perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KESADARAN HUKUM PENDAFTARAN MEREK PARA PENGUSAHA KECIL DAN MENENGAH DI BIDANG BATIK (Studi di Kampung Wisata Batik Kauman Kota Surakarta)
Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh: VINA SEPTI ARFIANI NIM. E0008082
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2012 i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN PEMBIMBING Penulisan Hukum (Skripsi) KESADARAN HUKUM PENDAFTARAN MEREK PARA PENGUSAHA KECIL DAN MENENGAH DI BIDANG BATIK (Studi di Kampung Wisata Batik Kauman Kota Surakarta) Oleh: Vina Septi Arfiani NIM. E0008082 Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, Juli 2012 Dosen Pembimbing Skripsi
Pembimbing I
Pembimbing II
(Djuwityastuti, S.H,M.H)
(Munawar Kholil , S.H, M.Hum)
NIP. 195405111980032001
NIP. 196810171994031003
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN PENGUJI Penulisan Hukum (Skripsi) KESADARAN HUKUM PENDAFTARAN MEREK PARA PENGUSAHA KECIL DAN MENENGAH DI BIDANG BATIK (Studi di Kampung Wisata Batik Kauman Kota Surakarta) Oleh Vina Septi Arfiani NIM. E0008082 Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada : Hari
: Rabu
Tanggal
: 1 Agustus 2012
DEWAN PENGUJI 1. Pranoto,S.H.,M.H NIP . 196412 19198903 1 002
(...................................................)
2. Munawar Kholil , S.H, M.Hum NIP. 19681017 19940 3 1003
(....................................................)
3. Djuwityastuti, S.H,M.H NIP. 19540511 19800 3 2001
(.....................................................)
Mengetahui Dekan,
Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum commit to198503 user 2 001 NIP. 19570203
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN Nama
: Vina Septi Arfiani
NIM
: E0008082
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul: KESADARAN HUKUM PENDAFTARAN MEREK PARA PENGUSAHA KECIL DAN MENENGAH DI BIDANG BATIK (Studi di Kampung Wisata Batik Kauman Kota Surakarta) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 19 Juli 2012 yang membuat pernyataan
Vina Septi Arfiani NIM. E0008082
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Vina Septi Arfiani. E0008082. 2012. KESADARAN HUKUM PENDAFTARAN MEREK PENGUSAHA KECIL DAN MENENGAH DI BIDANG BATIK (Studi di Kampung Wisata Batik Kauman Kota Surakarta).Fakultas Hukum UNS. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana kesadaran hukum pendaftaran merek para pengusaha kecil dan menengah dibidang batik di Kampung Wisata Batik Kauman Kota Surakarta dan faktor- faktor apa yang mempengaruhi kesadaran hukum pendaftaran merek para pengusaha kecil menengah dibidang batik di Kampung Wisata Batik Kauman Kota Surakarta. Penelitian ini termasuk jenis penelitian empiris yang bersifat deskriptif. Jenis data pada penelitian ini adalah data primer yang diperoleh secara langsung dari lapangan dan data sekunder dari penelitian ini diperoleh dari kajian pustaka yang berkaitan dengan masalah penelitian ini. Teknik pengumpulan data primer adalah observasi, wawancara, kuisioner, sedangkan teknik pengumpulan data sekunder adalah kajian pustaka. Teknik analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan teknik statistik Chi Square. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesadaran hukum pendaftaran merek para pengusaha kecil dan menengah di bidang batik di Kampung Wisata Batik Kauman tergolong rendah. Hal ini dikarenakan pengusaha yang mengetahui bahwa merek diatur di dalam UU No 15 Tahun 2001 hanya 4%, pengusaha yang memahami hal-hal yang diatur dalam UU No 15 Tahun 2001 hanya 38%, pengusaha yang sudah mendaftarkan merek dagangnya hanya 30%, terdapat 53% pengusaha yang menganggap mendaftarkan merek itu penting, dan terdapat 50% pengusaha yang sudah memiliki merek dagang sendiri. Kemudian Faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum pendaftaran merek para pengusaha kecil dan menengah di bidang batik di Kampung Wisata Batik Kauman Kota Surakarta adalah kurangnya pengetahuan mengenai pendaftaran merek, anggapan bahwa merek tidak perlu didaftarkan, mahalnya biaya pendaftaran merek, budaya masyarakat di Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta yang mempunyai rasa sungkan untuk mendaftarkan merek sendiri, dan rendahnya peran pemerintah. Kata kunci : kesadaran hukum, pendaftaran merek, pengusaha kecil dan menengah, batik,
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Vina Septi Arfiani. E0008082. 2012. LEGAL AWARENESS OF BRAND REGISTRATION OF LOW AND MEDIUM TRADERS IN BATIK SECTOR. (Research in Kampung Wisata Batik Kauman in Surakarta). Law Faculty of Sebelas Maret University. The aims of the research are to know about legal awareness of brand registration of low and medium trades in Kampung Wisata Batik Kauman in Surakarta and the factors which influence legal awareness of brand registration of low and medium trades in Kampung Wisata Batik Kauman in Surakarta. The research is a kind of law research called empirical research which has the quality of descriptive. The types of primary data in the research are directly gotten from the research place but the secondary data are gotten from literature review related to the problem of the research. The technique to collect the primary data uses observation, interview, questioners, but to collect the secondary data uses literature review. Data analytical technique is done by quantitative with statistic Chi Square. Based on the result of the research legal awareness of brand registration of low and medium trades in Kampung Wisata Batik Kauman is low. It happens because the entrepreneurs who know that brand is regulated in UU no 15 in 2001 are just 4%, entrepreneurs who understand the things which are regulated in UU no 15 in 2001 are 38%, entrepreneurs who have registered their own brands are just 30%, there are 53% entrepreneurs who assume that to register the brand is important, and there are 50% entrepreneurs have their own brand. Then the factors which influence the legal awareness of brand registration of low and medium trades in Kampung Wisata Batik Kauman in Surakarta are the lack of understanding of brand registration, the high-priced of brand registration cost, the culture of hesitate to register their own brands, and the lack of government participation. Keywords: legal awareness, brand registration, low and medium traders, batik.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Maka, apabila kamu selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah urusan (yang lain) dengan sungguh-sungguh. (Q.S. Al Insyirah: 6-7)
Barangsiapa bersungguh-sungguh pasti dia akan berhasil Tidak ada cara yang cepat untuk meraih kesuksesan dan kesuksesan itu berawal dari sebuah mimpi Bersyukur untuk hari ini, karena setiap apa yang kita terima itulah yang terbaik untuk kita (Nasihat Sahabat)
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN Dengan menyebut nama ALLAH yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, segala puji bagi ALLAH Tuhan Semesta Alam, Penulis mempersembahkan karya ini kepada : Orang tua tercinta Penulis, (alm) Maryanto, S.H. dan Ernani, S.H. dengan segala kasih sayang dan perhatiannya mengajarkan penulis untuk memahami arti kerja keras, pengorbanan serta tanggung jawab Saudara Penulis tercinta, Vika Astried Permatasari yang telah mengajarkan penulis bagaimana menjadi kakak yang lebih baik dari yang sebelumnya Teman spesial Penulis, Aditya Prabowo yang telah mengisi hari-hari Penulis dalam keadaan suka maupun duka Kepada Almamater Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret tercinta yang telah memberikan pelajaran serta pengalaman yang tidak mungkin penulis lupakan
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt yang tak pernah berhenti melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum dengan judul “KESADARAN HUKUM PENDAFTARAN
MEREK
PARA
PENGUSAHA
KECIL
DAN
MENENGAH DI BIDANG BATIK (Studi di Kampung Wisata Batik Kauman Kota Surakarta)”. Penulisan hukum ini membahas tentang bagaimana kesadaran hukum pendaftaran merek para pengusaha kecil dan menengah di bidang batik di Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi kesadaran hukum pendaftaran merek para pengusaha kecil dan menengah di bidang batik di Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta Pada masa penulisan hukum ini Penulis banyak sekali menerima bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang kepada: 1. Ibu Prof. Dr. Hartiniwingsih S.H, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan izin serta kesempatan bagi penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan hukum ini. 2. Bapak Dr. Hari Purwadi, S.H., M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan izin penelitian; 3. Bapak Mohammad Adnan, S.H, M.Hum, selaku Pembimbing Akademik; 4. Ibu Djuwityastuti, S.H., M.H., dan M.Hum selaku Dosen Pembimbing
Bapak Munawar Kholil S.H, yang telah bersedia dengan teliti
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini; 5. Para pengusaha kecil dan menengah di bidang batik di Kampung commitSurakarta, to user selaku responden yang telah Wisata Batik Kauman Kota
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bersedia membantu penulis dalam melakukan penelitian untuk penulisan hukum ini. Akhirnya sembari mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi Penulis sendiri maupun bagi para pembaca yang budiman. Surakarta, 18 Juli 2012 Vina Septi Arfiani
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .........................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ....................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN ....................................................................
iv
ABSTRAK ..................................................................................................
v
ABSTRACT................................................................................................
vi
MOTTO …………………………………………………………………..
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................
viii
KATA PENGANTAR ................................................................................
ix
DAFTAR ISI...............................................................................................
xi
DAFTAR TABEL.......................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................
xv
BAB I
PENDAHULUAN ......................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................
1
B. Perumusan Masalah...............................................................
6
C. Tujuan Penelitian...................................................................
7
D. Manfaat Penelitian.................................................................
7
E. Metode Penelitian ..................................................................
8
F. Sistematika Penulisan Hukum ...............................................
16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................
18
A. Kerangka Teori ......................................................................
18
1. Tinjauan umum tentang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) ...............................................................................
18
2. Tinjauan umum tentang Hukum Merek........................... commit Kesadaran to user 3. Tinjauan umum tentang Hukum ....................
24
xi
47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Tinjauan umum tentang Usaha Kecil Menengah ............
53
5. Tinjauan umum tentang Efektifitas Hukum Merek.........
53
B. Kerangka Pemikiran...............................................................
59
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN........................
61
A. Deskripsi Singkat Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta…. ...........................................................................
61
B. Hasil Penelitian ......................................................................
68
1.
Kesadaran Hukum Pendaftaran Merek Para Pengusaha Kecil dan Menengah di Bidang Batik di Kampung Wisata Batik Kauman Kota Surakarta ............................
2.
68
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesadaran Hukum Pendaftaran
Merek
Para
Pengusaha
Kecil
dan
Menengah di Bidang Batik di Kampung Wisata Batik Kauman Kota Surakarta..................................................
77
C. Pembahasan............................................................................
79
1.
Kesadaran Hukum Pendaftaran Merek Para Pengusaha Kecil dan Menengah di Bidang Batik di Kampung Wisata Batik Kauman Kota Surakarta ............................
2.
79
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesadaran Hukum Pendaftaran
Merek
Para
Pengusaha
Kecil
dan
Menengah di Bidang Batik di Kampung Wisata Batik Kauman Kota Surakarta..................................................
91
BAB IV PENUTUP ...................................................................................
97
A. Simpulan ................................................................................
97
B. Saran.......................................................................................
98
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
99
LAMPIRAN............................................................................................... commit to user
102
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Tabel 1. Daftar Anggota Pengusaha Batik Paguyuban Kampung Wisata Batik Kauman (PKWBK) Surakarta ....................................
65
Tabel 2. Nilai Score Data Responden ………………………………………
69
Tabel 3. Tingkat Pengetahuan dan Pemahaman Responden tentang Hukum Merek ……………………………………………………..
71
Tabel 4. tingkat Sikap Hukum Responden …………………………………
73
Tabel 5. Tingkat Pola Perilaku Hukum Responden ………………………..
73
Tabel 6. Hasil Nilai Responden ……………………………………………..
74
Tabel 7. Daftar Biaya Pendaftaran Merek ………………………………….
82
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Bagan Tahapan Analisis Data ………………………………… 16 Gambar 2. Kerangka Pemikiran ………………………………………….
commit to user
xiv
58
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran I
Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran II
Daftar Kuisioner
Lampiran III Jawaban Kuisioner Responden Lampiran IV Daftar Nama UKM Anggota Paguyuban Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta
commit to user
xv
1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia bisnis saat ini tumbuh dengan pesat, baik itu bisnis besar maupun bisnis usaha kecil dan menengah. Salah satu dari bisnis yang berkembang cepat tersebut adalah batik. Hal ini karena batik merupakan karya yang menunjukan budaya asli Indonesia. Batik merupakan karya seni dan budaya warisan leluhur bangsa Indonesia yang dikagumi dunia. Batik bukan hanya digunakan pada acara-acara formal saja, namun sesuai perkembangannya batik sudah menjadi mode masa kini bagi masyarakat indonesia sehingga setiap orang memakai batik disetiap kesempatan apa saja. Semakin melonjaknya permintaan terhadap batik, maka semakin banyak juga pengusaha-pengusaha yang memproduksi maupun menjual batik baik secara eceran maupun grosiran. Kota Surakarta merupakan salah satu tempat wisata belanja batik terkenal di Indonesia. Di kota ini terdapat sentra kain batik yang terkenal, antara lain kawasan Kampung Batik Laweyan dan kawasan Kampung Wisata Batik Kauman. Keunikan Kampung Batik Kauman dibandingkan dengan yang lain adalah cara yang ditawarkan kepada para wisatawan adalah kemudahan transaksi sambil melihat-lihat rumah produksi tempat berlangsungnya kegiatan membatik. Artinya, pengunjung memiliki kesempatan luas untuk mengetahui secara langsung proses pembuatan batik. Bahkan untuk mencoba sendiri mempraktekkan kegiatan membatik. Batik adalah salah satu produk kota dan telah menjadi andalan kota Surakarta. Batik
Surakarta sudah di kenal di seluruh Indonesia dan menjadi
produk andalan ekspor. Batik Surakarta terkenal dengan corak dan pola tradisionalnya batik dalam proses cap maupun dalam batik tulisnya. Bahan-bahan yang dipergunakan untuk pewarnaan masih tetap banyak memakai bahan-bahan dalam negeri seperti soga Jawa yang sudah terkenal sejak dari dahulu. Polanya tetap antara lain terkenal to user dengan Sidomukti dan Sidoluruhcommit (http://solobatik.athost.net/ diakses tanggal 30
1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
November 2011 pukul 17.55). Dalam perkembangannya, seni batik yang ada di Kampung Batik Kauman dapat dibedakan menjadi tiga bentuk yaitu batik klasik motif pakem (batik tulis), batik murni cap dan model kombinasi antara tulis dan cap. Batik tulis bermotif pakem yang banyak dipengaruhi oleh seni batik Keraton Kasunanan merupakan produk unggulan Kampung Batik Kauman. Produk-produk batik kampung kauman dibuat menggunakan bahan sutra alam dan sutra tenun, katun jenis premisima dan prima,rayon (http://www.surakarta.go.id/id/news/ kampung.batik.html. diakses tanggal 1 Desember 2011 pukul 20.35). Batik Indonesia secara resmi diakui UNESCO dengan dimasukkan ke dalam Daftar Representatif sebagai Budaya Tak-benda Warisan Manusia (Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity) dalam Sidang ke-4 Komite AntarPemerintah (Fourth Session of the Intergovernmental Committee) tentang Warisan Budaya Tak-benda di Abu Dhabi. Depbudpar menyatakan masuknya Batik Indonesia dalam UNESCO Representative List of Intangible Cultural Heritage of Humanity merupakan pengakuan internasional terhadap salah satu mata budaya Indonesia, sehingga diharapkan dapat memotivasi dan mengangkat harkat para pengrajin batik dan mendukung usaha meningkatkan kesejahteraan rakyat (http://www.antaranews.com/berita/1254491066/batik-indonesia- resmi- diakui unesco diakses tanggal 4 Agustus 2012 Pukuln23.50) Pertumbuhan ekonomi di suatu negara sangat bergantung pada sektor perdagangannya, yang pada akhirnya ditentukan pula oleh keunggulan komparatif yang dimilikinya. Keunggulan komparatif sangat tergantung kepada kemampuan teknologinya., yang salah satu unsurnya adalah pada bidang Hak Kekayaan Intelektual. Dengan demikian Hak Kekayaan Intelektual menjadi bagian yang sangat penting dalam kegiatan ekonomi suatu negara. Pembicaraan mengenai batik sebagai salah satu komoditi perdagangan yang memiliki nilai ekonomi, maka tidak bisa dilepasakan dari merek dagang yang merupakan salah satu dari kekayaan intelektual. Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual berupa pembajakan, pemalsuan dalam konteks merek dagang, jelas merugikan secara signifikan bagi pelaku to user ekonomi, terutama akan melukaicommit si pemilik sah dari hak kekayaan intelektual
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
tersebut. Begitu juga konsumen dan mekanisme pasar yang sehat juga akan terganggu dengan adanya tindak pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual. Indonesia di kenal di dunia memiliki beragam karya seni, seperti batik. Era perdagangan global hanya dapat dipertahankan jika terdapat iklim persaingan usaha yang sehat. Disini merek memegang peranan yang sangat penting yang memerlukan sistem pengaturan yang lebih memadai. Berdasarkan pertimbangan tersebut dan sejalan dengan perjanjian- perjanjian internasional yang telah diratifikasi Indonesia serta pengalaman melaksanakan administrasi merek, diperlukan penyempurnaan Undang- Undang Merek yaitu UndangUndang Nomor 19 Tahun 1992 sebagai mana diubah dengan Undang- Undang Nomor 14 Tahun 1997 dan diubah lagi dengan Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Sejalan dengan Hak kekayaan inteektual yang pada intinya adalah hak eksklusif yang diberikan kepada pemegang hak tersebut, maka merek dagang juga memberikan hak eksklusif kepada pemiik merek tersebut saah satunya berupa hak ekonomi. Merek merupakan suatu tanda pembeda atas barang atau jasa bagi suatu perusahaan satu dengan yang lainnya. Sebagai tanda pembeda maka merek dalam satu klasifikasi barang atau jasa tidak boleh memiliki persamaan antara satu dengan yang lainnya, baik pada keseluruhan maupun pada pokoknya. Merek dagang yaitu merek yang digunakan atau ditempelkan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang atau badan hukum. Merek sebagai salah satu wujud karya intelektual memiliki peranan penting bagi kelancaran dan peningkatan perdagangan barang atau jasa dalam kegiatan perdagangan dan investasi. Merek dapat memenuhi kebutuhan konsumen akan tanda pengenal atau daya pembeda yang teramat penting dan merupakan jaminan kualitas produk atau jasa dalam suasana persaingan bebas. Oleh karena itu, merek adalah aset ekonomi bagi pemiliknya, baik perorangan maupun perusahaan (badan hukum) yang dapat menghasilkan keuntungan besar, tentunya bila didayagunakan dengan memperhatikan aspek bisnis dan proses manajemen yang baik. Demikian pentingnya peranan merek ini, maka terhadapnya dilekatkan perlindungan hukum, commit yakni sebagai objek terhadap terkait hak- to hakuser perseorangan atau badan hukum.
perpustakaan.uns.ac.id
4 digilib.uns.ac.id
Secara tradisional, Merek dagang merupakan cara pertama bagi pengusaha untuk menembus rantai perdagangan grosir dan eceran serta untuk membuat ikatan monopoli langsung dengan pelanggan eceran mereka. Di dunia yang semakin kompleks sekarang ini, Merek dagang digunakan oleh penyedia , pelayanan, pengecer, dan lain sebagainya. Merek dagang juga untuk menetapkan nilai terhadap produk- produk bermerek milik
mereka sendiri (Adrian
Sutedi,2009:108). Merek dagang merupakan sisi yang sah dari strategi pembuatan merek dan pemasaran barang- barang bermerek, yang terletak pada akar dari banyaknya pengembangan bisnis. Setiap pengusaha mencoba membedakan mereknya. Dengan membuat merek untuk suatu produk, hal ini memungkinkan untuk mendapatkan keuntungan atas tingginya mutu. Hal ini tentu saja dimungkinkan dengan mengiklankan dan mempromosikan mutu yang reputasinya sudah baik. (Adrian Sutedi,2009:108). Merek memberi sejumlah keuntungan pada produsen maupun konsumen. Simamora menyebutkan dengan adanya merek, masyarakat mendapat jaminan tentang mutu suatu produk yaitu dengan memperoleh informasi yang berkaitan dengan merek tersebut. Dikenalnya merek oleh masyarakat membuat pihak perusahaan meningkatkan inovasi produk untuk menghadapi persaingan. Sedangkan bagi produsen, merek tentunya bermanfaat untuk melakukan segmentasi pasar, menarik konsumen untuk membeli produk dari merek tersebut serta memberikan perlindungan terhadap produk yang dihasilkan (Fajrianti.2005:2). Uraian di atas dapat mencerminkan betapa pentingnya peran merek dalam lalu lintas perdagangan. Oleh karena itu diperlukan perlindungan terutama dari perlindungan hukum bagi pemegang hak merek atau merek dagang terhadap iktikad tidak baik para pelaku usaha lain. Di Indonesia, perlindungan hukum yang diberikan bagi pemegang hak merek sesungguhnya telah diatur dalam UndangUndang No 15 Tahun 2001 tentang Merek, khususnya dalam pendaftaran merek. Pendaftaran merek pun secara teknis juga telah diatur dalam berbagai peraturan perundang undangan Pengaturan tentang merek diatur dalam Undang- Undang user Peraturan Pemerintah Republik Nomor 15 Tahun 2001 tentangcommit Merektoserta
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Indonesia Nomor 23 Tahun 1993 tentang Tata Cara Permintaan Pendaftaran Merek, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1993 tentang Kelas Barang atau Jasa Bagi Pendaftaran Merek, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 tentang susunan organisasi, tugas dan fungsi Komisi Banding Merek Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2009 tentang Jenis Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak, Keputusan Presiden No. 17 Tahun 1997 tentang Pengesahan Trademark Law Treaty, Keputusan Presiden No 85 Tahun 2003 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Pemeriksa Paten dan Merek , dan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.03HC.02.01 Tahun 1991 tanggal 2 Mei 1991 tentang Penolakan Permohonan Pendaftaran Merek Terkenal atau Merek yang Mirip Merek Terkenal Milik Orang Lain atau Milik Badan Lain. Meskipun telah diatur
sedemikian rupa, segala peraturan perundang-
undangan yang mengatur tentang merek tersebut, termasuk yang memberikan perlindungan tidak akan berjalan secara efektif tanpa adanya kesadaran hukum oleh produsen. Kesadaran hukum yang dimaksud diantaranya adalah kesadaran untuk mendaftarkan merek dagang mereka demi mendapatkan perlindungan hukum dari pemerintah dan menghindari adanya tindakan yang merugikan mereka. Kesadaran hukum merupakan salah satu faktor penting yang perlu didorong. Idealnya untuk mencapai kondisi yang kondusif bagi tumbuh berkembangnya kegiatan inovatif dan kreatif dalam skala nasional, para pengusaha setidaknya memiliki informasi yang cukup untuk mengetahui bagaimana hukum mengatur tentang merek. Kesadaran hukum adalah bagaimana orang berfikir tentang hukum, tentang norma- norma umum dari hukum, tentang praktik setiap hari, dan tentang cara yang umum digunakan dalam berhubungan dengan hukum atau permasalahan hukum (Achmad Ali,2009:338). Pada penelitian ini akan diketahui kesadaran hukum pendaftaran merek para pengusaha kecil dan menengah di bidang batik di Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta dan apabila sudah diketahui bagaimana kesadaran hukum pendaftaran merek tersebut, maka akan diketahui faktor-faktor apa saja yang to user mempengaruhi kesadaran hukum commit pendaftaran merek. Pada penelitian sebelumnya
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
juga terdapat penelitian mengenai kesadaran hukum mengenai merek, pada tahun 2008 oleh Sinta Mayandari dengan judul Kesadaran Hukum Pengusaha Terhadap Undang-Undang No 15 Tahun 2001 tentang Merek di Kampung Batik Laweyan Surakarta dan hasilnya adalah kesadaran hukum pendaftaran merek pengusaha batik tersebut rendah. Sedangkan penulis memilih lokasi Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta karena di tempat ini merupakan tempat yang semua pengusahanya dikategorikan sebagai pengusaha kecil dan menengah serta tempat ini merupakan tempat yang merupakan daerah wisata batik di Surakarta dimana pengusaha batik mempunyai showroom khusus untuk memasarkan batiknya yang sebagian besar menjadi satu dengan rumah pengusaha tersebut sehingga memudahkan penulis untuk bertemu secara langsung dengan para pengusaha. Tetapi ada juga pengusaha yang tidak dapat ditemui oleh penulis karena alasan kesibukan. Bertitik tolak dari uraian yang dikemukakan oleh penulis sebelumnya maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dan menuangkannya dalam suatu
penulisan
PENDAFTARAN
hukum MEREK
dengan PARA
judul:
KESADARAN
PENGUSAHA
HUKUM
KECIL
DAN
MENENGAH DI BIDANG BATIK (Studi di Kampung Wisata Batik Kauman Kota Surakarta). B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dimaksudkan untuk penegasan masalah- masalah yang akan diteliti sehingga memudahkan dalam pekerjaan serta pencapaian sasaran. Dalam penelitian ini dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana kesadaran hukum pendaftaran merek para pengusaha kecil dan menengah di bidang batik di Kampung Wisata Batik Kauman
Kota
Surakarta? 2. Faktor- faktor apa yang mempengaruhi kesadaran hukum pendaftaran merek para pengusaha kecil dan menengah di bidang batik di Kampung Wisata Batik Kauman Kota Surakarta. commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Tujuan Penelitian Setiap penelitian pasti mempunyai tujuan. Tujuan penelitian diperlukan untuk memberikan arah yang tepat dalam proses penelitian agar penelitian itu berjalan sesuai dengan apa yang dikehendaki. Definisi dari penelitian menurut Soerjono Soekanto yaitu suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan proses analisis. (Mukti Fajar,2009:23) Penulis membagi tujuan penelitian menjadi 2, yaitu: 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui bagaimana kesadaran hukum pendaftaran merek para pengusaha kecil dan menengah di bidang batik di Kampung Wisata Batik Kauman Kota Surakarta. b. Untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum pendaftaran Merek para pengusaha kecil dan menengah di bidang batik di Kampung Wisata Batik Kauman Kota Surakarta. 2. Tujuan Subyektif a. Untuk memperoleh data dan informasi
sebagai bahan utama dalam
menyusun karya ilmiah guna memenuhi persyaratan yang diwajibkan dalam meraih gelar kesarjanaan di bidang ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. b. Untuk menambah, memperluas, mengembangkan pengetahuan dan pengalaman bagi penulis di dalam teori dan praktek lapangan hukum yang sangat berarti bagi penulis. D. Manfaat Penelitian Di dalam setiap penelitian sangat diharapkan adanya manfaat dan kegunaan yang dapat diambil dari penelitian tersebut. Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Manfaat teoritis
commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis pribadi di bidang ilmu hukum khususnya Hukum Perdata mengenai Hak Kekayaan Intelektual. b. Memberikan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum khususnya Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia. c. Untuk mendalami teori- teori yang telah penulis peroleh selama menjalani kuliah strata satu di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta dan untuk memberikan landasan untuk penelitian lebih lanjut. 2. Manfaat Praktis a. Mengembangkan daya penalaran dan membentuk pola pikir dinamis penulis serta mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh. b. Hasil penulisan ini diharapkan dapat membantu dan memberi masukan serta tambahan pengetahuan bagi para pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti, dan berguna bagi para pihak yang berminat pada masalah yang sama, serta mampu menjawab masalah yang diteliti. E. Metode Penelitian Suatu penelitian memiliki arti ilmiah apabila menggunakan metodologi yang sesuai dengan tujuan dan sasaran yang akan dicapai. Metode penelitian merupakan bagian yang terpenting dari suatu penelitian, karena metode penelitian ini akan menjadi arah dan petunjuk bagi suatu penelitian. (Mukti Fajar,2009:104). Pengertian metode penelitian adalah suatu cara atau jalan untuk memecahkan masalah yang ada dengan cara mengumpulkan, mengembangkan, atau menguji kebenaran suatu pengetahuan. Metode penelitian merupakan suatu unsur mutlak yang harus ada dalam penelitian. Metode penelitian sangat menentukan dalam suatu penelitian ilmiah, karena mutu nilai validitas dari hasil penelitian ilmiah sangat ditentukan oleh pemilihan metode penelitiannya secara tepat. Metode penelitian meliputi hal- hal sebagai berikut: commit to user 1. Jenis Penelitian
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian hukum ini termasuk jenis penelitian empiris, yaitu penelitian yang mengkaji hukum dalam realitas atau kenyataan di dalam masyarakat. Penelitian ini
mencakup penelitian
terhadap identifikasi hukum(Mukti Fajar,2009:153). 2. Sifat Penelitian Penelitian
deskriptif
adalah
penelitian
yang
dimaksud
untuk
memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejalagejala lainnya. Maksudnya adalah terutama mempertegas hipotesa- hipotesa, agar dapat membantu memperkuat teori- teori lama atau di dalam kerangka penyusun teori baru. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yaitu memaparkan dan menjelaskan data yang ditemukan dalam penelitian. Penelitian ini tidak memberikan justifikasi hukum seperti halnya penelitian hukum normatif, mengenai apakah sesuatu peristiwa itu salah atau benar menurut hukum, tetapi hanya memaparkan fakta- fakta secara sistematis. Pemaparan fakta- fakta empiris yang disampaikan bisa dilakukan dengan pendekatan kualitatif maupun kuantitatif. Pendekatan kualitatif adalah metode yang mengungkap fakta- fakta secara mendalam berdasar karakteristik ilmiah dari individu atau kelompok untuk memahami dan mengungkap sesuatu dibalik fenomena. Sedangkan pendekatan kuantitatif adalah metode analisis yang mendasar pada angka statistik atau bentuk hitungan lainnya sebagai pembuktian kebenaran (Mukti Fajar,2009: 53). Di dalam penelitian deskriptif, kegiatan tidak hanya terbatas pada pengumpulan data dan penggunaannya tetapi yang lebih penting adalah analisis dan interprestasi atas data yang telah didapat tersebut agar diketahui maksudnya. Sedangkan dari sudut pelaksanaannya penelitian ini termasuk dalam penelitian lapangan yang ditunjang dengan studi kepustakaan. 3. Pendekatan Penelitian Penulisan hukum ini menggunakan pendekatan konstruksivisme, yaitu upaya untuk memahami realitas pengalaman manusia, dan realitas itu sendiri dibentuk oleh kehidupan sosial dengan cara mengembangkan sebuah pola to user makna secara induktif selama commit proses berlangsung.
perpustakaan.uns.ac.id
10 digilib.uns.ac.id
4. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ditetapkan dengan tujuan agar lingkup pemasalahan yang diteliti lebih sempit dan terfokus, sehingga penelitian yang dilakukan lebih terarah. Penulis memilih lokasi penelitian di sentra Kampung Batik Kauman Kelurahan Kauman, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta. 5. Populasi Populasi adalah keseluruhan unit atau manusia yang mempunyai ciriciri yang sama. Penentuan populasi ini harus sesuai dengan topik penelitian (Mukti Fajar,2009:171). Dalam penelitian ini jumlah populasi yang diterima peneliti dari pengurus Paguyuban Kampung Wisata Batik Kauman Kota Surakarta berjumlah 49 pengusaha batik yang dikategorikan pengusaha kecil menengah. 6. Teknik Pengambilan Sampling Sampel adalah contoh dari suatu populasi yang cukup besar jumlahnya dan sampel harus dapat mewakili populasi (Mukti Fajar,2009:172). Dalam penelitian ini pemilihan sampel dilakukan dengan teknik Random Sampling, yaitu dengan menentukan sampel secara acak, artinya setiap sampel dalam suatu populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Pengambilan sampel yang demikian dapat dilakukan apabila tingkat homogenitas sampel dalam populasi tinggi, sehingga akan mudah untuk diambil sampel yang dapat mewakili populasi. Dalam penelitian ini peneliti akan mengambil sampling sebanyak 53% dari jumlah populasi, sehingga 26 orang responden dianggap cukup untuk mewakili jumlah populasi yang ada. 7. Jenis Data Data adalah suatu fakta atau keterangan dari obyek yang diteliti. Dalam penelitian hukum terdapat dua jenis data yang diperlukan, yaitu data primer dan data sekunder. a. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh terutama dari hasil to user penelitian empiris, yaitu commit penelitian yang dilakukan langsung di dalam
perpustakaan.uns.ac.id
11 digilib.uns.ac.id
masyarakat (Mukti Fajar,2009: 156). Adapun data primer dari penelitian ini yaitu diperoleh secara langsung dari lapangan atau lokasi penelitian yaitu di Kampung Wisata Batik Kauman Kota Surakarta. b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelaahan kepustakaan atau penelaahan terhadap berbagai literatur atau bahan pustaka yang berkaitan dengan masalah atau materi penelitian yang sering disebut sebagai bahan hukum (Mukti Fajar,2009:156).
Adapun data
sekunder dari penelitian ini diperoleh dari studi kepustakaan berbagai buku, arsip, tulisan ilmiah, dokumen, peraturan perundang- undangan,dan sumber lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. 8. Sumber Data Sumber data adalah tempat ditemukan data. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sumber data sekunder. a. Sumber Data Primer Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lokasi penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi narasumber adalah para pengusaha kecil menengah batik di Kampung Wisata Batik Kauman Kota Surakarta. Permasalahan yang diteliti berupa data-data, fakta atau keterangan yang diperoleh secara langsung di lapangan mengenai permasalahan yang diteliti. b. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh tidak secara langsung dari masyarakat melainkan dari bahan dokumen, peraturan perundang-undangan, laporan, arsip, literatur, dan hasil penelitian lainnya yang mendukung sumber data primer. Sumber data sekunder yang akan digunakan dalam peneitian ini adalah: 1) Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer menurut Peter Mahmud Marzuki bersifat commit to otoritas, user otoritatif, artinya mempunyai yaitu merupakan hasil dari
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang untuk itu (Mukti Fajar,2009:157). Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini berupa: a) Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek; b) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1993 Tanggal 31 Maret 1993 tentang Tata Cara Permintaan Pendaftaran Merek; c) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1993 Tanggal 31 Maret 1993 tentang Kelas Barang atau Jasa Bagi Pendaftaran Merek; d) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 tentang susunan organisasi, tugas dan fungsi
Komisi Banding
Merek; e) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2009 tentang Jenis Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak; f) Keputusan Presiden No. 17 Tahun 1997 tentang Pengesahan Trademark Law Treaty g) Keputusan Presiden No 85 Tahun 2003 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Pemeriksa Paten dan Merek h) Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.03HC.02.01 Tahun 1991 tanggal 2 Mei 1991 tentang Penolakan Permohonan Pendaftaran Merek Terkenal atau Merek yang Mirip Merek Terkenal Milik Orang Lain atau Milik Badan Lain. 2) Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yang dapat berupa rancangan perundang- undangan, hasil penelitian, buku- buku teks, jurnal ilmiah, koran, pamflet, brosur, dan berita internet (Mukti Fajar,2009:159). 3) Bahan Hukum Tersier commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang dapat menjelaskan baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, yang berupa: a) Kamus Besar Bahasa Indonesia; dan b) Kamus Hukum. 9. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data adalah cara- cara yang dilakukan untuk memperoleh data dalam suatu penelitian. Untuk memperoleh data- data dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut: a. Teknik Pengumpulan Data Primer Dengan mengadakan penelitian langsung di lapangan maka akan didapatkan data- data yang dipercaya keasliannya. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data primer adalah: 1) Observasi Observasi atau pengamatan adalah kegiatan yang dilakukan oleh peneliti dalam rangka pengumpulan data dengan cara mengamati fenomena suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu pula. Dalam observasi ini peneliti menggunakkan banyak catatan seperti daftar check, daftar isian, daftar angket, daftar kelakuan dan lain-lain yang harus dilakukan sendiri oleh peneliti (Mukti Fajar,2009:167). Dalam penelitian ini peneliti mengadakan pengamatan segala sesuatu yang ada hubungannya dengan obyek yang akan diteliti yakni dengan mengadakan pengamatan terhadap kesadaran hukum pendaftaran merek para pengusaha
kecil dan menengah di bidang batik di
Kampung Wisata Batik Kauman Kota Surakarta. 2) Wawancara Wawancara dimaksudkan melakukan tanya jawab secara langsung antara peneliti dengan responden atau narasumber atau informan untuk mendapatkan informasi. wawancara ini dapat user menggunakan panduancommit dafta to pertanyaan atau tanya jawab dilakukan
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
secara bebas. Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi. Hasil dari wawancara ini akan ditentukan oleh kualitas dari beberapa faktor yang saling mempengaruhi dan berkaitan satu sama lainnya. Faktor- faktor tersebut adalah pewawancara, responden atau narasumber atau informan, daftar pertanyaan, dan situasi wawancara. Dalam penelitian ini penulis mengadakan wawancara dengan pengusaha batik kecil dan menengah yang dijadikan sample dalam penelitian ini yang
berasal dari para pengusaha batik di
Kampung Batik Kauman Kota Surakarta. 3) Kuisioner Kuisioner merupakan teknik pengumpulan data dengan cara menyebarkan atau membagikan daftar pertanyaan yang telah dibuat sebelumnya oleh peneliti kepada responden, narasumber atau informan. Kuisioner bertujuan untuk mendapatkan informasi yang relevan dengan tujuan penelitian, memperoleh informasi sedetail dan seakurat mungkin (Mukti Fajar,2009:164). b. Teknik Pengumpulan Data Sekunder Untuk mendapatkan data sekunder, penulis melakukannya dengan studi pustaka yang merupakan pendukung dan pelengkap penelitian dilapangan. Studi pustaka ini dilakukan dengan identifikasi literatur bukubuku, peraturan perundang- undangan, surat kabar, serta artikel yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. 10. Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik analisis data kuantitatif. Teknik analisis data penelitian kuantitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memusatkan perhatiannya pada gejala-gejala yang mempunyai karakteristik tertentu dalam kehidupan manusia yang dinamakan variabel. Sasaran kajian pendekatan kuantitatif adalah gejala-gejala yang ada dalam kehidupan manusia itu tidak terbatas banyaknya dan tidak terbatas pula kemungkinan-kemungkinan variasi dan tingkatannya, maka diperlukan to user 20). pengetahuan statistik (Burhan commit Ashshofa,2010:
perpustakaan.uns.ac.id
15 digilib.uns.ac.id
Analisis data kuantitatif yaitu dengan melalui beberapa proses yang terdiri atas Pengkodean Data (Data Coding), Pemindahan Data ke Komputer (Data Entering), Pembersihan Data (Data Cleaning), Penyajian Data (Data Output), Penganilisisan Data (Data Analizing). Serangkaian proses tersebut bertujuan untuk mengintepretasikan data kuantitati yang telah diperoleh. a. Pengkodean Data (Data Coding) Data Coding merupakan suatu proses penyusunan secara sistematis (yang ada dalam kuesioner) ke dalam bentuk yang mudah dibaca. Hurufhuruf yang ada dalam kuesioner diubah menjadi kode angka. Pemberian kode ini didasarkan pada asumsi mengenai perilaku masyarakat. Sedangkan untuk pertanyaan terbuka, jawaban yang diperoleh dari responden harus diiventarisir terlebih dahulu untuk kemudian diberikan kode sesuai dengan kepentingan peneliti. Kode jawaban harus baku dan konsisten (tidak berubah-ubah) agar hasil penelitian ketika dilakukan indeks atau skala memiliki validitas tinggi. b. Pemindahan Data ke Komputer (Data Entering) Data Entering merupakan kegiatan memindahkan data yang telah diubah menjadi kode ke dalam komputer. c. Pembersihan Data (Data Cleaning) Kegiatan dalam tahap data cleaning memastikan bahwa seluruh data yang telah dimasukkan ke dalam komputer sudah sesuai dengan yang sebenarnya. Sehingga pada tahapan ini memerlukan ketelitian dan akurasi data. d. Penyajian Data (Data Output) Hasil pengolahan data kemudian disajikan dalam bentuk yang mudah dipahami, seperti : numerik atau dalam betuk angka (data disajikan dalam bentuk tabel-tabel); grafik atau dalam bentuk gambar (data disajikan dalam bentuk histogram, steam and leat plot, polygon, atau pie chart). e. Penganalisisan Data (Data Analyzing) Tahapan ini merupakan proses lanjutan dari proses pengolahan commit to user data untuk melihat bagaimana mengintepretasikan data kemudian
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menganalisis data dari hasil yang telah ada pada tahap hasil pengolahan data. Tahapan-tahapan analisis data kuantitatif dapat digambarkan (Bambang Prasetyo, 2005 : 169) sebagai berikut : Data Coding Data Entering
Tidak ada kesalahan
Ada kesalahan Data Cleaning
Data Output Data Analyzing Gambar. 1 Bagan Tahapan Analisis Data (Bambang Prasetyo, 2005 : 169) F. Sistematika Penulisan Hukum Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh tentang sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan penulisan hukum, maka penulis menggunakan sistematika penulisan hukum yang terdiri dari empat bab yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka, pembahasan, dan penutup. Selain itu ditambah dengan daftar pustaka. Adapun sistematika yang terperinci adalah sebagai berikut: BAB I
: PENDAHULUAN Dalam bab ini penulis akan mengemukakan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, commit to user metodologi penelitian dan sistematika penulisan hukum.
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dikemukakan tentang kerangka teori yang meliputi tentang, tinjauan umum tentang Hak Kekayaan Intelektual (HKI), tinjauan umum tentang Hukum Merek, tinjauan umum tentang Kesadaran Hukum , tinjauan umum tentang Usaha Kecil Menengah, tinjauan umum tentang Efektivitas Hukum Merek. Bab ini juga dikemukakan tentang kerangka pemikiran.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA Dalam bab ini penulis hendak menguraikan pembahasan dan hasil perolehan dari penelitian yang dilakukan. Berpijak dari rumusan masalah yang ada, maka dalam bab ini penulis akan membahas yaitu kesadaran hukum pendaftaran merek para pengusaha kecil dan menengah dibidang batik di Kampung Wisata Batik Kauman kota Surakarta dan faktor- faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum Merek para pengusaha kecil dan menengah dibidang batik di Kampung Wisata Batik Kauman kota Surakarta. BAB IV : PENUTUP Dalam bab ini penulis mengemukakan kesimpulan dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya
serta
memberikan
saran
yang
relevan
terhadap
kekurangan-kekurangan yang ditemukan dan sekiranya perlu adanya perbaikan dalam penelitian dan agar bermanfaat dan relevan dengan penelitian terhadap pihak-pihak yang terkait dengan penelitian tersebut.
commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) a. Definisi HKI Hak Kekayaan Intelektual (selanjutnya disingkat HKI) adalah terjemahan resmi dari Intellectual Property Rights. Meskipun substansinya jelas, mencari sebuah definisi yang tepat untuk HKI yang bersifat komprehensif dan mencakup semua aspek bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah. Banyak ahli hukum menemui kesulitan ketika mengkaji HKI di luar dari sekumpulan cabang- cabang yang melingkupinya sehingga definisi yang dirumuskan selalu difokuskan pada cabang- cabang HKI daripada merumuskan sesuatu yang dapat dijadikan sebagai alasan pembenar
terhadap
perlindungan
HKI.
WIPO
sebuah
lembaga
internasional di bawah PBB yang menangani masalah HKI mendefiniskan HKI sebagai kreasi yang dihasilkan dari pikiran manusia yang meliputi: invensi, karya sastra dan seni, simbol, nama, citra dan desain yang digunakan di dalam perdagangan (Tomi Suryo Utomo,2010:1). Definisi juga dikemukakan oleh Jill Mc-Keough dan Andrew Stewart yang mendefinisikan HKI sebagai sekumpulan hak yang diberikan oleh hukum untuk melindungi investasi ekonomi dari usaha -usaha yang kreatif (Tomi Suryo Utomo,2010:2). Mahadi mendefinisikan HKI sebagai hak kebendaan, hak atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak, hasil kerja rasio. Hasil dari pekerjaan rasio manusia yang menalar dan hasil kerjanya itu berupa benda immateriil (Hery Firmansyah,2011:4). Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak yang timbul dari hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk kehidupan manusia (Rudi Agustian Hassim,2009:3). Apa pun yang dirumuskan oleh para ahli, HKI selalu dikaitkan dengan tiga elemen commit to user penting yaitu:
18
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Adanya sebuah hak eksklusif yang diberikan oleh hukum; 2) Hak tersebut berkaitan dengan usaha manusia yang didasarkan pada kemampuan intelektual; dan 3) Kemampuan intelektual tersebut memiliki nilai ekonomi (Tomi Suryo Utomo,2010:2). b. Sistem Perlindungan Hukum HKI Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak yang mendapat perlindungan dari undang- undang, dan barang siapa yang melanggarnya akan dapat dikenakan sanksi. Perlindungan hukum dimaksudkan sebagai upaya yang diatur oleh undnag- undang guna mencegah terjadinya pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual oleh orang yang tidak berhak. Jika terjadi pelanggaran, maka pelanggar tersebut harus diproses secara hukum, dan bila terbukti bersalah, maka dapat dijatuhi hukuman sesuai peraturan yang berlaku dengan ancaman hukuman baik yang sifatnya pidana maupun perdata. Tujuan perlindungan HKI itu sendiri adalah untuk memberikan kejelasan hukum mengenai hubungan antara kekayaan intelektual dengan pencipta atau penemu, pemilik atau pemegang, dan pemakai yang menggunakan HKI (Hery Firmansyah,2011:11). Perlindungan hukum tersebut bertujuan untuk pengakuan atau hasil karya manusia, juga dimaksudkan agar mereka dapat menggunakannya tanpa gangguan pihak- pihak lain. Perlindungan hukum HKI merupakan suatu sistem hukum yang terdiri dari unsur- unsur sistem sebagai berikut : 1) Subjek perlindungan Subjek yang dimaksud adalah pihak pemilik atau pemegang hak, aparat penegak hukum, pejabat pendaftaran, dan pelanggar hukum; 2) Objek perlindungan Objek yang dimaksud adalah semua jenis produk HKI yang diatur oleh undang- undang, seperti Merek, Hak Cipta, Hak Paten, commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Desain Industri, Rahasia Dagang, Tata Letak Sirkuit Terpadu, Perlindungan Varietas Tanaman; 3) Pendaftaran perlindungan HKI yang dilindungi hanyalah yang sudah terdaftar dalam Daftar Umum Merek dan dibuktikan dengan sertifikat pendaftaran, kecuali apabila undang- undang mengatur lain; 4) Jangka waktu perlindungan Jangka waktu yang dimaksud adallah lamanya HKI itu dilindungi oleh Undang- Undang Merek 10 (sepuluh) tahun, Hak Cipta selama hidup ditambah 50 (lima puluh) tahun sesudah meninggal, Hak Paten 20 (dua puluh) tahun, Desain Industri 10 (sepuluh) tahun, Varietas Baru Tanaman 20-25 (dua puluh sampai dua puluh lima) tahun; dan 5) Tindakan hukum perlindungan Apabila terbukti terjadi pelanggaran HKI, maka pelanggara harus
dihukum
baik
secara
pidana
maupun
perdata
(Hery
Firmansyah,2011:13). c. Masuknya HKI dalam Sistem Hukum di Indonesia HKI secara tradisional dipisahkan dalam dua rumpun, yaitu Hak Cipta (copyright) dan Hak Kekayaan Industri (industrial property), yang terdiri dari paten, merek, desain produk industri, penanggulangan persaingan curang (Adi Sulistiyono,2010: 18). Persoalan HKI pada mulanya berada di bawah pengaturan sejumlah perjanjian multilateral yang diadministrasikan oleh WIPO (World Intellectual Property Rights). WIPO
didirikan
mempromosikan
dengan
dua
misi,
perlindungan
HKI
yaitu
meningkatkan
diseluruh
dunia
atau dan
mengadmisnitrasikan perjanjian- perjanjian internasional di bidang HKI dan negara- negara anggota pesertanya. Untuk merealisir misi yang pertama WIPO usaha yang dilakukan adalah memprakarsai pembuatan to user informasi- informasi tentang perjanjian internasional, commit memberikan
perpustakaan.uns.ac.id
21 digilib.uns.ac.id
perkembangan dan masalah- masalah HKI kepada negara peserta, dan memberikan bantuan teknik kepada negara- negara berkembang. Sejak tanggal 15 April 1994 tidak kurang dari 124 negara, termasuk Indonesia, telah menandatangani GATT- Putaran Uruguay. Disamping disepakatinya berdirinya WTO (World Trade Organization), melalui Agreement Estabilishing The World Trade Organization untuk menggantikan GATT. Salah satu kesepakatan yang dihasilkan dalam GATT-PU adalah berkaitan dengan Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs), dimana didalamnya mengatur materi tentang HKI (Adi Sulistiyono,2010: 19). Pemerintah Indonesia telah menandatangani kesepakatan GATTPU. Dengan diberlakukannya WTO membawa implikasi masuknya HKI dalam sistem hukum nasional. Hal ini disebabkan setiap negara yang telah menyepakati GATT-PU memiliki kewajiban untuk menyesuaikan instrumen- instrumen hukum nasionalnya dengan ketentuan –ketentuan yang terdapat dalam TRIPs. Sesuai kesepakatan, implementasi perdagangan yang terkait dengan HKI telah mulai secara efektif pada tanggal 1 Januari 1995, namun khusus negara- negara berkembang termasuk Indonesia perjanjian tersebut berlaku mulai 1 Januari 2000. Hal ini mengandung makna mulai pada tanggal tersebut Dewan TRIPs akan mengawasi pelaksanaan dan pemenuhan kewajiban negara anggota pada persetujuan ini. Dalam kondisi demikian, kedaulatan Pemerintah Indonesia untuk membuat materi suatu peraturan perundang- undangan berdasarkan urgensi atau budaya masyarakatnya menjadi tidak berlaku, karena semua komponen sistem hukum nasional yang terkait dengan HKI wajib mengacu dan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan TRIPs (Adi Sulistiyono,2010: 27). Pada tahun 1997 Pemerintah Indonesia bersama DPR telah melakukan perubahan undang- undangnya di bidang HKI yaitu Undangundang
No 12 Tahun 1997 tentang perubahan Undang- undang Hak commit to user1997 tentang Perubahan UndangCipta, Undang-undang No 13 Tahun
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
undang Paten, Undang- undang 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Undang- undang Merek. Seteah itu pada tahun 2000-an, pemerintah juga telah mengundangkan Undang- undang No 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman; Undang- undang No 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang; Undang- undang No 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri; Undang- undang No 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpad. Sedangkan pada tahun 2001, pemerintah telah berhasil menyempurnakan lagi Undang- undang No 14 Tahun 2001 tentang Paten, Undang- undang No 15 Tahun 2001 tentang Merek, dan Undang- undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (Adi Sulistiyono,2010: 28). Selain itu pemerintah juga mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres). Keppres itu merupakan keputusan politik bangsa Indonesia untuk meratifikasi sejumlah konvensi dan perjanjian internasional di bidang HKI. Kelima Keppres itu adaah: Keppres No 15 Tahun 1997 tentang Pengesahan Paris Convention for The Protection of Industrial Property dan Convention Establishing The World Intellectual Property Organization, Keppres No 16 tahun 1997 tentang Pengesahan Patent Coperation Treaty (PCT) and Regulations Under The PCT, Keppres No 17 Tahun 1997 tentang Pengesahan Trademark Law Treaty, Keppres No 18 tahun 1997 tentang Pengesahan Berne Convention for The Protection of Literary and Artistic Works, Keppres No 19 Tahun 1997 tentang Pengesahan WIPO Copyrights Treaty (Adi Sulistiyono,2010: 28). d. Ruang Lingkup HKI Hak Kekayaan Intelektual terdiri dari: 1) Hak Cipta (copyrights) Hak Cipta, yaitu hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasancommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
23 digilib.uns.ac.id
pembatasan menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku. Diatur di dalam UU No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. 2)
Hak Kekayaan Industri (industrial property right), yang terdiri dari: a) Perlindungan Varietas Tanaman, yaitu perlindungan khusus yang diberikan negara, yang dalam hal ini diwakili oleh pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan oleh kantor PVT, terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman. Diatur di dalam UU No 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman. b) Rahasia dagang, yaitu informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis. Diatur di dalam UU No 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang; c) Desain industri, yaitu suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam poa tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan Diatur di dalam UU No 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri; d) Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, yaitu kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen, sekurang- kurangnya satu dari elemen tersebut adalah aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu sirkuit terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan sirkuit terpadu. Diatur di dalam UU No 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu; e) Paten, yaitu hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
meaksanakannya. Diatur di dalam UU No 14 Tahun 2001 tentang Paten; f) Merek, yaitu tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf, angkaangka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur- unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Diatur di dalam UU No 15 Tahun 2001 tentang Merek; g)
Indikasi geografis, dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. Diatur di dalam Pasal 56 ayat (1) UU No 15 Tahun 2001 tentang Merek.
2. Tinjauan tentang Hukum Merek a. Definisi Merek Definisi mengenai merek dapat kita temukan di dalam Pasal 1 ayat (1) Undang- Undang Merek No 15 Tahun 2001, yaitu : “Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf, angka- angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur- unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”. Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya. Merek dikatakan berbeda apabila tidak memiliki unsur- unsur persamaan dengan merek lainnya untuk barang dan jasa sejenis yang sudah terdaftar. Unsur- unsur persamaan merek itu bisa keseluruhan atau pada pokoknya yaitu adanya kemiripan yang disebabkan oleh unsur- unsur commit user yang menonjol antara merek yang to satu dengan merek yang lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id
25 digilib.uns.ac.id
Beberapa sarjana memberikan pendapatnya mengenai definisi merek, yaitu antara lain:
1) H.M.N. Purwo Sutjipto, S.H. “Merek adalah suatu tanda, dengan mana suatu benda tertentu dipribadikan sehingga dapat dibedakan dengan benda lain yang sejenis”(OK Saidin,2004:343). 2) Prof. R. Soekardono, S.H. “Merek adalah sebuah tanda dengan mana dipribadikan sebuah barang tertentu, dimana perlu juga dipribadikan asalnya barang atau menjamin kualitetnya barang dalam perbandingan dengan barang-barang sejenis yang dibuat atau diperdagangkan oleh orangorang atau badan- badan perusahaan lain” (OK Saidin,2004:344). 3) Drs. Iur Soeryatin “Suatu merek dipergunakan untuk membedakan barang yang bersangkutan dari barang sejenis lainnya oleh karena itu barang yang bersangkutan dengan diberi merek tadi mempunyai tanda asal, nama, jaminan terhadap mutunya” (OK Saidin,2004:344). 4) David A. Aaker “Merek adalah nama dan atau simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap, atau kemasan) dengan maksud mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang penjual tertentu, dengan demikian membedakannya dari barang-barang dan jasa yang dihasilkan para kompetitor” (Mahrinasari.2006:36). b. Perkembangan Hukum Merek di Indonesia Sebelum tahun 1961, UU Merek Kolonial tahun 1912 tetap berlaku sebagai akibat dari penerapan pasal- pasal peralihan dalam UUD 1945 dan UU RIS 1949 serta UU Sementara 1950. UU Merek 1961 kemudian menggantikan UU Merek Kolonial. Namun UU 1961 tersebut sebenarnya hanya merupakan ulangan dari UU sebelumnya. Tahun 1992 UU Merek baru diundangkan dan berlaku mulai tanggal 1 April 1993, menggantikan UU Merek tahun 1961. Dengan adanya UU baru tersebut surat keputusan commit to user administratif yang terkait dengan prosedur pendaftaran merek pun dibuat.
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berkaitan dengan kepentingan reformasi UU Merek, Indonesia turut serta meratifikasi Perjanjian Internasional Merek WIPO (Lindsey, 2005:131). Tahun 1997, UU Merek 1992 diubah dengan mempertimbangkan pasal- pasal dari perjanjian internasional Tentang Aspek-aspek yang dikaitkan dengan perdagangan dari Hak Kekayaan Intelektual (TRIPs)GATT. Pasal-pasal tersebut memuat perlindungan atas indikasi asal dan geografis. UU tersebut juga mengubah ketentuan dalam UU sebelumnya dimana pengguna merek pertama di Indonesia berhak untuk mendaftarkan merek tersebut sebagai merek. Pada tahun 2001, UU Merek baru berhasil diundangkan oleh pemerintah. UU tersebut berisi tentang berbagai hal yang sebagian besar sudah diatur dalam UU terdahulu. Beberapa perubahan penting yang tercantum dalam UU No 15 Tahun 2001 adalah penetapan sementara pengadilan, perubahan delik biasa menjadi delik aduan, peran Pengadilan Niaga dalam memutuskan sengketa merek, kemungkinan
menggunakan
alternatif
penyelesaian
sengketa
dan
ketentuan pidana yang diperberat (Lindsey, 2005:132). c. Sejarah Merek Menurut Duane E. Knapp pemberian tanda pada barang sebagai merek bukanlah fenomena baru. Zaman prasejarah dan setelah sejarah ditulis telah membuktikan hal ini. Para pemburu pada zaman itu telah memberi tanda atau ukir-ukiran pada senjata buruan mereka sebagai bukti kepemilikan. Pembuat tembikar pada masa Yunani dan Romawi kuno telah memberi identitas dengan memberi tanda pada dasar pot ketika masih basah,yang akan menimbulkan relief ketika kering. Hal lain lagi adalah menuliskan nama diri pada beberapa barang, seperti pada pahatan batu yang dimaksudkan sebagai identifikasi pembuatnya. Pada abad pertengahan, penggunaan tanda-tanda seperti cap pada hewan ternak juga sudah dilakukan. Para pedagang Eropa pada abad itu juga telah menggunakan merek dagang untuk meyakinkan konsumen dan memberi perlindungan hukum terhadap produsen. commit to user Jauh setelah Revolusi Industri
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
banyak muncul merek-merek baru seperti Levi’s sekitar tahun 1830, Coca Cola tahun 1886, dan lain sebagainya (http://catatansuryaibrahim. blogspot.com/2011/04/peninjauanpermasalahanhaki-tentang.html diakses tanggal 19 Juni 2012 Pukul 13.10). Pada zaman modern seperti saat ini merek bisa menjadi aset bagi pemiliknya, karena dapat mendatangkan keuntungan dan dijadikan sarana promosi bagi usahanya. Bagi sebagian masyarakat merek adalah gaya hidup. Artinya merek dapat dijadikan sarana untuk menunjukkan bahwa seseorang tidak ketinggal jaman, dan selalu mengikuti mode yang sedang trend. Pada perkembangannya merek juga menjadi citra. Orang-orang yang menggunakan merek-merek tertentu merasa lebih percaya diri (http://catatansuryaibrahim.blogspot.com/2011/04/peninjauanpermasalaha n haki -tentang.html diakses tanggal 19 Juni 2012 Pukul 13.10). Konsep dasar pemberian hak atas merek adalah bahwa merek termasuk obyek hak kekayaan intelektual di bidang industri. Merek, sebagai hak milik yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia melalui daya cipta dan karsa, yang untuk menghasilkannya memerlukan pengorbanan tenaga, pikiran, waktu dan biaya, menjadikan karya yang dihasilkan mempunyai nilai. Nilai ekonomi yang melekat pada hak milik itu menimbulkan konsepsi kekayaan (property). Dengan konsep kekayaan, maka HKI perlu diberi perlindungan hukum dan hak. Dan, oleh si pemilik hak itu perlu dipertahankan eksistensinya terhadap siapa saja yang menggunakannya tanpa ijin. Merek tanpa sertifikat pendaftaran tidak akan dilindungi oleh undang-undang HKI.(http://catatansuryaibrahim. blogspot.com/ 2011/ 04/peninjauan-
permasalahan haki -tentang.html
diakses tanggal 19 Juni 2012 Pukul 13.10). d. Dasar Hukum Merek di Indonesia 1) UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek; 2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1993 tentang Tata Cara Permintaan Merek; commit Pendaftaran to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1993 tentang Kelas Barang atau Jasa Bagi Pendaftaran Merek; 4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 tentang susunan organisasi, tugas dan fungsi Komisi Banding Merek; 5) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2009 tentang Jenis Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak; 6) Keputusan Presiden No. 17 Tahun 1997 tentang Pengesahan Trademark Law Treaty 7) Keputusan Presiden No 85 Tahun 2003 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Pemeriksa Paten dan Merek; dan 8) Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.03HC.02.01 Tahun 1991 tanggal 2 Mei 1991 tentang Penolakan Permohonan Pendaftaran Merek Terkenal atau Merek yang Mirip Merek Terkenal Milik Orang Lain atau Milik Badan Lain. e. Jenis Merek 1) Merek dagang, yaitu merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh sesorang atau beberapa orang secara bersamasama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang- barang sejenis lainnya. 2) Merek
jasa,
yaitu
merek
yang
digunakan
pada
jasa
yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersamasama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa- jasa sejenis lainnya. 3) Merek Kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan/ atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama- sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.
commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
f. Fungsi Merek Berdasarkan definisi merek, fungsi utama dari suatu merek adalah untuk membedakan barang- barang atau jasa sejenis yang dihasilkan oleh suatu perusahaan lainnya sehingga merek dikatakan mempunyai fungsi pembeda. Selain fungsi pembeda juga mempunyai fungsi sebagai berikut : 1) Menjaga persaingan usaha yang sehat Hal ini berlaku dalam hal menjaga keseimbangan antar kepentingan
pelaku
usaha
dan
kepentingan
umum
dengan
menumbuhkan iklim usaha yang kondusif melalui terciptanya pesaingan usaha yang sehat dan menjamin kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi setiap orang dan mmencegah persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan pelaku usaha dengan menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha. 2) Melindungi konsumen Berdasarkan Undang- undang No 15 Merek Tahun 2001 di dalam
konsiderannya
menyebutkan
bahwa
salah
satu
tujuan
diadakannya undang- undang ini adalah untuk melindungi khalayak ramai terhadap peniruan barang- barang. Dengan adanya merek, para konsumen tidak perlu lagi menyelidiki kualitas dan barangnya. Apabila merek telah dikenal baik kualitasnya oleh para konsumen dan membeli barang tersebut, konsumen akan yakin bahwa kualitas dari barang itu adalah baik sebagaimana diharapkannya. Merek dagang sangat bernilai bagi produsen dan konsumnen. Hal ini diuraikan dalam On International Trademark and The Internet: The Lanham Acts’s Long Arms yaitu : The value of trademarks to producers and other trademark owners lies in a mark’s capability to lower the search costs for consumers, thus generating value in the form of what has been termed “information capital.”. Information capital is a value embodied by the message or reputation conveyed by the trademark. Trademarks perform a filtering function for consumers, wherein are able to lower the time and cost committhey to user expended searching for a product based on the trustworthiness
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
of a producer’s mark. Without the safeguard of law offered to a trademark, the utility of this filtering function is rendered into what amounts to “lame duck” protection, both for the consumer and the producer. A producer who properly maintains quality and service standards for its mark will be able to take advantage of the economic benefits resulting from the maxim of a consumer’s willingness to pay higher prices for the assurances that come with a familiar and reputable mark (Joshua Clowers, 2006 :2). 3) Sebagai sarana pengusaha untuk memperluas bidang usahanya Merek dari barang- barang yang sudah dikenal
oleh
konsumen sebagai tanda untuk barang yang bermutu tinggi akan memperlancar usaha pemasaran barang yang bersangkutan. 4) Sebagai sarana untuk dapat menilai kualitas suatu barang Kualitas barang tentunya tidak selalu baik atau dapat memberikan kepuasan bagi setiap orang yambg membelinya. Baik atau buruknya kuallitas suatu barang tergantung dari produsen sendiri dan penilaian yang diberikan oleh masing- masing pembeli. Suatu merek dapat memberi kepercayaan kepada pembeli bahwa semua barang yang memakai merek tersebut, minimal mempunyai mutu yang sama seperti yang telah ditentukan oeh pabrik yang mengeluarkannya. 5) Untuk memperkenalkan barang atau nama barang Merek
mempunyai
fungsi
pula
sebagai
saran
untuk
memperkenalkan barang ataupun nama barangnya kepada khalayak ramai. Para pembeli yang telah mengenal nama merek tersebut, baik karena pengalamannya sendiri ataupun karena telah mendengarnya dari pihak lain, pada saat membutuhkan barang tersebut cukup dengan mengingat nama mereknya saja. Merek dagang juga memudahkan konsumen untuk mengenal suatu barang,
hal ini dikarenakan
konsumen tidak perlu membuat membuat suatu produk yang sama yang dihasilkan oleh merek tertentu. Misalnya saja seseorang membutuhkan sabun untuk mandi, orang tersebut tidak perlu membuat commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sabun, ia cukup membeli di toko sabun dengan merek yang terkenal, yaitu misalnya merek “Lux”. Hal ini dijelaskan dalam A Brand Theory of Trademark Law yaitu : “Trademark law relies on the singular idea that trademarks are about economic efficiency. From this perspective, trademarks enhance the economic efficiency of the marketplace by lessening consumer search costs by making products and producers easier to identify in the marketplace, and encourageing producers to invest in quality by ensuring that they, and not their competitors, reap the reputation-related rewards of that investment” (Deven R. Desai, 2009:5). 6) Untuk memperkenalkan identitas perusahaan Ada
kalanya
suatu
merek
digunakan
untuk
memperkenalkannama perusahaan yang menggunakan mereknya. Misalnya, merek dagang Djarum, Djarum adalah merek yang digunakan oleh perusahaan rokok Djarum. g. Pendaftaran Merek 1) Pemeriksaan substantif Direktorat Jenderal melakukan pemeriksaan substantif terhadap permohonan dan diselesaikan dalam waktu paling lama sembilan bulan. Pemeriksaan substantif tersebut dilaksanakan berdasarkan ketentuan Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6 Undang- Undang Merek, yaitu apakah merek tersebut diajukan oleh pemohon yang beriktikad baik atau merek tersebut memenuhi unsur yang mengharuskan merek ditolak pendaftarannya atau merek tersebut memang tidak dapat didaftarkan, dan apabila berdasarkan ketentuan tersebut merek yang didaftarkan ternyata memenugi unsur Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, pendaftaran
terhadap
merek
tersebut
tidak
akan
dilakukan.
Pemeriksaan substantif dilaksanakan oleh pemeriksa pada Direktorat Jenderal, yaitu pejabat yang karena keahliannya diangkat dan commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diberhentikan sebagai pejabat fungsional oleh menteri berdasarkan syarat dan kualifikasi tertentu. 2) Pengumuman permohonan Setelah suatu permohonan disetujui untuk didaftar adalah dalam waktu paling lama sepuluh hari terhitung sejak tanggal disetujuinya
permohonan
untuk
didaftar,
Direktorat
Jenderal
mengumumkan permohonantersebut dalam Berita Resmi Merek. Pengumuman tersebut berlangsung selama tiga bulan, dimana tanggal mulai diumumkannya permohonan dicatat oleh Direktorat Jenderal dalam Berita Resmi Merek. 3) Keberatan dan Sanggahan Selama jangka waktu pengumuman, setiap pihak dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal atas permohonan yang bersangkutan dengan dikenai biaya. Kebertan tersebut dapat diajukan apabila terdapat alasan yang cukup disertai bukti bahwa merek yang dimohonkan pendaftarannya adalah merek yang berdasarkan Undang- Undang Merek tidak dapat didaftar atau harus ditolak. Dalam
hal
terdapat
keberatan
terhadap
pengumuman
pendaftaran merek, pemohon atau kuasanya berhak mengajukan sanggahan terhadap keberatan tersebut kepada Direktorat Jenderal yang diajukan secara tertulis dalam waktu paling lama dua bulan terhitung
sejak
tanggal
penerimaan
salinan
keberatan
yang
disampaikan oleh Direktorat Jenderal. Sanggahan ini paling tidak harus berisi alasan bahwa merek yang didaftarkan oleh pemohon tersebut belum pernah dipakai dan/ atau didaftarkan sebelumnya oleh pihak lain atau wujud merek tersebut layak dijadikan merek (tidak bertentangan dengan Undang- Undang Merek). 4) Pemeriksaan kembali Pemeriksaan kembali bukan merupakan tahapan yang mutlak commit to user dilalui dalam proses pendaftaran merek, karena diadakan atau tidaknya
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pemeriksaan kembali bergantung pada ada tidaknya keberatan yang diajukan oleh pihak lain pada saat pengumuman atas merek yang dimohonkan pendaftarannya, baik keberatan ini disanggah maupun tidak. Pemeriksaan kembali terhadap permohonan tersebut diselesaikan dalam jangka waktu paling lama dua bulan terhitung sejak berakhirnya jangka waktu pengumuman dan Direktorat Jenderal memberitahukan secara tertulis kepada pihak yang mengajukan keberatan atas hasil pemeriksaan kembali. 5) Jangka waktu perlindungan merek terdaftar Merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu sepuluh tahun sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu perlindungan
itu
dapat
diperpanjang
jika
memenuhi
syarat
perpanjangan. 6) Permohonan Banding Permohonan banding dapat diajukan terhadap penolakan permohonan yang berkaitan dengan alasan dan dasar pertimbangan mengenai hal- hal yang bersifat substantif. Permohonan banding hanya terbatas pada alasan atau pertimbangan yang bersifat substantif, yang menjadi dasar penolakan pendaftaran merek. Permohonan banding diajukan tersebut menguraikan secara lengkap keberatan serta alasan terhadap penolakan permohonan sebagai hasil pemeriksaan substansi. 7) Komisi Banding Merek Komisi Banding Merek adalah badan yang secara khusus dibentuk
dilingkungan
departemen
yang
lingkup
tugas
dan
tanggungjawabnya meliputi bidang merek. Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Banding bekerja secara mandiri berdasarkan keahlian dan tidak dapat dipengaruhi oleh pihak mana pun. Dalam melaksanakan tugas untuk memeriksa permohonan banding, Komisi Banding Merek membentuk majelis yang berjumlah ganjil sekurangkurangnya tiga orang. commitPerlindungan to user 8) Perpanjangan Jangka Waktu Merek Terdaftar
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Permohonan perpanjangan jangka waktu perlindungan merek terdaftar diajukan secara tertulis oleh pemilik merek atau kuasanya dalam jangka waktu dua belas bulan sebelum berakhirnya jangka waktu perlindungan bagi merek terdaftar tersebut. Permohonan perpanjangan disetujui apabila memenuhi syarat: a) Merek yang bersangkutan masih digunakan pada barang atau jasa sebagaimana disebut dalam Sertifikat Merek tersebut; b) Barang atau jasa tersebut masih diproduksi dan diperdagangkan. Permohonan perpanjangan perlindungan merek akan ditolak apabila tidak memenuhi persyaratan perpanjangan merek sebagai berikut: a) Permohonan diajukan secara tertulis oleh pemilik merek atau kuasanya dalam jangka waktu dua belas bulan sebelum berakhirnya jangka waktu perlindungan bagi merek terdaftar; b) Merek yang bersangkutan masih digunakan pada barang atau jasa sebagaimana disebut dalam Sertifikat Merek tersebut; c) Barang atau jasa yang menggunakan merek sebagaimana nomor 2 diatas masih diproduksi dan diperdagangkan; dan d) Tidak memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek terkenal milik orang lain. 9) Perubahan Nama dan/atau Alamat Pemilik Merek Terdaftar Sebuah merek dapat saja beralih atau dialihkan kepada orang lain sehingga nama pemilik merek tersebut berubah. Dengan demikian, agar pemilik merek yang baru tersebut mendapat perlindungan hukum sebagaimana pemilik pertama, perubahan nama atas pemilik merek tersebut harus diubah dalam Daftar Umum Merek. Untuk dapat mengajukan pendaftaran atas sebuah merek, maka setiap pemohon harus memenuhi persyaratan dan tata cara permohonan serta lampiran yang harus dipenuhi dalam setiap pengajuan permohonan pendaftaran merek. Permohonan diajukan commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal dengan mencantumkan: a) Tanggal, bulan, dan tahun; b) Nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat pemohon; c) Nama lengkap dan alamat kuasa apabila permohonan diajukan mealui kuasa; d) Warna- warna apabila merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur- unsur warna; e) Nama negara dan tanggal permintaan merek yang pertama kali dalam hal permohonan diajukan dengan hak prioritas (Hery Firmansyah,2011:39). Permohonan sebagaimana dimaksud diatas ditandatangani Pemohon atau Kuasanya dan dilampiri dengan bukti pembayaran biaya. Pemohon dapat terdiri dari satu orang atau beberapa orang secara bersama atau badan hukum. Namun dalam hal permohonan diajukan oleh lebih dari satu Pemohon yang secara bersama- sama berhak atas Merek tersebut, semua nama Pemohon dicantumkan dengan memilih salah satu alamat sebagai alamat mereka. Permohonan tersebut ditandatangani oleh salah satu dari Pemohon yang berhak atas Merek tersebut dengan melampirkan persetujuan tertulis dari para Pemohon yang mewakilkan. Apabila diajukan melalui Kuasanya (Konsultan Hak Kekayaan Intelektual), surat kuasa untuk itu ditandatangani oleh semua pihak yang berhak atas Merek tersebut. Ketentuan mengenai syarat- syarat untuk dapat diangkat sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual diatur dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan tata cara pengangkatannya diatur dengan Keputusan Presiden (Hery Firmansyah,2011:38). Terhadap surat permohonan pendaftaran merek perlu dilampiri : 1) Fotocopi KTP yang didelegasi, bagi Pemohon yang berasal dari luar negeri sesuai dengan ketentuan undang- undang harus memilih commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tempat kedududkan di Indonesia biasanya dipilih pada alamat kuasa hukumnya. 2) Fotocopi akta pendirian badan hukum yang telah disahkan oleh notaris apabila permohonan diajukan atas nama badan hukum. 3) Fotocopi akta peraturan pemilikan bersamna apabila permohonan diajukan atas nama lebih dari satu orang (merek kolektif). 4) Surat kuasa khusus apabila permohonan pendaftaran dikuasakan. 5) Tanda pembayaran biaya permohonan. 6) 20 (dua puluh) helai tiket merek ukuran maksimal 9x9 cm, minimal 2x2 cm. 7) Surat pernyataan bahwa merek yang dimintakan pendaftaran tersebut adalah miliknya. Penghapusan dan pembatalan pendaftaran merek diatur dalam Pasal 61 sampai dengan 72 UU No 15 Tahun 2001 tentang Merek. Ada dua cara untuk penghapusan pendaftaran merek tersebut, yaitu : a) Atas prakarsa Direktorat Jenderal HKI b) Atas prakarsa sendiri, yaitu berdasarkan permintaan pemilik merek yang bersangkutan. Untuk penghapusan pendaftaran merek atas prakarsa sendiri undang- undang tidak menentukan persyaratannya. Tetapi jika dalam perjanjian lisensi ada suatu klausul yang secara tegas menyampingkan adanya persetujuan tersebut maka persetujuan semacam itu tidak perlu dimintakan
sebagai
syarat
kelengkapan
untuk
penghapusan
pendaftaran merek tersebut. Penghapusan
pendaftaran
merek
berdasarkan
prakarsa
Direktorat Jenderal HKI dapat pula diajukan oleh pihak ketiga. Pengajuan permintaan tersebut dilakukan dengan gugatan melalui Pengadilan Jakarta Pusat atau Pengadilan Niaga. Terhadap putusan Pengadilan Negeri tersebut tidak dapat diajukan permohonan banding. Penghapusan hanya dapat dilakukan apabila terdapat bukti yang cukup commit to user bahwa merek yang bersangkutan:
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Tidak dipakai berturut- turut selama tiga tahun atau lebih dalam perdagangan barang atau jasa terhitung sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir. Namun demikian apabila ada alasan yang kuat, mengapa merek itu tidak digunakan, Ditjen HKI dapat mempertimbangkan untuk tidak dilakukan penghapusan atas merek tersebut. 2) Dipakai untuk jenis barang atau jasa yang tidak sesuai dengan jenis barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya atau tidak sesuai dengan merek yang didaftar. Permintaan penghapusan pendaftaran merek dapat dilakukan seluruhnya atau sebagian jenis barang atau jasa yang termasuk dalam satu kelas. Permintaanpenghapusan itu diajukan kepada Direktorat Jenderal HKI untuk kemudian dicatat dalam Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek (OK Saidin,2004:393). h. Permohonan Pendaftaran Merek dengan Hak Prioritas Hak Prioritas adalah hak pemohon untuk mengajukan permohonan yang berasal dari negara yang tergabung dalam Paris Convention for the Protection of Industrial Property atau Agreement Estabilishing the World Trade Organization untuk memperoleh pengakuan bahwa tanggal penerimaan di negara asal merupakan tanggal prioritas di negara tujuan yang juga anggota salah satu dari kedua perjanjian itu selama pengajuan tersebut dilakukan dalam kurun waktu yang telah ditentukan berdasarkan Paris Convention for the Protection of Industrial Property. Permohonan dengan menggunakan hak prioritas harus diajukan dalam waktu paling lama enam bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan pendaftaran merek yang pertama kali diterima di negara lain, yang merupakan anggota Paris Convention for the Protection of Industrial Property atau Agreement Estabilishing the World Trade Organization. Selain harus memenuhi ketentuan tersebut, permohonan dengan commit to user menggunakan hak prioritas wajib dilengkapi dengan bukti tentang
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penerimaan permohonan pendaftaran merek yang pertama kali yang menimbulkan hak prioritas tersebut. Bukti hak prioritas berupa surat permohonan pendaftaran beserta tanda penerimaan permohonan tersebut juga memberikan penegasan tentang tanggal penerimaan permohonan. Dalam hal yang disampaikan berupa salinan surat atau tanda penerimaan tersebut diberikan oleh Direktorat Jenderal apabila permohonan diajukan untuk pertama kali. Lalu Direktorat Jenderal melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan
persyaratan
pendaftaran
merek,
yaitu
persyaratan
administratif. Dalam hal terdapat kekurangan dalam kelengkapan persyaratannya,
Direktorat
Jenderal
meminta
agar
kelengkapan
persyaratan itu dipenuhi dalam waktu paling lama 2 bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat permintaan untuk memenuhi kelengkapan persyaratan
tersebut,
sedangkan
yang
dimaksud
dengan
tanggal
pengiriman adalah tanggal pengiriman berdasarkan stempel pos. Dalam
hal
kekurangan
tersebut
menyangkut
persyaratan
pendaftaran berdasarkan hak prioritas, jangka waktu pemenuhan kekurangan persyaratan tersebut paling lama tiga bulan terhitung sejak berakhirnya jangka waktu pengajuan permohonan dengan menggunakan hak prioritas. Dalam hal seluruh persyaratan administratif telah dipenuhi, maka terhadap permohonan diberikan tanggal penerimaan yang dikenal dengan filling date, yang dicatat oleh Direktorat Jenderal. Filling date tersebut merupakan tanggal dimuainya perhitungan jangka waktu perlindungan atas merek terdaftar apabila permohonan pendaftaran merek diterima. Tanggal penerimaan mungkin sama dengan tanggal pengajuan permohonan apabila seluruh persyaratan dipenuhi pada saat pengajuan permohonan. Penentuan tanggal penerimaan sangat penting karena tanggal penerimaan itu merupakan tanggal awal perhitungan perlindungan hak merek. Hal ini berarti bahwa tanggal mulai berlakunya perlindungan hak merek (jika commit to user permohonannya diterima) juga mundur sama dengan tanggal
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dilengkapinya persyaratan, apabila pemohon tidak melengkapi persyaratan pendaftaran
bersamaan
dengan
waktu
pengajuan
permohonan
pendaftarannya (Ahmadi Miru, 2005:36). Perubahan atas permohonan hanya diperbolehkan terhadap penggantian nama dan / atau alamat pemohon atau kuasanya. Hal ini berarti
perubahan
yang
terkait
dengan
substansi
merek
tidak
dimungkinkan tapi perubahan itu hanya meliputi identitas pemohon pendaftaran merek tersebut. Undang-Undang Merek memberikan hak kepada pemohon atau kuasanya untuk membatalkan atau menarik kembai permohonan pendaftaran merek yang telah diajuakan (Ahmadi Miru, 2005:32). i. Pengalihan Hak atas Merek Terdaftar Hak atas merek terdaftar dapat beralih atau dialihkan karena: 1) Pewarisan; 2) Wasiat; 3) Hibah; 4) Perjanjian; atau 5) Sebab- sebab lain yang dibenarkaan oleh peraturan perundangundangan (Ahmadi Miru, 2005:59). Pengalihan hak atas merek wajib dimohonkan pencatatannya kepada Direktorat Jenderal untuk dicatat dallam Daftar Umum Merek, dan permohonan pencatatan pengalihan hak atas merek tersebut disertai dengan dokumen yang mendukungnya. Dokumen yang dimaksud antara lain Serifikat Merek dan bukti lainnya yang mendukung pemilikan hak tersebut. Pengalihan hak atas merek terdaftar yang telah dicatat dalam Daftar Umum Merek diumumkan dalam Berita Resmi Merek. Pentingnya pendaftaran terhadap pengalihan merek terdaftar tersebut karena pengalihan hak atas merek terdaftar yang tidak dicatat dalam Daftar commit to user Umum Merek tidak berakibat hukum pada pihak ketiga.
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pemilik merek terdaftar berhak memberikan lisensi kepada pihak lain dengan perjanjian bahwa penerima lisensi akan menggunakan merek tersebut untuk sebagian atau seluruh jenis barang atau jasa yang telah terdaftar menggunakan merek tersebut. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemilik merek terdaftar kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak untuk menggunakan merek tersebut, baik untuk seluruh atau sebagian jenis barang dan/atau jasa yang didaftarkan dalam jangik merekka waktu syarat tertentu. Pemberian lisensi kepada pihak lain merupakan suatu hal yang dapat menguntungkan bagi pemilik merek karena tanpa investasi dia dapat memperluas usahanya. Perjanjian isensi wajib dimohonkan pencatatannya pada Direktorat Jenderal dengan dikenai biaya dan akibat hukum dari pencatatan perjanjian lisensi berlaku terhadap pihak- pihak yang bersangkutan dan terhadap pihak ketiga. Pada dasarnya lisensi hanya berlaku terhadap penerimaan lisensi, tetapi dalam perjanjian lisensi dapat ditentukan bahwa penerima llisensi bisa memberi lisensi lebih lanjut pada pihak ketiga. Penggunaan merek terdaftar di Indonesia oeh penerima lisensi dianggap sama dengan penggunaan merek tersebut di Indonesia oleh pemilik merek. j. Merek yang tidak dapat didaftarkan Menurut UU Merek Indonesia hal-hal yang tidak dapat didaftarkan sebagai merek adalah: 1) Merek yang permohonannya diajukan atas dasar itikad tidak baik (Pasal 4) 2) Merek yang bertentangan dengam moral, perundang- undangan dan ketertiban umum (Pasal 5(a)) 3) Merek yang tidak memiliki daya pembeda (Pasal 5 (b)) 4) Tanda- tanda yang telah menjadi milik umum (Pasal 5 (c)) 5) Merek
yang
semata-mata menyampaikan keterangan commitatau to user berhubungan dengan barang jasa (Pasal 5 (d)).
yang
perpustakaan.uns.ac.id
41 digilib.uns.ac.id
Permohonan merek juga harus ditolak jika: 1) Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek yang sudah terdaftar milik orang lain dan digunakan dalam perdagangan barang atau jasa yang sama (Pasal 6 (1.a)) 2) Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/ atau jasa sejenis (Pasal 6 (1.b)) 3) Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan indikasi geografis yang sudah dikenal (Pasal 6 (1.c)) 4) Nama dan foto dari orang terkenal tanpa izin darinya (Pasal 6 (3.a)) 5) Lambang- lambang negara, bendera tanpa izin dari pemerintah (Pasal 6 (3.b)) 6) Tanda atau cap atau stempel resmi tanpa persetujuan tertulis dari pihak berwenang (Pasal 6 (3.c)) (Lindsey, 2005:134). k.
Merek Jasa Merek jasa, yaitu merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama- sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa- jasa sejenis lainnya. Jika sebuah Jasa tidak dapat diklasifikasikan dengan bantuan Daftar Kelas, maka berlaku kriteria sebagai berikut: 1) Jasa pada prinsipnya diklasifikasikan sesuai dengan cabang kegiatan yang ditentukan dalam pos kelas Jasa. 2) Jasa Rental pada prinsipnya diklasifikasikan dalam kelas yang sama dengan layanan yang diberikan melalui obyek sewa (misalnya, Sewa telepon, Kelas 38). Jasa leasing analog dengan jasa penyewaan dan karena itu harus diklasifikasikan dengan cara yang sama. Namun sewa, pembiayaan-sewa-beli diklasifikasikan di Kelas 36 sebagai layanan keuangan. 3) Pelayanan yang memberikan saran, informasi atau konsultasi pada commit todalam user kelas yang sama dengan layanan prinsipnya diklasifikasikan
perpustakaan.uns.ac.id
42 digilib.uns.ac.id
yang sesuai dengan subyek informasi, saran atau konsultasi, misalnya, konsultasi transportasi (Kelas 39), konsultan bisnis manajemen ( Kelas 35)., konsultasi keuangan (Kelas 36), konsultasi kecantikan (Kelas 44). Pengubahan dari informasi, saran atau konsultasi melalui sarana elektronik (misalnya, telepon, komputer) tidak mempengaruhi klasifikasi layanan ini. 4) Pelayanan yang diberikan dalam rangka waralaba yang pada prinsipnya diklasifikasikan dalam kelas yang sama dengan layanan tertentu yang disediakan oleh pemilik waralaba (misalnya, bisnis konsultan yang berkaitan dengan waralaba (Kelas 35), jasa pembiayaan yang berkaitan dengan waralaba (Kelas 36), layanan hukum yang berkaitan dengan waralaba (Kelas 45). l. Merek Kolektif Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama- sama untuk membedakan dnegan barang dan/atau jasa sejenis lainnya. Ketentuan penggunaan merek kolektif tersebut paling sedikit memuat: 1) Sifat, ciri umum, atau mutu barang atau jasa yang akan diproduksi dan diperdagangkan; 2) Pengaturan bagi pemilik merek kolektif untuk melakukan pengawasan yang efektif atas penggunaan merek tersebut; dan 3) Sanksi atas pelanggaran peraturan penggunaan merek kolektif (Ahmadi Miru, 2005:69). m. Penyelesaian Pelanggaran Hukum terhadap Merek yang Telah Terdaftar Terhadap sengketa antara pemegang merek dengan pihak lain yang sama- sama mendaftarkan merek yang sama akan diberikan perlindungan commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hukum dengan menempuh mekanisme upaya hukum untu memberikan perlindungan terhadap pemilik merek yang sah. 1) Perlindungan hukum atas merek secara preventif Perlindungan hukum preventif merupakan sebuah bentuk perlindungan yang mengarah pada tindakan yang bersifat pencegahan. Tujuannya adalah meminimalisasi peluang terjadinya pelanggaran merek dagang. Langkah ini difokuskan pada pengawasan pemakaian merek, perlindungan terhadap hak eksklusif pemegang hak atas merek dagang terkenal asing, dan anjuran- anjuran kepada pemilik merek untuk mendaftarkan mereknya agar haknya terlindungi. 2) Perlindungan hukum atas merek secara represif Pengertian perlindungan hukum represif adalah perlindungan yang dilakukan untuk menyelesaikan atau menanggulangi suatu peristiwa yang telah terjadi, yaitu berupa pelanggaran hak atas merek. Tentunya dengan demikian peranan lebih besar berada pada lembaga peradilan dan aparat penegak hukum lainnya seperti kepolisian, Pejabat Pegawai Negeri Sipil, dan kejaksaan untuk melakukan penindakan terhadap pelanggaran merek. Perlu diketahui bahwa pada umumnya sebuah pelanggaran atas HKI dapat dianggap sebagai kasuskasus kriminal maupun perdata, namun di Indonesia penekanan pelanggaran lebih sititikberatkan pada hukum kriminal. Dalam perlindungan hukum yang sifatnya reprsesif, maka pemberian sanksi yang jelas dan tegas bagi pelaku pelanggaran merek sesuai dengan Undang-Undang Merek, juga harus dilaksanakan oleh aparat penegak hukum secara konsisten. Konsistensi ini akan memberikan jaminan kepastian hukum khususnya bagi pemegang hak atas merek dagang terkenal di Indonesia (Hery Firmansyah, 2011, 67). n. Merek Terkenal Salah satu persoaalan berkenaan dengan ini adalah apakah merek to user terkenal tidak dapat ditirucommit oleh orang lain dan tidak dipakai untuk barang
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sejenis saja atau juga untuk barang lainnya, karena statusnya sebagai merek yang sudah terkenal. Berkenaan dengan merek terkenal ini ada Ketetapan dari Menteri Kehakiman Nomor M.02-H.G.01.01.1987. menurut peraturan ini dipandang sebagai merek terkenal apabila di Indonesia terkenal merek itu dan juga sudah dipakai selama jangka waktu yang cukup lama. Akan ditolak pendaftaran dari merek yang terkenal itu oleh pihak lain kecuali oleh pihak si pemilik (Sudargo Gautama,2002:61). Sebelum tahun 1987 maka merek terkenal hanya dilindungi untuk barang-barang yang sejenis, dan perkembangannya adalah kemudian bahwa tidak boleh didaftarkannya merek serupa ini juga berkenaan dengan barang-barang yang tidak sejenis. Berkenaan dengan ini maka adanya keputusan Menteri Nomor M.03-H.G.02.01 tanggal 2 Mei 1991 yang mengatur “Penolakan permohonan pendaftaran merek terkenal atau merek yang mirip merek terkenal milik orang lain atai badan lain” (Sudargo Gautama,2002: 61). Tanda- tanda yang dipakai sebagai merek dagang menurut Undang-Undang Merek Baru tahun 2001, sejalan dengan Undang-Undang Merek Indonesia terdahulu, maka perumusannya adaah “serupa suatu tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsure-unsur tersebut”. tetapi harus memiliki daya pembeda juga dipakai dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa (Pasal 1 sub 1 Undang-Undang no 15 Tahun 2001 tentang Merek). dikatakan dalam undang-undang tersebut bahwa susunan warna dapat dianggap
sebagai
merek
dan
diberikan
perlindungan
(Sudargo
Gautama,2002:63). Kombinasi dari warna jika telah disusun sedemikian rupa hingga mempunyai suatu tanda pembedaan tertentu, dapat juga dianggap sebagai merek yang boleh didaftarkan. Untuk lebih memperinci tinjauan: 1) Mengenai merek kata-kata berdiri sendiri, seperti KFC ini dapat didaftarkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
45 digilib.uns.ac.id
2) Merek yang merupakan kata-kata berkenaan dengan tulisan-tulisan nama barang dalam bentuk khusus dapat dilakukan pendaftaran. 3) Merek- merek yang merupakan kombinasi 4) Merek tidak dapat didaftar jika menjadi milik umum. 5) Merek tidak dapat didaftar jika bertentangan dengan kesusilaan (Sudargo Gautama,2002:63). Pada Pasal 6 ayat (1) Undang-Undnag Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek dinyatakan bahwa permohonan pendaftaran ditolak jika mempunyai persamaan dalam pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan jasa sejenis. Kemudian dalam ayat (2) ketentuan sebagai dimaksud dalam ayat (1) huruf b ini dapat diberlakukan barang atau jasa tidak sejenis sepanjang memenuhi persyaratan tertentu yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah (Sudargo Gautama,2002:67). Sementara bagaimana dalam praktek pembuktian pengadilan bahwa suatu barang adalah terkenal. Terkenal dalam arti kata bukan saja di dalam wilayah republic Indonesia tetapi juga dalam kenyataan di luar negeri. Misalnya apakah merek ini sudah lama dipakai dan dipromosikan secara luas dalam berbagai terbitan seperti adpertensi dan juga di dalam majalah-majalah serta didaftarkan diberbagai Negara. Inilah yang sekarang menjadi pegangan dalam perkara-perkara di hadapan Pengadilan negeri Jakarta Pusat. Pada saat ini yang ditekankan ialah terkenalnya merek ini sudah didaftarkan misalnya lebih dari sepuluh Negara termasuk bukan Negara asal dan diberikan bukti mengenai pendaftaran ini. (Sudargo Gautama,2002: 68). Disamping itu juga diperhatikan pula reputasi merek terkenal yang diperoleh karena promosi yang gencar dan besar-besaran, investasi dibeberapa Negara di dunia yang dilakukan oleh pemiliknya dan disertai bukti pendaftaran merek tersebut diberbagai Negara, apabila hal-hal ini diatas belum dianggap cukup Pengadilan Niaga menurut Memori commit to user Penjelasan ini yang dimasa mendatang akan memeriksa perkara
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
merek.dapat memerintahkan lembaga yang bersifat mandiri untuk melakukan survey guna memperoleh kesimpulan mengenai merek terkenal atau tidaknya yang menjadi dasar penolakan (Sudargo Gautama,2002: 69). Jika suatu merek sudah memperoleh predikat terkenal, maka bentuk perlindungan hukum yang diperlukan agar terhadap tersebut terhindar dari peniruan atau pemalsuan oleh orang lain, adalah ada bentuk perlindungan hukum yang bersifat prepentif dan reprepentif dititik beratkan pada upaya untuk mencegah agar merek terkenal tersebut tidak dipakai orang lain secara salah. Upaya ini dapat berupa : a) Kepastian Pengaturan Tentang Merek Terkenal b) Pendaftaran terhadap Merek c) Penolakan Pendaftaran Oleh Kantor Merek d) Pembatalan Merek Terdaftar (www. pps.unud.ac.id/ thesis/pdf_thesis/ unud-414-bab4.pdf diakses tanggal 19 Juni 2012 pukul 11.25). o. Perlindungan Hukum Hak atas Merek Perlindungan hukum atas merek semakin menjadi hal yang penting mengingat pesatnya perdagangan dunia dewasa ini. Imbasnya menjadi sulit untuk dapat membedakan satu produk dengan produk yang lainuntuk diberikan perlindungan merek dengan perlindungan desain produk. Di Indonesia hak atas merek didasarkan atas pemakaian pertama dari merek tersebut. Bagi mereka yang mendaftarkan mereknya dianggap oleh undang- undnag sebagai pemakai merek pertama dari merek tersebut kecuali kalau dapat dibuktikan lain dan dianggap sebagai yang berhak atas merek yang bersangkutan. Tujuan dari pendaftaran merek adalah memberikan perlindungan untuk pendaftaran merek tersebut yang oleh undang- undang dianggap sebagai pemakai pertama terhadap pemakaian tidak sah oleh pihak- pihak lain. Keberhasilan
penegakan
hukum
merek
tidak
akan
dapat
tercapaidengan hanya mengandalkan undang- undang yang mengatur commit to user permasalahan merek semata. Keberhasilan penegakan hukum merek
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memerlukan dukungan dari unsur- unsur lain, khususnya lembaga atau badan yang bergerak dalam bidang merek. Perlindungan hukum terhadap merek dagang
terdaftar mutlak diberikan oleh pemerintah kepada
pemegang dan pemakai hak atas merek untuk menjamin: 1) Kepastian berusaha bagi para produsen, dan 2) Menarik investor bagi merek dagang asing sedangkan perlindungan hukum yang diberikan kepada merek dagang loka diharapkan agar pada suatu saat dapat berkembang secara meluas di dunia internasional. 3. Tinjauan tentang Kesadaran Hukum Laura Nielsen mendefinisikan kesadaran hukum sebagai bagaimana orang berfikir tentang hukum, tentang norma- norma umum dari hukum, tentang praktik setiap hari, dan tentang cara yang umum digunakan dalam berhubungan dengan hukum atau permasalahan hukum. Kesadaran hukum adalah kajian yang tidak hanya sekedar tentang bagaimana orang berfikir tentang hukum, tetapi juga mencakup kajian tentang bagaimana ide- ide yang sebagian besar merupakan ide yang 'tidak sadar hukum’, justru mempengaruhi keputusan, perilaku, sikap. Kesadaran hukum mempresentasikan pentingnya pengembangan dan peningkatan teoretis dan metode kajian tentang sikap hukum (Laura Nielsen dalam buku Achmad Ali,2009:338). Kesadaran hukum muncul dari satu tradisi teoretis, dimana hukum dan masyarakat dilihat sebagai sesuatu yang ada pada diri masing- masing, hukum ada dalam masyarakat dan masyarakat ada dalam hukum. Pendekatan konstitutif seperti ini,memperlakukan hukum sebagai satu dari banyak kekuatan pesaing yang mempengaruhi dan membentuk kehidupan sosial serta menyatu di dalam sistem normatif, institusi sosial, dan gerakan sosial yang menggunakannya. Penelitian kesadaran hukum melakukan pengujian terhadap peran hukum, yang secara luas dipahami dalam membangun pemahamanpemahaman, mempengaruhi tindakan dan membentuk berbagai aspek commit to userini menyajikan suatu pengujian kehidupan sosial. Perkembangan teoretis
perpustakaan.uns.ac.id
48 digilib.uns.ac.id
batasan kultur dan norma- norma sosial dimana mempengaruhi hukum serta sebaliknya.hubungan timbal balik ini berarti bahwa kesadaran hukum di antara aturan- aturan dan kerangkan enterpretatifnyalah yang mendefinisikan serta memolakan kehidupan (Achmad Ali,2009:338). Kesadaran hukum adalah suatu kajian formal dan informal tentang hukum dalam arti bahwa hukum formal atau praktik dan prosedur informal yang menjelma menjadi legalitas, dapat mempengaruhi kesadaran hukum warga negara. Kesadaran hukum bersifat contingent (bergantung pada sesuatu) yang bermakna bahwa dia dapat berubah tergantung pada area hukum atau masalah sosial yang dipersoalkan. Lebih dari itu, kesadaran hukum bersifat contingent (bergantung pada sesuatu) dari waktu ke waktu, yang berarti bahwa pemahaman seorang individu tentang hukum adalah berubah dari waktu ke waktu. Kesadaran hukum seseorang pun mungkin saja saling berlawanan tentang sesuatu fenomena hukum. Kesadaran hukum dapat diubah atau disamaratakan kepada banyak situasi berbeda, yang bermakna bahwa sikap dan pemahaman tentang hukum, dpat datang dari pengalaman berhubungan dengan hukum maupun pengalaman berhubungan dengan para aktor hukum, dimana mungkin saja seseorang tersebut tidak menyadari hubungannya itu (Achmad Ali,2009:340). Studi tentang kesadaran hukum juga mengkaji bagaimana pengetahuan seseorang tentang hukum, dapat ditransfer ke dalam tindakan dan keputusan yang diambil setiap orang. Lebih dari sekadar sikap hukum dan opini seseorang, maka sebaliknya kajian tentang kesadaran hukum juga menyelidiki seberapa jauh konsep hukum yang diketahui seseorang, ikut mempengaruhi tujuan, pilihan, dan permasalahan yang dialami setiap orang. Dengan cara ini, para pakar kajian tentang kesadaran hukum juga mengkaji faktor- faktor yang menyebabkan seseorang memilih bersikap apakah berada dihadapan hukum atau bertindak sesuai hukum atau malah melanggar hukum (Achmad Ali,2009:342). Kesadaran hukum timbul pada mulanya adalah sehubungan dengan user peraturan hukum sebagai akibat usaha mencari dasar daripadacommit sahnyatosuatu
perpustakaan.uns.ac.id
49 digilib.uns.ac.id
daripada berbagai masalah yang timbul dalam rangka penerapan suatu ketentuan hukum tertulis. Kemudian hal ini berkembang menimbulkan suatu problema apakah yang menjadi dasar sahnya hukum itu berupa komando atau pengendalian dari pihak penguasa ataukah berupa kesadaran daripada masyarakat. Permasalahan yang demikian menjadi timbul oleh karena kenyataan dalam masyarakat banyak ketentuan- ketentuan hukum yang tidak ditaati oleh masyarakat. Jadi masalahnya sudah menyangkut efektif atau tidaknya suatu peraturan hukum. Masalah ini akan membawa kita kepada bagaimana peranan hukum dalam masyarakat. Mengapa suatu ketentuan hukum tidak dapat berperan di dalam masyarakat adalah tidak lain oleh karena disebabkan peraturan hukum tersebut tidak sesuai atau bertentangan dengan kesadaran hukum masyarakat (Radisman F.S. Sumbayak, 1985:52). Banyak faktor- faktor yang mempengaruhi sehingga hukum tidak efektif. Kendati begitu kita harus ingat bahwa unsur utama yang harus diperhitungkan dalam mengusahakan berfungsinya hukum secara efektif dalam masyarakat ialah kesadaran hukum sangat penting bagi seluruh lapisan masyarakat demi berfungsinya hukum di dalam masyarakat dan akhirnya kita dapat merasakan bahwa hukum itu benar- benar berwibawa (Radisman F.S. Sumbayak, 1985:54). Dalam batasan pengertian yang luas, kesadaran hukum ialah potensi memasyarakat dan membudaya dengan kaidah- kaidah mengikat dan dapat dipaksakan. Dalam masyarakat selalu terjadi perkaitan kerjasama dan perbenturan sistem nilai dan kepentingan karena itu juga kesadaran hukumnya. Kesadaran hukum bersifat relatif dalam isinya maupun kekuatannya terhadap waktu dan tempat, ia berlangsung dalam proses pembentukannya, perkembangan dan kestabilannya untuk kemudian berubah dengan pembaharuan lagi. (Ahmad Sanusi, 2002:227). Sebagai batasan yang khusus dapat diartikan tentang kesadaran hukum itu sebagai potensi atau daya yang mengandung: a. Persepsi, pengenalan, pengetahuan, ingatan, dan pengertian tentang commit to user hukum, termasuk konsekuensikonsekuensinya;
perpustakaan.uns.ac.id
50 digilib.uns.ac.id
b. Harapan, kepercayaan bahwa hukum dapat memberi sesuatu kegunaan serta memberi perlindungan dan jaminannya dengan kepastian dan rasa keadilan; c. Perasaan perlu dan butuh akan jasa- jasa hukum, dan karena itu harus menghormatinya; d. Perasaan khawatir dan takut melanggar hukum, karena jika dilanggar maka sanksi- sanksinya dapat dipaksakan; dan e. Orientasi, perhatian, kesanggupan, kemauan baik sikap dan kesediaan serta keberanian menaati hukum dalam hak maupun kewajibannya karena kebenaran, keadilan, dan kepastian hukum itu adalah kepentingan umum (Ahmad Sanusi, 2002:227). Sumber satu- satunya dari hukum dan kekuatan mengikatnya adalah kesadaran hukum masyarakat. Dikatakan kemudian bahwa perasaan hukum dan keyakinan hukum individu di dalam masyarakat yang merupakan kesadaran hukum individu, merupakan pangkal daripada kesadaran hukum masyarakat. Kesadaran hukum masyarakat adalah jumlah terbanyak daripada kesadaran- kesadaran hukum individu mengenai sesuatu peristiwa yang tertentu (Soerjono Soekanto,2001:147). Kesadaran hukum mempunyai korelasi positif dengan ketaatan hukum. Makin tinggi kesadaran hukum seseorang, apakah ia selau pribadinya atau pejabat negeri, maka makin tinggi juga ketaatan hukumnya. Dengan begitu dapat diharapkan kepentingan- kepentingan pribadi, kelompok, masyarakat, dan negara akan terjamin menurut hukum. Sebaliknya kesadaran hukum yang rendah cenderung pada pelanggaran hukum, dengan berbagai kemungkinan korban dan kerugian yang dideritanya. Makin rendah kesadaran hukum, makin banyak pelanggaran dan makin besar korbannya (Ahmad Sanusi, 2002:229). Sedangkan menurut Soerjono Soekanto, masalah kesadaran hukum rakyat banyak sebenarnya menyangkut faktor- faktor apakah suatu ketentuan hukum tertentu diketahui, diakui, dihargai dan ditaati atau dipatuhi (Radisman commit to user F.S. Sumbayak,1985:52).
perpustakaan.uns.ac.id
51 digilib.uns.ac.id
Salah satu hasil penelitian tentang kesadaran hukum, menunjukkan bahwa berbagai organisasi sosial, dan faktor- faktor institusional yang bermain, mempengaruhi keputusan seseorang untuk tidak menggunakan hukum. Beberapa faktor yang salah satunya menjadi fokus pilihan dalam kajian tentang kesadaran hukum adalah : 1) Penekanan bahwa hukum sebagai otoritas, sangat erat kaitannya dengan lokasi di mana suatu tindakan hukum terjadi; 2) Studi tentang kesadaran hukum tidak harus mengistimewakan hukum sebagai sebuah sumber otoritas atau motivasi untuk tindakan; dan 3) Studi tentang kesadaran hukum memerlukan observasi, yang tidak hanya pada apa yang individu katakan kepada peneliti dan juga tidak sekadar terhadap apa yang mereka pikirkan tentang permasalahan sosial dan peranan hukum dalam memperbaiki kehidupan mereka, tetapi juga apa yang mereka lakukan (Achmad Ali,2009:342). Kesadaran hukum berkaitan dengan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam suatu masyarakat. Dengan demikian masyarakat menaati hukum bukan karena paksaan, melainkan karena hukum itu sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat itu sendiri. Terdapat empat indikator kesadaran hukum yang masing-masing merupakan suatu tahapan bagi tahapan berikutnya, yaitu: a) Pengetahuan hukum adalah pengetahuan seseorang mengenai beberapa perilaku tertentu yang diatur oleh hukum. Sudah tentu bahwa hukum yang dimaksud di sini adalah hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. Pengetahuan tersebut berkaitan dengan perilaku yang dilarang atupun perilaku yang tidak diperbolehkan oleh hukum. b) Pemahaman hukum adalah sejumlah informasi yang dimiliki seseorang mengenai isi peraturan dari suatu hukum tertentu. Dengan perkataan lain pemahaman hukum adalah suatu pengertian terhadap isi dan tujuan dari suatu peraturan dalam suatu hukum tertentu, tertulis maupun tidak tertulis, serta manfaatnya bagi pihak-pihak yang kehidupannya diatur oleh commit to user peraturan tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id
52 digilib.uns.ac.id
c) Sikap hukum adalah suatu kecenderungan untuk menerima hukum karena adanya penghargaan terhadap hukum sebagai sesuatu yang bermanfaat atau menguntungkan jika hukum itu ditaati. d) Pola perilaku hukum adalah hal yang utama dalam kesadaran hukum, karena disini dapat dilihat apakah suatu peraturan berlaku atau tidak dalam masyarakat. Dengan demikian sampai seberapa jauh kesadaran hukum dalam masyarakat dapat dilihat dari pola perilaku suatu masyarakat (Otje Salman,2008:56). Apabila indikator-indikator dari kesadaran hukum dipenuhi, maka derajat kesadaran hukumnya tinggi, dan apabila kesadaran hukum tidak dipenuhi, maka derajat kesadaran hukumnya rendah. Tingginya kesadaran hukum warga masyarakat mengakibatkan para warga masyarakat menaati ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku, apabila derajat kesadarn hukumnya rendah, maka derajat krtaatan terhadap hukumnya juga rendah. Apabila dipandang secara sempit, konsepsi kesadaran hukum seakan mensyaratkan terdapatnya peraturan-peraturan hukum terlebih dahulusebelum kesadaran hukum timbul. Pemikiran tersebut tentu tidak salah apabila memang suatu peraturan telah ada sebelumnya. Dalam sudut pandang yang lebih luas, konsepsi ini dapat diterapkan dari dua titik pusat. Apabila titik pusat kesadaran hukum adalah peraturan-peraturan hukum, melalui konsepsi ini dapat dilihat sampai sejauh mana efektivitas peraturan-peraturan hukum tersebut dalam masyarakat. Sementara bila titik pusat kesadaran hukum adalah fakta-fakta sosial, melaui konsepsi ini dapat dilihat proses pembentukan hukum dari fakta-fakta sosial tersebut (Otje Salman,2008:60). 4. Tinjauan tentang Usaha Kecil Menengah Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah commit to user atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil.
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan. Menurut Pasal 6 ayat (1) UU No 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah kriteria Usaha Kecil adalah memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah. Menurut Pasal 6 ayat (2) UU No 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah). 5. Tinjauan tentang Efektivitas Hukum Merek Apabila membicarakan efektivitas hukum dalam masyarakat berarti membicarakan daya kerja hukum itu dalam mengatur dan/ atau memaksa masyarakat untuk taat kepada hukum. Efektivitas hukum dimaksud, berarti mengkaji kaidah hukum yang harus memenuhi syarat, yaitu berlaku secara yuridis, berlaku secara sosiologis, dan berlaku secara filosofis. Maka dari itu faktor- faktor yang dapat mempengaruhi hukum itu berfungsi dalam masyarakat, yaitu: a. Kaidah hukum commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Di dalam teori-teori ilmu hukum, dapat dibedakan menjadi 3 macam hal mengenai berlakunya hukum sebagai kaidah, yaitu kaidah hukum berlaku secara yuridis, kaidah hukm berlaku secara sosiologis, kaidah hukum berlaku secara filosofis. Jika dikaji secara mendalam, agar hukum itu berfungsi maka setiap kaidah hukum harus memenuhi ketiga macam unsur tersebut karena apabila kaidah hukum hanya berlaku secara yuridis, ada kemungkinan kaidah itu merupakan kaidah mati, jika hanya berlaku secara sosiologis dalam arti teori kekuasaan, maka kaidah itu menjadi aturan pemaksa, apabilla hanya berlaku secara filosofis kemungkinannya kaidah itu hanya merupakan hukum yang dicita-citakan. b. Penegak hukum Penegak
hukum
atau
orang
yang
bertugas
menerapkan
hukummencakup orang lingkup yang sangat luas, sebab menyangkut petugas pada strata atas, menengah dan bawah. Artinya, di dalam melaksanakan tugas-tugas penerapanhukum, petugas seyogyanya harus memiliki sebuah pedoman, diantaranya peraturan tertulis tertentu yang mencakup ruang lingkup tugas- tugasnya. c. Sarana atau fasilitas yang digunakan oleh penengak hukum Fasilitas atau sarana sangat penting untuk mengefektifkan suatu aturan tertentu. Ruang lingkup sarana yang dimaksud, terutama secara fisik yang berfungsi sebagai faktor pendukung. Memang sering terjadi bahwa suatu peraturan sudah difungsikan, padahal fasilitasnya belum tersedia lengkap. Peraturan yang semula bertujuan untuk memperlancar proses, malahan mengakibatkan terjadinya kemacetan.
d. Kesadaran masyarakat Salah satu faktor yang mengefektifkan suatu peraturan adalah warga masyarakat. Maksudnya
adalah kesadarannya untuk mematuhi
suatu peraturan perundang-undangan, yang sering disebut derajat commit to user kepatuhan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa derajat kepatuhan
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
masyarakat terhadap hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan (Zainudin Ali,2010: 62). Suatu peraturan perundang- undangan dapat dikeluarkan oleh badan yang tertinggi dalam suatu Negara, maupun oleh suatu badan yang dalam suatu sistem politik mempunyai kedududkan yang lebih rendah, peraturan perundang-undangan mana biasanya merupakan peraturan pelaksanaan daripada peraturan yang lebih tinggi derajatnya. Suatu penelitian terhadap efek suatu perundang- undangan di dalam masyarakat merupakan salah satu usaha untuk mengetahui apakah hukum tersebut benar-benar berfungsi atau tidak. Suatu perundang-undangan yang dikatakan baik, belum cukup apabila hanya memenuhi persyaratanpersyaratan filosofis atau ideologis dan yuridis saja, secara sosiologis peraturan tadi juga harus berlaku. Hal ini bukanah berarti bahwa setiap peraturan perundang- undangan harus segera diganti apabila ada gejalagejala bahwa peraturan tadi tidak hidup. Peraturan perundang-undangan tersebut harus diberi waktu agar meresap dalam diri warga-warga masyarakat. Apabila sering terjadi pelanggaran-pelanggaran tertentu terhadap suatu peraturan perundang-undangan, maka ha itu belum tentu berarti bahwa peraturan tersebut secara sosiologis tidak berlaku di dalam masyarakat. Mungkin para pelaksana peraturan tadi kurang tegas dan kurang
bertanggung
jawab
di
dalam
pekerjaannya,
ini
perlu
diperhitungkan dalam menilai apakah suatu peraturan itu baik atau kurang baik (Soerjono Soekanto,1988:18). Menurut Soerjono Soekanto, secara konseptual terdapat lima faktor yang mempengaruhi proses penegakan hukum antara lain : 1) Aturan Hukum atau Undang-Undang Aturan hukum atau Undang-Undang sering merupakan faktor penghambat sehingga mempengaruhi proses penegakan hukum, karena rumusan normanya tidak jelas menimbulkan penafsiran yang kadangkadang merugikan atau tidak adil. commit to user 2) Aparatur penegak hukum
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Aparatur penegak hukum yang merupakan salah satu pilar penting dalam proses penegakan hukum, sering melakukan berbagai tindakan yang bertentangan dengan ketentuan hukum sehingga menimbulkan berbagai masalah. 3) Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana pendukung yang kurang memadai sudah tentu akan mempengaruhi ruang gerak aparatur penegak hukum dan juga anggota masyarakat sebagai pencari keadilan. 4) Budaya Hukum Budaya hukum masyarakat yang merupakan suatu proses internalisasi nilai-nilai dalam rangka memahami hukum dan berupaya untuk menerapkannya secara baik demi kepentingan bersama, ternyata belum dipraktekan secara baik. 5) Masyarakat Masyarakat sering menjadi penyebab dalam proses penegakan hukum, karena mempunyai uang, sering didorong oleh keinginan untuk menang sendiri tanpa memperhatikan aspek-aspek yang sifatnya objektif dari hukum untuk mewujudkan tujuannya yakni keadilan. Sebagai contoh ; seseorang ketika berhadapan dengan kasus hukum perdata ( masalah tanah ) dan secara objektif sebenarnya yang bersangkutan tidak mempunyai alat bukti yang kuat, berupa sertifikat atau keteranga lainnya sebagai alas haknya, tetapi karena yang bersangkutan mempunyai uang yang banyak maka ia tetap bersikeras untuk membawa kasus tersebut ke pengadilan. Jadi yang penting masuk
ke
Pengadilan
nanti
di
atur
kemudian,
tanpa
mempertimbangkan secara matang dari aspek positif atau negatifnya, Soerjono Soekanto:1988 (http://fhukum-unpatti .org/artikel/hukum tata-negara/103-peran-civil-society-dalam- proses-penegakan -hukumdan-hak-asasi-manusia.html diakses tanggal 19 Juni 2012 pukul 13.55). commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Karakteristik yang mencolok dalam pembicaraan mengenai sosiologi penegakan hukum adalah bahwa penegakan hukum itu bukan merupakan suatu tindakan yang pasti, yaitu menerapkan hukum terhadap suatu kejadian, yang dapat diibaratkan menarik garis lurus antara dua titik. Penegakan hukum adalah suatu proses logis yang mengikuti kehadiran suatu peraturan hukum. Apa yang harus terjadi menyusul kehadiran peraturan hukum hamper sepenuhnya terjadi melalui pengolahan logika. Penegakan hukum dapat juga dilihat sebagai proses yang melibatkan manusia di dalamnya. Pada pengamatan terhadap kenyataan penegakan hukum, faktor manusia sangat terlibat dalam usaha menegakkan hukum tersebut. penegakan hukum dilakukan oleh institusi yang diberi wewenang untuk itu, seperti polisi, jaksa, dan pejabat pemerintahan. Sejak hukum itu mengandung perintah dan pemaksaan, maka sejak semula hukum membutuhkan bantuan untuk mewujudkan perintah tersebut (Satjipto Rahardjo,2002:173). Keterlibatan anggota masyarakat dalam penegakan hukum terjadi baik dalam bidang pidana maupun perdata. Dalam bidang hukum perdata peranan anggota masyarakat lebih besar, oleh karena munculnya kasus hukum sepenuhnya diserahkan kepada masyarakat. Negara hanya menyediakan fasilitas bagi terjadinya penegakan hukum, sedang atau selebihnya
diserahkan
kepada
rakyat
untuk
bertindak
dengan
menggunakan fasilitas yang disediakan tersebut. kendatipun tidak ada diskriminasi dalam penggunaan fasilitas atau hukum tersebut ., tetapi dalam kenyataan di lapangan, tidak semua orang berada pada posisi yang sama untuk menikmati fasilitas yang disediakan oleh hukum. Para pelaku yang memiliki kekuasaan lebih besar akan mendominasi penegakan hukum. Kekuasaan tersebut berupa pengetahuan, status, hubunganhubungan
social
dan
kemampuan
ekonominya
(Satjipto
Rahardjo,2002:178). Hukum
Merek
akan efektif apabila faktor-faktor yang commitberfungsi to user di dalam masyarakat terpenuhi, mempengaruhi hukum tersebut
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yaitu aturan hukum harus jelas, maksudnya rumusan Undang-Undang No 15 Tahun 2001 tentang Merek dan peraturan pelaksanaannya tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda antar masyarakat. Selain itu kata-kata dalam peraturan tersebut mudah dipahami oleh semua masyarakat. Faktor yang kedua adalah aparatur penengak hukum yang khusus berkonsentrasi di bidang HKI. Hal ini dikarenakan agar masyarakat yang masih belum jelas mengenai HKI khususnya mengenai hal-hal yang berhubungan dengan merek dapat bertanya secara langsung dengan aparatur tersebut dan mereka mendapatkan penjelasan. Aparatur tersebut tidak boleh melakukan hal-hal yang bertentangan dengan ketentuan hukum, misalnya melakukan pungutan liar apabila ada masyarakat yang ingin mendaftarkan merek mereka dan jumlah biayanya tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Faktor yang ketiga adalah sarana dan prasarana. Apabila saran dan prasarana belum memadai, maka Hukum Merek tersebut tidak akan berjalan efektif. Misalnya Kantor Dirjen HKI yang mudah dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat yang ingin mendaftarkan merek usahanya merupakan hal yang sangat penting. Apabila kantor tersebut tidak mudah dijangkau, maka akan timbul ketidaktahuan dari masyarakat mengenai di mana tempat mendaftarkan merek. Faktor yang keempat adalah budaya hukum, apabila masyarakat belum memahami hukum dan menerapkan hukum Merek tersebut di dalam prakteknyam maka Hukum Merek tidak akan berjalan efektif. Faktor yang kelima adalah masyarakat, kesadaran masyarakat untuk mematuhi peraturan perundang-undangan tentang merek merupakan faktor yang penting. Hal ini disebabkan karena tanpa masyarakat menyadari bahwa mendaftarkan merek usahanya merupakan suatu tindakan yang penting, maka Hukum Merek yang dibuat oleh pemerintah tidak akan berjalan efektif.
commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran
Dirjen HKI di bawah UU No 15 Tahun 2001 tentang Merek dan
naungan Kemenkumham
Peraturan Pelaksananya
Pengusaha kecil dan menengah di bidang batik
Pendaftaran merek
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum pendaftaran merek Gambar 2. Kerangka Pemikiran Keterangan: Kota Surakarta merupakan salah satu kota penghasil batik di Indonesia. Di daerah Kota Surakarta terdapat suatu sentra industri penghasil batik yang sangat terkenal dan menjadi salah satu daerah tujuan wisata, yaitu Kampung Wisata Batik Kauman. Disana terdapat banyak pengusaha batik yang usahanya masih dikategorikan sebagai usaha kecil menengah. Pembicaraan mengenai batik yang menjadi komoditas perdagangan tidak lepas dari merek dagang yang melekat ke dalam produk batik tersebut. Untuk mendapatkan hak merek atas merek dagang batik tersebut harus commit to user kecil dan menengah batik di didaftarkan terlebih dahulu. Namun, pengusaha
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kampung Wisata Batik Kauman Kota Surakarta dalam pendaftaran merek tidak terdapat kewajiban bagi seseorang untuk mendaftarakan merek yang mereka miliki, akan tetapi jika ingin mendapatkan perlindungan hukum berdasarkan hukum merek, maka harus terdaftar terebih dahulu. Maka dari itu pemilik merek dagang batik harus mendaftarkan merek miliknya. Semua peraturan perundangundangan yang mengatur tentang merek tersebut bertujuan untuk meindungi merek dari hal-hal yang merugikan pemilik. Pendaftaran merek dilakukan di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual atau disingkat Dirjen HKI di bawah naungan Kementrian Hukum dan HAM. Tata cara pendaftaran merek di atur didalam peraturan perundangundangan Indonesia, yaitu Undang-Undang No 15 Tahun 2001 tentang Merek dan Peraturan pelaksananya. Undang-Undang No 15 Tahun 2001 tentang Merek dan Peraturan pelaksananya juga telah memberikan pengetahuan bagi pengusaha kecil dan menengah di Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta mengenai merek khususnya pendaftaran merek. Akan tetapi pada kenyataannya tidak semua pengusaha mengetahui keberadaan hukum. Dalam hal ini adalah Undang-undang No 15 Tahun 2001 tentang Merek dan peraturan pelaksanaannya. Para pengusaha yang memiliki merek dagang memiliki tingkat kesadaran hukum yang berbeda-beda terhadap keberadaan hukum merek yang sesungguhnya dibuat untuk melindungi hak- hak mereka. Dalam kaitannya dengan tingkat kesadaran hukum tersebut, apabila dikaji secara mendalam maka akan diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesadaran hukum mengenai pendaftaran merek.
commit to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Singkat Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta Kauman merupakan sebuah nama kampung yang hampir dikenal di masyarakat Jawa Tengah. Kampung Kauman terletak di tengah-tengah kota dan berdekatan dengan masjid agung jami' dan Alun-alun. Kampung Kauman di Kota Surakarta terletak di sebelah barat laut Masjid Agung dan memiliki keterkaitan dengan keberadaan Keraton Kasunanan Surakarta. Kampung Kauman berdiri bersamaan dengan pembangunan Masjid Agung Surakarta Oleh Paku Buwono III pada tahun 1757. Keraton Kasunanan Surakarta yang merupakan kelanjutan dari Kerajaan Mataram Islam dan berujung pada Kerajaan Surakarta Hadiningrat dipimpin oleh seorang raja dan dibantu oleh seorang penghulu yang bertugas sebagai ahli agama yang ditempatkan di masjid tersebut. Lahirnya kampung Kauman dimulai dengan adanya penempatan abdi dalem pamethakan yang bertugas dalam bidang keagamaan dan kemasjidan, yaitu Kanjeng Kyai Penghulu Muhammad Thohar hadiningrat yang bermukim di sekitar masjid agung. Penghulu membawahi tanah disekitar masjid yang warganya terdiri dari abdi dalem pamethakan dan ulama sebagai pembantu atau mewakili tugas Penghulu apabila penghulu berhalangan. Tanah yang beliau tempati adalah pemberian dari Sunan PB III dengan status tanah anggaduh yang berarti hanya berhak menempati dan tidak punya hak milik. Oleh keraton, tanah yang ditempati penghulu dan para abdi dalem mutihan tersebut diberi nama Perkauman, artinya tanah tempat tinggal para kaum, dan menjadi Kauman. Keberadaan kampung Kauman karena memang dikehendaki oleh keraton sebagai bagian dari empat komponen pola kota pemerintahan kerajaan Mataram Islam yang terdiri dari Keraton, Alun- alun, Masjid dan pasar. Dan para abdi dalem pamethakan inilah yang mencitrakan Kauman sebagai kampung yang didominasi oleh para priyayi dari golongan ulama atau santri yang ditempatkan oleh para kerajaan yang mengemban tugas mulia untuk mengislamkan to masjid user kerajaan. masyarakat. Mereka menempati tanahcommit disekitar
61
perpustakaan.uns.ac.id
62 digilib.uns.ac.id
Keberadaan Kauman dari sejak awal memang tidak bisa dilepaskan dari keberadaan keraton, yang sejak awal memang telah menempatkan Kauman dalam sebuah bingkai sistem sosial. Keraton sebagai muara dari sistem sosial, dan Kauman adalah salah satu subsistemnya. Realitas pemenuhan kebutuhan sehari- hari pun juga menjadi salah satu bagian yang disediakan oleh pihak keraton. Pada mulanya penduduk Kauman hanya bermata pencaharian sebagai abdi dalem ulama saja. Akan tetapi kemudian berkembang juga menjadi pengusaha batik, profesi rangkap ini berhasil mengangkat perekonomian masyarakat Kauman. Sebagai bagian dari abdi dalem keraton, yaitu abdi dalem pamethakan atau ulama pihak keraton tetap memenuhi kebutuhan para abdi dalem tersebut. Mereka mendapat gaji dan jaminan hidup dari keraton, akan tetapi keahlian membatik yang diajarkan oleh pihak keraton merangsang tumbuhnya iklim wirausaha di Kauman. Dinamika masyarakat pada perubahan ruang teknologi yang dilakukan oleh kaum kolonial juga mempengaruhi terhadap berkembangnya peluang dalam bentuk perdagangan. Peluang ini dianggap sangat dinamis seiring dengan perkembangan dan semakin beragamnya kebutuhan yang disediakan oleh pasar. Seiring dengan perkembangan zaman dan kebutuhan, keraton tidak mungkin dapat memenuhi semua kebutuhan para abdi dalem secara keseluruhan. Para abdi dalem pamethakan di Kauman pun juga melakukan aktifitas yang sifatnya produktif. Batik adalah alternative yang memungkinkan bagi mereka. Dengan pola pembagian kerja yang menempatkan para suami pada tempat- tempat publik dalam bentuk mengajar atau meberi materi agama. Sementara para istri mengisi waktunya dengan memproduksi batik yang ilmunya diperoleh lewat media pembelajaran antara sesame kerabat yang pada awalnya memang berasal dari kerabat kebangsawanan keraton. Dan pada perkembangannya keterampilan tersebut secara intensif dikembangkan oleh para kaum perempuanistri abdi dalem pamethakan tersebut. Dengan mengembangkan keterampilan ini, sebagian besar warga Kauman memiliki kemampuan untuk menghasilkan kain batik dalam jumlah besar. Ditambah dengan pola kekerabatan yang mereka miliki pada akhirnya mampu mengakumulasi jumlah produksinya sebanyak mungkin untuk kemudian dikomersilkan. Busana adat to userdengan motif, corak dan warna Jawa sebagian besar menggunakancommit kain batik,
perpustakaan.uns.ac.id
63 digilib.uns.ac.id
tradisional yang memiliki perbedaan dengan produk- produk tekstil buatan pabrik. Batik merupakan warisan para leluhur yang sampai sekarang masih abadi. Sebenarnya batik tidak hanya terpusat di Kota Solo, Yogyakarta, dan Pekalongan saja. Tetapi hampir di semua daerah Indonesia memiliki produk batiknya.
Kita mengenal
kekhasan motif dan warna batik Cirebonan, motif dan warna Pekalongan, batik Lasem. Karena pada saat itu kain batik menjadi pakaian wajib atau resmi, bagi penduduk seluruh masyarakat Indonesia dimana yang perempuan memakai kain batik dan lakilaki memakai baju batik maka sangat diperlukan segala usaha untuk melestarikannya. Para abdi dalem Keraton yang mengembangkan usaha batik antara lain Khotib Trayem IV, Khotib Trayem V, Khotib Arum, Khotib Anom. Dalam buku Zaman Bergerak (Ma’mun Pusponegoro,2007:71) diterangkan bahwa perkembangan batik pada pertengahan abad IX memasuki era baru yaitu dengan dibukanya pasar- pasar baru dan adanya inovasi teknis dalam membatik, terjadi transformasi industry batik yang berjalan melalui dua tahap. Tahap pertama terjadi pada tahun 1850-an dimana saat itu metode membatik yang baru dari Semarang diperkenalkan oleh seorang pedagang batik di Kauman. Metode baru ini menggunakan cap yang terbuat dari garis- garis tembaga, yang ditempelkan pada sebuah alas dan diberi pegangan, sebuah alat yang mampu membuat batik dalam jumlah banyak dengan tenaga kerja sedikit. Pada tahun 1950-an pengusaha batik yang menggunakan metode cap semakin banyak jumlahnya dan mendirikan tempat kerja untuk membuat batk yang akan dipasarkan. Pada saat itu modal swasta Belanda mulai mengalir ke daerah Vorstenladen (wilayah kerajaan). Perkebunan Belanda membawa uang tunai yang siap pakai untuk para petani dalam bentuk upah dan sewa, para petani itu beralih ke pasar setempat untuk memenuhi kebutuhan, salah satunya kain batik yang murah. Maka dari itu kebutuhan batik semakin meningkat. Tahap kedua terjadi pada tahun 1870-an dimana pasar mulai meluas dengan makin hebatnya penetrasi perkebunan Belanda ke daerah pedesaan. Jalur kereta api mulai dibuka, yang menghubungkan daerah kerajaan dengan kota lain seperti Semarang, Surabaya, dan Bandung. Keadaan itu semakin membuka pasar baru bagi commit to user industri batik di Surakarta. Metode cap juga terus berkembang.
perpustakaan.uns.ac.id
64 digilib.uns.ac.id
Usaha batik di Kauman pada masa lalu begitu majunya sehingga dapat menaikkan taraf hidup penduduk Kauman. Seluruh masyarakat Kauman ikut berperan serta saling bekerja sama dalam usaha batik ini, yang kaya menjadi pengusaha yang lainnya menjadi pegawainya, sebagian lagi berjualan alat-alat membatik seperti malam, wedel, mori. Selain menjadi produsen batik, warga Kauman yang lain banyak yang berprofesi sebagai pedagang batik. Warga Kauman yang menjadi saudagar batik dapat membangun rumah- rumah yang indah dan megah yang sampai saat ini masih asli dan banyak dijumpai di Kauman. Bangunan rumah- rumah kuno yang megah dan indah milik para pengusaha batik Kauman menunjukkan angka pembuatan antara tahun 1800 sampai 1950an. Batik yang berkembang di Kauman, bukanlah sekedar batik sebagai barang dagangan atau produk industri. Tetapi batik Kauman adalah batik pakem yang bercita rasa seni sangat tinggi. Batik pakem adalah motif batik klasik yang mempunyai makna filosofi pada setiap motifnya, pemakaiannya pun harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi, bahkan dengan syarat-syarat tertentu. Contoh batik pakem adalah motif parang, yang pada saat itu konon hanya boleh dipakai oleh raja. Lalu motif truntum diciptakan oleh Ratu Kencono Beruk permaisuri PB II di Kartasura. Sedangkan motif yang khas dari batik Kauman adalah motif semen-semenan. Pada awal abad 20, perkembangan batik Kauman tidak hanya menampilkan motif- motif klasik saja, tetapi telah memasuki era modifikasi yang bersifat kontemporer. Tetapi hal ini tidak menjadikan nilai seninya berkurang, justru karya- karya mereka menjadi semakin bervariasi yang pada akhirnya menjadikan ciri khas dari batik Kauman. Diantara seniman batik Kauman yang terkenal antara lain Nyai H. Kalil yang terkenal dengan sebutan tanah Khalilan, H. Bakri dengan tanah Braken yang kemudian menurunkan pengusaha batik terkenal Danar Hadi. Dunia tekstil pada era 1800 sampai 1950-an benar- benar dikuasai oleh batik. Semua wanita pribumi menggunakan kain batik dan yang laki- aki menggunakan sarung batik. Jenis kain batik yang diproduksi pada saat itu adalah kain jarik, sarung, dodot, iket dan selendang. Menurut cerita dari para sesepuh Kauman dari keturunan pengusaha batik dan commit to user sekaligus pelaku usaha batik mengatakan bahwa hampir semua masyarakat Kauman
perpustakaan.uns.ac.id
65 digilib.uns.ac.id
pada zaman dahulu itu memproduksi batik. Bekas- bekas peninggalan rumah batiknya pun sampai saat ini masih dapat dilihat. Loteng dan tratag untuk menjemur kain batiknya pun sampai saat ini masih berdiri kokoh. Rumah pengusaha batik Kauman selain sebagai tempat tinggal, juga sebagai tempat produksi sekaligus untuk showroomnya sehingga ukuran bangunan rumah- rumah tersebut tergolong besar. Untuk produksi batik, biasanya diletakkan pada sisi rumah di bagian belakang baik untuk nyorek, ngecap, medel, nyoga (mewarnai), mlabar dan menjemur. Proses produksi batik ini memerlukan waktu dua bulan. Namun hal ini berbeda dengan batik cap. Batik cap waktu untuk produksinya relative lebih cepat. Proses produksi antara batik tulis dengan batik cap memiliki urutan kerja yang hampir sama. Bahan baku yang paling tepat untuk membuat kain batik adalah kapas, sutera, rayon. Pada masa berikutnya digunakan mori sebagai bahan baku membuat kain batik. Selain mori sebagai bahan baku, pembuatan kain batik juga menggunakan bahan pembantu berupa malam atau lilin batik sebagai bahan perintang dan pewarna. Ada tiga jenis lilin batik, yaitu lilin klowong untuk nglowong dan ngisen- ngiseni, lilin tembokan untuk nembok, dan lilin biron untuk mbironi. Untuk batik tulis digunakan alat yang disebut canthing tulis, sedangkan untuk batik cap digunakan canthing cap. Bahan pewarna pada proses pewarnaan bias terbuat dari bahan alami dan buatan. Bahan alami, misalnya daun nila untuk pewarna biru, akar pohon mengkudu untuk warna merah, kayu kunyit untuk warna kuning. Sedangkan untuk bahan pewarna buatan sampai saat ini masih di impor dari Jerman (Hoechst), Inggris (ICI), Swiss (CIBA), Prancis (Francolor), Amerika (Du Point) dan Italia (ACNA). Proses pemasaran produk batik dilakukan dengan membuka toko sendiri dirumah maupun dilakukan dengan pengiriman. Toko- toko batik di Kauman pada zaman dahulu tersebar hampir merata di seluruh rumah warga Kauman. Bahkan di pinggir jalan Slamet Riyadi dan Nonongan dulunya dikelilingi oleh toko- toko batik semua. Namun, setelah tentara Jepang masuk ke kota Solo, toko- toko tersebut banyak yang ditutup oleh pemiliknya karena takut barang- barangnya disita oleh tentara Jepang. Berdasarkan data yang di dapat penulis dari pengurus Paguyuban Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta terdapat 49 usaha batik yang tercatat di dalam daftar anggota to Surakarta user Paguyuban Kampung Wisata Batik commit Kauman yang masing-masing yang
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dikategorikan sebagai usaha kecil terdapat 47 anggota dan usaha menengah terdapat 2 anggota, yaitu Batik Gunawan Setiawan dan Batik Soga. 49 nama usaha batik batik tersebut akan disebutkan di dalam tabel berikut ini. Tabel 1 Daftar Anggota Paguyuban Kampung Wisata Batik Kauman (PKWBK) Surakarta NO
NAMA
ALAMAT
1
Batik Anggrek
Jl. Cakra No 12
2
Batik Ratu Batik
Jl. Dr. Radjiman No 6
3
Batik Bagas
Jl. Wijaya Kusuma 5 No 6
4
Batik Batok& T-Shirt
Jl. Trisula No 32
5
Batik Berlian
Jl. Trisula No 3
6
Batik Bintang Kembar
Jl. Wijaya Kusuma 1 No 2
7
Batik Cakra Kembang
Jl. KH Hasyim Asy’ari No 44
8
Batik Canthing Solo
Jl. Wijaya Kusuma 2 No 8
9
Batik Dakon Mas
Jl. Cakra No 11
10
Batik Damar Kencono
Jl. Wijaya Kusuma No 1
11
Batik Danny
Jl. Masjid Besar No 6
12
Batik Delima
Jl. Cakra no 19
13
Batik Dian
Jl. Wijaya Kusuma III No 10
14
Batik Domas
Jl. Cakra No 6
15
Batik Farrel
Jl. Wijaya Kusuma 3 No 10
16
Batik Fatika
Jl. Cakra No 34
17
Batik Fazha
Jl. Cakra I No 3
18
Batik Fitri
Jl. Wijaya Kusuma No 21
19
Batik Griya Jawi
Jl. Cakra No 16
20
Batik Gunasti
Jl. Wijaya Kusuma No 2
21
Batik Gunawan Setiawan
Jl. Cakra No 21
22
Batik Indonesia
Jl. KH. Hasyim Asy’ari No 19 commit to user
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
23
Batik Kaoeman
Jl. Wijaya Kusuma No 17
24
Batik Kawoeng Indah
Jl. Trisula II No 8
25
Batik Kembar Asih
Jl. KH Hasyim Asy’ari No 53
26
Batik Kiara
Jl. Wijaya Kusuma 1 No 16
27
Batik Kunthi
Jl. Cakra No 20
28
Batik Lumbung
Jl. Wijaya Kusuma 5/4
29
Batik Mahkota
Jl. Hasyim Asy’ari No 52
30
Batik Mutiara Timur
Jl. Trisula No 43
31
Batik Naval
Jl. Wijaya Kusuma 3 No 7
32
Batik Nora
Jl. Wajaya Kusuma 5/5
33
Batik Prada Noer
Jl. Cakra No 33
34
Batik Pratama
Jl. Wijaya Kusuma 1 No 1
35
Batik Qisty Mas’adi
Jl. Wijaya Kusuma 1 No 28
36
Batik Roeshda
Jl. Dr Radjiman No 28
37
Batik Sabrina& Nadia
Jl. Hasyim Asy’ari No 11
38
Batik Sangaji
Jl. Cakra No 14A
39
Batik Sekar Galuh
Jl. Cakra No 6
40
Batik Sekar Tadji
Jl. Cakra No 14 B
41
Batik Sekar Tanjung
Jl. Cakra No 14C
42
Batik SOGA
Jl. Trisula VI No 2
43
Batik Somokartono
Jl. Cakra No 2
44
Batik Sukandar
Jl. Wijaya Kusuma 5 No 3
45
Batik Timur Permai
Jl. Trisula No 41
46
Batik Yudhia
j. Wijaya Kusuma 3 No 1
47
Griya Sulistya
Jl. Wijaya Kusuma 5 No 7
48
Rumah Batik Abdilla
Jl. Wijaya Kusuma 5/8
49
Griya Wiro Hartjono
Jl. Wijaya Kusuma 2 No 4
Sumber: Pengurus PKWBK Surakarta, tahun 2011 commit to user
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Hasil Penelitian 1. Kesadaran Hukum Pendaftaran Merek Para Pengusaha Kecil dan Menengah di bidang Batik di Kampung Wisata Batik Kauman Kota Surakarta Dalam penelitian hukum ini yang dilakukan oleh penulis terhadap kesadaran hukum pendaftaran merek pengusaha batik kecil dan menengah di Kampung Wisata Batik Kauman di Surakarta adalah melakukan pengamatan di lapangan secara langsung dan wawancara terhadap para pengusaha tersebut disertai dengan kuisioner sebagai data pendukungnya. Menurut data yang didapat dari pengurus paguyuban Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta, maka total jumlah pengusaha yang tercatat ada 62 anggota. Namun tidak semua merupakan pengusaha batik. Adapun jumlah pengusaha batik disana ada 49 pengusaha yang perinciannya telah disebutkan pada tabel di atas. Sedangkan 1 pengusaha, merek usahanya yang terdaftar dalam daftar anggota sudah menjadi satu dengan Batik Sekar Galuh. Sedangkan sebanyak 12 pengusaha tersebut merupakan pengusaha non batik yang
antara lain
pengusaha konveksi, busana muslim, souvenir, makanan, serta penginapan. Pengusaha non batik dapat bergabung ke dalam paguyuban tersebut. Hal ini dikarenakan untuk menjalin kerja sama antara pengusaha di Kauman tersebut yang tidak semua pengusahanya bergerak di bidang batik. Namun demikian penulis tetap memfokuskan penelitian penulisan hukum ini kepada pengusaha batik saja yang berjumlah 49 pengusaha. Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan sebanyak 49 pengusaha batik tersebut ada yang memproduksi batik sendiri dan memasarkan secara langsung, hanya memasarkan produk lain tanpa memproduksi batik dan ada juga yang hanya memproduksi batik dan tidak memasarkan secara langsung. Dari 49 pengusaha batik yang tercatat dalam daftar anggota sejumlah 5 pengusaha untuk sementara ini tidak berproduksi. Dari total 49 pengusaha tersebut peneliti melakukan penelitian kepada 26 pengusaha kecil menengah sehingga total responden yangcommit diteliti to adauser 53%.
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam penulisan hukum ini peneliti dalam menyajikan data yang diperoleh secara langsung dari lapangan maka peneliti menggunakan indikator kesadaran
hukum
menurut
pendapat
Soerjono
Soekanto
sebagai
pendeskripsian mengenai kesadaran hukum pendaftaran merek. Dalam menganalisa data penulis menggunakan perhitungan dengan rumus sebagai berikut: p = f : N x 100% Keterangan : p = persentase f = frekuensi pada klasifikasi yangbersangkutan N=jumlah
frekuensi
dari
seluruh
klasifikasi
(Soerjono
Soekanto,1986:268) Apabila pekerjaan untuk mengumpulkan data di lapangan telah selesai, maka peneliti harus meneliti kembali informasi yang telah diterimanya itu. Jika peneliti mempekerjakan beberapa orang pengumpul data di lapangan (mungkin pewawancara atau pengamat), maka peneliti harus memeriksa kembali mengenai kelengkapan jawaban yang diterima, kejelasannya, konsistensi jawaban atau informasi, relevansinya bagi penelitian maupun keseragaman data yang diterima oleh peneliti. Semua pekerjaan itu dinamakan pekerjaan editing. Dengan melakukan pekerjaan tersebut, diharapkan bahwa kelengkapan atau kebaikan informasi akan terjamin. Tidak jarang bahwa seorang peneliti melakukan prakoding atau koding. Artinya, dia berusaha untuk membuat klasifikasi jawaban-jawaban, dengan memberikan kode-kode tertentu pada jawaban tersebut agar nantinya mempermudah kegiatan analisa Nilai Score Data Responden dalam penelitian ini terinci sebagai berikut :
commit to user
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2 Nilai Score Data Responden Pertanyaan
Pilihan
Score
jawaban Apakah anda mengetahui pendaftaran merek
ya
2
tidak
1
ya
2
tidak
1
ya
2
tidak
1
ya
2
tidak
1
ya
2
tidak
1
ya
2
tidak
1
ya
2
tidak
1
ya
1
tidak
1
Apakah usaha batik anda sudah memiliki merek
sudah
2
sendiri?
belum
1
Apakah anda sudah mendaftarkan merek usaha
sudah
2
anda?
belum
1
Apakah anda mengetahui jika anda mendaftarkan
ya
2
merek dagang usaha anda maka belum tentu
tidak
1
ya
2
tidak
1
diatur di dalam UU No 15 Tahun 2001? Apakah anda mengetahui tujuan dari pendaftaran merek ? Apakah anda mengetahui tata cara pendaftaran merek? Apakah anda mengetahui hal-hal yang tidak dapat didaftarkan sebagai merek? Apakah
anda
mengetahui
jangka
waktu
perlindungan merek terdaftar? Apakah anda mengetahui biaya pendaftaran merek? Apakah anda mengetahui bahwa merek yang sudah didaftarkan dapat dibatalkan? Apakah anda mengetahui arti dari merek?
diterima? Apakah menurut anda mendaftarkan merek itu penting? Catatan : jawaban “ya” score 2, “tidak” 1 commitscore to user
perpustakaan.uns.ac.id
71 digilib.uns.ac.id
Dari score tersebut dapat diambil skala kesadaran hukum pengusaha. Dalam penelitian ini, diambil dua skala, didasarkan pada nilai tertinggi dan nilai terendah. Nilai tertinggi diperoleh dari hasil akumulasi dari 2 + 2 + 2 + 2 + 2 + 2 + 2 + 2 + 2 +2 + 2 + 2 = 24 . Nilai terendah diperoleh dari hasil akumulasi 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 = 12. Sehingga dapat ditetapkan skala kesadaran hukum sebagai berikut : 1. Kesadaran hukum rendah, dengan skala score 12- 18 2. Kesadaran hukum tinggi, dengan skala score 18 – 24 (Bambang Prasetyo,2005: 110). Penentuan tingkat kesadaran hukum dalam penulisan ini didasarkan pada indikator kesadaran hukum yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto yang meliputi: 1. Pengetahuan hukum 2. Pemahaman hukum 3. Sikap hukum 4. Pola perilaku hukum (Otje Salman,2008:56). Pada hasil penelitian ini akan dibahas mengenai kesadaran hukum pendaftaran merek para pengusaha kecil dan menengah di bidang batik berdasarkan indikator kesadaran hukum menurut Soerjono Soekanto, yaitu antara lain a. Pengetahuan dan Pemahaman Hukum Dalam indikator kesadaran hukum ini mengenai pengetahuan hukum yang artinya seseorang mengetahui perilaku-perilaku tertentu yang diatur oleh hukum, baik hukum yang tertulis maupun tidak tertulis, maka pertanyaan dari hasil wawancara dari 26 responden yaitu apakah mereka mengetahui bahwa pendaftaran merek diatur di dalam UU No 15 Tahun 2001 tentang Merek. Pemahaman hukum adalah suatu pengertian terhadap isi dan tujuan dari suatu peraturan dalam suatu hukum tertentu, tertulis maupun tidak tertulis, serta manfaatnya bagi pihak-pihak yang kehidupannya diatur oleh peraturan tersebut.Berikut adalah tabel tingkat commit to user
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengetahuan responden mengenai pendaftaran merek diatur dalam UU No 15 Tahun 2001 tentang Merek dari hasil wawancara dengan responden. Tabel 3 Tingkat Pengetahuan dan Pemahaman Responden tentang Hukum Merek
No
1
Pertanyaan
Apakah anda mengetahui
Ya
Tidak
Jumlah
Jumlah
p =f:Nx
p =f:Nx
100%
100%
1(4%)
25 (96%)
19(73%)
7 (27%)
16 (57%)
10 (43%)
13 (50%)
13 (50%)
8 (30%)
18 (70%)
6(23%)
20 (77%)
pendaftaran merek diatur di dalam UU No 15 Tahun 2001? Apakah anda mengetahui 2
arti dari merek?
3
Apakah anda mengetahui tujuan
dari
pendaftaran
merek? 4
Apakah anda mengetahui tata
cara
pendaftaran
merek? 5
Apakah anda mengetahui hal-hal yang tidak dapat didaftarkan
sebagai
merek? 6
Apakah anda mengetahui jangka
waktu
perlindungan
merek
terdaftar?
commit to user
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
7
Apakah anda mengetahui
5 (19%)
21 (81%)
6 (23%)
20 (77%)
9 (34%)
17 (66%)
biaya pendaftaran merek? 8
Apakah anda mengetahui bahwa merek yang sudah didaftarkan
dapat
dibatalkan? 9
Apakah anda mengetahui jika anda mendaftarkan merek dagang usaha anda maka
belum
tentu
diterima? Rata-rata (%)
313% : 9=
(%) jawaban : jumlah soal
34,7%
Berdasarkan hasil kuisioner dari tabel di atas maka jumlah rata-rata pengetahuan dan pemahaman pengusaha batik di Kauman
mengenai
pendaftaran merek adalah sebesar 34%. b. Sikap Hukum Sikap merupakan suatu keadaan internal atau keadaan yang masih ada dalam dari manusia. Keadaan internal tersebut berupa keyakinan yang diperoleh dari proses akomodasi dan asimilasi pengetahuan yang mereka dapatkan, sebagaimana pendapat Piaget’s tentang proses perkembangan kognitif manusia (http://psikologi-unnes.blogspot.com/2008/08/pengertian -sikap-dan-perilaku.html diakses tanggal 19 Juni 2012 pukul 11.40). Sikap hukum adalah suatu kecenderungan untuk menerima hukum karena adanya penghargaan terhadap hukum sebagai sesuatu yang bermanfaat atau menguntungkan jika hukum itu ditaati. Berikut ini disajikan tabel mengenai pertanyaan kuisioner yang berkaitan dengan indikator ketiga kesadaran hukum, yaitu sikap hukum. commit to user
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4 Tingkat Sikap Hukum Responden No
1
Pertanyaan
Apakah
menurut
anda
Ya (Jumlah) p =f:Nx
Tidak (Jumlah) p =f:Nx
100%
100%
14 (53%)
13 47%)
mendaftarkan merek itu penting? Berdasarkan hasil kuisioner dari tabel di atas maka secara umum pengusaha batik di Kauman yang bersikap menganggap mendaftarkan merek tersebut penting adalah sebesar 53%. c. Pola Perilaku Hukum Skiner seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap
organisme,
dan
kemudian
organisme
tersebut
merespon(http://www.infoskripsi.com/Free-Resource/Konsep-PerilakuPengertian-Perilaku-Bentuk-Perilaku-danDomain-Perilaku.html/
diakses
tanggal 19 Juni 2012 pukul 12.10). Dari data yang diperoleh langsung dari hasil wawancara dan dilengkapi dengan kuisioner, maka pertanyaan yang diberikan oleh penulis untuk para responden berdasarkan indikator ke empat ini disajikan dakam bentuk tabel berikut ini. Tabel 5 Tingkat Pola Perilaku Hukum Responden No
Pertanyaan
commit to user
Sudah
Belum
Jumlah
Jumlah
p =f:Nx
p =f:Nx
100%
100%
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1
Apakah usaha batik anda sudah
13 (50%)
13 (50%)
8 (30%)
18 (70%)
memiliki merek sendiri? 2
Apakah anda sudah mendaftarkan merek usaha anda? Rata-rata (%)
80% : 2 =
(%) jawaban : jumlah soal
40%
Berdasarkan hasil kuisioner dari tabel di atas maka jumlah rata-rata pola perilaku pengusaha batik di Kauman mengenai pendaftaran merek adalah sebesar 40%. Dari hasil penelitian mengenai kesadaran hukum pendaftaran merek pengusaha batik kecil menengah di Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta dengan jumlah responden sebanyak 26 responden, maka akan disajikan tabel mengenai tingkat kesadaran hukum pendaftaran merek berdasarkan indikator kesadaran hukum yaitu pengetahuan hukum, pemahaman hukum, sikap hukum, dan pola perilaku hukum. Tabel 6 Hasil Nilai Responden Pertanyaan
Jumlah
nilai
responden Mengetahui pendaftaran merek diatur di dalam UU No 15 Tahun 2001 ya
1
2
tidak
25
25
ya
16
32
tidak
10
10
Mengetahui tujuan dari pendaftaran merek
Mengetahui tata cara pendaftaran merek commit to user
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ya
13
26
tidak
13
13
Ya
8
16
Tidak
18
18
terdaftar
6
12
Ya
20
20
Ya
5
10
Tidak
21
21
Ya
6
12
Tidak
20
20
Ya
19
38
Tidak
7
7
ya
13
26
tidak
13
13
Ya
8
16
Tidak
18
18
9
18
17
17
Mengetahui hal-hal yang tidak dapat didaftarkan sebagai merek
Mengetahui jangka waktu perlindungan merek
Tidak Mengetahui biaya pendaftaran merek
Mengetahui bahwa merek yang sudah didaftarkan dapat dibatalkan
Mengetahui arti dari merek
usaha batik anda sudah memiliki merek sendiri
Apak sudah mendaftarkan merek usaha anda?
Mengetahui jika anda mendaftarkan merek dagang usaha anda maka belum tentu diterima Ya Tidak
commit to user
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Merek itu penting Ya
14
28
Tidak
12
12
Total Nilai
430
Tingkat Kesadaran hukum
Total
nilai:
jumlah
responden 430:26 = 16,54
Berdasarkan data dari hasil penelitian, maka kesadaran hukum pengusaha batik kecil dan menengah di Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta tergolong rendah. 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesadaran Hukum Pendaftaran Merek Para Pengusaha Kecil dan Menengah
di bidang Batik di
Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta Dari hasil penelitian penulis mengenai kesadaran hukum pendaftaran merek para pengusaha batik kecil dan menengah di Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta, maka penulis juga meneliti mengenai tingkat pendidikan terakhir responden. Berdasarkan hasil wawancara dengan Muhammad Soim sebagai pengurus Paguyuban Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta maka beliau mengatakan bahwa rata- rata pendidikan terakhir para responden adalah 30% SMA/Sederajat dan 70% responden adalah Perguruan Tinggi. Dari hasi penelitian dan pengamatan responden maka tingkat pendidikan
responden
ternyata
tidak
mempengaruhi
mereka
untuk
mendaftarkan merek dagang usahanya. Hal ini disebabkan adanya beberapa faktor yang mempengaruhi responden belum mendaftarkan merek dagang mereka. Faktor- faktor tersebut antara lain: a. Faktor kurangnya pengetahuan mengenai pendaftaran merek commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
78 digilib.uns.ac.id
Kurangnya pengetahuan para pengusaha mengenai pendaftaran merek disebabkan karena mereka kurang tertarik untuk mencari informasi secara terperinci mengenai pendaftaran merek dan kurangnya sosialisasi dari pemerintah. b. Faktor anggapan bahwa merek tidak perlu didaftarkan Mereka berpendapat bahwa walaupun merek usaha mereka tidak didaftarkan, usaha mereka tetap berjalan dengan lancar. Yang terpenting bagi mereka adalah mendapatkan keuntungan dan usahanya tetap dikenal oleh masyarakat. c. Faktor mahalnya biaya pendaftaran merek Para responden menganggap bahwa biaya pendaftaran merek masih mahal. Hal ini disebabkan karena mereka masih tergolong pengusaha kecil dan menengah yang keuntungannya tidak terlalu besar. d. Faktor budaya masyarakat di Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta yang mempunyai rasa sungkan untuk mendaftarkan merek sendiri Dalam hal pendaftaran merek usahanya, mereka masih mempunyai rasa sungkan untuk mendaftarkan merek sendiri sedangkan pengusaha lainnya yang berada disekitar tempat usahanya tidak mendaftarkan. Para pengusaha yang belum mendaftarkan merek usahanya menginginkan mendaftarkan merek apabila bersama- sama dengan pengusaha lain tanpa mendahului. Karena sikap mendahului adalah sikap yang tidak etis menurut mereka. e. Faktor rendahnya peran pemerintah Peran pemerintah dalam memberikan pemahaman mengenai pendaftaran merek masih sangat rendah. Hal ini terjadi karena pemerintah baru sekali dalam memberikan sosialisasi mengenai pendaftaran merek, yaitu pada bulan Oktober 2011 di Gedung Iwapi Surakarta. Permasalahan yang kedua adalah peserta sosialisasi tersebut dibatasi karena peserta sosialisasi tidak hanya berasal dari pengusaha batik Kampung Wisata Batik Kauman saja, tetapi berasal dari pengusaha lain. commit to user
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Pembahasan 1. Kesadaran Hukum Pendaftaran Merek Para Pengusaha Kecil dan Menengah di bidang Batik di Kampung Wisata Batik Kauman Kota Surakarta Penentuan tingkat kesadaran hukum dalam penulisan ini didasarkan pada indikator kesadaran hukum yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto yang meliputi : a. Pengetahuan hukum Pengetahuan hukum adalah pengetahuan seseorang mengenai beberapa perilaku tertentu yang diatur oleh hukum. Sudah tentu bahwa hukum yang dimaksud di sini adalah hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. Pengetahuan tersebut berkaitan dengan perilaku yang dilarang atupun perilaku yang tidak diperbolehkan oleh hukum. b. Pemahaman hukum Pemahaman hukum adalah sejumlah informasi yang dimiliki seseorang mengenai isi peraturan dari suatu hukum tertentu. Dengan perkataan lain pemahaman hukum adalah suatu pengertian terhadap isi dan tujuan dari suatu peraturan dalam suatu hukum tertentu, tertulis maupun tidak tertulis, serta manfaatnya bagi pihak-pihak yang kehidupannya diatur oleh peraturan tersebut. c. Sikap hukum Sikap hukum adalah suatu kecenderungan untuk menerima hukum karena adanya penghargaan terhadap hukum sebagai sesuatu yang bermanfaat atau menguntungkan jika hukum itu ditaati. d. Pola perilaku hukum Pola perilaku hukum adalah hal yang utama dalam kesadaran hukum, karena disini dapat dilihat apakah suatu peraturan berlaku atau tidak dalam masyarakat. Dengan demikian sampai seberapa jauh kesadaran hukum dalam masyarakat dapat dilihat dari pola perilaku suatu commit to user masyarakat (Otje Salman,2008:56).
perpustakaan.uns.ac.id
80 digilib.uns.ac.id
Setiap indikator menunjuk pada tingkat kesadaran hukum tertentu mulai dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi. Apabila indikatorindikator dari kesadaran hukum dipenuhi, maka derajat kesadaran hukumnya tinggi, begitu pula sebaliknya. Tingginya kesadaran hukum warga masyarakat mengakibatkan para warga masyarakat menaati ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku, begitu pula sebaliknya apabila derajat kesadaran hukumnya rendah maka derajat ketaatan terhadap hukum juga rendah (Otje Salman,2008:59). Pada pembahasan ini akan dibahas secara mendalam mengenai kesadaran hukum pendaftaran merek para pengusaha kecil dan menengah di bidang batik berdasarkan indikator kesadaran hukum menurut Soerjono Soekanto, yaitu antara lain : 1) Pengetahuan tentang Peraturan- Peraturan Hukum Pengetahuan hukum erat kaitannya dengan asumsi bahwa masyarakat dianggap mengetahui isi suatu peraturan dimana peraturan tersebut telah diundangkan. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, maka responden mengatakan bahwa mereka mengetahui bahwa pendaftaran merek diatur di dalam sistem perundang- undangan dan diatur di daam UU No 15 Tahun 2001 tentang Merek sebanyak 4%. Pengetahuan mengenai hal tersebut didapat dari sosialisasi yang diadakan oleh pemerintah pada tahun 2011. Namun pengetahuan mereka mengenai pendaftaran merek hanya sebatas pendaftaran merek diatur di dalam sistem perundang-undangan hukum di Indonesia. Tidak ada yang mengetahui secara pasti perundang-undangan yang mana yang mengatur mengenai pendaftaran merek. Hal ini dikarenakan mereka tidak ingat atau sudah lupa. Padahal mereka sudah mendapatkan sosialisasi mengenai pendaftaran merek yang diadakan oleh pemerintah. Selain mendapatkan sosialisasi dari pemerintah, pengetahuan mengenai perundang-undangan yang mengatur masalah pendaftaran merek juga dapat diketahui melalui kerabat ataupun media cetak dan media elektronik. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
81 digilib.uns.ac.id
Dari hasil wawancara dengan 26 responden mengenai pengetahuan hukum tentang pendaftaran merek yang tercantum di dalam UndangUndang No 15 Tahun 2001 tentang Merek maka yang mengetahui tentang adanya peraturan hukum tertulis mengenai pendaftaran merek adalah sebanyak 16 responden, dan yang mengetahui secara pasti bahwa pendaftaran merek diatur di dalam Undang-Undang No 15 Tahun 2001 tentang Merek adalah 1 responden. Responden yang mengetahui bahwa pendaftaran merek diatur di dalam Undang-Undang No 15 Tahun 2001 tentang Merek adalah Diah Rifiana, pengusaha dengan merek “Griya Batik Cokro Kembang”. Hal ini dikarenakan latar belakang pendidikannya yang merupakan lulusan sarjana hukum dari Universitas Islam Indonesia. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hanya 4% dari total jumlah responden yang mengetahui secara pasti mengenai hal tersebut. 2) Pemahaman Hukum Berdasarkan hal-hal yang diatur dalam UU No 15 Tahun 2001 tentang Merek maka akan muncul pertanyaan apakah para responden mengetahui hal-hal yang diatur di dalam UU No 15 Tahun 2001 tentang Merek. Berdasarkan hasil kuisioner maka jumlah rata-rata pengetahuan dan pemahaman pengusaha batik di Kauman mengenai pendaftaran merek adalah sebesar 34%. Pemahaman hukum tidak disyaratkan seseorang harus terlebih dahulu mengetahui adanya suatu aturan tertulis yang mengetur sesuatu hal. Akan tetapi yang dilihat disini adalah bagaimana persepsi mereka dalam menghadapi berbagai hal, dalam kaitannya dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Persepsi ini biasanya diwujudkan melaui sikap mereka terhadap tingkah laku sehari-hari. Pemahaman hukum ini dapat diperoleh apabila peraturan tersebut dapat atau mudah dimengerti oleh warga masyarakat. Maka demikian hal ini tergantung pula bagaimana perumusan pasal-pasal dari peraturan perundang-undangan tersebut. Menurut hasil wawancara langsung dan didukung dengan kuisioner, terdapat 19 commit to userdari merek. Pengertian dari merek responden yang mengetahui pengertian
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sendiri menurut Pasal 1 angka 1 UU No 15 Tahun 2001 tentang Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susuanan warna, atau kombinasi dari unsure-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Walaupun para responden tersebut tidak mendefinisikan merek sama persis dengan pengertian merek berdasarkan undang-undang, tetapi mereka mengetahui inti pengertian dari merek tersebut. Sehingga jumlah responden yang mengetahui pengertian merek adalah 73 %. Selanjutnya terdapat 50% yang mengetahui tata cara pendaftaran merek.
Jumlah yang mengetahui sama dengan jumlah yang tidak
mengetahui
hal
ini
dikarenakan
sebanyak
6
responden
pernah
mendapatkan sosialisasi mengenai pendaftaran merek pada bulan Oktober 2011 yang diselenggarakan oleh pemerintah. Namun, tidak semua responden mengikuti kegiatan sosialisasi yang diadakan Pemerintah Kota Surakarta tersebut. Responden yang mengetahui tata cara pendaftaran merek selain dari sosialisasi, sebanyak 7 responden mengetahui dari kerabat maupun media cetak. Hal ini dikarenakan, dari pihak Pemerintah Kota Surakarta membatasi jumlah peserta sosialisasi. Maka dari itu tidak semua anggota Paguyuban Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta selaku responden mengikuti kegiatan sosialisasi mengenai pendaftaran merek. Alasan dari Pemerintah Kota Surakarta membatasi jumlah peserta sosialisasi, karena peserta sosialisasi tidak hanya berasal dari anggota Paguyuban Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta saja, tetapi juga berasal dari beberapa komunitas lain seperti komunitas batik di wilayah Laweyan dan komunitas pengusaha lain yang bukan berasal dari pengusaha batik. Mereka dikumpulkan menjadi satu untuk mendapatkan sosialisasi mengenai pendaftaran merek. Selain hal tersebut responden yang tidak mengetahui tata cara pendaftaran merek selain tidak mengikuti sosialisasi ternyata terdapat alasan lain, yaitu belum adanya kesadaran dari beberapa anggota untuk commitmengenai to user pendaftaran merek dan tidak mengikuti kegiatan sosialisasi
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
adanya rasa untuk ingin mengetahui tata cara pendaftaran merek (wawancara dengan Muhammad Soim,pengurus PKWBK,4 April 2012). Misalnya pengusaha batik merek “A” mendapatkan kesempatan untuk mengikuti sosialisasi yang diadakan Pemerintah Kota Surakarta. Namun pengusaha batik merek “A” tersebut tidak mau mengikuti kegiatan sosialisasi tersebut, sehingga kesempatan tersebut diberikan oleh pengusaha lain yang mau mengikuti sosialisasi tentang pendaftaran merek. Mengenai jangka waktu perlindungan merek terdaftar hanya 6 responden yang mengetahui jangka waktu perlindungan merek terdaftar, yaitu selama sepuluh tahun sejak tanggal penerimaan, menurut ketentuan isi Pasal 28 Undang-Undang No 15 Tahun 2001 tentang Merek. Hal ini disebabkan karena jumlah responden yang baru mendaftarkan merek mereka sebanyak 8 responden sehingga yang mengetahui jangka waktu perlindungan merek terdaftar lebih sedikit daripada yang tidak mengetahui jangka waktu perlindungan merek. Selain hal tersebut, juga dikarenakan tidak semua responden yang sudah mendaftarkan merek dagang mereka mengetahui bahwa merek dagang mereka yang sudah terdaftar dilindungi selama sepuluh tahun terhitung sejak tanggal penerimaan. Mengenai biaya pendaftaran merek menurut Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2009 tentang Jenis Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia dijelaskan pada tabel berikut ini : Tabel 7 Daftar Biaya Pendaftaran Merek Jenis Penerimaan Satuan Negara Bukan Pajak a. Permohonan pendaftaran merek dan permintaan perpanjangan perlindungan merek terdaftar : 1) Permohonan pendaftaran commit to userPer merek dagang natau jasa untuk Permohonan
Tarif
No
Rp.
600.000,00
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
maksimum 3 macam barang/ jasa 2) Tambahan permohonan pendaftaran merek dagang/jasa untuk lebih dari 3 macam barang/jasa 3) Permohonan pendaftaran indikasi geografis
per kelas Per Permohonan per kelas Per Permohonan per kelas Per Permohonan per kelas
4) Permohonan pendaftaran merek dagang/jasa kolektif untuk 3 macam barang/jasa 5) Tambahan permohonan Per pendaftaran merek dagang/jasa Permohonan kolektif untuk lebih dari 3 macam per kelas barang/jasa 6) Perpanjangan jangka waktu Per kelas perlindungan merek :1). UKM2). Per kelas Non UKM 7) Permpohonan perpanjangan Per kelas perlindungan kolektif b. Pengajuan keberatan atas Per Permohonan merek Permohonan per kelas c. Pengajuan keberatan atas Per Permohonan indikasi geografis Permohonan per kelas d. Permohonan banding merek Per Permohonan per kelas e. Permohonan banding indikasi Per geografis Permohonan per kelas f. Biaya (Jasa) penerbitan Sertifikat Per sertifikat Merek g. Biaya (Jasa) penerbitan Sertifikasi Per sertifikat Indikasi geografis h. Biaya pencatatan dalam daftar umum merek : 1) Pencatatan perubahan nama Per permohonan dan atau almat pemilik merek per nomor 2) Pencatatan pengalihan Per permohonan hak/penggabungan perusahan per nomor (merger) atas merek terdaftar commit to 3) Pencatatan perjanjian lisensi Peruser permohonan
Rp.
50.000,00
Rp.
500.000,00
Rp.
600.000,00
Rp.
50.000,00
Rp. Rp.
1000.000,00 2.000.000,00
Rp.
1.500.000,00
Rp.
500.000,00
Rp.
500.000,00
Rp.
2.000.000,00
Rp.
2.000.000,00
Rp.
100.000,00
Rp.
100.000,00
Rp.
300.000,00
Rp.
500.000,00
Rp.
500.000,00
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
per nomor Per permohonan Rp. per nomor
4) Pencatatan 150.000,00 penghapusan pendaftaran merek 5) Pencatatan perubahan Per permohonan peraturan penggunaan merek Rp. 300.000,00 per nomor kolektif 6) Pencatatan pengalihan hak Per permohonan Rp. 500.000,00 atas merek kolektif terdaftar per nomor 7) Pencatatan penghapusan Per permohonan Rp. 300.000,00 pendaftaran merek kolektif per nomor i. Permohonan petikan resmi dan Permohonan keterangan tertulis mengenai merek : 1) Permohonan petikan resmi Per permohonan Rp. 150.000,00 pendaftaran merek per nomor 2) Permohonan keterangan Per permohonan tertulis mengenai daftar umum Rp. 200.000,00 per nomor merek 3) Permohonan keterangan tertulis mengenai pertanyaan Per permohonan persamaan pada pokoknya suatu Rp. 200.000,00 per nomor merek dengan merek yang sudah terdaftar j. Biaya Permohonan petikan resmi Per permohonan Rp. 100.000,00 pendaftaran indikasi geografis per nomor k. Biaya salinan bukti prioritas Per permohonan Rp. 250.000,00 permohoan merek per nomor l. Permohonan pemeriksaan Indikasi Per permohonan Rp. 500.000,00 Geografis m. Pencatatan Perubahan buku Per permohonan Rp. 100.000,00 persyaratan Indikasi Geografis n. Pencatatan pemakaian Indikasi Per permohonan Rp. 500.000,00 Geografis o. Pendaftaran Konsultasi Hak Per Orang Rp. 5.000.000,00 Kekayaan Intelektual Sumber:http://www.dgip.go.id/ebscript/publicportal.cgi?.ucid=376&ctid=3&type =0&id=122 Berdasarkan tabel di atas biaya pendaftaran Merek adalah sebesar Rp 600.000,00. Dari hasil penelitian penulis maka jumlah responden yang mengetahui biaya pendaftaran Merek adalah 5 responden. Para pengusaha mengetahui biaya Merekcommit sebesar Rp 2.500.000,00. Mereka pernah to user
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mendapatkan penawaran oleh sebuah biro jasa untuk membantu mendaftarkan Merek usahanya, tetapi dengan biaya sebesar Rp 2.500.000,00. Maka dari itu, mereka mengurungkan niatnya untuk mendaftarkan Merek dagang usahanya karena dirasa cukup mahal. Para pengusaha tersebut baru mengetahui bahwa biaya pendaftaran Merek Rp 600.000,00 pada saat penulis mengadakan wawancara penelitian (wawancara dengan Indri, pemilik batik Indonesia, 29 Maret 2012). Pihak yang menginformasikan pada mereka mengenai biaya pendaftaran Merek adalah pihak yang tidak bertanggung jawab dan yang mengambil keuntungan dari pihak yang ditawarkan untuk dibantu dalam mendaftarkan merek mereka, sehingga dapat merugikan pihak pengusaha yang ingin mendaftarkan merek dagangnya. Para pengusaha juga sudah mengetahui bahwa apabila ada suatu merek dari suatu pengusaha yang sudah didaftarkan dan sudah diterima maka merek tersebut sudah tidak dapat lagi digunakan oleh pengusaha lain. Sejak awal mendirikan usaha batik, usaha tersebut diberi nama “Lumbung Batik Solo”. Belum sempat mendaftarkan merek usahnya, sekitar tahun 2008 terpaksa mengganti nama usahanya menjadi “Batik Lumbung Desa”. Hal ini dikarenakan ada pengusaha lain yang menggunakan mereknya, dan merek tersebut telah didaftarkan pengusaha itu ke Kantor Dirjen HKI walupun sebenarnya ia terlebih dahulu menggunakan
merek
tersebut.
Untuk
mengantisipasi
terjadinya
permasalahan antara usahanya dengan pihak ketiga yang menggunakan nama usaha tersebut, maka terpaksa mengganti nama usahanya menjadi “Batik Lumbung Desa “ (wawancara dengan Kusyah, pemilik Toko Batik Lumbung Desa, 22 Maret 2012). Penggunaan suatu merek tanpa izin terhadap merek yang sudah terdaftar itu dilarang dan akan mendapat sanksi apabila dilanggar sebenarnya para responden mengetahui hal tersebut. Namun mengenai sanksi apa yang diberikan para responden tidak mengetahuinya secara commitsebenarnya to user sudah dijelaskan pada isi UU pasti. Mengenai sanksi tersebut
perpustakaan.uns.ac.id
87 digilib.uns.ac.id
No 15 Tahun 2001 tentang Merek yaitu terdapat pada Bagian Ke XIII, yaitu pada Pasal 72. 3) Sikap Hukum Sikap hukum adalah suatu kecenderungan untuk menerima hukum karena adanya penghargaan terhadap hukum sebagai sesuatu yang bermanfaat atau menguntungkan jika hukum itu ditaati. Sebagaimana terlihat bahwa kesadaran hukum berkaitan dengan nilai-nilai yang terdapat dimasyarakat. Suatu sikap hukum akan melibatkan pilihan warga terhadap hukum yang sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam dirinya sehingga akhirnya warga masyarakat menerima hukum berdasarkan penghargaan terhadapnya (Otje Salman,2008:58). Berdasarkan hasil kuisioner maka secara umum pengusaha batik di Kauman yang bersikap menganggap mendaftarkan merek tersebut penting adalah sebesar 53%. Jumlah responden yang menganggap bahwa mendaftarkan merek itu penting adalah 14 responden, sedangkan yang menganggap bahwa mendaftarkan merek itu tidak penting adalah 13 responden. Penulis mengadakan wawancara langsung dengan responden yang menyatakan bahwa mendaftarkan merek itu penting karena adanya kewaspadaan bahwa merek dagang tersebut akan ditiru oleh pengusaha lain. Pengusaha mempunyai pengalaman, merek dagangnya yaitu ditiru oleh pengusaha lain, sehingga segera mendaftarkan merek dagangnya yaitu pada tahun 2011 dengan cara meminta bantuan dari pengurus Paguyuban untuk mendaftarkan. Namun ia tidak mempunyai niat untuk menuntut ke pengadilan pengusaha yang juga menggunakan merek dagangnya. Ia hanya menegur agar merek dagangnya tidak ditiru (wawancara dengan Icha, pemilik toko batik Mahkota, 20 April 2012). Selain agar tidak ditiru oleh pengusaha lain, pengusaha mengatakan bahwa mendaftarkan merek itu penting karena alasan untuk menunjukkan identitas mereka dan membedakan dengan merek yang lainnya. Apabila konsumen itu sudah mengenal merek suatu produk, maka commit to user konsumen tersebut akan mencermati kualitas barang dari merek tersebut,
88 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sehingga pengusaha tersebut akan berusaha untuk menjaga kualitas barang agar tetap dipilih konsumen sehingga apabila pengusaha mendaftarkan mereknya, maka akan mempengaruhi kenaikan penjualannya (wawancara dengan Yudhi, pemilik Toko Batik Yudhia, 29 april 2012). Untuk mendapatkan perlindungan hukum juga salah satu alasan mengapa para pengusaha berpendapat bahwa mendaftarkan merek itu penting.
Para
pengusaha
mendaftarkan
merek
dagangnya
agar
mendapatkan perlindungan hukum, sehingga tidak aka ada pihak yang merugikan dirinya, misalnya saja dengan mempergunakan merek dagangnya tanpa izin (wawancara dengan Supriyadi, pemilik toko Batik Dian, 29 April 2012). Ada pengusaha yang mengatakan bahwa mendaftarkan merek itu penting.
Namun
ada
juga
pengusaha
yang
mengatakan
bahwa
mendaftarkan merek itu tidak penting. Jumlah responden yang mengatakan bahwa mendaftarkan merek itu tidak penting berjumlah 12 responden. Ada beberapa alasan mengapa mereka berpendapat bahwa mendaftarkan merek itu tidak penting. Mendaftarkan merek tidak penting karena tidak mempengaruhi penjualan produk mereka. Tanpa mendaftarkan merek, produk mereka tetap laku dipasaran dan yang terpenting menurut mereka adalah mendapatkan keuntungan. Selain alasan tersebut, pengusaha yang beranggapan bahwa mendaftarkan merek itu tidak penting dikarenakan mereka tidak mempermasalahkan bahwa merek dagang mereka akan ditiru oleh pengusaha lain. Mereka tidak berkeberatan apabila merek dagangnya ditiru oleh pengusaha lain dan merek tersebut didaftarkan oleh pihak lain. Hal ini dikarenakan tanpa mendaftarkan merek dagangnya, usahanya masih tetap berjalan dengan lancar sampai saat ini, sehingga tidak tertarik untuk mendaftarkan merek dagangnya (wawancara dengan Eni, pemilik Batik Roesda, 24 Maret 2012). 4) Pola-Pola Perikelakuan Hukum Pola perilaku hukum merupakan hal yang utama dalam kesadaran commit to user hukum, karena disini dapat dilihat apakah suatu peraturan berlaku atau
perpustakaan.uns.ac.id
89 digilib.uns.ac.id
tidak dalam masyarakat. Dengan demikian sampai seberapa jauh kesadaran hukum dalam masyarakat dapat dilihat dari pola perilaku suatu masyarakat (Otje Salman,2008:58). Berdasarkan hasil kuisioner maka jumlah rata-rata pola perilaku pengusaha batik di Kauman mengenai pendaftaran merek adalah sebesar 40%. Pada indikator yang keempat ini, yaitu pola-pola perikelakuan hukum, maka perikelakuan hukum yang diharapkan adalah dengan adanya Undang-Undang No 15 Tahun 2001 tentang Merek adalah dapat mempengaruhi tingkat pemakaian merek pada batik yang dihasilkan dan disertai dengan pendaftaran merek tersebut ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Adapun merek yang didaftarkan haruslah merek sendiri yang bukan merupakan merek milik pihak lain. Hanya orang yang didaftarkan sebagai pemilik yang dapat memakai dan memberikan orang lain hak untuk memakai (dengan sistem lisensi). Namun, tidak mungkin orang lain memakainya. Jika tidak didaftarkan, tidak ada perlindungan sama sekali karena tidak ada hak atas merek. Dari hasil penelitian penulis maka ada 13 responden yang menggunakan merek sendiri pada produknya. Hal ini dikarenakan mereka ingin menunjukkan merek mereka agar lebih dikenal oleh konsumen. Terlebih lokasi tempat usaha mereka merupakan tempat wisata yang dikenal sebagai tempat wisata batik. Mereka yang belum mempunyai merek sendiri berjumlah 13 responden. Hal ini dikarenakan mereka hanya memasarkan produk dari merek lain. Jumlah responden yang sudah mendaftarkan merek usaha mereka ke Dirjen Hak Kekayaan Intelektual ada 8 responden. Alasan mengapa lebih banyak responden yang belum mendaftarkan merek usaha mereka dikarenakan bahwa mereka tidak mengetahui cara mendaftarkan merek. Para responden tidak mengetahui cara mendaftarkan merek karena mereka tidak mengikuti sosialisasi dari pemerintah serta kurangnya informasi dari surat kabat ataupun dari kerabat. Selain itu mereka juga tidak mempunyai commit to usercara mendaftarkan merek. Alasan keinginan untuk mencari tahu mengenai
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lain mengapa para pengusaha tidak mendaftarkan merek usahanya karena mereka berpendapat bahwa merek tidak perlu didaftarkan. Tanpa mendaftarkan merek para konsumen sudah datang sendiri ke tempat usahanya dikarenakan tempat usahanya merupakan daerah wisata batik. Mereka tidak mempermasalahkan apabila merek usaha mereka ditiru atau digunakan oleh pihak lain. Yang terpenting bagi mereka adalah mereka tetap memperoleh keuntungan dan usahanya tetap berjalan. Selain itu adanya rasa sungkan diantara mereka untuk mendaftarkan merek. Rasa sungkan tersebut dikarenakan para pengusaha melihat pengusaha yang lainnya yang lokasi usahanya memang saling berdekatan mendaftarkan merek
usahanya, sehingga
mendaftarkan
sendiri
merek
sedangkan
juga tidak
mereka sungkan responden
yang
untuk berada
disekitarnya tidak mendaftarkan merek usahanya. Selain alasan tersebut masih ada alasan lain mengapa belum mendaftarkan merek usahanya. Alasannya bahwa mereka belum sempat untuk mendaftarkan merek mereka, padahal mereka sangat ingin mendaftarkannya. Kesibukan dalam membuka tempat usaha dikarenakan mereka tidak dapat meninggalkan pekerjaannya. Setiap hari mereka harus turun tangan langsung dalam mengelola usahanya dan tidak dapat ditinggalkan. Hal ini dikarenakan Kampung Wisata Batik Kauman semakin lama semakin dikenal oleh para wisatawan, sehingga mereka tidak dapat meninggalkan tempat usahanya. Mereka tidak mengetahui bahwa mendaftarkan merek itu dapat diwakilkan. Sehingga dapat dikatakan bahwa alasan para responden belum mendaftarkan merek karena kurangnya pengetahuan para responden mengenai pendaftaran merek. Berdasarkan data dari hasil penelitian, maka kesadaran hukum pengusaha batik kecil dan menengah di Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta tergolong rendah. Hal ini dikarenakan jumlah skala nilai sebesar 16,54. Selain hal tersebut kesadaran hukum pendaftaran merek pada penelitian ini tergolong rendah hal ini dikarenakan jumlah responden yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
91 digilib.uns.ac.id
mendaftarkan merek dagang mereka hanya 8 responden dari total 26 responden atau hanya 30%. 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesadaran Hukum Pendaftaran Merek Para Pengusaha Kecil dan Menengah
di bidang Batik di
Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta Dari hasil penelitian penulis mengenai kesadaran hukum pendaftaran merek para pengusaha batik kecil dan menengah di Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta, maka penulis juga meneliti mengenai tingkat pendidikan terakhir responden. penulis mencoba mengaitkan antara tingkat pendidikan terakhir responden dengan kesadaran hukum mereka untuk mendaftarkan merek dagangnya. Dari hasil penelitian disebutkan bahwa pendidikan terakhir para responden tergolong tinggi, yaitu 30% lulusan SMA/sederajat dan 70% merupakan lulusan perguruan tinggi. Hal ini disebabkan karena para responden merupakan penduduk asli Kauman yang wilayahnya merupakan wilayah strategis, yaitu dekat dengan jantung Kota Surakarta yaitu Jalan Slamet Riyadi yang rata-rata penduduknya dikategorikan sebagai penduduk yang mampu dan menurut Muhammad Soim selaku pengurus Paguyuban Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta penduduk Kauman sangat mengedepankan pendidikan. Walaupun para responden tidak semua lulusan perguruan tinggi yang khusus mempelajari mengenai bisnis, tetapi mereka lebih tertarik untuk menjadi pengusaha daripada bekerja sebagai pegawai. Hal ini dikarenakan tradisi turun temurun dari orang tuanya yang merupakan pengusaha batik. Latar belakang pendidikan responden yang tergolong tinggi ternyata tidak mempengaruhi mereka terhadap kesadaran mereka untuk mendaftarkan merek dagangnya. Hal ini terbukti hanya 8 responden yang sudah mendaftarkan merek dagang mereka, serta berdasarkan hasil kuisioner dan wawancara kesadaran hukum pendaftaran merek para responden tergolong rendah. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum pendaftaran merek para pengusaha kecil dan menengah di Kampung Wisata to user rendah. Faktor- faktor tersebut Batik Kauman Surakarta yangcommit masih tergolong
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
di dapatkan berdasarkan hasil dari penelitian penulis mengenai pendaftaran merek dari para responden. faktor- faktor tersebut adalah sebagai berikut: a. Faktor kurangnya pengetahuan mengenai pendaftaran merek Para pengusaha yang belum mendaftarkan merek usahanya salah satunya dikarenakan karena faktor kurangnya pengetahuan mengenai pendaftaran merek. Berdasarkan hasil penelitian maka tidak ada yang mengetahui bahwa tata cara pendaftaran merek itu diatur di dalam UU No 15 Tahun 2001 tentang Merek Mereka hanya mengetahui bahwa merek itu diatur di dalam suatu sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia. Kurangnya pengetahuan para pengusaha mengenai pendaftaran merek disebabkan karena mereka kurang tertarik untuk mencari informasi secara terperinci
mengenai
pendaftaran
merek.
Para
pengusaha
belum
mempunyai kesadaran untuk lebih aktif dalam mencari tahu hal-hal yang berkaitan dengan pendaftaran merek, seperti tata cara pendaftaran merek secara lengkap ataupun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam mendaftarkan merek. Hal ini berakibat jumlah pengusaha yang belum mendaftarkan merek usahanya lebih banyak daripada yang sudah mendaftarkan. b. Faktor anggapan bahwa merek tidak perlu didaftarkan Para pengusaha yang belum mendaftarkan merek usahanya menganggap bahwa merek itu tidak perlu didaftarkan. Walaupun 53% responden menganggap bahwa merek itu penting, tetapi faktanya mereka menganggap bahwa merek itu tidak perlu didaftarkan. Bagi 53% responden yang penting bagi mereka adalah merek dagang mereka, bukan pendaftaran merek. Mendaftarkan merek merupakan suatu tindakan yang belum begitu penting bagi mereka. Kawasan Kampung Wisata Batik Kauman telah dikenal sebagai kawasan tempat produksi dan juga penjualan batik. Sudah banyak para wisatawan yang mengetahui hal tersebut, sehingga setiap harinya selalu ramai dikunjungi oleh banyak wisatawan yang ingin berbelanja batik dengan cara yang berbeda. Maksud commit to user dari cara yang berbeda adalah mereka dapat berbelanja batik tidak seperti
perpustakaan.uns.ac.id
93 digilib.uns.ac.id
berbelanja dikawasan pertokoan, tetapi mereka dapat berbelanja di kawasan pemukiman yang penduduknya sebagian membuka showroom khusus menjual batik. Para wisatawan juga dapat melihat secara langsung proses pembuatan batik seperti yang terdapat pada “Batik Kaoeman”. Namun, para pengusaha batik Kauman masih tergolong pengusaha kecil dan pengusaha menengah. Hal ini disebabkan karena produksinya maih digolongkan ke dalam home industry serta tidak menggunakan teknologi yang canggih untuk memproduksi kain batik. Selain hal tersebut, juga terbatasnya modal untuk mengembangkan usahanya. Walaupun demikian usaha batik di kawasan Kampung Wisata Batik Kauman terus berkembang dari waktu ke waktu. Maka dari itu mereka berpendapat bahwa walaupun merek usaha mereka tidak didaftarkan, usaha mereka tetap berjalan dengan lancar. Yang terpenting bagi mereka adalah mendapatkan keuntungan dan usahanya tetap dikenal oleh masyarakat. c. Faktor mahalnya biaya pendaftaran Merek Biaya pendaftaran merek menurut para responden masih dirasakan terlalu mahal. Walaupun hanya 19% responden yang mengetahui secara pasti biaya pendaftaran merek, yaitu sebesar Rp 600.000,00 tetapi para responden menganggap bahwa biaya pendaftaran merek masih mahal. Hal ini disebabkan karena mereka masih tergolong pengusaha kecil dan menengah yang keuntungannya tidak terlalu besar. Pada saat penulis member informasi kepada para responden yang belum mendaftarkan merek dagangnya yang berhasil penulis wawancarai mengenai biaya pendaftaran merek sebesar Rp 600.000,00 maka mereka memberi komentar bahwa biaya sebesar Rp 600.000,00 masih dikatakan mahal untuk pengusaha seperti mereka. d. Faktor budaya masyarakat di Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta yang mempunyai rasa sungkan untuk mendaftarkan merek sendiri Kauman adalah salah satu kampung tua di Kota Surakarta dimana keberadaannya tidak lepas dari kebijakan keraton. Inilah yang menjadikan commit to sendiri user yang menghadirkan Kauman Kauman mempunyai karakteristik
perpustakaan.uns.ac.id
94 digilib.uns.ac.id
sebagai kampung para santri dan priyayi. Batik adalah sumber ekonomi utama yang menjadikan Kauman secara fisik terlihat sebagai kampung yang elit pada zaman dahulu. Pada awalnya batik Kauman dikenal sebagai batik pakem yang khusus digunakan oleh bangsawan keraton dan dibuat oleh para istri abdi dalem keraton. Dalam perkembangannya batik menjadi industri yang sangat dominan di Kauman. Kondisi masyarakat di Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta merupakan paguyuban dimana rasa kekeluargaan dan rasa kebersamaan yang selalu dipelihara dan tetap dijaga kelestariannya sampai saat ini. Mereka lebih mengutamakan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadinya. Rasa sungkan masih mendominasi pada sifat masyarakatnya. Maka dari itu dalam hal pendaftaran merek usahanya, mereka masih mempunyai rasa sungkan untuk mendaftarkan merek sendiri sedangkan pengusaha lainnya yang berada disekitar tempat usahanya tidak mendaftarkan. Para pengusaha yang belum mendaftarkan merek usahanya menginginkan mendaftarkan merek apabila bersama- sama dengan pengusaha lain tanpa mendahului. Karena sikap mendahului adalah sikap yang tidak etis menurut mereka. Selain itu apabila ada pengusaha lain melakukan persaingan usaha yang tidak sehat, seperti menggunakan mereknya tanpa izin, maka hal yang akan dilakukan adalah hanya membiarkan saja dan memaklumi perbuatan yang dilakukan oleh pengusaha yang menggunakan mereknya tanpa izin itu karena menurut mereka rezeki sudah ada yang mengatur dan mereka meraqsa tidak terganggu dalam hal tersebut. Selain membiarkan ada juga yang akan bersikap hanya menegur atau memberi peringatan saja agar tidak menggunakan mereknya dan diselesaikan dengan cara kekeluargaan, tidak dengan jalur hukum. e. Faktor rendahnya peran pemerintah Peran pemerintah dalam memberikan pemahaman mengenai pendaftaran merek masih sangat rendah. Hal ini terjadi karena pemerintah baru sekali dalam memberikan sosialisasi mengenai pendaftaran merek, to user yaitu pada bulan Oktober commit 2011. Permasalahan yang kedua adalah peserta
perpustakaan.uns.ac.id
95 digilib.uns.ac.id
sosialisasi tersebut dibatasi karena peserta sosialisasi tidak hanya berasal dari pengusaha batik Kampung Wisata Batik Kauman saja, tetapi berasal dari pengusaha lain. Jumlah responden yang mendapatkan sosialisasi dari pemerintah hanya berjumlah 6 responden. Pemerintah tidak memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh pengusaha batik Kampung Wisata Batik Kauman untuk mengikuti kegiatan sosiallisasi tersebut. Padahal sosialisasi tersebut sangat penting bagi para pengusaha. Kegiatan sosialisasi tersebut meliputi penyuluhan mengenai bantuan pemerintah untuk membantu para pengusaha dalam mendaftarkan merek usahanya. Pemerintah membantu mendaftarkan merek para pengusaha yang mengikuti kegiatan sosialisasi dengan cara kolektif. Maksudnya para pengusaha bersama-sama mendaftarkan merek usahanya ke Kantor Dirjen Hak Kekayaan Intelektual dengan dibantu oleh pemerintah. Namun sampai sekarang belum ada keputusan dari Kantor Dirjen Hak Kekayaan Intelektual apakah merek tersebut diterima atau ditolak. Pihak pemerintah tidak memberikan informasi dari Kantor Dirjen Hak Kekayaan Intelektual, apakah kelengkapan syarat untuk mendaftarkan merek tersebut sudah lengkap atau belum. Hal ini mengakibatkan kerugian pihak pengusaha karena tidak mendapat kepastian. Para pengusaha belum mengetahui apa pentingnya mendaftarkan merek. Informasi yang didapatkan para pengusaha mengenai pendaftaran merek hanya sebatas mengetahui dari media cetak maupun elektronik dan dari kerabat. Tentu saja pengetahuan dari sumber tersebut tidak lengkap dibandingkan dengan informasi berasal dari sosialisasi. Rendahnya peran pemerintah dalam mengadakan sosialisasi mengenai pendaftaran merek jelas sangat merugikan para pengusaha walaupun para pengusaha tidak menyadari hal tersebut. Rendahnya sosialisasi dari pemerintah berarti pemerintah tidak mendukung para pengusaha untuk mendaftarkan merek usahanya agar merek mereka memperoleh hak untuk dilindungi oleh negara. Apabila para pengusaha di Kampung Wisata Batik Kauman to user mengalami suatu masalahcommit terhadap merek usaha mereka, maka mereka
96 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hanya bertanya kepada pengusaha lain yang belum tentu memahami halhal yang berkaitan dengan pendaftaran merek. Mereka juga dapat bertanya kepada pengurus organisasi Paguyuban Kampung Wisata Batik Kauman tanpa melibatkan pendampingan langsung dari pemerintah.
commit to user
97 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kesadaran hukum para pengusaha kecil dan menengah di bidang batik di Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta tergolong rendah. Penentuan tingkat kesadaran hukum dalam penulisan ini didasarkan pada indikator kesadaran hukum yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto yang meliputi pengetahuan hukum, pemahaman hukum, sikap hukum, dan pola perilaku hukum. Pengusaha yang mengetahui bahwa merek diatur di dalam UndangUndang No 15 Tahun 2001 hanya 4%, pengusaha yang memahami hal-hal yang diatur dalam UU No 15 Tahun 2001 hanya 38%, pengusaha yang sudah mendaftarkan merek dagang hanya 30%, terdapat 53% pengusaha yang menganggap mendaftarkan merek itu penting, dan terdapat 50% pengusaha yang sudah memiliki merek dagang sendiri. Jumlah pengusaha yang sudah mendaftarkan merek dagangnya hanya 30% dikarenakan bahwa pengusaha tidak mengetahui cara mendaftrakan merek, pengusaha tidak mempunyai keinginan untuk mencari tahu mengenai cara mendaftarkan merek, serta pengusaha menganggap bahwa merek tidak perlu didaftarkan. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum pendaftaran merek para pengusaha kecil dan menengah di bidang batik di Kampung Wisata Batik Kauman Kota Surakarta adalah : a. Kurangnya pengetahuan mengenai pendaftaran merek b. Anggapan bahwa merek tidak perlu didaftarkan c. Mahalnya biaya pendaftaran merek d. Budaya masyarakat di Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta yang mempunyai rasa sungkan untuk mendaftarkan merek sendiri e. Rendahnya peran pemerintah commit to user
97
98 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Saran 1. Para
pengusaha
perlu
mendaftarkan
mereknya
untuk
mendapatkan
perlindungan hukum karena merek memegang peranan penting dalam suatu perdagangan dan penting bagi pengusaha demi berlangsungnya usahanya agar tidak dirugikan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. 2. Pemerintah Kota Surakarta perlu memberikan sosialisasi secara rutin mengenai Hak Kekayaan Intelektual khususnya mengenai merek agar para pengusaha kecil dan menengah di Kota Surakarta, khususnya untuk para pengusaha batik kecil dan menengah di Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta mendapatkan informasi yang jelas betapa pentingnya merek bagi usaha mereka serta memberikan bantuan berupa keringanan biaya bagi para pengusaha tersebut untuk mendaftarkan merek mereka. 3. Paguyuban Kampung Wisata Batik Kauman Kota Surakarta perlu membentuk pengurus yang menangani HKI yang khususnya di bidang merek agar dapat membantu pengusaha batik yang ingin mendaftarkan merek usahanya dengan mudah.
commit to user