Rahayu Sri Pamungkas dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 488 - 500, Juli 2013
KAJIAN BOBOT TETAS, BOBOT BADAN UMUR 4 DAN 8 MINGGU SERTA KORELASINYA PADA BERBAGAI ITIK LOKAL (Anas plathyrynchos ) DAN ITIK MANILA (Cairina moscata) JANTAN [STUDIES HATCHING WEIGHT, BODY WEIGHT AGE 4 AND 8 WEEKS AND CORRELATIONS IN VARIOUS LOCAL DUCKS (Anas plathyrynchos) AND MANILA DUCKS MALES (Cairina moscata) ] Rahayu Sri Pamungkas, Ismoyowati, Setya Agus Santosa Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto e-mail :
[email protected] ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbedaan bobot tetas, bobot badan umur 4 dan 8 minggu serta mengetahui korelasinya antara bobot tetas dan bobot badan pada itik lokal dan itik Manila jantan. Materi digunakan dalam penelitian antara lain itik Manila jantan, itik Mojosari jantan, itik Magelang jantan, dan itik Tegal jantan umur 1 hari atau day old duck (DOD) masing-masing sebanyak 20 ekor. Pakan yang diberikan adalah BR1 dengan kadar air maksimum 12%, PK minimum 20,5%, ME 3000 kkal/kg, lemak kasar minimum 5%, serat kasar maksimum 4,5%, abu maksimum 7%, kalsium 0,9-1% dan phospor 0,7-0,9%. Metode penelitian adalah eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan terdiri atas T1 : itik Magelang, T2 : itik Mojosari, T3 : itik Tegal dan T4 : itik Manila. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali dan setiap unit percobaan terdiri dari 4 ekor itik. Data dianalisis menggunakan analisis variansi dan bila perlakuan berpengaruh nyata maka dilakukan uji beda nyata jujur (BNJ). Uji regresi korelasi digunakan untuk mengetahui hubungan antara bobot tetas dengan bobot badan umur 4 dan 8 minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bangsa itik berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap bobot tetas, dan bobot tetas berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap bobot badan umur 4 dan 8 minggu. Cairina moscata sp menghasilkan bobot tetas dan bobot badan yang lebih tinggi dibandingkan dengan Anas plathyrynchos sp. Diantara Anas plathyrynchos sp itik Magelang mempunyai bobot tetas paling tinggi, sedangkan pada bobot badan umur 4 minggu itik Tegal mempunyai bobot badan paling tinggi dan itik Mojosari mempunyai bobot badan paling tinggi pada umur 8 minggu. Terdapat korelasi positif antara bobot tetas dan bobot badan umur 4 dan 8 minggu baik pada itik Manila maupun itik lokal (itik Magelang, itik Mojosari dan itik Tegal). Rataan bobot tetas tiap jenis itik adalah itik Magelang 55,93±9,15 g, itik Mojosari 39,82±1,90 g, itik Tegal 48,72±0,90 g dan itik Manila 63,54±10,80 g. Rataan bobot badan umur 4 minggu yang didapat dari tiap jenis itik adalah itik Magelang 350,38±30,21 g, itik Mojosari 317,80±17,11 g, itik Tegal 380,16±8,08 g dan itik Manila 426,10±65,70 g, serta rataan bobot badan umur 8 minggu dari jenis itik lokal dan itik Manila sebesar 693,26±29,61 g untuk itik Magelang, 809,08±73,64 g untuk itik Mojosari, 801,38±5,53 g untuk itik Tegal, dan 1119,86±284,69 g untuk itik Manila. Nilai korelasi tertinggi antara bobot tetas dengan bobot badan umur 4 minggu yaitu pada itik Tegal sebesar 0,810 dan nilai korelasi tertinggi antara bobot tetas dengan bobot badan umur 8 minggu yaitu pada itik Mojosari yaitu 0,942. Kata kunci : Anas plathyrynchos, Cairina moscata, bobot tetas, bobot badan 4 minggu, bobot badan 8 minggu ABSTRACT
488
Rahayu Sri Pamungkas dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 488 - 500, Juli 2013
The objectives of the study were to determine differences in hatching weight, body weight 4 and 8 weeks of age on the local ducks (Anas plathyrynchos) and Manila ducks (Cairina moscata) and the correlation between hatching weight and body weight of local ducks and Manila ducks at age 4 and 8 weeks. The materials used in the study were male Manila ducks, Mojosari ducks, Magelang ducks, and Tegal ducks age of one day or day old duck (DOD). The number of respective ducks were 20 heads. The feed given were BR1 containing 20,5% crude protein and energy of 3000 kcal/kg, at least 5% crude fat, 4,5% crude fiber, 7% ash, 0.9-1% Phosphor. Completely Randomized Design (CRD) was applied in the current exsperiment. Treatment consisted of T1: Magelang duck, T2: Mojosari ducks, T3: Tegal ducks and T4: Manila ducks. Data were analyzed using analysis of variance and the test continued HSD (Honestly Significant Difference). Regression correlation test is used to determine the relationship between the weight of hatching with weight 4 and 8 weeks of age. The results showed that the breed of duck was highly significant effect (P<0.01) on the weight of hatching. Hatching weight had highly significant (P<0.01) on body weight aged 4 and 8 weeks. Cairina moscata sp. produce havier hatching weight and higher body weight compared with Anas plathyrynchos sp. Among Anas plathyrynchos sp. used in the current experimental, Magelang duck had the heviest hatching weight, whereas Tegal ducks had the highest body weight live weight at age of 4 weeks, but Mojosari ducks had the highest body weight at the age of 8 weeks. There was a positive correlation between weight and hatching weight at the age of 4 and 8 weeks of age both in Cairina moscata sp and Anas plathyrynchos sp. The average hatching weight of Magelang ducks 55.93 ± 9.15 g, Mojosari ducks 39.82 ± 1.90 g, 48.72 ± 0.90 g Tegal ducks and Manila ducks 63.54 g ± 10.80 g . Mean body weight at the age of 4 weeks of Magelang ducks, Mojosari ducks, Tegal ducks and Manila ducks were 350.38 ± 30.21 g, 317.80 g ± 17.11, 380.16 ± 8.08 426 g, 10 ± 65.70 g, respectively. The average body weight at 8 weeks of Anas plathyrynchos sp and Cairina moscata sp, Magelang ducks, Mojosari ducks, Tegal ducks, Manila ducks were 693.26 ± 29.61 g, 809.08 ± 73.64 g, 801.38 ± 5.53 g, and 1119.86 ± 284.69 g. The highest correlation coefficient between hatching weight and body weight at the age of 4 weeks the Tegal ducks i.e 0,810 and the highest correlation coefficient between hatching weight and body weight at 8 weeks of age i.e 0.942 was found in Mojosari ducks. Keywords: Anas plathyrynchos, Cairina moscata, hatching weight, 4 week body weight, body weight at 8 week old PENDAHULUAN Bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia berdampak pada usaha peternakan untuk meningkatkan jumlah populasi ternak. Salah satu usaha ternak yang mampu mengimbangi perkembangan tersebut adalah usaha peternakan itik. Data yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Peternakan, (2010) bahwa populasi itik pada tahun 2010 sebanyak 44.301.804 ekor, telah meningkat menjadi 49.391.628 ekor di tahun 2011. Itik merupakan penghasil telur terbesar kedua setelah ayam dengan produksi telur pada tahun 2010 sebanyak 245.000 ton dan pada tahun 2011 meningkat menjadi 265.800 ton yang telah menyumbang 17,93% produksi telur nasional. Jumlah rumah tangga yang terlibat dalam usaha peternakan itik di Indonesia dewasa ini 285.000 atau 6,34% dari total rumah tangga peternak. Itik umumnya dipelihara sebagai penghasil telur dan hanya sebagian kecil sebagai penghasil daging. Itik berperan penting sebagai penyumbang protein hewani dengan produksi telur 251.800 ton/tahun atau 18,3% dari produksi telur nasional.
489
Rahayu Sri Pamungkas dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 488 - 500, Juli 2013
Beberapa jenis itik yang banyak dikembangkan antara lain itik Tegal, itik Mojosari, itik Alabio, dan itik Magelang. Itik lokal tersebut memiliki sifat lebih tahan terhadap penyakit. Itik tersebut juga mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menghasilkan telur baik jumlah telur maupun berat telur yang dihasilkan dan juga pertumbuhan badannya. Variasi pada berbagai itik lokal dan itik Manila salah satunya adalah perbedaan bobot badan. Itik lokal mempunyai bobot badan yang lebih rendah dibandingkan itik Manila. Perbedaan bobot tetas dan bobot badan pada itik lokal dan itik Manila terutama disebabkan oleh faktor genetik. Hasil penelitian Prasetyo et al. (2004) menunjukkan rataan bobot tetas itik Alabio jantan dan betina pada generasi ketiga masing-masing 43,0 g dan 42,7 g, sedangkan rataan bobot tetas itik Mojosari jantan dan betina masing-masing 44,1 g dan 44,8 g. Haryanto (2004) melaporkan bahwa itik Tegal menghasilkan bobot tetas sebesar 38,350 g dan itik Magelang 41,716 g. Suparyanto (2005) menyatakan seleksi terhadap bobot tetas anak itik calon galur induk akan membawa pengaruh terhadap pertambahan bobot badan mingguan. Muliana (2001) menyatakan bahwa daya tetas dari telur itik Manila sebesar 22,4 % dan memiliki bobot awal sekitar 40,2 – 59,8 g. Berdasarkan hasil pengamatan lapang Hardjosworo (1985) melaporkan bobot tetas rata-rata itik betina lokal sebesar 42 g. Bobot badan merupakan salah satu sifat kuantitatif yang sangat diperhatikan dalam pemeliharaan ternak. Ukuran bobot badan merupakan sifat yang diwariskan, akan tetapi sangat dipengaruhi oleh lingkungan dalam performannya. Hasil penelitian Dewi (2003) melaporkan nilai heritabilitas tertinggi bobot badan itik Alabio dan Mojosari terjadi pada umur enam minggu, sehingga akan lebih baik melakukan seleksi bobot badan pada umur enam minggu. Rataan bobot badan yang dicapai itik Alabio jantan dan betina pada umur enam minggu masing-masing 984,4±12 dan 800,0±12 g. Susanti et al., (1998) menyatakan bahwa bobot hidup itik Alabio, itik Mojosari maupun persilangannya pada umur 8 minggu dapat mencapai 1437 g). Rataan bobot badan itik Mojosari jantan dan betina pada saat yang sama adalah masing-masing seberat 944,9±18 dan 769,9 ±12 g. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar perbedaan bobot tetas dan bobot badan serta korelasi antara itik lokal dan itik Manila umur 4 dan 8 minggu dikaji dalam penelitian ini. METODE Materi yang digunakan dalam penelitian adalah itik Manila jantan, itik Mojosari jantan, itik Magelang jantan, dan itik Tegal jantan umur 1 hari atau day old duck (DOD) masingmasing sebanyak 20 ekor. Pakan yang diberikan adalah BR1 dengan kadar air maksimum 12%, PK minimum 20,5%, ME 3000 kkal/kg, lemak kasar minimum 5%, serat kasar maksimum 4,5%, abu maksimum 7%, kalsium 0,9-1% dan phospor 0,7-0,9%. Petak kandang dengan ukuran 1,5 m x 1,5 m x 0,5 m dan peralatan kandang dan alat kebersihan, timbangan yang terdiri dari timbangan digital. Metode penelitian adalah eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan terdiri atas T1 : itik Magelang, T2 : itik Mojosari, T3 : itik Tegal dan T4 : itik Manila. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali dan setiap unit percobaan terdiri dari 4 ekor itik. Data dianalisis menggunakan analisis variansi dan bila perlakuan berpengaruh nyata maka dilakukan uji beda nyata jujur (BNJ). Uji regresi korelasi
490
Rahayu Sri Pamungkas dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 488 - 500, Juli 2013
digunakan untuk mengetahui hubungan antara bobot tetas dengan bobot badan umur 4 dan 8 minggu. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rataan bobot tetas tiap jenis itik adalah itik Magelang 55,93±9,15 g, itik Mojosari 39,82±1,90 g, itik Tegal 48,72±0,90 g dan itik Manila 63,54±10,80 g. Keadaan ini menunjukkan bahwa bobot tetas antar bangsa itik cukup beragam, hal tersebut tidak terlepas dari berat telur yang berbeda, serta pejantan dan induk sebagai tetua berbeda pula. North (1984), menyatakan bobot tetas dipengaruhi oleh genetis, umur, bangsa, bobot badan, dan jumlah produksi telur. Tabel 1. Rataan bobot tetas, bobot badan umur 4 minggu dan bobot badan umur 8 minggu pada itik lokal dan Itik Manila Bobot Badan umur 4 minggu Bobot Badan umur 8 minggu (g) (g) ab b b Itik Magelang 55,93±9,15 350,38±30,21 693,26±29,60 c b b Itik Mojosari 39,82±1,90 317,80±17,11 809,08±73,64 bc ab b Itik Tegal 48,72±0,90 380,16±8,08 801,38±5,52 a a a Itik Manila 63,54±10,80 426,10±65,70 1119,86±284,68 Keterangan : Superscript yang berbeda pada nilai rataan kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% (P<0.05) Perlakuan
Bobot Tetas (g)
Hasil analisi variansi menunjukkan bahwa bangsa itik berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap bobot tetas. Hal tersebut menunjukkan bahwa bangsa itik yang berbeda akan menghasilkan rataan bobot tetas yang berbeda, karena berbagai bangsa itik mempunyai kemampuan yang berbeda yang erat kaitannya dengan produktivitas. Hasil uji dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) antar dua nilai tengah perlakuan diperoleh bobot tetas itik Mojosari berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan itik Manila, itik Tegal berbeda nyata (P<0,05) dengan itik Manila, itik Magelang berbeda nyata (P<0,05) dengan itik Mojosari dan itik Magelang berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan itik Tegal. Rataan bobot tetas itik Magelang tidak jauh hasilnya dengan itik Tegal. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Tanabe et al. (1984) bahwa itik di Jawa Barat memiliki kesamaan genetik dengan itik di Jawa Tengah, namun berbeda dengan itik yang terdapat di Jawa Timur, Bali dan Lombok. Berdasarkan Tabel 1 diperoleh rataan bobot badan umur 4 minggu yang didapat dari tiap jenis itik adalah itik Magelang 350,38±30,21 g, itik Mojosari 317,80±17,11 g, itik Tegal 380,16±8,08 g dan itik Manila 426,10±65,70 g. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa bangsa itik berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap bobot badan umur 4 minggu yang dihasilkan. Hasil uji dengan uji BNJ diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) pada itik Magelang dan itik Manila, dan terdapat perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) pada itik Mojosari dan itik Manila. Hal tersebut menunjukkan bahwa bangsa itik yang berbeda akan menghasilkan rataan bobot badan yang berbeda pada umur 4 minggu, karena berbagai bangsa itik mempunyai kemampuan yang berbeda secara genetik. Pertambahan bobot badan terus meningkat pada itik lokal dan itik Manila pada umur 4 minggu berbeda dengan hasil penelitian Hardjosworo (1989) pada itik Tegal menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan mulai menurun pada umur 4 minggu. Sifat genetik
491
Rahayu Sri Pamungkas dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 488 - 500, Juli 2013
pertambahan bobot badan yang baik bisa dilihat dari bangsa ternak dan tetuanya. Pakan dengan kandungan gizi yang baik akan memberikan efek yang positif terhadap pertumbuhan ternak tersebut. Manajemen pemeliharaan yang baik dapat mendukung memaksimalkan pertumbuhan ternak tersebut. Sistem pemeliharaan pada penelitian ini adalah sistem pemeliharaan intensif yang dilakukan dengan cara itik dikandangkan sepanjang hari, pemberian pakan dilakukan secara terkontrol, air yang disediakan sebatas keperluan itik untuk minum dan membersihkan diri. Tinggi rendahnya bobot badan dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor luar (pakan dan sistem pemeliharaan). Bobot badan tertinggi hasil penelitian dicapai oleh itik Manila yaitu 426,10 g hal ini berkaitan dengan bobot tubuh itik Manila yang lebih besar dari itik lokal lainnya. Itik Manila merupakan itik pedaging yang paling besar di dunia dan bobotnya bisa mencapai 3,5 kg sampai 6 kg (Ensminger 1980). Bobot badan dapat dipengaruhi secara langsung oleh faktor dan efek maternal maupun faktor lingkungan (Bihan-Duval et al., 2001) Rataan bobot badan itik umur 8 minggu dari hasli penelitian sebesar 693,26±29,61 g untuk itik Magelang, 809,08±73,64 g untuk itik Mojosari, 801,38±5,53 g untuk itik Tegal, dan 1119,86±284,69 g untuk itik Manila. Hasil ini lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Susanti et al., (1998) bahwa bobot hidup itik Alabio, itik Mojosari maupun persilangan umur 8 minggu dapat mencapai 1437 g. Hasil uji dengan uji Beda Nyata Jujur diperoleh bahwa bobot badan umur 8 minggu pada itik Magelang berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan itik Manila, itik Mojosari dan itik Tegal berbeda nyata (P<0,05) dengan itik Manila. Pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh asupan nutrisi (pakan), umur, galur, jenis kelamin dan penyakit serta laju pertumbuhan merupakan sifat yang diturunkan (terkait genetik) dan sangat dipengaruhi oleh asupan nutrisi dan lingkungan (Ensminger, 1992). Menurut Setioko et al. (2002) pertumbuhan itik sangat dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi, lingkungan sekitar, sistem perkandangan dan potensi genetiknya. Rataan bobot badan umur 8 minggu itik Mojosari dan itik Tegal lebih tinggi dibandingkan dengan itik Magelang. Pada penelitian pakan diberikan seragam pada setiap perlakuan dan pakan yang diberikan memiliki kandungan protein kasar cukup tinggi (20,5%) serta ad libitum. Kondisi ini memungkinkan itik-itik dengan bobot tetas kecil dapat memunculkan potensi genetik yang sebenarnya sehingga memiliki pertambahan bobot badan. Menurut Nalbandov (1990) terjadinya laju pertumbuhan yang cepat pada itik jantan disebabkan oleh peran hormon androgen. Hormon androgen menstimulasi anabolisme protein dan juga meningkatkan retensi nitrogen. Hormon androgen ini ikut serta dalam proses pembentukan tulang dan memperbesar jumlah serta ketebalan serabut otot serta kekuatan daya rentang dan kemampuan kerja otot. Hal ini merupakan sebab terjadinya pertumbuhan pada itik jantan dewasa yang lebih cepat dan lebih baik. Aktivitas androgenik adalah aktivitas yang timbul akibat kerja hormon androgen dalam tubuh yang ditunjukkan oleh munculnya sifat kejantanan (efek maskulinisasi). Secara normal androgen utama yang beredar dalam tubuh adalah testoteron, yaitu senyawa hormone steroid yang mengandung 19 atom karbon dengan inti siklopentanoperhidropenantren yang dihasilkan oleh sel-sel Leydig dalam testis pada kondisi normal (Kaltenbach and Dunn, 1980). Aktivitas androgenik testosteron adalah mempengaruhi inisiasi dan pemeliharaan spermatogenesis dalam tubuliseminiferus testis. Hormon testosterone penting untuk 492
Rahayu Sri Pamungkas dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 488 - 500, Juli 2013
mengontrol sifat - sifat seks sekunder dan aktivitas kelenjar reproduksi asesori (Pineda, 1989). Testosteron tidak disimpan dalam tubuh tetapi segera dipecah menjadi androgen yang relatif inaktif dan diekskresikan melalui urin dan feses (Turner and Bagnara, 1983). Oleh karena itu, ukuran limpa pada ayam jantan akan meningkat. Aksi metabolik androgen adalah peningkatan aktivitas anabolisme protein, sehingga peningkatan kuantitas androgen pada tingkat tertentu menyebabkan pertambahan berat badan. Pada jumlah yang sangat tinggi dapat menurunkan berat badan karena berkurangnya pengambilan makanan dan bertambahnya lemak tubuh akibat aktivitas katabolisme lemak meningkat (Turner and Bagnara, 1983). Berdasarkan hasil analisis regresi korelasi antara bobot tetas dengan bobot badan umur 4 minggu pada itik lokal (itik Magelang, itik Mojosari, itik Tegal) dan itik Manila diperoleh empat persamaan. Pada itik Magelang diperoleh persamaan Y = 157,145+3,518X (Gambar 1). Persamaan tersebut menunjukkan taksiran bobot badan umur 4 minggu apabila besarnya bobot tetas 56 g adalah 354,153 g. Koefisien korelasi antara bobot tetas dengan bobot badan 4 minggu sebesar 0,781 artinya bobot tetas mempunyai korelasi yang sangat kuat dengan bobot badan umur 4 minggu. Koefisien determinasi (R²) sebesar 61 % artinya bobot tetas memberikan sumbangan sebesar 61% terhadap bobot badan umur 4 minggu. Hasil analisis regresi korelasi antara bobot tetas dengan bobot badan umur 4 minggu pada itik Mojosari diperoleh persamaan Y = 255,387+1,567X (Gambar 2). Persamaan tersebut menunjukkan taksiran bobot badan umur 4 minggu apabila bobot tetas 40 g adalah sebesar 318,067 g. Koefisien korelasinya sebesar 0,125 artinya bobot tetas mempunyai korelasi yang lemah terhadap bobot badan umur 4 minggu. Koefisien determinasi (R²) sebesar 1,6% maka bobot tetas memberikan sumbangan 1,6% terhadap variasi bobot badan umur 4 minggu. Pengaruh bobot tetas terhadap bobot badan 4 minggu pada itik Mojosari kecil karena bobot badan tidak hanya dipengaruhi oleh bobot tetas tetapi juga dipengaruhi oleh galur, mutu pakan, jenis kelamin, sistem pemeliharaan dan kondisi lingkungan (North, 1984). Hasil analisis regresi korelasi antara bobot tetas dengan bobot badan umur 4 minggu pada itik Tegal diperoleh persamaan Y = 230,452+3,131X (Gambar 3). Persamaan tersebut menunjukkan taksiran bobot badan umur 4 minggu apabila bobot tetas 49 g adalah 383,871 g. Koefisien korelasinya sebesar 0,810 artinya bobot tetas mempunyai korelasi yang sangat kuat terhadap bobot badan umur 4 minggu. Koefisien determinasi (R²) sebesar 65,7% maka bobot tetas memberikan sumbangan 65,7% terhadap variasi bobot badan umur 4 minggu.
493
Bobot badan (gr)
Rahayu Sri Pamungkas dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 488 - 500, Juli 2013
500.0 450.0 400.0 350.0 300.0 250.0 200.0 150.0 100.0 50.0 0.0
Y = 157,145 + 3,518 X
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
Bobot tetas (gr) Gambar 1. Grafik hubungan bobot tetas dengan bobot badan umur 4 minggu pada itik Magelang
340 335 330
Bobot badan (gr)
325 320 315 310 305
Y = 255,387+1,567X
300 295 290 285 30
35
40 (gr) Bobot tetas
45
50
Gambar 2. Grafik hubungan bobot tetas dengan bobot badan umur 4 minggu pada itik Mojosari
Hasil analisis regresi korelasi antara bobot tetas dengan bobot badan umur 4 minggu pada itik Manila diperoleh persamaan Y = 142,606+2,407X (Gambar 4). Persamaan tersebut menunjukkan taksiran bobot badan umur 4 minggu apabila bobot tetas 64 g adalah 296,654 g. Koefisien korelasinya 0,259 artinya bobot tetas mempunyai korelasi yang cukup terhadap bobot badan umur 4 minggu. Koefisien determinasi (R²) sebesar 6,7% maka bobot tetas memberikan sumbangan 6,7% terhadap variasi bobot badan umur 4 minggu. Hasil analisis regresi korelasi antara bobot tetas dengan bobot badan umur 8 minggu pada itik Magelang diperoleh persamaan Y = 498,062+3,518X (Gambar 5). Persamaan tersebut menunjukkan taksiran bobot badan umur 8 minggu apabila bobot tetas 56 g adalah 695,07 g. Koefisien korelasinya 0,776 artinya bobot tetas mempunyai korelasi yang sangat 494
Rahayu Sri Pamungkas dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 488 - 500, Juli 2013
kuat terhadap bobot badan umur 8 minggu. Koefisien determinasi (R²) sebesar 60,1% maka bobot tetas memberikan 60,1% terhadap variasi bobot badan umur 8 minggu. 430 420 410 Bobot badan (gr)
400 390 380 370
Y = 230,452+3,131X
360 350 340 330 320 40
45
50 (gr) 55 60 Bobot tetas Gambar 3. Grafik hubungan bobot tetas dengan bobot badan umur 4 minggu pada itik Tegal 400 350
Bobot badan (gr)
300 250
Y = 142,606+2,407X
200 150 100 50 0 45
50
55
60 65 70 75 80 85 Bobot tetas (gr) Gambar 4. Grafik hubungan bobot tetas dengan bobot badan umur 4 minggu pada itik Manila
Hasil analisis regresi korelasi antara bobot tetas dengan bobot badan umur 8 minggu pada itik Mojosari diperoleh persamaan Y = 15,249+19,93X (Gambar 7). Persamaan tersebut menunjukkan taksiran bobot badan umur 8 minggu apabila bobot tetas 40 g adalah 812,449 g. Koefisien korelasinya 0,942 artinya bobot tetas mempunyai korelasi yang sangat kuat terhadap bobot badan umur 8 minggu. Koefisien determinasi (R²) sebesar 88% maka bobot tetas memberikan sumbangan 88% terhadap variasi bobot badan umur 8 minggu.
495
Rahayu Sri Pamungkas dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 488 - 500, Juli 2013 900 800 700 Y = 498,062+3,518X
Bobot badan (gr)
600 500 400 300 200 100 0 35
40
45
50
55 60 (gr) 65 Bobot tetas
70
75
80
85
Gambar 5. Grafik hubungan bobot tetas dengan bobot badan umur 8 minggu pada itik Magelang
Hasil analisis regresi korelasi antara bobot tetas dengan bobot badan umur 8 minggu pada itik Tegal diperoleh persamaan Y = 649,541+3,117X (Gambar 7). Persamaan tersebut menunjukkan taksiran bobot badan umur 8 minggu apabila bobot tetas 49 g adalah 802,274 g. Koefisien korelasinya 0,824 artinya bobot tetas mempunyai korelasi yang sangat kuat terhadap bobot badan umur 8 minggu. Koefisien determinasi (R²) sebesar 67,9% maka bobot tetas memberikan sumbangan 67,9% terhadap variasi bobot badan umur 8 minggu. Hasil analisis regresi korelasi antara bobot tetas dengan bobot badan umur 8 minggu pada itik Manila diperoleh persamaan Y = 612,736+9,042X (Gambar 8), persamaan tersebut menunjukkan taksiran bobot badan umur 8 minggu dengan bobot tetas 64 g bobot tetas adalah 1191,424 g. Dengan koefisien korelasi 0,210 artinya bobot tetas mempunyai korelasi yang cukup terhadap bobot badan umur 8 minggu. Dengan koefisien determinasi (R²) sebesar 44% maka bobot tetas memberikan sumbangan 44% terhadap bobot badan umur 8 minggu.
496
Rahayu Sri Pamungkas dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 488 - 500, Juli 2013 1200 Y = 15,249+19,933X
1000
Bobot badan (gr)
800 600 400 200 0 30
35
40 45 50 Bobot tetas (gr) Gambar 6. Grafik hubungan bobot tetas dengan bobot badan umur 8 minggu pada itik Mojosari
850 840 830
Bobot badan (gr)
820 810 800 Y = 649,541+3.117X
790 780 770 760 750 740 40
45
50 Bobot tetas (gr)
55
60
Gambar 7. Grafik hubungan bobot tetas dengan bobot badan umur 8 minggu pada itik Tegal
497
Rahayu Sri Pamungkas dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 488 - 500, Juli 2013 1600 1400
Y = 612,736+9,042X
Bobot badan (gr)
1200 1000 800 600 400 200 0 45
50
55
60 tetas65 70 75 80 Bobot (gr) Gambar 8. Grafik hubungan bobot tetas dengan bobot badan 8 minggu pada iti Manila
SIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa bangsa itik berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap bobot tetas, dan bobot tetas berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap bobot badan umur 4 dan 8 minggu. Cairina moscata sp menghasilkan bobot tetas dan bobot badan yang lebih tinggi dibandingkan dengan Anas plathyrynchos sp. Diantara Anas plathyrynchos sp itik Magelang mempunyai bobot tetas paling tinggi, sedangkan pada bobot badan umur 4 minggu itik Tegal mempunyai bobot badan paling tinggi dan itik Mojosari mempunyai bobot badan paling tinggi pada umur 8 minggu. Terdapat korelasi positif antara bobot tetas dan bobot badan umur 4 dan 8 minggu baik pada Cairina moscata sp maupun Anas plathyrynchos sp (itik Magelang, itik Mojosari dan itik Tegal). Rataan bobot tetas tiap jenis itik adalah itik Magelang 55,93±9,15 g, itik Mojosari 39,82±1,90 g, itik Tegal 48,72±0,90 g dan itik Manila 63,54±10,80 g. Rataan bobot badan umur 4 minggu yang didapat dari tiap jenis itik adalah itik Magelang 350,38±30,21 g, itik Mojosari 317,80±17,11 g, itik Tegal 380,16±8,08 g dan itik Manila 426,10±65,70 g, serta rataan bobot badan umur 8 minggu dari jenis itik lokal dan itik Manila sebesar 693,26±29,61 g untuk itik Magelang, 809,08±73,64 g untuk itik Mojosari, 801,38±5,53 g untuk itik Tegal, dan 1119,86±284,69 g untuk itik Manila. Nilai korelasi tertinggi antara bobot tetas dengan bobot badan umur 4 minggu yaitu pada itik Tegal sebesar 0,810 dan nilai korelasi tertinggi antara bobot tetas dengan bobot badan umur 8 minggu yaitu pada itik Mojosari yaitu 0,942. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih disampaikan Ketua LPPM UNSOED atas dana yang diberikan kepada Dr. Ismoyowati, S.Pt, MP sehingga penulis dapat ikut penelitian
498
Rahayu Sri Pamungkas dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 488 - 500, Juli 2013
DAFTAR PUSTAKA Bihan-Duval, E. L., C. Berri, E. Baeza, N. Millet & C. Beaumont, 2001. Estimation of the genetic parameters of meat characteristics and of their genetic correlations with growth and body composition in an experimental broiler line. Poult. Sci. 80: 839-843. Dewi, Y. 2003. Pendugaan Parameter Genetik Bobot Badan Itik Alabio Dan Mojosari Pada Periode Starter. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ditjennak (Direktorat Jenderal Peternakan). 2010. Statistik Peternakan 2010. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta. Ensminger, M. A. 1992. Poultry Science (Animal Agiculture Series). 3th Edition.Interstate Publisher, Inc. Danville, Illionis. Hafez, E. S. E. and I. A. Dyer. 1969. Animal Growth and Nutrition. Lea and Febiger, Philadlphia Hardjosworo, P. S. 1989. Respon Biologik Itik Tegal Terhadap Pakan Pertumbuhan Dengan Berbagai Kadar Protein. Disertasi. Prog Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Haryanto. 2004. Pengaruh Potong Paruh dan Aras Serat Kasar Pakan Terhadap Pertumbuhan dan Presentase Karkas Itik Manila Jantan. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto Ismoyowati, T. Yuwanta, J. P. Sidadolog dan S. Keman. 2006. Hubungan Antara Karakteristik Morfologi dan Performans Reproduksi Itik Tegal Sebagai Dasar Seleksi. Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta Kaltenbach, C.C and T.G Dunn. 1980. Endocrinology of Reproduction. In: Reproduction in Farm Animals. HAFEZ, E.S.E (Ed.). Lea & Febiger. Philadelphia. USA. Muliana. 2001. Pengaruh Bobot Tetas Terhadap Bobot Potong Itik Mandalung Pada Umur 6, 8, 10 Dan 12 Minggu. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nalbandov, A.V. 1990. Fisiologi Reproduksi pada Mamalia dan Unggas. Edisi ke-3. Jakarta: University Indonesia Pr. North, M. O. dan D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual 4th Edition. Chapman and Hall, London. Pineda, M.H. 1989. Male Reproduction. In: Veterinary Endocrinology and Reproduction. MCDONALD, L.E. (Ed.) Lea & Febiger. Prasetya, L. H., dan Susanti. 2000. Pendugaan parameter genetis pewarisan sifat-sifat kelenturan fenotipik itik lokal terhadap berbagai kualitas pakan. Kumpulan Hasil-hasil Penelitian APBN 1998/1999, Balai Penelitian Ternak. Ciawi. Prasetyo, L. H, T. Susanti, P. P. Kataren, E. Juwarini dan M. Purba. 2004. Pembentukan Itik Lokal Petelur MA G3 Dan Pedaging Seleksi Dalam Galur Pada Bibit Induk Alabio Dan Itik Mojosari Generasi F3. Kumpulan Hasil-hasil Penelitian Tahun Anggaran 2004. Balai PenelitianTernak Ciawi, Bogor. Halaman. 70-82. Setioko, A. R., L. H. Prasetyo, B. Brahmantiyo dan M. Purba. 2002. Koleksi dan karakterisasi sifat-sifat beberapa jenis itik. Kumpulan Hasil-hasil Penelitian APBN Tahun Anggaran 2001. Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Suparyanto, A. 2005. Peningkatan Produktivitas Daging Itik Mandalung Melalui Pembentukan Galur Induk. Disertasi. Prog Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
499
Rahayu Sri Pamungkas dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 488 - 500, Juli 2013
Susanti, T, L. H. Prasetyo, Yono C. Raharjo dan Wahyuning K. S. 1998. Pertumbuhan galur persilangan timbal balik itik Alabio dan Mojosari.Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Balai Penelitian Ternak, Bogor. Halaman.356-365. Susanti, R. D. T. 2003. Strategi Pembibitan Itik Alabio Dan Itik Mojosari. Tesis. Prog Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tanabe, Y, Hetzel D. J. S, Kizaki T., dan Gunawan B. 1984. Biochemical Studies On Phylogenetic Relationships Of Indonesia And Other Asian Duck Breeds. Proc. XVII World’s Poultry Congess and Exhibition. Helsinski, Finland. Halaman. 54-55. Turner, C.D and J.T Bagnara. 1983. Endokrinologi Umum. Terjemahan: Harsojo. Airlangga University Press, Yogyakarta. Philadelphia. USA. pp. 261 – 292.
500