KETERKAITAN PENAWARAN KELAPA UNTUK MEMENUHI PERMINTAAN INDUSTRI MINYAK KELAPA DAN INDUSTRI MAKANAN-MINUMAN Oleh /By: SABARMAN DAMANIK Abstrak Model Ekonometrika yang dibangun dalam studi empiris ini telah mampu menjelaskan prilaku penawaran kelapa dan permintaan kelapa untuk industri minyak kelapa, industri makanan-minuman, industri kosmetik dan permintaan rumah tangga. Perilaku perkembangan areal kelapa pada ketiga perkebunan (Rakyat, BUMN dan Swasta Besar) menunjukkan respon yang elastis terhadap harga kompetitornya.Respon produktivitas kelapa menunjukkan sangat tidak elastis terhadap harga komoditasnya, termasuk kompetitornya, serta harga pasar ekspor. Namun demikian peubah-peubah harga cukup signifikan untuk melihat pengaruhnya terhadap respon produktivitas kelapa. Permintaan kelapa untuk industri minyak kelapa, industri makanan, industri domestik dan rumah tangga sangat respon terhadap perubahan harga komoditas kelapa dan harga substitusi tidak langsung (minyak sawit).
Abstract
Econometrics model that was established in the empiric study enable to give explanation on coconut supply and demand pattern for some industries such as oil coconut, food-beverages, cosmetics and household demand. Development pattern for coconut area on the three plantations (public, BUMN and private) shows elastic responds on their competitor’s price. Coconut productivity response shows very inelastic on the price, including the competitor and export market price. Nevertheless, variables of price sufficient enough to use as indicator of the effect on coconut productivity respond. Coconut supply for some industries including oil coconut, foodbeverages, domestics and household industries show high respond on the exchange of coconut price and indirect substitution price (oil palm).
Kata Kunci : Keterkaitan Penawaran kelapa, Industri Minyak Kelapa
Keterkaitan penawaran kelapa untuk memenuhi permintaan industri kelapa, industri makanan minuman, industri kosmetik dan permintaan rumah tangga indonesia . (S. Damanik)
1
KETERKAITAN PENAWARAN KELAPA UNTUK MEMENUHI PERMINTAAN INDUSTRI MINYAK KELAPA DAN INDUSTRI MAKANAN-MINUMAN (RELATIONSHIP BETWEEN COCONUT SUPPLY TO FULFILL OIL COCONUT AND FOOD-BEVERAGES INDUSTRIES DEMAND)
Oleh : SABARMAN DAMANIK
I.
PENDAHULUAN
Menyongsong abad ke-21, upaya memacu pembangunan nasional terus dilakukan mengingat perubahan yang terjadi baik di tingkat regional maupun global sudah sedemikian cepat dan dinamis, sehingga tidak ada negara yang tidak terpengaruh oleh perubahan yang terjadi di belahan bumi lainnya. Perubahan yang terjadi ditandai oleh kecenderungankecenderungan, yakni arus globalisasi ekonomi dengan sistem ekonomi pasar yang terbuka dan timbulnya kekuatan-kekuatan regional yang mengarah kepada kepentingan kawasan. Perdagangan internasional yang bernuansa global akan mengakibatkan persaingan yang sangat tajam terutama yang terjadi dengan produk yang sama berasal dari negara lain di pasar domestik maupun pasar internasional. Indonesia memiliki potensi sumberdaya alam yang memadai, terutama untuk mendukung sektor pertanian. Salah satu komoditas yang telah memasyarakat dan dapat dijadikan produk unggulan adalah kelapa, memiliki areal tanaman seluas 3,7 juta ha, merupakan arela terluas didunia,dengan produksi sekitar 2,7 juta ton (setara kopra). Hal ini bukan saja merupakan kekayaan, tetapi bisa dijadikan salah satu sumber kekuatan perekonomian nasional. Produk olahan kelapa Indonesia, hasilnya telah dirasakan oleh masyarakat, terutama dalam penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Permintaan pasar terhadap produk kelapa dan produk ikutannya diperkirakan akan terus meningkat dari waktu ke waktu sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Sebagian besar kelapa diolah menjadi kopra yang selanjutnya diproses menjadi minyak goreng, selain itu dikonsumsi oleh masyarakat, dan input industri makanan minuman, dan input industri kosmetik. Posisi industri minyak goreng kelapa semakin menurun dalam perdagangan domestik maupun ekspor. Pada saat ini perdagangan minyak kelapa di pasar domestik dan pasar ekspor bersaing dengan minya sawit sebagai salah satu komoditas substitusi. Adapun permintaan kelapa segar untuk dikonsumsi masyarakat terus meningkat, hingga mempengaruhi peruntukkan bahan baku minyak goreng kelapa seperti deseccated coconut, santan, gula kelapa, nata de coco, berbagai produk makanan dari daging kelapa, serat sabut kelapa, mebel kayu kelapa dan produk kerajinan (handicraft), pencuci dan penyubur rambut, penghalus muka, dan lainnya. Potensi produksi kelapa yang cukup besar dan teknologi pengolahan produk kelapa lainnya yang semakin dikuasai, akan memberi peluang diversifikasi agroindustri di Indonesia. I n f o
Volume 1 Nomor 1, November 2000 :
2
Hasil studi yang menganalisis respon akibat perubahan harga input dan faktor ekogen lainnya, respon produktivitas akibat perubahan harga input, harga kompetitif dan peubah eksogen lainnya, permintaan kelapa untuk bahan baku minyak kelapa, konsumsi rumah tangga, bahan baku industri makanan dan minuman dan bahan baku industri kosmetik, disajikan sebagai karya tulis ilmiah tentang mengukur parameter keterkaitan dan elastisitas penawaran kelapa untuk memenuhi permintaan industri minyak kelapa, industri makanan-minuman, industri kosmetik, dan permintaan rumah tangga di Indonesia.
II.
METODE PENELITIAN
2.1. Kerangka Pemikiran Tanaman kelapa saat ini masih menempati areal terluas dibandingkan dengan tanaman perkebunan lainnya seperti karet dan kelapa sawit. Dari areal perkebunan seluas 14,05 jutahektar, luas tanaman kelapa 3.74 juta hektar atau 27 % dari total area. Areal kelapa tersebut 3,59 juta hektar merupakan perkebunan rakyat yang diusahakan secara monokultur, kebun campuran atau pekarangan. Indonesia menempati urutan pertama dalam luas areal kelapa namun produksinya menempati urutan kedua setelah Philipina. Menurut Coconut Statistical Year Book (1996), Indonesia memberikan kontribusi sebesar 969 ribu ton kopra sementara Philipina pada tahun yang sama kontribusinya 1813 ribu ton kopra dalam perdagangan dunia. Secara total pada tahun 1996 produksi Indonesia sebesar 2,7 juta ton yaitu kopra 969 ribu ton, minyak kelapa 533 ribu ton dan desdiccated coconut 24 ribu ton. Kemajuan teknologi dan permintaan pasar telah mendorong terjadinya diversifikasi lahan dan produk kelapa, sehingga peranan kelapa dalam perekonomian masa datang akan meningkat sebagai sumber pendapatan petani dan penyerapan tenaga kerja, pemenuhan konsumsi masyarakat dan sumber devisa. Meningkatnya peranan ini didukung oleh besarnya peluang yang dapat dimanfaatkan, seperti ketersediaan sumber daya alam, sumber daya manusia, teknologi dan modal. Untuk itu langkah-langkah operasional yang perlu dilaksanakan adalah meningkatkan produksi, diversifikasi, lahan dan produk, pengembangan kelembagaan, kemitraan usaha, dan menemukan teknologi baru melalui kegiatan penelitian dan pengembangan. A. Peranan Kelapa dalam Perekonomian Produksi kelapa memiliki peranan cukup penting dalam perekonomian nasional, diantaranya sebagai berikut :
Keterkaitan penawaran kelapa untuk memenuhi permintaan industri kelapa, industri makanan minuman, industri kosmetik dan permintaan rumah tangga indonesia . (S. Damanik)
3
1. Sumber pendapatan petani dan penyerapan tenaga kerja Pada tahun 1977, areal tanaman kelapa 3,74 hektar, sebagian besar merupakan perkebunan rakyat yang menjadi sumber pendapatan dan lapangan kerja petani, baik sebagai usaha pokok maupun sebagai usaha tani pekarangan. Jumlah petani yang terlibat dalam usaha tani kelapa ± 7,0 juta KK dengan asumsi rata-rata luas pemilikan 0,5 hektar per KK. 2. Pemenuhan konsumsi masyarakat Kelapa merupakan salah satu sumber minyak nabati utama bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, karena kelapa memiliki keunggulan dimana beberapa produk kelapa seperti kelapa segar dan santan belum dapat disubstitusi oleh produk lainnya. Namun demikian, pemenuhan kebutuhan minyak goreng sekarang ini didominasi oleh minyak sawit yang diperkirakan konsumsinya mencapai 9 kg per kapitas per tahun sedang minyak kelapa hanya sebesar 2 kg per kapita pertahun. 3. Sumber devisa Volume dan nilai ekspor beberapa produk olahan kelapa seperti minyak kelapa, bungkil, tepung, arang tempurung dan karbon aktif, cenderung meningkat. Volume ekspor masih fluktuatif, hal ini disebabkan oleh pasokan bahan baku dari dalam negeri dan permintaan pasar luar negeri. Peranannya sebagai penyumbang devisa masih kecil karena kontribusinya terhadap nilai total ekspor juga kecil (0,33%-0,75%). Volume dan nilai ekspor minyak kelapa dalam kurun waktu 5 tahun (1992-1996) mengalami peningkatan dari 351.480 ton dengan nilai US$ 266.474.000 pada tahun 1996. 4. Sumber bahan baku industri Beberapa industri yang menggunakan bahan baku kelapa sangat tergantung pada pengembangan usaha tani kelapa. Jenis industri tersebut adalah industri minyak kelapa, minyak goreng, santan awet, oleochemical, tepung kelapa dan industri pengolahan air kelapa (nata de coco dan cuka). Selain itu adapula hasil sampingan seperti tempurung, sabut, lidi, dan batang kelapa dapat mendukung industri rumah tangga, bangunan dan furniture. Bahan baku kelapa di Indonesia diusahakan oleh perkebunan rakyat, perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta. Industri pengolahan kelapa khususnya industri yang mengolah produk dengan bahan baku buah kelapa, di Indonesia sudah tumbuh bermacammacam jenis industri baik yang diusahakan dalam industri kecil maupun industri berskala menengha/besar. Pada umumnya industri pengolahan kelapa terkelompok dalam industri makanan-minuman (KLUI 31) seperti industri minyak goreng kelapa, industri kopra, tepung kelapa dan nata de coco, selain itu ada juga yang termasuk dalam kelompok industri kerajinan (KLUI 39) seperti kerajinan-kerajinan yang menggunakan bahan baku dari tempurung kelapa begitu juga dengan sabutnya.
I n f o
Volume 1 Nomor 1, November 2000 :
4
Industri yang dapat dikembangkan /diversifikasi, diantaranya: a. Industri Minyak Kelapa/Goreng b. Industri Tepung Kelapa c. Industri Pengolahan Produk Ikutan d. Daging Kelapa e. Air Kelapa f. Tempurung Kelapa g. Sabut Kelapa h. Teknologi rumah tangga lainnya.
B. Perkembangan Agribisnis Kelapa Usaha perkebunan rakyat saat ini mendominasi 96 % total area perkebunan kelapa. Karena itu sejak awal pembangunan perkebunan rakyat ditempatkan pada posisi “tulang punggung” pembangunan perkebunan dengan perkebunan besar milik swasta dan BUMN sebagai pendukung dan penunjang. Perkembangan produksi kelapa di Indonesia ditentukan oleh luas areal perkebunan baik penanaman baru maupun peremajaan. Selama kurun waktu 6 tahun dari 1991 sampai tahun 1996 luas areal menunjukkan kenaikan sebesar 0,8 % per tahun, sedangkan produksi kelapa menunjukkan peningkatan rata-rata 1,62 % per tahun. Luas areal tanaman kelapa pada tahun 1996 mencapai 3,7 ha dengan produksi sekitar 2,7 juta ton. Ini berarti produktivitas kelapa adalah 1,03 ton setara kopra/ha, sedangkan potensi kelapa unggul dapat mencapai antara 2-3 ton/ha. Hal ini berarti masih ada potensi untuk meningkatkan produktivitas, yaitu salah satunya dengan mengganti kelapa yang sudah tidak produktif dengan kelapa varietas unggul. Jika dibandingkan dengan produksi kelapa dunia, produksi kelapa Indonesia selalu yang tertinggi yaitu 2,7 juta ton setara kopra atau 28,33 % dari produksi dunia, diikuti oleh Philipina (20,53 %). India (20,79 %), Srilangka (5,39 %) dan Thailand (3,53 %). Produksi kelapa dunia sendiri dalam kurun waktu 5 tahun (1992-1996) meningkat rata-rata 1,6 % pertahun dengan total produksi pada tahun 1996 sebesar 9,6 juta ton. Pada tahun 1996 ini terjadi penurunan produksi jika dibandingkan dengan tahun 1995 (10,5 ton) yang diakibatkan menurunnya produksi kelapa Philipina. Sampai saat ini sebagian besar produksi kelapa Indonesia masih dijual dalam bentuk butiran dan kopra. Produk olahan lainnya adalah minyak goreng, gula merah, tepung kelapa, nata de coco dan alkohol. Rata-rata 5 tahun dari total produksi kelapa Indonesia yang diolah menjadi minyak kelapa sebesar 21,98 %, maka Philipina pada kurun waktu yang sama dapat diolah menjadi produk yang sama sebesar 57,86 %. Sedangkan untuk bungkil dan tepung kelapa di Indonesia masing-masing sebesar 14,29 % dan 0,82 %, maka di Philipina dapat diolah sekitar 28,85 % menjadi bungkil dan 3,65 % menjadi tepung kelapa. Hal ini memperlihatkan bahwa peranan agroindustri kelapa di pedesaan Indonesia belum semaju dengan apa yang dilakukan di Keterkaitan penawaran kelapa untuk memenuhi permintaan industri kelapa, industri makanan minuman, industri kosmetik dan permintaan rumah tangga indonesia . (S. Damanik)
5
Philipina. Selain itu produk olahan yang dihasilkan oleh Philipina lebih banyak yaitu selain menghsilkan produk seperti Indonesia juga menghasilkan crude glyserine, refined glyserine, frozen coco meat, coco chips, sabun dan lain-lain. Data tentang diversivikasi produk olahan kelapa, seperti nata de coco, coco juice, manisan kelapa dan roti kelapa. 1. Perkembangan Harga Harga produk olahan kelapa baik di dalam negeri maupun di luar negeri mengalami kenaikan, kecuali karbon aktif. Harga kelapa bervariasi antara satu daerah dengan daerah lainnya. Daerah yang dekat kota besar sebagai pusat konsumen, khususnya di Pulau Jawa akan memperoleh harga yang lebih tinggi dari daerah yang jauh dari pusat perkotaan (Luar Jawa). Rata-rata harga dalam 5 tahun (1992-1996) untuk daerah kopra (termasuk Sulawesi, Maluku, dan Riau) adalah sekitar Rp 716,-, sedangkan di Pulau Jawa lebih tinggi, yaitu Rp 828/kg. Jika dibandingkan dengan harga ekspor dari Philipina ternyata ada perbedaan yang nyata untuk harga bungkil, tepung kelapa dan kopra. Untuk harga bungkil dan kopra dari Indonesia ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan Philipina yaitu sekitar US$ 13 per ton untuk bungkil dan US$ 51 per ton untuk kopra, tetapi untuk harga tepung kelapa produk dari Philipina jauh lebih tinggi dibandingkan dengan dari Indonesia, yaitu berbeda sekitar US$ 159 per ton. Hal ini diduga kualitas produk yang berbeda. 2. Perkembangan Ekspor dan Impor Perolehan devisa dari ekspor kelapa hasil olahannya selama kurun waktu 5 tahun (19921996) meningkat rata-rata 32,48 % per tahun. Pada tahun 1992 nilai ekspor mencapai US$ 245.382 ribu atau 0,72 % dari seluruh total ekspor Indonesia, sedangkan pada tahun 1996 menjadi 0,71 %. Minyak kelapa merupakan penyumbang terbesar dari nilai ekspor kelapa dan hasil olahannya, yaitu 75,05 % diikuti oleh bungkil (11,88 %) dan tepung kelapa (6,65 %). Negara tujuan ekpor utama minyak kelapa adalah Belanda diikuti Amerika Serikat, Italia, Korea Selatan, Spanyol, Singapura dan Malaysia. Bungkil diekspor ke Jerman, Korea Selatan, dan Belanda, sedangkan tepung kelapa sebagian besar diekspor ke Singapura. Impor minyak kelapa cenderung berfluktuasi tergantung dari produksi minyak kelapa di dalam negeri. Meskipun Indonesia mengekspor minyak kelapa sebesar 378.819 ton pada tahun 1996, tetapi impor minyak kelapa ternyata juga cukup besar yaitu 11,51 %. Sedangkan impor kopra dapat dikatakan sangat kecil dan hanya terjadi pad tahun 1994 dan 1995. 3. Negara Pesaing Indonesia Meskipun produksi kelapa Indonesia terbesar di dunia yaitu sebesar 2,7 juta ton setara kopra, tetapi ekspor hasil olahan kelapa dari Philipina masih lebih tinggi dari Indonesia. I n f o
Volume 1 Nomor 1, November 2000 :
6
Khususnya untuk minyak kelapa, bungkil dan tepung kelapa. Saat ini Philipina menguasai pasar kelapa internasional dengan pangsa sbesar 32,76 % untuk tepung kelapa, 61,05 % untuk minyak kelapa, dan 54,45 % bungkil. Sedangkan pangsa pasar Indonesia hanya 8,91 % tepung kelapa, 19,77 % minyak kelapa dan 30,88 % bungkil. 2.2. Metode Analisis A. Fenomena Studi Empiris Fenomena yang disusun secara skematis mengenai studi keterkaitan permintaan kelapa untuk memenuhi permintaan industri minyak kelapa, industri makanan-minuman, industri kosmetik, dan permintaan rumah tangga di Indonesia dapat dilihat pada uraian berikut ini. B. Model Operasional Berdasarkan pada fenomena ekonomi, dirumuskan berbagai persamaan ekonometrika (model operasional), yang dipandang cukup tepat untuk digunakan dalam menganalisis pendugaan dari parameter dan elastisitas peubah-peubah sebagaimana tercantum pada gambar fenomena tersebut. Persamaan yang dirumuskan berjumlah 17, dengan 10 persamaan struktural dan 7 persamaan identitas. Secara lengkap persamaan-persamaan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Respon Areal Perkebunan Kelapa Rakyat AKRt = a0 + a1HKBt + a2HPrt + a3HFRt + a4HLRt + a5AKLRt-1 + U1 A0, a1,a6, > 0 a2,a3,a4,a5 < 0 AKRt = Areal Kelapa Perkebunan Rakyat (Ha) HKBt = Harga Kelapa Butiran (Rp/Butir) HPRt = Harga Pestisida Rakyat (Rp/liter) HLRt = Harga Tenaga Kerja Perkebunan Rakyat (Rp/HOK) HFRt = Harga Pupuk (Rp/Kg) AKR1t-1 = Areal Kelapa Perkebunan Rakyat Periode Sebelumnya (Ha) U1 = Error Term 2. Respon Areal Perkebunan Kelapa BUMN AKGt = b0 + b1HKOt + b2HPGSt + b3HFGSt + b4HSt + b5HLGSt + b6AKGt-1 + U2 B0, b1, b6, > 0 b2, b3, b4, b5 < 0 AKGt = Areal Kelapa Perkebunan BUMN (Ha) HKOt = Harga Kopra (Rp/Kg) HPGSt = Harga Pestisida BUMN/Swasta (Rp/liter) HLGSt = Harga Tenaga Kerja Perkebunan BUMN/Swasta (Rp/HOK) Keterkaitan penawaran kelapa untuk memenuhi permintaan industri kelapa, industri makanan minuman, industri kosmetik dan permintaan rumah tangga indonesia . (S. Damanik)
7
HFGSt HSt AKGt-1 U2
= = = =
Harga Pupuk BUMN/Swasta (Rp/kg) Harga Sawit (Rp/Kg) Areal Kelapa Perkebunan BUMN periode sebelumnya (Ha) Error Term
3. Respon Areal Kelapa Perkebunan Swasta Besar AKSt = c0 + c1HKOt + c2HPGSt + c3HFGSt + c4HSt + c5HLGSt + c6AKGt-1 + U2 c0, c1, c6, > 0 c2, c3, c4, c5 < 0 AKSt HKOt HPGSt HLGSt HFSt HSt AKSt-1 U3
= = = = = = = =
Areal Kelapa Perkebunan Swasta (Ha) Harga Kopra (Rp/Kg) Harga Pestisida Swasta (Rp/liter) Harga Tenaga Kerja Perkebunan Swasta (Rp/HOK) Harga Pupuk Swasta (Rp/kg) Harga Sawit (Rp/Kg) Areal Kelapa Perkebunan Swasta periode sebelumnya (Ha) Error Term
4. Produktivitas Perkebunan Kelapa Rakyat YR = d0 + d1 (HKBt/HFRt + HPRt) +d2HPRt + d3HFRt + d4HLRt + d5HMKt + d6AKRt + d7T + d8Yrt-1 + U4 d0, d1, d5, d6, d7, d8 > 0 d2, d3, d4, < 0 YRt Yrt-1 HMKt U4 T
= = = = =
Produktivitas Perkebunan Kelapa Rakyat Produktivitas Kelapa Rakyat Tahun Sebelumnya (ton/ha) Harga Minyak Kelapa (Rp/kg) Error Term Kecenderungan Waktu
5. Produktivitas Perkebunan Kelapa BUMN YGt = e 0 + e1(LnHKBt/HFGSt + HPGSt) + e2LnHLGSt + e3HKOt + e4LnHMKt + e5(HXKOt ER) + e6(HXMKtER) + e7AKGt + a8PKGt-1 + e9T + e10 LnYGt-1 + U5 e0, e1, e5, e6, e7, e8 > 0 e2, e3, e4, < 0 YGt HKOt HXKO*ER HXMK*ER PKGt-1 LnYGt-1 U5
= = = = = = =
Produktivitas Perkebunan Kelapa BUMN Harga Kopra (Rp/Kg) Harga Ekspor Kopra (Rp/Kg) kali exchange rate Harga Impor Kopra (Rp/Kg) kali exchange rate Produksi Kelapa BUMN Tahun sebelumnya Logaritma produktivitas kelapa BUMN tahun sebelumnya Error Term
I n f o
Volume 1 Nomor 1, November 2000 :
8
6. Produktivitas Perkebunan Kelapa Swasta Besar YSt = f 0 + f1(HKBt/HFGSt + HPGSt) + f2HLGSt + f3HKOt + f4HMKt + f5(HXKOt ER) + f6(HXMKtER) + f7AKSt + f8PKSt-1 + f9T + f10 LnYSt-1 + U6 f0, f1, f5, f6, f7, f8 > 0 f2, f3, f4, < 0 YSt HKOt HXKO*ER HXMK*ER PKSt-1 LnYSt-1 U5
= = = = = = =
Produktivitas Perkebunan Kelapa Swasta (ton/ha) Harga Kopra (Rp/Kg) Harga Ekspor Kopra (Rp/Kg) kali exchange rate Harga Impor Kopra (Rp/Kg) kali exchange rate Produksi Kelapa Swasta Tahun sebelumnya Logaritma produktivitas kelapa Swasta tahun sebelumnya Error Term
7. Produksi Kelapa Perkebunan Rakyat PKRt = AKRt * YRt PKRt = Produksi Kelapa Perkebunan Rakyat (kg) 8. Produksi Kelapa Perkebunan BUMN PKGt = AKGt * YGt PKGt = Produksi Kelapa Perkebunan BUMN (kg) 9. Produksi Kelapa Perkebunan Swasta Besar PKSt = AKSt * YSt PKSt = Produksi Kelapa Perkebunan Swasta (kg) 10. Produksi Kelapa Total PKTt = PKRt + PKGt + PKSt PKTt = Produksi Kelapa Total 11. Permintaan Kelapa Total DKLPt DKLPt KBt BKOt
= = = =
KBt + BKOt Permintaan Kelapa Total (kg) Permintaan Kelapa Butiran (kg) Permintaan Kelapa Butiran untuk Kopra (kg)
Keterkaitan penawaran kelapa untuk memenuhi permintaan industri kelapa, industri makanan minuman, industri kosmetik dan permintaan rumah tangga indonesia . (S. Damanik)
9
12. Permintaan Kelapa Butiran KBt = KBMt + KMMt +1Kt KBM = Permintaan Kelapa untuk Rumah Tangga (kg) KMM = Permintaan Kelapa untuk Industri Makanan Minuman (kg) IK = Permintaan Kelapa untuk Industri Kosmetik (kg) 13. Permintaan Kelapa Untuk Kopra BKOt =1/k * Kot Kot k
= Jumlah Kopra (kg) = Rendemen Kopra terhadap Kelapa Butiran (0.3334)
14. Permintaan Kelapa Butiran Untuk Rumah Tangga KBMt = g0 + g1HKBt + g2HMKt + g3HMSt + g4BKOt + g5CMt + g6KBMt-1 + U7 g0, g1, g5, g6, > 0 g2,g3,g4, < 0 ICM = Pendapatan Masyarakat (Rp/org) KBMt-1 = Permintaan Masyarakat untuk Rumah Tangga Tahun Sebelumnya (kg)
15. Permintaan Kelapa Butiran Untuk Industri Makanan Minuman KMMt = h0 + h1HKBt + h2HMKt + h3HMSt + h4PKOt + h5LnT + h6GDPt + h7KMMt-1 + U8 h0, h1, h5, h6, h7, > 0 h2,h3,h4, < 0 GDP = Produk Domestik Bruto (Rp) KMMt-1 = Permintaan Kelapa untuk Industri Makanan Minuman Tahun Sebelumnya (kg) 16. Permintaan Kelapa Butiran untuk Industri Kosmetik IKt = i0 + i1HKBt + i2HMKt + i3HMSt + i4BKOt + i5LnT + i6GDPt + i7IKt-1 + U9 i0, i5, i6, i7, > 0 i1, i2, i3,i4, < 0 IKt-1
= Permintaan Kelapa untuk Industri KosmetikTahun Sebelumnya
17. Permintaan Kelapa Butiran untuk Bahan Baku Minyak Kelapa PMKt = j- + j1HMKt + j2HMSt + j3HKOt + j4(HXMKt * ER) + j5(HtMKt * ER) + j6POPt + j7MKt-1 + U10 I n f o
Volume 1 Nomor 1, November 2000 :
10
H1MKt POPt PMKt-1
= Harga Impor Minyak Kelapa ($/Kg) = Jumlah Penduduk (org) = Produksi Minyak Kelapa Tahun Sebelumnya
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Keterkaitan penawaran kelapa untuk memenuhi permintaan industri minyak goreng, industri makanan-minuman, industri kosmetik dan permintaan rumah tangga dalam studi empiris ini cukup baik. Nilai koefisien determinan (R2) masing-masing persamaan struktural dalam model umumnya di atas 0.85, kecuali untuk persamaan struktural produktivitas kelapa dari perkebunan swasta besar (R2) hanya mencapai 0.8177 (Tabel 6), dan koefisien DW umumnya di atas 2.00, kecuali untuk persamaan permintaan kelapa untuk minyak kelapa (Tabel 10). Dengan demikian secara umum peubah-peubah penjelas yang dimasukkan dalam persamaan struktural dalam studi empiris ini mampu menjelaskan dengan baik keragaman setiap peubah endogennya. Struktural belum mempunyai parameter pendugaan yang tandanya sesuai dengan harapan dan cukup logis dari sudut pandang teori ekonomi. 1. Respon Areal Kelapa Perkebunan Rakyat Hasil pendugaan persamaan respon areal kelapa perkebunan rakyat disajikan pada Tabel 1. Nilai koefisien determinan (R2) sebesar 0.9930 mencerminkan tingginya kemampuan peubah-peubah penjelas menerangkan perilaku respon areal kelapa perkebunan rakyat. Harga pupuk (HFR) bertanda (+), padahal pupuk masuk sebagai input produksi dan diharapkan bertanda (-). Adapun harga kelapa butiran (HKB) memiliki parameter yan cukup tinggi, akan tetapi tidak signifikan dan inelastis pada jangaka pendek, tetapi elastis pada jangka panjang. Tabel 1 Nilai Parameter Dugaan Persamaan Areal Kelapa Rakyat (AKR) Peubah Parameter T- Hitung Elas Jk Pendek Elas Jk Panjang INTERCEP 543848 2.419 HKB 187.656819 0.154 0.601210233 3.240606248 HPR -2342.960888 -0.891 HFR 4405.428194 1.617 HLR -514.924544 -1.297 AKRLAG 0.814476 8.953 2
R 2 ADJ-R DW
= 0.9210 = 0.9905 = 2.205
Keterkaitan penawaran kelapa untuk memenuhi permintaan industri kelapa, industri makanan minuman, industri kosmetik dan permintaan rumah tangga indonesia . (S. Damanik)
11
2. Respon Areal Kelapa Perkebunan BUMN Hasil pendugaan persamaan respon areal kelapa perkebunan BUMN disajikan pada Tabel 2. Nilai koefisien determinan (R2) sebesar 0.9210 mencerminkan tingginya kemampuan peubahpeubah penjelas menerangkan perilaku respon areal kelapa perkebunan BUMN. Peubah HS, HPGS, HFGS, dan HLGS yang diharapkan bertanda (-) yang ada hanya peubah HFGS yang bertanda ( - ), bahkan peubah HKO yang diduga akan bertanda (+) sebaliknya. Peubah yang signifikan ditemui pada HPGS dan AKGlag, adapun dalam jangka pendek dan jangka panjang hanya HKO dan HLGS yang elastis, sedangkan HS sebagai kompetitif justru sebaliknya. Tabel 2 Nilai Parameter Dugaan Persamaan Areal Kelapa BUMN (AKG) Peubah Parameter T- Hitung Elas Jk Pendek Elas Jk Panjang INTERCEP 3682.158103 1.41 HKO -230.991868 -0.99 -10.181 -23.641 HS 30.379087 0.242 HPGS 469.417788 1.111 HFGS -126.454385 -0.404 HLGS 27.78181811 -0.681 AKGLAG 0.569333 2.973 2
R 2 ADJ-R DW
= 0.9210 = 0.8846 = 3.158
3. Respon Areal Kelapa Perkebunan Swasta Besar. Hasil pendugaan persamaan respon areal kelapa perkebunan swasta besar disajikan pada Tabel 3. Nilai koefisien determinan (R2) sebesar 0.8792 juga mencerminkan cukup tinggi nya kemampuan peubah-peubah penjelas menerangkan perilaku respon areal kelapa perkebunan swasta. Hanya peubah HFGS dan HLGS yang memiliki tanda tidak sesuai dengan yang diharapkan, yakni keduanya bertanda (+), dilihat dari nilai T-hitung, hanya peubah AKSlag yang signifikan. Harga kopra (HKO) sebagai peubah pertama memiliki elastisitas yang tinggi pada jangka pendek dan jangka panjang, sedangkan harga sawit (HS) sebagai komoditas kompetitif tidak elastis terhadap respon areal kelapa perkebunan swasta.
I n f o
Volume 1 Nomor 1, November 2000 :
12
Tabel 3 Nilai Parameter Dugaan Persamaan Areal Kelapa Swasta (AKS) Peubah Parameter T- Hitung Elas Jk Pendek Elas Jk Panjang INTERCEP 16490 1.218 HKO 375.557852 0.386 5.524 5.043 HS -313.872353 -0.624 -0.481 -0.926 HPGS -101.021797 0.061 HFGS 195.486236 0.165 HLGS 112.247192 0.68 AKRLAG 0.480628 1.528 2
R = 0.8792 2 = 0.8234 ADJ-R DW = 2.250 4. Respon Produktivitas Kelapa Perkebunan Rakyat Tabel 4. Menyajikan hasil pendugaan persamaan respon produktivitas kelapa perkebunan rakyat. Peubah-peubah penjelas yang dicantumkan pada persamaan produktivitas ternyata mampu menerangkan perilaku produktivitas pada tingkat koefisien determinan (R2) sebesar 0.9559. T-hitung pada msing-masing peubah cukup signifikan, akan tetapi besaran dan tandanya tidak cukup mewakili. Tingkat elastisitas dalam jangka panjang rendah, apalagi bagi peubah harga pertisida (HPS) sangat tidak elastis. Respon produktivitas dari peubah-peubah input dan kompetitor tidak mempengaruhi secara tepat, sehingga dalam tiap tahunnya produktivitas kelapa rakyat tidak terjadi fluktuasi dan peningkatan yang berarti. Tabel 4 Nilai Parameter Dugaan Persamaan Produktivitas Kelapa Rakyat (YR) Peubah Parameter T- Hitung Elas Jk Pendek Elas Jk Panjang INTERCEP 87.079757 1.942 TKBR -0.159507 -1.591 HFR 0.001345 0.864 HPR -0.003962 -2.161 0.0001 0.000113185 AKR 0.000000165 1.373 HLR 0.000978 2.528 HMK 0.006571 2.13 T -0.043928 -1.928 YRLAG 0.116491 0.51 2 R = 0.9559 2 ADJ-R = 0.9238 DW = 2.365
Keterkaitan penawaran kelapa untuk memenuhi permintaan industri kelapa, industri makanan minuman, industri kosmetik dan permintaan rumah tangga indonesia . (S. Damanik)
13
5. Respon Produktivitas Kelapa Perkebunan Swasta Besar Hasil pendugaan persamaan respon produktivitas kelapa perkebunan swasta disajikan pada Tabel 5. Koefisien determinan (R2) sebesar 0.9913 sangat besar untuk dapat menggambarkan pengaruh peubah-peubah penjelas terhadap respon produktivitas kelapa. Akan teteapi, besaran dan tandanya tidak begitu sesuai dengan yang tidak secara langsung mempengaruhi teknologi dan insentif. Pada jangka pendek dan jangka panjang umumnya inelastis , dan peubah harga minyak kelapa (HMK) dan harga ekspor kopra ( HXKOER) sangat elastis. Tabel 5 Nilai Parameter Dugaan Persamaan Produktivitas Kelapa BUMN (YG) Peubah Parameter T- Hitung Elas Jk Pendek Elas Jk Panjang INTERCEP 199.652996 1.064 LKBGS 0.148159 0.184 LHKO 0.126823 0.194 LHMK 0.964826 0.814 0.076 0.085042672 LHLGS 0.670749 0.75 HXKOER 0.000000529 1.388 0.0001 0.000111898 HXMKER -0.000000232 -0.929 AKG -0.000094715 -11.297 PKG 0.000053467 21.678 T -0.101239 -1.059 LYGLAG 0.106331 0.535 2 R = 0.9913 2 ADJ-R = 0.9817 DW = 2.896 6. Respon Produktivitas Kelapa Perkebunan Swasta Besar Hasil pendugaan persamaan respon produktivitas respon produktivitas kelapa perkebunan swasta disajikan pada Tabel 6. Koefisien determinan (R2) hanya mencapai 0.8177 cukup untuk dapat menerangkan pengaruh dari peubah-peubah penjelas terhadap respon produktivitas kelapa. Parameter peubah TKBGS, HKO, AKS, PKSlag, dan T yang sebelumnya diharapkan bertanda (+), ternyata sebaliknya. Signifikansi dari masing-masing peubah cukup tinggi, kecuali harga ekspor kopra (HXKOER) dan harga ekspor minyak kelapa (HXMKER) tidak cukup signifikan. Masing-masing peubah tidak elastis dalam mempengaruhi respon produktivitas kelapa pekebunan swasta baik pada jangka pendek maupun jangka panjang.
I n f o
Volume 1 Nomor 1, November 2000 :
14
Tabel 6 Nilai Parameter Dugaan Persamaan Produktivitas Kelapa Swasta (YS) Peubah Parameter T- Hitung Elas Jk Pendek Elas Jk Panjang INTERCEP 380.826381 0.756 TKBGS -0.543865 -0.26 HKO -0.077976 -2.261 -0.114 0.069833899 HMK 0.102686 2.272 HLGS 0.013195 2.607 0.04 -0.024503123 HXKOER -0.000000715 -0.666 HXMKER 0.000000281 0.242 AKS -0.000017937 -1.32 PKSLAG -0.00016702 -1.3 T -0.191325 -0.75 LYGLAG 2.632445 1.462 2 R = 0.8177 2 ADJ-R = 0.6151 DW = 2.719 7. Produksi Kelapa Produksi kelapa merupakan persamaan identitas perkalian dari respon areal kelapa terhadap respon produktivitas, dan produksi total meliputi penjumlahan produksi kelapa dari perkebunan rakyat, perkebunan BUMN, dan perkebunan swasta besar. Hal ini dapat dilihat pada persamaan (7) hingga (10), yaitu : (7) (8) (9) (10)
PKRt PKGt PKSt PKTt
= = = =
AKRt * Yrt AKGt * Ygt AKSt * Yst PKRt + PKGt + PKSt
Tabel 7 Nilai Parameter Dugaan Permintaan Kelapa Untuk Konsumsi Masyarakat Peubah Parameter T- Hitung Elas Jk Pendek Elas Jk Panjang INTERCEP 21665 0.154 HKB 335.647261 0.81 3.046 2.959 HMK 4291.339909 1.854 5.941 5.771 HMS -4004.679375 -1.781 BKO 0.560373 3.633 0.042 0.0708 ICM 0.002199 0.018 KBMLAG -0.029389 -0.153 R
2
= 0.9882
Keterkaitan penawaran kelapa untuk memenuhi permintaan industri kelapa, industri makanan minuman, industri kosmetik dan permintaan rumah tangga indonesia . (S. Damanik)
15
ADJ-R DW
2
= 0.9828 = 2.753
8. Permintaan Kelapa Permintaan kelapa merupakan persamaan identitas penjumlahan permintan akan kelapa butiran (segar) dan kelapa untuk kopra. Permintaan kelapa butiran diserap dari permintaan rumah tangga, industri makanan-minuman, dan industri kosmetik, sedangkan permintaan kopra mencerminkan kuantitas untuk bahan baku minyak kelapa. Persamaan-persamaan identitas tersebut dapat dilihat pada persamaan (11) hingga (13), berikut ini : (11) (12) (13)
DKLPt = KBt = BKOt =
Kbt + BKOt KBMt + KMMt + Ikt 1/k * KOt
Persamaan – persamaan identitas diatas ditetapkan denagn pertimbangan bahwa permintaanpermintan lainnya dinaggap cateris paribus. Besarnya konstanta k berdasarkan hasil studistudi yang dilakukan oleh Puslit Sosek Kehutanan dan Perkebunan sebagai rendemen kopra terhadap kelapa butiran sebesar 0.334. Tabel 8
Nilai Parameter Dugaan Permintaan Kelapa Untuk Industri Makanan-Minuman (KMM) Peubah Parameter T- Hitung Elas Jk Pendek Elas Jk Panjang INTERCEP 40773952 0.356 HKB 222.338961 0.65 7.861 5.563871991 HMK -452.76609 -0.474 HMS 548.634733 0.592 BKO 0.235767 3.033 0.07 0.049544719 LT -12374534 -0.356 GDP -0.204556 -0.68 KMMLAG -0.412865 -1.539 2
R 2 ADJ-R DW
= 0.9697 = 0.9520 = 23.698
9. Permintaan Kelapa Butiran Untuk Rumah Tangga Hasil pendugaan persamaan permintaan kelapa butiran untuk rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 7. Koefisien determinan (R2) sebesar 0.9882 dapat menjelaskan tingginya pengaruh peubah-peubah penjelas dalam menentukan besaran permintaan kelapa untuk rumah tangga. Dari 3 peubah subtitusi (tidak langsung), yakni harga minyak kelapa (HMKt), HMSt dan BKOt, hanya HMSt yang memenuhi tanda (-) sesuai dengan yang diharapkan. Akan tetapi pengaruh dari HKBt dan pendapatn (ICMt) tidak begitu signifikan, dibanding peubah penjelas I n f o
Volume 1 Nomor 1, November 2000 :
16
lainnya. Elastisitas tertinggi ditemui pada peubah HKBt dan HMKt pada jangka pendek dan jangka panjang, sedangkan HKOt sebaliknya inelastis pada jangka pendek maupun jangka panjang. 10. Pemintaan Kelapa Untuk Industri Makanan-Minuman. Tabel 8. Menyajikan hasil pendugaan persamaan permintaan kelapa butiran untuk industri makanan-minuman. Pada tabel tersebut terlihat bahwa koefisien determinan (R2) sebesar 0.9697 mencerminkan bahwa peubah-peubah penjelas dari persamaan tersebut dapat menerangkan perilaku dari permintaan kelapa butiran untuk industri makanan-minuman. HMKt dan BKOt yang merupakan substitusi (tidak langsung) diharapkan bertanda (-) namun hasilnya sebaliknya. Pengaruh HKBt tidak begitu signifikan, akan tetapi pada jangka pendek maupun jangka panjang sangat elastis, dibandingkan dengan peubah BKO yang sangat inelastis. 11. Permintaan Kelapa Untuk Industri Kosmetik Tabel 9. yang menyajikan hasil pendugaan persamaan permintan kelapa butiran untuk industri kosmetik, memiliki koefisien determinan (R2) yagn cukup besar, yakni 0.9710. Hal ini menunjukkan bahwa peubah-peubah yang ada didalam persamaan tersebut dapat menerangkan perilaku permintaan kelapa butiran untuk industri kosmetik. Dalam tabel tersebut, pareameter dari masing-masing peubah memiliki tanda yang seballiknya dari yang diharapkan, kecuali peubah HMKt dan HMSt yang sesuai diharapkan (+). Elastisitas yang tinggi pada jangka pendek dan jangka panjang ditunjukkan oleh peubah HKBt, sedangkan peubah BKO justru sebaliknya sangat inelastis. Tabel 9 Nilai Parameter Dugaan Permintaan Kelapa Untuk Industri Kosmetik (IK) Peubah Parameter T- Hitung Elas Jk Pendek Elas Jk Panjang INTERCEP -17708263 -0.503 HKB -67.022867 -0.628 -7.503 -.-8.129746551 HMK -280.362614 -0.946 HMS -0.055839 0 BKO 0.0638452 3.122 0.06 0.065 LT 5365114 0.502 GDP -0.011702 -0.124 IKLAG 0.077093 0.383 2
R 2 ADJ-R DW
= 0.9710 = 0.9541 = 2.959
Keterkaitan penawaran kelapa untuk memenuhi permintaan industri kelapa, industri makanan minuman, industri kosmetik dan permintaan rumah tangga indonesia . (S. Damanik)
17
12. Permintaan Kelapa Butiran Untuk Industri Minyak Kelapa Permintaan kelapa butiran untuk industri minyak kelapa tidak secara langsung, karena bahan baku minyak kelapa adalah kopra. Kopra sepenuhnya berasal dari kelapa butiran, dengan sendirinya permintaan kopra untuk industri minyak kelapa diperhitungkan dari jumlah kopra pada tingkat rendemen (k = 0.334) terhadap permintaan kelapa butirannya. Tabel 10 menyajikan hasil pendugaan permintaan kelapa untuk industri munyak kelapa. Harga minyak sawit (HMSt) yang diduga bertanda (-) karena menunjukkan sebagai substitusi (tidak langsung), namun sebaliknya bertanda (+). Hanya peubah lagnya yang culup signifikan, sedangkan peubah lainnya tidak memadai. Elastisitas HMKt dan HKOt pada jangka pendek tidak elastis, sedangkan untuk jangka panjang cukup elastis Tabel 10 Peubah INTERCEP HMK HMS HKO HXMKER HIMKER POP PMKLAG 2 R = 2 ADJ-R = DW =
IV.
Nilai Parameter Dugaan Persamaan Permintaan Kelapa Untuk Minyak (PMK) Parameter T- Hitung Elas Jk Pendek Elas Jk Panjang -36497 -0.541 107.318614 0.268 0.769 1.401 186.29757 0.657 -174.211195 -0.444 0.691 1.259 -0.006449 -0.328 0.000048383 0.004 0.520799 0.896 0.451477 1.599 0.9793 0.9673 1.969
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Kesimpulan Dari hasil studi empiris mengenai keterkaitan penawaran kelapa untuk memenuhi permintaan industri minyak kelapa, industri makanan-minuman, industri kosmetik dan permintan rumah tangga dapat disimpulkan beberapa hal berikut. 1. Model ekonometerika yang dibangun dalam studi empiris ini telah mampu menjelaskan fenomena dan perilaku penawaran kelapa dan perilaku permintaan kelapa untuk industri muinyak kelapa, industri makanan-minuman, industri kosmetik dan permintan rumah tangga. Namun demikian, tanda dan besaran dari parameter yang mencerminkan kriteria ekonomi belum sepenuhnya terpenuhi, bahkan pada beberapa persamaan struktural terdapat peubah yang kurang signifikan. 2. Perilaku perkembangan areal kelapa pada ketiga perkebunan (rakyat, BUMN, dan Swasta besar) menunjukkan respon yang elastis terhadap harga produk tersebut, akan tetapi tidak elastis terhasap harga kompetitornya. I n f o
Volume 1 Nomor 1, November 2000 :
18
3. Respon produktivitas kelapa untuk ketiga perkebunan menunjukkan sangat tidak elastis terhadap harga komoditasnya, termasuk kompetitornya, serta harga pasar ekspor. Namun demikian, peubah-peubah harga cukup signifikan untuk melihat pengaruhnya terhadap respon peoduktivitas kelapa. 4. Perilaku permintaan kelapa untuk industri minyak kelapa, industri makanan-minuman, industri kosmetik, dan rumah tangga sangat respon terhasap perubahan harga komoditas kelapa, dan harga substutusi tidak langsungnya (minyak sawit). Akan tetapi, tingkat signifikansi dari peubah-peubahnya umumnya rendah. Di samping itu, memang elastisits jangka pendek dan jangka panjang dari peubah harga komoditas cukup tinggi. Kecuali untuk elastisitas jangka pendek peubah harga komoditas pada perilaku permintaan minyak kelapa inelastis. Implikasi Dengan memperhatikan hasil studi empiris disana, ada beberapa hal utama yang direkomendasikan, yaitu : 1.
2.
Jumlah terbanyak produksi kelapa (diatas 90 %) dihasilkan oleh perkebunan rakyat, hendaknya tetap terus dimasyarakatkan, sehingga kelapa identik dengan ‘komoditas milik rakyat’. Namun, produktivitas saat ini relatif konstan perlu diperkenalkan dengan teknologi tepat guna sehingga bisa mendekati plroduktivitas perkebunan BUMN dan Swasta, tetapi tetap dapat efisien. Produksi minyak kelapa akhir-akhir ini mulai menurun dan beriring dengan terjadinya pengurangan areal kelapa pada perkebunan swasta besar. Dampaknya impor minyak kelapa untuk memenuhi permintaan domestik tidak bisa dihindarkan. Disamping itu, selera konsumen mulai bergeser dari mengkonsumsi minyak kelapa pada minyak kelapa sawit, yang diduga minyak sawit memiliki kadar kolesterol lebih rendah dibanding minyak kelapa. Namun demikian pertumbuhan populasi yang cukup besar, menyebabkan permintaan minyak kelapa terus meningkat. Dengan demikian, dibutuhkan peranan pemerintah untuk mendorong dan menciptakan sistem investasi bagi swasta besar untuk mengembangkan bisnis (utama dan divbersifikasi) pada produk berbasis kelapa.
Keterkaitan penawaran kelapa untuk memenuhi permintaan industri kelapa, industri makanan minuman, industri kosmetik dan permintaan rumah tangga indonesia . (S. Damanik)
19
DAFTAR PUSTAKA
1. A. Kontsoyiannis. 1978, Theory Econometrics, published in USA, The McMillan Press. New York 2. Statistical Coconut, 1996. Coconut Stastistical Year Bert 3. Direktorat Jenderal Perkebunan, 1978, Statistik perkebunan , Dirjenbun. Jakarta. 4. Gunawan Sumodiningrat, 1990, Pengantar Ekonometrika, BPFE. Yogyakarta 5. Modernisasi Usaha Pertanian Berbasis Kelapa, 1998,
Proseding Konferensi Nasional
Kelapa II Tanggal 21 – 23 April 1998, Puslitbang Tanaman Industri. Bogor.
I n f o
Volume 1 Nomor 1, November 2000 :
20