JURNAL PERAN KEPOLISIAN DALAM PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KEBEBASAN BERAGAMA DARI PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Diajukan oleh :
Yovita Ayunindya NPM
: 100510306
Program Studi
: Ilmu Hukum
Program Kekhususan
: Peradilan dan Penyelesaian Sengketa Hukum
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA 2017
3
PERAN KEPOLISIAN DALAM PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KEBEBASAN BERAGAMA DARI PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Yovita Ayunindya Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Fakultas Hukum Email :
[email protected]
Abstract
The results of this study are: In the context of freedom of belief, religion and worship in Indonesia, the police also have a responsibility in preventing potential violence as well as crack down on acts of violence that allegedly have a motive to threaten religious and religious life. Police roles and obligations in ensuring the protection of freedom of belief, religion, and worship are not specifically regulated. However, there is general agreement in Law No. 2 of 2002 on the Indonesian National Police which has several functions such as maintaining security and public order which can of course be used to provide a framework for guaranteeing the protection of freedom of belief, religion and worship in Indonesia. Security and public order is a dynamic condition of society as one of the prerequisites for the implementation of national development process in order to achieve the national objectives marked by the guarantee of security, order, and law enforcement, as well as the establishment of tranquility, which has the capacity to nurture and develop the potential and power of society in counteracting , Prevent, and overcome all forms of violation of law and other forms of disturbance that may be troubling the public. Domestic security is a condition marked by ensuring security and public order, orderliness and enforcement of the law, and the implementation of protection, shelter and service to the public. Keyword: Effort, Police, Freedom of Religion, Law No.2 of 2002 1. PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara dengan berbagai macam suku, ras, bahasa dan agama mengutamakan asas Bhineka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Indonesia dalam konstitusi negara yaitu UUD 1945 telah mengatur tentang kebebasan umat beragama dalam melaksanakan ibadahnya. Dasar hukum yang menjamin kebebasan beragama di Indonesia ada pada konstitusi kita, yaitu Pasal 28E ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan, Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, dan memilih pekerjaan. Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa setiap orang
berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan. Selain itu dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 juga diakui bahwa hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia. Selanjutnya Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama. Yogyakarta sebagai Daerah Istimewa dengan tingkat heterogenitas yang tinggi dan sebagai salah satu provinsi yang memiliki tingkat toleransi antar umat beragama yang tinggi beberapa tahun yang lalu juga mengalami intoleransi antar umat beragama. Kasus yang terjadi adalah pembubaran ibadah doa lingkungan umat katolik yang dilakukan di salah satu rumah warga di daerah Sleman. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 2014. Hal ini menunjukkan bahwa
4
intoleransi antar umat beragama di Indonesia mulai berada di titik yang memprihatinkan. Kepolisian Negara Republik Indonesia atau yang sering disingkat dengan Polri dalam kaitannya dengan Pemerintah adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, yang bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri. Dalam kaitannya dengan kehidupan bernegara Polri merupakan alat negara yang berperan dalam membantu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Agar dalam melaksanakan fungsi dan perannya diseluruh wilayah negera Republik Indonesia dapat berjalan dengan efektif dan effisien, Kepolisian merupakan lembaga yang berada di garda terdepan dalam melindungi hak-hak warga negaranya. Termasuk hak dalam menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Yogyakarta sebagai salah satu provinsi dengan tingkat heterogenitas yang tinggi tentu saja memiliki potensi terjadinya kasus intoleransi antarumat beragama. Karena semakin banyak kasus intoleransi antar umat beragama yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini maka berdasarkan latar belakang inilah penulis tertarik untuk melakukan penulisan skripsi dengan judul “Peran Kepolisian Dalam Penegakan Hukum Terhadap Kebebasan Beragama Dari Perspektif Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia” 2. METODE PENELITIAN 1.Jenis penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran). A.Sumber Data Dalam penelitian hukum normatif data merupakan data sekunder terdiri atas: 1)Bahan hukum primer: berupa peraturan perundang undangan yang tata tata urutannya sesuai dengan Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang Undangan Bahan hukum primer: a.Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. b. Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 HAM. c.Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Polri. d.Perkap Nomor 7 Tahun 2009 tentang Sistem Laporan Gangguan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat. e. KUHP 2) Bahan hukum sekunder Data Sekunder terdiri atas: a. Bahan hukum sekunder: Bahan hukum berupa fakta hukum, doktrin, asas-asas hukum, dan pendapat hukum dalam literatur, jurnal, hasil penelitian, dokumen, surat kabar, internet, dan majalah ilmiah. b. Bahan hukum tersier: Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) B. Cara Pengumpulan Data Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan cara: 1)Studi kepustakaan, studi kepustakaan yaitu membaca, mempelajari, dan memahami bukubuku dan mendeskripsikan, menganalisis dan menilai peraturan perundang-undangan dengan
5
menggunakan penalaran hukum yang berhubungan dengan Kebebasan Umat beragama. C. Analisis Data Pada tahap selanjutnya, setelah memperoleh data dan mengolah data tersebut, maka dilanjutkan dengan menganalisis data yang diperoleh baik dari bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder dan membahas permasalahannya. Dengan penganalisaan data primer dan data sekunder secara kualitatif dari sudut pandang ilmu hukum. Data primer dan data sekunder yang diperoleh dari penelitian telah disusun dengan teratur dan sistematis, kemudian dianalisa untuk mendapatkan suatu kesimpulan. D. Proses Berpikir Langkah terakhir dalam menarik kesimpulan dengan proses berpikir deduktif. Proses berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. HASIL DAN PEMBAHASAN I. TINJAUAN UMUM PENGERTIAN KEPOLISIAN Moylan mengemukakan mengenai pengertian kepolisian sebagai berikut “Istilah polisi sepanjang sejarah ternyata mempunyai arti yang berbeda-beda dalam arti yang diberikan oleh tiap-tiap negara terhadap pengertian “polisi” adalah berbeda oleh karena masing-masing negara cenderung untuk memberikan istilah dalam bahasanya sendiri. Polisi berfungsi untuk menjaga keamanan,pengayoman,perlindungan ,ketertiban dan ketentraman dalam kehidupan masyarkat. Tanpa polisi, peraturan hukum pidana hanya akan menjadi rentetan norma tertulis yang mati. Dalam hal menjalankan tugasnya, polisi tidak dapat hanya
berlindung dibelakang ketentuan tugas yang harus dilaksanakannya, melainkan juga diharapkan kepada persoalan tentang bagaimana tugas itu dijalankan. Sedangkan tujuan dari Kepolisian Republik Indonesia diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian: “Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.” PERAN KEPOLISIAN Pasal 13 Undang-Undang No 2 tahun 2002 menentukan, bahwa tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah: a.Memelihara keamanan, ketertiban di masyarakat. b.Menegakan hukum c.Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Dalam melaksanakan tugas pokok, Kepolisian Negara Republik Indonesia mempunyai tugas yang diatur dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang No 2 tahun 2002 yang menentukan bahwa: a.melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai dengan kebutuhan b.membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan
6
e.memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum g.melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundangundangan lainnya i.melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkup hidup dari gangguan ketertiban dan/ atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia 3. KEBEBASAN UMAT BERAGAMA MENURUT UUD 1945 Adapun tingkatan hukum di Indonesia menurut Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 12 tahun 2012 menyatakan Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas: a.Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 b.Ketetapan MPR c.Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang d.Peraturan Pemerintah e.Peraturan Presiden f.Peraturan Daerah Provinsi g.Peraturan Daerah Kota. Dalam sistem hukum global Indonesia banyak juga meratifikasi berbagai konvenan Internasional seperti Konvenan Internasional Hak Sipil dan Politik lewat UU Nomor 12 Tahun 2005. Dalam masa reformasi UUD 1945 paling tidak telah mengalami empat kali amandemen, pada saat itu adalah sebuah masa perubahan yang sangat cepat dalam hukum di Indonesia. Dari sisi Pemerintah, diperlukan kebijaksanaan dan strategi untuk menciptakan dan memelihara suasana kebebasan beragama dan kerukunan umat beragama guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang aman,
damai, sejahtera dan bersatu. Dimana yang dimaksud kerukunan umat beragama disini adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan, pemeliharaan kerukunan umat beragama adalah upaya bersama umat beragama dan pemerintah di bidang pelayanan, pengaturan dan pemberdayaan umat beragama. Demikian pula kebebasan beragama dijamin oleh Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi menjadi UU Nomor 12 Tahun 2005. Dalam Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) UU ini, disebutkan sebagai berikut : 1. Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menganut atau menerima suatu agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan baik secara individu maupun bersama-sama dengan orang lain, dan baik di tempat umum atau tertutup, untuk menjalankan agama atau kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, ketaatan, pengamalan dan pengajaran. 2. Tidak seorang pun boleh dipaksa sehingga mengganggu kebebasannya untuk menganut atau menerima suatu agama atau kepercayaannya sesuai dengan pilihannya. 3. Kebebasan untuk menjalankan agama atau kepercayaannya seseorang hanya dapat dibatasi oleh ketentuan hukum, yang diperlukan untuk melindungi keamanan,
7
ketertiban, kesehatan atau moral masyarakat atau hak dan kebebasan mendasar orang lain. Prinsip dan pasal-pasal mengenai kebebasan beragama diatas masih sangat umum dan perlu penjabaran lebih lanjut. Jika dikaitkan dengan isu kebebasan beragama di Indonesia dewasa masalahnya dapat dibagi menjadi sekurang-kurangnya 4 masalah : 1. Hubungan kebebasan beragama dengan agama lain. Ini menjadi masalah karena adanya pluralitas agama yang mengakibatkan adanya benturan program antara satu agama dengan agama lain. 2. Hubungan kebebasan beragama pada pemeluk agama masingmasing. Ini menyangkut masalah-masalah pemikiran dan pengamalan ajaran agama yang oleh umat penganut agama tersebut dianggap menyimpang. 3. Hubungan kebebasan beragama dan pemerintah. Khusus ketika terjadi konflik peran pemerintah mutlak diperlukan sebagai penengah dan fasilitator antar agama atau antar pemeluk agama. 4. Hubungan kebebasan beragama dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Ini bermasalah ketika HAM yang dianggap universal itu ternyata secara konseptual dan praktis berbenturan dengan prinsip-prinsip dalam agama. UUD 1945 tidak secara tegas mengatur agama-agama apa saja yang harus dipeluk oleh seseorang sebagai warga negera Indonesia. Dengan demikian menurut ketentuan UUD 1945 tersebut, warga negara diberi kebebasan untuk memeluk dan memilih salah satu agama atau keyakinan serta menjalankan ibadat sesuai kepercayaannya. Agama dan kepercayaan seseorang tidak dapat dipaksaan, Negara sekalipun tidak dapat memaksakan dan menentukan
seseorang harus memilih salah satu agama tertentu. Di dalam Penetapan Presiden (PnPs) No. 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, yang kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969 tentang Pernyataan Berbagai Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden menjadi Undang-Undang, khususnya dalam Penjelasan pasal 1, agama-agama yang dipeluk oleh penduduk Indonesia ialah: Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, dan Khong Cu (Confusius). Agamaagama inilah yang dipeluk hampir seluruh penduduk Indonesia. Oleh karena itu agama-agama dimaksud mendapatkan jaminan dari negara sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 29 ayat (2) UUD 1945, yakni “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Selain mendapatkan jaminan dari negara juga mendapatkan bantuan-bantuan dan perlindungan. 2. Kebebasan Beragama Menurut Hak Asasi Manusia Hak-hak asasi manusia adalah menjadi hak-hak konstitusional karena statusnya yang lebih tinggi dalam hirarki norma hukum biasa, utamanya ditempatkan dalam suatu konstitusi atau Undang-Undang dasar. Artinya memperbincangkan kerangka normatif dan konsepsi hakhak konstitusional sesungguhnya tidaklah jauh berbeda dengan bicara hak asasi manusia. Perlu diakui bahwa perubahan UUD 1945 hasil amandemen adalah lebih baik dibandingkan dengan konstitusi sebelumnya. Salah satu hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun adalah hak beragama, bahkan setiap orang bebas memilih agama
8
dan beribadat menurut agamanya. Tugas pemerintah harus memberikan bimbingan dan pelayanan agar setiap penduduk dalam melaksanakan ajaran agamanya dapat berlangsung dengan rukun, lancar dan tertib baik intern maupun antar umat beragama. Penegakan Hukum dan Hak Kebebasan Beragama. Karena hak asasi manusia adalah hukum internasional, di mana negara merupakan subyek hukum yang berkewajiban untuk menghormati (to respect), melindungi (to protect), dan memenuhi (to fulfill) hak asasi manusia, maka negara dibebani tanggung jawab terselenggaranya kebebasan beragama bagi warga negara. Indonesia juga terikat secara yuridis dan moral terhadap Universal Declaration of Human Rights serta perjanjian-perjanjian internasional tentang HAM (international bill of rights) seperti International Covenant on Civil Politic Rights (ICCPR). Atau, International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights (ICESCR), Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW); atau bahkan di Norms on the Responsibilities of Transnational Corporation and Other Business Enterprises with Regard to Human Rights yang semuanya mengakui hak kebebasan beragama. Di era reformasi, arus kebebasan yang semestinya dapat dikelola menjadi kekuatan konstruktif pembangunan bangsa justru menjadi kontraproduktif dengan melahirkan sumber ketegangan baru. Kebebasan menjadi bola liar yang bergulir, dan sulit dibedakan dengan anarkisme. Didalam konstitusi, dijelaskan dalam sejumlah pasal yang bukan saja menunjukkan pentingnya agama, akan tetapi juga betapa agama dan kehidupan beragama merupakan HAM, seperti:
1)Hak untuk hidup serta mempertahankan hidup dan kehidupannya (Pasal 28A) 2) Hak untuk bebas memeluk agama dan beribadat (Pasal 28E) 3)Hak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya (Pasal 28E ayat (2)) 4) Hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi (Pasal 28G) 5) Hak atas bebas dari penyiksaan (Pasal 28G ayat (3)). Puncak pengakuan atas hak asasi manusia dalam konstitusi ditutup dengan dengan termuatnya Pasal 28 J, yang menyatakan: “(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. (2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan UndangUndang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil dan sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.” kebebasan beragama sebagai salah satu fondasi bernegara juga diakui oleh UUD 1945, yaitu Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2). (“Negara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa; Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu.”) Legalisasi dalam konstitusi itu kiranya cukup untuk menunjukkan
9
bahwa agama menduduki porsisi yang penting dalam kehidupan bernegara di Indonesia. Kebebasan beragama sebagaimana dimaksud dalam pasal 28E dikaitkan dengan pasal 29 ayat (1) UUD 1945, bahwa kebebasan dalam memeluk agama dan beribadat menurut agamanya tersebut yang berdasar pada Ketuhanan Yang Maha Esa, artinya pengakuan adanya Tuhan Yang Esa yang menjadi sendi bernegara, oleh karena itu setiap werga negara diwajibkan memeluk agama yang mengakui Tuhan Yang Maha Esa. Peran Kepolisian Dalam Penegakan Hukum Terhadap Kebebasan Beragama Dari Perspektif Undangundang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Kewajiban ini secara khusus diatur dalam mandat konstitusi UUD 1945 Amandemen Kedua. Pasal 30 Ayat (4): “Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum. Dalam konteks kebebasan berkeyakinan, beragama, dan beribadah di Indonesia, polisi juga memiliki tanggung jawab dalam mencegah potensi kekerasan sekaligus menindak aksi kekerasan yang diduga kuat memiliki motif untuk mengancam kehidupan beragama dan berkeyakinan. Peran dan kewajiban polisi dalam menjamin perlindungan kebebasan berkeyakinan, beragama, dan beribadah memang tidak diatur secara spesifik. Namun ada kesepakatan umum dalam UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia yang mempunyai beberapa fungsi seperti menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat yang tentu saja bisa digunakan untuk memberi kerangka pada jaminan perlindungan kebebasan berkeyakinan, beragama, dan beribadah di Indonesia. Keamanan dalam negeri adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Kepentingan umum adalah kepentingan masyarakat, kepentingan bangsa dan negara demi terjaminnya keamanan dalam negeri. Fungsi Kepolisian menurut Pasal 2 UU Kepolisian Tahun 2002 adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Aspek kewajiban dalam hal keamanan, kepentingan umum, dan fungsi kepolisian itu sendiri jika diterapkan secara baik di tengah masyarakat, maka bisa digunakan untuk: 1. Menjaga dan memulihkan tatanan publik (public order) 2. Menyediakan suatu jasa layanan publik (service provider) 3. Mendeteksi dan mencegah suatu kejahatan (crime prevention) 4. Menegakkan hukum jika terjadi suatu kejahatan (law enforcement). Bahkan dalam Perkap Nomor 3 Tahun 2009 tentang Sistem Operasional Kepolisian Negara Republik Indonesia, khususnya Pasal 10 diterangkan 13 bentuk kegiatan kepolisian meliputi: 1. Melakukan penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan 2. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi, kesadaran,
10
dan ketaatan hukum dan perundangundangan 3. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan 4. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalulintas di jalan 5. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan hukum 6. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundangundangan lainnya 7. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan dan atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi HAM Adapun Prinsip-prinsip Kepolisian meliputi: a) Komunikasi intensif Praktik pemolisian yang menekankan kesepakatan dengan warga, bukan pemaksaan berarti bahwa Polri menjalin komunikasi intensif dengan masyarakat melalui tatap muka, telekomunikasi, surat, pertemuanpertemuan, forum-forum komunikasi, diskusi dan sebagainya di kalangan masyarakat dalam rangka membahas masalah keamanan. b)Kesetaraan Asas kesejajaran kedudukan antara warga masyarakat atau komunitas dan petugas kepolisian yang saling menghormati martabat, hak dan kewajiban, dan menghargai perbedaan pendapat. Asas kesetaraan juga mensyaratkan upaya memberi layanan kepada semua kelompok masyarakat, dengan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan khusus perempuan, anak, lansia, serta kelompok-kelompok rentan lainnya. c) Kemitraan
Polri membangun interaksi dengan masyarakat berdasarkan kesetaraan atau kesejajaran, sikap saling mempercayai dan menghormati dalam upaya pencegahan kejahatan, pemecahan masalah keamanan dalam komunitas atau masyarakat, serta peningkatan kualitas kehidupan masyarakat. d)Transparansi Asas keterbukaan polisi terhadap warga masyarakat atau komunitas serta pihak-pihak lain yang terkait dengan upaya menjamin rasa aman, tertib dan tenteram, agar dapat Bersama-sama memahami permasalahan, tidak saling curiga dan dapat menumbuhkan kepercayaan satu sama lain. e) Akuntabilitas Penerapan asas pertanggungjawaban Polri yang jelas, sehingga setiap tindakannya dapat dipertanggungjawabkan sesuai prosedur dan hukum yang berlaku dengan tolak ukur yang jelas, seimbang dan obyektif. f) Partisipasi Kesadaran polisi dan masyarakat untuk secara aktif ikut dalam berbagai kegiatan komunitas atau masyarakat untuk mendorong keterlibatan warga dalam upaya memelihara rasa aman dan tertib, memberi informasi, saran dan masukan, serta aktif dalam proses pengambilan keputusan guna memecahkan permasalahan kamtibmas, sambil menghindari kecenderungan main hakim sendiri. g)Desentralisasi Penerapan Polmas mensyaratkan adanya desentralisasi kewenangan kepada anggota polisi di tingkat lokal untuk menegakkan hukum dan memecahkan masalah. h)Otonomisasi Pemberian kewenangan atau keleluasaan kepada kesatuan
11
kewilayahan untuk mengelola Polmas di wilayahnya. i) Proaktif Segala bentuk kegiatan pemberian layanan polisi kepada masyarakat atas inisiatif polisi dengan atau tanpa ada laporan atau permintaan bantuan dari masyarakat berkaitan dengan penyelenggaraan keamanan, ketertiban dan penegakan hokum. j)Orientasi pada pemecahan masalah Polisi bersama-sama dengan warga masyarakat atau komunitas melakukan identifikasi dan menganalisa masalah, menetapkan prioritas dan respons terhadap sumber atau akar masalah. l) Orientasi pada pelayanan Bahwa pelaksanaan tugas Polmas lebih mengutamakan pelayanan polisi kepada masyarakat berdasarkan pemahaman bahwa pelayanan adalah hak masyarakat yang harus dilaksanakan oleh anggota polisi sebagai kewajibannya. Polisi harus dapat memilah dan memilih mana saja pengetahuanpengetahuan lokal yang dapat mendorong adanya perwujudan jaminan perlindungan hak atas kebebasan berkeyakinan, beragama, dan beribadah. Untuk memaksimalisasi fungsi ini, Polri sesungguhnya telah memiliki suatu peraturan internal, yakni Perkap Nomor 7 Tahun 2009 tentang Sistem Laporan Gangguan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat. 3. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dari bab-bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan dari penelitian yang berjudul Peran Kepolisian Dalam Penegakan Hukum Terhadap Kebebasan Beragama Dari Perspektif Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:
1)Peran dan kewajiban polisi dalam menjamin perlindungan kebebasan berkeyakinan, beragama, dan beribadah memang tidak diatur secara spesifik. Namun ada kesepakatan umum dalam UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang mempunyai beberapa fungsi seperti menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat yang tentu saja bisa digunakan untuk memberi kerangka pada jaminan perlindungan kebebasan berkeyakinan, beragama, dan beribadah di Indonesia. Namun Polisi dalam hal ini belum dapat menjalankan tugasnya secara maksimal, karena pada saat terjadi pelanggaran kebebasan beribadah polisi cenderung tidak menindak lanjuti apabila yang melakukan pelanggaran kaum mayoritas, namun jika kaum minoritas yang melakukan pelanggaran polisi cenderung menindak lanjuti pelanggaran tersebut. B. Saran 1.Kepolisian diharapkan dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara baik, tegas, dan bijaksana supaya masyarakat dalam menjalankan kewajiban dalam beragama dan beribadah sesuai haknya dapat saling mentoleransi satu sama lain agar tercipta keharmonisan sesuai semboyan Negara Republik Indonesia yaitu Bhineka Tunggal Ika. 2.Polisi diharapkan dapat lebih profesional dalam menjalankan tugasnya, jika terjadi peristiwa serupa tidak ada lagi pelanggaran tentang kebebasan beragama dan beribadah di Indonesia. 3.Polisi diharapkan lebih dapat berkoordinasi dan berkerjasama dengan masyarakat dan pemuka agama, agar dapat mengantisipasi dan meminimalisir jika terjadi pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan beribadah. Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka penulis dapat memberikan kesimpulan bahwa
12
ibadah-agama-di-yogya, diakses pada tanggal 03 Juni 2017
REFERENSI Anton Tabah, 1996, Polisi-Budaya dan Politik (Perenungan diri, usia setengah abad). CV. Sahabat, Klaten
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kebe basan_beragama, diakses pada tanggal 03 Juni 2017
Dr Mukti Fajar ND, 2009, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta
https://media.neliti.com/media/public ations/40276-ID-konsep-kebebasanberagama-menurut-uud-tahun-1945serta-kaitannya-dengan-ham.pdf, diakses pada tanggal 06 Juni 2017
M. Gaussyah, 2014, Peran dan Kedudukan Polri dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, cetakan pertama. Bandung Parsudi Suparlan, Kepolisian, YPKIK
2008,
http://alhamdulillahada.blogspot.co.i d/2015/03/agama-dan-kepercayaanbangsa-indonesia.html, diakses pada tanggal 06 Juni 2017
Ilmu
Perundang-Undangan: Undang- undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 HAM. Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Polri. Peraturan Kepala Polisi (Perkap) Nomor 7 Tahun 2009 tentang Sistem Laporan Gangguan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Website: https://news.detik.com/berita/d3364592/kebaktian-di-sabugabandung-didatangi-ormas-polisiturun-tangan, diakses pada tanggal 03 Juni 2017 http://nasional.news.viva.co.id/news/ read/651243-kronologi-pembubaransalat-id-di-tolikara-papua, diakses pada tanggal 03 Juni 2017 http://nasional.news.viva.co.id/news/ read/508187-kronologi-pembubaran-
http://www.hukumonline.com/klinik/ detail/cl6556/ham-dan-kebebasanberagama-di-indonesia, diakses pada tanggal 06 Juni 2017 http://pemerintahandiindonesa.blogsp ot.co.id/2014/10/isi-pasal-29-uud1945-tentang-kebebasan.html, diakses pada tanggal 06 Juni 2017 http://www.hukumonline.com/klinik/ detail/lt510b523eedfba/sanksihukum-jika-menghalangi-orangmelaksanakan-ibadah, diakses pada tanggal 07 Juni 2017 https://belanegarari.com/2014/06/03/ hak-asasi-manusia-dan-kebebasanberagama/, diakses pada tanggal 08 Juni 2017 http://nasional.news.viva.co.id/news/ read/508187-kronologi-pembubaranibadah-agama-di-yogya, diakses pada tanggal 08 Juni 2017 http://grahadiyanto.blogspot.co.id/20 13/01/prinsip-dan-standar-ham-bagipolri.html, diakses pada tanggal 09 Juni 2017