KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I – 2014
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I - 2014
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I - 2014
K KA ATTA A PPEEN NG GA AN NTTA ARR
Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan moneter. Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap perkembangan perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam kaitan perumusan kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan dapat bermanfaat bagi eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, serta masyarakat lainnya. Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini mencakup Makro Ekonomi Regional, Perkembangan Inflasi,
Perkembangan Perbankan dan
Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi terkait. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi dan penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran, kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan baik selama ini, kiranya dapat terus berlanjut di masa yang akan datang.
Kupang, Mei 2014 Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur
Naek Tigor Sinaga Deputi Direktur
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
ii
|
Triwulan I - 2014
D DA AFFTTA ARR IISSII Halaman Judul -------------------------------------------------------------------------------
i
Kata Pengantar ------------------------------------------------------------------------------
ii
Daftar Isi ---------------------------------------------------------------------------------------
iii
Daftar Grafik --------------------------------------------------------------------------------
v
Daftar Tabel ---------------------------------------------------------------------------------
vii
Ringkasan Umum ---------------------------------------------------------------------------
x
BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL 1.1 Kondisi Umum ------------------------------------------------------------------------- 1 1.2 Sisi Penggunaan ------------------------------------------------------------------------ 2 1.3 Sisi Sektoral ----------------------------------------------------------------------------- 6 BOKS 1. KOMODITAS/PRODUK/JENIS USAHA UNGGULAN UMKM DI KOTA KUPANG -------------------------------------------------------------- 11 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI 2.1 Kondisi Umum ------------------------------------------------------------------------- 14 2.2 Perkembangan Inflasi NTT ----------------------------------------------------------- 15 2.3 Disagregasi Inflasi ---------------------------------------------------------------------- 17 2.4 Inflasi NTT Berdasarkan Kota -------------------------------------------------------- 19 2.4.1 Inflasi Kota Kupang ------------------------------------------------------------ 19 2.4.2 Inflasi Kota Maumere --------------------------------------------------------- 21 BOKS 2. EL NINO DAN NTT: DAMPAKNYA TERHADAP LAJU INFLASI --------- 23 BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 3.1 Kondisi Umum ------------------------------------------------------------------------- 27 3.2 Perkembangan Bank Umum -------------------------------------------------------- 29 3.2.1 Intermediasi Perbankan ------------------------------------------------------- 29 3.2.2 Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) --------------------- 34 3.2.3 Kinerja Perbankan Umum Berdasarkan Sebaran Pulau ----------------- 36 3.3 Sistem Pembayaran -------------------------------------------------------------------- 37 3.3.1 Transaksi Non Tunai------------------------------------------------------------ 37 3.3.2 Transaksi Tunai ------------------------------------------------------------------ 38 BAB IV KEUANGAN PEMERINTAH 4.1 Kondisi Umum -------------------------------------------------------------------------- 41 4.2 Pendapatan Daerah-------------------------------------------------------------------- 42
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
iii
|
Triwulan I - 2014
4.3 Belanja Daerah ------------------------------------------------------------------------- 43 BAB V KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 5.1 Kondisi Umum -------------------------------------------------------------------------- 45 5.2 Perkembangan Ketenagakerjaan --------------------------------------------------- 46 5.2.1 Kondisi Ketenagakerjaan Umum ------------------------------------------- 46 5.2.2 Pengangguran ------------------------------------------------------------------ 48 5.3 Perkembangan Kesejahteraan ------------------------------------------------------- 49 5.3.1 Kondisi Kesejahteraan Umum ----------------------------------------------- 49 5.3.2 Tingkat Kemiskinan------------------------------------------------------------ 50 BOKS 3. KUALITAS PENDIDIKAN DI NTT MASIH HARUS DITINGKATKAN ----- 53 BAB VI OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH 6.1 Pertumbuhan Ekonomi --------------------------------------------------------------- 56 6.2 Inflasi -------------------------------------------------------------------------------------- 59
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
iv
|
Triwulan I - 2014
D DA AFFTTA ARR G GRRA AFFIIK K Grafik 1.1 Perkembangan PDRB NTT -------------------------------------------------- 1 Grafik 1.2 Perkembangan Struktur PDRB NTT -------------------------------------- 1 Grafik 1.3 Sumbangan Pertumbuhan Sisi Penggunaan -------------------------- 2 Grafik 1.4 Konsumsi Listrik Sektor Bisnis --------------------------------------------- 3 Grafik 1.5 Realisasi Belanja Pemerintah Tw-I --------------------------------------- 3 Grafik 1.6 Kredit Konsumsi ------------------------------------------------------------- 3 Grafik 1.7 Perkembangan IKE ---------------------------------------------------------- 3 Grafik 1.8 Kredit Investasi -------------------------------------------------------------- 4 Grafik 1.9 PDRB Ekspor-Impor --------------------------------------------------------- 5 Grafik 1.10 Perkembangan Bongkar Muat ------------------------------------------- 5 Grafik 1.11 Negara Tujuan Ekspor ----------------------------------------------------- 5 Grafik 1.12 Pengiriman Ternak ---------------------------------------------------------- 6 Grafik 1.13 Perkembangan Penjualan Eceran ---------------------------------------- 7 Grafik 1.14 Kredit Sektor PHR ----------------------------------------------------------- 7 Grafik 1.15 Perkembangan Peti Kemas ----------------------------------------------- 8 Grafik 1.16 Jumlah Tamu Hotel --------------------------------------------------------- 8 Grafik 1.17 Konsumsi Semen NTT ------------------------------------------------------ 8 Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi di NTT --------------------------------------------- 15 Grafik 2.2 Inflasi Triwulanan NTT ----------------------------------------------------- 16 Grafik 2.3 Inflasi Bulanan Triwulan I-2013 NTT ------------------------------------ 16 Grafik 2.4 Struktur Inflasi Bulanan NTT ----------------------------------------------- 17 Grafik 2.5 Disagregasi Inflasi NTT ----------------------------------------------------- 18 Grafik 2.6 Perkembangan Inflasi Kupang ------------------------------------------- 19 Grafik 2.7 Inflasi Triwulanan Kupang ------------------------------------------------ 20 Grafik 2.8 Perkembangan Inflasi Maumere ----------------------------------------- 21 Grafik 2.9 Inflasi Triwulanan Maumere ---------------------------------------------- 22 Grafik 3.1 Perkembangan LDR --------------------------------------------------------- 29 Grafik 3.2 Perkembangan Undisbursed Loan -------------------------------------- 29 Grafik 3.3 Komposisi DPK -------------------------------------------------------------- 30 Grafik 3.4 DPK Menurut Golongan Pemilik ----------------------------------------- 30 Grafik 3.5 Perkembangan NPL Bank Umum ---------------------------------------- 33 Grafik 3.6 NPL Konsumsi dan Modal Kerja Bank Umum ------------------------- 33 Grafik 3.7 Perkembangan Transaksi Kliring ----------------------------------------- 37
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
v
|
Triwulan I - 2014
Grafik 3.8 Perkembangan Cek/BG Kosong ----------------------------------------- 37 Grafik 3.9 Nilai Transaksi RTGS -------------------------------------------------------- 38 Grafik 3.10 Volume Transaksi RTGS --------------------------------------------------- 38 Grafik 3.11 Perkembangan Transaksi Tunai ------------------------------------------ 39 Grafik 4.1 APBD Provinsi NTT ---------------------------------------------------------- 41 Grafik 4.2 Realisasi APBD Triwulan I-2014 ------------------------------------------- 41 Grafik 4.3 Realisasi Pendapatan -------------------------------------------------------- 42 Grafik 4.4 Realisasi Belanja ------------------------------------------------------------- 43 Grafik 5.1 Indeks Ketenagakerjaan NTT --------------------------------------------- 48 Grafik 5.2 Perkembangan UMP NTT ------------------------------------------------- 49 Grafik 5.3 Perkembangan Indeks Penghasilan ------------------------------------- 49 Grafik 5.4 Perkembangan NTP NTT --------------------------------------------------- 50 Grafik 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT ----------------------------------- 57 Grafik 6.2 Perkiraan SKDU dan Harga Jual ------------------------------------------ 57 Grafik 6.3 Perkembangan Tendensi Konsumen Mendatang -------------------- 58 Grafik 6.4 Perkembangan Ekspektasi Konsumen Mendatang ------------------- 58
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
vi
|
Triwulan I - 2014
D DA AFFTTA ARR TTA ABBEELL Tabel 1.1 Kinerja Perbankan NTT ------------------------------------------------------ 9 Tabel 1.2 Perkembangan PDRB Sisi Sektoral ---------------------------------------- 9 Tabel 1.3 Pertumbuhan Tahunan PDRB Sisi Sektoral ----------------------------- 9 Tabel 1.4 Perkembangan PDRB Sisi Penggunaan ---------------------------------- 10 Tabel 1.5 Pertumbuhan Tahunan PDRB Sisi Penggunaan ------------------------ 10 Tabel 2.1 Perkembangan Inflasi di NTT ---------------------------------------------- 15 Tabel 2.2 Inflasi NTT per Kelompok Komoditas ------------------------------------ 16 Tabel 2.3 Inflasi Kupang per Kelompok Komoditas ------------------------------- 20 Tabel 2.4 Inflasi Maumere per Kelompok Komoditas ---------------------------- 21 Tabel 3.1 Perkembangan Kinerja Perbankan NTT (Bank Umum dan BPR) ---- 27 Tabel 3.2 Perkembangan Transaksi Non Tunai ------------------------------------- 28 Tabel 3.3 Perkembangan Transaksi Tunai -------------------------------------------- 28 Tabel 3.4 Perkembangan Kinerja DPK Bank Umum ------------------------------- 30 Tabel 3.5 Perkembangan Kredit Bank Umum -------------------------------------- 31 Tabel 3.6 Perkembangan Kredit Modal Kerja Bank Umum ---------------------- 31 Tabel 3.7 Perkembangan Kredit Investasi Bank Umum --------------------------- 32 Tabel 3.8 Perkembangan Penyaluran Kredit Sektoral Bank Umum ------------- 33 Tabel 3.9 Perkembangan Komponen Kredit UMKM Bank Umum -------------- 34 Tabel 3.10 Perkembangan Kredit UMKM Sektoral Bank Umum------------------ 35 Tabel 3.11 Indikator Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau ---------------------- 36 Tabel 3.12 Perkembangan Indikator Sistem Pembayaran Lain ------------------- 39 Tabel 4.1 Realisasi dan Rencana Tahun Anggaran 2014 ------------------------- 44 Tabel 5.1 Jumlah Penduduk Usia 15+ yang Bekerja Menurut Kegiatan ------- 46 Tabel 5.2 Jumlah Penduduk Usia 15+ yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama ----------------------------------- 47 Tabel 5.3 Jumlah Penduduk Usia 15+ Menurut Status Pekerjaan Utama ---- 47 Tabel 5.4 Pendapat Konsumen Mengenai Penghasilan Saat Ini Dibandingkan 6 Bulan yang Lalu ------------------------------------------ 49 Tabel 5.5 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di NTT tahun 2005 s.d. September 2013 ----------------------------------------- 51 Tabel 5.6 Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah tahun 2005 s.d. September 2013------------------- 51 Tabel 5.7 Indeks keparahan dan Kedalaman Kemiskinan ------------------------ 52
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
vii
|
Triwulan I - 2014
Tabel 6.1 Ekspektasi Kondisi Usaha Provinsi NTT Triwulan I-2014 (Indeks) -- 57 Tabel 6.2 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Global ------------------------ 59
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
viii
|
Triwulan I - 2014
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPw BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2 Kupang
NTT
[0380] 832-047 ; fax : [0380] 822-103 www.bi.go.id
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
ix
|
Triwulan I - 2014
Ringkasan Umum KER Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan I-2014
EEK KO ON NO OM MII M MA AK KRRO O RREEG GIIO ON NA ALL Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan laporan sebesar 5,02% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,62% (yoy). Dari sisi penggunaan, peningkatan kinerja impor yang disertai dengan perlambatan kinerja ekspor menyebabkan perlambatan net ekspor. Meskipun demikian, kinerja konsumsi dan investasi menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya Dari sisi sektoral, kinerja sektor pertanian dan sektor jasa-jasa mengalami
peningkatan pada triwulan laporan dengan andil terhadap pembentukan laju pertumbuhan ekonomi NTT masing-masing sebesar 1,14% dan 1,87%. Sementara itu, kinerja sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) mengalami perlambatan yang signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya dengan andil sebesar 0,95%. Secara triwulanan, perekonomian NTT turun signifikan sebesar 5,64% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,37% (qtq). Dari sisi penggunaan, seluruh komponen mangalami penurunan cukup signifikan dengan penurunan tertinggi berasal dari komponen investasi yang tercatat sebesar -37,68% (qtq). Dari sisi sektoral, penurunan kinerja terjadi hampir pada semua sektor ekonomi, dengan penurunan kinerja triwulanan paling tinggi terjadi pada sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan yang mencapai -12,72%% (qtq), kemudian diikuti oleh sektor PHR yang tercatat sebesar -10,10% (qtq), serta sektor bangunan sebesar -9,44% (qtq). Sementara itu, kinerja sektor pertanian justru mengalami peningkatan sebesar 0,10% (qtq).
PPEERRK KEEM MBBA AN NG GA AN N IIN NFFLLA ASSII RREEG GIIO ON NA ALL Inflasi NTT pada triwulan I-2014 tercatat lebih rendah dibandingkan inflasi pada triwulan sebelumnya. Penurunan laju inflasi yang terjadi pada akhir periode laporan menyebabkan pencapaian inflasi triwulan I-2014 secara umum lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yakni dari 8,41% (yoy) menjadi sebesar 7,78% (yoy). Kondisi tersebut didorong oleh penurunan harga kelompok
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
x
|
Triwulan I - 2014
bergejolak (volatile foods) dan administered prices. Rendahya inflasi pada kelompok volatile foods selain disebabkan oleh faktor supply yang memadai juga disebabkan membaiknya kondisi cuaca terutama di akhir periode laporan. Pada kelompok administered prices, tekanan angkutan udara relatif rendah sesuai dengan polanya, dimana awal tahun merupakan periode low season sehingga permintaan berada pada level normal. Di sisi lain, inflasi inti (core inflation) mengalami peningkatan yang salah satunya disebabkan oleh peningkatan sewa rumah. Rendahnya inflasi di Kota Kupang terjadi seiring lancarnya distribusi pasokan bahan makanan terutama subkelompok telur, susu dan hasilnya sebagai dampak kondusifnya kondisi cuaca. Sementara itu, Kota Maumere mengalami peningkatan inflasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang salah satunya disebabkan oleh peningkatan subkelompok ikan segar. Pada triwulan laporan, tercatat inflasi Kota Kupang sebesar 7,99% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 8,84% (yoy). Sedangkan inflasi Kota Maumere mencapai 6,39% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 6,24% (yoy). Pergerakan inflasi NTT dan Nasional pada triwulan laporan secara umum searah. Faktor supply menjadi penyebab utama yang menggerakkan inflasi NTT. Di sisi lain, ekspektasi masyarakat, baik konsumen maupun pedagang, berkontribusi menggerakkan level inflasi NTT lebih tinggi dibandingkan Nasional. Permasalahan keterbatasan supply menjadi penyebab utama tingginya inflasi pada periode laporan. Selain itu, tingginya ketergantungan terhadap supply dari daerah lain menyebabkan NTT rentan terhadap guncangan penawaran (supply shock) yang terjadi di daerah pemasok.
PPEERRK KEEM MBBA AN NG GA AN N PPEERRBBA AN NK KA AN ND DA AN N SSIISSTTEEM M PPEEM MBBA AY YA ARRA AN N Kinerja perbankan dan sistem pembayaran pada triwulan laporan relatif melambat. Dari sisi kinerja keuangan, gabungan aset bank umum dan BPR tercatat Rp23,66 triliun dengan pertumbuhan sebesar 11,23% (yoy), atau melambat dibandingkan dengan kinerja triwulan sebelumnya. Demikian pula dengan penyaluran kredit perbankan yang turut mengalami perlambatan. Pada triwulan laporan, penyaluran kredit juga tumbuh melambat sebesar 17,79% (yoy) dengan outstanding mencapai Rp15,34 triliun, namun dengan risiko kredit (NPL) yang sedikit meningkat ke level 1,53% dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya 1,39%. Di
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
xi
|
Triwulan I - 2014
sisi lain, penghimpunan DPK tumbuh positif sebesar 11,56% (yoy) dengan nominal Rp17,33 triliun. Fungsi intermediasi perbankan di NTT juga relatif baik yang tercermin dari rasio LDR (Loan to Deposit Ratio) yang sebesar 88,54%, meskipun angka tersebut menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 91,14%. Kinerja sistem pembayaran juga mengalami perlambatan. Aktivitas transaksi non tunai melalui fasilitas Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) tercatat sebesar Rp542,52 miliar, sementara transaksi melalui fasilitas Real Time Gross Settlement (RTGS) tercatat sebesar Rp17,19 triliun selama triwulan laporan. Sementara dari sisi transaksi tunai, pada triwulan laporan terjadi net inflow yaitu jumlah uang keluar dari Bank Indonesia (outflow) lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah uang yang masuk (inflow). Kondisi ini sejalan dengan tren yang terjadi pada periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini diperkirakan sebagai akibat menurunnya aktivitas ekonomi selama triwulan laporan terkait dengan kondisi cuaca yang kurang kondusif.
K KEEU UA AN NG GA AN N PPEEM MEERRIIN NTTA AH H APBD Provinsi Nusa Tenggara tahun 2014 secara umum meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Rencana anggaran pendapatan Tahun 2014 tercatat sebesar Rp 2,72 triliun, atau meningkat sebesar 16,16%(yoy) dibandingkan dengan tahun 2013. Selain rencana pendapatan, pos belanja juga mengalami peningkatan sebesar 14,05%(yoy) dari Rp 2,40 triliun menjadi Rp 2,74 triliun pada tahun 2014. Realisasi pendapatan pemerintah Provinsi NTT pada periode laporan tercatat sebesar Rp 689,32 miliar atau mencapai 25,33%dari total rencana pendapatan tahun 2014. Realisasi tersebut mengalami penurunan jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 26,79%.Dari sisi belanja, realisasi anggaran belanja pemerintah tercatat sebesar Rp 331,94 miliar atau mencapai 12,12% dari total rencana belanja.
K KEETTEEN NA AG GA AK KEERRJJA AA AN ND DA AN NK KEESSEEJJA AH HTTEERRA AA AN N Perkembangan ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat NTT pada triwulan laporan menunjukkan kondisi yang positif. Berdasarkan data BPS diketahui bahwa kondisi ketenagakerjaan di Nusa Tenggara Timur pada Februari
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
xii
|
Triwulan I - 2014
2014 memperlihatkan peningkatan yang tergambar dari bertambahnya kelompok penduduk yang bekerja disertai berkurangnya tingkat pengangguran. Jumlah angkatan kerja pada bulan Februari 2014 mencapai 2.383.116 jiwa, meningkat sebesar 33.557 jiwa atau 1,43% (yoy) dibandingkan Februari 2013. Sementara tingkat pengangguran terbuka tercatat sebesar 1,97% atau lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 2,12%. Tren perbaikan kondisi ketenagakerjaan juga tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan KPw BI Provinsi NTT. Hasil SKDU triwulan I-2014 menunjukkan, indeks ketenagakerjaan tercatat sebesar 8,08, naik dibanding tahun sebelumnya yang hanya sebesar 4,39. Sementara itu, kondisi kesejahteraan masyarakat NTT berdasarkan data BPS posisi September 2013 menunjukkan kondisi yang positif tercermin dari penurunan persentasi penduduk miskin dari 20,41% pada periode yang sama tahun sebelumnya menjadi 20,24%. Indeks keparahan dan kedalaman kemiskinan serta tingkat optimisme masyarakat perkotaan juga membaik pada September 2013. Berdasarkan hasil Survei Konsumen bulan Maret 2014, terlihat adanya kenaikan tingkat optimisme, khususnya pada masyarakat dengan penghasilan menengah ke atas terhadap tingkat kesejahteraan saat ini dibandingkan enam bulan yang lalu. Indikator kesejahteraan di daerah pedesaan yang tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP) juga mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya.
PPRRO OSSPPEEK K PPEERREEK KO ON NO OM MIIA AN N Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan II2014 diperkirakan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan laporan. Berdasarkan historis, kondisi ekonomi terkini, dan prediksi shock yang akan terjadi di masa mendatang, pertumbuhan ekonomi tahunan pada triwulan
II-2014 diperkirakan akan
berada pada kisaran 5,1% - 5,5% (yoy) dengan kecenderungan moderat.
Inflasi tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan mendatang diperkirakan akan berada pada kisaran 7,8%-8,2% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan I-2014. Meningkatnya tekanan inflasi pada triwulan II-2014 terutama disebabkan oleh tekanan dari kelompok administered prices. Kebijakan penyesuaian Tarif Tenaga Listrik (TTL) berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 9 Tahun 2014 tentang Tarif Tenaga Listrik yang disediakan oleh PLN yang mulai diterapkan per-1 Mei, diperkirakan akan
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
xiii
|
Triwulan I - 2014
memberikan dampak cukup signifikan terhadap laju inflasi. Sebagai informasi, penerapan tarif listrik untuk golongan I ditetapkan setiap bulannya hingga akhir tahun. Sementara untuk golongan II dan III (sektor industri) diterapkan setiap 2 bulan sekali hingga bulan November. Selain itu, liburan sekolah yang diperkirakan jatuh pada bulan Juni diperkirakan akan meningkatkan tarif angkutan udara seiring meningkatnya permintaan.
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
xiv
|
Triwulan I- 2014
EEK KO ON NO OM MII M MA AK KR RO OR REEG GIIO ON NA ALL
Kinerja pertumbuhan ekonomi NTT mengalami perlambatan. Dari sisi sektoral, sektor PHR mengalami perlambatan tertinggi. Dari sisi penggunaan, peningkatan kinerja impor yang disertai penurunan kinerja ekspor membuat laju net ekspor NTT tercatat lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya.
1.1 Kondisi Umum Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan laporan sebesar 5,02% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,62% (yoy). Dari sisi penggunaan, peningkatan kinerja impor yang disertai dengan perlambatan kinerja ekspor menyebabkan perlambatan net ekspor. Meskipun demikian, kinerja konsumsi dan investasi menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya Dari sisi sektoral,kinerja sektor pertanian dan sektor jasa-jasa mengalami peningkatan pada triwulan laporan dengan andil terhadap pembentukan laju pertumbuhan ekonomi NTT masing-masing sebesar 1,14% dan 1,87%. Sementara itu, kinerja sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) mengalami perlambatan yang signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya dengan andil sebesar 0,95%. Grafik 1.2 Perkembangan Struktur PDRB NTT
Grafik 1.1 Perkembangan PDRB NTT 100% PDRB
Pertumbuhan yoy (axis kanan)
Pertumbuhan qtq (axis kanan)
4,000.00
15%
Jasa-jasa
90%
Keuangan dan Persewaan
80%
3,900.00 10%
3,800.00 3,700.00
60%
PHR
50%
Bangunan (konstruksi)
40%
Listrik,Gas dan Air
-5%
30%
Industri Pengolahan
-10%
20%
Pertambangan
10%
Pertanian
5%
3,600.00 3,500.00
0%
3,400.00 3,300.00 3,200.00
3,100.00 3,000.00
Rp miliar
Transp & Kom
70%
-15% I
II
III
IV
I
2012
II
III 2013
IV
I 2014
0% I
II
III
IV
I
II
2012
Sumber : BPS diolah
|Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
III 2013
IV
I 2014
Sumber : BPS diolah
1
|
Triwulan I- 2014
Secara triwulanan, perekonomian NTT turun signifikan sebesar 5,64%(qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,37% (qtq). Dari sisi penggunaan, seluruh komponen mangalami penurunan cukup signifikan dengan penurunan tertinggi berasal dari komponen investasi yang tercatat sebesar -37,68% (qtq). Dari sisi sektoral, penurunan kinerja terjadi hampir pada semua sektor ekonomi, dengan penurunan kinerja triwulanan paling tinggi terjadi pada sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan yang mencapai 12,72%% (qtq), kemudian diikuti oleh sektor PHR yang tercatat sebesar -10,10% (qtq), serta sektor bangunan sebesar -9,44% (qtq). Sementara itu, kinerja sektor pertanian justru mengalami peningkatan sebesar 0,10% (qtq).
1.2 Sisi Penggunaan Positifnya belum
kinerja
mampu
pertumbuhan optimal.
konsumsi mendorong
ekonomi
Aktivitas
konsumsi
laporan
meningkat
triwulan
sebelumnya
secara periode
dibandingkan dengan
terhadap
laju
pertumbuhan
ekonomi yang cukup signifikan sebesar 7,38%
(yoy).
Sejalan
dengan
Perubahan stok
1.29%
Impor
Ekspor
5.29%
0.55%
laju
pertumbuhan sebesar 7,11% (yoy) dan andil
Grafik 1.3 Sumbangan Pertumbuhan Sisi Penggunaan
hal
Investasi
1.08%
Konsumsi
0.00%
7.38%
2.00%
4.00%
6.00%
8.00%
Sumber : BPS Provinsi NTT diolah
tersebut, kinerja investasi turut mengalami peningkatan yakni dari sebesar 6,37% (yoy) menjadi sebesar 7,46% (yoy). Sementara itu, kinerja net ekspor mengalami perlambatan sangat signifikan yakni dari sebesar -2,26% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi sebesar -23,68% (yoy) pada periode laporan. Tingginya ketergantungan impor terutama terhadap yang berasal dari daerah lain, menyebabkan defisit net ekspor (net impor) lebih tinggi pada periode laporan. 1. Konsumsi Laju pertumbuhan konsumsi mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Total konsumsi pada periode laporan tumbuh sebesar 7,11% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya 2,17% (yoy). Peningkatan kinerja konsumsi terutama disebabkan oleh peningkatan
|Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
2
|
Triwulan I- 2014
seluruh subkomponen konsumsi dengan peningkatan tertinggi bersumber dari subkomponen konsumsi nirlaba yang tercatat sebesar 7,86% (yoy). Sementara itu, konsumsi secara triwulanan mengalami penurunan sebesar 7,25% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan tersebut terjadi pada seluruh subkomponen dengan penurunan tertinggi berasal dari subkomponen konsumsi pemerintah yang tercatat sebesar -25,88% (qtq). Realisasi anggaran pemerintah yang belum optimal menjadi faktor utama penurunan tersebut.
Grafik 1.4 Konsumsi Listrik Sektor Bisnis Konsumsi (ribu kwh/axis kiri)
45,000
Grafik 1.5 Realisasi Belanja Pemerintah Tw-I 3,000
30,000
Jumlah Pelanggan (axis kanan)
40,000
25,000
2,500
20,000
2,000
15,000
1,500
10,000
1,000
Rencana Belanja 13.16% Realisasi Belanja Tw-I 17.85%
12.12%
35,000 30,000 25,000
20,000 15,000
III
IV
I
II
2012
III
IV
2013
Rp miliar
ribu kwh
II
I 2014
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Sumber : Biro Keuangan diolah
Sumber : PLN Wilayah NTT diolah
Grafik 1.6 Kredit Konsumsi
Grafik 1.7 Perkembangan IKE
10,000 9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 -
30.00% 25.00% 20.00%
15.00% 10.00%
5.00% 0.00%
I
II
III
IV
I
II
2012
Konsumsi
Selanjutnya
III
2,738.06
I
2,400.82
IV
2,353.82
III 2011
1,350.22
II
500
1,257.42
I
-
1,164.44
-
1,139.42
5,000 5,000
1,036.09
10,000
9.60% 9.79% 13.05% 10.49% 7.39%
IV
2013
I 2014
Indeks Ekonomi Saat Ini
Indeks Penghasilan Saat Ini
Indeks Ketepatan Waktu Pembelian
Indeks Ketersediaan Kerja
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 I
III 2012
y-o-y konsumsi
subkomponen
II
konsumsi
nirlaba
IV
I
II
III 2013
mengalami
IV
I 2014
penurunan
tertinggi setelah konsumsi pemerintah dengan angka sebesar -4,67% (qtq). Hal tersebut diantaranya terkonfirmasi oleh penurunan konsumsi listrik sektor bisnis pada triwulan laporan sebesar-10,69% (qtq).
|Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
3
|
Triwulan I- 2014
2. Investasi Kinerja
investasi
menunjukkan
peningkatan
dibandingkan
triwulan
sebelumnya.
Secara
tahunan,
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) mengalami peningkatan dari 6,37%
(yoy)
pada
triwulan
sebelumnya menjadi 7,46% (yoy). Meningkatnya
laju
pertumbuhan
Grafik 1.8 Kredit Investasi 1,400
70.00%
1,200
60.00%
1,000
50.00%
800
40.00%
600
30.00%
400
20.00%
200
10.00%
-
0.00% I
II
III
IV
2012
Investasi
I
II
III
IV
2013
I 2014
y-o-y investasi
investasi salah satunya disebabkan oleh pelaksanaan proyek MP3EI terkait pembangunan PLTU-II Kupang, PLTU Alor dan PLTU Rote Ndao yang ditargetkan selesai akhir tahun ini. Hal tersebut terindikasi dari peningkatan kredit investasi sebesar 31,21% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Secara triwulanan, investasi mengalami penurunan signifikan sebesar 37,68% (qtq). Menurunnya investasi pada periode laporan diindikasikan terkait erat dengan menurunnya kinerja sektor bangunan. Hal tersebut dikonfirmasi dengan konsumsi semen di NTT yang mengalami perlambatan yang cukup signifikan yakni dari sebesar 19,49% (qtq) menjadi sebesar 3,23% (qtq) pada periode laporan. Kondisi tersebut juga sejalan dengan dimulainya tahun anggaran baru sehingga proyek
proyek pemerintah yang berasal dari dana APBN dan APBD
baru mulai proses pengadaan. 3. Net Ekspor Secara tahunan, kinerja net ekspor mengalami perlambatan sangat signifikan sehingga mendorong perlambatan pertumbuhan ekonomi dibanding triwulan sebelumnya. Pada periode laporan, nilai tambah dari kegiatan ekspor NTT sebesar Rp966 miliar atau sebesar 2,03% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,32% (yoy). Sementara itu, laju pertumbuhan impor mengalami peningkatan cukup tinggi dari 2,74% (yoy) pada triwulan IV-2013 menjadi sebesar 11,19% (yoy) pada periode laporan. Hal tersebut berdampak pada pertumbuhan net ekspor yang mengalami penurunan sangat signfikan yakni sebesar -23,68% (yoy). Kondisi ini dipengaruhi oleh tingginya impor, terutama impor antar daerah untuk pemenuhan kebutuhan
|Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
4
|
Triwulan I- 2014
masyarakat. Minimnya sektor industri di NTT, baik industri makanan maupun non makanan berdampak pada ketergantungan masyarakat NTT yang cukup tinggi terhadap aktivitas impor antar daerah. Secara triwulanan, kinerja ekspor dan impor di NTT mengalami penurunan cukup signifikan masing
masing sebesar 15,15% (qtq) dan 26,17% (qtq). Kondisi
tersebut dikonfirmasi dari data bongkar muat di Pelabuhan Tenau yang tercatat mengalami penurunan unloading (bongkar) cukup signifikan dibandingkan peningkatan loading (muat) sehingga net loading mengalami penurunan sebesar 35,42% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Grafik 1.9 PDRB Ekspor - Impor 3,000.00
Net Ekspor
Ekspor
Grafik 1.10 Perkembangan Bongkar Muat 200,000
Impor
Net Loading
Unloading
Loading
2,500.00 150,000
2,000.00 100,000
1,500.00
50,000
Ton
Miliar Rp
1,000.00 500.00
-
I
(500.00)
II
III
IV
I
II
2012
III
2013
IV
I
I
II
(50,000)
2014
(1,000.00)
III IV
I
2011
II
III IV
I
2012
II
III IV
2013
I
2014
(100,000)
(1,500.00) (150,000)
(2,000.00)
Sumber : BPS Provinsi NTT diolah
Sumber : PT Pelindo Tenau
Dari sisi ekspor antar negara,
Grafik 1.11 Negara Tujuan Ekspor
Tiongkok masih menjadi tujuan utama
ekspor
negara
berikutnya
NTT.
Sedangkan
adalah
100%
EUROPE
negara
80%
Afrika, dimana komoditas ekspor yang
60%
dominan adalah komoditas semen dan ikan
Tuna.
Pengiriman
AUSTRALIA ASIA 40%
AMERICA
dilakukan 20%
melalui
pelabuhan
Tenau
AFRICA
ataupun
Pelabuhan Atapupu. Volume ekspor
0%
I
II
III 2012
IV
I
II
III 2013
IV
I 2014
luar negeri pada triwulan laporan mencapai
9,47
ribu
|Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
ton
atau
Sumber : KPw BI Prov. NTT
5
|
Triwulan I- 2014
mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 16,48 ribu ton. Dari total jumlah tersebut, sebanyak 76,79% ditujukan ke negara Tiongkok. 1.3 Sisi Sektoral Dari sisi sektoral, sektor pertanian dan sektor jasa-jasa mengalami peningkatan, sementara sektor PHR melambat. Tiga sektor utama yang menjadi penggerak roda perekonomian Provinsi NTT memiliki andil paling besar terhadap pertumbuhan ekonomi pada triwulan laporan adalah sektor pertanian, sektor jasa-jasa serta sektor PHR. Ketiga sektor tersebut masing-masing memiliki andil sebesar 35,01%, 26,41%, dan 17,70%. Sementara sektor lainnya yang memiliki andil cukup besar (di atas 5%) yaitu sektor angkutan dan komunikasi (7,54%) serta sektor bangunan/konstruksi (6,22%). 1. Sektor Pertanian Kinerja sektor pertanian pada periode laporan tercatat
Grafik 1.12 Pengiriman Ternak 15,000
80% Loading Ternak
pertanian
Kinerja
pada
tercatat
periode
sebesar
meningkat
sektor
12,500
laporan
10,000
(yoy),
7,500
kinerja
5,000
3,19%
dibanding
triwulan sebelumnya yang sebesar 2,82%
(yoy).
meningkatnya pertanian kinerja
Penyebab kinerja
adalah subsektor
40%
0% -20%
2,500
utama sektor
60%
20%
-
Ekor
meningkat.
yoy (axis kanan)
-40%
I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I
-60%
2014
peningkatan tabama
dan
Sumber : PT.Pelindo diolah
subsektor perikanan. Sementara laju pertumbuhan subsektor perkebunan, perternakan dan kehutanan mengalami perlambatan. Perlambatan tersebut salah satunya dipengaruhi tingginya intensitas curah hujan pada awal periode laporan (Januari-Februari). Secara triwulanan, hampir semua subsektor mengalami penurunan, kecuali subsektor tabama. Musim panen tabama pada periode laporan menyebabkan terjadinya peningkatan laju pertumbuhan tabama menjadi sebesar 9,12% (qtq). Sementara menurunnya laju pertumbuhan subsektor peternakan diindikasikan dari
|Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
6
|
Triwulan I- 2014
menurunnya pengiriman ternak lewat jalur laut yang turun sebesar 38,02% (qtq) dibandingkan pengiriman triwulan sebelumnya. 2. Sektor Jasa-jasa Kinerja sektor jasa-jasa mengalami peningkatan sebesar 7,24% (yoy). Sektor jasa masih dominan digerakkan oleh subsektor jasa pemerintahan umum dengan kontribusi sebesar 75,81%. Hal tersebut mengindikasikan bahwa aktivitas ekonomi masih ditopang dari anggaran pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Laju pertumbuhan subsektor pemerintah umum mengalami kenaikan sebesar 7,97% (yoy) sebagai dampak dari kenaikan anggaran belanja dan gaji pemerintahan tahun anggaran 2014. 3. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) Kinerja sektor PHR relatif melambat pada triwulan laporan. Laju pertumbuhan sektor PHR sebesar 5,40% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 8,82% (yoy). Melambatnya kinerja sektor PHR terutama disebabkan oleh perlambatan subsektor perdagangan besar dan eceran. Secara triwulanan, laju pertumbuhan sektor PHR mengalami penurunan sebesar 9,44% (qtq). Subsektor perdagangan besar dan eceran mengalami penurunan sebesar 9,55% (yoy) seiring dengan melambatnya konsumsi rumah tangga pada triwulan laporan. Menurunnya kinerja subsektor perdagangan juga tercermin dari melambatnya perkembangan omset penjualan eceran dan aktivitas bongkar muat peti kemas melalui Pelabuhan Tenau yang mengalami penurunan cukup signifikan di awal tahun (terutama Januari-Februari). Grafik 1.13 Perkembangan Penjualan Eceran
Grafik 1.14 Kredit Sektor PHR
60.00%
4,000
50.00%
3,500
60.00% 50.00%
3,000
40.00%
40.00%
2,500
30.00% 2,000
20.00%
1,500
-20.00%
|Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
Mar
Jan
Feb
Des
Okt
Nop
Sep
Jul
2013
-30.00%
Agust
Jun
Apr
Mei
500
Mar
0.00% Jan
1,000
Feb
10.00%
-10.00%
30.00% 20.00% 10.00%
0
0.00% I
2013
2014
II
III
IV
2012
PHR
I
II
III
IV
2013
I 2014
PHR (yoy)
7
|
Triwulan I- 2014
Grafik 1.15 Perkembangan Peti Kemas 25,000 Peti kemas
22,500
yoy (axis kanan)
Grafik 1.16 Jumlah Tamu Hotel 30%
42,000
25%
37,000
20,000
20%
17,500
15%
15,000
10%
12,500
5%
10,000
0%
17,000
7,500
-5%
12,000
5,000
-10%
7,000
2,500
-15%
2,000
Box
-
I
II
III
IV
2011
I
II
III
IV
2012
I
II
III
2013
IV
I
Jumlah Tamu
32,000 27,000 22,000
I
-20%
II
Sumber : PT.Pelindo diolah
III IV
I
II
2011
2014
III IV
I
II
2012
III IV
2013
I 2014
Sumber : BPS diolah
Periode laporan juga merupakan low season bagi pariwisata, sehingga hal tersebut mempengaruhi kinerja subsektor hotel. Menurunnya pertumbuhan subsektor hotel tercermin dari data jumlah kunjungan tamu hotel yang turun sebesar 28,54% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara umum, subsektor hotel mengalami penurunan laju pertumbuhan triwulanan sebesar 7,32% (qtq). 4. Sektor Lainnya Sektor lain yang cukup signifikan
Grafik 1.17 Konsumsi Semen NTT
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
300
di NTT adalah sektor bangunan. Pada
250
triwulan laporan, laju pertumbuhan sektor
200
bangunan sebesar 5,65% (yoy), meningkat
150
mencapai 4,39% (yoy). Peningkatan laju pertumbuhan
sektor
bangunan
selain
dipengaruhi oleh pertumbuhan investasi pemerintah, juga signifikan dipengaruhi
100%
yoy (axis kanan)
80%
60% 40% 20%
100
0%
50 -
Ribu ton
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
Konsumsi Semen
-20%
I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I
-40%
2014
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia
oleh investasi swasta. Secara triwulanan, pertumbuhan sektor bangunan mengalami penurunan sebesar 8,05% (qtq). Hal tersebut terkonfirmasi dengan laju konsumsi semen di NTT yang mengalami perlambatan yang cukup signifikan sebesar 3,23% (qtq) dari triwulan sebelumnya yang mencapai 19,49% (qtq). Kondisi tersebut sejalan dengan dimulainya tahun anggaran baru sehingga proyek proyek pemerintah yang berasal dari dana APBN dan APBD baru dimulai.
|Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
8
|
Triwulan I- 2014
Pertumbuhan sektor keuangan dan persewaan tercatat sebesar 7,42% (yoy). Laju pertumbuhan di sektor keuangan dan persewaan sedikit melambat dibanding kinerja triwulan sebelumnya seiring penurunan kinerja subsektor bank dan subsektor jasa perusahaan masing masing menjadi sebesar 8,82% (yoy) dan 3,14% (yoy). Perlambatan ekonomi global berdampak terhadap peningkatan BI rate sehingga mempengaruhi kinerja funding perbankan. Tabel 1.1 Kinerja Perbankan NTT
Tabel 1.2 Perkembangan PDRB Sisi Sektoral Dalam Rp Miliar Sektor
I Pertanian 1,204 Pertambangan 43 Industri Pengolahan 47 Listrik, Gas dan Air 15 Bangunan (Konstruksi) 202 Perdagangan, Hotel & Restoran 573 Transportasi & Komunikasi 251 Keuangan dan Persewaan 125 Jasa-jasa 835 PDRB 3,294 Sumber : BPS diolah
2012 II III 1,237 1,229 45 49 48 51 15 16 219 232 614 640 256 270 134 144 877 941 3,446 3,572
IV 1,240 50 53 17 236 655 274 152 982 3,658
I 1,237 46 47 16 215 612 266 135 898 3,471
2013 II 1,270 48 50 16 233 661 267 145 949 3,638
III 1,259 51 53 17 241 696 285 158 1,013 3,774
IV 1,275 52 54 18 247 712 291 167 1,048 3,863
2014 I 1,276 48 49 17 227 645 275 145 963 3,645
III 2.42% 3.69% 3.26% 6.96% 4.05% 8.78% 5.59% 9.95% 7.65% 5.64%
IV 2.82% 4.10% 3.48% 7.02% 4.39% 8.82% 6.20% 9.89% 6.65% 5.62%
2014 I 3.19% 4.97% 4.65% 6.13% 5.65% 5.40% 3.39% 7.42% 7.24% 5.02%
Tabel 1.3 Pertumbuhan Tahunan PDRB Sisi Sektoral Sektor
I Pertanian 2.78% Pertambangan 6.54% Industri Pengolahan 4.96% Listrik, Gas dan Air 6.25% Bangunan (Konstruksi) 8.52% Perdagangan, Hotel & Restoran 7.22% Transportasi & Komunikasi 6.82% Keuangan dan Persewaan 7.32% Jasa-jasa 6.75% PDRB 5.44%
2012 II 2.99% 5.78% 3.90% 4.91% 5.08% 6.34% 5.19% 8.15% 5.93% 4.87%
III 3.70% 7.35% 5.57% 5.49% 8.38% 7.50% 5.58% 7.85% 6.77% 5.86%
IV 3.10% 6.70% 5.44% 4.82% 8.25% 7.60% 4.86% 7.36% 6.34% 5.47%
I 2.67% 5.97% 1.53% 9.07% 6.45% 6.80% 6.08% 8.05% 7.55% 5.38%
2013 II 2.70% 6.41% 3.02% 7.10% 6.09% 7.68% 4.13% 7.69% 8.22% 5.58%
Sumber : BPS diolah
|Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
9
|
Triwulan I- 2014
Tabel 1.4 Perkembangan PDRB Sisi Penggunaan Dalam Rp Miliar Penggunaan Konsumsi Investasi Ekspor Impor Perubahan stok PDRB
I 3,443 473 876 1,556 59 3,294
2012 II 3,674 553 971 1,965 213 3,446
III 3,877 581 1,023 2,246 337 3,572
IV 4,070 621 1,101 2,405 269 3,658
I 3,601 504 946 1,640 60 3,471
2013 II III 3,870 4,032 594 645.09 1,047 1,117 2,087 2,350 214 329 3,638 3,774
IV 4,158 660.71 1,138 2,471 376 3,863
2014 I 3,857 541.84 966 1,824 104 3,645
IV 2.17% 6.37% 3.32% 2.74% 5.62%
2014 I 7.11% 7.46% 2.03% 11.19% 5.02%
Sumber : BPS diolah
Tabel 1.5 Pertumbuhan Tahunan PDRB Sisi Penggunaan Penggunaan Konsumsi Investasi Ekspor Impor PDRB
I 3.09% 15.75% 6.80% -4.80% 5.44%
2012 II 5.78% 12.30% 9.31% 2.11% 4.87%
III 5.59% 7.09% 0.62% 0.04% 5.86%
IV 7.25% 8.61% 3.64% 5.60% 5.47%
I 4.60% 6.63% 8.08% 5.43% 5.38%
2013 II III 5.35% 4.00% 7.50% 10.99% 7.83% 9.26% 6.24% 4.63% 5.58% 5.64%
Sumber : BPS diolah
|Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
10
|
Triwulan I- 2014
BOKS 1
KOMODITAS/PRODUK/JENIS USAHA UNGGULAN UMKM DI KOTA KUPANG Sebagai salah satu bentuk dukungan terhadap pengembangan UMKM yang memiliki peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional, Bank Indonesia sejak lama telah mengembangkan penelitian Base Line Economic Survey. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai peluang investasi di daerah yang bermuara pada pemberian informasi potensi ekonomi di suatu daerah. Dalam perkembangannya, sejak tahun 2006, penelitian tersebut lebih diarahkan kepada penelitian mengenai komoditas/produk/jenis usaha (KPJU) yang potensial untuk menjadi unggulan daerah dan dapat dikembangkan pada sektor UMKM sebagai pelaku ekonomi mayoritas di daerah. Data dan informasi dalam penelitian KPJU unggulan UMKM meliputi berbagai aspek. Aspek makro berupa kebijakan Pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, serta potensi ekonomi daerah dalam rangka pengembangan UMKM. Sementara pada aspek mikro, meliputi kondisi dan potensi UMKM di daerah tersebut. Dengan adanya penelitian tersebut, setiap kabupaten/kota di suatu provinsi akan memiliki KPJU unggulan dari berbagai sektor ekonomi yang patut dan cocok untuk dikembangkan. Pada tahun 2013, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT kembali melaksanakan penelitian KPJU unggulan UMKM, dimana pengumpulan data primer dan data sekunder diperoleh dari 21 kabupaten/kota dan 200 kecamatan. Data primer di tingkat provinsi dan kabupaten/kota diperoleh melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan Pemerintah Daerah, perbankan, akademisi, dan lembaga/asosiasi terkait. Sedangkan data primer di tingkat kecamatan diperoleh melalui indepth interview dengan camat, mantri statisik, dan tokoh masyarakat. Sementara data sekunder diperoleh dari instansi pemerintah maupun narasumber lainnya yang dianggap valid. Dari hasil penelitian tersebut, diperoleh KPJU unggulan Kota Kupang untuk masing-masing sektor ekonomi dan lintas sektor ekonomi yang merupakan agregasi dari KPJU unggulan di tingkat kecamatan. Penetapan KPJU unggulan di tingkat kecamatan menggunakan beberapa kriteria yaitu jumlah unit usaha, jangkauan pemasaran, ketersediaan sarana produksi, dan kontribusi terhadap perekonomian daerah. Sedangkan kriteria yang digunakan untuk proses penetapan KPJU unggulan di kabupaten/kota yaitu :
|Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
11
|
Triwulan I- 2014
Tabel 1. Kriteria untuk Penentuan KPJU Unggulan di Tingkat Kabupaten/Kota
1
Kriteria Tenaga kerja terampil
2
Bahan baku (khusus untuk sektor industri)
3
Modal
4
Sarana produksi/usaha
5
Teknologi
6
Sosial budaya (faktor endogen)
7 8
Manajemen usaha Ketersediaan pasar
9 Harga 10 Penyerapan tenaga kerja 11 Sumbangan terhadap perekonomian wilayah
Dalam
rangka
memenuhi
Variabel yang Dipertimbangkan Tingkat pendidikan Pelatihan yang pernah diikuti Pengalaman kerja Jumlah lembaga/sekolah ketrampilan Ketersediaan/kemudahan bahan baku Harga perolehan bahan baku Perishability bahan baku Kesinambungan bahan baku Mutu bahan baku Kebutuhan investasi awal Kebutuhan modal kerja Aksesibilitas terhadap sumber pembiayaan Ketersediaan/kemudahan memperoleh Harga Kebutuhan teknologi Kemudahan (memperoleh teknologi) Ciri khas lokal Penerimaan masyarakat Turun temurun Kemudahan untuk memanage Jangkauan/wilayah pemasaran Kemudahan mendistribusikan Stabilitas harga Kemampuan menyerap tenaga kerja Jumlah jenis usaha yg terpengaruh karena keberadaan usaha ini
kebutuhan
informasi
tentang
penetapan
kompetensi inti daerah dilakukan penetapan KPJU unggulan lintas sektor. Dengan mempertimbangkan bobot kepentingan atau prioritas setiap sektor usaha serta hasil skor KPJU unggulan setiap sektor usaha yang telah diperoleh, dilakukan analisa dengan menggunakan Metoda Bayes. Berdasarkan hasil analisa, diperoleh 10 (sepuluh) KPJU unggulan lintas sektor berdasarkan urutan nilai skor terbobot KPJU yang bersangkutan. Pada Tabel 2, dapat dilihat bahwa 5 (lima) KPJU unggulan lintas sektor di Kota Kupang adalah industri jasa tenda, musik dan alat masak, angkutan sewa, sewa kos-kosan, ternak dan hasil-hasilnya serta industri tahu. Hasil lengkap berupa rangking atau urutan KPJu unggulan lintas sektor usaha berdasarkan nilai skor terbobot masing-masing KPJu dapat dilihat pada Tabel 2.
|Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
12
|
Triwulan I- 2014
Tabel 2. Sepuluh KPJU Lintas Sektor yang Mempunyai Nilai Skor Terbobot Tertinggi Sebagai KPJU Unggulan Lintas Sektor di Kota Kupang KPJU Unggulan
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tenda/Musik/Alat Masak Angkutan sewa Sewa Kos-kosan Ternak dan Hasil-hasilnya Industri Tahu Sembako Industri Penjahitan dan Pembuatan Pakaian Jasa Boga Pengolahan dan Pengawetan Ikan dan Produk Ikan (ikan kering, ikan asap, ikan asin) Industri Tempe
Skor Terbobot 0,0456 0,0437 0,0432 0,0370 0,0336 0,0299 0,0295 0,0293
Sektor Usaha Jasa-Jasa Angkutan Jasa-Jasa Perdagangan Industri Perdagangan Industri Pariwisata
0,0286
Industri
0,0273
Industri
Pada urutan ke enam dan seterusnya, sebagai KPJU unggulan lintas sektor berturut-turut adalah perdagangan sembako, penjahitan, jasa boga dan hasil olahan dan tempe. Apabila ditelaah lebih lanjut dari 10 KPJU unggulan lintas sektor, maka meskipun tidak berada pada level teratas namun sektor usaha perdagangan menempatkan 4 (empat) komoditasnya, sementara industri dan jasa berada pada posisi yang lebih baik dari sektor perdagangan.
|Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
13
|
Triwulan I - 2014
PPEER RK KEEM MB BA AN NG GA AN N IIN NFFLLA ASSII
Inflasi NTT pada triwulan I-2014 tercatat lebih rendah dibandingkan inflasi pada triwulan sebelumnya. Membaiknya kondisi cuaca menjadi faktor kunci rendahnya pencapaian inflasi NTT. Kelompok bergejolak (volatile foods) mengalami penurunan inflasi tertinggi. Sementara itu, kelompok adminitered prices relatif stabil.
2.1 Kondisi Umum Inflasi NTT pada triwulan I-2014 tercatat lebih rendah dibandingkan inflasi pada triwulan sebelumnya. Penurunan laju inflasi yang terjadi pada akhir periode laporan menyebabkan pencapaian inflasi triwulan I-2014 secara umum lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yakni dari 8,41% (yoy) menjadi sebesar 7,78% (yoy). Kondisi tersebut didorong oleh penurunan harga kelompok bergejolak (volatile foods) dan administered prices. Rendahya inflasi pada kelompok volatile foods selain disebabkan oleh faktor supply yang memadai juga disebabkan membaiknya kondisi cuaca terutama di akhir periode laporan. Pada kelompok administered prices, tekanan angkutan udara relatif rendah sesuai dengan polanya, dimana awal tahun merupakan periode low season sehingga permintaan berada pada level normal. Di sisi lain, inflasi inti (core inflation) mengalami peningkatan yang salah satunya disebabkan oleh peningkatan sewa rumah. Rendahnya inflasi di Kota Kupang terjadi seiring lancarnya distribusi pasokan bahan makanan terutama subkelompok telur, susu dan hasilnya sebagai dampak kondusifnya kondisi cuaca. Sementara itu, Kota Maumere mengalami peningkatan inflasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang salah satunya disebabkan oleh peningkatan subkelompok ikan segar. Pada triwulan laporan, tercatat inflasi Kota Kupang sebesar 7,99% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 8,84% (yoy). Sedangkan inflasi Kota Maumere mencapai 6,39% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 6,24% (yoy).
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
14
|
Triwulan I - 2014 Tabel 2.1 Perkembangan Inflasi NTT 2012
Inflasi
I
year on year Nasional NTT Kota Kupang Maumere quarter to quarter Nasional NTT Kota Kupang Maumere
II
2013 III
IV
I
II
III
IV
2014 I
3.97% 3.60% 3.11% 6.21%
4.53% 5.02% 4.37% 8.45%
4.31% 5.21% 4.66% 8.07%
4.30% 5.33% 5.10% 6.49%
5.90% 7.11% 7.06% 7.38%
5.90% 5.26% 5.56% 3.73%
8.40% 8.29% 8.88% 5.32%
8.38% 8.41% 8.84% 6.24%
7.32% 7.78% 7.99% 6.39%
0.88% 1.03% 1.13% 0.49%
0.90% 1.65% 1.29% 3.56%
1.67% 1.14% 1.04% 1.68%
0.78% 1.40% 1.55% 0.64%
2.43% 2.74% 3.02% 1.33%
0.90% -0.11% -0.13% 0.04%
4.08% 4.06% 4.21% 3.25%
0.75% 1.51% 1.51% 1.51%
1.42% 1.76% 1.87% 1.06%
Sumber : BPS diolah
Pergerakan inflasi NTT dan Nasional
searah.
Faktor
supply
menjadi
penyebab utama yang menggerakkan inflasi NTT. Di sisi lain, ekspektasi masyarakat, baik konsumen maupun pedagang berkontribusi menggerakkan level
inflasi
NTT
lebih
tinggi
dibandingkan Nasional. Permasalahan keterbatasan supply menjadi penyebab utama tingginya inflasi pada periode laporan.
Selain
itu,
yoy (%)
pada triwulan laporan secara umum
Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi di NTT 10.00% 9.00% 8.00% 7.00% Nasional
6.00%
NTT
5.00% 4.00% 3.00% 2.00% 1.00% 0.00% 1
2
3
4
5
6
7
2013
8
9 10 11 12 1
2
3
2014
Sumber : BPS diolah
tingginya
ketergantungan terhadap supply dari daerah lain menyebabkan NTT rentan terhadap guncangan penawaran (supply shock) yang terjadi di daerah pemasok. 2.2 Perkembangan Inflasi NTT Membaiknya kondisi cuaca di akhir periode triwulan I menyebabkan pencapaian inflasi NTT lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Inflasi NTT pada triwulan laporan sebesar 7,78% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 8,41% (yoy). Laju inflasi yang lebih rendah secara dominan dipengaruhi oleh penurunan harga yang terjadi pada kelompok bahan makanan. Normalnya pasokan barang terutama kelompok bahan makanan mampu menghambat gejolak harga. Hal tersebut tercermin dari penurunan inflasi pada kelompok bahan makanan dari 4,57% (yoy) pada triwulan IV-2013 menjadi 1,43% (yoy). Pada kelompok bahan makanan, komoditas yang mengalami penurunan inflasi terendah adalah komoditas buah-buahan dan daging & hasilnya dengan inflasi masing-masing sebesar 12,91% (yoy) dan 9,61% (yoy). Di sisi lain,
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
15
|
Triwulan I - 2014
deflasi yang cukup dalam pada komoditas bumbu-bumbuan mampu menahan terjadinya inflasi pada level yang lebih tinggi. Tabel 2.2 Inflasi NTT per Kelompok Komoditas
UMUM
I 3.60%
2012 II III 5.02% 5.21%
IV 5.33%
I 7.11%
2013 II III 5.26% 8.29%
IV 8.41%
2014 I 7.78%
BAHAN MAKANAN
-1.71% -1.63% -0.90%
Komoditas
3.43%
7.80%
2.16%
5.41%
4.57%
1.43%
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU 3.82%
6.13%
7.28%
9.15%
9.19%
7.89%
10.87%
9.97%
9.46%
PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB
4.17%
7.60%
8.54%
8.42%
8.27%
6.57%
6.69%
8.89% 10.06%
SANDANG
14.49% 14.34% 10.88% 9.27%
7.59%
5.94%
6.48%
5.71%
5.41%
KESEHATAN
4.22%
3.93%
1.84%
2.06%
2.40%
2.39%
4.59%
4.33%
4.48%
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
4.07%
3.47%
7.32%
6.62%
6.45%
7.14%
5.31%
7.12%
7.23%
TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN 10.08% 10.71% 8.42%
-0.08%
2.98%
7.33%
17.20%
16.22% 15.35%
Sumber : BPS diolah
Sementara itu, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar rumah tangga mengalami peningkatan inflasi tertinggi yakni sebesar 10,06% (yoy). Tingginya inflasi pada kelompok tersebut salah satunya disebabkan kenaikan harga sewa rumah yang sesuai dengan polanya terjadi setiap awal tahun (antara Maret
April). Grafik 2.3 Inflasi Bulanan Triwulan I-2013 NTT
Grafik 2.2 Inflasi Triwulanan NTT TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JASA K
1.23%
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
0.64%
KESEHATAN
0.77%
SANDANG
0.87%
1.48%
2.34%
PENYELENGGARAAN RUMAHTANGGA
PERLENGKAPAN RUMAHTANGGA BAHAN BAKAR, PENERANGAN DAN AIR
0.46% 1.35% 2.65%
BIAYA TEMPAT TINGGAL
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
0.42%
2.17%
PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB
-0.14%
0.82% 2.88%
BAHAN MAKANAN
UMUM
0.00%
JAN-14
FEB-14
MAR-14
1.76% 1.00%
2.00%
3.00%
4.00%
Sumber : BPS diolah
Sumber : BPS diolah
Secara triwulanan, inflasi NTT mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan, tercatat laju inflasi sebesar 1,76% (qtq), lebih tinggi dibandingkan inflasi triwulan sebelumnya yang sebesar 1,51% (qtq). Koreksi harga pada komoditas ikan segar dan komoditas sayursayuran akibat cuaca buruk yang terjadi bulan Februari mendorong tekanan inflasi yang cukup tinggi pada awal tahun.
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
16
|
Triwulan I - 2014
Secara bulanan, tekanan inflasi akibat cuaca buruk mulai terasa pada bulan Januari 2014. Komoditas ikan tongkol memberikan andil tertinggi sebesar 0,11% terhadap laju inflasi bulan Januari. Sementara itu, tarif angkutan udara menjadi penyumbang deflasi sebesar 0,07% yang disebabkan tingkat permintaan yang kembali normal. Secara keseluruhan, laju inflasi bulan Januari tercatat sebesar 0,50% (mtm). Puncak inflasi tertinggi terjadi pada bulan Februari dengan inflasi sebesar 1,48% (mtm). Komoditas penyumbang inflasi terbesar pada bulan yang bersangkutan adalah komoditas ikan tongkol dengan sumbangan inflasi mencapai 0,18% terhadap inflasi NTT. Selain itu, tekanan harga pada komoditas sayursayuran yang diwakili oleh komoditas sawi putih dengan andil 0,09% juga menjadi penyumbang inflasi tertinggi kedua pada bulan Februari. Sementara itu, pada bulan Maret terjadi deflasi sebesar 0,14% (mtm). Mulai membaiknya kondisi cuaca pada bulan Maret yang berimbas terhadap lancarnya pasokan barang menjadi penyebab utama rendahnya inflasi. Telur ayam ras dan daging ayam ras memberikan andil deflasi tertinggi masing-masing tercatat sebesar 0,18% dan 0,10%. Sementara itu, tarif angkutan udara memberikan andil tertinggi terhadap laju
inflasi
bulan
Maret.
Berkurangnya
frekuensi
dan
jumlah
maskapai
penerbangan dari dan ke NTT mengakibatkan peningkatan pada tarif angkutan udara. Grafik 2.4 Struktur Inflasi Bulanan NTT
20.00% 15.00% 10.00% 5.00% 0.00%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 -5.00%
2012
2013
2014
-10.00% SANDANG PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA BAHAN MAKANAN PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB
KESEHATAN TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JASA K MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU UMUM
Sumber : BPS diolah
2.3 Disagregasi Inflasi Inflasi NTT pada triwulan laporan secara dominan didorong oleh meningkatnya laju inflasi inti (core inflation). Andil inflasi inti menunjukkan peningkatan pada triwulan laporan dengan angka inflasi sebesar 7,17% (yoy),
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
17
|
Triwulan I - 2014
lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya sebesar 6,58% (yoy). Andil inflasi inti meningkat dari 3,53% pada triwulan IV-2013 menjadi 3,83% pada triwulan laporan. Peningkatan laju inflasi inti disebabkan oleh meningkatnya inflasi pada subkelompok biaya tempat tinggal yakni peningkatan tarif sewa rumah yang berdasarkan pola historisnya terjadi antara bulan Maret - April. Inflasi administered prices relatif stabil pada level 17,40% (yoy) dengan kecenderungan menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 18,73% (yoy). Meskipun demikian, tekanan yang terjadi pada subkelompok transportasi cukup berdampak signifikan dalam mendorong laju inflasi administered prices. Berkurangnya jumlah maskapai penerbangan yang beroperasi di NTT serta berkurangnya frekuensi beberapa penerbangan berdampak signifikan terhadap laju inflasi administered prices. Sementara itu, laju Inflasi kelompok volatile foods selama periode laporan tercatat lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan, laju inflasi volatile foods sebesar 1,66% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,21% (yoy). Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh penurunan subkelompok bumbu-bumbuan dan buahbuahan. Membaiknya kondisi cuaca pada akhir triwulan I menyebabkan pasokan barang terutama bahan makanan kembali normal. Grafik 2.5 Disagregasi Inflasi NTT 24
16
%,yoy
%,yoy
Inflasi IHK (yoy) Core
19
Volatile Foods
14
Adm Price
Core
12
Adm Price 14
10
Volatile Foods
8 9 6 4
4 2
-1
0 -6 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 2011
2012
Sumber: BPS (diolah menggunakan pendekatan sub kelompok)
2013
2014
(2) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 2011
2012
2013
2014
Sumber: BPS (diolah menggunakan pendekatan sub kelompok)
Sumber : BPS diolah
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
18
|
Triwulan I - 2014
2.4 Inflasi NTT Berdasarkan Kota 2.4.1
Inflasi Kota Kupang Grafik 2.6 Perkembangan Inflasi Kupang
Lancarnya pasokan bahan
distribusi
barang
terutama
makanan
mampu
menghambat laju inflasi pada periode
laporan.
Kupang
pada
10.00%
Inflasi
Inflasi bulanan 8.00%
Inflasi tahunan
6.00%
Kota 4.00%
triwulan
I-2014
tercatat sebesar 7,99% (yoy) atau lebih
rendah
triwulan mencapai
dibandingkan
sebelumnya
yang
8,84%
(yoy).
Membaiknya kondisi cuaca pada
2.00%
0.00% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
-2.00%
2012
2013
2014
Sumber : BPS diolah
akhir triwulan laporan yang berimbas kepada lancarnya distribusi pasokan terutama pasokan dari daerah lain mampu menghambat laju inflasi secara umum. Rendahnya inflasi tahunan pada periode laporan terutama disebabkan oleh penurunan inflasi subkelompok bumbu-bumbuan dan buah-buahan masingmasing menjadi sebesar -23,75% (yoy) dan 5,50% (yoy). Secara umum, pergerakan inflasi yang terjadi dipengaruhi juga oleh ekspektasi inflasi dari daerah pemasok. Penurunan harga yang terjadi pada kelompok bahan makanan terlihat pada rendahnya laju inflasi yang cukup signifikan dari 4,90% (yoy) pada triwulan lalu menjadi sebesar 0,88% (yoy). Hal tersebut sejalan dengan periaku sebagian besar kelompok lainnya yang mengalami penurunan inflasi dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yakni dari semula 9,80% (yoy) menjadi sebesar 11,15% (yoy) yang terutama disebabkan oleh peningkatan tarif sewa rumah yang sejalan dengan pola historisnya yang biasanya terjadi pada bulan Maret - April.
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
19
|
Triwulan I - 2014 Tabel 2.3 Inflasi Kupang per Kelompok Komoditas
KOMODITAS
I UMUM 3.11% BAHAN MAKANAN -3.72% MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU 3.97% PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB 4.34% SANDANG 15.59% KESEHATAN 4.27% PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA 3.52% TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN 11.49%
2012 II III 4.37% 4.66% -4.58% -2.76% 6.42% 7.36% 8.45% 8.64% 15.25% 11.25% 4.00% 1.28% 2.73% 4.19% 12.28% 9.86%
IV 5.10% 2.94% 9.58% 8.73% 9.39% 1.61% 3.26% -0.08%
I 7.06% 7.81% 9.19% 8.61% 8.06% 2.21% 3.34% 3.39%
2013 II III 5.56% 8.88% 2.88% 5.58% 7.64% 11.48% 6.60% 7.50% 6.45% 7.13% 2.37% 4.85% 4.32% 5.61% 7.82% 17.37%
2014 IV I 8.84% 7.99% 4.90% 0.88% 9.11% 8.88% 9.80% 11.15% 6.23% 5.98% 4.30% 4.56% 7.69% 7.69% 16.47% 15.60%
Sumber : BPS diolah
Selama periode laporan terjadi perubahan IHK triwulanan sebesar 1,87%
(qtq),
lebih
tinggi
Grafik 2.7 Inflasi Triwulanan Kupang
kesehatan
yang hanya sebesar 1,51% (qtq).
sandang
inflasi
periode
laporan
tertinggi terjadi
selama pada
kelompok bahan makanan dengan inflasi sebesar 2,97% (qtq) diikuti dengan
kelompok
0.64%
pendidikan,rekreasi,olah raga
dibandingkan inflasi triwulan IV-2013 Tekanan
1.50%
transpor,komunikasi,jasa
0.87% 1.01% 2.45%
perumahan,listrik,air 0.65%
makanan jadi,rokok,tembakau
2.97%
bahan makanan
1.87%
umum -1%
1%
3%
perumahan,
listrik,air, gas dan bahan bakar rumah
Sumber : BPS diolah
tangga yang mengalami inflasi sebesar 2,45% (qtq). Kenaikan harga subkelompok ikan segar dan biaya tempat tinggal juga menyebabkan tingginya inflasi triwulanan pada periode laporan. Tekanan inflasi bulanan Kota Kupang pada bulan Januari 2014 sebesar 0,50% (mtm) lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 1,59% (mtm). Rendahnya inflasi pada bulan Januari salah satunya disebabkan oleh penurunan tarif angkutan udara seiring normalnya permintaan. Sementara itu, pada bulan Februari mengalami inflasi tertinggi yang mencapai 1,46% (mtm). Tingginya inflasi pada Februari 2014 bersumber pada kenaikan komoditas ikan segar serta komoditas sawi putih seiring cuaca yang tidak kondusif. Sementara pada bulan Maret Kota Kupang mengalami deflasi sebesar 0,10% (mtm). Faktor pendorong deflasi salah satunya disebabkan oleh penurunan harga komoditas telur ayam ras dan daging ayam ras.
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
20
|
Triwulan I - 2014
2.4.2
Inflasi Kota Maumere Kondisi cuaca buruk yang
terjadi pada awal tahun (JanuariFebruari) menyebabkan tingginya
Grafik 2.8 Perkembangan Inflasi Maumere 12.00%
Inflasi tahunan 8.00%
laju inflasi Kota Maumere. Inflasi
6.00%
tahunan
Kota
Maumere
pada
4.00%
triwulan
laporan
sebesar
6,39%
2.00%
dibandingkan
0.00%
triwulan sebelumnya yang mencapai
-2.00%
6,24% (yoy). Kelompok barang yang
-4.00%
(yoy),
lebih
tinggi
Inflasi bulanan
10.00%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
mengalami
inflasi
tertinggi
2012
2013
2014
Sumber : BPS diolah
dibandingkan triwulan sebelumnya adalah kelompok bahan makanan dengan inflasi sebesar 4,07% (yoy) meningkat cukup signifikan dari sebelumnya yang sebesar 2,99% (yoy). Sedangkan inflasi tertinggi pada akhir triwulan laporan adalah kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan dengan laju inflasi mencapai 13,55% (yoy). Tabel 2.4 Inflasi Maumere per Kelompok Komoditas
KOMODITAS
I UMUM 6.21% BAHAN MAKANAN 10.12% MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU 3.05% PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB 3.30% SANDANG 8.43% KESEHATAN 3.93% PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA 7.05% TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN 1.75%
2012 II III 8.45% 8.07% 14.93% 9.07% 4.61% 6.86% 3.36% 8.07% 9.13% 8.68% 3.49% 5.08% 7.57% 23.74% 1.26% -0.41%
IV 6.49% 5.89% 6.71% 6.88% 8.55% 4.68% 24.43% -0.04%
2013 I II III 7.38% 3.73% 5.32% 7.77% -1.20% 4.63% 9.12% 9.27% 7.50% 6.57% 6.45% 2.60% 4.84% 2.88% 2.62% 3.49% 2.52% 3.12% 22.77% 21.89% 4.01% 0.24% 4.10% 16.06%
2014 IV I 6.24% 6.39% 2.99% 4.07% 14.93% 12.90% 4.23% 4.02% 2.60% 1.90% 4.50% 4.01% 4.58% 5.24% 14.57% 13.55%
Sumber : BPS diolah
Secara triwulanan, inflasi Maumere tercatat sebesar 1,06% (qtq) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,51% (qtq). Bila dibandingkan dengan inflasi yang terjadi di Kota Kupang, laju inflasi triwulanan Kota Maumere tercatat lebih rendah. Hampir seluruh kelompok mengalami penurunan inflasi dengan penurunan inflasi tertinggi berasal dari kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau dengan inflasi sebesar 1,89% (qtq). Sedangkan tekanan inflasi kelompok bahan makanan mengalami peningkatan yakni dari sebesar -0,18% (qtq) pada triwulan IV-2013 menjadi sebesar 2,32% (qtq). Peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh naiknya harga komoditas
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
21
|
Triwulan I - 2014
ikan segar dan komoditas ikan diawetkan seiring buruknya kondisi cuaca yang terjadi terutama pada bulan Januari-Februari. Dilihat secara bulanan, pada bulan Januari terjadi deflasi 0,08% (mtm). Deflasi tersebut terutama disebabkan oleh komoditas daging dan hasilnya pada kelompok bahan makanan. Sementara itu, pada bulan Februari terjadi inflasi cukup tinggi sebesar 1,61% (mtm) dengan sumber inflasi berasal dari kelompok bahan makanan terutama komoditas ikan segar. Pada bulan Maret kembali terjadi deflasi cukup dalam yakni sebesar 0,46% (mtm). Kembali lagi, kelompok bahan makanan menjadi faktor utama deflasi terutama komoditas ikan segar. Mulai membaiknya kondisi cuaca di akhir periode triwulan I mampu menghambat laju inflasi secara umum. Grafik 2.9 Inflasi Triwulanan Maumere -0.70%
transpor,komunikasi,jasa
0.64%
pendidikan,rekreasi,olah raga
0.16%
kesehatan -0.03%
sandang
0.29%
perumahan,listrik,air
1.89%
makanan jadi,rokok,tembakau
2.32%
bahan makanan 1.06%
umum -4%
-2%
0%
2%
4%
Sumber : BPS diolah
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
22
|
Triwulan I - 2014
BOKS 2 EL-NINO DAN NTT : DAMPAKNYA TERHADAP LAJU INFLASI El-Nino adalah sebuah fenomena meningkatnya suhu permukaan laut yang biasanya dingin. Fenomena ini mengakibatkan perairan yang tadinya subur dan kaya akan ikan (akibat adanya upwelling atau arus naik permukaan yang membawa banyak nutrien dari dasar) menjadi sebaliknya. El-Nino akan terjadi apabila perairan yang lebih panas di Pasifik Tengah dan Timur meningkatkan suhu dan kelembaban pada atmosfer yang berada di atasnya. Kejadian ini mendorong terjadinya pembentukan awan yang akan meningkatkan curah hujan di sekitar kawasan tersebut. Tekanan udara bagian barat Samudra Pasifik tekanan udara meningkat sehingga menyebabkan terhambatnya pertumbuhan awan di atas lautan bagian timur Indonesia, sehingga di beberapa wilayah Indonesia terjadi penurunan curah hujan yang jauh dari normal. Kejadian ini seringkali terjadi pada bulan Desember. Kejadian El-Nino tidak terjadi secara tunggal tetapi berlangsung secara berurutan pasca atau pra La-Nina. La-Nina merupakan fenomena sebaliknya yaitu mendinginnya suhu permukaan laut akibat menguatnya upwelling1. Hasil kajian dari tahun 1900 sampai tahun 1998 menunjukan bahwa El-Nino telah terjadi sebanyak 23 kali (rata-rata 4 tahun sekali). La-Nina hanya 15 kali (rata-rata 6 tahun sekali). Dari 15 kali kejadian La-Nina, sekitar 12 kali (80%) terjadi berurutan dengan tahun El-Nino. La-Nina mengikuti El-Nino hanya terjadi 4 kali dari 15 kali kejadian sedangkan yang mendahului El-Nino 8 kali dari 15 kali kejadian. Secara umum, hal ini menunjukkan bahwa peluang terjadinya La-Nina setelah El-Nino tidak begitu besar. Kejadian El-Nino pada tahun 1982/1983 yang dikategorikan sebagai tahun kejadian El-Nino yang kuat tidak diikuti oleh La-Nina. Indonesia terletak di antara dua benua dan dua samudera. Kondisi tersebut menyebabkan Indonesia menjadi sangat unik lokasinya. Lokasi yang unik ini juga menyebabkan fluktuasi iklim, khususnya curah hujan yang juga unik. Karena terletak di antara dua benua, maka aktifitas hangat dan dingin dikedua benua akibat dari pergerakan matahari yang berpindah dari 23.5o LU ke 23.5o LS setiap
1
Penaikan massa air laut dari suatu lapisan dalam ke lapisan permukaan. Gerakan naik ini membawa serta air yang suhunya lebih dingin, salinitas tinggi, dan zat-zat hara yang kaya ke permukaan (Nontji, 1993)
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
23
|
Triwulan I - 2014
tahun menyebabkan negeri kita ini juga di lewati oleh angin monsoon2. Indonesia juga di penuhi oleh gunung-gunung, hutan, ladang yang juga unik bentuknya. Semua itu mempengaruhi hujan di Indonesia. Apa hubungannya dengan El Nino? Akibat dari interaksi semuanya itu menyebabkan pengaruh El Nino di semua tempat di Indonesia berbeda-beda. Karena saat awal kejadian El Nino biasanya bertepatan dengan masa pembakaran lahan pertanian di daerah-daerah yang melakukan sistem perladangan berpindah, maka kondisi tersebut menyebabkan timbulnya kebakaran serta banyak menghasilkan asap yang sebarannya sangat luas serta dengan konsentrasi yang tinggi dan waktu tinggal asap tersebut di udara yang cukup lama. Hal ini menyebabkan turunnya tingkat kesehatan disekitar. Selain itu juga menyebabkan bentuk dan jumlah butiran-butiran air di awan juga berubah. Pada bidang pertanian kejadian El Nino menyebabkan penurunan rata-rata kehilangan peluang produksi pangan selama tahun 1968-2000 sekitar 1.79 juta ton atau sekitar 3.06 % dari seluruh peluang produksi pangan (Irawan, 2006). Gambar 1. Dampak adanya El-Nino Di Indonesia
2
Suatu pola sirkulasi angin yang berhembus secara periodik pada suatu periode (minimal 3 bulan) dan pada periode yang lain polanya akan berlawanan. Di Indonesia dikenal dengan 2 istilah monsoon, yaitu Monsoon Asia dan Monsoon Australia.
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
24
|
Triwulan I - 2014
Pengaruh umum El Nino di perairan laut Indonesia adalah mendinginnya suhu permukaan laut di sekitar perairan Indonesia akibat dari tertariknya seluruh masa air hangat ke bagian tengah Samudra Pasifik. Akibat buruk dari kondisi ini adalah berkurangnya produksi awan di wilayah Indonesia yang sudah pasti efek sampingnya adalah menurunnya curah hujan, tapi segi positifnya adalah meningkatnya kandungan klorofil di perairan laut Indonesia. Sudah menjadi rahasia umum bahwa semakin rendah suhu permukaan laut, maka kandungan klorofil-a semakin tinggi serta akibat lainnya adalah kemungkian terjadinya proses upwelling semakin
besar
di
sekitar
perairan
Indonesia.
Keadaan
ini
menyebabkan
meningkatnya pasokan makanan ikan, jumlah ikan di sekitar perairan lebih banyak dari biasanya dan yang ujung-ujungnya mampu meningkatkan pendapatan para nelayan. Dari penjelasan tersebut, melihat letak geografis Provinsi NTT yang sebagian besar dikelilingi oleh lautan, dengan adanya fenomena El-Nino ini tidak hanya membawa dampak buruk akan tetapi juga berdampak positif terhadap NTT. Mengenai dampak negatifnya seperti yang disebutkan di atas, dalam menanggulangi dampak negatif tersebut, Pemerintah Daerah terutama salah satunya melalui forum Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) dapat mengambil beberapa alternatif kebijakan seperti : 1. Peningkatan/Penambahan Lumbung Pangan di daerah rawan krisis pangan. 2. Penyuluhan/sosialisasi kepada para petani untuk menanam tanaman tahan air seperti palawija. 3. Melakukan operasi pasar murah. 4. Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM) di daerah sentra produksi. 5. Menjaga distribusi pasokan bahan makanan terutama yang berasal dari daerah lain. Sementara itu, adanya El-Nino juga berdampak terhadap melimpahnya ikan di laut sekitar Indonesia dikarenakan mendinginnya suhu laut. Namun ironis, Provinsi NTT sebagai salah satu sentra ikan laut di Indonesia justru ikan laut merupakan salah satu penyumbang inflasi dalam 4 tahun terakhir sebagaimana dijelaskan pada tabel dibawah. Salah satu penyebabnya adalah sarana untuk menangkap ikan masih tradisional dan hasil tangkapan ikan sebagian besar dijual di luar NTT. Sebagai informasi, tingkat konsumsi ikan
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
25
|
Triwulan I - 2014
masyarakat NTT sebesar 25 Kg/kapita, lebih rendah dibandingkan tingkat konsumsi nasional yang mencapai 35 Kg/kapita. Tabel 1. Komoditas penyumbang inflasi dalam 4 tahun terakhir NO Januari 1 TOMAT SAYUR 2 IKAN TONGKOL 3 SAWI PUTIH 4 CABE MERAH 5 ANGKUTAN UDARA 6 BAWANG MERAH 7 GULA PASIR 8 IKAN KEMBUNG 9 BAYAM 10 CABE RAWIT NO Juli 1 ANGKUTAN UDARA 2 DAGING AYAM RAS 3 BAWANG MERAH 4 KEMBUNG/GEMBUNG 5 AYAM HIDUP 6 TONGKOL 7 BERAS 8 DAUN SINGKONG 9 TELUR AYAM RAS 10 BAWANG PUTIH
Februari
Maret
Mei
April
Juni
SAWI PUTIH
KANGKUNG
BAWANG PUTIH
IKAN SELAR
IKAN SELAR
WORTEL
BAWANG PUTIH
IKAN MERAH
SEWA RUMAH
ANGKUTAN UDARA
KANGKUNG
LENGKUAS
CABE RAWIT
BAWANG MERAH
SEWA RUMAH
SEWA RUMAH
SAWI HIJAU
MIE
BESI BETON
ANGKUTAN DALAM KOTA
TOMAT SAYUR
BAYAM
GULAI
AYAM GORENG
DAUN SINGKONG
TONGKOL
PISANG
SEWA RUMAH
CABE MERAH
IKAN TEMBAKANG
BERAS
PASIR
SELAR
DAUN SINGKONG
BAWANG PUTIH
BAWANG PUTIH
IKAN TONGKOL
TELEVISI BERWARNA
ANGKUTAN UDARA
IKAN KEMBUNG
CABE MERAH
SAWI PUTIH
BAWANG MERAH
KUE KERING BERMINYAK NASI
IKAN CAKALANG
ROKOK KRETEK FILTERPISANG
Agustus
September
IKAN TONGKOL
Oktober
CABE MERAH
November
Desember
SLTA
DAUN SINGKONG
IKAN KEMBUNG
BERAS
BERAS
BERAS
CABE RAWIT
DAUN SINGKONG
SEWA RUMAH
BAWANG MERAH
IKAN SELAR
KANGKUNG
BAWANG PUTIH
CABE RAWIT
DAUN SINGKONG
LABU SIAM/JIPANG
DAGING AYAM RAS
TELUR AYAM RAS
TOMAT SAYUR TELUR AYAM RAS
TARIP LISTRIK
SEWA RUMAH
SEWA RUMAH
IKAN SELAR
DAGING AYAM RAS
CABE RAWIT
TEMPE
LENGKUAS
KANGKUNG
CABE RAWIT
SEPATU
TELEVISI BERWARNA
KANGKUNG
CELANA PANJANG JEANS SAWI PUTIH
ANGKUTAN UDARA
DAGING AYAM RAS
IKAN CAKALANG
TOMAT SAYUR
IKAN KEMBUNG
TEMPE
ANGKUTAN UDARA
IKAN TONGKOL
BUNCIS
BAYAM
IKAN EKOR KUNING
KONTRAK RUMAH
IKAN TEMBAKANG
TUKANG BUKAN MANDOR DAGING BABI
Untuk itu, diperlukan suatu program untuk meningkatkan tangkapan ikan seperti : 1. Peningkatan Sumber Daya Manusia melalui program bantuan teknis. 2. Melakukan pemetaan zona tangkap ikan. 3. Peningkatan sarana tangkap ikan seperti penggunaan pukat bermesin.
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
26
|
Triwulan I-2014
PPEER RK KEEM MB BA AN NG GA AN N PPEER RB BA AN NK KA AN ND DA AN N SSIISSTTEEM M PPEEM MB BA AY YA AR RA AN N Kinerja perbankan dan sistem pembayaran mengalami perlambatan. Gabungan aset bank umum dan BPR tercatat Rp23,66 triliun dengan pertumbuhan sebesar 11,23% (yoy). Penyaluran kredit perbankan mengalami perlambatan yang diiringi peningkatan risiko. Kinerja sistem pembayaran selama triwulan laporan juga melambat.
3.1 Kondisi Umum Kinerja perbankan dan sistem pembayaran pada triwulan laporan relatif melambat. Dari sisi kinerja keuangan, gabungan aset bank umum dan BPR tercatat Rp23,66 triliun dengan pertumbuhan sebesar 11,23% (yoy), atau melambat dibandingkan dengan kinerja triwulan sebelumnya. Demikian pula dengan penyaluran kredit perbankan yang turut mengalami perlambatan. Pada triwulan laporan, penyaluran kredit juga tumbuh melambat sebesar 17,79% (yoy) dengan outstanding mencapai Rp15,34 triliun, namun dengan risiko kredit (NPL) yang sedikit meningkat ke level 1,53% dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya 1,39%. Di sisi lain, penghimpunan DPK tumbuh positif sebesar 11,56% (yoy) dengan nominal Rp17,33 triliun. Fungsi intermediasi perbankan di NTT juga relatif baik yang tercermin dari rasio LDR (Loan to Deposit Ratio) yang sebesar 88,54%, meskipun angka tersebut menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 91,14%. Tabel 3.1 Perkembangan Kinerja Perbankan NTT (Bank Umum dan BPR)
|Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
27
|
Triwulan I-2014
Aktivitas transaksi non tunai melalui fasilitas Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) tercatat sebesar Rp542,52 miliar, sementara transaksi melalui fasilitas Real Time Gross Settlement (RTGS) tercatat sebesar Rp17,19 triliun selama triwulan laporan. Tabel 3.2 Perkembangan Transaksi Non Tunai
Sementara dari sisi transaksi tunai, pada triwulan laporan terjadi net inflow yaitu jumlah uang keluar dari Bank Indonesia (outflow) lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah uang yang masuk (inflow). Kondisi ini sejalan dengan tren yang terjadi pada periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini diperkirakan sebagai akibat menurunnya aktivitas ekonomi selama triwulan laporan terkait dengan kondisi cuaca yang kurang kondusif. Tabel 3.3 Perkembangan Transaksi Tunai
|Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
28
|
Triwulan I-2014
3.2 Perkembangan Bank Umum 3.2.1. Intermediasi Perbankan Kinerja
positif
bank
umum
dalam
menjalankan
fungsi
intermediasinya kembali melambat. Pada triwulan I-2014, rasio penyaluran kredit terhadap penghimpunan dana (Loan to Deposit Ratio) sebesar 88,25%. Rasio kredit yang belum disalurkan kepada masyarakat (undisbursed loan) terhadap total kredit juga meningkat dari 4,55% menjadi 5,20% pada triwulan laporan dengan nominal mencapai Rp783,67 miliar. Grafik 3.1 Perkembangan LDR 18,000
Kredit (miliar)
DPK (miliar)
Grafik 3.2 Perkembangan Undisbursed Loan 100%
LDR
16,000 80%
14,000 12,000
60%
10,000 8,000
40%
6,000 4,000
20%
2,000 -
0% I
II
III
IV
2012
I
II
III 2013
IV
I 2014
Penghimpunan dana masyarakat (DPK) pada triwulan laporan tumbuh sebesar 11,56% (yoy) meski pertumbuhannya tak sebesar periode yang sama tahun 2013. Total dana masyarakat yang ada pada Bank Umum di wilayah NTT mencapai Rp17,08 triliun. Peningkatan laju pertumbuhan dana masyarakat masih bersumber pada meningkatnya pertumbuhan dana pada rekening tabungan. Pada triwulan laporan, total dana yang tercatat pada rekening tabungan Bank Umum sebesar Rp8,58 triliun. Jumlah tersebut menunjukkan peningkatan sebesar 13,23% (yoy). Peningkatan penempatan dana oleh golongan pemilik perseorangan mencapai 13,40% (yoy) dengan nominal Rp7,72 triliun atau 89,96% dari total tabungan di wilayah NTT, masih mendominasi rekening simpanan di Provinsi NTT.
|Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
29
|
Triwulan I-2014 Tabel 3.4 Perkembangan Kinerja DPK Bank Umum
Pertumbuhan dana pada rekening giro meningkat 9,43% (yoy). Giro pemerintah, terutama pemerintah daerah, masih mendominasi dengan porsi 79,98% dari total simpanan giro perbankan NTT. Meskipun tidak memiliki porsi yang besar, namun peningkatan signifikan terjadi pada giro milik perorangan dengan kenaikan sebesar 26,56% (yoy). Grafik 3.3 Komposisi DPK
Grafik 3.4 DPK Menurut Golongan Pemilik
Sementara, jumlah dana pemerintah di simpanan berjangka (deposito) mencapai 37,50% dari total simpanan berjangka dengan nominal Rp1,64 triliun, meskipun jumlah ini menurun sebesar 0,33% (yoy) dibandingkan triwulan I-2013. Penempatan dana dalam rekening deposito sendiri meningkat 9,22% (yoy) dengan pertumbuhan terbesar berasal dari deposito swasta sebesar 41,57% (yoy). Penyaluran
kredit
Bank
Umum
kembali
melambat
dengan
pertumbuhan sebesar 17,34% (yoy) dengan total outstanding kredit mencapai Rp15,07 triliun. Secara struktural, setelah terus menurun sejak triwulan I-2013, porsi kredit konsumtif terhadap total kredit kembali naik pada triwulan laporan. Total 63,92% penyaluran kredit perbankan didominasi oleh kredit jenis konsumsi, naik dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya sebesar 63,20% dari total kredit. Sementara kredit produktif jenis modal kerja dan investasi menyumbang share masing-masing sebesar 28,68% dan 7,40%.
|Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
30
|
Triwulan I-2014
Tabel 3.5 Perkembangan Kredit Bank Umum
Kondisi tahunan yang berdampak pada penurunan kegiatan ekonomi pada triwulan I tiap tahunnya berimplikasi pada perlambatan pertumbuhan kredit modal kerja. Perlambatan kredit modal kerja didorong oleh perlambatan permintaan kredit pada sektor-sektor dominan yaitu sektor perdagangan besar dan eceran. Kredit pada sektor tersebut tumbuh melambat sebesar 37,96% (yoy), dengan porsi dalam penyaluran kredit modal kerja sebesar 71,16%. Hal tersebut mengindikasikan bahwa sektor perdagangan sedikit terpengaruh penurunan kegiatan ekonomi selama triwulan laporan. Sementara itu peningkatan penyaluran kredit secara tahunan yang sangat signifikan pada triwulan laporan kembali terjadi pada sektor listrik, gas dan air dengan angka 177,73%. Tabel 3.6 Perkembangan Kredit Modal Kerja Bank Umum
Pertumbuhan investasi di Provinsi NTT berkorelasi positif terhadap pertumbuhan penyaluran kredit investasi. Laju perlambatan pertumbuhan kredit investasi relatif kecil dibandingkan kredit modal kerja. Perlambatan
|Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
31
|
Triwulan I-2014
penyaluran kredit investasi didorong oleh perlambatan penyaluran kredit pada sektor perdagangan besar dan sektor konstruksi yang mempunyai share cukup besar terhadap total kredit investasi. Demikian pula pada sektor penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum serta sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi. Hal tersebut diperkirakan sebagai akibat kondisi cuaca yang kurang kondusif selama triwulan laporan sehingga mengakibatkan kegiatan investasi berupa pembangunan dihentikan sementara. Selain itu, telah selesainya beberapa proyek ditambah terhentinya beberapa proyek investasi lain seperti pembangunan industri garam, pembangunan smelter mangaan dan pembangkit listrik di Bolok turut mempengaruhi laju perlambatan kredit investasi. Tabel 3.7 Perkembangan Kredit Investasi Bank Umum
Secara sektoral, penyaluran kredit produktif masih didominasi sektor perdagangan. Secara umum, share sektor perdagangan besar dan eceran masih menjadi sektor unggulan dalam penyaluran kredit perbankan. Namun, laju pertumbuhan yang sangat tinggi pada beberapa sektor lainnya seperti sektor jasa kesehatan, sektor jasa perorangan, sektor pertanian subsektor perikanan, sektor listrik, gas dan air serta sektor real estate, jasa persewaan dan jasa perusahaan, mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan aktivitas ekonomi yang cukup signifikan pada sektor-sektor tersebut.
|Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
32
|
Triwulan I-2014
Tabel 3.8 Perkembangan Penyaluran Kredit Sektoral Bank Umum
Penyaluran kredit bank umum diimbangi dengan risiko kredit yang tetap terkendali pada level rendah, meski terjadi peningkatan rasio Non Performing Loan (NPL) perbankan pada triwulan I-2014 ke level 1,46% dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 1,33%. Rasio NPL kredit modal kerja tercatat sebesar 3,00% sementara rasio NPL kredit investasi sebesar 2,50%. Angka ini naik dibandingkan triwulan sebelumnya dimana NPL kredit modal kerja tercatat sebesar 2,79% dan NPL kredit investasi sebesar 2,18%. Grafik 3.5 Perkembangan NPL Bank Umum
|Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
Grafik 3.6 NPL Konsumsi dan Modal Kerja Bank Umum
33
|
Triwulan I-2014
Kenaikan BI Rate menjadi 7,50% mulai mempengaruhi perbankan di NTT untuk menaikkan suku bunga kredit pada triwulan laporan. Suku bunga kredit tertimbang perbankan pada triwulan I-2014 naik ke level 14,63%, sedikit di atas suku bunga tertimbang triwulan sebelumnya yang sebesar 14,61%. Kenaikan suku bunga kredit terjadi terutama pada jenis kredit modal kerja. Suku bunga kredit modal kerja naik ke angka 13,87%. Sementara suku bunga kredit investasi dan konsumsi sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. 3.2.2. Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Penyaluran kredit kepada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) tumbuh sebesar 27,35% (yoy). Pertumbuhan kredit UMKM meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan kredit secara keseluruhan, terutama kredit produktif yang menunjukkan tendensi melambat. Hal tersebut mengindikasikan bahwa sektor UMKM masih menjadi primadona bagi perbankan dalam penyaluran kredit produktifnya. Hal tersebut terkonfirmasi dari meningkatnya rasio kredit UMKM terhadap total kredit produktif ke angka 76,96%. Rasio kredit UMKM terhadap total kredit pada triwulan laporan juga meningkat menjadi 26,77%. Tabel 3.9 Perkembangan Komponen Kredit UMKM Bank Umum
Peningkatan laju pertumbuhan penyaluran kredit UMKM paling tinggi pada triwulan laporan terjadi pada kategori usaha mikro dan kecil. Penyaluran kredit untuk UMKM jenis mikro tumbuh signifikan sebesar 44,12% dengan outstanding kredit mencapai Rp978 miliar dan jumlah debitur sebanyak 57.403 unit usaha. Penggunaan kredit untuk usaha mikro didominasi untuk
|Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
34
|
Triwulan I-2014
keperluan modal kerja yaitu sebesar 80,21% dibandingkan untuk investasi yang hanya sebesar 19,79%. Demikian juga dengan kredit pada usaha jenis menengah mengalami pertumbuhan sebesar 34,19% dengan outstanding kredit sebesar Rp1,20 triliun dan jumlah debitur sebesar 1.693 unit usaha. Penggunaan kredit sebagian digunakan untuk kebutuhan modal kerja yaitu sebesar 82,14% dan investasi sebesar 17,86%. Penyaluran kredit pada usaha jenis kecil juga meningkat sebesar 16,62% setelah sempat mengalami perlambatan dengan outstanding kredit sebesar Rp2,01 triliun dan jumlah debitur mencapai 13.524 unit usaha. Penggunaan kredit sebagian digunakan untuk kebutuhan modal kerja yaitu sebesar 82% dan investasi sebesar 18%. Secara sektoral, sektor yang dominan dibiayai oleh perbankan adalah sektor perdagangan besar dan eceran dengan proporsi sebesar 69,61% dari total penyaluran kredit UMKM. Sementara untuk sektor pertanian dan sektor perikanan sedikit meningkat menjadi sebesar 2,17% dan 0,63%. Risiko penyaluran kredit (NPLs) kepada UMKM juga cukup terjaga meski rasio naik ke level 3,38%. Tabel 3.10 Perkembangan Kredit UMKM Sektoral Bank Umum
|Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
35
|
Triwulan I-2014
3.2.3. Kinerja Perbankan Umum Berdasarkan Sebaran Pulau Secara geografis, kinerja perbankan umum di Provinsi NTT masih terkonsentrasi di Pulau Timor. Pusat pemerintahan dan ekonomi yang dominan di Pulau Timor, khususnya Kota Kupang menjadi faktor utama terpusatnya kegiatan perbankan di Pulau Timor. Aset bank umum di Pulau Timor sebesar Rp15,20 triliun atau 65,18% dari total aset bank umum di Provinsi NTT. Sementara di Pulau Flores sebesar Rp6,38 triliun atau 27,35% dari total aset, dan aset bank umum di Pulau Sumba sebesar Rp1,74 triliun atau 7,47% dari total aset bank umum di Provinsi NTT. Tabel 3.11 Indikator Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau
Walaupun masih terkonsentrasi di Pulau Timor, namun perkembangan indikator di pulau lainnya relatif lebih baik dibanding di Pulau Timor. Pada triwulan laporan, perkembangan aset terbesar terdapat di Pulau Flores yaitu sebesar 14,29% (yoy) diikuti dengan Pulau Sumba sebesar 13,76% (yoy). Hal serupa juga terjadi pada indikator perkembangan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK), dimana pertumbuhan tertinggi terdapat di Pulau Flores dengan nominal DPK mencapai Rp5,45 triliun atau meningkat sebesar 12,62% (yoy), sementara Pulau Sumba dan Pulau Timor mencatatkan perkembangan DPK masing-masing sebesar 10,84% dan 9,00%. Di sisi lain, perkembangan penyaluran kredit tertinggi terdapat di Pulau Timor yaitu sebesar 18,10% (yoy). Sementara dari sisi intermediasi yang tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) tercatat Pulau Sumba masih menunjukkan nilai tertinggi, yaitu sebesar 98,96% diikuti oleh Pulau Flores sebesar 94,86%. Di sisi lain, hal ini bisa menjadi indikator bahwa pertumbuhan DPK di luar Pulau Timor tidak mampu mengimbangi pertumbuhan kreditnya.
|Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
36
|
Triwulan I-2014
3.3 Sistem Pembayaran 3.3.1. Transaksi Non Tunai a. Transaksi Kliring Aktivitas transaksi non tunai melalui SKNBI pada triwulan laporan tumbuh melambat dibanding triwulan sebelumnya, yaitu dari sebesar 77,31% (yoy) menjadi sebesar 2,21% (yoy). Transaksi kliring pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp542 miliar dengan jumlah warkat sebanyak 16.971 warkat. Meski terjadi penurunan transaksi, jumlah nominal cek/BG kosong di wilayah Kantor Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan laporan justru meningkat. Jumlah cek/BG kosong pada triwulan laporan sebesar Rp8,89 miliar, naik 35,08% (yoy). Penurunan jumlah warkat kosong sebesar 9,14% (yoy) menjadi 179 lembar pada bulan laporan mengindikasikan penurunan kualitas pembayaran cek/BG karena jumlah tolakan per lembar secara rata-rata meningkat menjadi Rp49,69 juta. Grafik 3.7 Perkembangan Transaksi Kliring
Grafik 3.8 Perkembangan Cek/BG Kosong
b. Transaksi RTGS Transaksi
menggunakan
sistem
RTGS
mengalami
perlambatan. Pada triwulan laporan, transaksi RTGS yang berasal menuju (to) NTT tumbuh sebesar 2,83% (yoy) dengan jumlah nominal Rp14,18 triliun yang berasal dari 7.809 transaksi. Secara volume, terjadi peningkatan sebesar 37,31% (yoy). Secara rerata, transaksi RTGS yang menuju (to) NTT tercatat sebesar Rp1,82 miliar per transaksi.
|Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
37
|
Triwulan I-2014
Meski transaksi melalui sistem RTGS pada triwulan laporan lebih didominasi oleh transaksi dari Provinsi NTT, namun pertumbuhannya justru negatif. Nominal transaksi dari (from) Provinsi NTT tercatat sebesar Rp17,19 triliun atau turun 24,24 % (yoy) meskipun volumenya naik sebesar 10,22% (yoy) menjadi 10.696 transaksi. Secara rerata, transaksi RTGS dari (from) NTT tercatat sebesar Rp1,61 miliar per transaksi. Grafik 3.9 Nilai Transaksi RTGS
Grafik 3.10 Volume Transaksi RTGS
3.3.2. Transaksi Tunai Aktivitas perekonomian dari sisi transaksi tunai terus meningkat. Data yang tercatat di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT menunjukkan bahwa transaksi uang tunai yang masuk ke Bank Indonesia (inflow) dan yang keluar dari Bank Indonesia (outflow) sebesar Rp1,69 triliun. Pada triwulan laporan terjadi net inflow dimana jumlah uang yang masuk ke Bank Indonesia lebih besar dibandingkan dengan uang yang keluar. Jumlah uang yang masuk ke Bank Indonesia pada triwulan laporan sebesar Rp1,37 triliun atau naik 0,72% (yoy). Sementara jumlah uang yang keluar dari Bank Indonesia tercatat hanya sebesar Rp322 miliar atau turun sebesar 26,20% (yoy). Penurunan jumlah uang yang keluar dari Bank Indonesia pada triwulan laporan menunjukkan bahwa kebutuhan uang kartal menurun pada awal tahun setelah sebelumnya meningkat signifikan setiap akhir tahun. Penurunan aktivitas ekonomi terkait kondisi cuaca yang kurang kondusif membuat kebutuhan uang kartal pada triwulan laporan menurun.
|Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
38
|
Triwulan I-2014
Grafik 3.11 Perkembangan Transaksi Tunai
Volume pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) meningkat signifikan pada triwulan laporan. Pada triwulan laporan, nominal UTLE yang terserap di wilayah Provinsi NTT naik dengan nominal sebesar Rp318 miliar atau meningkat signifikan sebesar 76,95% dibandingkan tahun sebelumnya (yoy). Setoran dari perbankan masih diharapkan menjadi sarana utama dalam menjaring UTLE di masyarakat. Selain itu, peningkatan kegiatan kas keliling merupakan salah satu upaya dalam menjaring UTLE di masyarakat agar terwujud clean money policy di Provinsi NTT. Hal tersebut sudah mulai memperlihatkan hasil, yang dapat dilihat dari semakin rendahnya jumlah UTLE yang dimusnahkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT. Di sisi lain, harus diakui bahwa hal tersebut belumlah optimal mengingat kondisi geografis wilayah NTT yang berpulau-pulau menjadi kendala. Upaya untuk mewujudkan clean money policy pun terus dilakukan, terutama di wilayah-wilayah terpencil. Tabel 3.12 Perkembangan Indikator Sistem Pembayaran Lain
Sementara itu, jumlah uang palsu (upal) yang dilaporkan ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan laporan sebesar Rp1.350.000. Jumlah uang palsu yang tercatat pada triwulan
|Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
39
|
Triwulan I-2014
laporan masih didominasi oleh uang dengan nominal besar yaitu denominasi Rp100.000,00. Bank Indonesia terus berusaha menekan jumlah uang palsu yang beredar di masyarakat dengan memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah dengan metode 3D (Dilihat, Diraba dan Diterawang) serta mengeluarkan desain uang baru denominasi Rp 20.000,00, Rp 50.000,00, dan Rp 100.000,00 dengan penambahan features pengaman. Sosialisasi ciri-ciri keaslian uang Rupiah ini terus dilakukan ke berbagai kalangan masyarakat, mulai dari masyarakat umum, anak sekolah hingga instansi pemerintah dan swasta, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui selebaran (leaflet) yang diberikan.
|Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
40
|
Triwulan I- 2014
K KEEU UA AN NG GA AN N PPEEM MEER RIIN NTTA AH H
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) mengalami peningkatan cukup signifikandibandingkan tahun sebelumnya.
Realisasi pendapatan pemerintah pada triwulan I-2014 mencapai 25,33%. Pada periode yang sama, realisasi belanja pemerintah mencapai 12,12%.
4.1. Kondisi Umum APBD Provinsi Nusa Tenggara tahun 2014 secara umum meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Rencana anggaran pendapatan Tahun 2014 tercatat sebesar Rp 2,72 triliun, atau meningkat sebesar 16,16%(yoy) dibandingkan dengan tahun 2013. Selain rencana pendapatan, pos belanja juga mengalami peningkatan sebesar 14,05%(yoy) dari Rp 2,40 triliun menjadi Rp 2,74 triliun pada tahun 2014. Grafik 4.2 RealisasiAPBDTriwulan I-2014
Grafik 4.1 APBD Provinsi NTT 3,000
Pendapatan
Belanja
74.83%
80%
Realisasi Pendapatan
70%
2,500
60% 2,000
50% 40%
1,500
30%
1,000
20% 500 Rp Miliar
74.33%
Realisasi Belanja
19.98% 10.50%
5.65%
10% 0%
-
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Sumber : Biro Keuangan Prov. NTT
2009
2010
3.81%
7.38%
2.20% 7.98%
9.97% 2008
8.44%
16.16%
2011
2.00% 2012
2013
14.05% 2014
Sumber : Biro Keuangan Prov. NTT
Realisasi pendapatan pemerintah Provinsi NTT pada periode laporan tercatat sebesar Rp 689,32 miliar atau mencapai 25,33%dari total rencana pendapatan tahun 2014. Realisasi tersebut mengalami penurunan jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 26,79%. Dari sisi belanja, realisasi
|Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
41
|
Triwulan I- 2014
anggaran belanja pemerintah tercatat sebesar Rp 331,94 miliar atau mencapai 12,12% dari total rencana belanja. 4.2. Pendapatan Daerah Realisasi
pada triwulan laporan tercatat sebesar
Grafik 4.3 Realisasi Pendapatan
pendapatan
25,33%.
Total
3,000
dari
total
Rp miliar
2,720.97
25,56%
2,342.34
500
2,256.45
dari Pendapatan Asli Daerah (PAD)
1,290.63
1,000
1,075.75
triliun. Nominal tersebut bersumber
28.57% 26.42% 27.03% 27.05% 29.06%
992.02
1,500
938.93
2014 ditargetkan sebesar Rp 2,72
849.74
2,000
sebesar Rp 695,42 miliar atau
Realisasi Pendapatan Tw-I 26.79% 28.85%
2,500
pendapatan dalam APBD Tahun
25.33%
Rencana Pendapatan
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
pendapatan
Tahun 2014. Sementara sisanya,
Sumber : Biro KeuanganProvinsi NTT
yaitu 74,01% bersumber dari pendapatan transfer Pemerintah Pusat dan 0,44% berasal dari pendapatan lain-lain yang sah. Hal tersebut mencerminkan masih tingginya ketergantungan sumber penerimaan daerah terhadap bantuan pemerintah pusat. Sementara itu, kontribusi dana perimbangan untuk mengisi celah fiskal (fiscal gap) yang sebesar 47,42% dalam share pos pendapatan daerah terlihat cukup dominan. Dalam era otonomisasi daerah, hal ini mengindikasikan bahwa pada daerah-daerah atau provinsi tertentu dukungan pemerintah pusat masih diperlukan. Realisasi PAD Provinsi NTT pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp109,93 miliar atau 15,81% dari target PAD akhir tahun. Sumbangan realisasi terbesar PAD berasal dari pos pendapatan pajak daerah sebesar Rp 83,71 miliar, meningkat 1,87%(yoy) dibandingan pencapaian triwulan I-2013 yang sebesar Rp 82,17 miliar. Realisasi pendapatan transfer dari Pemerintah Pusat pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp 579,40 miliar atau 28,77% dari total rencana pendapatan transfer. Sumbangan terbesar berasal dari pos dana perimbangan dengan realisasi mencapai Rp 377,23 miliar atau sebesar 13,86% dari total rencana pendapatan. Sedangkan realisasi dana otonomi khusus dan dana penyesuaian sebesar Rp 201,28 miliar atau sebesar 28,06% dari rencana 2014 yang sebesar Rp 717,29 miliar.
|Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
42
|
Triwulan I- 2014
4.3. Belanja Daerah Realisasi belanja pemerintah
Grafik4.4 Realisasi Belanja
pada periode laporan sebesar12,12%
3,000
dari total rencana belanja 2014. Total
2,500
anggaran belanja Pemerintah Provinsi
2,000
NTT
mengalami
14,05%
dengan
kenaikan nominal
sebesar anggaran
1,500
9.60% 9.79% 13.05% 10.49% 7.39%
Rp miliar
2,738.06
2,400.82
2,353.82
1,350.22
1,257.42
1,164.44
1,139.42
500
1,036.09
pegawai, belanja barang, serta belanja
12.12%
1,000
mencapai Rp 2,74 triliun. Pos belanja operasi, yang didalamnya berisi belanja
Rencana Belanja 13.16% Realisasi Belanja Tw-I 17.85%
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
hibah merupakan pos anggaran belanja terbesar dengan total nominal sebesar Rp
Sumber : Biro KeuanganProvinsi NTT
2,05 triliun atau 75,00% dari total anggaran belanja tahun 2014. Total realisasi belanja pemerintah pada triwulan laporan sebesar Rp 331,94 miliar. Dari total realisasi tersebut, pos belanja operasional yang sebagian merupakan belanja hibah menyumbang realisasi paling besar yaitu sebesar 56,28%, sedangkan belanja modal yang merupakan salah satu sumber penggerak ekonomi daerah hanya mencatatkan realisasi sebesar 0,51%.
|Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
43
|
Triwulan I- 2014
Tabel4.1 RealisasidanRencanaTahunAnggaran 2014 Rp Juta Rencana
Realisasi
2014
Tw I
% Realisasi
URAIAN PENDAPATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH Pendapatan Pajak Daerah Pendapatan Retribusi Daerah Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah PENDAPATAN TRANSFER Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan Dana Bagi Hasil Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya Dana Otonomi Khusus & Dana Penyesuaian Penerimaan dari Pihak Ketiga LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH Pendapatan Hibah Pendapatan Dana Darurat Pendapatan lainnya
2,720,974 695,416 528,048 29,712 55,817 81,840 2,013,685 1,290,418 1,131,688 74,236 723,266 717,288
BELANJA BELANJA OPERASI Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bantuan Keuangan BELANJA MODAL BELANJA TIDAK TERDUGA Belanja Tidak Terduga TRANSFER Bagi Hasil Pajak
2,738,061 2,053,459 564,111 490,392 923,508 40,940 34,508 412,577 17,500 254,525 -
331,944 330,257 91,507 47,934 186,816 1,000 3,000 1,686 2 -
17,087 97,957 90,190 7,767 80,870 75,870 5,000
222,854 222,854 220,195 2,659 -
PEMBIAYAAN NETTO PENERIMAAN DAERAH Penggunaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) Pencairan Dana Cadangan Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman PENGELUARAN DAERAH Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah Pemberian pinjaman kepada kelompok masyarakat
|Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
689,317 109,913 83,706 1,388 24,819 579,403 377,229 377,229 202,174 201,281
25.33% 15.81% 15.85% 4.67% 0.00% 30.33% 28.77% 29.23% 33.33% 0.00% 27.95% 28.06% -
11,873 11,873 -
-
0.00% 0.00% 12.12% 16.08% 16.22% 9.77% 20.23% 2.44% 8.69% 0.41% 0.01% 0.00% 1304.21% 227.50% 244.15% 34.24% -
44
|
Triwulan I - 2014
K KEETTEEN NA AG GA AK KEER RJJA AA AN N& &K KEESSEEJJA AH HTTEER RA AA AN N
Perkembangan ketenagakerjaan dan kesejahteraan menunjukkan kondisi positif Jumlah angkatan kerja naik 1,43% (yoy) sehingga menjadi 2.383.116 jiwa pada triwulan laporan. Tingkat pengangguran turun 1,97% (yoy) menjadi 46.904 jiwa. Angka kemiskinan juga menurun dari 20,41% (yoy) menjadi 20,24% (yoy). 5.1. Kondisi Umum Perkembangan ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat NTT pada triwulan laporan menunjukkan kondisi yang positif. Berdasarkan data BPS, kondisi ketenagakerjaan di Nusa Tenggara Timur pada Februari 2014 memperlihatkan peningkatan yang tergambar dari bertambahnya kelompok penduduk yang bekerja disertai berkurangnya tingkat pengangguran. Jumlah angkatan kerja pada bulan Februari 2014 mencapai 2.383.116 jiwa, meningkat sebesar 33.557 jiwa atau 1,43% (yoy) dibandingkan Februari 2013. Sementara tingkat pengangguran terbuka tercatat sebesar 1,97% atau lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 2,12%. Tren perbaikan kondisi ketenagakerjaan juga tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan KPw BI Provinsi NTT. Hasil SKDU triwulan I-2014 menunjukkan, indeks ketenagakerjaan1 tercatat sebesar 8,08, naik dibanding tahun sebelumnya yang hanya sebesar 4,39. Sementara itu, kondisi kesejahteraan masyarakat NTT berdasarkan data BPS posisi September 2013 menunjukkan kondisi yang positif tercermin dari penurunan persentasi penduduk miskin dari 20,41% pada periode yang sama tahun sebelumnya menjadi 20,24%. Indeks keparahan dan kedalaman kemiskinan serta tingkat optimisme masyarakat perkotaan juga membaik pada September 2013. Berdasarkan hasil Survei Konsumen bulan Maret 2014, terlihat adanya kenaikan tingkat optimisme, khususnya pada masyarakat dengan penghasilan menengah ke atas terhadap tingkat kesejahteraan saat ini dibandingkan enam bulan yang lalu.
1
angka indeks dihitung dengan metode SBT (Saldo Bersih Tertimbang) yang merupakan selisih dari p .
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
45
|
Triwulan I - 2014
Indikator kesejahteraan di daerah pedesaan yang tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP) juga mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. 5.2. Perkembangan Ketenagakerjaan 5.2.1 Kondisi Ketenagakerjaan Umum Berdasarkan data BPS, kondisi ketenagakerjaan di Nusa Tenggara Timur pada Februari 2014 memperlihatkan peningkatan yang tergambar dari bertambahnya kelompok penduduk yang bekerja disertai berkurangnya tingkat pengangguran. Dari total angkatan kerja, jumlah penduduk yang bekerja tercatat sebesar 2.336.212 jiwa, bertambah 36.501 jiwa atau 1,59% (yoy). Tabel 5.1 Jumlah Penduduk Usia 15+ Menurut Kegiatan
Sumber : BPS Provinsi NTT
Ditinjau dari lapangan pekerjaan utama, komposisi ketenagakerjaan menurut sektor ekonomi relatif sama dengan kondisi tahun-tahun sebelumnya, dengan sebagian besar penduduk (65,04%) bekerja di sektor pertanian. Hal ini disebabkan karena sektor pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi utama di NTT sehingga mayoritas penduduk memiliki mata pencaharian pada sektor tersebut. Namun, terjadi penurunan jumlah pekerja di sektor pertanian dibandingkan dengan Februari 2013 sebesar 31.819 jiwa atau turun 2,05% (yoy). Di sisi lain, jumlah tenaga kerja di sektor industri mengalami peningkatan. Tenaga kerja di sektor industri tercatat naik sebesar 42.391 jiwa atau 22,69% (yoy) dibandingkan bulan Februari 2013. Selain di sektor industri, sektor jasa-jasa juga menunjukkan peningkatan. Jumlah tenaga kerja di sektor jasa-jasa tercatat meningkat sebesar 25.929 jiwa atau 4,62% (yoy) dibandingkan dengan Februari 2013.
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
46
|
Triwulan I - 2014
Tabel 5.2 Jumlah Penduduk Usia 15+ yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
Sumber : BPS Provinsi NTT
Dari 7 (tujuh) klasifikasi status pekerjaan yang terekam pada Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), diidentifikasikan dua kelompok utama terkait kegiatan ekonomi yaitu formal dan informal. Kegiatan formal terdiri dari mereka yang berstatus berusaha dibantu buruh tetap dan buruh/karyawan. Sementara kelompok kegiatan informal adalah mereka yang berstatus di luar itu. Melihat status pekerjaan berdasarkan klasifikasi formal dan informal, sebanyak 81,35% tenaga kerja di NTT pada bulan Februari 2014 bekerja pada kegiatan informal. Tabel 5.3 Jumlah Penduduk Usia 15+ yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama
Sumber : BPS Provinsi NTT
Berdasarkan hasil SKDU, daya serap tenaga kerja pada triwulan laporan juga meningkat. Hanya sektor industri pengolahan, sektor bangunan serta sektor pengangkutan dan komunikasi yang menunjukkan penurunan. Indeks hasil SKDU triwulan I-2014 menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja pada sektor pertanian mengalami peningkatan signifikan diikuti sektor keuangan. Penambahan jumlah
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
47
|
Triwulan I - 2014
tenaga kerja yang signifikan ini diperkirakan karena dimulainya musim tanam di sektor pertanian, terutama saat musim penghujan di NTT yang dimulai bulan Desember hingga Maret tahun berikutnya. Grafik 5.1 Indeks Ketenagakerjaan NTT
Sumber : SKDU Triwulan I-2014 KPw BI Provinsi NTT
5.2.2 Pengangguran Pengangguran merupakan salah satu indikator utama pada bidang ketenagakerjaan. Klasifikasi penduduk yang menganggur adalah penduduk yang sedang mencari pekerjaan ditambah penduduk yang sedang mempersiapkan usaha (tidak bekerja), yang mendapatkan pekerjaan tetapi belum mulai bekerja serta yang tidak mungkin mendapatkan pekerjaan. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh BPS Provinsi NTT, pada bulan Februari 2014 jumlah pengangguran sebanyak 46.904 jiwa, turun sebanyak 23.760 jiwa atau 33,62% dibandingkan dengan bulan Agustus 2013. Dibandingkan Februari 2013, angka tersebut juga turun sebesar 2.944 jiwa atau 5,91% (yoy).
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
48
|
Triwulan I - 2014
5.3 Perkembangan Kesejahteraan 5.3.1 Kondisi Kesejahteraan Umum Kondisi kesejahteraan secara umum relatif membaik berdasarkan hasil Survei Konsumen (SK) yang dilakukan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT. Pada triwulan laporan terlihat adanya kenaikan tingkat optimisme, khususnya pada masyarakat perkotaan dengan penghasilan menengah ke atas terhadap tingkat kesejahteraan. Hal ini tercermin dari indeks penghasilan saat ini dibandingkan 6 (enam) bulan yang lalu hasil SK bulan Januari sampai dengan Maret 2014. Berdasarkan hasil survei, indeks SBT kembali mengalami kenaikan yang cukup signifikan pada bulan Maret. Hal tersebut diperkirakan karena pengaruh kenaikan gaji bagi pegawai yang biasanya diberikan pada awal tahun. Tabel 5.4 Pendapat Konsumen Mengenai Penghasilan Saat Ini Dibandingkan 6 Bulan yang Lalu
Pengeluaran Penghasilan Saat Ini Dibanding 6 Bulan yll per Bulan Lebih Baik Sama Lebih Buruk Jumlah 1-2 Juta 48.48% 49.49% 2.02% 100.00% 2.1-3 Juta 47.46% 47.46% 5.08% 100.00% 3.1-4 Juta 53.85% 42.31% 3.85% 100.00% 4.1-5 Juta 57.14% 42.86% 0.00% 100.00% 5Juta ke atas 11.11% 77.78% 11.11% 100.00% Jumlah 47.50% 49.00% 3.50% 100.00% Sumber : SK Triwulan I-2014 KPw BI Provinsi NTT
Grafik 5.2 Perkembangan UMP NTT
Grafik 5.3 Perkembangan Indeks Penghasilan 180.00
1,600
Penghasilan saat ini dibandingkan 6 bln yang lalu
160.00 1,400
140.00
1,200
120.00
1,000
100.00
800
80.00 60.00
600 Rp ribu
40.00 400
20.00
200 -
0.00 2001
2003
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
274
350
403
671
735
785
880
935
932
1,16
1,36
1,49
UMP 275
350
450
550
600
650
775
800
850
925
1,01
1,15
KHL
Sumber : BPS Provinsi NTT
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
I
II
III 2012
IV
I
II
III 2013
IV
I 2014
Sumber : Survei Konsumen KPw BI Provinsi NTT
49
|
Triwulan I - 2014
Grafik 5.4 Perkembangan NTP NTT
Sementara di pedesaan, ukuran daya beli masyarakat yang
diukur
mengalami akhir
melalui
NTP
peningkatan.
triwulan
laporan,
Pada
dengan
menggunakan tahun 2012 sebagai tahun dasar menggantikan tahun dasar 2007, indeks yang diterima (IT) tercatat sebesar 107,71. Sementara, indeks yang dibayar (IB) tercatat sebesar 109,87 sehingga angka
Sumber : BPS Provinsi NTT
NTP tercatat sebesar 98,03. Akselerasi peningkatan pendapatan petani selama triwulan
laporan
tidak
secepat
akselerasi
peningkatan
pengeluaran
yang
menyebabkan NTP pada triwulan laporan masih berada di bawah 100. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat kesejahteraan petani masih tertekan karena penghasilan dari penjualan produk pertanian masih di bawah pengeluaran kebutuhan harian mereka, baik untuk kebutuhan pokok maupun kebutuhan produksi seperti pupuk/pangan maupun bibit. Namun demikian, kondisi triwulan laporan sedikit membaik dibandingkan triwulan sebelumya dimana nilai NTP tercatat sebesar 97,92. 5.3.2 Tingkat Kemiskinan Jumlah penduduk miskin atau penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan pada bulan September 2013 tercatat sebesar 1.009,15 ribu jiwa atau 20,24% dari jumlah penduduk NTT. Angka tersebut meningkat sebesar 8,85 ribu jiwa atau 0,88% dibandingkan dengan bulan September 2012 (yoy), yang tercatat sebesar 1.000,3 ribu jiwa atau 20,41% dari total penduduk NTT.
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
50
|
Triwulan I - 2014
Tabel 5.5 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di NTT tahun 2005 s.d. September 2013
Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Maret 2012 Sept 2012 Maret 2013 Sept 2013
Jumlah Penduduk Miskin (000)
Persentase Penduduk Miskin
Kota
Desa
Kota+Desa
Kota
Desa
Kota+Desa
133.50 148.00 124.90 119.30 109.40 107.40 117.04 115.50 117.40 113.57 98.05
1,037.70 1,125.90 1,038.70 979.10 903.70 906.70 895.87 897.10 882.90 879.99 911.10
1,171.20 1,273.90 1,163.60 1,098.40 1,013.10 1,014.10 1,012.91 1,012.60 1,000.30 993.56 1,009.15
17.85 18.77 16.41 15.50 14.01 13.57 12.50 12.22 12.21 11.54 10.10
30.46 31.68 29.95 27.88 25.35 25.10 23.36 22.98 22.41 22.13 22.69
28.19 29.34 27.51 25.65 23.31 23.03 21.23 20.88 20.41 20.03 20.24
Sumber : BPS Provinsi NTT
.
Garis kemiskinan juga mengalami peningkatan dalam kurun waktu satu tahun terakhir sebesar 12,84% dari Rp222.506,00 per kapita/bulan menjadi Rp251.080,00 per kapita/bulan. Berdasarkan pembagian kelompok kemiskinan antara perkotaan dan pedesaan, garis kemiskinan di perkotaan dalam setahun terakhir tercatat mengalami peningkatan sebesar 9,27% dari Rp293.907,00 per kapita/bulan menjadi Rp321.163,00 per kapita/bulan. Sementara garis kemiskinan di pedesaan mengalami peningkatan sebesar 14,17% dari Rp205.083,00 per kapita/bulan menjadi Rp234.142,00 per kapita/bulan. Tabel 5.6 Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah tahun 2005 s.d. September 2013 Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Daerah/Tahun Perkotaan Maret 2012 Sept 2012 Maret 2013 Sept 2013 Perdesaan Maret 2012 Sept 2012 Maret 2013 Sept 2013 Kota + Desa Maret 2012 Sept 2012 Maret 2013 Sept 2013
Makanan
Bukan Makanan
Total
Jumlah
Persentase
Penduduk
Penduduk
Miskin (ribu)
Miskin
201,314 209,582 218,807 226,641
80,968 84,325 89,253 94,522
282,282 293,907 308,060 321,163
115.50 117.40 113.57 98.05
12.22 12.21 11.54 10.10
159,990 167,986 177,215 192,038
34,732 37,097 40,703 42,104
194,722 205,083 217,918 234,142
897.10 882.90 879.99 911.10
22.98 22.41 22.13 22.69
168,044 176,145 185,468 198,773
43,743 46,361 50,337 52,307
211,787 222,506 235,805 251,080
1,012.60 1,000.30 993.56 1,009.15
20.88 20.41 20.03 20.24
Sumber : BPS Provinsi NTT
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
51
|
Triwulan I - 2014
Secara besaran, peranan komoditas makanan meningkat sebesar 12,85% dari Rp176.145,00 per kapita/bulan menjadi Rp198.773,00 per kapita/bulan. Kondisi ini dipertegas dengan peranan komoditas makanan pada garis kemiskinan berdasarkan komponen yang mengalami kenaikan dari 79,16% pada September 2012 menjadi 79,17% pada September 2013. Sementara itu, pada komponen bukan makanan tercatat peningkatan sebesar 12,83% dari Rp46.361,00 per kapita/bulan menjadi Rp52.307,00 per kapita/bulan, meskipun peranannya menurun sedikit dari 20,84% pada September 2012 menjadi 20,83% pada September 2013. Persoalan kemiskinan tidak hanya sekadar jumlah dan persentase penduduk miskin saja. Ada dimensi lain yang perlu diperhatikan selain upaya memperkecil jumlah penduduk miskin, terutama dalam kebijakan penanggulangan kemiskinan. Dimensi tersebut adalah tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Badan Pusat Statistik mengukur dua hal tersebut menggunakan indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2). Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin. Semakin tinggi nilai indeks ini maka semakin besar rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan atau dengan kata lain semakin tinggi nilai indeks menunjukkan kehidupan ekonomi penduduk miskin semakin terpuruk. Sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin, dan dapat juga digunakan untuk mengetahui intensitas kemiskinan. Tabel 5.7 Indeks Keparahan dan Kedalaman Kemiskinan
Tahun
Kota
Desa
Kota+Desa
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) September 2012 September 2013
2.588 1.908
3.680 3.308
3.466 3.035
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) September 2012 September 2013
0.809 0.500
0.933 0.734
0.908 0.689
Sumber : BPS Provinsi NTT
Berdasarkan tabel 5.8, indeks kedalaman dan indeks keparahan kemiskinan di NTT pada September 2013 menurun dibandingkan September 2012. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin mendekati garis kemiskinan, dengan kesenjangan pengeluaran yang juga tidak selebar sebelumnya.
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
52
|
Triwulan I - 2014
BOKS 3
KUALITAS PENDIDIKAN DI NTT MASIH HARUS DITINGKATKAN Pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan kita karena sangat erat kaitannya dengan betambahnya ilmu dan pengetahuan. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pendidikan memiliki peranan yang penting dalam meningkatkan taraf hidup. Bahkan, sebuah penelitian menyatakan bahwa tingkat kesejahteraan pada umumnya sangat bergantung pada tinggi rendahnya tingkat pendidikan. Seseorang dengan pendidikan yang tinggi akan memiliki tingkat kesejahteraan yang baik, sebaliknya seseorang dengan pendidikan yang rendah akan memiliki tingkat kesejahteraan yang kurang baik. Pendidikan yang tinggi memang bukan suatu syarat mutlak untuk mencapai kesuksesan. Tetapi, paling tidak pendidikan dapat memberikan jaminan bagi kehidupan seseorang. Semakin ketat persaingan yang terjadi membuat peranan pendidikan semakin penting. Tidak kita pungkiri bahwa sebagian besar orang yang berpendidikan tinggi lebih cerdas dalam menyelesaikan masalah yang di hadapinya. Pendidikan pun secara tidak langsung dapat mempengaruhi pola pikir dan perilaku seseorang. Beberapa
indikator
yang
digunakan
untuk
mengukur
keberhasilan
pembangunan bidang pendidikan adalah terpenuhinya layanan pendidikan dasar, kualitas dan daya saing Sumber Daya Manusia (SDM). Indikator keberhasilan dalam pencapaian layanan pendidikan dapat dilihat dari Angka Partisipasi Sekolah (APS) dan Angka Partisipasi Murni (APM). Sementara kualitas dan daya saing SDM dapat dilihat dari kualitas tingkat pendidikan penduduk usia 10 tahun ke atas. APS merupakan rasio anak yang sekolah pada kelompok umur tertentu terhadap jumlah penduduk pada kelompok umur yang sama. Data Susenas 2012 menunjukkan tingkat partisipasi sekolah semua kelompok umur meningkat dibandingkan tahun 2011 berarti akses terhadap pendidikan di NTT semakin meluas. Program Wajib Belajar (Wajar) 9 tahun yang telah dilaksanakan sejak tahun 1994 membawa dampak positif terhadap keberhasilan pendidikan dasar di NTT. Peningkatan APS terbesar terjadi pada kelompok 19-24, diikuti kelompok 13-15; 1618 dan paling rendah terjadi pada kelompok 7-12. Tingginya peningkatan APS 1924 menunjukkan distribusi perguruan tinggi dan kesadaran penduduk untuk mengikuti pendidikan tinggi di NTT semakin meningkat.
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
53
|
Triwulan I - 2014
Grafik 1. Pendidikan Tertinggi Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas (2012)
Tabel 1. Statistik Pendidikan NTT Uraian Angka Partisipasi Sekolah 7 - 12 13 - 15 16 - 18 19 - 24 Angka Partisipasi Murni SD/MI SMP/MT’s SMA/SMK/ MA Angka Melek Huruf (%) Rata-rata Lama Sekolah(th)
2010 2011 2012 96,49 81,24 49,22 14,44
95,96 85,88 60,21 15,37
95,99 88,56 62,00 18,22
93,03 51,03 34,93 88,59 6,99
92,13 56,74 40,84 88,74 7,05
92,40 55,93 38,62 89,23 7,09
Sumber : Statistik Daerah NTT 2013, BPS NTT
Sumber : Statistik Daerah NTT 2013, BPS NTT
Sementara itu APM adalah proporsi anak sekolah pada satu kelompok umur tertentu yang bersekolah tepat pada tingkat yang sesuai dengan kelompok umurnya. Oleh karena itu secara umum APM lebih rendah dibandingkan APS karena APM disamping memperhitungkan kelompok umur juga memperhatian tingkat pendidikan. Rendahnya partisipasi pendidikan tingkat menengah maupun perguruan tinggi disebabkan oleh kurangnya kesadaran orang tua terhadap pendidikan anak, kemiskinan, dan kurangnya akses terhadap sarana pendidikan. AMH mengindikasikan kemampuan penduduk usia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis. Pada tahun 2012 AMH penduduk NTT yang berumur 15 tahun keatas berada pada tingkat 89,23 persen, meningkat dibandingkan tahun 2011 (88,74 persen). Berarti pada tahun 2012 di NTT masih ada 10,73 persen penduduk yang belum dapat membaca dan menulis. Data Susenas 2012 juga menunjukkan bahwa rata-rata lama sekolah penduduk NTT mencapai 7,09 tahun. Artinya penduduk NTT baru mampu menempuh sekolah sampai jenjang kelas 1 SMP. Indikator lain yang menentukan kualitas pendidikan adalah tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Pada tahun 2012, persentase penduduk usia 10 tahun ke atas di NTT yang berpendidikan SD ke bawah (tidak punya ijazah + SD) paling tinggi (68,07 persen) sedang yang tamat PT hanya 4,82 persen. Ini menunjukkan kualitas dan daya saing sumber daya manusia di NTT belum memadai, karena semakin banyak penduduk berpendidikan rendah semakin tertutup akses untuk mendapat pekerjaan dan pendapatan yang lebih baik, karena SDM tidak mampu menjawab berbagai kebutuhan dan daya saing yang terjadi pada lingkup regional, nasional, maupun internasional.
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
54
|
Triwulan I - 2014
Tabel 2. Penduduk Berumur 10 tahun ke atas menurut Tingkat Pendidikan (%)
Status Sekolah Laki-laki Perempuan Total Tidak/Belum pernah sekolah 3,33 8,84 7,41 Tidak Tamat SD 37,03 28,20 29,62 SD 29,24 32,78 31,04 SLTP 13,05 12,30 12,67 SLTA 15,52 13,38 14,43 Perguruan Tinggi 5,16 4,50 4,82 Sumber : Statistik Daerah NTT 2013, BPS NTT
Tabel 3. Persentase Kelulusan Ujian Nasional Sekolah di NTT
Tingkat Pendidikan SD SLTP SLTA SMK
2011 98,37 97,39 94,43 95,67
2012 99,69 97,56 94,50 96,49
2013 n.a 97,68 98,11 99,79
Sumber : Statistik Daerah NTT 2013, BPS NTT
Tingkat kelulusan sekolah merupakan salah satu ukuran keberhasilan di bidang pendidikan. Secara nasional tingkat kelulusan sekolah di NTT masih termasuk urutan bawah. Ini berarti kemajuan pendidikan di NTT yang dihasilkan selama ini masih perlu ditingkatkan lagi sehingga dapat mengejar kemajuan pendidikan di provinsi lain.
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
55
|
Triwulan I
2014
O OU UTTLLO OO OK K PPEER RTTU UM MB BU UH HA AN N EEK KO ON NO OM MII D DA AN N IIN NFFLLA ASSII D DII D DA AEER RA AH H
Berlangsungnya Festival Komodo diperkirakan mampu mendongkrak kinerja PHR secara umum. Kinerja perekonomian NTT pada triwulan II-2014 diperkirakan mengalami peningkatan seiring panen raya subsektor tabama. Tekanan Inflasi pada triwulan mendatang diperkirakan lebih tinggi seiring berkurangnya frekuensi penerbangan, liburan sekolah dan fluktuasi harga komoditas strategis menjelang Ramadhan. 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan II-2014 diperkirakan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan laporan. Berdasarkan historis, kondisi ekonomi terkini, dan prediksi shock yang akan terjadi di masa mendatang, pertumbuhan ekonomi tahunan pada triwulan
II-2014 diperkirakan akan berada pada kisaran 5,1% - 5,5% (yoy)
dengan kecenderungan moderat. Secara sektoral, stabilnya kinerja tiga sektor utama yakni sektor pertanian, sektor Perdagangan, Hotel, & Restoran (PHR), dan sektor jasajasa diperkirakan menjadi penopang pertumbuhan NTT. Panen raya yang terjadi di triwulan II menjadi faktor utama pendorong peningkatan sektor pertanian. Selanjutnya, rencana Festival Komodo 2014 yang berlangsung pada bulan Mei 2014 diperkirakan mampu mendongkrak kinerja sektor PHR dan jasajasa. Dari sisi penggunaan, kinerja konsumsi rumah tangga maupun swasta diperkirakan meningkat. Hal ini seiring optimisme masyarakat terhadap kondisi perekonomian pada triwulan mendatang. Sementara itu, kinerja net ekspor diperkirakan masih mengalami perlambatan. Hal ini terkait perkembangan ekonomi negara-negara berkembang yang masih menunjukkan tren perlambatan. Selain itu faktor nilai tukar rupiah yang masih berada di atas Rp 11.000 diperkirakan turut memberikan andil terhadap perlambatan net ekspor secara umum.
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
56
|
Triwulan I Grafik 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT
Grafik 6.2 Perkiraan SKDU dan Harga Jual
4,000.0
8.00%
60
6.00%
50
4.00%
40
PE(Nominal)
3,900.0
PE(yoy)
PE (qtq)
SKDU
2014
Harga Jual
3,800.0
3,700.0 2.00%
3,600.0 3,500.0
0.00%
3,400.0
-2.00%
3,300.0
30 20 10
-4.00%
0
3,200.0
II
-10
3,000.0 Rp Miliar
I
-6.00%
3,100.0
-8.00% I
II
III 2012
IV
I
II
III 2013
IV
I
IIP
III
IV
2012
I
II
III
IV
2013
I
IIP 2014
-20
2014
-30
Sumber : BPS & SKDU diolah P : Proyeksi Bank Indonesia
Tabel 6.1 Ekspektasi Kondisi Usaha Provinsi NTT Triwulan I-2014 (Indeks)
Sektor Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Keuangan Jasa-jasa TOTAL SELURUH SEKTOR
Secara
umum,
sektor
Kegiatan Dunia Usaha Harga Jual Realisasi Ekspektasi Realisasi Ekspektasi Triwulan I Triwulan II Triwulan I Triwulan II 2014 2014 2014 2014 -29.05 25.39 10.48 0 0.73 0.53 -6.74 -0.99 -0.67 -0.61 18.32 -18.48
pertanian
1.51 0.53 0 7.51 0.08 2.25 18.54 55.81
0.18 0.53 0 1.55 3.01 2.25 0 18
diperkirakan
0.18 0.53 1.35 2.96 2.42 2.25 0.22 9.91
mengalami
peningkatan kinerja. Panen raya yang diperkirakan terjadi ada triwulan II diyakini mampu meningkatkan kinerja sektor pertanian terutama subsektor tabama. Berdasarkan Kalender Musim Tanam (MT) I 2013/2014, panen raya subsektor tabama terjadi pada awal periode triwulan II-2014. Selain itu, kondisi cuaca yang kondusif diperkirakan turut meningkatkan kinerja subsektor perkebunan. Sejalan dengan hal tersebut, subsektor perikanan diperkirakan mengalami peningkatan seiring melimpahnya perikanan di sekitar wilayah NTT akibat fenomena El-Nino. Festival Komodo 2014 yang rencananya akan diselenggarakan pada bulan Mei 2014 mampu mendongkrak kinerja PHR secara umum. Adanya festival tersebut terutama berpengaruh terhadap kinerja subsektor hotel dan
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
57
|
Triwulan I
2014
restoran. Selain itu, kinerja subsektor perdagangan diperkirakan turut mengalami peningkatan seiring meningkatnya permintaan. Sektor jasa-jasa diperkirkan turut mengalami peningkatan pada triwulan II. Perayaan Festival Komodo tidak hanya mempengaruhi sektor PHR akan tetapi juga mempengaruhi sektor Jasa-jasa terutama subsektor jasa swasta. Adanya peningkatan wisatawan baik domestik maupun internasional menjadi penopang peningkatan subsektor jasa swasta. Subsektor jasa pemerintahan juga diperkirakan mengalami peningkatan seiring mulai terealisasinya proyek yang bersumber realisasi anggaran pemerintah. Grafik 6.3 Perkembangan Tendensi Konsumen Mendatang 160.00
Grafik 6.4 Perkembangan Ekspektasi Konsumen Mendatang 180.00 160.00 140.00 120.00 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00
140.00 120.00
100.00 80.00 60.00 40.00 20.00
0.00 I
II
III
IV
I
2012
II
III
IV
2013
I
II* 2014
Penghasilan saat ini dibandingkan 6 bln yang lalu Ketersediaan lapangan kerja saat ini Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama
I
II
III
IV
I
2012 Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK)
II
III 2013
IV
I
II* 2014
Ekspektasi penghasilan 6 bulan y.a.d.
Kondisi ekonomi Indonesia 6 bulan y.a.d.
Sumber : SK diolah * : s.d April 2014
Dari sisi penggunaan, perkembangan terakhir komponen konsumsi rumah tangga megindikasikan peningkatan pada triwulan mendatang. Hal ini diantaranya terindikasi dari beberapa hasil survei terakhir seperti Survei Konsumen (SK) serta Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU). Hasil SKDU menunjukkan bahwa kegiatan dunia usaha pada triwulan mendatang diperkirakan akan mengalami peningkatan. Hal tersebut sejalan dengan hasil SK bulan April yang menunjukkan optimisme masyarakat terhadap kondisi ekonomi saat ini maupun kedepannya. Berdasarkan pola historisnya, konsumsi pemerintah diperkirakan mulai mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut salah satunya berasal dari belanja operasi dan belanja modal. Hal ini terutama terkait realisasi anggaran pemerintah yang mulai optimal terutama pasca Musrenbang dan Pemilu 2014. Sementara itu, konsumsi nirlaba diperkirakan mengalami peningkatan menjelang dan pasca pelaksanaan Pemilu Presiden.
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
58
|
Triwulan I
2014
|
Tabel 6.2 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Global
Pertumbuhan Ekonomi Global WEO (IMF) Jan-14
World Bank
Mar-14*
Jun-13
2013 2014 2015 2014 2015 3
World output
2.98 3.65 3.86
2014
3.6
3.9
1.3 1.9 -0.4 1.7
2.2 2.8 1.0 1.7
2.3 3.0 1.4 1.0
2.3 2.9 1.1 1.5
2.3 3.0 1.4 1.0
Emerging and developing economies Developing As ia China India ASEAN-5
4.7 6.5 7.7 4.4 5.0
5.1 6.7 7.5 5.4 5.1
5.4 6.8 7.3 6.4 5.6
5.0 6.7 7.5 5.4 5.0
5.4 6.8 7.3 6.4 5.5
World trade volume (goods and services)
2.7
4.5
5.2
4.5
104.1 103.8
98.5 -2.4
Advanced economies United States Euro area Japan
Consensus Forecast
Jan-14
Jan-14
Feb-14
RDG
Mar-14
Jan-14
2014 2015 2014 2015 2014 2015 2014 2015 2014 2015
3.8
3.7
2.8 0.9 1.4
3.9 3.62 3.91 3.61 3.89 3.60 3.94 3.52
4.0
2.2 2.8 1.0 1.7
2.4 3.0 1.4 1.2
2.2 2.9 1.0 1.6
2.4 3.0 1.4 1.3
2.2 2.8 1.1 1.4
2.4 3.1 1.4 1.3
1.9 2.5 0.8 1.2
2.5 3.5 1.4 1.1
5.30 6.7 7.5 5.4
5.7 7.0 7.4 6.8
5.24 6.7 7.5 5.4
5.6 6.9 7.3 6.8
5.25 6.6 7.4 5.4
5.7 6.9 7.3 6.8
5.0
5.2
7.5 5.2
7.5 6.3
2.8 1.1 1.4
2.9 1.4 1.2
5.3
5.5
8.0 6.5
7.7 6.2
7.5 6.6
5.3
5.0
4.6
5.1
3.2
5.2
99.4
94.3
101.0
102.0 102.2
105
100
-6.3
-3.0
-1.1
Commodity prices (U.S. dollars) 1
Oi l (USD per barel) Nonfuel (average bas ed on world commodity export weight)
-1.5
-6.1
-2.0
-3.2
-0.5
1
rata-rata harga minyak jenis Brent, Dubai, dan West Texas Intermediate (WTI) 2 tenor 6 bulan untuk AS dan Jepang, sedangkan Eropa menggunakan tenor 3 bulan (IMF), 3 IMF dengan bobot Purchasing Power Parity (PPP) Oct-12, dan WB dengan bobot PPP 2005 ** Asumsi dalam RDG: Minyak jenis Minas, Libor USD tenor 3 bulan * Data WEO (IMF) awal
Perkembangan
kinerja
ekspor-impor
pada
triwulan
II-2014
diperkirakan masih mengalami perlambatan. Meskipun saat ini perkembangan ekonomi
global
mulai
menunjukkan
hal
positif,
namun
perlambatan
perkembangan ekonomi negara-negara tujuan ekspor terutama negara Tiongkok masih terus berlanjut. Berdasarkan consensus forecast, laju pertumbuhan ekonomi Tiongkok diperkirakan masih mengalami perlambatan. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi secara langsung kinerja ekspor-impor Provinsi NTT yang sebagian besar berasal dan menuju negara Tiongkok. Selain itu, kondisi nilai tukar rupiah yang masih di atas Rp 11.000 turut memberikan andil terhadap perlambatan kinerja impor. 6.2. Inflasi
Inflasi tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan mendatang diperkirakan akan berada pada kisaran 7,8%-8,2% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan I-2014. Meningkatnya tekanan inflasi pada triwulan II-2014 terutama disebabkan oleh tekanan dari kelompok administered prices. Kebijakan penyesuaian Tarif Tenaga Listrik (TTL) berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 9 Tahun 2014 tentang Tarif Tenaga Listrik yang disediakan oleh PLN yang mulai diterapkan per-1 Mei, diperkirakan akan memberikan dampak cukup signifikan terhadap laju inflasi. Sebagai informasi, penerapan tarif listrik untuk golongan I ditetapkan setiap
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
59
1.9
Triwulan I
2014
bulannya hingga akhir tahun. Sementara untuk golongan II dan III (sektor industri) diterapkan setiap 2 bulan sekali hingga bulan November. Selain itu, liburan sekolah yang diperkirakan jatuh pada bulan Juni diperkirakan akan meningkatkan tarif angkutan udara seiring meningkatnya permintaan. Penyesuaian TTL setiap bulannya diperkirakan akan memberikan tekanan terhadap laju inflasi kelompok inti. Ketidakpastian penentuan TTL yang berubah-ubah setiap bulannya terutama untuk golongan I diperkirakan akan meningkatkan tekanan terutama kelompok makanan jadi dan mendorong cost push inflation yang akan memberatkan production cost terutama terhadap kelompok makanan jadi. Selain itu, tingginya ketergantungan NTT terhadap barang jadi yang berasal dari daerah lain diperkirakan turut memberikan tekanan terhadap laju inflasi kelompok inti. Menjelang bulan Ramadhan, diperkirakan laju inflasi yang berasal dari kelompok bergejolak (volatile foods) diperkirakan meningkat. Hal ini disebabkan
tingginya
permintaan
menjelang
ramadhan.
Ditambah
lagi,
peningkatan harga bahan makanan yang berasal dari daerah lain diperkirakan turut mendorong laju inflasi kelompok bergejolak. Dari sisi konsumen, ekspektasi inflasi diperkirakan meningkat. Konsumen masih menyakini akan terjadi kenaikan harga untuk 3 bulan dengan ekspektasi kenaikan harga lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya. Tingginya ekspektasi kenaikan harga didorong oleh adanya bulan puasa pada periode 3 bulan kedepan serta liburan sekolah. Hal serupa juga diyakini oleh pedagang, dimana dalam 3 bulan kedepan harga-harga diperkirakan akan mengalami kenaikan. Hal tersebut sebagaimana tercermin pada hasil Survei Pedagang Eceran dengan indeks sebesar 111. Kenaikan harga diperkirakan karena adanya tekanan dari sisi demand menjelang bulan Ramadhan.
| Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT
60
|