39
III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Penelusuran data dan informasi dimulai dari tingkat provinsi sampai tingkat desa yang secara administrasi termasuk dalam desa inti. Lokasi sampel berada pada empat desa di tiga kecamatan yang secara administrasi melingkupi kawasan Danau Rawa Pening, yaitu Desa Tuntang (Kecamatan Tuntang), Desa Rowoboni, Desa Kebondowo (Kecamatan Banyubiru), dan Desa Bejalen (Kecamatan Ambarawa). Peta lokasi penelitian ini disajikan pada Lampiran 1. Pengambilan data primer melalui wawancara dengan stakeholders dan diskusi mendalam dengan responden pakar dilaksanakan selama empat bulan, yaitu dari bulan Juli sampai dengan Oktober 2010.
3.2 Rancangan Penelitian Menurut jenisnya, penelitian ini dapat dikategorikan dalam jenis penelitian survai. Menurut Hasan (2002), penelitian survai yaitu penelitian untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan secara faktual dari suatu kelompok maupun suatu daerah. Berdasarkan tujuannya, penelitian ini merupakan disain deskriptif. Menurut Umar (2002), penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bersifat paparan untuk mendeskripsikan hal-hal yang ditanyakan dalam penelitian. Penelitian deskriptif mempelajari masalahmasalah dan tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi, termasuk hubungan, kegiatan, sikap, pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.
3.3 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data Jenis data dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer di lapangan dilakukan dengan metode observasi, survai, dan diskusi mendalam dengan pakar. 1. Observasi dilakukan dengan pengamatan dan penilaian langsung terhadap kondisi biofisik danau dan kondisi sosial ekonomi masyarakat pada saat ini.
40 2. Survai dilakukan dengan wawancara terhadap sejumlah stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan Danau Rawa Pening. Teknik wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan tertutup, terbuka, dan semi terbuka. 3. Diskusi mendalam dengan pakar dilakukan terhadap informan yang memiliki kompetensi dan pengalaman berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya danau. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan menganalisis hasil penelitian yang pernah dilakukan di lokasi penelitian, peraturan perundangan, serta laporan ilmiah dari berbagai institusi yang terkait dengan kajian penelitian. Pengumpulan data sekunder dilakukan pada beberapa institusi terkait, yaitu Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah, Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Tengah, Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Tengah, Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Jragung Tuntang, Balai Besar Wilayah Sungai Pemali Juana, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Semarang, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Semarang, Badan Pusat Statistik Kabupaten Semarang, dan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
3.4 Metode Penentuan Wilayah Sampel Desa-desa yang termasuk dalam kategori desa inti di sekitar Danau Rawa Pening berjumlah 16 desa yang secara administrasi termasuk wilayah Kecamatan Tuntang, Kecamatan Banyubiru, Kecamatan Ambarawa, dan Kecamatan Bawen. Sebanyak empat desa ditentukan secara purposive sampling sebagai sampel penelitian, yaitu Desa Tuntang (Kecamatan Tuntang), Desa Rowoboni dan Desa Kebondowo (Kecamatan Banyubiru), serta Desa Bejalen (Kecamatan Ambarawa). Beberapa pertimbangan dalam penentuan empat desa tersebut sebagai sampel penelitian adalah: 1. Representatif, yaitu karakteristik masyarakat desa sampel dianggap dapat merepresentasikan ciri-ciri populasi masyarakat sekitar Danau Rawa Pening. 2. Memadai, yaitu jumlah sampel dianggap cukup memadai untuk meyakinkan kestabilan ciri-ciri populasi masyarakat di sekitar Danau Rawa Pening.
41 3.5 Metode Penentuan Responden Responden dalam penelitian ini berjumlah 118 orang, terdiri atas responden masyarakat pemanfaat sumberdaya (99 orang), pejabat instansi pemerintah (11 orang), stakeholders lain (3 orang), agen perubahan (2 orang), dan responden pakar (3 orang). Penentuan responden masyarakat pemanfaat sumberdaya dilakukan dengan metode random sampling. Dalam hal ini semua elemen populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Responden masyarakat adalah penduduk yang berdomisili di Desa Tuntang, Rowoboni, Kebondowo, dan Bejalen. Penentuan jumlah responden masyarakat pemanfaat sumberdaya yang disurvai dan diminta untuk mengisi kuesioner mengacu pada pendapat Slovin (1960) diacu dalam Hasan (2002), yaitu: N n=
1 + Ne2
(1)
Keterangan: n = ukuran sampel N = ukuran populasi e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan dalam pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir Jumlah populasi penduduk dari keempat desa studi adalah 16.060 orang dengan sebaran Desa Tuntang (5.592 orang), Desa Rowoboni (2.317 orang), Desa Kebondowo (6.673 orang), dan Desa Bejalen (1.478 orang). Dengan menggunakan tingkat kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan dalam pengambilan sampel sebesar 10%, maka ukuran sampel masyarakat pemanfaat sumberdaya yang dibutuhkan adalah sebagai berikut: 16.060 n=
1 + 16.060 (0,1)2
(2)
16.060 n=
(3) 1 + 16.060 (0,01) 16.060
n=
(4) 161,6
n = 99,38
42 Dengan demikian ukuran sampel yang dibutuhkan untuk wawancara dengan responden masyarakat pemanfaat sumberdaya dalam penelitian ini adalah sejumlah 99 orang. Responden dari stakeholders pemerintah ditentukan secara purposive sampling. Metode penentuan berdasarkan penelusuran dari informasi terkait keterlibatan dan peran institusi responden dalam pengelolaan Danau Rawa Pening. Responden dari stakeholders pemerintah dalam penelitian ini berjumlah 11 orang seperti disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Jumlah responden dari stakeholders pemerintah, Tahun 2010 No
Stakeholders Pemerintah
Jumlah
1
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah
1 orang
2
Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Tengah
1 orang
3
Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air Provinsi Jawa Tengah
1 orang
4
Balai Besar Wilayah Sungai Pemali Juana
1 orang
5
Balai Pengelolaan Sumberdaya Air Jragung Tuntang
1 orang
6
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Semarang
1 orang
7
Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Semarang
1 orang
8
Dinas Pemuda, Olah Raga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Semarang
1 orang
Desa Rowoboni, Kebondowo, dan Bejalen
3 orang
9
Total
11 orang
Responden dari kelompok stakeholders lain dan agen perubahan ditentukan secara purposive sampling. Responden dari stakeholders lain berjumlah 3 orang yang berasal dari PT. Sarana Tirta Ungaran (1 orang), PLTA Jelok Timo (1 orang), dan pelaku usaha lokal (1 orang). Selanjutnya responden dari agen perubahan berjumlah 2 orang yang berasal dari Pusat Studi dan Pengembangan Rawa Pening Universitas Kristen Satya Wacana (1 orang), serta dari Lembaga Swadaya Masyarakat Bina Swadaya (1 orang). Diskusi mendalam untuk merancang strategi pengelolaan kolaboratif dilakukan terhadap 3 pakar yang berasal dari instansi Balai Pengelolaan Sumberdaya Air Jragung Tuntang (1 orang), Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Semarang (1 orang), dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (1 orang). Responden pakar ditentukan secara sengaja dengan pertimbangan, yaitu (1) memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai dengan kajian penelitian, (2)
43 memiliki pengalaman pekerjaan terkait dengan kajian penelitian, dan (3) memiliki pengalaman dalam pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.
3.6 Metode Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil observasi lapangan, survai, dan diskusi mendalam dengan pakar kemudian dikelompokkan sesuai dengan tujuan penelitian dan dianalisis untuk menjawab tujuan penelitian.
3.6.1 Analisis Stakeholder Analisis stakeholder adalah sebuah prosedur untuk mendapatkan pemahaman terhadap suatu sistem melalui identifikasi pelaku-pelaku utama (key actors) atau pemangku utama (stakeholders) di dalam sistem dan mengidentifikasi keinginan-keinginan stakeholders terhadap sistem tersebut. Stakeholders adalah semua pihak yang mempengaruhi atau terkena pengaruh dari suatu kebijakan, keputusan dan aksi di dalam sistem. Unit stakeholders dapat berupa individu, kelompok sosial atau komunitas dari berbagai tingkatan dalam masyarakat (Grimble dan Chan 1995). Analisis dilakukan dengan mengidentifikasi aktivitas stakeholders kunci serta melakukan penilaian terhadap tingkat kepentingan dan pengaruhnya dalam pengelolaan Danau Rawa Pening. Alat yang digunakan dalam melakukan analisis stakeholders adalah stakeholders grid dengan bantuan perangkat lunak Microsoft Excel. Selanjutnya jawaban penilaian terhadap tingkat kepentingan dan pengaruh dari masing-masing stakeholders dipetakan sehingga membentuk matriks seperti diilustrasikan pada Gambar 7. Menurut Adrianto (2010), untuk melaksanakan analisis stakeholder dalam metode Participatory Rural Appraisal (PRA) diperlukan alat bantu sebagai berikut: 1. Peta lokasi yang menyediakan uraian tentang distribusi sumberdaya dan aktivitas masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya. 2. Kalender kegiatan untuk memetakan dan menjadwalkan aktivitas masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya. 3. Daftar rangking untuk mengevaluasi dan menentukan pihak yang paling terpengaruh oleh kegiatan pengelolaan.
44 Tinggi
PLAYERS
BYSTAND ERS
ACTO RS
Kepentingan
SU BJECTS
Rendah Rendah
Pengaruh
Tinggi
Gambar 7 Matriks hasil analisis stakeholders (Grimble dan Chan 1995) Posisi kuadran seperti disajikan pada Gambar 7 menggambarkan peranan dari masing-masing stakeholders dalam pengelolaan kolaboratif. Kuadran subjects merupakan kelompok stakeholders yang memiliki kepentingan tinggi dengan tingkat pengaruh rendah, kuadran players memiliki tingkat kepentingan dan pengaruh yang tinggi, kuadran actors memiliki kepentingan yang rendah dengan pengaruh tinggi, dan kuadran bystanders mewakili kelompok stakeholders yang memiliki tingkat kepentingan dan pengaruh rendah.
3.6.2 Analisis Kebergantungan Masyarakat Data yang berkaitan dengan tingkat kebergantungan masyarakat terhadap sumberdaya danau dianalisis secara deskriptif. Analisis deskriptif dimaksudkan untuk menggambarkan masalah-masalah dan tata cara yang berlaku dalam masyarakat, termasuk hubungan, kegiatan, sikap, serta pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. Tingkat kebergantungan masyarakat atau perceived value of dependency terhadap sumberdaya danau dinilai berdasarkan distribusi jenis mata pencaharian, pendapatan masyarakat, dan tingkat partisipasi masyarakat.
3.6.3 Analisis Kerentanan Masyarakat Analisis kerentanan masyarakat dalam penelitian ini dilakukan dengan tahapan mengidentifikasi tingkat pertumbuhan populasi penduduk, degradasi lahan terbangun, dan keterbukaan ekonomi. Uraian dari masing-masing tahapan dalam analisis kerentanan masyarakat adalah sebagai berikut.
45 1) Pertumbuhan Populasi Penduduk Indeks populasi penduduk merupakan ukuran tekanan keberadaan populasi penduduk terhadap lingkungan dalam waktu tertentu. Dalam hal ini, populasi penduduk dihitung pada empat kecamatan yang secara administratif melingkupi kawasan Danau Rawa Pening, yaitu Kecamatan Tuntang, Banyubiru, Ambarawa, dan Bawen. Untuk menghitung indeks pertumbuhan populasi penduduk digunakan formulasi Dahl (1986) diacu dalam Rahman (2009), yaitu: NAit PopIit =
Trendi,t-1 X
50
(5) 2
dimana: PopIit NAit Trendi ,t-1 50, 2
: : : :
tekanan populasi kecamatan i pada tahun t rata-rata populasi per km2 kecamatan i pada tahun t pertumbuhan populasi per tahun pada kecamatan i konstanta
Secara konsisten, bahwa semakin tinggi nilai pertumbuhan penduduk, maka semakin tinggi nilai indeks pertumbuhan populasi penduduk. Hal ini berarti bahwa semakin berbahaya wilayah tersebut dalam hal tekanan pertumbuhan populasi penduduk.
2) Degradasi Lahan Terbangun Indeks degradasi lahan terbangun dihitung dengan membandingkan luas lahan terbangun di tingkat kecamatan dengan luas wilayah kecamatan. Degradasi lahan disebabkan oleh aktivitas penduduk, terutama terkait dengan permukiman dan pembangunan fasilitas lainnya. Nilai indeks degradasi lahan terbangun pada masing-masing kecamatan studi dihitung dengan menggunakan persamaan: LTi DLTi =
X 100 Ai
dimana:
DLT LT A i
: : : :
degradasi lahan terbangun (%) luas lahan terbangun (km2) luas kecamatan (km2) nama kecamatan
(6)
46 3) Keterbukaan Ekonomi Indeks keterbukaan ekonomi dihitung dengan mengukur rasio rerata nilai perdagangan masuk (inflow) dan perdagangan keluar (outflow) pada waktu t di kecamatan i terhadap jumlah keseluruhan GDP kecamatan i pada waktu t. Untuk menghitung indeks keterbukaan ekonomi pada masing-masing kecamatan studi dengan mengacu formulasi Adrianto dan Matsuda (2004), yaitu: Mit + Xit ETit =
X 100
(7)
2GDPit dimana: ETit Mit Xit GDPit
: : : :
tingkat keterbukaan ekonomi kecamatan i tahun t total nilai perdagangan inflow kecamatan i pada tahun t. total perdagangan outflow kecamatan pada tahun t. GDP dari kecamatan i pada tahun t
Tahap selanjutnya adalah melakukan standarisasi terhadap semua variabel indeks kerentanan untuk menyamakan satuan unit-unit yang digunakan dalam pengukuran tingkat kerentanan. Standarisasi variabel indeks kerentanan dengan menggunakan formulasi Briguglio (1995); Atkinson et al. (1997) diacu dalam Adrianto dan Matsuda (2004), yaitu: Xij – Min Xj SVij = MaxXj – MinXj
, 0 ≤ SVij ≤ 1
(8)
j = 1, 2, 3 (PopI, DLT, ET) dimana: SVij : standarisasi variabel j untuk kecamatan i Xij : nilai dari variabel j untuk kecamatan i MinXj : nilai minimum dari variabel j untuk semua kecamatan di dalam indeks MaxXj : nilai maksimum dari variabel j untuk semua kecamatan di dalam indeks PopI : tekanan populasi penduduk kecamatan i DLT : degradasi lahan terbangun kecamatan i ET : keterbukaan ekonomi kecamatan i Penentuan tingkat kerentanan dalam penelitian ini menggunakan metode yang dikembangkan Briguglio (1995); Adrianto dan Matsuda (2002, 2004), dimana tingkat kerentanan ditentukan secara kuantitatif dan kualitatif berdasarkan
47 nilai komposit indeks kerentanan atau Composite Vulnerability Index (CVI) yang memiliki kisaran dari 0 hingga 1 atau 0≤CVI≤1. Dalam hal ini, nilai CVI yang mendekati batas bawah memiliki tingkat kerentanan rendah, nilai sekitar pertengahan memiliki tingkat kerentanan sedang, dan nilai yang mendekati batas atas memiliki tingkat kerentanan tinggi.
3.6.4 Analisis Resiliensi Pengelolaan resiliensi bertujuan menghindarkan sistem sosial-ekologi berpindah ke formasi yang tidak dikehendaki dengan bergantung pada kemampuan sistem dalam menanggulangi gangguan eksternal dan ketidakpastian. Hal ini diperoleh dengan melakukan analisis resiliensi sosial-ekologi dengan mengacu konsep yang dikembangkan Walker et al. (2002). Terdapat empat tahap dalam melakukan analisis resiliensi dengan masukan dari stakeholders untuk menghasilkan tindakan pengelolaan, seperti disajikan pada Gambar 8. Deskripsi Sistem: Proses Kunci, Ekosistem, Struktur dan Pelaku
Tahap 1
Tahap 2
Mengkaji Kejutan Eksternal
Mengkaji Kebijakan Masuk Akal
Mengkaji Visi
3 – 5 skenario Tahap 3
Analisis Resiliensi Integrasi Teori
Tahap 4
Evaluasi Stakeholders (Proses dan Produk) Tindakan Pengelolaan dan Kebijakan
Gambar 8 Tahapan analisis resiliensi (Walker et al. 2002)
48 Gambar 8 menunjukkan, bahwa analisis resiliensi dimulai dengan mendeskripsikan sistem, baik ekosistem danau maupun masyarakat sekitar danau. Deskripsi sistem bertujuan untuk mengembangkan suatu model konseptual dari sistem sosial-ekologi berdasarkan masukan dari stakeholders. Tahap selanjutnya adalah mengkaji gangguan yang bersifat eksternal, termasuk hasil yang tidak terkontrol dan pemicu lainnya yang bertujuan untuk mengembangkan batasan skenario di masa depan. Selanjutnya dari tahap 1 dan 2 dihasilkan dua informasi, yaitu isu utama tentang kondisi sistem di masa depan, serta bagaimana sistem dapat menyesuaikan terhadap pengaruh perubahan. Tahapan pada analisis resiliensi bertujuan mengidentifikasi variabel penggerak dan proses dalam sistem yang dianggap penting oleh stakeholders. Tahap akhir dari analisis resiliensi adalah evaluasi terhadap seluruh proses untuk menghasilkan tindakan pengelolaan dan kebijakan.
3.6.4 Analisis Interpretative Structural Modelling (ISM) Teknik permodelan Interpretative Structural Modelling (ISM) adalah proses pengkajian kelompok, dimana model-model struktural dihasilkan guna menganalisis perihal yang kompleks dari sebuah sistem, melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis serta kalimat (Eryatno dan Sofyar 2007). Dalam penelitian ini, prosedur teknik permodelan dilakukan dengan mengacu metode yang dikembangkan Saxena et al. (1992); Marimin (2004); Eryatno dan Sofyar (2007) dengan perangkat lunak Modul ISM VAXO. Elemen-elemen yang distrukturisasi mencakup elemen (1) kelompok masyarakat yang terpengaruh, (2) kendala utama dalam pengelolaan, (3) tujuan pengelolaan, (4) lembaga yang terlibat dalam pengelolaan, serta (5) aktivitas pengembangan dalam pengelolaan (Saxena 1992). Elemen-elemen tersebut dijabarkan ke dalam sub-elemen pengembangan yang diperoleh dari proses pengkajian literatur, wawancara dengan stakeholders, dan diskusi dengan pakar. Setelah
sub-elemen
pada
masing-masing
elemen
teridentifikasi,
selanjutnya ditetapkan hubungan kontekstual antara sub-elemen yang terkandung adanya suatu pengarahan dalam terminologi sub-ordinat yang menuju pada perbandingan berpasangan. Keterkaitan antar sub-elemen pada perbandingan
49 berpasangan dilakukan oleh pakar. Apabila jumlah pakar lebih dari satu, maka dilakukan perataan. Penilaian hubungan kontekstual pada matriks perbandingan berpasangan menggunakan simbol V, A, X, atau O, dimana: V adalah jika elemen eij = 1 dan eji = 0 A adalah jika elemen eij = 0 dan eji = 1 X adalah jika elemen eij = 1 dan eji = 1 O adalah jika elemen eij = 0 dan eji = 0 Pengertian nilai eij = 1 adalah ada hubungan kontekstual antara sub elemen ke-i dan ke-j, sedangkan nilai eij = 0 adalah tidak ada hubungan kontekstual antara sub-elemen ke-i dan ke-j. Hasil penilaian tersebut disusun dalam Structural Self Interaction Matrix (SSIM) yang dibuat dalam bentuk tabel Reachability Matrix (RM) dengan mengganti V, A, X, dan O menjadi bilangan 1 dan 0. Selanjutnya matriks tersebut dikoreksi sampai menjadi matriks tertutup yang memenuhi aturan transitivitas, yaitu memenuhi kelengkapan dari lingkaran hubungan sebab-akibat. Klasifikasi sub-elemen mengacu pada hasil olahan dari Reachability Matrix (RM) yang telah memenuhi aturan transitivitas. Hasil olahan tersebut diperoleh nilai Driver-Power (DP) dan Dependence (D) untuk menentukan klasifikasi sub-elemen. Secara garis besar, klasifikasi sub-elemen digolongkan dalam empat sektor, yaitu: 1) Sektor 1: weak driver-weak dependent variables (AUTONOMOUS). Subelemen yang termasuk dalam sektor ini pada umumnya tidak berkaitan dengan sistem, dan mungkin mempunyai sedikit hubungan, walaupun hubungan tersebut bisa saja kuat. Sub-elemen yang masuk pada sektor 1 jika nilai DP≤0,5X dan nilai D≤0,5X (X adalah jumlah sub-elemen). 2) Sektor 2: weak driver-strongly dependent variables (DEPENDENT). Subelemen yang termasuk dalam sektor ini adalah sub-elemen tidak bebas. Subelemen yang masuk pada sektor 2 jika nilai DP≤0,5X dan nilai D>0,5X (X adalah jumlah sub-elemen). 3) Sektor 3: strong driver-strongly dependent variables (LINKAGE). Subelemen yang termasuk dalam sektor ini harus dikaji secara hati-hati, sebab hubungan antara sub-elemen tidak stabil. Setiap tindakan pada sub-elemen akan memberikan dampak pada sub-elemen lainnya dan pengaruh umpan
50 baliknya dapat memperbesar dampak. Sub-elemen yang masuk pada sektor 3 jika nilai DP>0,5X dan nilai D>0,5X (X adalah jumlah sub-elemen). 4) Sektor 4: strong driver-weak dependent variables (INDEPENDENT). Subelemen yang termasuk dalam sektor ini merupakan bagian sisa dari sistem dan disebut peubah bebas. Sub-elemen yang masuk pada sektor 4 jika nilai DP>0,5X dan nilai D≤0,5X (X adalah jumlah sub-elemen).
3.7 Definisi Operasional Definisi operasional dari beberapa kata atau istilah yang digunakan dalam disertasi ini adalah: 1. Kebergantungan masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perceived value of dependency terhadap sumberdaya danau. Dalam hal ini masyarakat memiliki kebergantungan terhadap sumberdaya danau berdasarkan kriteria 1 (sangat rendah), 2 (rendah), 3 (cukup tinggi), 4 (tinggi), dan 5 (sangat tinggi). 2. Kerentanan memiliki empat atribut, yaitu (1) dinyatakan dalam satu atau lebih parameter yang terukur, (2) parameter tersebut terhubung ke sasaran keberlanjutan, (3) parameter memiliki suatu skala geografis yang sesuai, serta (4) parameter memiliki dimensi waktu yang relevan. Penentuan tingkatan kerentanan secara kuantitatif dan kualitatif didasarkan pada nilai komposit indeks kerentanan (CVI) yang memiliki kisaran nilai dari 0 hingga 1 (0≤CVI≤1). Nilai yang mendekati batas bawah memiliki tingkat kerentanan rendah, nilai sekitar pertengahan dengan tingkat kerentanan sedang, selanjutnya nilai yang mendekati batas atas memiliki tingkat kerentanan tinggi (Adrianto dan Matsuda 2002, 2004). 3. Konflik adalah hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki tujuan yang bertentangan (Jamil 2007). Konflik dalam pemanfaatan sumberdaya alam memiliki banyak dimensi dan dapat terjadi pada berbagai tingkatan, mulai dari dalam rumah tangga kepada masyarakat, wilayah, atau masyarakat dalam skala global (Pomeroy dan Rivera-Guieb 2006).
51 4. Organisasi adalah kumpulan dari orang-orang yang terhimpun dalam suatu ikatan, dalam satuan waktu yang relatif permanen, memiliki tujuan yang ingin dicapai, memiliki aturan untuk pencapaian tujuan yang telah dirumuskan, dan memiliki anggota serta pengurus (Hubeis 2010). 5. Resiliensi merupakan ukuran seberapa cepat sistem dapat kembali pada kondisi keseimbangan setelah adanya gangguan. Resiliensi sebagai ukuran seberapa jauh sistem dapat terganggu tanpa pergeseran ke rejim yang berbeda (Walker et al. 2006). 6. Sistem sosial-ekologi merupakan unit ekosistem yang dihubungkan dan dipengaruhi oleh satu atau lebih sistem sosial (Anderies et al. 2004). 7. Stakeholders adalah semua pihak yang mempengaruhi atau terkena pengaruh dari suatu kebijakan, keputusan dan aksi di dalam sebuah sistem. Unit stakeholders dapat berupa individu, kelompok sosial atau komunitas dalam berbagai tingkatan di masyarakat (Grimble dan Chan 1995).