III. METODE PELAKSANAAN
A.
Kerangka Pemikiran Konseptual Kepuasan konsumen ditentukan oleh dua sisi yaitu harapan yang dimiliki
konsumen terhadap sebuah produk atau layanan dan kinerja produk atau layanan yang disediakan perusahaan. Perbedaan di antara keduanya akan mempengaruhi tingkat kepuasan konsumen terhadap sebuah produk.
Selanjutnya konsep
kepuasan konsumen dapat dijelaskan seperti pada Gambar 7.
VISI DAN MISI PERUSAHAAN PRODUK/LAYANAN PERUSAHAAN
KEPUASAN KONSUMEN
DIMENSI MUTU PRODUK
HARAPAN
KEBUTUHAN/ KEINGINAN
KOMUNIKASI
PENGALAMAN
INFORMASI WOM
KONSUMEN
Gambar 7 Kerangka pemikiran konseptual
Pada Gambar 7 terlihat bahwa produk atau layanan yang dihasilkan perusahaan ditentukan oleh visi dan misi perusahaan.
Perusahaan akan
menetapkan tujuan dan strategi bagi produk atau layanan yang dihasilkannya berdasarkan visi dan misi tersebut yang kemudian diterjemahkan ke dalam prosesproses internal (operasional) perusahaan.
24
Di sisi lain harapan konsumen terbentuk dari pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi produk atau layanan pada waktu lalu, informasi dari teman, keluarga, dan lain-lain yang biasa disebut dengan “word of mouth”, serta kebutuhan dan keinginan konsumen terhadap produk tersebut. Selain itu harapan juga dapat terbentuk dari komunikasi (promosi) yang dilakukan oleh perusahaan kepada konsumen atau potensial konsumen melalui berbagai media (iklan). Oleh sebab itu perusahaan harus berhati-hati terhadap setiap pesan dan gambaran yang disampaikan kepada konsumen atau potensial konsumen mengenai produk atau layanan yang dimilikinya agar harapan konsumen yang terbentuk dapat sesuai (dipenuhi) oleh kinerja produk atau layanan yang diberikan perusahaan. Kepuasan konsumen dapat dicapai apabila harapan yang terbentuk sesuai dengan persepsi konsumen terhadap produk atau layanan yang diterima. Kinerja produk atau layanan yang melampaui harapan konsumen akan menimbulkan kepuasan yang sangat tinggi, sebaliknya kinerja produk atau layanan yang tidak memenuhi
harapan akan
menimbulkan
ketidakpuasan
atau kekecewaan
konsumen. Pengukuran tingkat kepuasan konsumen dilakukan melalui dimensi mutu produk atau layanan yang bersangkutan.
B.
Tata Laksana Penelitian
1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dibatasi untuk lingkup wilayah DKI Jakarta dan pola penjualan langsung. Oleh sebab itu survei dilakukan pada outlet Shofia Toys yang berlokasi di Mal Taman Anggrek, Jakarta Barat. Alasan pemilihannya adalah pengunjung Mal Taman Anggrek merupakan outlet mandiri yang dimiliki oleh CV Edutama Perkasa di wilayah DKI Jakarta. Pengumpulan data pendukung juga dilakukan pada Kantor Pusat dan Pabrik CV Edutama Perkasa yang berlokasi di jalan Perumahan Taman Alamanda Blok E1 No. 6, Bekasi dan warehouse-nya di jalan Jalan Pepaya 2 No. 70 Perumnas I Bekasi, Jawa Bawat 17135, sedangkan focus group discussion (FGD) dilaksanakan di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Hikmah, Matraman, Jakarta Timur. Waktu penelitian berlangsung dari bulan Juli 2008 sampai Oktober 2008.
25
2.
Tahapan Penelitian Tahapan penelitian ini digambarkan dalam bagan alir penelitian (Gambar 8).
Permasalahan
Tujuan Penelitian
Perancangan Penelitian
Perancangan dan Uji Kuesioner
Pengumpulan Data
Pengolahan dan Analisis Data
Kesimpulan dan Rekomendasi
Gambar 8 Bagan alir penelitian
3.
Pengumpulan Data a)
Data Sekunder
Data sekunder adalah informasi yang telah dikumpulkan sebelumnya (tersedia) untuk beberapa tujuan, bukan semata-mata untuk tujuan penelitian yang dilakukan saat ini (Malhotra 2004). Sumber data sekunder mencakup informasi yang telah ada dalam perusahaan dan juga informasi yang bisa didapat dari laporan-laporan, publikasi perdagangan, berbagai organisasi penelitian, data sensus, dan berbagai penyedia informasi (Gerson 2002).
Keunggulan data
sekunder adalah bisa diperoleh dengan biaya dan waktu yang ekonomis.
26
Informasi seperti ini biasanya sudah tersedia dan gratis. Kelemahannya adalah data tersebut mungkin tidak bisa langsung cocok dengan situasi penelitian yang akan dilakukan, sudah usang ketika akan digunakan atau tidak cukup akurat untuk membuat keputusan (Gerson 2002). Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan metode desk review. Data sekunder dalam penelitian ini terutama mengenai profil perusahaan untuk mendapatkan gambaran kondisi perusahaan secara menyeluruh. Walaupun beberapa informasi terkait dengan profil perusahaan tersebut dapat dikategorikan dalam data primer karena diperoleh melalui observasi dan wawancara langsung di lokasi pabrik. Kondisi ini disebabkan CV Edutama Perkasa yang memproduksi produk Shofia Toys merupakan perusahaan dalam kelompok usaha kecil menengah (UKM) dan sebagaimana layaknya UKM di Indonesia, maka CV Edutama Perkasa belum memiliki informasi tertulis mengenai gambaran umum (profil) perusahaannya secara lengkap.
b)
Data Primer
Data primer adalah informasi yang dikumpulkan sendiri yang langsung berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Kumpulan data primer jauh lebih akurat, namun pelaksanaannya lebih mahal (Gerson 2002). Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari hasil survei lapangan.
Survei tersebut dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan
wawancara langsung kepada responden serta observasi lapangan. Survei dibatasi untuk lingkup wilayah DKI Jakarta dan pola penjualan langsung, yaitu pada outlet Shofia Toys yang berlokasi di Mal Taman Anggrek, Jakarta Barat karena pengunjungnya memiliki daya beli yang cukup tinggi dan merupakan outlet mandiri yang dimiliki oleh CV Edutama Perkasa di wilayah DKI Jakarta. Penggunaan kuesioner bertujuan memperoleh informasi mengenai persepsi dan harapan pelanggan secara obyektif. Kuesioner yang dikembangkan berdasarkan dimensi mutu produk akan dibagikan kepada responden di outlet Mal Taman Anggrek dan diisi langsung di tempat oleh responden sendiri setelah terlebih dahulu diberi penjelasan yang memadai dan dipastikan apakah sudah
27
pernah membeli atau menggunakan produk Shofia Toys sebelumnya, sedangkan wawancara bertujuan memperoleh informasi yang mungkin tidak diperoleh dari kuesioner serta melakukan konfirmasi mengenai harapan pelanggan yang akan digunakan sebagai masukan bagi pengembangan kinerja produk-produk Shofia Toys.
Wawancara dengan pembeli di outlet Mal Taman Anggrek dilakukan
secara langsung (tatap muka). Data primer akan memberikan informasi mengenai profil responden serta tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan pelanggan. Responden yang diwawancarai dan yang mengisi kuesioner adalah responden yang sama. Pemilihan responden dilakukan berdasarkan convenience sampling (non probability sampling) dengan menggunakan intercept store sampling, dimana responden dipilih pada saat keluar dari outlet atau selesai berkunjung. Responden adalah pelanggan yang minimal telah melakukan pembelian atau menggunakan produk Shofia Toys yang ke-2 kalinya pada saat survei dilaksanakan karena pelanggan tersebut dianggap telah memiliki pengalaman yang cukup terhadap produk-produk Shofia Toys, sehingga dapat memberikan jawaban yang cukup akurat sesuai dengan tujuan penelitian. Penentuan jumlah sampel dimana jumlah populasi (N) tidak terhingga dapat dilakukan berdasarkan tingkat ketelitian absolut proporsi dengan perhitungan sebagai berikut (Suharjo 2006):
Z p (1 − p ) n = α /2 2 e 2
dimana, Z = nilai sebaran normal p = proporsi sampel e = kesalahan dugaan (sampling error)
Dengan tingkat kepercayaan 95% dan sampling error sebesar 10% diperoleh jumlah sampel sebesar 96,04 ≈ 100 responden.
28
Keterangan:
α = 5%; z = 1,96; p = 0,5 (karena market share tidak diketahui)
4.
Metode Identifikasi Atribut Produk Focus group discussion (FGD) adalah salah satu metode yang digunakan
untuk mengeksplorasi gambaran awal suatu produk yang menjadi obyek penelitian berdasarkan informasi langsung dari pelanggan atau suara pelangggan (voice of customer) serta memperjelas permasalahan penelitian yang akan dilakukan.
Studi eksplorasi melalui kegiatan FGD ini bertujuan untuk
memperoleh masukan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan yang merupakan atribut-atribut produk dalam dimensi-dimensi mutu (variabel bebas) yang diteliti.
Dimensi mutu produk yang diekplorasi dalam
kegiatan FGD tersebut mengacu kepada 8 dimensi mutu produk yang diperkenalkan oleh Garvin (1988), yaitu: karakteristik (fungsi) utama produk (performance); fungsi tambahan produk (feature); keandalan (reliability); kesesuaian
(conformance);
daya
tahan
(durability);
kemampulayanan
(serviceability); estetika (aesthetic); dan mutu yang dirasakan (perceived quality). Peserta FGD berjumlah 10 (sepuluh) orang dan merupakan pelanggan produk mainan anak edukatif (pernah membeli atau menggunakan mainan anak edukatif). Peserta FGD adalah orang yang berbeda dengan responden penelitian dalam survei kepuasan pelanggan ini. Dalam FGD tersebut, setiap peserta diminta untuk memberi masukan mengenai berbagai atribut mainan anak yang dianggap penting dan menjadi pertimbangan dalam memilih atau membeli mainan anak yang sesuai bagi putraputri mereka. Setiap peserta diberi kesempatan yang sama dan bebas mengutarakan pendapatnya tentang berbagai atribut produk yang mewakili suatu dimensi mutu tertentu.
Setiap dimensi mutu akan diekplorasi sampai semua
peserta tidak mempunyai informasi atau masukan lagi mengenai atribut mutu yang berkenaan dengan dimensi mutu tersebut, sebelum akhirnya beralih pada dimensi mutu lainnnya. Langkah berikutnya, setelah ke-8 dimensi mutu selesai
29
dieksplorasi, dilakukan klarifikasi dan konfirmasi terhadap masing-masing atribut tersebut untuk lebih memperjelas dan mengoreksi pernyataan yang kurang tepat serta atribut-atribut yang kemungkinan memiliki maksud yang sama dan perlu dieliminasi salah satunya sehingga diperoleh hasil akhir atribut produk mainan anak yang teridentifikasi. Tahapan terakhir FGD adalah tahap penentuan atau pemilihan, dimana masing-masing peserta diskusi diminta untuk memilih atribut-atribut yang benarbenar penting menurut pendapat pribadi peserta dari daftar atribut produk mainan anak yang teridentifikasi tersebut. Atribut produk yang dipilih oleh lima peserta atau lebih (≥ 50% dari jumlah peserta) ditetapkan sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan terhadap produk mainan anak edukatif dan selanjutnya menjadi masukan untuk mendesain pertanyaan dalam kuesioner yang merupakan instrumen penelitian untuk mengukur tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk Shofia Toys.
5.
Reliabilitas dan Validitas Kuesioner Pengujian reliabilitas dan validitas kuesioner sebagai alat ukur (instrumen)
yang digunakan dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memastikan data hasil pengukuran yang dilakukan melalui survei kepuasan pelanggan dapat mewakili nilai sebenarnya. Reliabilitas dinilai berdasarkan besarnya nilai koefisien alpha atau cronbach’s alpha yang diperoleh dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut (Gerson 2002): rxx’ = (K / (K-1)) * (1 – [(∑Xii) / (∑Xii + ∑ Xij)]) dimana, i ≠ j Xii dan Xij adalah elemen-elemen dalam matriks korelasi atau kovarians K adalah jumlah item dimensi atau atribut (pertanyaan) Koefisien alpha berada pada rentang nilai 0–1. Apabila koefisien alpha memiliki nilai 0,6 atau kurang, maka secara umum menunjukkan bahwa reliabilitas tidak memuaskan (Malhotra 2004). Perhitungan koefisien alpha atau cronbach’s alpha dilakukan terhadap 26 item pertanyaan dengan 100 responden.
30
Validitas berhubungan dengan penilaian terhadap alat ukur (instrumen) yang digunakan dalam penelitian dengan maksud untuk memperoleh manfaat yang lebih besar dari hasil penelitian yang dilakukan. Penilaian validitas kuesioner dalam penelitian ini menggunakan konsep dimensi mutu yang dikemukan oleh Garvin (1988) dan kemudian dikembangkan menjadi atribut-atribut mutu produk mainan edukatif melalui pendekatan konsumen.
Selanjutnya atribut-atribut
produk tersebut digunakan untuk mendesain kuesioner penelitian kepuasan pelanggan terhadap produk mainan edukatif Shofia Toys.
6.
Metode Analisis a)
Analisis Tingkat Kepuasan Pelanggan
Tingkat kepuasan pelanggan diukur dengan menggunakan indeks dalam bentuk top two boxes index yang diperoleh dari hasil perhitungan persentase jumlah responden yang memberikan jawaban puas dan sangat puas (Irawan 2007). Untuk skala 1-5, maka indeks kepuasan pelanggan diperoleh dari persentase jumlah responden yang menjawab pada skala 4 dan 5, sedangkan tingkat ketidakpuasan pelanggan dapat diperoleh dari persentase jumlah responden yang menjawab pada skala 1 dan 2 (tidak puas dan sangat tidak puas). Apabila top two boxes index menyatakan angka 80%, maka dapat diinterpretasikan bahwa jumlah pelanggan yang terpuaskan adalah sebanyak 80% atau tingkat kepuasan pelanggan mencapai 80%.
Dengan demikian indeks ini menjadi lebih mudah untuk
dikomunikasikan kepada berbagai pihak yang membutuhkannya.
b)
Penalty-reward Analysis
Menurut Suharjo (2004) dalam Wirawan (2005), Penalty-reward analysis bertujuan mengelompokkan atribut berdasarkan hirarki kebutuhannya yang dikaitkan dengan kontribusi atribut tersebut terhadap pengembangan kepuasan secara menyeluruh. Atribut tersebut dibagi dalam 3 kategori, yaitu:
31
(1)
Basic Attributes, yaitu atribut yang apabila tidak ada atau tidak terpenuhi dapat mengurangi kepuasan, namun apabila terpenuhi tidak akan menambah kepuasan.
(2)
Performance Attributes, yaitu suatu atribut yang apabila tidak ada atau tidak terpenuhi maka dapat mengurangi kepuasan, namun apabila terpenuhi dapat menambah kepuasan.
(3)
Excitement Attributes, yaitu atribut yang apabila tidak ada atau tidak terpenuhi tidak akan mengurangi kepuasan, namun apabila terpenuhi dapat menambah atau meningkatkan kepuasan. Umumnya pelanggan cenderung menggunakan skala tertinggi dalam
menilai suatu produk atau jasa, namun pada penalty-reward analysis lebih melihat kedua sisi dari skala tersebut untuk menentukan bahwa skala yang lebih rendah terkait dengan ketidakpuasan dan skala yang lebih tinggi terkait dengan kepuasan. Teknik ini juga berlaku baik untuk jumlah atribut yang banyak maupun sedikit. Atribut-atribut yang cenderung meningkatkan kepuasan secara keseluruhan (overall satisfaction) merupakan suatu rewards. Atribut-atribut yang cenderung menurunkan kepuasan secara keseluruhan merupakan suatu penalties. Menurut Suharjo (2004) dalam Wirawan (2005), tahapan Penalty-reward analysis dimulai dengan menggunakan skala likert 1-5 untuk mengukur kepuasan per atribut maupun kepuasan secara menyeluruh, dengan ketentuan sebagai berikut: a.
Khusus untuk responden yang menjawab pada skala 4 dan 5 untuk kepuasan menyeluruh (overall satisfaction), hitung jumlah responden tersebut untuk setiap atribut.
b.
Untuk setiap atribut, hitung jumlah responden yang menjawab pada setiap skala.
c.
Hitung persentase jumlah responden pada butir a dan b di atas, kemudian kelompokkan ke dalam 3 kategori sebagai berikut: -
Skala 1 dan 2 : kategori “tidak memenuhi harapan”
-
Skala 3
: kategori ”memenuhi harapan”
32
-
d.
Skala 4 dan 5 : kategori ”melebihi harapan”
Selanjutnya kategori setiap atribut ditentukan sebagai berikut: (1)
Basic Attributes, yaitu apabila jumlah persentase pada kategori ”tidak memenuhi harapan” lebih rendah dari persentase kategori “memenuhi harapan”, namun jumlah persentase responden pada kategori “memenuhi harapan” minimal sama atau lebih tinggi dari kategori ”melebihi harapan”.
(2)
Performance Attributes, yaitu apabila jumlah persentase pada kategori “tidak memenuhi harapan” lebih rendah dari jumlah persentase kategori “memenuhi harapan” dan jumlah persentase responden pada kategori “memenuhi harapan” lebih rendah dari kategori “melebih harapan”.
(3)
Excitement Attributes, yaitu apabila jumlah persentase pada kategori “tidak memenuhi harapan” sama atau lebih tinggi dari persentase kategori ”memenuhi harapan”, namun jumlah persentase responden pada kategori ”memenuhi harapan” lebih rendah dari kategori ”melebihi harapan”.
c)
Analisis Kesenjangan (Gap Analysis)
Analisis kesenjangan digunakan untuk mengetahui seberapa besar kesenjangan (gap) antara persepsi dan harapan pelanggan secara komprehensif. Kesenjangan (gap) pada sebuah atribut produk akan terjadi apabila terdapat perbedaan antara nilai tingkat kepentingan pelanggan dan tingkat kepuasan pelanggan. Besarnya nilai kesenjangan yang diperoleh dapat menggambarkan seberapa besar harapan pelanggan dapat dipenuhi oleh kinerja sebuah produk yang dirasakan atau diterima pelanggan. Nilai tingkat kepentingan pelanggan dihitung berdasarkan persentase jumlah responden yang menjawab penting dan sangat penting dan nilai tingkat kepuasan pelanggan diperoleh dari persentase jumlah responden yang menjawab puas dan sangat puas, dalam kuesioner masing-masing berada pada skala 4 dan 5 (top two
33
boxes index).
Berdasarkan hasil analisis kesenjangan dapat diketahui atribut
produk mana yang memiliki kesenjangan yang paling besar atau memiliki kinerja yang paling rendah dalam memenuhi harapan pelanggan.
d)
Analisis Diagonal (Suharjo Split)
Metode ini digunakan untuk mengukur tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan pelanggan (efisiensi produk dan layanan) terhadap suatu atribut. Hasil analisis ini ditampilkan dalam bentuk diagram kartesius dengan memotong garis linier pada titik nol antara garis kepentingan dan garis kepuasan. Garis linier ini disebut garis efficient (Wirawan 2005).
Titik koordinat setiap atribut yang
digambarkan dalam diagram kartesius tersebut diperoleh berdasarkan perhitungan persentase jumlah responden yang masing-masing menjawab pada skala 4 dan 5 (top two boxes index). Model analisis diagonal (Suharjo split) diilustrasikan pada Gambar 9. efficient
Tingkat Kepuasan
over
II
I
III
IV
Y
under X Tingkat Kepentingan
Gambar 9 Analisis diagonal-Suharjo split (Wirawan 2005)
34
Penjelasan: (1)
Atribut di bawah garis efficient disebut atribut produk atau layanan yang tidak memadai (under), dengan (Y-X) menghasilkan nilai negatif.
(2)
Atribut di atas garis efficient disebut atribut produk atau layanan yang berlebihan (over), dengan (Y-X) bernilai positif.
(3)
Atribut yang berada tepat pada garis efficient disebut atribut produk atau layanan yang memadai, dengan (Y-X) menghasilkan nilai nol.
(4)
Prioritas pengembangan atribut dapat diidentifikasi dari hasil pengukuran nilai X dan Y. Apabila hasil pengurangan Y dan X negatif, maka atribut tersebut perlu dikembangkan atau ditingkatkan. Apabila hasil pengurangan Y dan X adalah nol, maka atribut tersebut perlu dipertahankan dan apabila hasil pengurangan Y dan X adalah positif, maka atribut tersebut perlu disesuaikan (jika memungkinkan) sehingga menjadi lebih efisien.
e)
CHAID Analysis
CHAID adalah singkatan dari chi-square automatic interaction detector. Prosedurnya dikenal dengan automatic interaction detector (AID) dan menggunakan statistik chi-square sebagai alat utamanya.
CHAID secara
keseluruhan bekerja untuk menduga sebuah variabel tunggal, disebut sebagai variabel dependen (terikat), yang didasarkan pada sejumlah variabel-variabel lain, disebut sebagai variabel independen (bebas) (Kunto dan Hasana 2006). CHAID adalah metode eksplorasi untuk mengklasifikasikan data kategori yang bertujuan membagi serangkaian data menjadi subgrup-subgrup yang berbeda secara signifikan berdasarkan kriteria yang ditetapkan. Kriteria tersebut disebut juga sebagai variabel dependen (Lehmann dan Eherler 2001). Menurut Bagozzi (1994) dalam Kunto dan Hasana 2006, CHAID digunakan untuk membentuk segmentasi yang membagi sebuah sampel menjadi dua atau lebih kelompok yang berbeda berdasarkan sebuah kriteria tertentu. Kemudian diteruskan dengan membagi kelompok-kelompok tersebut menjadi kelompok yang lebih kecil berdasarkan variabel-variabel independen yang lain dan
35
seterusnya sampai tidak ditemukan lagi variabel independen yang signifikan secara statistik. Segmen-segmen yang dihasilkan akan bersifat saling lepas yang secara statistik akan memenuhi kriteria pokok segmentasi dasar. Hasilnya juga akan memberikan peringkat pada variabel independen dari yang paling signifikan sampai yang tidak signifikan berdasarkan uji chi-square.
Uji chi-square
merupakan uji non-parametrik yang sesuai untuk menguji hubungan antar variabel yang berbentuk kategori (Myers 1996 dalam Kunto dan Hasana 2006). Menurut Baron dan Phillips (Sharp et al 2002 dalam Kunto dan Hasana 2006), analisis CHAID dapat diringkas menjadi 3 elemen kunci, yaitu: (1) uji signifikansi chi-square, dilakukan untuk mengidentifikasi variabel independen yang paling signifikan dalam data; (2) koreksi Bonferroni; dan (3) sebuah algoritma yang digunakan untuk menggabungkan kategori-kategori variabel. CHAID pada dasarnya merupakan sebuah proses empat langkah yang iteratif, yaitu (Gallagher 2000 dalam Kunto dan Hasana 2006): (1)
Pemeriksaan tiap variabel independen menggunakan uji chi-square untuk menentukan kategori mana yang nantinya signifikan untuk menunjukkan perbedaan dalam variabel dependen dan mengumpulkan pula semua kategori yang tidak signifikan;
(2)
Penentuan variabel independen mana yang paling signifikan, yang terbaik untuk digunakan dalam membedakan variabel dependen berdasarkan nilai signifikansi hasil uji yang dilakukan;
(3)
Pembagian data menggunakan kategori variabel independen tersebut dengan peringkat yang paling signifikan;
(4)
Selanjutnya untuk setiap tingkatan dilakukan: a) pemeriksaan kategori variabel-variabel independen yang tersisa untuk menentukan peringkat yang paling signifikan dalam penentuan perbedaan variabel dependen selanjutnya dan memisahkannya dengan yang tidak signifikan; b) penentuan variabel independen mana yang paling signifikan dan kemudian diteruskan lagi dengan pembagian datanya menggunakan variabel ini.
36
(5)
Pengulangan langkah ke-4 untuk semua subgrup sampai teridentifikasi semua pembagian yang secara statistik telah signifikan. CHAID akan membedakan variabel-variabel independennya menjadi tiga
bentuk yang berbeda, yaitu (Gallagher 2000 dalam Kunto dan Hasana 2006): (1)
Monotonik: kategori-kategori pada variabel ini dapat dikombinasikan atau digabungkan oleh CHAID hanya jika keduanya berdekatan satu sama lain, yaitu variabel-variabel yang kategorinya menuruti urutan aslinya (data ordinal).
(2)
Bebas: kategori-kategori pada variabel ini dapat dikombinasikan atau digabungkan walaupun keduanya berdekatan atau tidak satu sama lain (data nominal).
(3)
Mengambang
(floating):
kategori-kategori
pada
variabel
ini
akan
diperlakukan seperti monotonik kecuali untuk kategori yang terakhir (missing value) yang dapat dikombinasikan dengan kategori manapun. Hasil pembentukan segmen dalam CHAID akan ditampilkan dalam sebuah diagram pohon (tree diagram). Secara umum diagram pohon dari CHAID ditampilkan pada Gambar 10 (Lehmann dan Eherler 2001). Y nY=1 nY=2 nY=3 X1 1
2
3
nY=1, X1=1 nY=2, X1=1 nY=3, X1=1
nY=1, X1=2 nY=2, X1=2 nY=3, X1=2
nY=1, X1=3 nY=2, X1=3 nY=3, X1=3 X3
X2 1
2
1
2
nY=1, X1=1, X2=1 nY=2, X1=1, X2=1 nY=3, X1=1, X2=1
nY=1, X1=1, X2=2 nY=2, X1=1, X2=2 nY=3, X1=1, X2=2
nY=1, X1=3, X3=1 nY=2, X1=3, X3=1 nY=3, X1=3, X3=1
nY=1, X1=3, X3=2 nY=2, X1=3, X3=2 nY=3, X1=3, X3=2
Gambar 10 Diagram pohon dalam analisis CHAID