I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Kerusakan saraf tepi dapat memicu kelumpuhan motoris dan sensoris
sehingga menurunkan kualitas hidup individu (Deumens et al., 2010). Kejadian kerusakan saraf tepi traumatik pada anak-anak lebih banyak disebabkan oleh faktor genetik (46,78%), kemudian komplikasi akibat operasi (16,95), kecelakaan lalu lintas (15,7%), dan sayatan benda tajam (12,8%), sedangkan pada orang dewasa faktor penyebab utama kerusakan saraf tepi adalah sayatan benda tajam (27,57%), komplikasi akibat operasi (25,67%) dan kecelakaan lalu lintas (23,77%) (Uzun et al. 2006). Di Indonesia, Badan Pusat Statistik mencatat sebanyak 69.260 kecelakaan pada tahun 2009 (Badan Pusat Statistik, 2009a). Apabila jarak antara segmen proksimal dan distal saraf yang cedera terlalu lebar, maka regenerasi akan terhambat sehingga pada akhirnya memicu kelumpuhan permanen (Deumens et al., 2010). Penanganan saraf yang terputus dengan jarak yang lebar memerlukan adanya pipa penyambung saraf. Standar pipa penyambung saraf adalah mempunyai karakter makroskopik, kekuatan mekanis dan mikrostruktur mirip dengan saraf tepi semula (Gu et al., 2011). Pembuatan mikrostruktur pipa penyambung saraf dapat dilakukan dengan fabrikasi biomaterial (Lin et al., 2008) atau dengan jaringan cangkok saraf tepi acellular (Stang et al., 2009). Fabrikasi biomaterial lebih rumit guna membuat pori-pori mikrometer sedangkan pembuatan saraf tepi acellular dapat lebih sederhana dikerjakan.
1
2
Pembuatan saraf tepi acellular membutuhkan donor jaringan saraf tepi. Donor saraf tepi yang ideal adalah allograft namun ketersediaannya sangat terbatas dari kadaver. Donor yang sedang dikembangkan adalah jaringan hewan (xenograft) yang ketersediaannya lebih banyak (Shamdani, 2010), namun jaringan xenograft apabila dicangkokkan langsung ke manusia dapat memicu terjadinya penolakan sistem imun yang berat. Guna mengatasi reaksi penolakan tersebut,
jaringan
xenograft
perlu
dihilangkan
komponen
selularnya
(deselularisasi) dan menyisakan matriks ekstraseluler saja (Sondell et al., 1998). Donor jaringan acellular yang banyak digunakan adalah babi. Jaringan acellular kulit asal babi yang sudah komersial (misalnya Xe-Derma®) telah digunakan untuk mengobati luka bakar pada anak-anak (Zajicek et al., 2011). Jaringan saraf tepi acellular asal babi sudah pula dikembangkan (Zhang et al., 2010; Xu et al., 2011). Donor xenogenic acellular yang lain yang sedang dikembangkan adalah domba. Jaringan acellular asal domba yang sudah dibuat adalah jaringan pembuluh darah acellular (Edwards dan Roberts, 1992; Zhao et al., 2010). Indonesia memiliki sosial budaya yang berbeda dengan negara lain yaitu mayoritas penduduknya adalah penganut agama Islam sehingga melarang produk asal babi. Hal inilah menyebabkan populasi domba di Indonesia lebih banyak daripada babi. Badan Pusat Statistik mencatat pada tahun 2009 populasi masingmasing babi dan domba di Indonesia adalah masing-masing 6.972 ekor dan 10.199 ekor (Badan Pusat Statistik, 2009b). Domba memiliki ukuran tubuh yang mirip dengan babi. Domba ekor kurus memiliki panjang badan 51,6 cm dan lingkar dada 71,46 cm (Einstiana 2006 cit. Tirtosiwi, 2011). Babi potong (babi
3
Yorkshire) memiliki panjang badan 59,2 cm dan lingkar dada 66,1 cm (Siemens et al., 1990). Matriks ekstraseluler pada saraf tepi adalah serabut kolagen (Zhoconde, 2008). Struktur kolagen pada semua mamalia mirip satu sama lain (Banks, 1993), serta kolagen berperan dalam kekuatan mekanis pada jaringan (Pins et al., 1992; Roeder et al., 2002). Kemungkinan jaringan acellular domba memicu inflamasi pada manusia lebih kecil. Hal ini berdasarkan bahwa jaringan xenogenic tulang rawan asal domba lebih rendah memicu pelepasan mediator radang (IL-1, IL-6, IL-10 dan TNF-α) dibandingkan tulang rawan asal babi pada uji in vitro dengan sel mononuclear manusia (Hetherington et al., 2005). Karakter jaringan setelah dideselularisasi tidak mungkin sama dengan kondisi segarnya (Sondell et al., 1998; Yang et al., 2010) namun karakter jaringan pasca deselularisasi sebaiknya mirip dengan karakter jaringan saat kondisi segar. Karakter saraf tepi secara makroskopik yang diamati adalah warna sebagai indikator proses deselularisasi dan diameter saraf (Yang et al., 2010), karakter mikrostruktur segar berupa jumlah fasikulus dan diameter fasikulus (Sladjana et al., 2008; Gustafson et al., 2009) yang penting sebagai indikator seberapa banyak serabut saraf yang terkandung di dalamnya, karakter mikrostruktur acellular meliputi jumlah sel sebagai indikator keberhasilan proses deselularisasi dan diameter pori yang terbentuk yang penting untuk memfasilitasi regenerasi akson (Sondell et al., 1998, Borschel et al., 2003; Yang et al., 2010) dan , sedangkan karakter kekuatan mekanis yang diamati adalah ultimate tensile stress dan ultimate tensile strain sebagai indikator karakteristik dari kekuatan saraf (Liu et al., 1948; Borschel et al., 2003; Yang et al., 2010).
4
Domba sebagai alternatif donor xenograft saraf tepi pasca deselularisasi menggantikan babi harus memiliki karakter makroskopik, kekuatan mekanis dan mikrostruktur acellular yang mirip dengan karakter saraf tepi pasca deselularisasi asal babi. Selain itu karakter jaringan saraf tepi pasca deselularisasi yang ideal adalah karakter jaringan sama dengan karakter saraf tepi segar. Perbedaan karakter antara saraf segar dan pasca deselularisasi serta perbedaan karakter antara babi dan domba sebagai donor xenograft belum diketahui.
1.2.
Perumusan Masalah Dari latar belakang dapat disimpulkan bahwa perlu dibuktikan tidak ada
perbedaan karakter makroskopik, mikrostruktur, dan kekuatan mekanis antara saraf tepi segar dan pasca deselulariasi dari domba dan babi sehingga keduanya dapat digunakan sebagai donor xenograft saraf tepi.
1.3.
Pertanyaan Penelitian Dari perumusan masalah di atas muncul pertanyaan penelitian yaitu: 1. Apakah ada perbedaan karakter makroskopik, mikrostruktur, dan kekuatan mekanis antara saraf tepi segar dan pasca deselularisasi pada domba ? 2. Apakah ada perbedaan karakter makroskopik, mikrostruktur, dan kekuatan mekanis antara saraf tepi segar dan pasca deselularisasi pada babi ? 3. Apakah ada perbedaan karakter makroskopik, mikrostruktur, dan kekuatan mekanis antara saraf tepi pasca deselularisasi asal babi dan domba ?
5
1.4.
Keaslian Penelitian Adapun penelitian-penelitian berkaitan yang pernah dilaporkan yaitu:
1. Pembuatan jaringan saraf tepi acellular asal babi serta pemeriksaan mikrostruktur saraf tepi acellular tersebut sudah dilaporkan oleh Zhang et al. (2010) dan dipatenkan oleh Xu et al. (2011) dengan no patent US20110135706A1. 2. Jaringan asal domba yang telah dideselularisasi dan dilaporkan adalah pembuluh darah oleh Edwards dan Roberts (1992), serta Zhao et al. (2010). 3. Penelitian tentang saraf tepi domba yang diaplikasikan tanpa deselularisasi dan dicangkokan secara allograft dengan hewan coba domba sudah pernah dilaporkan oleh Hare et al. (1996). 4. Pemeriksaan karakterisasi kekuatan mekanis pada saraf tepi segar dan pasca deselularisasi sudah pernah dilakukan pada tingkat saraf tepi tikus oleh Borschel et al. (2003). 5. Pemeriksaan karakter makroskopik mikrostruktur saraf tepi acellular tikus sudah dilaporkan oleh Hagg et al. (1991); Sondell et al. (1998); Vaconcellos et al. (1999); Walsh et al. (2009); dan Jesuraj et al., (2011) 6. Karakterisasi mikroskopik saraf tepi ischiadus manusia sudah pernah dilaporkan oleh Sladjana et al. (2008) dan saraf femoralis manusia oleh Gustafson et al.(2009) 7. Karakterisasi kekuatan mekanis saraf tepi manusia segar sudah pernah dilaporkan oleh Liu et al. (1948)
6
8. Pembuatan saraf acellular manusia dan karakterisasi makroskopik dan kekuatan mekanis sudah pernah dilaporkan oleh Yang et al. (2010).
Berdasarkan pernyataan di atas, maka penelitian mengenai karakterisasi makroskopik kekuatan mekanis dan mikrostruktur pada saraf tepi domba dan babi segar dan pasca deselularisasi dari domba dan babi belum pernah diteliti.
1.5.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah karakterisasi makroskopik, mikrostruktur dan
kekuatan mekanis saraf tepi domba dan babi segar dan pasca deselularisasi.
1.6.
Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini akan memberikan manfaat berupa:
1. Memberikan informasi mengenai perbedaan karakter makroskopik, mikrostruktur, dan kekuatan mekanis saraf tepi domba dan babi kondisi pasca deselularisasi. 2. Memberikan informasi mengenai kemiripan karakter makroskopik, mikrostruktur dan kekuatan mekanis saraf pasca deselularisasi domba dan babi dengan karakter saraf tepi manusia berdasarkan studi pustaka yang kelak dikembangkan untuk penanganan kerusakan saraf tepi manusia.
7
1.7.
Kerangka Pikir Permasalahan Berdasarkan
permasalahan
tersebut,
kerangka
pikir
permasalahan
dinyatakan pada Gambar 1. Kegagalan regenerasi saraf tepi setelah kerusakan mampu memicu gangguan fungsi sensorik dan motorik sehingga menurunkan kualitas hidup ↓ Kerusakan saraf tepi yang parah yaitu terputusnya saraf tepi sehingga perlu pipa penyambung saraf yang memiliki kekuatan mekanis dan mikrostruktur yang sama dengan jaringan saraf tepi semula atau segar ↓ Pembuatan pipa penyambung saraf dapat diperoleh dari proses deselularisasi jaringan donor saraf tepi baik allograft atau xenograft ↓ Ketersediaan donor allograft sangat terbatas sedangkan fabrikasi biomaterial membutuhkan peralatan yang canggih sehingga perlu dikembangkan dari donor xenograft (asal hewan) yang ketersediaannya sangat banyak ↓ Jaringan cangkok xenograft perlu dilakukan deselularisasi (penghilangan sel) guna menurunkan penolakan respon imun di resipien dan menghasilkan jaringan acellular yang menyisakan matriks ekstraseluler ↓ Karakter jaringan acellular berupa makroskopik, mikrostruktur dan kekuatan mekanis dipengaruhi dengan metode deselularisasi yang dipakai, jenis jaringan dan asal donor. ↓ Jaringan xenograft acellular sudah banyak dikomersialkan dan diaplikasikan untuk manusia, dan donor xenograft yang banyak dikembangkan adalah babi. ↓ Domba menjadi alternatif donor xenograft di Indonesia karena populasinya lebih banyak daripada babi di Indonesia, dan domba memiliki ukuran tubuh yang mirip dengan babi ↓ Matriks ektraseluler dari saraf tepi yaitu kolagen yang memiliki kemiripan pada semua mamalia (domba dan babi), kolagen berperan dalam kekuatan mekanis ↓ Perbedaan karakter makroskopik, kekuatan mekanis dan mikrostruktur baik pada saraf tepi segar dan pasca deselularisasi (karakter kandidat pipa penyambung saraf) antara domba dan babi belum diketahui Gambar 1. Skema kerangka pikir permasalahan