun lingkungan di mana anak tinggal. Oleh karena itu, semua komponen harus memiliki visi dan misi serta komitmen yang sama dalam mewujudkan anak didik yang berakhlak baik. 2. Orang tua sebagai penanggung jawab utama sekaligus yang diberikan amanah oleh Allah, hendaknya meningkatkan kesadaran akan peranan dan posisinya yang sangat penting dalam mendukung keberhasilan proses pendidikan yang sedang berjalan. 3. Seorang pendidik harus selalu memberikan dan mengutamakan hal terbaik dalam membimbing dan mengarahkan generasi penerus bangsa serta memiliki kemampuan “meneladankan” nilai-nilai positif kepada peserta didik. 4. Pergaulan antar sesama merupakan faktor yang bisa mempengaruhi terhadap akhlak, maka dari itu pilihlah pergaulan yang sebaik-baiknya agar menjadi baik pula. 5. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi pembaca. Penulis sadar bahwa dalam tulisan ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan, maka tidak lupa kritik serta
76
saran yang membangun senantiasa penulis harapkan demi sempurnanya skripsi ini.
77
Daftar Pustaka Anwar, Rosihan. 2010. Akhlak Tasawuf. Bandung: CV Pustaka Setia. Arifin.M. 1996. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Asmaran. 2002. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: P.T. Raja Grafindo. Bruinessen, Martin Van. 1995. Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat: Tradisitradisi Islam di Indonesia. Bandung: Mizan. Dakir. 2004. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: PT Rineka Cipta Daryanto. 2001. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Ensiklopedi Nasional Indonesia. 1990. Jakarta: Cipta Adi Pustaka. Hajjaj, Muhammad Fauqi. 2013. Tasawuf Islam & Akhlak. Jakarta: Amzah. http://perpus.iainsalatiga.ac.id/resultDocDig.php?rd=2&keyword=washoya&by2= 0&by=0 http://al-charish.blogspot.co.id/2012/06/syech-muhammad-syakir.html Iqbal, Abu Muhammad. 2015. Pemikiran Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Jamil. 2013. Akhlak Tasawuf. Ciputat: Referensi. Jumali, Surtikanti, Taurat Aly, & sundar. 2004. Landasan Pendidikan. Surakarta: Muhammadiyah University press. Kodir, Abdul. 2015. Sejarah Pendidikan Islam dari Masa Rasulullah hingga Reformasi di Indonesia.Bandung: CV Pustaka Setia. Komarudin. 1993. Kamus Istilah Skripsi dan Tesis. Bandung: Penerbit Aksara. Langgulung, Hasan.1995.Manusia dan Pendidikan, Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan. Jakarta : Al-Husna Dzikra. Mahmud, Ali Abdul Hamid. 2004. Akhlak Mulia. Jakarta: Gema Insani Press. Mas’ud, Abdurrachman, Widodo Supriyono, dkk. 2001. Paradigma Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
1
Muhamad. 2008. Metodologi Penelitian Ekonomi Islam Pendekatan Kuantitatif. Jakarta: PT. Raja Grafindo. Muhmidayeli. 2011. Filsafat Pendidikan.Bandung: PT. Refika Aditama.
Mujib, Abdul, &Muhaimin. 1993. PemikiranPendidikan Islam. Bandung: Trigenda Karya. Mujib, Abdul dan Yusuf Mudzakkir. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana. Muliawan, Jasa Ungguh. 2014.Metodologi Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit Gava Media. Munthoha, dkk. 2002. Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: UII Press. Nazir, Moh. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Poerbakawadja, Soegarda. 1976. Enciklopedi Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung. Pradopo, Rachmat Djoko. 2002. Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta: Gema Media. Purwanto, M.Ngalim. 1988. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: Remadja Karya. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. Rahnema, Ali. 1996. Para Perintis Zaman Baru Islam. Bandung: Mizan. Razak Nasruddin. 1973. Dienul Islam. Bandung: Alma’arif. Salamulloh, M.Alaika. 2008. Akhlak Hubungan Vertikal. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani. Solihin, M. 2005. Akhlak Tasawuf, Manusia Etika dan Makna Hidup. Bandung: Nuansa. Susilo, Muhammad Joko. 2007. KTSP Manajemen Pelaksanaan dan Kesiapan Sekolah Menyongsongnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sutrisno. 2006. Revolusi Pendidikan Di Indonesia. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Syakir, Muhammad. T.th. Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’. Magelang: Salsabila.
2
Syakir, Muhammad. T.th. Wasiat Ayah Kepada Anak-anak. Surabaya: Salim Nabhan. Taufik, Abdullah. 2002. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Akar dan Awal. Jakarta: PT Ikhtiar Baru Van Hoeve. Ulwan, Abdullah Nasih. 1981. Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam. Bandung: CV. Asy-syifa’. UU RI No 20 Tahun 2003. 2003. Sistem Pendidika Nasional (Pasal 1 ayat 19). Jakarta: CV.Mini Jaya Abadi. Walidin, Warul. 2005. Konstelasi Pemikiran Pedagogik Ibnu Khaldun Perspektif Pendidikan Modern.Yogyakarta: Taufiqiyah Sa’adah Banda Aceh dan Suluh Press Yogyakarta. Zuriah, Nurul. 2007. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan. Jakarta: PT Bumi Aksara. .
3
4
5
SURAT KETERANGAN KEGIATAN (SKK) Nama
: Muhammad Sulkhan
NIM
: 111-12-143
Fakultas/jurusan
: FTIK / PAI (Pendidikan Agama Islam)
Dosen PA
: Dra. Ulfah Susilawati, M.Si.
No. Nama Kegiatan 1. OPAK STAIN SALATIGA 2012 dengan tema “ Progresifitas Kaum Muda, Kunci Perubahan Indonesia” 2. OPAK Jurusan Tarbiyah STAIN SALATIGA 2012 dengan tema “Mewujudkan Gerakan Mahasiswa Tarbiyah sebagai Tonggak Kebangkitan Pendidikan Indonesia” 3. Orientasi Dasar Keislaman dengan tema “Membangun Karakter Keislaman Bertaraf Internasional di Era Globalisasi Bahasa” 4. Seminar Enterpreneurship dan Perkoperasian 2012 dengan tema “Explore Your Entrepreneurship Talent” yang diselenggarakan MAPALA MITAPASA dan KSEI STAIN Salatiga 5. ACHIEVMENT MOTIVATION TRAINING dengan
Pelaksanaan Keterangan 05-07 September Peserta 2012
Nilai
3
08-09 2012
September Peserta
3
10 September 2012
Peserta 2
11 September 2012
Peserta
2
12 September 2012
Peserta 2
6
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
AMT Bangun Karakter Raih Prestasi LIBRARY USER EDUCATION (Pendidikan Pemakai Perpustakaan) Piagam Penghargaan Peringatan Hari Lahir Pondok Pesantren Edi Mancoro ke-23 dengan tema “Mempererat Kekeluargaan Santri Untuk Mewujudkan Edi Mancoro yang Madani” Seminar Pendidikan HMJ Tarbiyah STAIN Salatiga dengan tema “Menimbang Mutu dan Kualitas Pendidikan di Indonesia” Piagam Penghargaan PORS V dengan tema “Membangun prestasi dan Membangun Persahabatan Melalui Sportifitas dalam Olahraga’ Asramanisasi Ramadhan 1434 H dengan tema “Asramanisasi sebagai wasilah introspeksi diri menuju berkah Illahi” Pondok Pesantren Edi Mancoro Piagam Penghargaan Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) Mahasiswa V tingkat mahasiswa, SMA sederajat dan pondok pesantren se-Salatiga dan sekitarnya dengan tema “MTQ Wahana Apresiasi untuk Mencetak Insan Qur’ani” Piagam Penghargaan
13 September 2012
Peserta 2
21 Desember 2012
Panitia
3
02 Mei 2013
Peserta 2
4-5 Mei 2013
Panitia
3
03 Agustus 2013
Panitia
3
23 Oktober 2013
Peserta
2
26 Desember 2013
7
Juara
1
4
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
Peringatan Hari Lahir Pondok Pesantren Edi Mancoro Ke-24 dengan tema “Santri Sebagai Insan Religius yang Mampu Membangun Solidaritas Bermasyarakat” Piagam Penghargaan Peringatan Hari Lahir Pondok Pesantren Edi Mancoro Ke-24 dengan tema “Santri Sebagai Insan Religius yang Mampu Membangun Solidaritas Bermasyarakat” Piagam Penghargaan “LPJ dan MUBES SSC 2013” Piagam Penghargaan Diklatsar V dengan tema “Menumbuhkan kedisiplinan, solidaritas serta loyalitas dalam organisasi dan olahraga” Piagam Penghargaan PORS VI STAIN SPORT CLUB PIAGAM PENGHARGAAN Pelatihan kegiatan Manasik Haji oleh Biro Pendidikan Pondok Pesantren Edi Mancoro Sertifikat GERAKAN SANTRI MENULIS Sarasehan Jurnalistik Ramadhan 2014 oleh Suara Merdeka di Pondok Pesantren Edi Mancoro Asramanisasi Ramadhan 1435 H dengan tema “Menyambut Indahnya ramadhan Sucikan Hati
Lomba Puitisasi Qur’an
26 Desember 2013
Al
Panitia
3
30 November-1 Panitia Desember 2013 17-26 Januari 2014
3
Panitia 3
24-25 Maret 2014
Panitia 3
30-31 Maret 2014
Peserta 2
8 Juli 2014
Peserta
2
29 Juni-22 Juli 2014
Panitia 3
8
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
untuk Meraih Cinta Illahi” oleh Pondok Pesantren Edi Mancoro Surat Keputusan Pengurus Organisasi Santri PP Edi Mancoro sebagai Biro PU masa khidmat 2014-2015 “Workshop Enterpreneurship dengan tema “Menanamkan Nilai-Nilai Jiwa Kewirausahaan Mahasiswa yang Kreatif dan Inovatif” yang diselenggarakan KSEI dan SSC” SEMINAR NASIONAL Hmj Syariah STAIN Salatiga dengan tema “Peran lembaga syariah dengan adanya otoritas jasa keuangan” Gebyar Seni Qur’aniyy (GSQ) Umum Ke-VI SeJawa Tengah dengan tema “Aktualisasi makna dan Syi’ar Al-Qur’an sebagai Sumber Inspirasi oleh JQH Al-Furqon STAIN Salatiga Piagam Penghargaan “LPJ dan MUBES SSC 2014’ “Haflah Akhirussanah Khotmil Qur’an dan Haul KH. Sholeh dan KH. Ridwan Pondok Pesantren Edi Mancoro” Certificate of Appreciation in research dissertation entitled of: “student’s academic achievement in relation to academic motivation, perception of parental
22 Juli 2014
Pengurus 4
22 Agustus 2014
Peserta
2
05 November 2014
Peserta 8
06 November 2014
Peserta Rebana 5
6-7 Desember 2014
Panitia 3
6 Juni 2015
Peserta 2
08 Juni 2015
Enumerator
2
9
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
academic support and role” at junior high schools in Salatiga 2013 until 2014 Piagam Penghargaan atas dedikasi dan pengabdian di Desa Kajoran Bedah Buku UlamaUlama Aswaja Nusantara yang Berpengaruh di Negeri Hijaz oleh Amirul Ulum diselenggarakan oleh UPT Perpustakaan Pondok Pesantren Edi Mancoro Sertifikat Training & Field Trip dengan tema “Peningkatan Pemahaman di Pesantren Berperspektif HAM dan Islam”oleh Center for the Study of Religion and Culture (CRSC) UIN Jakarta dan KonardAdenauer-Stiftung (KAS) untuk Indonesia dan Timor-Leste dengan dukungan bantuan hibah dari Uni Eropa (EU) Sertifikat “Akhirussanah dan Khotmil Qur’an V” Pondok Pesantren Edi Mancoro Pesantren Ramadhan oleh TBB da TK Al Qur’an Edi Mancoro Asramanisasi Ramadhan 1437 H dengan tema “Meningkatkan Kreativitas, intelektualitas, dan spiritualitas di bulan berkualitas” Pondok Pesantren Edi Mancoro Workshop Provinsi dengan tema
18 Januari-29 KKN IAIN Februari 2016 Salatiga 21 Februari 2016
3
Peserta
2
01-04 Maret 2016
Panitia
3
14 Mei 2016
Panitia 3
06-18 Juni 2016
Pemateri 4
06 – 27 Juni 2016
Peserta
2
1-3 November 2016
10
Panitia
5
11
12