Jakarta, 18 Juni 2014
Yang Terhormat, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Bp. Dr. Harry Azhar Azis, MA; Gubernur Provinsi KepRi, atau yang mewakili;
Yang kami hormati, para Narasumber dan Moderator, Direktur Pengelolaan Kas Negara, Kemenkeu, Bp. Drs. Rudy Widodo, M.A. Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus, Bareskrim Mabes Polri, Bp. Brigjen Pol. Drs. A. Kamil Razak, S.H., M.H. Sekretaris Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Bp. Jimmy Bella, SE; Pimpinan Departemen di Kantor Pusat Bank Indonesia; o Dir. Eks. Dept. Pengelolaan Uang, Bp. Lambok Anton Siahaan; o Dir. Dept. Riset dan Kebijakan Ekonomi dan Moneter, Bp. Solikin M. Juhro; o Dir. Dept. Komunikasi, Bp. Peter Jacobs; Bapak Farial Anwar; Kapolda Provinsi Kepulauan Riau atau Pejabat yang mewakili; Kepala Kejaksaan Tinggi atau Pejabat yang mewakili; Kepala Pengadilan Tinggi atau Pejabat yang mewakili; Bapak/Ibu Pimpinan Satuan Kerja di Bank Indonesia, baik dari Kantor Pusat maupun Kantor Perwakilan Dalam Negeri; Pengamat Ekonomi selaku Moderator, Sdr. Ryan Kiryanto Pimpinan Perbankan di Provinsi KepRi; Para Ketua Asosiasi, Pengelola Kawasan Industri, Pelabuhan Internasional, Pengusaha dan Pelaku Ekonomi Lainnya, Para Akademisi, Rekan-rekan Pers. Bapak dan Ibu serta Para Hadirin dan Undangan yang berbahagia,
Selamat Pagi dan Salam Sejahtera untuk Kita Semua. Mengawali pertemuan ini, perkenankan saya mengajak Bapak/Ibu sekalian untuk memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena 1
hanya atas perkenan-Nya kita dapat bertemu dalam keadaan sehat dan suasana yang baik di Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Pada pagi yang indah ini kita akan mengikuti Seminar Nasional dengan tema “Implementasi UU No. 7 Tahun 2011: Rupiah Sebagai Lambang Kedaulatan Bangsa dan Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah NKRI”. Kami menyambut gembira terselenggaranya Seminar Nasional ini, yang merupakan kolaborasi positif antara pemangku kebijakan yang meliputi otoritas, regulator, aparat penegakan hukum, dengan pelaku ekonomi yang meliputi lembaga keuangan bank dan nonbank, pengusaha, hingga elemen individu masyarakat. Kehadiran Bapak/Ibu disini sekaligus menunjukkan komitmen nyata dan kesadaran akan pentingnya kedaulatan mata uang Rupiah sebagai mata uang NKRI. Sebagai salah satu Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN), terpilihnya kota Batam sebagai penyelenggara Seminar Nasional tentunya bukan tanpa alasan. Fungsi kota Batam sebagai kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi tentunya sangat strategis sehingga dalam berbagai transaksi kegiatan ekonominya seringkali membutuhkan mata uang non Rupiah. Seminar Nasional ini diharapkan dapat menyamakan persepsi masyarakat mengenai kewajiban penggunaan Rupiah dalam melakukan transaksi di pasar domestik. Kegiatan serupa yang akan dilangsungkan di Denpasar dan Kalimantan Utara juga diharapkan dapat menjadi momentum awal yang menggugah kesadaran masyarakat, pelaku usaha/swasta dan lembaga Pemerintah dalam mendorong penggunaan Rupiah.
Bapak/Ibu dan para hadirin yang berbahagia, Meskipun sudah diatur di dalam UU, kita semua menyadari bahwa penggunaan mata uang non-Rupiah masih sering kita jumpai dalam berbagai transaksi yang dilakukan di wilayah NKRI. Praktek ini tidak hanya dilakukan oleh pihak swasta, namun juga oleh lembaga Pemerintah. Pencantuman tarif/harga barang atau jasa dalam mata uang non-Rupiah saat ini juga menjadi praktek keseharian yang kurang mendukung penggunaan
2
uang Rupiah untuk transaksi di wilayah NKRI, walaupun penyelesaian transaksinya tetap dimungkinkan menggunakan Rupiah. Hal ini tentunya sangat memprihatinkan. Saya memandang terdapat tiga dimensi yang perlu kita cermati bersama terkait hal ini. Pertama, Dimensi Hukum. Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang telah mewajibkan penggunaan Rupiah dalam setiap transaksi pembayaran yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain UU Mata Uang, beberapa peraturan lainnya juga turut memperkuat landasan hukum dan ketentuan sanksi, antara lain seperti UU No.24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa, Peraturan Bank Indonesia (PBI) tahun 2002 perihal Persyaratan dan Tata Cara Membawa uang Rupiah Keluar dan Masuk Wilayah Pabean RI, serta Peraturan Menteri Perdagangan tahun 2013
tentang
Pencantuman
Harga
Barang
dan
Tarif
Jasa
yang
Diperdagangkan. Satu hal yang penting dalam Seminar Nasional ini adalah perlunya mendorong kesepahaman dalam memaknai kewajiban penggunaan uang Rupiah untuk transaksi pembayaran di wilayah NKRI. Sejalan dengan Pasal 2 UU Mata Uang, yang dimaksud dengan Rupiah adalah Rupiah kertas dan Rupiah logam, atau yang biasa kita sebut Uang Kartal. Sementara Pasal 21 UU Mata Uang menyiratkan bahwa terdapat pengecualian terhadap transaksi-transaksi yang tidak dilaksanakan secara tunai. Hal ini mengandung arti bahwa UU Mata Uang tersebut secara komprehensif berlaku baik untuk pembayaran yang bersifat tunai maupun non tunai. Dimensi Kedua adalah Dimensi Kebangsaan. Rupiah merupakan simbol kedaulatan Negara Republik Indonesia. Oleh karena itu penggunaan mata uang dalam setiap transaksi di wilayah NKRI merupakan hal yang mutlak bagi setiap penduduk. Hanya dengan kondisi ini maka Rupiah dapat menjadi “tuan rumah” di negeri sendiri. Kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap Rupiah akan berdampak pada
kepercayaan
masyarakat
internasional
terhadap
Rupiah
dan
perekonomian nasional pada umumnya, sehingga Rupiah memiliki martabat, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
3
Ketiga, Dimensi Ekonomi/Bisnis. Kita menyaksikan bahwa hampir setiap krisis ekonomi global dan domestik ditandai dengan pelemahan nilai tukar yang tajam. Kebutuhan valas yang tinggi untuk transaksi kegiatan ekonomi akan menyebabkan ekonomi menjadi rapuh, karena ketahanan ekonomi negara tersebut sangat dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global yang sarat dengan gejolak. Selama ini, transaksi valuta asing di dalam negeri merupakan salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan demand valas domestik. Demand valas di pasar domestik yang lebih besar daripada supply akan mengakibatkan tekanan depresiasi pada Rupiah sehingga berpotensi mendorong peningkatan inflasi. Selain menurunkan daya saing masyarakat, tekanan inflasi tersebut juga akan mempengaruhi tingkat suku bunga yang mengancam pertumbuhan ekonomi dalam skala yang lebih luas.
Bapak/Ibu dan para hadirin yang berbahagia, Sebagai sebuah komponen utama transaksional kegiatan ekonomi dalam sistem perekonomian, nilai mata uang suatu negara tidak lepas dari dinamika perekonomian global maupun domestik. Kita merasakan bagaimana gejolak ketidakpastian ekonomi global pada setengah dasawarsa terakhir terus menciptakan bandul ketidakpastian baru. Ditengah belum kuatnya struktur ekonomi domestik, perubahan drastis struktur ekonomi dunia tersebut memberikan tambahan tekanan yang cukup signifikan pada perekonomian domestik. Lemahnya daya saing dan daya dukung ekonomi domestik tersebut tercermin dari penyesuaian nilai tukar Rupiah yang melemah tajam pada tahun 2013, yaitu hingga 20,8%. Periode 2013 bukanlah tahun yang mudah buat kita semua. Aktivitas ekonomi nasional menunjukkan perlambatan dengan pertumbuhan yang lebih rendah dari prakiraan sebelumnya. Namun demikian, ditengah turbulensi ekonomi dunia dan depresiasi tajam Rupiah, kita patut bersyukur bahwa pada tahun 2013 ekonomi kita mampu bertahan pada level yang cukup tinggi dengan pertumbuhan 5,78%, jauh diatas rata-rata pertumbuhan peer countries 3,6%.
4
Bapak/Ibu dan para hadirin yang berbahagia, Jika pada 2013 kebijakan makroekonomi diarahkan pada upaya stabilisasi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang sehat dan seimbang, maka pada 2014 kita memasuki nuansa kebijakan yang berbeda, yaitu kebijakan dan reformasi struktural untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Hal ini dilandasi situasi perekonomian global yang masih dilingkupi ketidakpastian dan perlambatan perekonomian domestik. Berbeda dengan prediksi semula, tren pemulihan dan laju pertumbuhan ekonomi antar kawasan dan negara bergerak dengan percepatan yang beragam. Ekonomi negara-negara di kawasan Eropa akhirnya dapat lepas dari jeratan resesi, sementara ekonomi Amerika Serikat terus menunjukkan penguatan momentum pemulihan. Sementara itu, ekonomi emerging markets terutama Tiongkok memasuki fase perlambatan sebagai dampak dari “rebalancing” kebijakan makroekonomi. IMF memperkirakan perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok akan kembali berlanjut yaitu menjadi 7,5%, dari sebelumnya 7,7%. Bahkan, beberapa negara emerging market mengalami peningkatan tekanan indikasi meningkatnya kerentanan, termasuk risiko neraca transaksi berjalan yang
unsustainable dan akumulasi utang luar negeri swasta yang terus meningkat. Berbagai perkembangan tersebut tentunya sangat mempengaruhi kondisi pasar keuangan di kawasan di ASEAN dengan tekanan yang terus meningkat. Dari sisi domestik, pertumbuhan ekonomi Q1-2014 lebih rendah dari perkiraan yaitu tercatat sebesar 5,21%, atau menurun dibandingkan Q42013 yang sebesar 5,72%. Sejalan dengan itu, tekanan depresiasi Rupiah yang sempat mereda pada awal 2014 kembali meningkat, terutama dipengaruhi oleh reposisi aset keuangan dari emerging market terkait kemungkinan penyesuaian stimulus moneter oleh the Fed serta sentimen terhadap defisit fiskal dan transaksi berjalan di dalam negeri. Kami meyakini bahwa pada satu sisi terdapat kegamangan dan kekhawatiran atas perlambatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Namun demikian Bank Indonesia melihat dalam perspektif positif bahwa perlambatan yang terjadi
5
ibarat proses detoks yang dapat menyehatkan perekonomian dalam jangka panjang. Kebijakan Makroekonomi “Stability over Growth” Bank Indonesia untuk menjaga kualitas pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan serta keberanian Pemerintah menerapkan kebijakan larangan ekspor bijih mineral konsentrat merupakan bukti keberpihakan kepada produktivitas domestik dan keseriusan kita menuju kemandirian ekonomi. Saya memandang bauran kebijakan BI dan Pemerintah tersebut merupakan pil pahit yang justru akan menyehatkan dalam jangka panjang, membangun ketahanan ekonomi, serta mengarahkan kita pada pertumbuhan yang berorientasi nilai tambah. Kami menilai proses penyesuaian ekonomi masih berjalan dengan cukup baik, meskipun terdapat sejumlah risiko yang perlu mendapat perhatian dan diwaspadai. Oleh karena itu kebijakan antisipatif perlu difokuskan untuk memastikan sasaran inflasi dapat dicapai dan kinerja transaksi berjalan tetap terkendali. Dengan pertimbangan tersebut, Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,5%, dengan suku bunga Lending Facility dan Deposit Facility masing-masing tetap pada level 7,5% dan 5,75%.
Bapak/Ibu dan para hadirin yang berbahagia, Kita menyadari bahwa tantangan yang perlu dibenahi, lambat laun kian terasa. Dalam pandangan saya, pada titik inilah kapabilitas kita untuk membaca dan mengantisipasi gerakan ekonomi ke depan makin teruji. Kecepatan dalam menjawab tantangan tersebut akan mempengaruhi kemampuan kita untuk dapat menjaga kesinambungan pertumbuhan. Berbagai tantangan tersebut perlu kita cermati seiring makin dekatnya komitmen Komunitas Ekonomi ASEAN (KEA) di tahun 2015. Pada satu sisi komitmen KEA akan membuka peluang pasar dengan aliran barang, jasa, investasi, tenaga kerja dan modal yang lebih bebas. Namun di sisi lain, hal ini juga memberikan konsekuensi semakin tingginya persaingan di pasar domestik masing-masing negara. Dengan potensi pasar yang massive, saya melihat substansi yang paling mendasar dari komitmen AEC tersebut adalah kemampuan kita menciptakan daya saing yang kompetitif. Mampukah kita memanfaatkan AEC sebagai 6
pelaku utama dari rantai produksi global, atau kita hanya akan menjadi target pasar dan terpinggirkan? Survivors aren't always the strongest; they're
the smartest. Penggunaan Rupiah dalam transaksi di wilayah NKRI tidak saja akan meningkatkan martabat dan kepercayaan terhadap mata uang NKRI, namun juga akan mendorong daya dukung ekonomi yang lebih sehat dan seimbang.
Bapak/Ibu, para undangan dan hadirin yang berbahagia, Peran sebagai bank sirkulasi merupakan fungsi klasik bank sentral di seluruh dunia yang juga telah melekat dan menjadi bagian dari sejarah panjang perjalanan Bank Indonesia sejak 1828 (dahulu De Javasche Bank). Seiring dengan perkembangan ekonomi, maka fungsi Bank Indonesia mengalami perluasan dan pendalaman yaitu di bidang sistem pembayaran non tunai, moneter, dan sistem keuangan. Ibarat sirkulasi darah dalam tubuh manusia, peran Bank Indonesia menjaga kelancaran sistem pembayaran sangat vital untuk mencegah terjadinya sumbatan pada urat nadi perekonomian. Oleh karena itu ketersediaan uang yang cukup dengan pecahan yang sesuai merupakan elemen vital yang akan menjembatani tugas
Bank Indonesia di bidang sistem
pembayaran dan bidang moneter dalam mendukung perekonomian nasional. Di bidang Sistem Pembayaran, Pengelolaan Uang di Bank Indonesia senantiasa diarahkan untuk mendorong ketersediaan uang rupiah yang berkualitas dan terpercaya, distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal, serta Layanan Kas yang Prima. Di bidang Sistem Pembayaran tunai, BI juga menghadapi tantangan yang sangat berat, tidak saja dalam menyediakan uang dalam kondisi yang baik, tetapi juga dalam meningkatkan jangkauan layanan kas ke seluruh wilayah Indonesia khususnya untuk daerah terpencil dan terdepan NKRI (remote area). Oleh karena itu Bank Indonesia terus meningkatkan kerja sama dengan beberapa instansi seperti Angkatan Laut, Polri dan pihak lainnya.
7
Meskipun pengelolaan uang tunai di Bank Indonesia memerlukan biaya yang sangat besar terkait produksi dan distribusi, namun Bank Indonesia sangat memahami bahwa tugas yang diamanatkan dengan Undang-Undang ini merupakan komponen yang vital bagi kelangsungan hidup bernegara dan bermasyarakat. Oleh karena itu Bank Indonesia berkomitmen untuk terus melakukan perbaikan dalam pengolahan uang yang optimal.
Bapak/Ibu, para undangan dan hadirin yang berbahagia, Saya
menyambut
meningkatkan
baik
segala
penggunaan
uang
inisiatif Rupiah
dan di
upaya NKRI,
yang
bertujuan
khususnya
dalam
mendorong aktivitas ekonomi yang lebih stabil dan seimbang. Dengan semakin baiknya komunikasi dan koordinasi antara BI dan Pemerintah, serta koordinasi dan kerjasama yang erat dari seluruh pemangku kepentingan, hal ini akan sangat menentukan bagi efektivitas penggunaan mata uang Rupiah di dalam transaksi kegiatan ekonomi domestik sehingga dapat berkontribusi dalam mendukung perkembangan perekonomian nasional. Semoga niat baik kita untuk membangun bangsa dan negara melalui kesadaran untuk menggunakan Rupiah sebagai mata uang NKRI yang dapat mendukung stabilitas perekonomian nasional senantiasa memperoleh ridho dari Allah SWT. Sekian dan terima kasih.
Sekian dan Terima Kasih Jakarta, Juni 2014 Ronald Waas
8