KEJAHATAN KORPORASI (CORPORATE CRIME) OLEH: Dr. Gunawan Widjaja,SH.,MH.,MM
1. Pengertian • Kejahatan yang dilakukan oleh Korporasi • Yang bertanggung jawab adalah Korporasi • Korporasi = badan hukum => Perseroan Terbatas => UU No.40 Tahun 2007 2. Tindak Pidana Korprasi • Lingkungan hidup • Anti-Trust – Persaingan Usaha • Perlindungan Konsumen • Pasar Uang dan Pasar Modal 3. Korporasi • Bukan manusia => artificial person • Tidak bisa berpikir dan tidak mempunyai moral seperti manusia • Azas Ultra Vires => bukan tindakan koporasi • Hukum Acara => tidak ada wujud fisik 4. Pertanggungjawaban • Publik = gangguan terhadap ketertiban umum • Melakukan yang dilarang atau Tidak melakukan yang diwajibkan • Dengan atau tanpa kehendak 5. Jenis Pertanggungjawaban • Perdata (civil liability) • Administratif • Pidana (criminal liability) 6. Doktrin Pertanggungjawaban • Respondeat Superior (Master-Servant Rule) • Actus reus = guilty act • Mens rea = guilty mind • Lingkup tindakan • Untuk kepentingan korporasi • Agency Theory => Alter-ego Theory 7. Direksi • Merupakan orang kepercayaan yang mengurus harta PT Trustee • Pemegang kuasa untuk mewakili PT dalam menjalankan kegiatan usahanya Agent
• • •
Adanya Fiduciary Relation antara Direksi terhadap PT Fiduciary Duty Duty of loyalty and good faith Duty of diligence and care
8. Wujud Penegakan Hukum • Denda (Fines) • Pengampuan (Probation) • Pencegahan/ Pelarangan (Debarment) • Pencabutan Izin (Lost of License) • Pengecualian => yang bersifat pribadi => tidak dapat dipenjarakan (no imprisonment) 9. Pasal 10 KUHPidana • pidana pokok: o pidana mati; o pidana penjara; o pidana kurungan; o pidana denda; o pidana tutupan. • pidana tambahan o pencabutan hak-hak tertentu; o perampasan barang-barang tertentu; o pengumuman putusan hakim. 10. Pasal 116 (1) UU No.32/2009 • Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada: o badan usaha; dan/atau o orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut 11. Pasal 118 UU No.32/2009 Terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) huruf a, sanksi pidana dijatuhkan kepada badan usaha yang diwakili oleh pengurus yang berwenang mewakili di dalam dan di luar pengadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan selaku pelaku fungsional. 12. Pasal 119 UU No. 32/2009 Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, terhadap badan usaha dapat dikenakan pidana tambahan atau tindakan tata tertib berupa: • perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; • penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan; • perbaikan akibat tindak pidana; • pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau • penempatan perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun.
13. Pasal 47 UU No.5/1999 • Komisi berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini. • Tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa: o Penetapan pembatalan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 13, Pasal 15, dan Pasal 16; dan atau o Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertikal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14; dan atau o Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertikal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14; dan atau o Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat; dan atau o Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan; dan atau o Penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28; dan atau o Penetapan pembayaran ganti rugi; dan atau o Pengenaan denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) 14. Pasal 49 UU No.5/1999 Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa: • pencabutan izin usaha; atau • larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau • penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain. 15. Pasal 61 UU No.8/1999 • Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya. • Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. 16. Pasal 62 UU No.8/1999 • Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).
•
•
Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.
17. Pasal 63 UU No.8/1999 Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman tambahan, berupa: • perampasan barang tertentu; • pengumuman keputusan hakim; • pembayaran ganti rugi; • perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen; • kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau • pencabutan izin usaha. 18. Pasal 201 UU No.32/2009 • Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196, Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200 dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196 , Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200. • Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa: o pencabutan izin usaha; dan/atau o pencabutan status badan hukum. 19. Tanggung jawab Direksi • Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya. (Pasal 97 ayat (3) UUPT) • Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab tersebut berlaku secara tanggung renteng. (Pasal 97 ayat (4) UUPT) • Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat menggugat anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan ke pengadilan negeri. 20. Tanggung Jawab Dewan Komisaris • Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya. (Pasal 114 ayat (3) UUPT)
•
•
Dalam hal Dewan Komisaris terdiri atas 2 (dua) anggota Dewan Komisaris atau lebih, tanggung jawab tersebut di atas berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Dewan Komisaris. (Pasal 114 ayat (4) UUPT) Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat menggugat anggota Dewan Komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan ke pengadilan negeri. (Pasal 114 ayat (6) UUPT)