Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan
Vol. 1 No.2 November 2015
PENERAPAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK BERBASIS PERMAINAN TRADISIONAL TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMP Nur Azizah, Yudi Yudianto, Uba Umbara. STKIP Muhammadiyah Kuningan
[email protected] Abstrak Laporan penelitian ini menampilkan hasil penggunaan permainan tradisional dalam pembelajaran matematika realistik terhadap kemampuan koneksi matematis siswa. Penelitian ini menggunakan kelas eksperimen dan kontrol yang diambil dari kelas VII di SMP Negeri 3 Kuningan pada semester 2 tahun ajaran 2014-2015. Instrumen yang digunakan adalah tes essay dan angket respon siswa. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa: (a) kelas eksperimen memiliki kemampuan koneksi matematis yg lebih baik dari kelas kontrol, (b) peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa kelas eksperimen berada di level sedang, (c) siswa menunjukkan respon positif pada pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional. Kata Kunci : kemampuan koneksi matematis, pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional. A. Pendahuluan Dewasa ini visi pembelajaran matematika tidak hanya sebatas mencangkup keperluan praktis pemecahan masalah rutin dalam kelas akan tetapi visi matematika dalam dua arah pengembangan (Sumarmo, 2013) untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan masa mendatang. Visi pertama mengarahkan pembelajaran matematika untuk pemahaman ide dan konsep matematika yang kemudian digunakan untuk menyelesaikan masalah matematika dan ilmu pengetahuan lainnya. Visi kedua adalah pembelajaran matematika memberikan kemampuan menalar yang logis, sistematik, kritis dan cermat, menumbuhkan rasa percaya diri, rasa keindahan terhadap keteraturan matematika, serta mengembangkan sifat objektif dan terbuka. Berdasarkan visi tersebut, dapat kita ketahui bahwa pembelajaran matematika tidak sebatas menempatkan siswa sebagai objek belajar, akan tetapi siswa sebagai subjek belajar yang diharapkan mampu memahami, mengaplikasikan, bahkan mencintai dan mengembangkan matematika itu sendiri. Sebagai hasil dari proses pembelajaran, siswa diharapkan memiliki kemampuan berfikir matematis yang akan membantunya untuk menyelesaikan masalah–masalah dalam matematika, disiplin ilmu lain, bahkan dalam kehidupan sehari–hari dimasa kini dan masa mendatang. Adapun berpikir matematis meliputi pemahaman matematika, pemecahan masalah matematik, penalaran matematik, koneksi matematik dan komunikasi matematik. Berbeda dengan arah pembelajaran yang diharapkan, menurut Andrew Noyes (Wijaya, 2012), “Many children are trained to do mathematical calculations rather than being educated to think
61
Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan
Vol. 1 No.2 November 2015
mathematically.” Selanjutnya dari generasi ke generasi teknik pembelajaran matematika dilaksanakan dalam dua lagkah pembelajaran (Wahyudin, 2008) yakni: (1) guru menggunakan contoh–contoh untuk menunjukkan bagaimana menyelesaian suatu contoh atau persoalan tertentu, (2) siswa secara rutin meniru prosedur yang diberikan secara mekaniks untuk mencari jawaban bagi banyak contoh serupa. Hal ini hanya serupa dengan proses imitasi dan drill yang dilakukan siswa untuk mengingat materi pembelajaran. Fakta tersebut menunjukkan bahwa berpikir matematis belum dapat menjadi tujuan pembelajaran sebagaimana yang diharapkan. Sebagai salah satu kemampuan berpikir matematis, koneksi matematis pun menjadi turut tidak dikembangkan dalam sekolah. Hal ini tentu menjadi suatu permasalahan tersendiri karena koneksi matematis sejatinya merupakan kemampuan esensial yang harus dikuasai siswa sekolah menengah. (Sumarmo, 2013) Hal ini menurut NCTM (2000) karena “When students can connect mathematical ideas, their understanding is deeper and more lasting. They can see mathematical connections in the rich interplay among mathematical topics, in contexts that relate mathematics to other subjects and in their own interests and experience” Adapun kemampuan yang termaksud koneksi matematik menurut NCTM antara lain meliputi kemampuan (a) mencari representasi ekuivalen konsep dan prosedur yang sama, (b) memahami hubungan antar topik matematika, (c) menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari. Dalam praktiknya, kemampuan koneksi matematis tidak dapat dimiliki siswa secara instan akan tetapi harus dibiasakan di dalam kelas melalui metode atau pendekatan pembelajaran yang sesuai. Salah satu pendekatan pembelajaran yang bisa digunakan untuk membiasakan koneksi matematis dalam pembelajaran matematika adalah Pembelajaran Matematika Realistik (PMR). PMR atau Realistic Mathematics Education (RME) (Zulkardi, 2002) adalah pembelajaran matematika yang dikembangkan di Belanda pada tahun 1970. PMR (Suherman, 2001) berangkat dari filosofi bahwa matematika adalah aktivitas manusia sehingga pembelajaran matematika seyogyanya juga berasal dari aktivitas manusia. Pembelajaran ini (Sumarmo, 2013) mampu mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran untuk menemukan kembali konsep–konsep matematika dan menyelesaikan masalah–masalah nyata yang bersumber dari dunia nyata dengan menggunakan berbagai teori belajar yang relevan dan saling terkait. RME menekankan pada penggunaan masalah kontekstual dalam pembelajaran. Salah satu permasalahan yang dapat kita angkat adalah permainan tradisional. Permainan ini dapat dimodifikasi sesuai kebutuhan pembelajaran. Dalam penelitian ini, untuk bab segitiga dan segiempat, permainan turih oncim dan oray-orayan dapat digunakan dan dimodifikasi sehingga sesuai dengan karakteristik materi yang akan disampaikan. Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan Pembelajaran Matematika Realistik adalah sebagai berikut: Langkah 1: Mengawali dengan masalah nyata (kontekstual) dan alam sekitar sebagai media pembelajaran.
62
Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan
Vol. 1 No.2 November 2015
Pada awal kegiatan pembelajaran, guru mengawali dengan masalahmasalah kontekstual atau masalah-masalah nyata yang dekat dengan kehidupan siswa sehari-hari. Langkah 2: Guru memberikan petunjuk-petunjuk dan sebagai fasilitator Pada langkah ini, guru menyampaikan beberapa petunjuk dan atau saran penyelesaian masalah kontekstual yang diberikan. Guru tidak menyelesaikan masalah kontekstual yang diberikan dan tugas guru hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan dari siswa. Langkah 3: Menyelesaikan masalah Siswa menyelesaikan masalah pada lembar kerja siswa, dapat individual atau kelompok. Guru mengingatkan bahwa jawaban tiap siswa mungkin berbeda-beda karena jawaban soal dari masing-masing siswa mungkin tidak sama. Langkah 4: Mendiskusikan jawaban Jawaban dari lembar kerja siswa yang telah dikerjakan pada langkah 3 didiskusikan bersama. Diskusi dapat dilakukan secara kelompok maupun diskusi kelas. Diskusi ini membahas tentang materi dengan mengaikannya dalam kehidupan sehari-hari. Langkah 5: Menarik kesimpulan Pada akhir proses pembelajaran, guru menarik kesimpulan berdasarkan hasil diskusi siswa. Peran guru dalam langkah ini hanyalah sebagai fasilitator, membantu siswa ketika kesulitan, dan bersama-sama siswa menarik kesimpulan. B. Metode Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: (a) menelaah perbandingan kemampuan koneksi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional dengan yang menggunakan pembelajaran ekspositori, (b) menelaah kategori peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang menggunakan pendekatan matematika realistik berbasis permainan tradisional, (c) menelaah respon siswa terhadap pendekatan pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional. Untuk mengetahui apakah pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa maka digunakan dua kelompok siswa yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen adalah kelompok yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan realistik. Sedangkan kelompok kontrol adalah kelompok siswa yang diperlakukan oleh metode yang paling sering digunakan oleh guru, yaitu dengan menggunakan metode ekspositori. Kedua kelompok ini dipilih secara acak menurut kelas dari seluruh kelas VII pada SMP Negeri 3 Kuningan. Adapun rancangan penelitannya sebagai berikut: R O1 X O2 R O3 O4
63
Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan dengan
Vol. 1 No.2 November 2015
R = pemilihan sampel secara acak O1 = tes awal kelas eksperimen O2 = tes akhir kelas eksperimen O3 = tes awal kelas kontrol O4 = tes akhir kelas kontrol X = pembelajaran dengan pendekatan realistik.
C. Hasil dan Pembahasan Penelitian mengenai penerapan pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional terhadap kemampuan koneksi matematis dilakukan di SMP Negeri 3 Kuningan dengan data yang diperoleh adalah sebagai berikut: Tabel 1 Nilai Pretest dan Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol Pretest Posttest Nilai Kelas Kelas Kelas Kelas Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol Rerata 3,03 3,18 9,57 4,48 Simpangan Baku 1,22 1,49 2,85 2,76 Varians 1,50 2,21 7,64 8,11 Jumlah Siswa 30 33 30 33 Nilai Tertinggi 5 6 14 11 Nilai Terendah 0 1 4 0 Penelitian ini diarahkan untuk membuktikan dua hipotesis yang diajukan peneliti. Hipotesis yang pertama adalah dugaan mengenai perbedaan signifikan kemampuan koneksi matematis siswa dengan pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional dan siswa yang menggunakan pembelajaran ekspositori. Sedangkan hipotesis yang kedua ditujukan untuk membuktikan bahwa peningkatan kemampuan koneksi matematis kelas eksperimen berada dalam kategori tinggi. Dalam melaksanakan penelitian, peneliti memulai dengan penyusunan perangkat ajar berupa silabus dan RPP. Silabus dan RPP disesuaikan dengan rencana kegiatan penelitian yang akan dilakukan. Tatap muka dilakukan sebanyak empat kali pertemuan dengan 40 menit, 2 40 menit, 2 40 menit dan 2 40 menit. alokasi waktu 3 Setelah mempersiapkan silabus dan RPP, peneliti menyiapkan instrumen berupa soal uraian untuk mengevaluasi kemampuan koneksi matematis siswa sebelum dan sesudah pembelajaran. Sebelum digunakan soal tersebut terlebih dahulu diuji cobakan di kelas VII-I SMP Negeri 1 Kuningan. SMP Negeri 1 Kuningan dipilih karena kelas VII di SMP tersebut telah terlebih dahulu mempelajari materi Segitiga dan Segiempat. Dari hasil uji coba, diketahui bahwa kelima butir soal yang diuji cobakan digunakan dalam proses penelitian. Setelah soal di diputuskan dapat digunakan dalam penelitian, peneliti memberikan pretest kepada kedua kelas, kelas VII-D sebagai kelas kontrol sedangkan kelas VII-F sebagai kelas eksperimen. Dari hasil pretest, diketahui bahwa data kedua 64
Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan
Vol. 1 No.2 November 2015
kelas berdistribusi normal dan homogen. Oleh sebab itu peneliti melakukan uji t kepada kedua rerata. Sebelum diberi perlakuan, rerata kelas eksperimen adalah 3,03 dengan nilai tertinggi 5 dan terendah 0. Sedangkan rerata kelas kontrol adalah 3,18 dengan nilai tertinggi 6 dan nilai terendah adalah 1. Walaupun ada selisih antara kelas eksperimen dan kelas kontrol, perbedaan tersebut tidak signifikan sehingga pada dasarnya kedua kelas memiliki kemampuan awal koneksi matematis yang sama. Hal tersebut terbukti dari hasil perhitungan bahwa diperoleh nilai 𝑡𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = −0,43 dan 𝑡𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 1,99967. Dari kedua data tersebut kita ketahui bahwa −1,99967 < −0,43 < 1,99967 maka 𝑡𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 memenuhi kriteria penerimaan H0 yakni −𝑡𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 < 𝑡𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝑡𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 . Setelah dipastikan bahwa kedua kelas memiliki kemampuan awal koneksi matematis yang sama, perlakuan yang berbeda diberikan pada kedua kelas tersebut. Pada pertemuan pertama siswa belajar mengenai sifat-sifat segitiga, jenis-jenis segitiga serta luas dan keliling segitiga. Pembelajaran pada kelas eksperimen dilakukan dengan pendekatan realistik berbasis permainan tradisional. Siswa dikenalkan dengan permainan tradisional turih oncom sebagai masalah konteks pengantar pembelajaran. Selanjutnya siswa diberikan LKS sebagai lembar kegiatan penunjang pembelajaran. Guru memberikan informasi penunjang pekerjaan siswa. Pada pembelajaran pertama siswa melakukan pekerjaan secara individu. Setelah melakukan pekerjaan secara individu, siswa diajak berdiskusi mengenai pekerjaan yang dilakukan. Penggunaan masalah berkaitan dengan permainan tradisional terbukti membuat matematika tidak begitu formal sehingga siswa tertarik terhadap pembelajaran, pada proses diskusi siswa tidak segan untuk bertanya dan menyampaikan pendapatnya dalam kelas. Selain itu siswa menjadi tertarik untuk menggali dan mengkaji permainan tradisional sebagai bagian dari budaya daerahnya. Kendati demikian tetap ada siswa yang masih malu untuk menyampaikan pendapat. Pada pertemuan kedua siswa belajar mengenai sifat-sifat serta aturan keliling dan luas persegi, persegi panjang dan jajar genjang. Siswa mengerjakan LKS secara berkelompok. Peneliti memberikan lebih banyak aktifitas berupa membuat model bangun datar pada LKS sesuai dengan karakteristik yang tertera di LKS. Siswa menyukai pekerjaan-pekerjaan nyata yang dikerjakan bersama-sama. Pada proses diskusi pun siswa lebih interakif dari pada peremuan pertama. Siswa sudah mulai dapat membiasakan diri mengatikan konsep matematika dengan dunia nyata. Pada pertemuan ketiga siswa belajar mengenai belah ketupat, layang-layang dan trapesium. Pada pertemuan ini siswa sudah terbiasa dengan pembelajaran yang dilakukan. Sudah tidak begitu banyak pertanyaan yang diajukan siswa. Siswa juga sudah terbiasa menerima permasalahan dari dunia nyata, membuat jalinan antara konsep di dalam matemtika dan sudah mulai mampu melakukan generalisasi dari persoalan yang telah dipecahkan. Pada pertemuan terakhir, siswa belajar mengenai melukis segitiga dan sudut-sudut istimewa pada segitiga. Siswa masih bekerja dalam kelompok. Pada pertemuan ini siswa mulai belajar menggunakan mistar, busur dan jangka untuk menggambar bentuk-bentuk segitiga dari permasalahan nyata yang disajikan. Pada awal pembelajaran siswa sedikit bingung untuk menggunakan jangka dan 65
Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan
Vol. 1 No.2 November 2015
busur. Tetapi melalui rangkaian permasalahan yang diberikan siswa perlahan mempelajari dan menjadi terbiasa menggunakan mistar, jangka dan busur dalam pembelajaran. Berbeda dengan pembelajaran yang dilakukan di kelas eksperimen, di kelas kontrol siswa tidak bekerja pada LKS akan tetapi bekerja pada latihan yang diberikan di akhir aktivitas guru menerangkan. Siswa cenderung pasif dan berperan sebagai penerima informasi yang guru sampaikan. Dengan kata lain pembelajaran di kelas kontrol hanya terdiri dari proses pemaparan materi dan latihan. Dalam mengerjakan latihan, siswa cenderung mengimitasi pekerjaan guru, beberapa enggan melakukan analisis dan menyusun algoritma. Justru dalam pembelajaran siswa hanya menulis jawaban akhir. Setelah melakukan proses pembelajaran, siswa diberikan posttest untuk mengetahui bagaimana kemampuan koneksi matematis siswa. Data yang diperoleh juga digunakan untuk menguji kedua hipotesis yang diajukan. Pada hipotesis pertama, peneliti hendak mengetahui apakah siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional berbeda secara signifikan dengan siswa yang belajar degan menggunakan pembelajaran ekspositori. Dari hasil posttest yang dilakukan, diketahui rerata kelas eksperimen adalah 9,57 sedangkan rerata kelas kontrol adalah 4,48. Dalam pengujian hipotesis, diketahui bahwa hasil posttest kelas kontrol tidak memenuhi syarat normal sehingga pengujian tidak dapat dilakukan dengan menggunakan statistika parametrik. Peneliti kemudian menggunakan Uji Mann-Whitney (U) untuk menelaah perbedaan hasil belajar. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai 𝑈 = 879,5. Karena terdapat beberapa angka kembar maka dilakukan pengkoreksian terhadap simpangan baku yang selanjutnya digunakan untuk mencari nilai z. Nilai U terlebih dulu dirubah menjadi niai z karena penelitian dilakukan pada sampel yang besar. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai 𝑧ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 5,35 sementara 𝑧𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 pada taraf signifikan 0,05 adalah 1,96. Ketika dikonsultasikan pada tabel z, nilai 𝑧ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 berada diluar daerah penerimaan H0. Hal ini karena pengujian yang digunakan adalah uji satu pihak dengan kriteria penerimaan adalah terima H0 jika 𝑧 < 𝑧1−𝛼 dan tolak H0 2
pada situasi lainnya.. Sebagaimana kita ketahui bahwa nilai 𝑧ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑧0,475 , maka terima H1, yaitu bahwa kemampuan koneksi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional lebih baik dari kemampuan koneksi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran ekspositori. Dari hasil penelitian dan pengujian hipotesis yang dilakukan oleh peneliti, terbukti bahwa hipotesis pertama yang peneliti ajukan didukung oleh data yang ditemukan di lapangan. Hal ini berarti bahwa penggunaan PMR berbasis permainan tradisional mempengaruhi kemampuan koneksi matematis siswa. Apabila kita amati besaran rerata hasil posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol tentu kita akan mengetahui bahwa rerata kelas eksperimen lebih dari rerata kelas kontrol setelah diberi perlakuan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan kemampuan koneksi matematis siswa. Menurut analisis peneliti, beberapa hal yang mempengaruhi perubahan tersebut karakteristik pembelajaran matematika realistik sesuai untuk
66
Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan
Vol. 1 No.2 November 2015
pengembangan kemampuan koneksi matematis siswa. Diantara karakteristik yang sesuai adalah adanya Intertwining’ (membuat jalinan) antar topik atau antar pokok bahasan atau antar ‘strand’. PMR membuat matematika lebih relevan dengan kehidupan yang dijalani siswa. Siswa dibiasakan melakukan proses matematisasi sendiri sehingga siswa terbiasa membuat jalinan-jalinan baik itu jalinan antar konsep di dalam matematika, jalinan konsep matematika dengan disiplin ilmu lain maupun jalinan matematika dengan kehidupan sehari-hari. Selain itu, karakteristik PMR membuat matematika lebih menyenangkan bagi siswa. Mengenai kategori peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa oleh PMR berbasis permainan tradisional, peneliti menduga bahwa peningkatan tersebut berada pada kategori tinggi. Hal tersebut dituangkan pada hipotesis yang kedua. Dalam hipotesis tersebut penulis menggunakan nilai rerata N-gain kelas eksperimen. Suatu peningkatan mencapai kategori tinggi jika nilai N-gain tersebut lebih dari 0,70. Sebelum melakukan perhitungan, peneliti mencari nilai N-gain kelas eksperimen untuk selanjutnya dicari nilai normalitas dari data tersebut. Setelah memastikan bahwa data tersebut berdistribusi normal peneliti membandingkan rerata N-gain kelas eksperimen dengan kriteria yang telah ditetapkan dalam hipotesis. Uji rerata tersebut dilakukan dengan menggunakan uji z. Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh nilai 𝑧ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = −4,78. Karena 𝑧1−𝛼 = 𝑧0,45 = 1,64 maka kita diketahui bahwa 𝑧ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝑧1−𝛼 . Nilai tersebut 2
2
berada dalam daerah penerimaan H0 sehingga hipotesis yang diajukan oleh peneliti tidak didukung oleh data. Menelaah nilai rerata N-gain, kita dapat mengetahui rerata N-gain = 0,55. Nilai tersebut apabila kita interpretasikan berada dalam kategori sedang. Menurut peneliti, ada beberapa faktor yang menyebabkan nilai N-gain tersebut belum mencapai kategori tinggi. Diantara faktor penyebab tersebut adalah: a. Alokasi waktu yang kurang sehingga materi pembelajaran yang disampaikan terlalu padat pada setiap pertemuan. b. Kondisi sekolah yang kurang kondusif untuk pembelajaran kelas eksperimen. Hal ini dikarenakan pembelajaran yang dilakukan pada kelas eksperimen tidak dilakukan secara rutin sesuai dengan jadwal pembelajaran yang ditetapkan. Pada jadwal mengajar peneliti dikelas eksperimen, terdapat hari libur serta penyelenggaraan kegiatan sekolah sehingga KBM baru dilanjutkan pada minggu berikutnya. c. Pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional merupakan pendekatan pembelajaran baru sehingga peserta didik seharusnya membutuhkan waktu lebih lama agar dapat menyesuaikan diri dengan baik. d. Keterbatasan kemampuan peneliti sehingga peneliti belum dapat menciptakan pembelajaran ideal yang diharapkan.
67
Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan
Vol. 1 No.2 November 2015
Kendala-kendala tersebut seogyanya dapat di atasi dengan langkahlangkah berikut ini: a. Peneliti seharusnya memperhitungkan dengan matang kepadatan dan tingkat kesukaran materi yang disampaikan sehingga dapat mengalokasikan waktu dengan tepat. b. Apersepsi yang baik diperlukan untuk mencegah siswa lupa materi yang telah disampaikan pada pertemuan sebelumnya. c. Sebelum dimulainya penelitian, peneliti seyogyanya melakukan pendekatan dengan siswa dengan melakukan pembelajaran percobaan sebelum melakukan penelitian sehingga siswa tidak kaget dengan pembelajaran baru yang digunakan. d. Peneliti seyogyanya menambah reverensi bacaan dan berkonsultasi dengan guru pengampu mata pelajaran sehingga peneliti lebih memahami kondisi kelas yang akan dihadapi dan mampu merumuskan solusi cepat yang tepat saat melakukan pembelajaran. Kendati demikian, respon siswa terhadap PMR berbasis permainan tradisional cukup baik. Hal ini terbukti dari presentase jawaban siswa 16,27% siswa menjawab sangat setuju, 47,25% siswa menjawab setuju, 25,52% siswa menjawab netral 8,63% siswa menjawab tidak setuju dan 1,96% siswa menjawab sangat tidak setuju. Apabila kita akumulasikan 63,52% jawaban siswa menunjukkan respon sangat setuju dan setuju yang dapat kita terjemahkan sebagai respon positif, 25,52% respon netral dan sisanya hanya 10,59% siswa tidak setuju dan sangat tidak setuju yang kita artikan sebagai respon negatif. Hasil tersebut menunjukkan bahwa PMR berbasis permainan tradisional diterima dengan baik oleh siswa dan dapat digunakan sebagai alternatif pendekatan pembelajaran yang menarik bagi siswa. D. Simpulan 1. Kemampuan koneksi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional lebih baik dari siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran ekspositori. Dari hasil Uji Mann-Whitney (U) yang dilakukan, terbukti bahwa rerata kelas eksperimen lebih baik dari rerata kelas kontrol. Walaupun pada pretest rerata kemampuan koneksi matematis kelas kontrol nampak lebih besar dari rerata kelas eksperimen, setelah dilakukan posttest rerata kelas eksperimen menjadi lebih besar dari pada rerata kelas kontrol. 2. Pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa. Kendati belum mencapai kepada kategori peningkatan yang tinggi, dari hasil Uji N-gain yang dilakukan, peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa peningkatan kemampuan koneksi matematais kelas eksperimen berada pada kategori sedang. Hal ini dikarenakan pada saat dilakukan Uji Z, rerata N-gain kelas eksperimen tidak memenuhi syarat penerimaan hipotesis yang telah ditetapkan di awal.
68
Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan
Vol. 1 No.2 November 2015
3. Pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional memperoleh respon positif dari siswa. Hal ini terbukti dari kasil rekapitulasi jawaban siswa yang menunjukkan respon setuju atau positif terhadap pembelajaan yang telah diterapkan. E. Daftar Pustaka NCTM. 2000. Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Amerika Serikat: NCTM Suherman, Erman. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung : JICA-Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Sumarmo, Utari. 2013. Berpikir dan Disposisi Matematik Serta Pembelajarannya. Bandung: FMIPA-UPI. Umbara, Uba. 2015. “Implementasi Realistic Mathematics Education Berbasis Budaya terhadap kemampuan Representasi dan Literasi Matematika Siswa”. Tesis S2 Program Pasca Sarjana Universitas Pasundan. Wahyudin. 2008. Pembelajaran dan Model – model Pembelajaran (Pelengkap untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogis Para Guru dan Calon Guru Profesional. Jakarta: Direktorat Jendral Peningkatan Mutu Penddik dan Tenaga Kependidikan Departermen Pendidikan Nasional. Wijaya, Ariyadi. 2009. “Manfaat Permainan Tradisional untuk PMRI: Suatu Kajian”. Wijaya, Ariyadi. 2012. Pendekatan Matematika Realistik Suatu Alternatif Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Graha Ilmu. Zulkardi. 2002. “Developing A Learning Environment On Realistic Mathematics Education For Indonesian Student Teachers”. Tesis S2 Program Pasca Sarjana University of Twente.
69