HUBUNGAN PERSEPSI PASIEN TENTANG PERAWAT IGD RSUD WATES KULON PROGO YOGYAKARTA DENGAN KECEMASAN PASIEN DI RUANG IGD RSUD WATES KULON PROGO I Gede Pera Westu Kencana1, Abdul Majid2, Abror Shodiq3 INTISARI
Latar Belakang: Selama ini, citra perawat masih jauh dari harapan perawat itu sendiri. Di mata sebagian masyarakat, perawat masih sering dinilai tidak memiliki ilmu dan tidak mandiri. Penilaian semacam ini bisa disebabkan oleh beberapa hal yaitu ketidaktahuan masyarakat akan tugas perawat, grey area tugas dan kewenangan perawat dengan dokter. Hal tersebut ditakutkan akan mempengaruhi persepsi pasien ketika masuk Rumah Sakit terutama di ruang IGD ( Instalasi Gawat Darurat). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan, ditemukan bahwa 7 pasien yang sedang mengalami perawatan menganggap bahwa dokter memiliki kedudukan yang lebih tinggi dan perawat adalah asisten dari dokter, selain itu 7 pasien tersebut mengaku merasa cemas saat berada di IGD RSUD Wates Kulon Progo Yogyakarta. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara persepsi pasien tentang perawat IGD RSUD Wates Kulon Progo Yogyakarta dengan kecemasan pasien di ruang IGD RSUD Wates Kulon Progo Yogyakarta. Metodologi Penelitian: Penelitian ini menggunakan 74 responden, menggunakan metode survey analitik dengan studi korelasi serta dengan rancangan cross-sectional, subjek penelitian ini adalah pasien baru yang mendapat perawatan di ruang IGD RSUD Wates Kulon Progo Yogyakarta dengan menggunakan teknik Consecutive Sampling. Analisa data dilakukan dengan uji Chi Square, dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil Penelitian: Uji korelasi antara persepsi pasien tentang perawat IGD dengan kecemasan pasien di ruang IGD dengan menggunakan uji Chi Square dengan p-value = 0,002. Kesimpulan: Ada hubungan antara persepsi pasien tentang perawat IGD RSUD Wates Kulon Progo Yogyakarta dengan kecemasan pasien IGD RSUD Wates Kulon Progo Yogyakarta. Kata Kunci: Persepsi Pasien, Kecemasan Pasien , Ruang IGD. 1
Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan, Universitas Respati Yogyakarta Dosen Poltekes Kemenkes Yogyakarta 3 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta 2
ASSOCIATION BETWEEN PERCEPTION OF PATIENTS TO NURSES AND ANXIETY OF PATIENTS AT THE EMERGENCY INSTALLATION OF WATES HOSPITAL KULON PROGO I Gede Pera Westu Kencana1, Abdul Majid2, Abror Shodiq3
ABSTRACT
Background: So far image of nurses is still far from their own expectation. In the public eye, nurses are often viewed as not having scientific base and not independent. Such a view may be caused by some aspects, i.e. ignorance of the public on duties of nurses, grey area of duties and authority between nurses and doctors. This is feared to affect perception of patients when they come to hospital, particularly at the emergency installation. Preliminary study revealed 7 patients undergoing treatment considered that doctors had higher position and nurses were assistants of the doctor. These patients were worried while they were at the Emergency Installation of Wates Hospital Kulon Progo Yogyakarta. Objective: To identify association between perception of patients to nurses at the Emergency Installation of Wates Hospital and anxiety of patients at the Emergency Installation of Wates Hospital Kulon Progo Yogyakarta. Method: The study used analytic survey method with correlation study and cross sectional design, involving 74 respondents. Subjects were new patients undergoing treatment at the Emergency Installation of Wates Hospital Kulon Progo Yogyakarta taken through consecutive sampling technique. Data analysis used chi square at confidence interval 95%. Result: The result of correlation test between perception of patients to nurses at the Emergency Installation and anxiety of patients at the Emergency Installation using chi square was p-value=0.002. Conclusion: There was association between perception of patients to nurses at the Emergency Installation of Wates Hospital Kulon Progo Yogyakarta and anxiety of patients at the Emergency Installation of Wates Hospital Kulon Progo Yogyakarta. Keywords: perception of patients, anxiety of patients, emergency installation 1. – 2. Health Polytechnic Yogyakarta 3. Dr. Sardjito Hospital Yogyakarta
A. LATAR BELAKANG Sejalan dengan berkembangnya zaman, pelayanan kesehatan mengalami perkembangan dalam upaya menghadapi era globalisasi yang menuntut persaingan yang cukup tinggi di antara rumah sakit baik rumah sakit swasta maupun pemerintah. Pada kondisi persaingan yang tinggi, pelanggan memiliki informasi yang memadai dan mampu untuk memilih diantara beberapa alternatif pelayanan yang ada. Oleh karena itu untuk memenangkan persaingan dalam mendapatkan pelanggan, rumah sakit harus dapat memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas yang dapat memberikan kepuasan pada pasien. 1 Salah satu bagian yang berperan penting dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yaitu pelayanan keperawatan. Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang mempunyai konstribusi yang besar terhadap pelayanan kesehatan. Faktor utama untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan adalah tenaga keperawatan yang efektif dan efisien sebagai sumber daya manusia 2 Di Amerika Serikat ada ER (Emergency Room), ED (Emergency Department). Di Inggris dan negara Commonwealth ada A&E (Accident & Emergency). Di Amerika Serikat setelah selesai Perang Vietnam, para veteran korps kesehatannya memperbaiki penanggulangan gawat darurat di Amerika Serikat dengan memulai penanggulangan ambulan gawat darurat pra RS yang pada tahun1990 menjadi 911 dan pada fase RS dibentuk Trauma Center tingkat 3-1 dengan tingkat 1 sebagai tingkat yang tertinggi. Di Indonesia dimulai dengan yang disebut Pintu Gerbang RS dimana semua pasien Gawat Darurat ditanggulangi. Kemudian berkembang menjadi Unit Gawat Darurat, tetapi ada juga yang disebut dengan Unit Darurat Khusus. Kemudian demi kepentingan administrasi RS maka ada yang disebut dengan UGD, URD, IGD, dan IRD. 3 Selama ini, citra perawat masih jauh dari harapan perawat itu sendiri. Di mata sebagian masyarakat, perawat masih sering dinilai tidak memiliki ilmu dan tidak mandiri. Penilaian semacam ini bisa disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, karena ketidaktahuan masyarakat akan tugas perawat. Tugas perawat yang langsung bersentuhan dengan pasien mempengaruhi gambaran tugas secara keseluruhan. Kebutuhan pasien, terlebih dengan tingkat ketergantungan yang tinggi sangat membutuhkan bantuan perawat. Kedua, tingkat pendidikan perawat yang heterogen ditambah latar belakang seseorang memilih profesi perawat sangat menentukan kualitas perawat itu sendiri sehingga mempengaruhi sudut pandang ilmu dan daya pikir serta sikap. Ketiga, batas kewenangan perawat sebagai bagian dari tim kesehatan di lapangan tidak jelas. Gesekan dengan profesi dokter seringkali terjadi. Grey area tugas dan kewenangan perawat dan dokter sangat lebar. Dari 3 (tiga) hal tersebut sehingga wajar apabila pasien ketika masuk Rumah Sakit yang dihadapkan pada perawat merasa cemas. 4 Tindakan penanggulangan kegawatdaruratan selalu mengutamakan keselamatan pasien, dimana saat melakukan
tindakan
kegawatdaruratan
perawat
harus
bertindak
cepat
dan
akhirnya
cenderung
mengesampingkan kecemasan pasien. Dikhawatirkan sikap perawat dalam menangani kegawatdaruratan tersebut akan membudaya dalam melayani pasien lainnya yang tidak sedang mengalami kegawatdaruratan. Sehingga manejemen terhadap kecemasan pasien akan terabaikan.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan, pada bulan Desember 2011 jumlah pasien IGD RSUD Wates Kulonprogo Yogyakarta adalah 1095 pasien. Selain itu, terdapat 284 pasien yang terdaftar di IGD RSUD Wates dengan rentang usia 18-55 tahun pada periode tersebut. Jumlah perawat yang ada sekarang adalah 17 orang, 9 orang diantaranya adalah perawat tetap atau PNS dengan usia antara 32 sampai 49 tahun. Diantaranya adalah 2 orang lulusan S1, 7 orang lainnya adalah D3. Hasil wawancara yang dilakukan pada 7 pasien yang sedang menjalani perawatan di ruang IGD RSUD Wates menyatakan dalam keadaan cemas tetapi tidak disampaikan penyebab kecemasan tersebut. Di samping itu juga pasien masih menganggap perawat adalah pembantu dokter dimana menurut pasien dokter memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari perawat, ini terjadi karena pasien belum mengerti dan memahami tugas perawat itu sendiri. Pasien memandang ruang IGD adalah tempat untuk mendapatkan pelayanan darurat yang memerlukan tindakan cepat (Profil RSUD Wates, 2012). 5 Pelayanan yang diberikan oleh perawat di ruang IGD dapat mempengaruhi kecemasan pasien di mana pelayanan yang didapatkan tersebut merupakan stimulus yang menimbulkan persepsi. Sehingga menurut peneliti terdapat hubungan antara persepsi pasien tentang perawat IGD dengan kecemasan pasien. Berdasarkan data-data dan penjelasan di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan Persepsi Pasien tentang Perawat IGD dengan Kecemasan Pasien di Ruang IGD RSUD Wates Kulon Progo Yogyakarta”.
B. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik, merupakan study korelasi, penelitian atau penelahaan hubungan antara dua variabel. Kemudian melakukan analisis dinamika korelasi antara variabel bebas dan variabel terikat, rancangan penelitian ini dengan cross sectional, di mana pengukuran variabel independen maupun variabel dependen dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Penelitian ini dimulai pada bulan Mei 2012 hingga Juni 2012 di IGD RSUD Wates Kulon Progo YogyakartaTeknik pengambilan sampel menggunakan teknik consecutive sampling. Dengan jumlah sampel 74 responden Dengan criteria inklusi Pasien yang baru pertama kali datang ke IGD RSUD Wates.Usia 18-55 tahun, pasien yang dapat berkomunikasi dengan baik dan tidak mempunyai gangguan jiwa dan gangguan kesadaran. Pengolahan data dilakukan dengan analisa univariat dan bivariat. dengan menggunakan derajat kepercayaan 95% (α =0,05).6 7
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian 1.
Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini yaitu adalah pasien baru yang datang ke IGD RSUD Wates dengan rentang usia 18 sampai dengan 55 tahun dengan jumlah responden 74 orang. Karakteristik responden yang diambil dalam penelitian ini meliputi umur, pekerjaan, pendidikan.
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Responden IGD RSUD Wates Kulon Progo Juni 2012. (n= 74) Karakteristik
F
(%)
Usia Responden (tahun) 18-40 41-55
25 38
33,8 51,4
Karakteristik
F
%
Pendidikan S1 D III SMA SMP SD
8 9 34 18 5
10,8 12,2 45,9 24,3 6,8
Pekerjaan Pelajar TNI PNS Swasta Wiraswasta/Pedagang IRT Petani
2 2 5 27 22 2 11
2,7 2,7 6,8 36,5 29,7 6,8 14,9
Berdasarkan tabel 4.1. di atas menunjukkan bahwa usia responden paling banyak pada usia 25-40 tahun yaitu sebanyak 38 orang ( 51.4), pendidikan responden paling tinggi adalah SMU yaitu sebanyak 34 orang (45.9%) dan pekerjaan responden mayoritas sebagai pegawai swasta sebanyak 27 orang (36,5%). 2.
Analisis Univariat a.
Persepsi pasien di Ruang UGD RSUD Wates Kulon Progo Yogyakarta Gambar 4.1 Distribusi frekuensi berdasarkan persepsi pasien tentang perawat di IGD RSUD Wates Kulon Progo Yogyakarta Juni 2012
persepsi pasien positif
negative
17,6%
82,4%
Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa persepsi positif pasien terhadap perawat IGD RSUD Wates Kulon Progo Yogyakarta sebanyak 61 orang ( 82,4% b.
Tingkat Kecemasan Pasien di Ruang IGD RSUD Wates Kulonprogo Yogyakarta. Gambar 4.2 Distribusi frekuensi tingkat kecemasan pasien di IGD RSUD Wates Kulonprogo Yogyakarta Juni 2012.
kecemasan pasien ringan
sedang
berat
14,9% 43,2%
41,9%
Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa kecemasan pasien di ruang IGD RSUD Wates Kulonprogo Yogyakarta adalah kecemasan ringan 32 orang (43,2%). 3.
Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan tabulasi silang yang bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel bebas yaitu Persepsi Pasien dengan variabel terikat yaitu Kecemasan Pasien. Uji statistik yang digunakan adalah chi square dengan tingkat kemaknaan p < 0,05. Untuk menghitung kemungkinan risiko, yaitu berapa kali peningkatan atau penurunan risiko pada populasi, dilihat dari Chi Square (X2) dengan Interval Kepercayaan 95 %.
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan hubungan antara Persepsi Pasien Tentang Perawat IGD dengan Kecemasan Pasien di Ruang IGD RSUD Wates Kulon Progo Yogyakarta. Tingkat
X2 hitung
Persepsi Responden
Kecemasan Positif
p-value
Negatif
Ringan Sedang Berat
n 28 28 5
% 45.9 45.9 8.2
Total
61
100
N 4 3 6
13
% 30.8 23.1 46.2
12.287
0.002
100
Hubungan Persepsi Pasien dan Kecemasan Pasien dapat dilihat pada Tabel 4.2 Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa persepsi pasien positif dengan tingkat kecemasan ringan dan sedang sebanyak 28 orang (45,9%), pasien dengan persepsi negatif dengan tingkat kecemasan ringan sebanyak 4 orang (30,8%) dan pasien dengan kecemasan sedang dengan persepsi negatif sebanyak 3 orang (23,1%). Persepsi positif dengan tingkat kecemasan berat sebanyak 5 orang (8,2%) dan persepsi negatif pada pasien dengan kecemasan berat yaitu sebanyak 6 orang (46,2%). Hasil statistic Chi Square menunjukan bahwa nilai X2 sebesar 12,287 serta diperoleh p-value 0,002. Hal ini menunjukan bahwa p-value sebesar 0,002 < 0,05 maka Ho ditolak yang berarti ada hubungan yang signifikan antara Persepsi Pasien Tentang Perawat IGD RSUD Wates Kulon Progo Yogyakarta dengan Kecemasan Pasien di Ruang IGD RSUD Wates Kulon Progo Yogyakarta.
A. PEMBAHASAN 1.
Persepsi pasien tentang perawat IGD di ruang IGD RSUD Wares Kulon Progo Yogyakarta Persepsi pasien tentang perawat IGD di ruang IGD RSUD Wates Kulon Progo Yogyakarta diketahui bahwa mayoritas pasien memiliki persepsi yang positif sebanyak (82,4%). Dimana persepsi positif ini dipengaruhi oleh tingkatan pendidikan responden. Mayoritas pendidikan rewsponden adalah berlatar belakang SMA ke atas yaitu 51 orang (68,9%). Ini mungkin dikarenakan tingkat pendidikan seseorang sangat mempengaruhi pengetahuan seseorang, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin tinggi pula pengetahua yang dimiliki sesorang. Dengan pengetahuan yang tinggi seseorang akan mampu mempersepsikan suatu objek atau fenomena yang ada dengan baik. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hafni Hasim (2012). Dengan judul hubungan persepsi pasien tentang empati perawat dengan kepuasan pasien di ruang rawat inap RSUD Sleman Yogyakarta. Hasil penelitian tersebut didapatkan hasil mayoritas latar belakang responden berpendidikan SMA sebesar (44,8%) dengan persepsi baik sebesar (75,6%) dan persepsi kurang baik sebesar (8,8%).
Persepsi dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pengetahuan seseorang, faktor yang pada pemersepsi /pihak pelaku persepsi, faktor objek atau target yang dipersepsikan dan faktor situasi dimana persepsi itu dilakukan. Selain faktor pendidikan, persepsi pasien positif tersebut dipengaruhi oleh usia. Dimana mayoritas responden yang berumur 41-60 tahun sebanyak 49 orang (66,2%). Pada umur 41-60 tahunan manusia sudah mampu berfikir secara realistis dan memiliki daya penalaranyang lebih baik, sehingga seseorang mampu menerima stimulus dari luar dirinya dengan baik pula karena dipengaruhi oleh pengalaman. Sehingga antara usia dan pengalaman saling berkaitan dimana persepsi adalah proses pengorganisasian dan penginterpretasian terhadap rangsangan yang timbul akibat adanya stimulus yang diterima melaluilima panca indera yang dipengaruhi oleh pengalaman. 9 10 11 Dalam penelitian ini di dapat pula 7 orang tidak bekerja (9,5%) dan (91,5%) bekerja. Mayoritas responden berprofesi sebagai pegawai swasta sebayak 27 orang (36,5%). Ini dimungkinkan karena pegawai swasta tidak memiliki tunjangan pensiunan sehingga mereka akan selalu termotivasi untuk meningkatkan penghasilan ditambah lagi dengan tuntutan dari atasan dan persaingan di dunia kerja. Pekerja swasta selalu berfikir kedepan dan selalu mempersiapkan rencana saat mereka berhenti atau pensiun dari instansi tempatnya bekerja. Sehingga mereka akan selalu berusaha untuk mengakses ilmu pengetahuan baru yang akan memepengaruhi persepsi mereka. Antara tingkat pendidikan dengan pekerjaan seseorang sangat erat kaitannya, dimana semakin tinggi pendidikan orang maka pekerjaan seseorang cenderung semakin baik atau layak. Selain faktor tersebut, variabel yang menentukan persepsi adalah umur, tingkat pendidikan, latar belakang sosial ekonomi, budaya, lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian dan pengalaman hidup individu.9 2.
Tingkat kecemasan pasien di ruang IGD RSUD Wares Kulon Progo Yogyakarta Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa tingkat kecemasan pasien di ruang IGD RSUD Wates Kulon Progo Yogyakarta mayoritas mengalami kecemasan ringan (43,2%). Faktor usia sangat berpengaruh pada tingkat kecemasan responden dimana mayoritas umur responden adalah 41-60 tahun (66,2%) karena pada umur 41-55 tahun adalah masa dewasa madya. 12 Pada umur 41-55 tahun manusia mungkin lebih mampu dalam mengontrol perasaan cemas dan emosinya karena pada umur ini seeseorang sudah memiliki kematangan mental dan pengalaman yang lebih dalam memecahkan masalah. Sehingga kematangan yang dimiliki oleh pasien tersebut yang membantu dalam beradaptasi dengan masalah yang sedang dialaminya. Faktor pengalaman berkaitan dengan usia, karena semakin tua seseorang pengalaman yang dimilikinya akan semakin banyak yang membuat kemampuan koping terhadap kecemasan akan semakin baik karena kecemasan merupakan respon individu terhadap keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupannya sehari-hari. Kecemasan merupakan pengalaman subyektif dari individu dan tidak dapat diobservasi secara langsung serta merupakan suatu keadaan emosi tanpa obyek yang spesifik.13
Faktor pendidikan berperan penting dalam kecemasan ringan responden. Mayoritas responden dalam penelitian ini memiliki latar belakang pendidikan SMA yaitu sebanyak 51 orang (68,9%). Tingkat pendidikan seseorang berpengaruh dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang datang baik dari dalam maupun dari luar dirinya. Seseorang yang memiliki pendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional dibandingkan mereka yang berpendidikan lebih rendah atau mereka yang tidak berpendidikan. Kecemasan adalah respon yang dapat dipelajari, pendidikan yang rendah menjadi faktor penunjang terjadinya kecemasan. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan seseorang sehingga pengetahuan yang rendah mengakibatkan seseorang mudah mengalami stres. Ketidak tahuan terhadap suatu hal dianggap sebagai tekanan yang dapat mengakibatkan krisis dan dapat menimbulkan kecemasan. Stres dan kecemasan dapat terjadi pada individu dengan tingkat pengetahuan yang rendah, disebabkan karena kurangnya informasi yang diperoleh. Kecemasan terjadi pada individu dengan tingkat pengetahuan yang rendah, disebabkan karena kurangnya informasi yang diperoleh. 14 15 Tingkat pendidikan dan pengetahuan berhubungan terhadap pekerjaan seseorang. Semakin tinggi pendidikan dan pengetahuan seseorang akan menjanjikan pekerjaan yang layak. Dilihat dari umur pasien yang berkisaran antara 41-55 tahun, merupakan umur yang dapat dikatagorikan memiliki kesenioritasan di dalam pekerjaannya. Senioritas juga berhubungan dengan jabatan yang penting didalam suatu instansi dan tentu saja berpengaruh pada pendapatan dan ekonomi. Pada umur tersebut seseorang biasanya telah menemukan keahlian dan menetap pada satu bidang pekerjaan karena telah memiliki pengalaman yang lama pada suatu bidang pekerjaan tersebut. pernyataan tersebut salah satu faktor ekstrinsik yang mempengaruhi kecemasan adalah tingkat sosial ekonomi juga berkaitan dengan pola gangguan psikiatrik. Keadaan ekonomi yang rendah dan tidak memadai dapat mempengaruhi kecemasan pada klien. 17 3.
Hubungan Persepsi Pasien Tentang Perawat IGD dengan Kecemasan Pasien Di Ruang IGD RSUD Wates Kulon Progo Yogyakarta Hasil statistik chi square menunjukkan bahwa nilai x2 sebesar 12,287 serta diperoleh p-value 0,002. Hal ini menunjukkan bahwa p-value sebesar 0,002 < 0,05 maka H0 ditolak yang berarti ada hubungan yang signifikan antara persepsi pasien tentang perawat IGD dengan kecemasan pasien di ruang IGD RSUD Wates Kulon Progo Yogyakarta. Hasil penelitian ini memilliki hubungan dikarenakan antara varabel kecemasan dan variabel persepsi memiliki faktor pengaruh yang sama seperti usia responden yang mayoritas berumur 41-55 tahun sebanyak 49 orang (66,2%). Sehingga semakin tua umur seseorang, semakin meningkatkan nillai persepsi seseorang dalam menerima ataupun menilai stimulus dari luar, karena dipengaruhi oleh pengalaman dan pengetahuan dalam menekan tingkat kecemasan yang ada pada dirinya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Birawan (2012) dengan judul “Hubungan Perilaku Caring Perawat dengan Tingkat Kecemasan Pasien Rawat Inap Di Ruang Anggrek RSUP Dr.Soeradji Tirtonegoro Klaten”, diperoleh hasil bahwa responden yang mengalami kecemasan ringan adalah
responden yang berumur di atas 30 tahun sebanyak (68,33%) ini dikarenakan umur mempengaruhi pengalaman seseorang dan pengalaman berdampak pada kemampuan pasien dalam mengelola tingakat kecemasannya. Kecemasan merupakan respon individu terhadap keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupannya sehari-hari. Kecemasan merupakan pengalaman subyektif dari individu dan tidak dapat diobservasi secara langsung serta merupakan suatu keadaan emosi tanpa obyek yang spesifik. 13 18 Selain usia, faktor pendidikan juga mempengaruhi persepsi responden di IGD RSUD Wates Kulon Progo Yogyakarta mayoritas responden memiliki latar belakang pendidikan SMA sebanyak 51 orang (68,9%). Hal tersebut dikarenakan oleh semakin tingginya tingkat pendidikan seseorang, semakin banyak pengetahuan yang didapat oleh seseorang sehingga berdampak pada kemampuan seseorang dalam mempersepsikan suatu hal atau fenomena dan akhirnya menimbulkan persepsi positif tentang perawat IGD RSUD Wates Kulon Progo Yogyakarta sehingga berpengaruh terhapat tingkat kecemasan pasien di ruang IGD RSUD Wates Kulon Progo Yogyakarta. Semakin tinggi tingakat pendidikan seseorang akan meningkatkan kemampuan seseorang dalam mengelola tingkat kecemasannya. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang sehingga pengetahuan yang rendah dapat mengakibatkan seseorang mudah mengalami stres yang akan mengarah pada kecemasan. 15 Usia dan tinggkat pengetahuan berhubungan erat dengan faktor sosial ekonomi, salah satunya adalah jenis pekerjaan. Dalam penelitian ini diperoleh hasil dari 74 orang responden, 7 orang tidak bekerja (9,5%) dan 67 orang bekerja (90,5%). Mayoritas pekerjaan responden adalah pegawai swasta sebanyak 27 orang (36,5%). Pegawai swasta dituntut untuk selalu produktif sehingga mereka akan terus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mereka agar tetap bisa bertahan dalam persaingan di dunia kerja, ditambah lagi tidak adanya uang pensiuan seperti pegawai negeri yang membuat pikiran dan mental mereka sudah dilatih untuk siap menghadapi kemungkinan terburuk seperti pemecatan, PHK serta persiapan masa pensiun. Mayoritas responden berumur 41-55 tahun, pada usia tersebut mereka telah memili pengalaman di dunia kerjanya yang berdampak pada kemampuan dalam mempersepsikan suatu stimulus dan mengelola tingkat kecemasannya. Selain pekerjaan seseorang memiliki dampak pada pengalaman, pekerjaan juga memiliki dampak terhadap penghasilan yang diperoleh. Pada penelitian ini tidak diteliti mengenai berapa jumlah penghasilan responden karena pada saat dilakukan penelitian sedang diterapkan kebijakan oleh Bupati Kulon Progo dalam rangka 100 hari pemerintahan Bupati yang baru, masyarakat yang berdomisili di Kabupaten Kulon Progo dibebaskan biaya pengobatan bagi masyarakat yang mendapatka perawatan yang < 24 jam dengan hanya menyerahkan foto copy KTP dan KK. Sehingga faktor ini ikut serta mempengaruhi dalam meringankan kecemasan responden di ruang IGD RSUD Wates Kulon Progo Yogyakarta. Salah satu faktor ekstrinsik yang mempengaruhi kecemasan adalah tingkat sosial ekonomi juga berkaitan dengan
pola gangguan psikiatrik. Keadaan ekonomi yang rendah dan tidak memadai dapat mempengaruhi kecemasan pada klien. 5 17
D. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1.
Persepsi pasien terhadap perawat IGD RSUD Wates Kulon Progo Yogyakarta mayoritas memiliki persepsi positif (82,4%).
2.
Tingkat kecemasan pasien yang dirawat di ruang IGD RSUD Wates Kulon Progo Yogyakarta mayoritas mengalami kecemasan ringan (43,2%).
3.
Ada hubungan yang signifikan antara persepsi pasien dengan perawat IGD dengan kecemasan pasien yang dirawat di ruang IGD RSUD Wates Kulon Progo Yogyakarta yang dibuktikan dengan (p = 0,002).
B. Saran 1.
Bagi RSUD Wates Kulon Progo Memberikan masukan kepada manajemen rumah sakit agar tetap mempertahankan dan meningkatkan trens persepsi pasien yang positif dengan jalan memperhatikan manajemen kecemasan pasien serta selalu memberikan pelayanan dengan ramah, sopan dan senyum.
2.
Bagi Ilmu Keperawatan Menggunakan penelitian ini sebagai bahan referensi atau bacaan bagi mahasiswa dalam pengembangan ilmu pengetahuan keperawatan profesional yang berkaitan dengan peran perawat dalam pemberian asuhan keperawatan (care giver) khususnya di ruang IGD.
3.
Bagi peneliti selanjutnya Menggunakan hasil penelitian ini sebagai data awal untuk penelitian selanjutnya. Sehingga penelitian selanjutnya dapat meneliti faktor- faktor lain yang belum diteliti dalam penelitan ini.
DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Depkes RI, 2008. Profil Kesehatan Indonesia 2008. http://www. depkes.go.id . Diakses tanggal 11 Desember 2011. Rakhmawati, Windy, (2008), Perencanaan Kebutuhan Tenaga Keperawatan Di Unit Keperawatan, Bandung: Makalah Pelatihan Manajemen Unit Keperawatan. Tim YAGD 118, (2009) Bassic Trauma Life Support & Bassic Cardiac Life Support. Yayasan Ambulan Gawat Darurat 118 Jakarta. Anonim, (2010), Wacana Suara Merdeka, Edisi 17 Maret 2010, Yogyakarta. Profil RSUD Wates, ( 2012). Notoatmodjo, Soekidjo, (2005), Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam, (2008), Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika Hafni, (2012), Hubungan Persepsi Pasien Tentang Empati Perawat Dengan Kepuasan Pasien Di Ruang Rawat Inap RSUD Sleman Yogyakarta.Skripsi, Tidak Dipublikasikan, Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Universitas Respati Yogyakarta.
9. Walgito, Bimo, (2003), Psikologi Sosial, Yogyakarta Andi. 10. Setiadi, N.J., (2003), Perilaku Konsumen: Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran, Jakarta: Prenada Media. 11. Sunaryo, (2004), Psikologi Untuk Keperawatan, Jakarta: EGC. 12. Harlock, (2002) Psikologi Perkembangan, Jakarta: Erlangga. 13. Suliswati, (2005), Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta: EGC. 14. Hamlik, Oemar, (2008) Proses Belajar & Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara. 15. Soekanto, S, (2002), Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Gravindo. 16. Kaplan J.B & Sadock T.C, (1997), Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis, Edisi ke tujuh, Jakarta: Binarupa Aksara. 17. Birawan, (2012). Hubungan Perilaku Caring Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Rawat Inap Di Ruang Anggrek RSUP DR. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Skripsi. Program Studi S1 Keperawatan Stikes Surya Global. Tidak Dipublikasikan