KOMPLIKASI GAGAL JANTUNG KONGESTIF Gagal jantung kongestif dapat menyebabkan beberapa komplikasi. Komplikasi utama dari gagal jantung kongestif meliputi efusi pleura, aritmia, pembentukan trombus pada ventrikel kiri, dan pembesaran hati (hepatomegali). 1. Efusi Pleura Efusi pleura merupakan hasil dari peningkatan tekanan pada pembuluh kapiler pleura. Peningkatan tekanan menyebabkan cairan transudat pada pembuluh darah kapiler berpindah ke dalam pleura. Efusi pleura menyebabkan pengembangan paru-paru tidak optimal sehingga oksigen yang diperoleh tidak optimal (Brown & Edwards, 2005) 2. Aritmia Pasien dengan gagal jantung kongestif kronik memiliki kemungkinan besar mengalami aritmia. Hal tersebut dikarenakan adanya pembesaran ruangan jantung (peregangan jaringan atrium dan ventrikel) menyebabkan gangguan kelistrikan jantung. Gangguan kelistrikan yang sering terjadi adalah fibrilasi atrium. Pada keadaan tersebut, depolarisasi otot jantung timbul secara cepat dan tidak terorganisir sehingga jantung tidak mampu berkontraksi secara normal. Hal tersebut menyebabkan penurunan cardiac output dan risiko pembentukan trombus ataupun emboli. Jenis aritmia lain yang sering dialami oleh pasien gagal jantung kongestif adalah ventrikular takiaritmia, yang dapat menyebabkan kematian mendadak pada penderita (Black & Hawks, 2009). 3. Pembentukan Trombus pada Ventrikel Kiri Penyumbatan trombus pada ventrikel kiri dapat terjadi pada pasien gagal jantung kongestif akut maupun kronik. Kondisi tersebut diakibatkan oleh adanya pembesaran ventrikel kiri dan penurunan curah jantung. Kombinasi kedua kondisi tersebut meninngkatkan terjadinya pembentukan trombus di ventrikel kiri. Hal yang paling berbahaya adalah bila terbentuk emboli dari trombus tersebut karena besar kemungkinan dapat menyebabkan stroke (Brown & Edwards, 2005). 4. Pembesaran Hati (hepatomegali) Pembesaran hati dapat terjadi pada gagal jantung berat, terutama dengan kegagalan ventrikel kanan. Lobulus hati akan mengalami kongesti dari darah vena. Kongesti pada hati menyebabkan kerusakan fungsi hati. Keadaan tersebut menyebabkan sel hati akan mati, terjadi fibrosis dan sirosis dapat terjadi (Smeltzer & bare, 2002).
Penatalaksanaan Medis Manajemen gagal jantung dibagi menjadi dua situasi, yaitu: pengobatan gagal jantung dekompensasi dan terapi gagal jantung kronis. a. Pengobatan gagal jantung dekompensasi 1. Mengurangi beban miokardial Terapi pertama biasanya meliputi diuretik loop seperti furosemid, yang akan menghambat reabsorpsi natrium klorida pada ansa henle asenden. Diuretik mengurangi volume darah yang bersirkulasi, mengurangi preload dan mengurangi kongesti sistemik dan pulmonal. Efek samping pemberian obat ini adalah terjadi ketidakseimbangan elektrolit, hipokalemia, hipovolemia dan hipotensi yang membahayakan curah jantung. Vasodilator juga mengurangi beban miokardium dengan mengurangi preload dan afterload. Nitrogliserin mengurangi kebutuhan oksigen miokardium dengan menurunkan preload dan afterload. Morfin digunakan untuk klien dengan gagal jantung akut. Selain efek ansiolitik (pengurangan kecemasan) dan analgesik, efek morfin yang lain adalah venodilatasi, yang akan mengurangi preload dan juga mengurangi tahanan vaskular sistemik dan meningkatkan curah jantung. Obat ini bereaksi sebagai vasodilator langsung melalui nitrit oksida pada dinding pembuluh darah. Antagonis andrenergik beta (penyekat beta) digunakan untuk menghambat efek sistem saraf simpatis dan mengurangi kebutuhan oksigen miokardium. Penyekat beta bekerja dengan mengembalikan aktivitas resptor beta 1 atau melalui pencegahn aktivitas katekolamin, bersifat kardiopreventif pada klien dengan penurunan fungsi ventrikel kiri. 2. Mengurangi retensi cairan Pembatasan natrium diterapkan pada diet untuk mencegah, mengendalikan atau menghilangkan edema. Biasanya tidak diperlukan membatasi cairan pada klien dengan gagal jantung ringan sampai sedang. Pada kasus yang lebih jantung, pembatasan cairan sampai 1000 ml/hari (1 liter/hari), karena asupan air yang berlebih akan cenderung mengencerkan jumlah natrium didalam cairan tubuh dan dapat menghasilkan sindrom rendah garam (hiponatremia). 3. Memperbaiki perfoma pompa ventrikel Untuk meningkatkan kontraktilitas adalah dengan agonis adrenergik atau obat inotropik. Agen inotropik utama antara lain dobutamin, milrinon, dopeksamin dan digoksin. Pada klien dengan
hipotensi dan gagal jantung, dopamin dan dobutamin adalah yang biasa digunakan. Obat ini memfasilitasi kontraktilitas miokardium dan meningkatkan volume sekuncup. Obat ini menyebabkan disritmia. Dobutamin merupakan obat pada gagal jantung yang menghasilkan efek pemacuan beta yang kuat didalam miokardium, meningkatkan denyut jantung, konduksi atrioventrikular dan kontraktilitas miokardium. Dobutamin mampu meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium tanpa mengurangi aliran darah koroner. Dopamin adalah katekolamin alami dengan aktivitas alfa adrenergik, beta adrenergik dan dopaminergik. Dopamin diberikan dapat membuka anyaman kapiler ginjal. Vasodilatasi pada ginjal akan memperbaiki laju filtrasi glomelurus, keluaran urine dan ekskresi natrium. Obat ini dapat mengakibatkan takikardi dan disritmia Milrinon adalah obat inotropik yang juga menyebakan dilatasi anyaman vaskular pulmonal. Amrinon, penghambat fosfodiesterase pertama jarang digunakan karena akan menyebabkan trombositopenia. Digoksin lebih jarang digunakan pada gagal jantung karena memiliki peran yang kecil atau tidak berperan sama sekali pada gagal jantung dekompensasi. 4. Suplemen oksigen Pemberian oksigen untuk mengurangi hipoksia, dispnea dan untuk memperbaiki pertukaran oksigen dan karbondioksida. Konsentrasi oksigen tinggi diberikan dengan masker atau kanula, jika metode ini tidak dapat meningkatkan tekanan arterial oksigen, klien dapat dilakukan intubasi dan manajemen ventilasi. 5. Mengendalikan disritmia Fibrilasi atrial dengan respon ventrikel cepat merupakan disritmia yang paling sering ditemukan pada klien dengan gagal jantung. Pengontrolan AF dilakukan dengan dua cara, yakni mengontrol rate dan rithm. Irama sering dikendalikan dengan obat-obatan seperti amiodaron (Diklat Pelayanan Jantung Terpadu RSUPN Cipto Mangunkusumo, 2008). 6. Mengurangi remodeling miokardium Inhibitor ACE menjadi obat pilihan utama terapi pada gagal jantung. Inhibitor ACE dapat memperlambat perkembangan gagal jantung dengan mengurangi perubahan remodeling jantung. Inhibitor ACE mengurangi afterload dengan menghambat produksi angiotensin dan juga dapat meningkatkan aliran darah keginjal dan mengurangi tahanan vaskular ginjal yang akan meningkatkan diuresis. Efek samping pemberian obat ini adalah hipotensi ortostatik, batuk, masalah ginjal, ruam kulit, gangguan sensasi pengecap dan hiperkalemia.
7. Mengurangi stres dan resiko cedera Selain memperbaiki performa pompa ventrikel dan mengurangi bebabn miokardium, klien juga harus mengurangi stres fisik dan emosional. Penggunaan istirahat sebagai tahap awal manajemen dapat meningkatkan diuresis, memperlambat denyut jantung dan mengurangi sesak napas. Dokter dapat memprogramkan sedatif ringan atau barbiturat dosis rendah dan penenang untuk meningkatkan istirahat dan menanggulangi masalah gelisah, insomnia dan kecemasan
Manajemen Bedah Pada Gagal jantung 1. Alat bantuan ventrikel Tujuan pendukung sirkulatorik adalah untuk dekompensasi ventrikel yang hipokinetik, mengurangi beban miokardium, mengurangi kebutuhan oksigen dan mempertahankan perfusi sistemik yang adekuat untuk mempertahankan fungsi organ akhir. Pada klien gagal jantung ada dua pilihan alat bantuan yaitu VAD (ventricular assist device) dan ECMO (extracorporeal membrane oxigenation) VAD memiliki kemampuan untuk menyokong sirkulasi, baik secara parsial maupun total. Alat dapat berupa VAD ventrikel kanan, ventrikel kiri dan biventrikular. Pompa tradisional nonpulsatil telah
digunakan
sebagai
VAD.
Komplikasi
dari
VAD
adalah
perdarahan,
hemolisis,
tromboembolisme, infeksi dan gagal multiorgan. ECMO digunakan untuk stabilisasi hemodinamik jangka pendek. Alat ini memindahkan darah dari vena cava inferior ke pompa sentrifugal yang memompa darah kesebuah oksigenator. Darah yang mengalami oksigenasi dikembalikan kepada klien melalui arteri femoralis. Kompikasi dapat terjadi perdarahan. 2. Transplantasi jantung Jika jantung sudah ireversibel, tidak lagi berfungsi secara adekuat dan klien beresiko mengalami kematian, transplantasi jantung dan penggunaan jantung buatan untuk membantu atau menggantikan jantung yang gagal adalah usaha terakhir yang dapat dilakukan. Walaupun transplantasi tidak tepat pada semua klien, prosedur ini dapat menjadi satu-satunya pilihan bagi beberapa orang. 3. Kardiomioplasti Untuk klien dengan curah jantung rendah yang tidak menjadi kandidat transplantasi jantung, prosedur kardiomioplasti dapat mendukung fungsi jantung yang mengalami kegagalan. Prosedur ini melibatkan pembungkusan otot latissimus dorsi disekeliling jantung dan memberikan stimulasi elektrik sejalan dengan sistolik ventrikel. b. Terapi Gagal Jantung Kronis Gagal jantung kronis telah diklasifikasikan berdasarkan derajatnya.
Please download full document at www.DOCFOC.com Thanks