i
KERAGAAN STATUS GIZI, KONSUMSI PANGAN, TINGKAT KECUKUPAN ENERGI DAN ZAT GIZI ANAK DI SEKOLAH DASAR DENGAN PENYELENGGARAAN MAKANAN
WIRUDY I14060621
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
ii
ABSTRACT WIRUDY. Performance of Nutritional Status, Food Consumption, Energy and Nutrients Sufficiency Level of Children in Elementary School with Food Service. Under direction of Budi Setiawan and Ikeu Ekayanti Children were source of potentials and next fighter of nation’s ideal. Thus, they need to get chance to normally growth and develop as wide as possible (BPS 2001). This research was aimed to obtain information about performance of nutritional status, food consumption, contribution of food in school, and also sufficiency level of energy and nutrients of children of Sekolah Alam Bogor and SDIT Insantama in 2010. Data for this research was taken from research entitled “Analysis of Food Management in Elementary School and Menu Quality of Student in School” (Reisi Nurdiani 2010). Sekolah Alam Bogor has modus of age distribution at 11 years (43.48%) and SDIT Insantama at 10 years (40.00%). Age distribution of both schools wasn’t significantly (p>0.05) different. Percentages of sample in Sekolah Alam Bogor were 69.6% for male and 30.4 for female, while for SDIT Insantama were 65.7% for male and 34.3% for female. There were no significant (p>0.05) difference of both schools based on sex. Samples of both schools have modus of normal nutritional status, were 43.5% at Sekolah Alam Bogor and 51.7% at SDIT Insantama. Nutritional status of both schools, for male, students in normal category was 43.8% for Sekolah Alam Bogor and 60.9% for SDIT Insantama; while for female, students in normal category was 42.9% for Sekolah Alam Bogor and 47.4% for SDIT Insantama. There were no significant (p>0.05) different of both schools based on nutritional status. Based on classification of food type, grains and animal based food were dominated the diversity and total of consumption, while fruits was the least variety. Average consumption of energy, proteins, calcium and phosphorous of SDIT Insantama were higher than Sekolah Alam Bogor; nevertheless Sekolah Alam Bogor has higher average consumption of vitamin A, vitamin C and iron than SDIT Insantama. Based on sufficiency level, sufficiency of calcium, vitamin A and vitamin C of both school was significantly (p<0.05) different, while sufficiency of energy, protein, phosphorous and iron of both school wasn’t significantly (p>0.05) different. Contribution of energy and protein of food from school food service in both school were about 30% of average energy and protein requirement of elementary school children. Key words: children of elementary school, consumption pattern, nutrient sufficiency, nutritional status, school food service
iii
RINGKASAN WIRUDY. Keragaan status gizi, konsumsi pangan, tingkat kecukupan energi dan zat gizi anak di sekolah dasar dengan penyelenggaraan makanan. Dibimbing oleh BUDI SETIAWAN DAN IKEU EKAYANTI. Suatu bangsa dikatakan semakin maju apabila tingkat pendidikan penduduk semakin baik, derajat kesehatannya tinggi, usia harapan hidup panjang, dan pertumbuhan fisiknya optimal. Anak-anak di negara maju tumbuh lebih cepat daripada di negara berkembang karena asupan gizi yang lebih baik dapat menunjang tumbuh kembang anak (Khomsan 2005). Pada saat ini di sudah muncul beberapa sekolah di Indonesia yang telah menyadari hal tersebut, sehingga mereka menyediakan program penyelenggaraan makanan di sekolah. Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui keragaan status gizi, konsumsi pangan, kontribusi energi dan zat gizi pada makanan yang dikonsumsi di sekolah dan di rumah, dan mengetahui tingkat kecukupan energi dan zat gizi anak yang bersekolah di Sekolah Alam Bogor dan SDIT (Sekolah Dasar Islam Terpadu) Insantama pada tahun 2010. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini yaitu: 1) Mengetahui karakteristik contoh meliputi usia dan jenis kelamin, 2) Menganalisis status gizi contoh, 3) Menganalisis jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi contoh, 4) Menganalisis tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh, 5) Menganalisis kontribusi energi dan protein dari penyelenggaraan makanan. Desain penelitian ini yaitu cross-sectional. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari penelitian yang berjudul “Analisis Penyelenggaraan Makanan di Sekolah Dasar serta Kualitas Menu Siswa di Sekolah” yang dilakukan oleh Reisi Nurdiani, Sp pada tahun 2010. Penelitian ini mengkhususkan pada sekolah dengan penyelenggaraan makanan SPM yaitu Sekolah Alam Bogor (SAB) dan SDIT Insantama dengan 58 responden. Pengolahan dan analisis data sekunder meliputi coding dan cleaning data kemudian data ditabulasi dan dianalisis secara statistik dengan program Microsoft Excell 2007 dan SPSS 17.0 for Windows. Contoh dalam penelitian ini berusia antara 9 sampai 12 tahun. Sekolah Alam Bogor sebaran usia didominasi oleh usia 11 tahun, yaitu sebesar 43,48% dan pada SDIT Insantama didominasi oleh usia 10 tahun, yaitu sebesar 40,00%. Berdasarkan uji beda t sebaran usia berdasarkan kedua sekolah tersebut tidak berbeda nyata (p>0.05). Baik Sekolah Alam Bogor maupun SDIT Insantama didominasi oleh jenis kelamin laki-laki. Persentase contoh pada Sekolah Alam Bogor untuk laki-laki 69,6% dan perempuan 30,4%, sedangkan pada SDIT Insantama persentase untuk laki-laki 65,7% dan perempuan 34,3%. Tidak terdapat perbedaan yang nyata pada kedua sekolah tersebut berdasarkan jenis kelamin (p>0.05). Penentuan status gizi contoh didasarkan pada indeks massa tubuh (IMT) menurut umur (IMT/U) yang mengacu pada referensi Departemen Kesehatan (2011). Sebagian besar contoh memiliki status gizi yang normal baik pada Sekolah Alam Bogor maupun SDIT Insantama. Persentase kategori normal pada Sekolah Alam Bogor sebesar 43.5% dan pada SDIT Insantama sebesar 51.7%. Tidak terdapat perbedaan yang nyata pada kedua sekolah berdasarkan status gizinya (p>0.05). Pada jenis kelamin laki-laki, kategori normal mendominasi, dimana persentase 43.8% untuk Sekolah Alam Bogor dan 60.9% untuk SDIT Insantama. Pada jenis kelamin laki-laki tidak terdapat perbedaan yang nyata di kedua sekolah (p>0.05). Hal ini berlaku juga untuk jenis kelamin perempuan, kategori
iv
normal kembali mendominasi, dimana Sekolah Alam Bogor memiliki persentase sebesar 42.9% dan SDIT Insantama memiliki persentase sebesar 47.4%, sehingga tidak terdapat perbedaan yang nyata pada kedua sekolah berdasarkan jenis kelamin perempuan (p>0.05). Pada pengelompokkan jenis pangan berdasarkan pola pangan harapan (PPH), pangan jenis padi-padian serta pangan hewani mendominasi keragaman dan jumlah yang dikonsumsi, sedangkan pangan kelompok buah-buahan menjadi jenis pangan yang paling sedikit keragamannya. Tingkat kecukupan energi di kedua sekolah didominasi oleh tingkat kecukupan normal. Sekolah Alam Bogor memiliki persentase 47.8% dan SDIT Insantama memiliki persentase 48.6% pada klasifikasi normal. Sekolah Alam Bogor memiliki persentase yang besar pada tingkat kecukupan protein yang normal, yaitu sebesar 47.8%. Hal ini berbeda dengan SDIT Insantama yang memiliki persentase terbesar pada tingkat kecukupan protein berlebih, yaitu sebesar 42.9%. Sekolah Alam Bogor mengalami tingkat kecukupan kalsium kategori cukup sebesar 69.6% dan kurang sebesar 30.4%, sehingga kategori cukup mendominasi pada sekolah ini. Hal ini berbeda dengan SDIT Insantama yang keseluruhan contoh pada sekolah tersebut mengalami tingkat kecukupan kalsium yang normal. Pada tingkat kecukupan fosfor, Sekolah Alam Bogor memiliki persentase terbesar pada kategori kurang, yaitu 56.3%, sedangkan pada SDIT Insantama memiliki persentase terbesar pada kategori cukup, yaitu sebesar 51.4%. Hasil uji beda menyatakan tidak terdapat perbedaan yang nyata pada kedua sekolah berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan Fosfor. Kedua sekolah memiliki tingkat kecukupan zat besi kategori cukup. Sekolah Alam Bogor memiliki persentase 82.6% dan SDIT Insantama memiliki persentase 77.1%, dan tidak terdapat perbedaan yang nyata pada kedua sekolah berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan besinya (p>0.05). Seluruh contoh pada Sekolah Alam Bogor memiliki tingkat kecukupan vitamin A pada kategori cukup, berbeda dengan SDIT Insantama yang memiliki persentase 28.6% contoh berada pada kategori kurang. Contoh pada Sekolah Alam Bogor memiliki persentase 82.6% pada tingkat kecukupan vitamin C kategori cukup, berbeda dengan SDIT Insantama yang memiliki persentase 65.7% pada tingkat kecukupan vitamin C kategori kurang, sehingga terdapat perbedaan yang nyata pada kedua sekolah berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C-nya. Penyediaan makanan dari penyelenggaraan makanan yang dilakukan oleh kedua sekolah sudah cukup baik jika dilihat dari kontribusi energi dan protein yang ada karena telah mendekati porsi 30% untuk makan siang.
v
KERAGAAN STATUS GIZI, KONSUMSI PANGAN, TINGKAT KECUKUPAN ENERGI DAN ZAT GIZI ANAK DI SEKOLAH DASAR DENGAN PENYELENGGARAAN MAKANAN
WIRUDY
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Program Studi Ilmu Gizi Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
vi
Judul
:
Keragaan status gizi, konsumsi pangan, tingkat kecukupan energi
dan
zat
gizi
anak
di
sekolah
dasar
dengan
penyelenggaraan makanan Nama
:
Wirudy
NIM
:
I14060621
Menyetujui, Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS. NIP. 19621218 198703 1 001
Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes. NIP. 19660725 199002 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS. NIP. 19621218 198703 1 001
Tanggal Lulus :
vii
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Selain itu, shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW yang selalu menjadi teladan bagi kita semua. Terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan jazakumulloh khoiron katsiro kepada: 1. Mamah dan Bapak yang sabar dan selalu memberikan dukungan, doa dan dorongan semangat selama kuliah dan pengerjaan tugas akhir. 2. Dr. Ir. Budi Setiawan,MS dan Dr. Ir. Ikeu Ekayanti,M.Kes selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan arahan, kritik dan banyak dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 3. Dr. Tiurma Sinaga,BSc MFSA selaku pemandu seminar dan penguji ujian akhir skripsi atas segala masukan yang telah diberikan. 4. Reisi Nurdiani,SP,MS atas bantuan, saran dan dukungan sehingga data penelitiannya dapat penulis gunakan. 5. Dr. Ir. Lilik Kustiyah MS, selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan memberikan arahan dan dukungan kepada penulis. 6. Sarah Sahsroshiam sebagai istri yang telah menemani penulisan skripsi ini dengan berbagai masukan dan semangat yang diberikan, serta Zaid yang menjadi pengobat rasa lelah ketika penyusunan skripsi ini. 7. Zulfa Wildan dan Mas Dewo atas dukungan yang tidak ternilai ketika penyusunan skripsi ini dilakukan. 8. Teman-teman gizi masyarakat angkatan 43 yang telah memberikan kenangan dan persahabatan yang tidak terlupakan. 9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas segala bantuan dan dukungan selama penyusunan berlangsung. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini. Penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Maret 2013
Penulis
viii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 9 September 1988 di Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Oey Cun Tong dan Ibu Dariyem. Tahun 2000 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 16 Pagi Jakarta dan melanjutkan ke jenjang sekolah menengah pertama di SMPN 249 Jakarta hingga tahun 2003. Pendidikan selanjutnya ditempuh di SMAN 33 Jakarta dan lulus pada tahun 2006. Pada bulan Juli 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Kemudian pada tahun keduanya di IPB tepatnya pada bulan Agustus 2007, penulis diterima sebagai mahasiswa Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selama masa kuliah penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan, antara lain Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Al Hurriyyah IPB, Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus IPB (FSLDKI), Bimbingan Remaja dan Anak (BIRENA), serta Forum Syiar Islam Fakultas Ekologi Manusia (FORSIA). Penulis juga ikut dalam berbagai kepanitiaan seperti MPF (Masa Perkenalan Fakultas), MPD (Masa Perkenalan Departemen), serta kegiatan-kegiatan lain yang diselenggarakan oleh organisasi yang pernah penulis ikuti. Pada tahun 2009, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi di Desa Sukajadi, Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor. Penulis pernah juga mengikuti program Internship Dietetik dengan topik “Proses Asuhan Gizi pada Kasus Penyakit Dalam, Kasus Bedah, dan Penyakit Anak” pada tahun 2010 di RSIJ Pondok Kopi, Jakarta Timur. Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Pendidikan Agam Islam Tingkat Persiapan Bersama (PAI TPB), dan asisten mata kuliah Metodologi Penelitian Gizi Departemen Gizi Masyarakat.
ix
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv PENDAHULUAN ............................................................................................. 1 Latar Belakang ........................................................................................... 1 Tujuan........................................................................................................ 3 Kegunaan .................................................................................................. 3 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 4 Anak Sekolah Dasar .................................................................................. 4 Makanan dan Gizi Anak Sekolah (7-12 tahun) ........................................... 5 Pemberian Makanan di Sekolah ................................................................ 5 Kebiasaan Makan ...................................................................................... 6 Penilaian Konsumsi Pangan ...................................................................... 6 Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Anak Usia Sekolah ................................... 7 Status Gizi ................................................................................................. 12 Gizi Seimbang untuk Anak Usia Sekolah Dasar ......................................... 14 KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................................... 16 METODOLOGI ................................................................................................ 18 Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ...................................................... 18 Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh...................................................... 18 Jenis dan Cara Pengumpulan Data............................................................ 19 Pengolahan dan Analisis Data ................................................................... 20 Definisi Operasional ................................................................................... 22
x
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 23 Keadaan Umum Sekolah Dasar ................................................................. 23 Karakteristik Contoh ................................................................................... 26 Status Gizi ................................................................................................. 27 Jumlah dan Jenis Pangan .......................................................................... 29 Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi ..................................................... 36 Kontribusi Energi dan Protein dari Penyelenggaraan Makanan.................. 44 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 45 Kesimpulan ................................................................................................ 45 Saran ......................................................................................................... 46 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 47 LAMPIRAN...................................................................................................... 50
xi
DAFTAR TABEL Halaman 1
Jenis dan cara pengumpulan data ............................................................ 20
2
Sebaran contoh berdasarkan usia ............................................................ 26
3
Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin .............................................. 27
4
Sebaran contoh berdasarkan status gizi ................................................... 28
5
Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan status gizi....................... 28
6
Jumlah dan nama makanan jenis pangan padi-padian dan olahannya yang dominan dikonsumsi contoh ..................................................................... 30
7
Jumlah dan nama makanan jenis pangan umbi-umbian dan olahannya yang dominan dikonsumsi contoh ..................................................................... 31
8
Jumlah dan nama makanan jenis pangan hewani dan olahannya yang dominan dikonsumsi contoh ..................................................................... 32
9
Jumlah dan nama makanan jenis kelompok kacang-kacangan dan olahannya yang dominan dikonsumsi contoh ........................................... 33
10 Jumlah dan nama makanan jenis kelompok buah dan olahannya yang dominan dikonsumsi contoh ..................................................................... 34 11 Jumlah dan nama makanan jenis kelompok sayur dan olahannya yang dominan dikonsumsi contoh ..................................................................... 35 12 Jumlah dan nama makanan jenis pangan kelompok lainnya dan olahannya yang dominan dikonsumsi contoh............................................................. 36 13 Rata-Rata Konsumsi Energi dan Zat Gizi Contoh ..................................... 37 14 Rata-rata Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Contoh........................ 37 15 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan energi ........... 38 16 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan protein .......... 39 17 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan Kalsium ........ 40 18 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan Fosfor (P) ..... 41 19 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan zat Besi (Fe) . 42 20 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan vitamin A....... 42 21 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C ...................... 43
xii
22
Kontribusi energi dan protein dari penyelenggaraan makanan ................ 44
xiii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Kerangka pemikiran keragaan status gizi, konsumsi pangan, tingkat kecukupan energi dan zat gizi, serta kontribusi energi dan zat gizi anak di sekolah dasar dengan penyelengaaran makanan ................................. 17
2
Kerangka pemilihan lokasi penelitian ........................................................ 18
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Hasil Uji Beda Independent Sample T Test Berdasarkan Usia ................. 51
2
Hasil Uji Beda Independent Sample T Test Berdasarkan Jenis Kelamin .. 52
3
Hasil Uji Beda Independent Sample T Test Berdasarkan Status Gizi Contoh ................................................................................................................. 53
4
Hasil Uji Beda Independent Sample T Test Berdasarkan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi ................................................................................... 54
5
Jumlah dan Nama Makanan Jenis Pangan Kelompok Padi-Padian dan Olahannya ................................................................................................ 56
6
Jumlah dan Nama Makanan Jenis Pangan Kelompok Umbi-Umbian dan Olahannya yang dikonsumsi Contoh ........................................................ 58
7
Jumlah dan Nama Makananan Jenis Pangan Kelompok Pangan Hewani dan Olahannya yang dikonsumsi Contoh ........................................................ 58
8
Jumlah dan Nama Makanan Jenis Pangan Kelompok Kacang-Kacangan dan Olahannya yang dikonsumsi Contoh ........................................................ 61
9
Jumlah dan Jenis Pangan Kelompok Buah dan Olahannya yang dikonsumsi Contoh...................................................................................................... 61
10 Jumlah dan Nama Makanan Jenis Pangan Kelompok Sayur dan Olahannya yang dikonsumsi Contoh .......................................................................... 62 11 Jumlah dan Nama Makanan Jenis Pangan Kelompok Lainnya yang dikonsumsi Contoh ................................................................................... 63
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Suatu bangsa dikatakan semakin maju apabila tingkat pendidikan penduduk semakin baik, derajat kesehatannya tinggi, usia harapan hidup panjang, dan pertumbuhan fisiknya optimal. Anak-anak di negara maju tumbuh lebih cepat daripada di negara berkembang karena asupan gizi yang lebih baik dapat menunjang tumbuh kembang anak (Khomsan 2005). Bagi Indonesia, kesepakatan untuk memperhatikan anak merupakan upaya yang secara falsafah terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945. Kebijaksanaan ini tersurat dan tersirat dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara sebagai hakekat pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia
secara
menyeluruh.
Upaya
mewujudkan
manusia
Indonesia
berkualitas harus dilakukan dengan memperhatikan keadaaan manusia sejak usia dini, yaitu sejak masa kanak-kanak. Anak merupakan sumber potensi dan penerus cita-cita bangsa. Oleh karena itu, anak perlu mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar (BPS 2001). Masalah gizi dapat berupa gizi lebih maupun gizi kurang. Masalah gizi kurang yang ditemukan pada kelompok usia sekolah dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan yaitu bentuk tubuh kurang baik, mudah letih dan mempunyai risiko terhadap penyakit infeksi serta anemia (Depkes 1994). Gizi lebih disebabkan oleh ketidakseimbangan konsumsi energi karena energi yang dikeluarkan lebih sedikit dibandingkan masukan energi. Terjadinya perubahan pola makan dari pola makan tradisional yang tinggi karbohidrat, tinggi serat dan rendah lemak berubah ke pola makan baru yang rendah karbohidrat, rendah serat dan tinggi lemak juga mendukung terjadinya gizi lebih (Almatsier 2003). Sementara itu, gizi lebih pada anak umumnya dapat diartikan sebagai berat badan (BB) yang relatif berlebihan jika dibandingkan dengan usia atau tinggi anak yang sebaya. Gizi lebih dengan derajat kelebihan yang berat disebut obesitas (Samsudin 1994). Keadaan ini terjadi sebagai akibat terjadinya penimbunan lemak yang berlebihan dalam jaringan lemak tubuh. Gizi lebih atau obesitas pada anak dapat disebabkan oleh bermacam-macam faktor. Menurut Samsudin (1994), gizi lebih pada umumnya disebabkan oleh suplai energi melebihi kecukupan energi individu. Gizi lebih berkaitan dengan berbagai macam faktor antara daya beli yang cukup atau berlebihan, ketersediaan makanan
2
berenergi tinggi dan rendah serat, defisiensi aktivitas fisik, pengetahuan tentang nilai gizi yang kurang serta faktor genetik. Berdasarkan laporan nasional Riskesdas tahun 2007, status gizi penduduk umur 6-14 tahun dapat dilihat berdasarkan IMT yang dibedakan menurut umur dan jenis kelamin. Menurut standar WHO 2007, secara nasional prevalensi kurus adalah 13,3% pada laki-laki dan 10,9% pada perempuan. Sedangkan prevalensi BB lebih pada laki-laki 9,5% dan perempuan 6,4%. Kurus mengindikasikan gizi kurang, sedangkan berat badan lebih mengindikasikan gizi lebih. Berdasarkan hasil Riskesdas 2007 untuk provinsi Jawa Barat prevalensi kurus pada laki-laki adalah 10,9% dan 8,3% pada perempuan. Selain itu, prevalensi BB lebih pada anak laki-laki adalah 7,4% dan 4,6% pada perempuan. Hal ini menunjukkan nilai yang mendekati prevalensi nasional untuk kriteria kurus dan BB lebih di Indonesia (Depkes 2009). Penyelenggaraan makan di sekolah bagi semua murid merupakan praktik yang telah diterima di sebagian besar negara maju. Penyelenggaraan makan di negara maju bertujuan untuk mendukung pencegahan obesitas dimana 3 dari 5 murid menderita obesitas. Berbeda halnya dengan tujuan penyelenggaraan makan di negara berkembang, selain untuk mencegah terjadinya obesitas juga untuk mengatasi masalah gizi kurang (Synder et al. 1999). Menurut
Riyadi
(2006)
berbagai
penelitian
menunjukkan
bahwa
pemberian makanan tambahan pada anak sekolah dapat memperbaiki prestasi di sekolah, baik anak-anak di negara berkembang maupun anak-anak di negara maju. Anak-anak yang lapar pada saat sekolah tidak dapat berkonsentrasi dan melakukan tugas-tugas yang kompleks, meskipun keadaan gizi mereka baik. Menurut Depkes (2005), pemerintah menetapkan dan menyelenggarakan kebijakan di bidang gizi bagi perbaikan status gizi masyarakat sesuai dengan Undang-Undang No.7 tahun 1996 tentang Pangan. Perbaikan gizi institusi merupakan salah satu program perbaikan gizi masyarakat. Menurut Yulianti dan Santoso
(1995)
penyelenggaraan
makan
di
sekolah
bertujuan
untuk
memperbaiki status gizi terutama bagi anak sekolah yang tidak sempat sarapan dan tidak membawa bekal, memperbaiki prestasi akademis, sebagai bahan pendidikan gizi untuk anak sekolah serta membiasakan memilih makanan bergizi. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti keragaan status gizi, konsumsi pangan, serta tingkat kecukupan energi dan zat gizi anak Sekolah Alam Bogor dan SDIT Insantama.
3
Tujuan Penelitian Tujuan Umum: Mengetahui keragaan status gizi, konsumsi pangan, tingkat kecukupan energi dan zat gizi pada anak di sekolah dasar dengan penyelenggaraan makanan. Tujuan Khusus: 1. Mengetahui karakteristik contoh meliputi usia dan jenis kelamin. 2. Menganalisis status gizi contoh. 3. Menganalisis jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi contoh berdasarkan pendekatan kelompok PPH. 4. Menganalisis tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh. 5. Menganalisis kontribusi energi dan protein dari penyelenggaraan makanan.
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai keragaan status gizi, konsumsi pangan, serta tingkat kecukupan energi dan zart gizi anak sekolah dasar di Kota Bogor. Informasi tersebut diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak terkait khususnya pihak sekolah, orang tua dan pemerintah untuk menetapkan kebijakan atau strategi yang tepat bagi perbaikan status gizi anak usia sekolah dasar.
4
TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar Hurlock (1980) mengelompokkan anak usia sekolah berdasarkan perkembangan psikologis yang disebut sebagai Late Childhood. Usia sekolah dimulai pada usia 6 tahun dan berakhir saat individu menunjukkan kematangan seksualnya antara usia 13 sampai 14 tahun. Usia sekolah merupakan awal seorang anak belajar bertanggung jawab terhadap sikap dan perilakunya. Anak usia sekolah dasar mempunyai sifat yang berubah-ubah terhadap makanan, selalu ingin mencoba makanan yang baru dikenalnya dan secara umum mereka tidak pernah mengalami masalah dalam hal nafsu makan (Komalasari 1991). Pertiwi (1998)
menyebutkan bahwa pada usia ini
ketergantungan kepada ibu mengenai makanannya mulai berkurang. Mereka mulai mengenal lingkungan lain di luar keluarganya dan lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah, sehingga lebih mudah menjumpai aneka jenis dan bentuk makanan, baik yang dijual di sekitar sekolah maupun lingkungan bermainnya. Pada periode usia sekolah ini terjadi perkembangan sosialisasi yang menonjol pada anak. Diantaranya adalah pergaulan anak menjadi lebih luas dan tidak terbatas hanya dengan anggota keluarga di rumah. Masa sekolah memberikan kesempatan kepada anak untuk lebih banyak bergaul dengan teman sebayanya. Selain itu, pada usia anak sekolah terjadi perkembangan intelegensi, minat, emosi, dan kepribadian. Perkembangan pada aspek-aspek itulah yang membentuk karakteristik khas pada anak usia sekolah (Akbar 2005). Menurut Hurlock (1991), aktivitas fisik menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari anak sekolah, seperti bermain, bersepeda, berjalan, melompat, melempar, dan lain-lain. Dengan melakukan berbagai macam aktivitas fisik, kemampuan motorik anak akan semakin bertambah. Stassen (1980) juga menyatakan bahwa anak sekolah yang banyak melakukan aktivitas fisik akan mempunyai kecakapan motorik yang lebih baik seperti berlari dengan cepat, melompat sangat tinggi dan melempar lebih jauh dibandingkan dengan anak yang kurang melakukan aktivitas fisik. Menurut teori perkembangan Piaget diacu dalam Hidayat (2004) anak usia 7-11 tahun termasuk dalam tahap konkret operasional yaitu kemampuan untuk memahami konsep-konsep, hubungan sebab akibat, hubungan yang
5
majemuk, serta kemampuan diri yang menyangkut proses berpikir, daya ingat, pengetahuan, tujuan, dan aksi yang meningkat. Makanan dan Gizi Anak Sekolah (7-12 tahun) Karakteristik anak usia sekolah, antara lain gigi susu yang tanggal secara berangsur dan diganti dengan gigi permanen, lebih aktif dalam memilih makanan yang disukai. Kebutuhan energi golongan umur 10-12 tahun relatif lebih besar daripada golongan 7-9 tahun, karena pertumbuhan lebih cepat, terutama penambahan tinggi badan serta anak usia sekolah memiliki aktivitas fisik, misalnya berolahraga, bermain, atau membantu orang tua (RSCM & Persagi 1990). Anak usia sekolah biasanya mempunyai lebih banyak perhatian dari aktivitas di luar rumah, sehingga sering melupakan waktu makan. Makan pagi (sarapan) perlu diperhatikan, untuk mencegah hipoglikemi dan supaya anak lebih mudah menerima pelajaran. Anak usia sekolah telah mempunyai daya tahan yang cukup terhadap berbagai penyakit (RSCM & Persagi 1990). Faktor yang mempengaruhi keadaan gizi anak sekolah menurut Moehji (1980) adalah: a) anak dalam usia ini sudah memilih dan menentukan makanan apa yang disukai dan tidak disukai, sehingga seringkali anak-anak salah memilih. Terlebih lagi jika orangtua tidak memberikan informasi mengenai makanan sehat dan bergizi, b) kebiasaan jajan, dimana anak seusia ini gemar jajan. Hal ini lebih dipengaruhi oleh teman meskipun keluarga juga ikut berpengaruh, c) anak tiba di rumah dalam keadaan letih karena belajar dan bermain di sekolah, sehingga sampai di rumah kurang nafsu makan. Pilihan terhadap makanan kesukaan anak sangat dipengaruhi oleh teman, orangtua, dan juga media massa melalui iklan/reklame. Pemberian Makanan di Sekolah Pemberian makanan di sekolah (school-feeding) merupakan tindakan umum yang bisa dilaksanakan untuk memperbaiki keadaan gizi anak sekolah. Praktik penyelenggaraan makanan di sekolah ini sudah lama dan sudah banyak diselenggarakan di negara-negara baik di Eropa maupun di Asia. Untuk masingmasing negara baik bentuk maupun cara penyelenggaraan makanan di sekolah ini berbeda-beda (Moehji 1980). Nilai kalori dalam suatu hidangan sekolah seyogyanya sebesar 900 kalori bagi anak-anak diatas umur 11 tahun, 700 kalori diantara 6 dan 11 tahun, serta 600 kalori bagi umur di bawah 6 tahun. Suatu susunan hidangan rata-rata yang
6
mengandung 700 kalori sudah mencukupi kebutuhan bagi kondisi di daerah tropik (Nicholls 1976). Kebiasaan makan Menurut Riyadi (2006) kebiasaan makan adalah cara-cara yang dipakai orang pada umumnya untuk memilih bahan makanan yang mereka makan sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, kebudayaan dan sosial. Selain itu, menurut Suhardjo (1989) kebiasaan makan adalah perilaku yang berhubungan dengan makan, frekuensi makan seseorang, pola makan, pantangan, distribusi makanan dalam keluarga, preferensi terhadap makanan, dan cara-cara memilih bahan makanan. Kebiasaan makan pada anak usia sekolah bergantung pada kehidupan sosial di sekolah. Anak usia sekolah cenderung lebih menyukai makan secara bersamaan dengan teman sekolahnya. Kadang-kadang anak malas makan di rumah, hal ini disebabkan akibat stres atau sakit (Hidayat 2004). Membentuk pola makan yang baik untuk seorang anak menuntut kesabaran seorang ibu. Pada usia prasekolah, anak-anak sering kali mengalami fase sulit makan. Kalau masalah makan ini berkepanjangan makan dapat mengganggu tumbuh kembang anak karena jumlah dan jenis gizi yang masuk dalam tubuhnya kurang. Solusi dari masalah makan yang terjadi pada anak-anak antara lain, awali makan dengan porsi kecil, apabila porsi kecil sudah dihabiskan, orang tua bisa menawarkan kepada anak untuk ditambah kembali. Ketika anak sedang makan, orang tua jangan terlalu banyak memberi nasihat. Selain itu, suasana makan haruslah menyenangkan. Anak-anak seyogyanya diberi kesempatan untuk memilih makanan sendiri yang disukai dengan pengawasan seperlunya dari orang tua. Kewajiban orang tua adalah menjamin hak anak-anak untuk memperoleh makanan secara cukup dan berkualitas. Dengan disertai pola asuh yang baik, anak-anak akan tumbuh dan berkembang secara optimal menjadi generasi yang sehat dan cerdas (Khomsan 2004). Penilaian Konsumsi Pangan Menurut Supariasa et al. (2001) penilaian konsumsi pangan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara kuantitatif dan kualitatif. Penilaian konsumsi pangan secara kuantitatif dihitung jumlah pangan atau makanan yang dikonsumsi, sedangkan penilaian konsumsi pangan secara kualitatif dengan melihat frekuensi makan, frekuensi konsumsi pangan menurut jenis pangan dan kebiasaan makan (food habit). Ada lima metode yang sering digunakan untuk
7
pengukuran konsumsi makanan individu secara kuantitatif, yaitu metode recall 24 jam, metode estimated food records, metode penimbangan makanan, metode dietary history dan metode frekuensi makanan. Metode recall merupakan salah satu metode yang sering dipakai dalam penilaian konsumsi pangan. Dalam metode ini, responden diminta untuk mengingat semua makanan yang telah dimakan, biasanya makanan sehari atau 24 jam yang lalu. Responden diminta untuk mengingat jenis masakan yang dimakan dalam bentuk masak (kecuali untuk makanan-makanan tertentu yang biasa dikonsumsi dalam bentuk segar dan mentah) dalam ukuran rumah tangga (URT) misalnya gelas, mangkuk, sendok makan dan sebagainya. Untuk membantu mengestimasi jumlah makanan yang dimakan, deskripsikan dan identifikasi secara tepat setiap jenis pangan dengan menggunakan ukuran porsi, food models, atau foto pangan. Penggaris dapat digunakan untuk mengestimasi ukuran pangan. Kuesioner yang terstruktur digunakan sebagai panduan pengisian data. Responden biasanya merangkap sebagai sasaran dalam penelitian. Namun, jika sasaran penelitian anak-anak, maka yang menjadi responden adalah ibunya atau seseorang yang cenderung mengetahui apa saja yang dimakan oleh anaknya (Sa’diyah dan Kusharto 2007). Metode Recall ini memiliki banyak kelebihan. Menurut Supariasa et al. (2001), kelebihan metode recall yaitu 1) mudah melaksanakannya dan tidak terlalu membebani responden; 2) biaya relatif murah karena tidak memerlukan peralatan khusus dan tempat yang luas untuk wawancara; 3) cepat sehingga dapat mencakup banyak responden; 4) dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung intak zat gizi sehari. Selain itu, metode ini juga mempunyai kekurangan seperti, 1) tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari, bila hanya dilakukan food recall satu hari; 2) ketepatan sangat tergantung pada daya ingat responden. Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Anak Usia Sekolah Zat gizi merupakan unsur-unsur yang terdapat dalam makanan dan diperlukan oleh tubuh untuk berbagai keperluan seperti menghasilkan energi, mengganti jaringan aus serta rusak, memproduksi substansi tertentu, misalnya enzim, hormon dan antibodi. Zat gizi dapat dibagi menjadi kelompok makronutrien yang terdiri atas karbohidrat, lemak serta protein, dan kelompok mikronutrien yang terdiri atas vitamin dan mineral (Hartono 2006).
8
Kebutuhan zat gizi (nutrient requirement) menggambarkan banyaknya zat gizi minimal yang diperlukan oleh setiap orang agar dapat hidup sehat. Kebutuhan gizi antar individu bervariasi, ditentukan atau dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, ukuran tubuh (berat badan dan tinggi badan), keadaan fisiologis (hamil dan menyusui), aktivitas fisik serta metabolisme tubuh. Oleh karena itu, jumlah zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan harus mencukupi kebutuhan tubuh untuk melakukan kegiatan fisik internal dan eksternal, pertumbuhan bagi usia bayi, balita, anak, dan remaja, atau untuk aktivitas dan pemeliharaan tubuh bagi orang dewasa dan usia lanjut (Hardinsyah et al 2002). Energi Energi
dalam
tubuh
manusia
dapat
dihasilkan
karena
adanya
pembakaran karbohidrat, protein,dan lemak sehingga manusia memerlukan makanan yang cukup bagi tubuhnya (Marsetyo & Kartasapoetra 1991). Energi yang diperlukan dari energi potensial yang tersimpan dalam pangan yang berupa energi kimia. Energi kimia ini dilepaskan waktu terjadi pembakaran ikatan kimia dalam tubuh (dalam proses metabolik). Energi diukur dalam satuan kalori (Karsin 2004). Energi
yang
diperlukan
berdasarkan
peningkatan
aktivitas
fisik,
meningkatkan kebutuhan kalori karena tidak hanya untuk perkembangan dan pertumbuhan. Energi yang diperlukan anak usia sekolah sangat beragam, oleh karena itu penting mengetahui tinggi dan berat badannya tiap bulan untuk menentukan kebutuhan energinya (Endres at al 2004). Kebutuhan energi seseorang menurut FAO/WHO (1985) adalah konsumsi energi berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi seseorang bila ia mempunyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat aktivitas
yang
sesuai
dengan
kesehatan
jangka
panjang,
dan
yang
memungkinkan pemeliharaan aktivitas fisik yang dibutuhkan secara sosial dan ekonomi. Almatsier (2003) menyatakan pada anak-anak, ibu hamil, dan ibu menyesuaikan kebutuhan energi termasuk kebutuhan untuk pembentukan jaringan-jaringan baru. Kebutuhan energi golongan umur 10-12 tahun lebih besar daripada golongan 7-9 tahun, karena pertumbuhannya lebih cepat terutama penambahan tinggi badan. Mulai umur 10-12 tahun kebutuhan gizi anak laki-laki berbeda dengan perempuan. Anak laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas fisik sehingga membutuhkan energi lebih banyak sedangkan perempuan biasanya
9
sudah mulai haid sehingga memerlukan protein dan zat besi lebih banyak (RSCM & Persagi 1990). Protein Istilah protein berasal dari bahasa Yunani, didefinisikan sebagai senyawa dalam pangan yang mengandung nitrogen dan merupakan suatu yang sangat penting bagi berfungsinya tubuh, yang tanpa senyawa ini kehidupan tidak mungkin terjadi (Riyadi 2006). Menurut Hartono (2006) protein terbentuk dari asam-asam amino yang dirangkaikan oleh ikatan peptida. Dimana fungsi protein diantaranya yaitu membangun jaringan tubuh baru, memperbaiki jaringan tubuh, menghasilkan
senyawa
esensial,
mengatur
tekanan
osmotik,
mengatur
keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa, menghasilkan energi. Almatsier (2003) menyatakan bahwa protein memiliki peran yang sangat penting bagi tubuh yaitu sumber energi, pertumbuhan dan pemeliharaan, pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh, mengatur keseimbangan air, memelihara netralitas tubuh, membentuk antibodi, dan mengangkut zat-zat gizi. Berdasarkan sumbernya, protein dibedakan antara protein hewani dan protein nabati. Sumber protein antara lain daging, dan organ-organ dalam seperti hati, pankreas, ginjal, paru-paru, jantung dan jeroan (babat, usus halus, dan usus besar). Susu dan telur termasuk juga sumber protein hewani berkualitas tinggi. Ikan, kerang dan jenis udang merupakan kelompok sumber protein yang baik karena mengandung sedikit lemak (Nilawati 2008). Kecukupan protein pada anak usia sekolah dibedakan menurut jenis kelamin dan umur. Pada umumnya kecukupan protein pria sedikit lebih tinggi dibanding wanita (Hardinsyah & Martianto 1992). Kecukupan protein bayi dan anak relatif lebih besar bila dibandingkan dengan orang dewasa. Angka kecukupan protein tergantung pula pada mutu protein. Semakin baik mutu protein, semakin rendah angka kecukupan protein. Mutu protein bergantung pada susunan asam amino yang membentuknya, terutama asam amino esensial. Kecukupan protein yang diperlukan oleh anak umur 10-18 tahun adalah 1-1,5 g/kg BB (RSCM & Persagi 1990). Karbohidrat Karbohidrat merupakan zat gizi yang diperlukan tubuh dalam jumlah besar untuk menghasilkan energi atau tenaga. Kebutuhan yang besar akan karbohidrat terjadi karena zat gizi ini terpakai habis dan tidak di daur ulang (Hartono 2006).
10
Sumber utama karbohidrat berasal dari tumbuh-tumbuhan (nabati) dan hanya sedikit yang berasal dari hewani. Karbohidrat merupakan salah satu sumber energi di dalam tubuh manusia. Dari tiga sumber energi utama (yaitu karbohidrat, lemak, protein), karbohidrat merupakan sumber energi yang paling murah. Karbohidrat yang tidak dapat dicerna memberikan volume kepada isi usus. Rangsangan mekanis yang terjadi melancarkan gerak makanan melalui saluran pencernaan dan memudahkan pembuangan tinja (Nilawati 2008). Lemak Lemak dalam makanan biasanya juga disebut lipid. Lipid seperti halnya karbohidrat juga mengandung unsur karbon, hidrogen, dan oksigen. Menurut Hartono (2006) lemak dan minyak merupakan nutrien kedua yang digunakan sebagai bahan bakar dalam menghasilkan energi. Menurut sumbernya kita membedakan lemak nabati dan lemak hewani. Lemak nabati berasal dari bahan makanan tumbuh-tumbuhan, sedangkan lemak hewani berasal dari binatang, termasuk ikan, telur, dan susu. Fungsi lemak dalam makanan memberikan rasa gurih, memberikan kualitas renyah, terutama makanan yang digoreng, memberi kandungan kalori yang tinggi dan memberikan sifat empuk (lunak) pada kue yang dibakar. Di dalam tubuh, lemak berfungsi sebagai cadangan energi dalam bentuk jaringan lemak yang ditimbun di tempattempat tertentu (Sediaoetama 2006). Vitamin A Vitamin adalah campuran organik yang seharusnya disediakan oleh bahan makanan. Walaupun sangat penting bagi kesehatan dan pertumbuhan yang normal, namun jumlah vitamin yang diperlukan tubuh adalah sedikit. Bahan tersebut biasanya ditemukan dalam jumlah pangan yang sedikit pula. Beberapa diantara vitamin tersebut adalah lemak, lainnya dalam air, karena itu vitamin dapat digolongkan sebagai vitamin larut dalam lemak dan vitamin larut dalam air (Suhardjo 1986). Vitamin berperan dalam beberapa tahap reaksi metabolisme energi, pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh, pada umumnya sebagai koenzim atau sebagai bagian dari enzim. Sebagian besar koenzim terdapat dalam bentuk apoenzim, yaitu vitamin yang terikat dengan protein (Almatsier 2003). Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan. Vitamin A adalah suatu kristal alkohol berwarna kuning dan larut dalam lemak atau pelarut lemak. Di dalam tubuh, vitamin A berfungsi dalam beberapa bentuk ikatan kimia
11
aktif, yaitu retinol (bentuk alkohol), retina (aldehida), dan asam retinoat (bentuk asam). Vitamin A tahan terhadap panas cahaya dan alkali, tetapi tidak tahan terhadap asam dan oksidasi (Almatsier 2003). Vitamin A memiliki bentuk ester yang disebut karoten. Sebagian besar sumber vitamin A adalah karoten yang banyak terdapat dalam bahan-bahan nabati. Sayuran dan buah-buahan yang berwarna hijau atau kuning banyak mengandung karoten. Wortel, ubi jalar dan waluh kaya akan karoten. Berbagai makanan hewani seperti susu, keju dan kuning telur, hati dan ikan yang tinggi kandungan lemaknya merupakan sumber utama bagi retinol (Winarno 1992). Defisiensi vitamin A dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan, kehilangan nafsu makan, dan rendahnya daya tahan tubuh sehingga mudah terkena infeksi. Defisiensi vitamin A dapat menghambat mobilisasi zat besi dan menurunkan respon imun sehingga dapat menyebabkan anemia dan infeksi selanjutnya meningkatkan morbiditas (Gibson 2005). Angka kecukupan yang dianjurkan untuk wanita dan laki-laki usia 10-12 tahun sebesar 600 μg RE per hari (WKNPG 2004). Vitamin C Vitamin C merupakan vitamin yang larut air dan berperan dalam pembentukan kolagen interseluler. Kolagen merupakan senyawa protein yang banyak terdapat dalam tulang rawan, kulit bagian dalam, tulang, dentin, dan vascular endotelium. Vitamin C berbentuk asam askorbat yang berperan dalam proses hidroksilasi asam amino prolin dan lisin menjadi hidroksiprolin dan hidroksilisin. Kedua senyawa ini berperan dalam proses penyembuhan luka serta daya tahan tubuh melawan penyakit infeksi sehingga berperan sebagai aktioksidan. Salah satu dampak kekurangan vitamin C menyebabkan sariawan dan anemia (Winarno 1992). Sumber utama vitamin C dalam makanan terdapat pada buah dan sayuran segar yang berkontribusi memenuhi kebutuhan vitamin C hingga 90% (Gibson 2005). Menurut Almatsier (2003), vitamin C pada umumnya hanya terdapat di dalam pangan nabati, yaitu buah terutama yang memiliki rasa asam seperti jeruk dan tomat. Selain dalam buah, vitamin C juga banyak terdapat dalam sayuran daun-daunan dan jenis kol. Berdasarkan WKNPG (2004), angka kecukupan vitamin C yang dianjurkan untuk wanita dan laki-laki usia 10-12 tahun sebesar 50 mg per hari.
12
Kalsium Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh. Hampir seluruh kalsium di dalam tubuh ada dalam tulang yang berperan sentral dalam struktur dan kekuatan tulang dan gigi. Hanya sedikit sekali (1%) berada dalam jaringan lunak, cairan ekstra sel dan plasma yang diperlukan dalam banyak peran metabolisme dan pengaturan. Walaupun demikian, keberadaan itu mutlak, jika tidak, tubuh akan melepaskan kalsium dari tulang ataupun gigi untuk memenuhi kebutuhannya (WKNPG 2004). Air Air atau cairan tubuh merupakan bagian utama tubuh, yaitu 55-60% dari berat badan orang dewasa atau 70% dari bagian tubuh tanpa lemak (lean body mass). Angka ini lebih besar untuk anak-anak. Pada proses menua manusia kehilangan air. Kandungan air bayi pada waktu lahir adalah 75% berat badan, sedangkan pada usia tua menjadi 50%. Kandungan air tubuh relatif berbeda antarmanusia, bergantung pada proporsi jaringan otot dan jaringan lemak. Tubuh yang mengandung relatif lebih banyak otot mengandung lebih banyak air, sehingga kandungan air atlet lebih banyak daripada nonatlet, kandungan air pada laki-laki lebih banyak daripada perempuan, dan kandungan air pada anak muda lebih banyak daripada orang tua (Almatsier 2003). Menurut Almatsier (2003), air mempunyai berbagai fungsi dalam proses vital tubuh. Fungsi air yaitu sebagai pelarut dan alat angkut, katalisator, pelumas, fasilitator pertumbuhan, pengatur suhu, dan peredam benturan. Status Gizi Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absobrsi) dan penggunaan (utilization) zat gizi makanan. Status gizi seseorang tersebut dapat diukur dan dinilai. Dengan menilai status gizi seseorang atau sekelompok orang maka dapat diketahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut status gizinya baik ataukah tidak baik (Riyadi 2006). Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat yang setinggi mungkin (Almatsier 2003). Menurut Supariasa, Bakri dan Fajar (2001), penilaian status gizi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penilaian status gizi secara langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi
13
menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu survey konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran dari tubuh. Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain: berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit (Supariasa, Bakri, & Fajar 2001). Menurut
Hartono
(2006)
penggunaan
pengukuran
antropometri,
khususnya pengukuran berat badan, merupakan prinsip dasar pengkajian gizi dalam asuhan medik. Untuk mengkaji status gizi secara akurat, beberapa pengukuran yang spesifik juga diperlukan dan pengukuran ini mencakup indeks massa tubuh (IMT). Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial ephitelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya untuk survey klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survey ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Di samping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit (Supariasa, Bakri & Fajar 2001). Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik (Supariasa, Bakri & Fajar 2001). Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dan jaringan. Umunya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti
14
kejadian buta senja epidemik (epidemic of night blindness). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap (Supariasa, Bakri & Fajar 2001). Gizi Seimbang untuk Anak Usia Sekolah Dasar Kecepatan pertumbuhan anak di rentang usia ini merupakan kecepatan genetis masing-masing anak, yang juga dipengaruhi faktor lingkungan, terutama makanan. Di sisi lain, sebagian besar waktu anak usia ini banyak dimanfaatkan dengan aktivitas di luar rumah, yakni sekitar 3-6 jam di sekolah, beberapa jam untuk bermain, berolahraga dan sebagainya, sehingga anak memerlukan energi lebih banyak. Waktu yang lebih banyak digunakan bersama teman ini dapat mempengaruhi jadwal makan anak, bahkan terhadap pola makannya. Belum lagi karena pola makan salah di umur sebelumnyayang masih terbawa di usia ini. Akibatnya, anak kurang mendapatkan pola makan bergizi seimbang dan aman, sehingga berdampak pada berat badan (BB) yang rendah karena gizi kurang dan sering sakit. Bisa pula terjadi akibat asupan energi berlebih, selalu makan dan minum yang padat energi, sehingga anak mengalami masalah obesitas (kegemukan). Dengan adanya masalah-masalah tersebut, penting bagi orangtua untuk memperhatikan gizi seimbang di umur ini. Gizi yang baik pada anak usia sekolah akan menjadi landasan bagi status gizi, kesehatan dan stamina yang optimal pada usia selanjutnya. Beberapa hal yang perlu dilakukan antara lain, 1) membiasakan sarapan (makan pagi), 2) memperbanyak konsumsi sayur dan buah, 3) mengurangi makanan padat energi yang tinggi lemak, bergula dan asin, 4) meningkatkan aktivitas fisik, 5) mengurangi kegiatan santai, 6) memantau berat badan, 7) membiasakan memilih makanan jajanan yang aman, 8) minum air minimal 2 liter sehari, 9) bila perlu, membawa tempat minum sehingga air putih selalu tersedia (Kurniasih dkk 2010). Jajanan yang aman Banyak makanan jajanan anak sekolah tercemar mikroba atau kuman dan bahan kimia berbahaya, terutama zat pewarna bukan untuk makanan. Oleh karena itu, orangtua dan guru perlu mengajak anak sekolah agar membeli jajanan yang sehat. Anak usia sekolah dapat diajarkan untuk memilih jajanan sehat. Berikut beberapa tipsnya: 1) memilih makanan yag tertutup rapat, tidak berbau/berasa asam dan tidak berlendir, 2) memilih makanan yang berwarna tidak mencolok karena dikhawatirkan mengandung bahan pewarna bukan untuk makanan, 3) menghindari makanan gorengan berwarna gelap dan bertekstur keras. Itu salah satu ciri sudah digoreng berulang kali, yang dapat
15
membahayakan, 4) menghindari gorengan dengan permukaan putih. Minyak goreng yang digunakan kemungkinan telah dicampur plastik yang dapat membahayakan, 5) menghindari makanan berbungkus koran atau kertas dengan tinta pada bagian dalam bungkus. Zat kimia pada tinta koran/kertas dapat meracuni makanan, 6) bila membeli makanan panas, dibungkus dengan plastik putih, bukan dengan plastik kresek atau dari bahan beling, 7) memperhatikan makanan/minuman yang dikemas dengan menggunakan staples. Jika tidak harihati,
staples
dikhawatirkan
akan
tertelan
bersama
makanan,
dan
8)
memperhatikan kandungan gizi dan tanggal kedaluwarsa pada makanan kemasan (Kurniasih dkk 2010).
16
KERANGKA PEMIKIRAN Status gizi merupakan hasil masukan zat gizi dan pemanfaatannya dalam tubuh. Untuk mencapai status gizi yang baik diperlukan pangan yang mengandung cukup zat gizi, aman untuk dikonsumsi dan dapat memenuhi kebutuhan.
Kebutuhan
zat
gizi
(nutrient
requirement)
menggambarkan
banyaknya zat gizi minimal yang diperlukan oleh setiap orang agar dapat hidup sehat. Kebutuhan gizi antar individu bervariasi, ditentukan atau dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia, ukuran tubuh (berat badan dan tinggi badan), keadaan fisiologis (hamil dan menyusui), aktivitas fisik serta metabolisme tubuh. Oleh karena itu, jumlah zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan harus mencukupi kebutuhan tubuh untuk melakukan kegiatan fisik internal dan eksternal, pertumbuhan bagi usia bayi, balita, anak, dan remaja, atau untuk aktivitas dan pemeliharaan tubuh bagi orang dewasa dan lanjut usia (Hardinsyah et al 2002). Tingkat kecukupan gizi juga mempengaruhi status gizi seseorang. Konsumsi zat gizi yang cukup sesuai dengan angka kebutuhan gizi yang dianjurkan untuk setiap individu akan mengakibatkan status gizi yang baik pada seseorang. Sebaliknya jika konsumsi zat gizi berlebih atau kekurangan akan menimbulkan status gizi lebih atau kurang pada seseorang. Kekurangan atau kelebihan konsumsi gizi dari kebutuhan normal jika berlangsung dalam jangka waktu yang lama dapat membahayakan kesehatan (Hardinsyah & Martianto 1992). Konsumsi makanan anak usia sekolah dasar (SD), pada umumnya diperoleh dari konsumsi anak saat berada di rumah dan atau di lingkungan sekolah. Makanan yang dimakan ketika berada di rumah dapat berupa makanan yang dimasak dan disediakan di rumah maupun makanan jajanan. Makanan yang dimakan ketika berada di lingkungan sekolah dapat berasal dari bekal sekolah, katering (school feeding/penyelenggaraan makan), dan atau makanan jajanan yang dibeli di kantin sekolah, warung atau penjual kaki lima (PKL). Total konsumsi sehari anak usia sekolah diperoleh dari konsumsi makan di rumah dan di sekolah, sehingga dapat diketahui tingkat kecukupan energi dan zat gizi anak usia sekolah.
17
Karakteristik Siswa -Umur -Jenis Kelamin -Berat Badan -Tinggi Badan Karakteristik Sosek Keluarga Penyelenggaraan makan di Sekolah
Makan di rumah
Jumlah dan Jenis Pangan (Pendekatan kelompok PPH)
Intik Energi dan Zat Gizi
Angka Kecukupan Energi dan Zat Gizi
Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi
Status Gizi
Keterangan: : Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti : Hubungan yang dianalisis : Hubungan yang tidak dianalisis Gambar 1. Kerangka pemikiran keragaan status gizi, konsumsi pangan, tingkat kecukupan energi dan zat gizi, serta kontribusi energi dan zat gizi anak di sekolah dasar dengan penyelengaaran makanan
18
METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain crosssectional. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang berjudul “Analisis Penyelenggaraan Makanan di Sekolah Dasar serta Kualitas Menu Siswa di Sekolah” yang dilakukan oleh Reisi Nurdiani, Sp. Penelitian dilaksanakan di sekolah dasar negeri dan swasta di Kota Bogor. Pemilihan sekolah yang menjadi lokasi penelitian dilakukan secara purposif dengan pertimbangan (1) keberadaan penyelenggara makanan, (2) bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian dan (3) kemudahan untuk diakses dari segi lokasi maupun perizinan. Berdasarkan pertimbangan tersebut sekolah dasar yang terpilih terdiri dari dua jenis sekolah, yaitu sekolah dasar dengan penyelenggaraan makanan (SPM) dan sekolah dasar tanpa penyelenggaraan makan (STPM). Namun pada skripsi ini hanya menggunakan data dari sekolah dasar dengan penyelenggaraan makan (SPM) dengan latar belakang yang telah dijelaskan pada bagian pendahuluan. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Desember 2012 sampai Maret 2013. Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Pemilihan sekolah dasar sebagai lokasi penelitian dilakukan secara purposif berdasarkan data sekolah dasar di Kota Bogor dari Dinas Pendidikan Kota Bogor. Populasi penelitian ini adalah seluruh sekolah dasar di Kota Bogor yang berjumlah 307 sekolah (MI tidak termasuk). Berdasarkan data tersebut dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu SPM dan STPM. Selanjutnya berdasarkan data tersebut dan pertimbangan yang telah ditentukan sebelumnya, penelitian dilakukan di 2 SD yang terdiri atas Sekolah Dasar Alam Bogor (SAB) dan SDIT Insantama (SDIT IT) yang merupakan kelompok SPM. Kerangka pemilihan lokasi disajikan pada gambar berikut: Sekolah Dasar Kota Bogor
SPM SAB
SDIT Insantama
Gambar 2. Kerangka pemilihan lokasi penelitian
19
Sampel pada SPM terdiri atas siswa/siswi kelas 4 dan 5 yang merupakan peserta katering sekolah (katering yang disediakan oleh sekolah). Pada SPM, kelas pararel terpilih ditentukan berdasarkan jumlah siswa peserta katering sekolah terbanyak. Siswa yang menjadi sampel adalah siswa kelas 4 dan 5 dengan pertimbangan kemampuan menjawab dan keakuratan jawaban yang diberikan. Pada kelompok SPM diperoleh 58 sampel siswa yang memenuhi persyaratan. Sekolah Alam Bogor terdiri dari 23 sampel dan SDIT Insantama terdiri dari 35 sampel. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan berupa data sekunder. Data sekunder diperoleh dari penelitian yang berjudul “Analisis Penyelenggaraan Makanan di Sekolah Dasar serta Kualitas Menu Siswa di Sekolah” yang dilakukan oleh
(Reisi
Nurdiani 2010). Dalam penelitian tersebut, data diperoleh dengan cara wawancara menggunakan kuesioner dan pengamatan langsung dengan siswa. Data juga dikumpulkan dari pihak sekolah antara lain struktur organisasi sekolah, profil/gambaran umum sekolah, dan data-data umum siswa (data orang tua, nilai dan kehadiran), sedangkan data yang dikumpulkan dari katering sekolah adalah struktur organisasi katering, profil/gambaran umum katering, denah dapur/ruang pengolahan, serta daftar menu dan siklus menu. Namun pada penelitian ini tidak digunakan semua data tersebut. Penelitian ini hanya menggunakan data yang meliputi karakteristik sampel (umur, jenis kelamin), konsumsi pangan, penyelenggaraan makanan, daya terima, berat badan dan tinggi badan. Untuk lebih jelasnya, jenis dan cara pengambilan data dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
20
Tabel 1. Jenis dan cara pengumpulan data No
Variabel
Cara pengumpulan data
1.
Karakteristik siswa
BB: penimbangan menggunakan
-
Usia
timbangan
digital
dengan
-
Jenis kelamin
ketelitian 0,1 kg
-
Berat Badan
TB: pengukuran menggunakan
-
Tinggi Badan
microtoise dengan ketelitian 0,1 cm
2.
Konsumsi pangan sehari -
Konsumsi siswa
-
Jenis Konsumsi
menggunakan kuesioner dengan food recall 3x24 jam
Pengolahan dan Analisis Data Data sekunder yang diperoleh dari penelitian yang berjudul “Analisis Penyelenggaraan Makanan di Sekolah Dasar serta Kualitas Menu Siswa di Sekolah” yang dilakukan oleh Reisi Nurdiani, Sp. Akan diolah dan dianalisa melalui beberapa tahap yaitu coding dan cleaning data kemudian data ditabulasi dan dianalisis secara statistik dengan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS 14.0 for windows. Cleaning data dilakukan terhadap data yang tidak lengkap. Data konsumsi pangan dikonversi ke dalam energi dan zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) dan Daftar Kandungan Gizi Makanan Jajanan (DKGJ). Konversi dihitung dengan rumus sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994):
Keterangan: = Kandungan energi bahan makanan j yang dikonsumsi (g) = Berat bahan makanan j yang dikonsumsi (g) = Kandungan energi dalam 100 g BDD bahan makanan = Persen bahan makanan yang dapat dimakan (% BDD) Pengukuran status gizi dilakukan dengan metode antropometri melalui perhitungan indeks IMT/U. Penentuan status gizi contoh didasarkan pada indeks massa tubuh (IMT) menurut umur (IMT/U) yang mengacu pada referensi Departemen Kesehatan (2011). Klasifikasi pengkategorian status gizi pun dibagi
21
ke dalam 5 kelompok yaitu sangat kurus (< -3 SD), kurus (-3 SD ≤ z-score <-2 SD), Normal (-2 SD< z-score < +1 SD), gemuk (+1 SD < z-score ≤ +2 SD), dan obesitas (>+2SD) (Depkes 2011). Hasil perhitungan tersebut kemudian dibandingkan dengan referensi pada umur yang sama dengan anak yang dinilai status gizinya. Perhitungan IMT adalah berdasarkan rumus di bawah ini:
Rumus yang digunakan untuk menghitung kandungan zat gizi makanan jajanan adalah sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994):
Keterangan: = Kandungan zat gizi makanan jajanan j dengan berat B (g) = Berat bahan makanan j yang dikonsumsi (g) = Berat makanan j yang tercantum dalam tabel DKGJ = Kandungan zat gizi makanan jajanan j dengan berat
(Tabel DKGJ)
Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992), konsumsi makanan pada tingkat individu atau rumah tangga diterjemahkan ke dalam bentuk energi, protein, lemak, vitamin dan mineral per orang per hari. Rasio energi dan zat gizi terhadap kecukupan yang dianjurkan menggambarkan tingkat kecukupan individu. Tingkat kecukupan energi terhadap kebutuhan energi dihitung dengan membandingkan jumlah energi yang dikonsumsi dengan kebutuhan energi contoh. Perhitungan tingkat kecukupan energi dapat dilihat pada rumus berikut:
Sementara tingkat kecukupan protein, vitamin, dan mineral dibandingkan terhadap kecukupan protein, vitamin dan mineral (AKG). Perhitungan tingkat kecukupan protein, vitamin dan mineral dapat dilihat pada rumus berikut:
22
Definisi Operasional Usia: lamanya waktu hidup sejak lahir dihitung berdasarkan selisih tanggal, bulan, dan tahun saat penelitian. Berat Badan: massa tubuh dalam satuan kilogram yang meliputi lemak, otot, tulang, cairan tubuh dan lain-lain. Tinggi Badan: pengukuran tinggi badan anak dalam posisi berdiri tegak sempurna menempel ke dinding dan menghadap ke depan. Status Gizi: keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorpsi), dan utilisasi (utilization) zat gizi makanan yang ditentukan berdasarkan indeks berat badan menurut umur, tinggi badan menurut umur dan berat badan menurut tinggi badan. Konsumsi Makanan di Rumah: jumlah dan jenis energi dan zat gizi lainnya yang dikonsumsi di rumah diukur berdasarkan data konsumsi 2x24 jam. Konsumsi Makanan di sekolah: jumlah dan jenis energi dan zat gizi lainnya yang dikonsumsi di sekolah diukur berdasarkan data konsumsi 2x24 jam dan data food weighing. Makanan di rumah: makanan yang disiapkan dan disediakan di rumah, dapat berupa makanan utama maupun selingan. Makanan dari PM (Penyelenggaraan Makanan): makanan yang disediakan oleh pihak sekolah yang mengadakan penyelenggaraan makan di sekolah, berupa makan utama atau makan siang. Bekal dari rumah: makanan yang dibawa dari rumah sebagai bekal sekolah, dapat berupa makanan utama maupun makanan jajanan. Makanan jajanan: makanan yang siap dimakan dan diminum yang biasanya diperoleh dengan membeli baik yang dilakukan oleh anak sendiri maupun ibu yang terdiri dari makanan lengkap, makanan kudapan/snacks, minuman dan buah-buahan. Tingkat kecukupan: jumlah konsumsi pangan aktual terhadap kebutuhan gizi atau angka kecukupan gizi (AKG).
23
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Sekolah Dasar Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang berjudul “Analisis Penyelenggaraan makanan di Sekolah Dasar serta Kualitas menu Siswa di Sekolah” (Reisi Nurdiani 2010). Penelitian ini dilaksanakan di sekolah dasar negeri dan swasta di Kota Bogor. Namun pada skripsi ini hanya menggunakan data dari sekolah dasar dengan penyelenggaraan makanan (SPM), yaitu Sekolah Alam Bogor (SAB) dan SDIT Insantama.
SD Sekolah Alam Bogor (SAB) Sekolah Alam Bogor adalah salah satu sekolah yang dikembangkan dengan metode pembelajaran yang berbeda dengan metode sekolah dasar negeri ataupun swasta. Konsep Sekolah Alam Bogor mengintegrasikan tiga pilar pendidikan yang diyakini menjadi faktor kunci keunggulan manusia, yaitu pilar iman, ilmu, dan kepemimpinan. Karena itu, kurikulum Sekolah Alam Bogor bukan hanya menekankan pada tercapainya tujuan akademik (kurikulum Diknas), melainkan juga mengembangkan kurikulum non akademis khas sekolah alam bogor. Sekolah Alam Bogor bertekad menjadi sekolah percontohan tingkat nasional yang mengimplementasikan model pembelajaran terintegrasi berbasis alam dan potensi lokal. Sekolah Alam Bogor didirikan pada tahun 2002 oleh Yayasan Progress Insani. Pada awalnya sekolah ini bernama TK Alam Lembah Parigi dan hanya membuka layanan pendidikan program Taman Kanak-kanak dan kelompok Bermain (Playgroup). Lokasi sekolah terletak di jalan Arzimar II No. 16B Kelurahan Tegalgundil Kota Bogor. Pada tahun 2004, seiring dengan pertumbuhan sekolah, lokasi sekolah dipindahkan ke lokasi baru seluas 5000 m2 yang terletak di jalan Pangeran Ash-Shogiri 150 kelurahan Tanah Baru Kota Bogor. Nama sekolah diubah menjadi Sekolah Alam Bogor (SAB). Setahun berikutnya, Sekolah Alam Bogor membuka layanan pendidikan untuk anak-anak berkebutuhan khusus (special needs) dalam wadah program Learning Support Center (LSC). Sekolah Alam Bogor memperoleh izin operasional dari Dinas Pendidikan Kota Bogor pada tahun 2005 dan terakreditasi pada tahun 2008. Pada tahun 2010 tahun ajaran 2009/2010, SD Sekolah Alam Bogor memiliki 336 siswa.
24
Sekolah Alam Bogor memiliki 3 program yaitu Play group dan Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, dan Learning Support Center (LSC). Selain itu, sejak tahun 2010 kemarin sudah mulai dibuka program SMP. Waktu pembelajaran sekolah dasar di SAB adalah 08.00 – 14.00 kelas 1-2 dan 08.00 – 16.00 untuk kelas 3-6 dengan hari sekolah dari senin sampai dengan jum’at. Salah satu fasilitas yang dimiliki oleh SAB yaitu katering. Pengelolaan katering dilakukan secara terpisah dari sekolah, namun masih berada dalam satu yayasan. Katering sendiri berada di bawah unit bisnis yayasan. SAB menyediakan fasilitas katering sejak tahun 2005 dengan tujuan untuk menjaga kebutuhan pangan dan kesehatan siswa serta SDM. Fasilitas katering ini bersifat wajib bagi siswa kelas 1 selama 3 bulan pertama di sekolah, setelah itu bersifat tidak wajib bagi seluruh siswa. Jumlah siswa SAB yang menggunakan fasilitas katering per februari 2010 berjumlah 144 orang (kelas 1 sebanyak 41 orang, kelas 2 sebanyak 33 orang, dan kelas 3 sebanyak 25 orang, kelas 4 sebanyak 23 orang, kelas 5 sebanyak 16 orang, dan kelas 6 sebanyak 6 orang). Selain siswa, katering ini juga diperuntukkan bagi para guru dan pegawai. Pengelolaan penyelenggaraan makan sekolah tidak hanya melibatkan pihak sekolah dan katering tetapi juga orang tua siswa. Secara umum pengelolaan makan sekolah dilakukan oleh katering, sekolah berperan dalam peenetapan biaya, pengawasan pada waktu makan, kebersihan dan kesehatan karyawan, dan evaluasi menu sedangkan orang tua ikut berperan pada evaluasi menu. Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Insantama Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Insantama merupakan sekolah dasar yang didirikan oleh yayasan insantama. SD Islam Terpadu Insantama dikembangkan
dengan
konsep
penerapan
nilai-nilai
keislaman.
Menyelenggarakan pendidikan dasar berlandaskan islam yang memadukan aspek pembentukan kepribadian islam, dasar-dasar penguasaan tsaqofah islam, dan sains teknologi, dalam suasana budaya pendidikan yang religius serta didukung oleh peran serta orang tua dan masyarakat. SD IT Insantama Bogor berlokasi di Jl. Hegarmanah IV Pagentongan, Gunung Batu Kota Bogor. Visi SD IT Insantama yaitu mewujudkan SD IT insantama sebagai lembaga pendidikan yang bermutu tinggi dan unggul di Indonesia.
25
Pada tahun ajaran 2009/2010 SD IT Insantama memiliki 493 siswa yang terdiri atas 296 orang laki-laki dan 197 orang perempuan. Siswa kelas 4 berjumlah 73 orang (42 laki-laki dan 31 perempuan), sedangkan siswa kelas 5 berjumlah 73 orang (42 orang laki-laki dan 31 perempuan). SD IT Insantama memiliki staf pengajar sebanyak 60 orang dan staf penunjang 7 orang. Waktu pembelajaran SD IT Insantama adalah antara jam 08.00-14.00 WIB untuk SD kelas 1-2 dan jam 08.00 – 16.00 WIB untuk kelas 3-6 dengan hari sekolah dari senin sampai dengan jum’at. Fasilitas yang dimiliki oleh SD IT Insantama yaitu 1) Gedung Mandiri dengan fasilitas perpustakaan, sarana olah raga, laboratorium komputer dan science, 2) Pemeriksaan kesehatan bagi siswa, 3) Konsultasi psikologi orang tua dan siswa, dan 4) Jemputan dan katering. SD IT Insantama sangat peduli dengan fasilitas katering, hal ini terlihat dengan keterlibatan sekolah melalui unit layanan terhadap katering baik secara langsung ataupun tidak langsung. Sekolah terlibat mulai dari perencanaan menu sampai dengan evaluasi penyelenggaraan, meskipun masih belum optimal. Keterlibatan sekolah dalam hal perencanaan berupa perencanaan menu, harga, bahan, kualitas, dan lain-lain. Sekolah dan orang tua yang diwakili FOSIS ikut terlibat dalam memberikan masukan melalui rapat formal ataupun informal. Semua aktivitas yang termasuk dalam proses produksi sebagain besar dilakukan oleh katering, sedangkan pihak sekolah terlibat dalam pengawasan mutu, distribusi, porsi dan lain-lain. Fasilitas katering berada di bawah manajemen unit insantama cendikia, secara struktur organisasi katering tidak berada di bawah koordinasi sekolah tetapi berada di bawah yayasan yang sama. SDIT Insantama melayani fasilitas katering sejak tahun 2001. Fasilitas katering ini bertujuan untuk: 1) memudahkan orang tua dalam menyediakan makanan bagi anaknya, 2) menjaga kualitas makan anak-anak, dan 3) membudayakan makan bersama di sekolah dan tidak jajan di luar lingkungan sekolah. Fasilitas katering bersifat tidak wajib, sehingga tidak semua siswa mengikuti fasilitas ini. Fasilitas katering ini melayani siswa, guru, dan staf penunjang sekolah. Jumlah siswa yang mengikuti fasilitas katering per mei 2010 berjumlah 242 orang (kelas 1 sebanyak 64 orang, kelas 2 sebanyak 45 orang, kelas 3 sebanyak 53 orang, kelas 4 sebanyak 29 orang, kelas 5 sebanyak 28 orang, dan kelas 6 sebanyak 23 orang).
26
Karakteristik Contoh Contoh pada penelitian ini adalah anak kelas 4 dan 5 sekolah dasar yang berasal dari Sekolah Alam Bogor (SAB) dan SDIT Insantama yang merupakan peserta katering sekolah (katering yang disediakan oleh sekolah). Keseluruhan contoh berjumlah 58. Contoh dari Sekolah Alam Bogor (SAB) terdiri dari 23 contoh dan SDIT Insantama terdiri dari 35 contoh. Usia Kisaran contoh dalam penelitian ini adalah 9 sampai 12 tahun. Sebaran usia contoh di setiap sekolah dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Sebaran contoh berdasarkan usia Sekolah Alam Bogor
Usia (tahun)
SDIT Insantama
n
%
n
%
9 tahun
7
30.43
13
37.14
10 tahun
4
17.39
14
40.00
11 tahun
10
43.48
8
22.86
12 tahun
2
8.70
0
0.00
Total
23
100
35
100
P
0.063
Contoh pada penelitian ini cukup beragam, pada Sekolah Alam Bogor sebaran usia didominasi oleh usia 11 tahun, yaitu sebesar 43,48% dan pada SDIT Insantama didominasi oleh usia 10 tahun, yaitu sebesar 40,00%. Sekolah Alam Bogor memiliki 2 orang contoh yang berusia 12 tahun, namun pada SDIT Insantama hanya memiliki contoh dengan sebaran usia 9 sampai dengan 11 tahun. Sekolah Alam Bogor memiliki rata-rata usia 10,3 tahun, sedangkan SDIT Insantama memiliki rata-rata usia 9,8 tahun. Berdasarkan uji beda t sebaran usia berdasarkan kedua sekolah tersebut tidak berbeda nyata (p>0.05).
Jenis Kelamin Sebaran contoh menurut jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.
27
Tabel 3. Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin Sekolah Alam Bogor SDIT Insantama Jenis Kelamin n
%
n
%
Laki
16
69.6
23
65.7
Perempuan
7
30.4
12
34.3
Jumlah
23
100.0
35
100.0
P
0.765
Sebagaimana terlihat pada Tabel 3 di atas, baik sekolah Alam Bogor maupun SDIT Insantama didominasi oleh jenis kelamin laki-laki. Persentase lakilaki di masing-masing sekolah melebihi 65%. Persentase contoh pada sekolah Alam bogor untuk laki-laki 69,6% dan perempuan 30,4%, sedangkan pada SDIT Insantama persentase untuk laki-laki 65,7% dan perempuan 34,3%. Tidak terdapat perbedaan yang nyata pada kedua sekolah tersebut berdasarkan jenis kelamin. Status Gizi Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi) dan penggunaan (utilization) zat gizi makanan. Status gizi seseorang tersebut dapat diukur dan dinilai. Dengan menilai status gizi seseorang atau sekelompok orang, maka dapat diketahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut status gizinya baik ataukah tidak baik (Riyadi 2006). Penentuan status gizi contoh didasarkan pada indeks massa tubuh (IMT) menurut umur (IMT/U) yang mengacu pada referensi Departemen Kesehatan (2011). Klasifikasi pengkategorian status gizi dibagi ke dalam 5 kelompok yaitu sangat kurus (< -3 SD), kurus (-3 SD ≤ z-score <-2 SD), Normal (-2 SD< z-score < +1 SD), gemuk (+1 SD < z-score ≤ +2 SD), dan obesitas (>+2SD) (Depkes 2011). Sebaran contoh berdasarkan status gizi dapat dilihat pada Tabel 4.
28
Tabel 4. Sebaran contoh berdasarkan status gizi Status Gizi
Sekolah Alam Bogor SDIT Insantama n
%
n
%
Sangat Kurus
1
4.3
2
5.2
Kurus
6
26.1
3
15.5
Normal
10
43.5
20
51.7
Gemuk
2
8.7
3
8.6
Obesitas
4
17.4
7
19.0
Jumlah
23
100.0
35
100.0
P
0.501
Tabel 4 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar contoh memiliki status gizi yang normal baik pada Sekolah Alam Bogor maupun SDIT Insantama. Persentase kategori normal pada Sekolah Alam Bogor sebesar 43.5% dan pada SDIT Insantama sebesar 51.7%. Tidak terdapat perbedaan yang nyata pada kedua sekolah berdasarkan status gizinya. Tabel 5. Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan status gizi Jenis Kelamin dan Status Gizi Sekolah Alam Bogor SDIT Insantama Laki-laki
n
%
n
%
Sangat Kurus
1
6.3
1
4.3
Kurus
5
31.3
2
8.7
Normal
7
43.8
14
60.9
Gemuk
1
6.3
2
8.7
Obesitas
2
12.5
4
17.4
n
%
n
%
P
0.482
Perempuan
P
Sangat Kurus
0
0.0
1
5.3
Kurus
1
14.3
1
10.5
Normal
3
42.9
6
47.4
Gemuk
1
14.3
1
10.5
Obesitas
2
28.6
3
26.3
0.917
29
Tabel 5 di atas menunjukkan sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan status gizi pada kedua sekolah. Pada jenis kelamin laki-laki, kategori normal mendominasi, dimana persentase 43.8% untuk Sekolah Alam Bogor dan 60.9% untuk SDIT Insantama. Pada jenis kelamin laki-laki tidak terdapat perbedaan yang nyata di kedua sekolah. Hal ini berlaku juga untuk jenis kelamin perempuan, kategori normal kembali mendominasi, dimana Sekolah Alam Bogor memiliki persentase sebesar 42.9% dan SDIT Insantama memiliki persentase sebesar 47.4%, sehingga tidak terdapat perbedaan yang nyata pada kedua sekolah berdasarkan jenis kelamin perempuan.
Jumlah dan Jenis Pangan Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang dimakan seseorang atau kelompok orang dengan tujuan tertentu. Tujuan mengkonsumsi pangan dalam aspek gizi adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh. Konsumsi pangan meliputi informasi mengenai jenis pangan dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang (sekeluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi (Hardinsyah & Martianto1988). Pengelompokkan jenis pangan didasarkan pada pendekatan kelompok pola pangan harapan (PPH). Pola pangan harapan merupakan jenis dan jumlah kelompok pangan utama yang dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi. Ada Sembilan kelompok pangan pada PPH yaitu kelompok padi-padian, umbi-umbian/pangan berpati, pangan hewani, minyak dan lemak, buah/biji berminyak,
kacang-kacangan,
gula,
sayur
dan
buah,
dan
lain-lainnya
(Hardinsyah et al 2001). Ada dua jenis pangan yang paling banyak dikonsumi contoh baik pada Sekolah Alam Bogor maupun SDIT Insantama berdasarkan kelompok PPH yaitu jenis pangan kelompok padi-padian dan jenis pangan hewani. Ada 70 nama makanan yang dikonsumsi contoh pada kedua sekolah yang termasuk kelompok padi-padian dan jenis olahannya. Contoh pada SDIT Insantama lebih beragam dalam mengkonsumsi makanan kelompok padi-padian dibandingkan Sekolah Alam Bogor. Nama makanan yang dikonsumsi contoh selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Tabel 6 menunjukkan nama makanan jenis pangan padipadian yang dominan dikonsumsi contoh pada Sekolah Alam Bogor dan SDIT
30
Insantama. Tabel 6 memperlihatkan bahwa contoh pada SDIT Insantama umumnya lebih banyak mengkonsumsi makanan kelompok
padi-padian
dibandingkan contoh pada Sekolah Alam Bogor.
Tabel 6. Jumlah dan nama makanan jenis pangan padi-padian dan olahannya yang dominan dikonsumsi contoh Nama Makanan
Jumlah yang dikonsumsi (g/kapita/hari) Sekolah Alam Bogor
SDIT Insantama
Nasi
210.99
252.10
Bubur ayam
20.29
5.71
Nasi goreng
16.30
24.29
Mie goreng
14.13
13.33
Roti cokelat
11.59
12.19
Nasi uduk
2.90
11.43
Bihun goreng
5.80
3.81
Cococrunch
5.80
6.67
Bolu
2.90
5.24
Donat
0.58
3.24
Spagetti
2.90
1.90
Ketupat
3.62
2.38
Biskuit
0.58
2.38
Makaroni pedas
6.52
1.90
Mie Indomie rebus
1.52
2.33
Pada jenis pangan padi-padian dan olahannya yang dominan dikonsumsi contoh terdapat sembilan nama makanan yang lebih banyak dikonsumsi contoh pada SDIT Insantama dibandingkan Sekolah Alam Bogor. Nama makanan tersebut yaitu nasi 252.10 g/kap/hari, nasi goreng 24.29 g/kap/hari, roti cokelat 12.19 g/kap/hari, nasi uduk 11.43 g/kap/hari, cococrunch 6.67 g/kap/hari, bolu 5.24 g/kap/hari, donat 3.24 g/kap/hari, biskuit 2.38 g/kap/hari dan mie indomie rebus 2.33 g/kap/hari. Nama makanan kelompok umbi-umbian dan olahannya yang dikonsumsi contoh tidak sebanyak pada kelompok padi-padian. Ada 10 nama makanan yang dikonsumsi pada kelompok umbi-umbian dan olahannya. Jumlah dan nama
31
makanan jenis umbi-umbian dan olahannya yang dominan dikonsumsi contoh dapat terlihat pada Tabel 7. Tabel 7. Jumlah dan nama makanan jenis pangan umbi-umbian dan olahannya yang dominan dikonsumsi contoh Nama Makanan
Jumlah yang dikonsumsi (g/kapita/hari) Sekolah Alam Bogor
SDIT Insantama
25.36
-
-
1.14
Kroket wortel
16.01
-
Keripik singkong
1.45
0.95
Balado kentang
0.72
9.52
Singkong goreng keju
-
0.95
Chitato
-
0.76
3.04
-
Kentang goreng Kroket
Perkedel kentang
Kedua sekolah memiliki keragaman konsumsi yang sama pada jenis pangan umbi-umbian dan olahannya. Nama makanan jenis pangan umbi-umbian dan
olahannya
selengkapnya
dapat
dilihat
pada
Lampiran
6.
Jenis
pangan/makanan kelompok umbi-umbian yang dominan dikonsumsi contoh pada sekolah Alam Bogor yaitu kentang goreng (25.36 g/kap/hari), kroket wortel (16.01 g/kap/hari), keripik singkong (1.45 g/kap/hari), balado kentang (0.72 g/kap/hari), perkedel kentang (3.04 g/kap/hari). Pada nama makanan kentang goreng, kroket wortel dan perkedel kentang yang dominan dikonsumsi oleh contoh pada Sekolah Alam Bogor, tidak dikonsumsi contoh pada SDIT Insantama. Begitu juga dengan jenis pangan/makanan kroket, singkong goreng keju, dan chitato yang dominan dikonsumsi oleh contoh pada SDIT Insantama, tidak dikonsumsi oleh contoh pada Sekolah Alam Bogor. Kelompok selanjutnya yaitu pangan hewani dan olahannya dapat terlihat pada Tabel 8. Jumlah dan nama makanan yang dikonsumsi untuk pangan hewani dan olahannya lebih banyak dikonsumsi contoh pada Sekolah Alam Bogor dibandingkan SDIT Insantama. Nama makanan kelompok hewani dan olahannya yang dikonsumsi contoh terdiri dari 70 nama makanan. Nama makanan jenis pangan hewani dan olahannya selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7.
32
Tabel 8. Jumlah dan nama makanan jenis pangan hewani dan olahannya yang dominan dikonsumsi contoh Nama Makanan
Jumlah yang dikonsumsi (g/kapita/hari) Sekolah Alam Bogor
SDIT Insantama
Susu
13.04
85.71
Soto ayam
13.04
38.33
Telur
7.83
11.43
Ayam goreng
20.03
21.90
Sosis
2.32
4.88
Bakso
2.03
8.76
Ikan goreng
2.90
4.76
Nuget ayam
29.35
1.71
Udang goreng
1.23
0.77
-
17.81
Siomay
Tabel 8 menunjukkan nama makanan yang dominan dikonsumsi oleh kedua sekolah, terlihat bahwa contoh pada SDIT Insantama lebih banyak mengkonsumsi pangan/makanan kelompok pangan hewani dan olahannya dibandingkan contoh pada Sekolah Alam Bogor. Jenis pangan/makanan tersebut ada 8 jenis, yaitu susu (85.71 g/kap/hari), soto ayam (38.33 g/kap/hari), telur (11.43 g/kap/hari). Ayam goreng (21.90 g/kap/hari), sosis (4.88 g/kap/hari), bakso (8.76 g/kap/hari), ikan goreng (4.76 g/kap/hari), siomay (17.81 g/kap/hari). Perbedaan jumlah nama makanan yang dikonsumsi contoh pada kedua sekolah cukup berbeda signifikan. Hal ini bisa dilihat misalnya pada nama makanan susu dan nuget ayam. Pada nama makanan susu contoh pada Sekolah Alam Bogor hanya mengkonsumsi 13.04 g/kap/hari, sangat berbeda dengan contoh pada SDIT Insantama yang mengkonsumsi 85.71 g/kap/hari, sedangkan pada nama makanan nuget berlaku sebaliknya, dimana contoh pada Sekolah Alam Bogor mengkonsumsi 29.35 g/kap/hari, tetapi contoh pada SDIT Insantama hanya mengkonsumsi 1.71 g/kap/hari. Kelompok selanjutnya yaitu kelompok kacang-kacangan dan olahannya dapat dilihat pada Tabel 9. Ada 15 nama makanan yang dikonsumsi contoh yang termasuk kelompok kacang-kacangan dan olahannya. Contoh pada Sekolah Alam Bogor lebih beragam mengkonsumsi nama makanan kelompok kacang-
33
kacangan dan olahannya dibandingkan contoh pada SDIT Insantama. Nama makanan yang dikonsumsi contoh selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8. Secara keseluruhan nama makanan yang ditemukan sama-sama dikonsumsi contoh pada Sekolah Alam Bogor dan SDIT Insantama terlihat bahwa contoh pada Sekolah Alam Bogor umumnya lebih banyak mengkonsumsi nama makanan tersebut dibandingkan contoh pada SDIT Insantama. Pada Tabel 9, pada nama makanan yang dominan dikonsumsi contoh terlihat bahwa terdapat empat nama makanan yang lebih banyak dikonsumsi contoh pada Sekolah Alam Bogor. Nama makanan tersebut adalah tahu goreng, tempe goreng, tempe goreng tepung dan kacang, sedangkan contoh pada SDIT Insantama pun terdapat dua nama makanan yang lebih banyak dikonsumsi daripada Sekolah Alam Bogor. Nama makanan tersebut yaitu tempe bacem dan tahu bacem. Tabel 9. Jumlah dan nama makanan jenis kelompok kacang-kacangan dan olahannya yang dominan dikonsumsi contoh Nama Makanan
Jumlah yang dikonsumsi (g/kapita/hari) Sekolah Alam Bogor
SDIT Insantama
Tahu goreng
9.78
6.19
Tempe goreng
6.52
5.24
Tempe goreng tepung
2.54
0.24
Tahu bacem
1.45
17.81
Tempe bacem
0.72
8.57
Semur tahu
0.72
0.48
Kacang kulit asin
1.45
0.71
Bubur kacang hijau
2.17
-
Kelompok selanjutnya yaitu kelompok buah dan sayur. Nama makanan kelompok buah yang dominan dikonsumsi contoh disajikan pada Tabel 10.
34
Tabel 10. Jumlah dan nama makanan jenis kelompok buah dan olahannya yang dominan dikonsumsi contoh Jumlah yang dikonsumsi (g/kapita/hari) Nama Makanan Sekolah Alam Bogor
SDIT Insantama
Pepaya
34.06
0.95
Pisang
-
16.19
Jeruk
2.90
19.05
Semangka
10.87
1.43
Melon
2.17
28.67
Jus Apel
6.16
-
Apel
1.09
-
Jus mangga
-
1.90
Mangga
-
0.95
Terdapat 15 nama makanan yang dikonsumsi contoh pada kelompok buah. Contoh pada SDIT Insantama lebih beragam mengkonsumsi
nama
makanan kelompok buah dibandingkan Sekolah Alam Bogor. Nama makanan yang dikonsumsi contoh selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9. Nama makanan kelompok buah yang ditemukan sama-sama dikonsumsi contoh pada Sekolah Alam Bogor dan SDIT Insantama terlihat bahwa contoh pada SDIT Insantama umumnya lebih banyak mengkonsumsi nama makanan tersebut dibandingkan contoh pada Sekolah Alam Bogor. Pada Tabel 10, terlihat bahwa terdapat tiga nama makanan yang lebih banyak dikonsumsi oleh contoh pada SDIT Insantama. Nama makanan tersebut adalah pisang, jeruk dan melon, sedangkan pada contoh Sekolah Alam Bogor terdapat juga tiga nama makanan yang lebih banyak dikonsumsi daripada SDIT Insantama. Nama makanan tersebut adalah papaya, semangka dan jus apel. Kelompok sayur yang dominan dikonsumsi contoh dapat dilihat pada Tabel 11. Pada kelompok sayur ini terdapat 16 nama makanan yang dikonsumsi contoh. Contoh pada Sekolah Alam Bogor memiliki keragaman yang lebih dalam konsumsi makanan kelompok sayur dibandingkan SDIT Insantama. Nama makanan yang dikonsumsi contoh selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 10.
35
Tabel 11. Jumlah dan nama makanan jenis kelompok sayur dan olahannya yang dominan dikonsumsi contoh Nama Makanan
Jumlah yang dikonsumsi (g/kapita/hari) Sekolah Alam Bogor
SDIT Insantama
Oseng bayam wortel
36.96
-
Capcay
2.90
18.90
Sop
12.32
5.71
Sop wortel jamur
38.41
-
Sayur kangkung
11.59
15.24
Sayur asem
1.45
0.95
Sayur sawi hijau
1.45
0.48
Sayur daun singkong
1.45
-
Sayur bayam
1.45
9.05
Secara keseluruhan nama makanan kelompok sayur yang ditemukan sama-sama dikonsumsi contoh pada Sekolah Alam Bogor dan SDIT Insantama terlihat bahwa contoh pada Sekolah Alam Bogor umumnya lebih banyak mengkonsumsi nama makanan tersebut dibandingkan contoh pada SDIT Insantama. Pada Tabel 11, terlihat bahwa terdapat 3 nama makanan yang dikonsumsi oleh contoh pada Sekolah Alam Bogor, namun tidak dikonsumsi oleh contoh pada SDIT Insantama. Nama makanan tersebut yaitu oseng bayam wortel, sop wortel jagung dan sayur daun singkong. Kelompok PPH yang terakhir yaitu kelompok lainnya. Kelompok lainnya yaitu jenis pangan yang tidak termasuk ke dalam delapan kategori kelompok di atas. Nama makanan kelompok lainnya yang dominan dikonsumsi contoh dapat dilihat pada Tabel 12. Pada kelompok lainnya ini terdapat 31 nama makanan yang dikonsumsi contoh. Contoh pada SDIT Insantama lebih beragam mengkonsumsi makanan kelompok lainnya dibandingkan contoh pada Sekolah Alam Bogor. Nama makanan yang dikonsumsi contoh selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 11.
36
Tabel 12. Jumlah dan nama makanan jenis pangan kelompok lainnya dan olahannya yang dominan dikonsumsi contoh Nama Makanan
Jumlah yang dikonsumsi (g/kapita/hari) Sekolah Alam Bogor
SDIT Insantama
Teh poci
8.70
-
Teh botol
2.90
8.57
Okky jelly drink
5.80
5.71
Es krim
2.61
2.29
Agar-agar
2.75
1.81
Coklat
0.36
0.48
Meisis
4.35
0.95
Es doger
-
1.90
Es cendol
2.90
-
Es Marjan
-
1.90
Secara keseluruhan nama makanan kelompok lainnya yang ditemukan sama-sama dikonsumsi contoh pada kedua sekolah terlihat bahwa contoh pada Sekolah Alam Bogor umumnya lebih banyak mengkonsumsi nama makanan tersebut dibandingkan contoh pada SDIT Insantama. Pada Tabel 12 terlihat bahwa terdapat empat nama makanan kelompok lainnya yang lebih banyak dikonsumsi contoh pada Sekolah Alam Bogor. Nama makanan tersebut adalah okky jelly drink 5.80 g/kap/hari, es krim 2.61 g/kap/hari, agar-agar 2.75 g/kap/hari dan mises 4.35 g/kap/hari, sedangkan contoh pada SDIT Insantama terdapat 2 nama makanan yang lebih banyak dikonsumsi daripada contoh pada Sekolah Alam Bogor, yaitu teh botol 8.57 g/kap/hari dan coklat 0.48 g/kap/hari. Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkaan (AKG) atau Recommended Dietary Allowances (RDA) adalah taraf konsumsi zat-zat gizi esensial, yang berdasarkan pengetahuan ilmiah dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan hampir semua orang sehat (Almatsier 2009). AKG yang dianjurkan didasarkan pada patokan berat badan untuk masing-masing kelompok umur, gender, aktivitas fisik, dan kondisi fisiologis tertentu seperti kehamilan dan menyusui (Almatsier 2009). Rata-rata konsumsi energi dan zat gizi contoh dapat dilihat pada Tabel 13.
37
Tabel 13. Rata-Rata Konsumsi Energi dan Zat Gizi Contoh Rata-rata
Zat Gizi
Sekolah Alam Bogor SDIT Insantama Energi (kkal)
1733
1846
Protein (g)
50.4
56.1
Vitamin A (RE)
888.5
607.2
Vitamin C (mg)
83.8
34.9
Kalsium (mg)
1297.3
2307.3
Zat Besi (mg)
15.3
14.6
Fosfor (mg)
678.2
826.9
Tabel 13 menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi energi, protein, kalsium dan fosfor contoh pada sekolah SDIT Insantama lebih tinggi dibandingkan contoh pada Sekolah Alam Bogor, namun pada rata-rata konsumsi vitamin A, vitamin C dan besi contoh Sekolah Alam Bogor lebih tinggi dibandingkan contoh pada SDIT Insantama. Data rata-rata tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh dapat dilihat pada tabel selanjutnya yaitu Tabel 14. Perbedaan yang cukup mencolok terdapat pada rata-rata tingkat kecukupan vitamin C, dimana pada Sekolah Alam Bogor persentasenya mencapai 176.4%, sedangkan pada SDIT Insantama hanya memiliki persentase 73.5%. Hal ini mengindikasikan bahwa contoh pada Sekolah Alam Bogor mengkonsumsi makanan sumber vitamin C yang lebih beragam dan jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan contoh pada SDIT Insantama. Tabel 14. Rata-rata Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Contoh Zat Gizi
Persentase (%) Sekolah Alam Bogor
SDIT Insantama
Energi
90.0
95.9
Protein
106.1
118.1
Vitamin A
161.5
110.4
Vitamin C
176.4
73.5
Kalsium
162.2
288.8
Zat Besi
115.2
110.3
Fosfor
96.9
118.1
38
Tingkat Kecukupan Energi Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak dan protein yang ada di dalam makanan. Tingkat kecukupan energi dan protein dibedakan menjadi empat cut off points menurut DepKes (1996) diacu dalam Sukandar (2007) adalah: (1) defisit tingkat berat (<70% AKG), (2) defisit tingkat sedang (70-79% AKG), (3) defisit tingkat ringan (80-89% AKG), (4) normal (90-119% AKG), dan (5) kelebihan (≥120% AKG).
Tabel 15. Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan energi Klasifikasi
Sekolah Alam Bogor SDIT Insantama n
%
n
%
Defisit tk. Berat
2
8.7
3
8.6
Defisit tk. Sedang
4
17.4
4
11.4
Defisit tk. Ringan
5
21.7
7
20.0
Normal
11
47.8
17
48.6
Kelebihan
1
4.3
4
11.4
Jumlah
23
100.0
35
100.0
P
0.480
Pada Tabel 15 menunjukkan bahwa tingkat kecukupan energi di kedua sekolah didominasi oleh tingkat kecukupan normal. Sekolah Alam Bogor memiliki persentase 47.8% dan SDIT Insantama memiliki persentase 48.6% pada klasifikasi normal. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar contoh memiliki frekuensi makan yang cukup sehingga mampu memenuhi kebutuhan terhadap energi sehari-hari. Walaupun demikian sebaran tingkat kecukupan energi contoh yang mengalami defisit juga tidak bisa dikatakan kecil, untuk Sekolah Alam Bogor memiliki persentase 8.7%, 17.4%, dan 21.7% pada klasifikasi defisit tingkat berat sampai ringan secara berturut-turut, sedangkan pada SDIT Insantama memiliki persentase 8.6%, 11.4%, dan 20.0% pada klasifikasi yang sama. Berdasarkan Tabel 15 juga kita dapat menyatakan tidak ada perbedaan yang nyata dari kedua sekolah berdasarkan tingkat kecukupan energinya.
39
Tingkat Kecukupan Protein Menurut Almatsier (2003), fungsi protein yaitu untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh, pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh, mengatur keseimbangan air, memelihara netralitas tubuh, pembentukan antibodi, mengangkut zat-zat gizi dan sebagai sumber energi. Tabel 16 menunjukkan bahwa contoh pada Sekolah Alam Bogor memiliki persentase yang besar pada tingkat kecukupan protein yang normal, yaitu sebesar 47.8%. Hal ini berbeda dengan SDIT Insantama yang memiliki persentase terbesar pada tingkat kecukupan protein berlebih, yaitu sebesar 42.9%. Persentase
tingkat kecukupan protein berlebih pada kedua sekolah
terbilang cukup besar. Hal ini dikarenakan rata-rata angka kecukupan protein Sekolah Alam Bogor dan SDIT Insantama juga cukup besar, yaitu masingmasing 50.4 g dan 56.1 g.
Tabel 16. Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan protein Klasifikasi
Sekolah Alam Bogor SDIT Insantama n
%
n
%
Defisit tk. Berat
2
8.7
1
2.9
Defisit tk. Sedang
2
8.7
2
5.7
Defisit tk. Ringan
2
8.7
4
11.4
Normal
11
47.8
13
37.1
Kelebihan
6
26.1
15
42.9
Jumlah
23
100.0
35
100.0
P
0.210
Pada Tabel 16 juga kita dapat menyimpulkan tidak terdapat perbedaan yang nyata pada kedua sekolah berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan proteinnya.
Tingkat Kecukupan Kalsium (Ca) Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral digolongkan ke dalam mineral makro, yaitu mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg perhari, misalnya kalsium (Ca) dan fosfor (P), dan mineral mikro dibutuhkan kurang dari
40
100 mg sehari, misalnya besi (Fe). Kalsium mempunyai berbagai fungsi dalam tubuh. Salah satu yang terpenting adalah pembentukan tulang dan gigi. Di dalam cairan ekstraseluler dan intraseluler kalsium memegang peranan penting dalam mengatur fungsi sel, seperti untuk transmisi saraf, kontraksi otot, penggumpalan darah, dan menjaga permeabilitas membrane sel. Kalsium mengatur pekerjaan hormon-hormon dan faktor pertumbuhan (Almatsier 2003). Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan kalsium dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan Kalsium Klasifikasi
Sekolah Alam Bogor SDIT Insantama n
%
n
%
Kurang
7
30.4
0
0.0
Cukup
16
69.6
35
100.0
Jumlah
23
100.0
35
100.0
P
0.000
Tabel 17 di atas menunjukkan bahwa contoh pada Sekolah Alam Bogor mengalami tingkat kecukupan kalsium kategori cukup sebesar 69.6% dan kurang sebesar 30.4%, sehingga kategori cukup mendominasi pada sekolah ini. Hal ini berbeda dengan SDIT Insantama yang keseluruhan contoh pada sekolah tersebut mengalami tingkat kecukupan kalsium yang normal. Hal ini bisa dikarenakan bahwa umumnya contoh pada SDIT Insantama mengkonsumsi sumber kalsium yang beragam sehingga dapat memenuhi angka kebutuhannya dan salah satu makanan sumber kalsium yang banyak dikonsumsi oleh contoh di SDIT Insantama adalah susu. Terdapat perbedaan yang nyata pada kedua sekolah berdasarkan sebaran tingkat kecukupan kalsium. Angka kecukupan kalsium bagi anak usia 7-9 tahun adalah 600 mg untuk laki-laki dan perempuan dan 1000 mg bagi anak usia 10-12 tahun juga untuk laki-laki dan perempuan (WNPG 2004). Menurut Almatsier (2003),
sumber
kalsium utama adalah susu dan hasil olahan susu, seperti keju. Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan, tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh.
41
Tingkat Kecukupan Fosfor (P) Fosfor mempunyai berbagi fungsi dalam tubuh, yaitu kalsifikasi tulang dan gigi, mengatur pengalihan energi, absorpsi dan transportasi zat gizi, bagian dari ikatan tubuh esensial, dan pengatur keseimbangan asam basa (Almatsier 2003). Tabel 18 menunjukkan bahwa contoh pada Sekolah Alam Bogor memiliki persentase terbesar pada kategori kurang, yaitu 56.3%, sedangkan pada SDIT Insantama memiliki persentase terbesar pada kategori cukup, yaitu sebesar 51.4%. Secara umum tidak terdapat perbedaan yang nyata pada kedua sekolah berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan Fosfor.
Tabel 18. Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan Fosfor (P) Klasifikasi
Sekolah Alam Bogor SDIT Insantama n
%
n
%
Kurang
13
56.5
17
48.6
Cukup
10
43.5
18
51.4
Jumlah
23
100.0
35
100.0
P
0.561
Angka kecukupan fosfor bagi anak usia 7-9 tahun laki-laki dan perempuan adalah 400 g dan pada usia 10-12 tahun juga bagi laki-laki dan perempuan adalah 1000 g per hari (WNPG 2004). Menurut Almatsier (2003), fosfor terdapat di dalam semua makanan, terutama makanan kaya protein, seperti daging, ayam, ikan , telur, susu dan hasil olahannya, kacang-kacangan dan hasil olahannya, serta serealia. Tingkat Kecukupan Besi (Fe) Menurut Almatsier (2003), kehilangan zat besi dapat terjadi karena konsumsi makanan yang kurang seimbang atau gangguan absorpsi zat besi. Kekurangan zat besi dapat terjadi karena perdarahan akibat cacaingan atau luka dan akibat penyakit-penyakit yang mengganggu absorpsi, seperti penyakit gastro intestinal. Tabel 19 menunjukkan bahwa contoh pada kedua sekolah memiliki tingkat kecukupan zat besi kategori cukup. Sekolah Alam Bogor memiliki persentase 82.6% dan SDIT Insantama memiliki persentase 77.1%, dan tidak
42
terdapat perbedaan yang nyata pada kedua sekolah berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan besinya.
Tabel 19. Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan zat Besi (Fe) Sekolah Alam Bogor SDIT Insantama
Klasifikasi
n
%
n
%
Kurang
4
17.4
8
22.9
Cukup
19
82.6
27
77.1
Jumlah
23
100.0
35
100.0
P
0.623
Angka kecukupan zat besi untuk usia 7-9 tahun laki-laki dan perempuan adalah 10 mg, dan untuk usia 10-12 tahun jenis kelamin laki-laki adalah 13 mg, serta 20 mg untuk jenis kelamin perempuan (WNPG 2004). Almatsier (2003) menyebutkan zat besi berfungsi penting sebagai metabolisme energi, berperan dalam kemampuan belajar, dan system kekebalan. Pada anak-anak yang kekurangan zat besi akan menimbulkan apatis, mudah tersinggung, menurunnya kemampuan untuk konsentrasi belajar. Tingkat Kecukupan Vitamin A Vitamin adalah zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah yang sangat kecil dan pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh. Vitamin terdiri dari dua kategori yaitu larut lemak (vitamin A dan vitamin B), dan larut air (vitamin
C).
Vitamin
A
essensial
untuk
pemeliharaan
kesehatan
dan
kelangsungan hidup dan berbagai fungsi faali tubuh. Vitamin A berperan dalam fungsi penglihatan, diferensia sel, kekebalan, pertumbuhan dan perkembangan (Almatsier 2003).
Tabel 20. Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan vitamin A Klasifikasi
Sekolah Alam Bogor SDIT Insantama n
%
n
%
Kurang
0
0.0
10
28.6
Cukup
23
100.0
25
71.4
Jumlah
23
100.0
35
100.0
P
0.004
43
Tabel 20 menunjukkan bahwa seluruh contoh pada Sekolah Alam Bogor memiliki tingkat kecukupan vitamin A pada kategori cukup, berbeda dengan SDIT Insantama yang memiliki persentase 28.6% contoh berada pada kategori kurang. Hal ini mengindikasikan bahwa contoh pada Sekolah Alam Bogor mengkonsumsi bahan makanan sumber vitamin A yang cukup dalam makanan sehari-harinya. Pangan yang mengandung sumber vitamin A adalah sayuran berwarna hijau tua serta sayuran dan buah-buahan yang berwarna kuning-jingga, seperti wortel, tomat, daun singkong, daun kacang, kangkung, bayam, kacang panjang, buncis, papaya, mangga dan nangka masak (Almatsier 2003). Angka kecukupan vitamin A bagi anak usia 7-9 tahun baik pada laki-laki maupun perempuan adalah 500 RE per hari, dan bagi anak usia 10-12 tahun adalah 600 RE per hari baik pada laki-laki maupun perempuan (WNPG 2004). Tingkat Kecukupan Vitamin C Vitamin C di dalam tubuh berfungsi terkait dengan sifat alamiahnya sebagai antioksidan. Fungsi vitamin C lainnya yang penting di dalam tubuh yaitu sintesis kolagen, absorpsi dan metabolism zat besi, absorpsi kalsium, dan mencegah infeksi (Almatsier 2003). Tabel 21 menunjukkan bahwa contoh pada Sekolah Alam Bogor memiliki persentase 82.6% pada tingkat kecukupan vitamin C kategori cukup, berbeda dengan SDIT Insantama yang memiliki persentase 65.7% pada tingkat kecukupan vitamin C kategori kurang, sehingga terdapat perbedaan yang nyata pada kedua sekolah berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C-nya.
Tabel 21. Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C Klasifikasi
Sekolah Alam Bogor SDIT Insantama n
%
n
%
Kurang
4
17.4
23
65.7
Cukup
19
82.6
12
34.3
Jumlah
23
100.0
35
100.0
P
0.000
Sediaoetama (2006) menyebutkan bahwa defisiensi vitamin C memberi gejala penyakit skorbut dengan kerusakan terutama terjadi pada rongga mulut, pembuluh kapiler darah, dan jaringan tulang. Angka kecukupan vitamin C bagi
44
anak usia 7-9 tahun laki-laki dan perempuan adalah 45 mg, dan bagi anak usia 10-12 tahun laki-laki dan perempuan adalah 50 mg (WNPG 2004). Vitamin C pada umumnya hanya terdapat di dalam pangan nabati, yaitu sayur dan buah terutama yang asam, seperti jeruk, nenas, rambutan, pepaya dan gandaria. Vitamin C juga banyak terdapat di dalam sayuran daun-daunan dan jenis kol (Almatsier 2003).
Kontribusi Energi dan Protein dari Penyelenggaraan Makanan Makanan dari penyelenggaraan makanan merupakan makanan yang disediakan oleh pihak sekolah yang mengadakan penyelenggaraan makan di sekolah, berupa makan utama atau makan siang. Pada Tabel 22 di bawah ini menampilkan kontribusi energi dan protein dari makanan yang berasal penyelenggaraan makanan dibandingkan dengan konsumsi serta angka kecukupan energi dan protein contoh dari kedua sekolah. Tabel 22. Kontribusi energi dan protein dari penyelenggaraan makanan Persentase Kontribusi dibandingkan dengan konsumsi
Zat Gizi
Sekolah Alam Bogor
SDIT Insantama
Energi
30.4
28.3
Protein
28.0
26.8
Zat Gizi
Persentase Kontribusi dibandingkan dengan angka kecukupan Sekolah Alam Bogor
SDIT Insantama
Energi
27.4
27.1
Protein
28.2
30.0
Pada Tabel 22 di atas terlihat bahwa kontribusi makanan dari penyelenggaraan makanan pada kedua sekolah secara umum sudah mendekati persentase porsi untuk makan siang, yaitu sebesar 30%. Hal ini mengindikasikan bahwa penyediaan makanan dari penyelenggaraan makanan yang dilakukan oleh kedua sekolah sudah cukup baik jika dilihat dari kontribusi energi dan protein yang ada.
45
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Sekolah Alam Bogor memiliki sebaran usia didominasi oleh usia 11 tahun, yaitu sebesar 43,48% dan pada SDIT Insantama didominasi oleh usia 10 tahun, yaitu sebesar 40,00%. Sekolah Alam Bogor memiliki 2 orang contoh yang berusia 12 tahun, namun pada SDIT Insantama hanya memiliki contoh dengan sebaran usia 9 sampai dengan 11 tahun. Sekolah Alam Bogor memiliki rata-rata usia 10,3 tahun, sedangkan SDIT Insantama memiliki rata-rata usia 9,8 tahun. Berdasarkan uji beda t sebaran usia berdasarkan kedua sekolah tersebut tidak berbeda nyata (p>0.05) Persentase contoh pada Sekolah Alam Bogor untuk laki-laki 69,6% dan perempuan 30,4%, sedangkan pada SDIT Insantama persentase untuk laki-laki 65,7% dan perempuan 34,3%. Tidak terdapat perbedaan yang nyata pada kedua sekolah tersebut berdasarkan jenis kelamin (p>0.05). Sebagian besar contoh memiliki status gizi yang normal baik pada Sekolah Alam Bogor maupun SDIT Insantama. Persentase kategori normal pada Sekolah Alam Bogor sebesar 43.5% dan pada SDIT Insantama sebesar 51.7%. Tidak terdapat perbedaan yang nyata pada kedua sekolah berdasarkan status gizinya. Pada jenis kelamin laki-laki, kategori normal mendominasi, dimana persentase 43.8% untuk Sekolah Alam Bogor dan 60.9% untuk SDIT Insantama. Pada jenis kelamin perempuan, Sekolah Alam Bogor memiliki persentase sebesar 42.9% dan SDIT Insantama memiliki persentase sebesar 47.4%, sehingga tidak terdapat perbedaan yang nyata pada kedua sekolah berdasarkan jenis kelamin perempuan. Pada pengelompokkan jenis pangan, pangan jenis padi-padian serta pangan hewani mendominasi keragaman dan jumlah yang dikonsumsi, sedangkan pangan kelompok buah-buahan menjadi jenis pangan yang paling sedikit keragamannya. Pada tingkat kecukupan zat gizi yang berbeda nyata pada kedua sekolah terdapat pada kalsium, vitamin A dan vitamin C, sedangkan pada tingkat kecukupan energi, protein, fosfor dan besi cenderung sama. Penyediaan makanan dari penyelenggaraan makanan yang dilakukan oleh kedua sekolah sudah cukup baik jika dilihat dari kontribusi energi dan protein yang ada karena telah mendekati porsi 30% untuk makan siang.
46
Saran Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan terdapat perencanaan menu yang sesuai dengan kebutuhan siswa dengan berpedoman kepada angka kecukupan energi dan zat gizi dan PUGS serta diharapkan terdapat pemantauan yang kontinu terhadap kualitas menu, variasi menu dan konsumsi makanan yang dikonsumsi oleh siswa pada setiap sekolah dan hal ini ditangani oleh suatu badan khusus di sekolah, sehingga status konsumsi yang baik dari siswa dapat menunjang keoptimalan belajar dan tumbuh kembangnya.
47
DAFTAR PUSTAKA Akbar R Hawadi. 2005. Indentifikasi Keterbakatan Intelektual melalui Metode Non-tes dengan Pendekatan Konsep Keterbakatan Renzulli. Jakarta: PT. Grasindo. Almatsier S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia. . 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia. [BPS] Biro Pusat Statistik. 2001. Indikator Kesejahteraan Anak. Jakarta: Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. [DepKes] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Laporan Nasional Riskesdas 2007. [terhubung berkala]. http://www.google.com [15 Juni 2011) [Depkes] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1994. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Depkes. Endres JB, Robert E Rokwell, Chintya GM. 2004. Food Nutrition and The Young Child. Ohio: Pearson Prentice Hall. Gibson RS. 2005. Principal of Nutritional Assesment. Oxford: Oxford University Press. Hardinsyah, Retnaningsih, Herawati T, Wijaya R. 2002. Analisis Kebutuhan Konsumsi Pangan. Bogor: Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi (PSKPG). Institut Pertanian Bogor. Hartono A, Alimul A. 2006. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta: EGC. Hidayat A, Alimul A. 2004. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Surabaya: Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian kepada masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Hurlock EB. 1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Kehidupan. Edisi kelima. Istiwidayanti, Soedjarwo. Penerjemah. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hurlock EB. 1981. Perkembangan Anak (jilid 2, Edisi ke-6). Jakarta: Erlangga. Karsin ES. 2004. Klasifikasi Pangan dan Gizi. Di dalam: Baliwati YF, Khomsan A, Dwiriani CM, editor. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya. Khomsan A. 2005. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan 2. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Khomsan A. 2004. Peranan Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
48
Komalasari Y. 1991. Pengaruh pendidikan gizi terhadap sikap dan kebiasaan jajan serta sumbangan jajan terhadap kecukupan gizi [skripsi]. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB. Kurniasih dkk. 2010. Sehat & Buga Berkat Gizi Seimbang. Jakarta: Kompas Gramedia. Marsetyo H, Kartasapoetra G. 1991. Ilmu Gizi (Korelasi Gizi, Kesehatan dan Produktivitas Kerja). Jakarta: Rineka Cipta. Moehji S. 1980. Ilmu Gizi jilid 2. Jakarta: Bhratara Karya Aksara. Nicholls L. 1976. Ilmu Gizi dan Ilmu Diit di Daerah Tropik: penerjemah, Sediaoetama AD. Jakarta: Balai Pustaka. Nilawati S, Krisnatuti D, Mahendra B, Djing OG. 2008. Care Yourself Kolesterol. Jakarta: Penebar Plus. Nurdiani R. 2010. Analisis Penyelenggaraan makanan di Sekolah Dasar serta Kualitas menu Siswa di Sekolah [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana. Magister Gizi Masyarakat. Institut Pertanian Bogor. Riyadi H. 1996. Gizi dan Kesehatan dalam Pembangunan Pertanian. Bogor: IPB Press. Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo dan Persatuan Ahli Gizi Indonesia. 1990. Penuntun Diit Anak. Cet 2. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Sa’diyah NY, Kusharto CM. 2007. Penilaian Konsumsi Pangan. Departemen Gizi Masyarakat, Diktat Jurusan Gizi Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Samsudin. 1994. Gizi pada anak dan masalahnya. Dalam M.A. Rifai (Ed) Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi V (hlm.396-407). Jakarta: LIPI Sediaoetama AD. 2006. Ilmu Gizi untuk Profesi dan Mahasiswa. Jakarta: Dian Rakyat. Setyawati RD. 2008. Sistem Penyelenggaraan Makanan, Tingkat Konsumsi, Status Gizi serta Ketahanan Fisik Siswa Pusat Pendidikan ZENI Kodiklat TNI AD Bogor Jawa Barat [skripsi]. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, Bogor. Suharjo LJ Harper, BJ Deaton, JA Driskel. 1986. Pangan, Gizi, dan Pertanian. Jakarta: UI Press. Supariasa IDN, B Bakri & Fajar. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
49
Synder P, Anliker J, Cuningham-Sabo L, Dixon LB, Altaha J dkk. 1999. The Pathways Study: A model for Lowering The Fat In School Meals. Am J Clin Nutr, 69:810S-5S. [17 November 2008]. Winarno. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. WKNPG. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta: LIPI. Yulianti LN, H Santoso. 1995. Manajemen Gizi Institusi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Proyek Peningkatan Pendidikan dan Kejuruan Non Teknik II.
50
LAMPIRAN
51
Lampiran 1. Hasil Uji Beda Independent Sample T Test Berdasarkan Usia Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference F Usia Equal variances assumed Equal variances not assumed
Sig. 5.201
t .026 1.898
Sig. (2tailed)
df
Mean Difference
Std. Error Difference
Lower
Upper
56
.063
.447
.236
-.025
.919
1.793 38.208
.081
.447
.249
-.058
.952
52
Lampiran 2. Hasil Uji Beda Independent Sample T Test Berdasarkan Jenis Kelamin Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference F JK Equal variances assumed Equal variances not assumed
Sig. .376
t .542 .301
Sig. (2tailed)
df
Mean Difference
Std. Error Difference
Lower
Upper
56
.765
.039
.128
-.218
.295
.302 48.002
.764
.039
.127
-.218
.295
53
Lampiran 3. Hasil Uji Beda Independent Sample T Test Berdasarkan Status Gizi Contoh Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference F IMT Equal variances assumed Equal variances not assumed
Sig. .007
t .934
.677
Sig. (2tailed)
df
Mean Difference
Std. Error Difference
Lower
Upper
56
.501
-.199
.294
-.787
.389
- 45.627 .670
.506
-.199
.296
-.796
.398
54
Lampiran 4. Hasil Uji Beda Independent Sample T Test Berdasarkan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference F Energi Equal variances assumed Equal variances not assumed Protein Equal variances assumed
Sig. .004
.591
t .948 -.711
.445
Equal variances not assumed Kalsium Equal variances assumed
186.905
Equal variances not assumed Phosfor Equal variances assumed Equal variances not assumed
.493
.000
Sig. (2tailed)
df
Mean Difference
Std. Error Difference
Lower
Upper
56
.480
-.211
.297
-.806
.383
-.716 48.240
.477
-.211
.295
-.804
.382
1.269
56
.210
-.375
.296
-.968
.217
- 41.455 1.224
.228
-.375
.307
-.994
.244
3.845
56
.000
-.304
.079
-.463
-.146
- 22.000 3.102
.005
-.304
.098
-.508
-.101
56
.561
-.080
.136
-.352
.193
-.584 47.235
.562
-.080
.136
-.353
.194
.485 -.584
55
Lanjutan Lampiran 4 Besi Equal variances assumed
1.029
Equal variances not assumed VitA
VitC
Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed
98.697
9.486
.315 .495
56
.623
.055
.110
-.167
.276
.505 50.294
.616
.055
.108
-.163
.272
56
.004
.286
.096
.094
.478
3.688 34.000
.001
.286
.077
.128
.443
56
.000
.483
.120
.243
.724
4.213 53.594
.000
.483
.115
.253
.713
.000 2.980
.003 4.027
56
Lampiran 5. Jumlah dan Nama Makanan Jenis Pangan Kelompok Padi-Padian dan Olahannya yang dikonsumsi Contoh Jumlah yang dikonsumsi (g/kap/hari) Nama Makanan Sekolah Alam Bogor SDIT Insantama Astor 0.43 Bakpia 2.17 0.95 Bakwan 1.16 2.67 Bakwan Udang 17.52 Bapau 1.45 Beng-beng 0.19 Beng-bengstik 0.38 Better 0.29 0.57 Bihun goreng 5.80 3.81 Biskuit 0.58 2.38 Biskuit roma kelapa 0.72 Bisvit 0.10 Biskuat 2.57 Biskuit coconut 0.48 Bolu 2.90 5.24 Bolu keju 5.71 Bourbon 0.48 Bread talk 1.43 Bubur ayam 20.29 5.71 Bubur ketan hitam 1.62 Buras 2.03 Cakue 0.14 Cireng ayam pedas 0.36 Cireng keju 1.45 Cireng kornet 0.36 Cireng sosis 0.36 Cococrunch 5.80 6.67 Cheetos 0.51 Chiki 0.51 Cookies 0.95 Crackers 0.29 Crepes 1.45 Dadar gulung 6.57 Donat 0.58 3.24 Donat coklat 1.16 Donut 0.38 Energen 1.37 Gerrysalut 0.05 Gerry o donat 0.14 Goodtime 0.29
57
Nama Makanan (lanjutan) Happytos Indomie rebus Jagung J co minis Keju cake Ketan goreng Ketupat Kitkat Kue bolu Kuetiaw goreng Kuping gajah Lontong bumbu kacang Makaroni pedas Martabak manis Martabak telur Martabak mie Mie ayam Mie Bakso Mie goreng Mie indomie rebus Mie yamin Mie goreng indomie Mie kuah Moci Momogi Nasi Nasi goreng Nasi ketan Nasi uduk Onde-onde Nissin wafer Nissin salt cheese Oreo Oreo bolu Oops Pancake Pastel Pop mie Rengginang Risoles Roti Roti bakar
Jumlah yang dikonsumsi (g/kap/hari) Sekolah Alam Bogor SDIT Insantama 1.14 1.01 0.72 1.52 1.90 2.29 3.62 2.38 0.72 1.45 0.95 0.95 1.90 6.52 1.90 2.17 0.71 4.35 1.14 5.71 1.43 14.13 13.33 1.52 2.33 2.17 1.43 1.23 1.01 0.05 0.41 210.99 252.10 16.30 24.29 0.76 2.90 11.43 7.67 0.29 1.09 0.22 0.95 0.29 1.90 1.45 9.43 0.76 0.86 1.74 4.64 3.81 2.61 0.76
58
Nama Makanan (lanjutan) Roti coklat Roti keju Roti tawar Roti boy Roti susu Sari roti coklat
Jumlah yang dikonsumsi (g/kap/hari) Sekolah Alam Bogor SDIT Insantama 11.59 12.19 0.29 0.76 1.74 0.76 1.16 2.32 0.72 1.43
Lampiran 6. Jumlah dan Nama Makanan Jenis Pangan Kelompok Umbi-Umbian dan Olahannya yang dikonsumsi Contoh Jumlah yang dikonsumsi (g/kap/hari) Nama Makanan Sekolah Alam Bogor SDIT Insantama Balado kentang 0.72 9.52 Chiki lays 0.38 Chitato 0.76 Kentang 1.45 Kentang goreng 25.36 Kentang kfc 1.90 Keripik singkong 1.45 0.95 Keripik setan 1.45 Kroket 1.14 Kroket wortel 16.01 Rota potato 1.33 Singkong goreng keju 0.95 Perkedel kentang 3.04 Lampiran 7. Jumlah dan Nama Makanan Jenis Pangan Kelompok Pangan Hewani dan Olahannya yang dikonsumsi Contoh Jumlah yang dikonsumsi (g/kap/hari) Nama Makanan Sekolah Alam Bogor SDIT Insantama Abon ikan 6.16 Abon sapi 0.29 0.19 Ampela 0.87 0.71 Ayam bakar 1.45 1.43 Ayam goreng 20.03 21.90 Ayam goreng tepung 2.31 Ayam kecap 1.45 1.43 Ayam suir 0.36 Ayam kfc 4.76 Ayam opor 0.48 Bakso 2.03 8.76 Bakso goreng 0.72 0.19 Bakso kuah 1.59 Bakso capcay 0.19
59
Jumlah yang dikonsumsi (g/kap/hari) Sekolah Alam Bogor SDIT Insantama Bandeng 0.36 Burger 4.35 1.43 Cuangki 1.45 Cumi-cumi goreng 2.78 1.22 Daging kambing 0.38 Daging sapi 2.54 2.38 Daging empal 0.72 Daging kambing 0.29 Hati ayam 0.48 Ikan bakar 1.45 0.95 ikan goreng 2.90 4.76 Ikan gurame goreng 0.72 Ikan kembung goreng 0.72 Ikan teri 0.35 Ikan tongkol goreng 3.62 2.86 Ikan mujaer bumbu kuning 1.90 Ikan teri pedas 0.08 Indomilk strawbey 1.81 Keju 1.30 Kebab 0.24 Kepiting asam manis 2.86 Kerang 1.43 Lele goreng 6.96 5.71 Lobster 0.48 Mentega 0.87 Milkshake 2.90 Milo sereal 0.72 Nuget ayam 1.09 1.71 Nuget ayam wortel 29.35 Opor ayam 0.72 0.48 Otak-otak 0.58 Pangsit 0.22 Pasta keju 0.08 Pempek 9.52 Puyunghay 0.57 Pepes ikan 0.72 Permen susu 0.12 Rajungan 0.48 Rendang 0.72 Sate 0.95 Sate ayam 4.71 0.48 Sate usus 0.43 Nama Makanan (lanjutan)
60
Nama Makanan (lanjutan) Semur ayam Semur daging sapi Siomay Sop ayam Sop iga Sop daging Sop seafood Sop sosis Sosis Soto ayam Spice wing Sosis ayam goreng Sosis goreng Soto ayam Soto daging Soto kaki kambing Susu Susu bendera coklat Susu coklat Susu dancow coklat Susu dancow putih Susu hi lo Susu indomilk Susu indomilk coklat Susu dancow Susu milo Susu ultra coklat Susu vanila Susu vanila bendera Susu yes Susu indomilk strawbery Susu kedelai Susu murni Susu ultra strawbery Susu yes anggur Tekwan Telur Telur balado Telur ceplok Telur dadar Telur puyuh Telur rebus
Jumlah yang dikonsumsi (g/kap/hari) Sekolah Alam Bogor SDIT Insantama 0.72 0.48 0.72 17.81 1.90 2.17 1.43 1.45 0.48 0.48 2.32 4.88 38.33 2.38 0.29 0.93 13.04 2.90 1.45 13.04 85.71 0.72 20.29 1.90 2.90 0.72 4.35 3.26 2.54 1.43 0.72 1.43 1.45 1.90 3.81 1.90 1.33 1.81 11.59 2.90 3.62 2.03 2.38 7.83 11.43 4.35 0.87 6.86 6.52 10.57 1.16 0.87 4.86
61
Nama Makanan (lanjutan) Telur goreng Telur semur
Jumlah yang dikonsumsi (g/kap/hari) Sekolah Alam Bogor SDIT Insantama 3.43 0.57
Lampiran 8. Jumlah dan Nama Makanan Jenis Pangan Kelompok KacangKacangan dan Olahannya yang dikonsumsi Contoh Jumlah yang dikonsumsi (g/kap/hari) Nama Makanan Sekolah Alam Bogor SDIT Insantama Bubur kacang hijau 2.17 Kacang 1.45 0.71 Kacang garuda 0.95 Kacang pilus garuda 1.09 Kacang iyes 0.48 Kacang tanah goreng 0.72 Kecap 0.14 Pilus 0.95 Selai kacang 0.07 Sambal kacang 0.10 Semur tahu 0.72 0.48 Tahu bacem 1.45 17.81 Tahu goreng 9.78 6.19 Tahu bulat 2.17 Tahu sumedang 2.17 Tempe 1.67 Tempe bacem 0.72 8.57 Tempe goreng 6.52 5.24 Tempe goreng tepung 2.54 0.24 Tempe mendoan 0.36 Tofu goreng 0.72 Turbo 0.14
Lampiran 9. Jumlah dan Nama Makanan Jenis Pangan Kelompok Buah dan Olahannya yang dikonsumsi Contoh Jumlah yang dikonsumsi (g/kap/hari) Nama Makanan Sekolah Alam Bogor SDIT Insantama Apel 1.09 Dukuh 0.43 Durian 0.48 Jambu 0.72 Jeruk 2.90 19.05 Jeruk nipis 0.29 Jus apel 6.16 Jus alpukat 0.48
62
Nama Makanan (lanjutan) Jus jeruk Jus jambu Jus mangga Jus melon Leci Lemon water Keripik pisang Melon Mangga Mentimun Pepaya Pisang Pisang goreng Pisang cokelat keju Salak Semangka
Jumlah yang dikonsumsi (g/kap/hari) Sekolah Alam Bogor SDIT Insantama 1.45 0.95 1.90 0.95 0.05 1.90 0.72 2.17 28.67 0.95 2.17 34.06 0.95 16.19 11.88 0.38 1.09 10.87 1.43
Lampiran 10. Jumlah dan Nama Makanan Jenis Pangan Kelompok Sayur dan Olahannya yang dikonsumsi Contoh Jumlah yang dikonsumsi (g/kap/hari) Nama Makanan Sekolah Alam Bogor SDIT Insantama Capcay 2.90 18.90 Capcay baso ayam 0.95 Gado-gado 1.43 Kangkung 1.45 1.90 Karedok 2.17 Oseng bayam wortel 36.96 Perkedel jagung 0.36 Puding jagung 8.35 Salad 0.95 Sawi hijau 2.17 Sayur asem 1.45 0.95 Sayur bayam 1.45 9.05 Sayur daung singkong 1.45 Sayur gambas 1.45 Sayur kacang panjang 0.72 Sayur kangkung 11.59 15.24 Sayur sawi hijau 1.45 0.48 Sayur tauge 0.95 Sayur wortel 0.95 Sayur wortel jagung 0.95 Sop 12.32 5.71
63
Nama Makanan (lanjutan) Sop jagung Sop wortel jamur Tumis jamur Tumis kangkung Wortel
Jumlah yang dikonsumsi (g/kap/hari) Sekolah Alam Bogor SDIT Insantama 0.72 38.41 0.95 0.95 1.09 -
Lampiran 11. Jumlah dan Nama Makanan Jenis Pangan Kelompok Lainnya yang dikonsumsi Contoh Jumlah yang dikonsumsi (g/kap/hari) Nama Makanan Sekolah Alam Bogor SDIT Insantama Agar-agar 2.75 1.81 Bajigur 2.90 Chocolatos 1.03 Chocomoca 0.11 Coklat 0.36 0.48 Conkibar 0.19 Es cencol 2.90 Es doger 1.90 Es kulkul 0.57 Es marjan 1.90 Es the manis 0.38 Fruit tea 5.22 Es krim 2.61 2.29 Finto 0.95 Jus madu 0.65 Madu 0.65 0.14 Kopi 0.24 Mentos -0.02 Mises 4.35 0.95 Mises coklat gary 0.36 Nutrisari 0.43 0.29 Okky Jelly drink 5.80 5.71 Permen 0.13 Permen kopiko 0.08 Pop ice 0.24 Puding coklat 0.95 Sambal 0.43 0.29 Permen karet 0.12 The gelas 5.80 The botol 2.90 8.57 The manis 5.80 1.90 The poci 8.70 -