HASIL DAN PEMBAHASAN EVALUASI KESESUAIAN LAHAN Setiap jeni s penggunaan Iallan dianalisa kesesuaiannya berdasaxkan Lriieria a m sj.ard; paigg.pcan lahan. P,-uggmaau :ahan 4-ang dimaiisa adaldl lint&
industri. pennukiman, pariwisata pantai, pelabuhan perikanan, dan
pertanian di wila\.ah pesisir. Semua analisa ini diidentifiliasi secara terpisah-pisah dengan ~nemperhatikanparameter pembatas berupa kriteria. Kriteria ini didapat dari FAO, BAKOSURTANAL, dan PPGT-UI. Kriteria yang ada pada masingniasing instansi ini tidak rnutlak hams dipergunakan seluruhnya. Tetapi dapat dilakukan prose delianasi, karena kawasan pesisir mempunyai lingkungan yang unik, tidak selalu sama dengan keadaan di daratan. Langkah selajutnya adalah melakukati klasifikasi, dilnana kriteria b a g peruntukan penggunaan lahan diberi pembobotan, scoring. dan kelas. Sistem Infonnasi Geografis (SIG) meinpunyai kernampuan arialisis keruangan (.~pu~lul unulysis) maupun waktu (lenlporul ut~u/y.~is).Dengan kemampuan tersebut SIG dapat ditnanfaatkan dalarn perencanaan apapun karena pada dasarnya sernua perencanaan akan terkait dengan dilnensi ruang dan waktu. Dengan demikian setiap perubahan, baik suinberdaya, kondisi maupun jasa-jasa yang diwilayah perencarlaan akan terpantau dan terkontrol dengan baik. Selain itu pernanfaatan SIG dapat meningkatkan efisiensi waktu dan ketelitian ( ~ k u r u . ~ ~ ) . Perencanaan kawasan pesisir, r~lerupakan suatu perencanaan yang bersifat strategis untuk rnenjembatani perencanaan propinsi maupun pusai dengan perencanaan lokal.
Perencanaan kawasan pesisir terdiri dari perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir secara sektoral dan perenmaan terpadu (Dahuri, 2001). Perenmaan clan pengelolaan wilayah pesisir secara sektoral biasanya berkaitan dengan hanya satu macam pemanfatan sumberdaya atau ruang pesisir oleh satu instansi pemerintah untuk memenuhi tujuan tertentu, sepa-ti perikanan tangkap, tambak pariwisata, pelabuhan atau industri rninyak dan gas.
Pengelolaan
semacam ini dapat menimbulkan konflik kepentingan antarsektor yang berkepentingan yang melakukan aktivitas pembangunan pada wilayah pesisir dan lautan yang sama. Pendekatan sektoral kawasan pesisir harus sesuai dengan peruntukan dan daya dukung yang ada. Daya dukung kawasan pesisir berbeda dengan yang lainnya, karena kawasan pesisir sangat rentan terhadap perubahan, terutama yang berhubungan dengan ekologi (lingkungan) dimana ekosistem pesisir sangat berkaitan satu dengan lainnya. Contohnya kegiatan industri yang membuang limbahnya ke lingkungan pesisir dapat mematrkan usaha tambak, penkanan tangkap, pariwisata pantai dan mernbahayakan kesehatan manusia. Perencanaan terpadu dimaksudkan untuk mengkoordinasikan dan mengarahkan berbagai aktivitas dari dua atau lebih sektor dalam perencanaan pembangunan dalam kaitannya dengan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan. Perencanaan terpadu biasanya dimaksudkan sebagai upaya secara terprogram untuk mencapai tujuan vang dapat menghannoniskan dan mengoptimalkan antara kepentingan untuk memelihara lingkungan, keterlibatan masyarakat, dan pembangunan ekonomi.
SIG dapat digunakan untuk analisis perencanaan kawasan pesisir karena SIG akan mendukung proses perencanaan masing-masing kesesuaian lahan yang
diingmkau, dalarn spasial maupun temporal. Dalarn penelitian ini SIG dipakai untuk mendapatkan kesesuaian lahan untuk berbagai macam peruntukan. Kesesuaian lahan yang dianalisa adalah kesesuaian permukiman, industri, konservasi, pariwisata, pertanian dan perkebunan, serta kesesuaian pelabuhan perikanan. Berdasarkan hasil analisis spasial dengan menggunakan pendekatan SIG dibantu perangkat lunak ArcInfo 3.5 dengan metode overlay diperoleh hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk industri, permukiman, konservasi, pariwisata, pertanian dan perkebunan, serta pelabuhan perikanan. Hasil dari masing-masing kesesuaian lahan tersebut di atas, dapat dijelaskan pada uraian dibawah ini. Untuk kesesuaian lahan per-kecamatan dapat dilihat pada Lampiran 3. sedangkan untuk kesesuaian lahan per-desa bisa dilihat pada Lampiran 4. Permukiman Perkembangan perekonomian kota yang semakin pesat telah mendorong berkembangnya usaha-usaha lain. Terutarna di sektor swasta yaitu pada usaha perdagangan, pariwisata, dan perumahan. Dengan semakin sedlkitnya lahan yang ada menyebabkan perkembangan pembanpan fisik menuju ke kawasan pesisir. Pembangunan fisik yang paling berkembang adalah pembangunan permukiman. Permukiman ini dalam arti penggunaan lahan yang dimanfaatkan untuk pengembangan perumahan. sarana dan prasarana m u m .
perdaganp.
perkantoran, yang banyak terkait dalam aktivitas kehldupan masyarakat (Bappenas, 2000). Pengembangan kawasan permukiman masih menghadapi beberapa permasalahan, di antaranya adalah : masih terbatas kemampuan daerah dalam usaha memperbaiki lingkungan permukiman, belum merata fasilitas yang
dibutuhkan, tinggi laju pertumbuhan penduduk diperkotaan, mengakibatkan ketidakseimbangan lahan dan jumlah penduduk, serta kepadatan yang tinggi pada lingkungau perkotaan. Selanjutnya, yang perlu diperhatikan lahan yang sesuai
untuk daerah permukiman hendaknya di luar areal persawahan, terutruna lahan irigasi (Priyana, 1998). F A 0 1976, kriteria pengembangan kawasan permukiman yang dipakai
adalah : kemiringan tanah 3-8%, jenis tanah podsolik, kedalaman effektif tanah 31-60, drainase tidak tergenang, mempunyai ketersediaan air tawar yang cukup
yaitu > 30 Vdtk, jarak dari pantai > 200 meter, dengan ketinggian di atas pennukaan laut 6-15 meter, mempunyai fasilitas transportasi yang cukup, serta aksesibilitas yang cukup tinggi. Tidak semua kriteria yang dikeluarkan ole11 F A 0 dapat kita pakai selnuanya. Untuk di kawasatl pesisir ada beberapa h t e r i a yang hams dideliniasi.
Pendeliniasian ini dilakukan pada kriteria jarak dari pantai
dimana pada F A 0 1976 dimulai dari 2000 meter dari garis pantai, ha1 ini tidak mungkm dilakukan karena jar& itu terlalu jauh untuk pemukiman di kawasan pesisir. Selanjutnya adalah ketinggian pada F A 0 1976 dimulai dari 25 meter di atas permukaan laut, semua kawasan pesisir terletak di atas 25 meter, karena itu diambil ketinggian 6 meter di atas permukaan laut. biteria yang dideliniasi ini diambil dari kedaan yang sesungguhnya ada di lapangan. Berdasarkan hasil analisa spasial, areal yang memun&nkan
untuk
permukiman adalah sebagl berikut: kategori satlgat sesuai 474.127 ha, kategori sesuai 408,564 ha, dan sesuai bersyarat seluas 819,137 ha. Kesesuaian lahan untuk permukiman ini dapat dilihat pada Gambar 31 a dan b. Kategori sangat sesuai di Kecamatan Cisompet.
Untuk kategori sesuai seluas 408,564 ha,
Kecamatan
Cisompet (237.659 ha), Kecamatan Cibalong (29.692 ha), dan
Kecamatan Pameungpeuk (14 1.213 ha). Kecamatan Cisompet sangat sesuai dlkembangkan sebagai kawasan permukirnan karena memenuhi kriteria yang ada. Kecamatan ini mempunyai kemiringan tanah sebesar 3-8%, dengan tekstur tanah sedang, clan jenis tanah podsolik. Dengan kemiringan, tekstur, dan jenis tanah seperti di atas, kawasan ini merupakan kawasan yang bebas dari erosi. drainase tidak tergmang, dan kawasan bebas banjir (Bakosurtanal, 1998). Selanjutnya jarak kecamatan dari garis pantai lebih besar dari 200 m. Untuk kawasan permukiman juga diperlukan kriteria pendukung. Kriteria pendukung ini adalah ketersediaan air tawar lebih besar dari 30 Vdtk yang bisa dihitung berdasarkan berapa banyak bulan basah dan bulan kering. Kemudian mempunyai jarak dari jalan yang tidak terlalu jauh, bisa dilihat bahwa Kecamatan Cisompet mernpunyai jalur jalan kabupaten, fasilitas transportasi yang cukup yaitu 5 unithn-nya. Kriteria pendukung laimya adalah aksesibilitas atau kerapatan jaringan jalan pada kecamatan Cisompet adalah lebih besar dari 0,002. Untuk Kecamatan Cibalong dan Pameungpeuk potensial dikembangkan sebagai kawasan kota pelabuhan, kota wisata dam bahari, kota perdagangan, kota industri hasil-hasil laut dan pertanian. Untuk itu perlu dilengkapi dengan sarana dan prasarana (infi-astruktur) yang dapat mendukung tenvujudnya fungsi-fungsi kawasan ini. Selanjutnya di dalam pengembangan kawasan permukirnan masalah kependudukan perlu diperhatikan, baik penduduk dilihat sebagai subyek maupun obyek pembangunan. Sebagai subyek pembangunan potensi penduduk digunakan sebagai ujung tombak untuk mempercepat peningkatan ke arah taraf kehidupan
yang lebih baik. Sedangkan sebagai obyek pembangunan, kedudukan penduduk perlu mendapatkan tekanan, karena pembangunan yang hanya bertujuan fisik saja tanpa diiringi dengan mempersiapkan perangkat pendukungnya, hanya &an menimbulkan kesenjangan dalam kemajw. Menurut Dahuri 2001, bentuk dan hakekat permukirnan di wilayah pesisir harus merupakan bagian integral dan tidak bertentangan dengan proses dan fenomena ekologis pesisir secara menyeluruh. Hal yang sangat mendesak adalah kebutuhan yang meningkat &an permukiman, dewasa ini menuntut pengaturan tata ruang pemukiman di wilayah pesisir secara terpadu yang berwawasan lingkungan. Tata ruang permukiman di wilayah pesisir yang kacau dan tidak berwawasan lingkungan akan menyebabkan degradasi mutu lingkungan, dalam bentuk erosi, sedimentasi, pencemaran lingkungan dan banjir. Dalam pengembangan kawasan permukiman di daerah pesisir ada beberapa petunjuk pelaksanaan yang hams dilakukan (Dahuri, 2001) Petunjuk pelaksanaan ini meliputi daerah vital, pengelolaan limpasan aliran air (run o n dan pengelolaan daerah banjir serta bencana. Banyak komponen ekosistem di wilayah pesisir merupakan komponen vital dan peka terhadap gangguan perubahan lingkungan. Daerahdaerah vital tersebut, seperti ekosistem hutan mangrove dan sistem aliran air alami hams dibebaskan dari berbagai jenis pemanfaatan, kecuali kegiatan rekreasi. sepert~wisata bahari. yang tidak menimbulkan perubahan lingkungan. Semua kegatan dan pengembangan permuluman, hams dibawah pengawasan d w tidak menyebabkan terjadinya degradasi mutu lingkungan seperti kualitas, volume, dan kelancaran aliran air maupun sistem dmnase alarni dan sumber lainnya. Sistern aliran air dan drainase alami merupakan integral d m
ekosistem di wilayah pesisir, karenanya harus dikelola, dan dicegah terhadap perubahan-pe&bahan yang merusak. Pengelolaan pengembangan permukiman di kawasan pesisir hams ditekankan dengan mempertimbangkan aspek ekologis. Reberapa pertimbangan teknis yang spesifik dan perlu ditangani dalam pengelolaan sistern aliran air dan drainase alami lainnya di wilayah pesisir meliputi: pencegahan proses erosi, pengendalian pemadatan pennukaan taaah, terutama dilokasi kegiatan dan pengembangan permukiman (termasuk pembuatan sarana jalan, gorong-gorong saluran air, dan
lainnya), pengendalian buangan
limbah permukiman,
perlindungan terhadap sumber air tanah. Untuk pengelolaan daerah banjir, dan bencana ada beberapa ha1 yang liarus diperhatikan.
Penentuan daerah
permukiman di daerah banjir dan bencana seperti daerah muka pantai hams dilak1:ka.n dengan perencanaan d m pengawasan yang ketat. Daerah penyangga yang merupakan pembatas seperti vegetasi alami, perlu dilindungi untuk mencegah pencemaran perairan pantai. Dalam penentuan lokasi permukiman di daerah muka pantai mengundang resiko besar terhadap daerah banjir, maupun gelombang pasang, angin ribut maupun badai. Seringkali usaha yang dilakukan membangun
struktur
permanen
untuk
melindung
pukulan
gelombang,
mengakibatkan tejadinya peningkatan proses erosi di daerah sekitarnya. Untuk mencegah pengaruh langsung dari aktivitas permukiman terhadap kualitas wilayah perairan (coastal wufers) sekitamya, maka perlu dipertahankan daerah penyangga yang terletak dibagan muka, dan merupakan zona pemisah selebar lebih kurang 50 m, dan berfungsi untuk menetralkan pengaruh negatif aktivitas permukiman (Diamond, 1996).
Industri Kawasan industri dalarn pengertian penggutlaan lahan yang dimanf&tkan untuk pengembangan industri, baik industri individual, kelompok, maupun pergudangan, baik yang berdarnpak penting maupun tidak penting. Penentuan kawasan industri di wilayah pcsisir harus melalui pengkajian (asses.sment) tentang pengaruhnya terhadap lingkungan. Bila tnungkin sebaiknya peneinpatan lokasi untuk kegiatan dan pengembangan industi ditentukan di daerall yang tidak mempunyai nilai ekologis yang penting, ataupun di daerah bekas areal pertanian yang telal~rusak akibat kegatan sebeluinnya. Untuk pengembangan kawasan perindustrian hendaknya dihindari wilayah perairan yang sirkulasi massa airnya kurang baik, dekat komunitas karang, serta tempat-tempat yang inempunyai arti biologi penting seperti daerah konservasi, dan lain sebagainya. Kecuali pada kawasan industri yang &an dikembangkan ini meinpunyai sistem pembuangan limbah ymg dapat dibuat sedemikian rupa sehingga tidak inenggang&w biota perairan yang bersangkutan
w w w coil%rirl~)iir~r~~i~rci C~?III.
Berdasarkan uraian di atas, dan setelah dilakukan analisa spasial kesesuaian lahan, areal yang memungkinkan untuk daerah industri, terdiri dari kategori sangat sesuai, sesuai, dan sesuai bersyarat.
Kesesuaian lahan untuk
industri dapat dilihat pada Gambar 32 a dan b. Lokasi dalam kategori sangat sesuai seluas 2996 ha. kategori sesuai seluas
-315,110 ha, dan kategon sesuai bersyarat seluas 8 19,846 ha. Lokasi dalam kategori sangat sesuai terdapat di Kecamatan Cisompet. Untuk lokasi dalarn kategori sesuai terdapat di Kecamatan Cisompet ( 149,O1 1 ha), Keca~natan Cibalong (26,185 ha), dan Kecamatan Pameungpeuk (139,914 ha). Dilihat dari
peta kesesuaian lahan yang didapatkan, Kecamatan Cisompet mempunyai kriteria sangat sesuai, kemudian Kecamatan Cibalong dan Pameungpeuk. Kesesuaian ini disebabkan karena wilayah kecamatan ini mempunyai kedalaman efektif tanah 3060 cm, dengan jenis tanah podsolik, serta kemiringan 3-8%. Ketiga kecamatan ini
lokasinya dekat dengan jalan utama terutama jdlzn kabupaten, dan dekat dengan sumber bahan baku. Mempunyai aksesibilitas yang tinggi dengan pusat pelayanan yang lengkap. Dan secara fisik memungkmkan (relatif d a t a dan penggunaan lahan eksisting berupa lahan kurang produktif). Penempatan kegiatan industri di ketiga kecamatan ini, memenuhi b e k a p a kriteria penunjang yang sangat penting yaitu: tidak terletak disepanjang pantai, sehingga tidak mengganggu nilai-nilai ekologis dan biologis dari ekosistem yang ada disekitar pantai, mempunyai ketinggian 6-15 meter dari atas permukaan laut, dan mempunyai fasilitas transportasi yang cukup. Selanjutnya pengembangan kegiatan industri harus mempertimbangkan jenis industri yang &an dikembangkan, karakter dan volume limbah yang dihasilkan, dan metode atau tekhruk pengelolaan limbah. Untuk penentuan lokasi pembuangan limbah industri harm diatur sedemikian rupa, sehingga relatif kecil pengaruhnya terhadap lingkungan. Beberapa pedoman dalam kaitannya dengan pengendalian limbah industri adalah sebagai berikut: penentuan lokasi pembuangan limbah industri hams memiliki kriteria (i) tidak mencemari lingkungan sekitarnya, (ii) tidak mengganggu billk secara higienitas maupun secara estetika, (iii) terhindar dari pengaruh banjir, dengan demikian buangan limbah industri mempunyai pengaruh yang minim terhadap kerusakan lingkungan. Buangan limbah industri mempunyai potensi merusak lingkungan
selain bersifat toksik terhadap organisme laut.
Semua jenis limbah industri
terutama yang bersifat toksik dilarang dibuang di sungai, saluran, estuaria, perairan pantai maupun daerah lepas pantai, tanpa melalui prose pengelolaan lebih dahulu. Buangan h a i l pengelolaan harus memenuhi ketentuan baku mum lingkungan yang berlaku. Dalam pengembangan kawasan industri di Kabupaten Garut khususnya Garut Selatan diarahkan pada industri yang mendukung hasil pertanian dan hasilhasil perikanan laut (Bappeka Garut, 2001).
Berdasarkan uraian ini maka
pengembangan kawasan industri di Kecamatan Cisompet sangat cocok untuk pengembangan industri pertanian, karena terletak di sebelah Kecarnatan Cikelet yang mempunyai kawasan pertanian yang cukup potensial. Sedangkan untuk Kecamatan Pameungpeuk dan Cibalong industri yang mungkin untuk dikembangkan adalah industri pengolahan &an. Di Kecamatan Pameungpeuk mempunyai pelabuhan perikanan dengan tingkat produktivitas yang cukup tingg yaitu > 800 todtahunnya. Sebaran potensi penangkapan ikan di wilayah pesisir selatan Kabupaten Garut dapat dilihat pada Lampiran 5 . Berdasarkan tingkat produktivitas ini sangat diperlukan kawasan industri yang menitikberatkan pada industri perkanan, seperti pasca panen. Menurut Dahuri 2001, kegatan perindustrian di wilayah pesisir dapat dibagi atas beberapa sub kqatan. Kegiatan ini adalah penambangan minyak dan bumi (tidak terdapat pada Kabupaten Garut ). industri ekstraksi, dan industri berat. Di Kabupaten Garut kegiatan perindustrian yang ada adalah industri ehtrahi. Industri ehtraksi adalah kegaitan pengambilan karang sebagai bahan baku untuk berbagai keperluan. Hal ini bukan saja mengakibatkan kerusakan ekosistem
terumbu karang narnun akan mempunyai pengaruh berantai, dan berakibat pada punahnya jenis-jenis tertentu dari ikan karang dan menyebabkan erosi di daerah pantai bagian belakang akibat pukulan gelombang.
Kondisi ini terjadi di
sepanjang Pantai Pameungpeuk, dimana terjadinya degradasi terumbu karang yang cukup parah (Bappeka Garut, 200 1). Untuk Kecarnatan Pameungpeuk dan Cibalong selain industri perikanan, berdasarkan kondisi eksisting terdapat kegatan pengambilan pasir, batuan, dan hasil laut lainnya (Bappeka Garut, 2001).
Kegiatan ini tentu saja akan
mengakibatkan peningkatan kekeruhan, sedimentasi, dan merusak habitat dasar wilayah pesisir dimana kegiatan itu dilakukan (menpangi produktivitas, metlyebabkan punahnya tanaman dasar, organisme dasar dan stok ikan), disamping juga merubah sirkulasi masa air dengan semakin banyaknya kegiatan yang dilakukan. Cara mudah untuk mengatasi permasalahan ini adalah melarang total kegiatan-kegiatan di daerah yang memiliki nilai ekologis dan pertunbangan efek lainnya.
Untuk melarang kegiatan yang merusak nilai ekologis alam
bukanlah ha1 yang mudah, tetapi tentu bisa dilakukan secara perlahan-lahan, yaitu dengan memberikan penyuluhan tentang pentingnya kelestarian dam. Hal lain yang talc kalah pentingnya dalam pembuangan limbah adalah limpasan aliran air (nm om. Tingkat kekeruhan yang tinggi dapat disebabkan oleh tererosinva daerah hulu. Hal ini dapat mengganggu penetrasi cahava juga dapat merusak habitat dasar karena penyurnbatan. Oleh karena itu pengetotaan tanah di daerah hulu harus dilakukan dengan baik, agar tidak terjadi erosi tanah permukaan.
Pariwisata Daya tarik wilayah pesisir untuk wisatawan adalah keindahan dan keaslian lingkungan, kehidupan bawah air, bentuk pantai (gua-gua, air terjun, pasir dan sebagainya), dan hutan-hutan pantai dengan kekayaan jenis tumbuh-tumbuhan, burung dan hewan-hewan lain. Keindahan dan keaslian lingkungan ini menjadikan perlindungan dan pengelolaan merupakan bagian integral dari rencana pengembangan pariwisata, terutama bila di dekatnya dibangun penginapanhotel, toko, permukiman dan sebagainya yang membahayakan atau mengganggu keutuhan dan keaslian lingkungan pesisir. Oleh karena itu inventarisasi dan persiapan daerah dalam rencana pengelolaan hams mendahului pengembangan dan pernbangunan agar kelestarian lingkungan pesisir yang asli dapat tqamin. Berdasarkan hasil analisa spasial kesesuaian lahan didapatkan hasil sebagai berikut. Untuk kategori sangat sesuai seluas 5732,298 ha, sesuai (7209 ha), dan sesuai bersyarat (780,996 ha). Kategori sangat sesuai terletak di Kecamatan Cibalong seluas 5633,677 ha, dan Kecamatan Cisewu (51,795 ha) serta sebagian Kecamatan Cikelet (46,826 ha).
Lokasi kesesuaian untuk
pariwisata ini dapat dilihat pada Gambar 34 a dan b. Pada
Kecamatan
Cibalong,
pengembangan
wisata
yang
cocok
dikembangkan adalah wisata dam. Pengembangan wisata dam ini didasarkan dari hail kesesuaian yang didapat dari analise dan melihat kondisi eksisting wilayah. Dari kondisi eksisting dan analisa hail kesesuaian dapat dilihat bahwa di Kecamatan Cibalong ini terdapat hutan alami, hutan budidaya dan hutan cagar darn LeuweungSancang (Dinas Kehutanan Garut, 2001).
Hutan a g a r alam
LeuweungSancang merupakan kawasan hutan hujan tropika yang mempunyai
multifbngsi. Selain sebagai kawasan konservasi, juga mempunyai jenis-jenis spesies yang langka dalam ekosistemnya. Fauna khas yang terdapat di cagar darn LeuweungSancang antara lain: banteng (Bos sondaicus), burung merak (Papo muticus), mencek (Muntiacus muntrjak). Flora khas yang terdapat di cagar alam LeuweungSancang atara
lain: pdahlar (Dipterocarpus spec.div), kaboa
(L)ipterocarpus gracillis). wereji t (Excoecaria agallocha.Lin). Dengan adanya keunikan ekosistem d m kondisi eksisting, maka Kecamatan Cibalong sangat sesuai dikembangkan sebagai kawasan wisata alam. Pada kawasan perencanaan wisata yang terletak di dekat pantai Cibdong sebaiknya dihindari adanya bangunan permanen karena pada daerah ini derajat konservasi sangat tinggi.
Bila ada bangunan sebaiknya harus sangat
memperhatikan lingkungan alam. Kondisi lingkungan alam disini sangat baik untuk tetap dipertahankan sealami mungkin sebagai atraksi dan ~ i s a t aalam. Peletakan tangunan dibuat menyebar berdasarkan potensi wisata yang ada tetapi bangunan-bangunan tersebut hams berukuran kecil. Konfigurasi bangunan pada kawasan pariwisata ini hendaknya mernpergunakan material alami, ketinggian bangunan tidak boleh mengganggu potensi wisata pmtai yang ada. Sebagai contoh dibuat bangunan dari bambu dengan beratap rumbia, selain unik juga rarnah lingkungan.
Apabila dibuat bangunan yang tinggi tentu memerlukan
pondasi vang kuat. sehingga merusak keseimbangan dam. Selanjumya, misi pembangunan wisata dam hendaknya mengelola dm mengembangkan sumberdaya alarni d m hayati bagi kesejahteraan masyarakat di masa akan datang. Karena surnberdaya alam yang ada h a s dapat dinikmati oleh generasi
yang
akan
datang.
Untuk
itu
pengelolaan
pada
saat
ini
mempertimbangkan kelestarian dan keutuhan alam. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan pemanfaatan sumberdaya dam secara optimal dan dengan mempertimbangkan fimgsi hutan dan cagar alam untuk melinduugi sistem penunjang kehidupan, pelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistem, serta pemanfaatan yang berkelanjutan.
Strategi dasar dan tujuan pembangunan
pariwisata alam di kawasan pelestarian alam mencangkup aspek perencanaan, kelembagaan, sarana dan prasarana, bisnis, promosi dan pemasaran, sosial ekonomi dan budaya, serta pendanaan. Tiga aspek penting yang layak dipertimbangkan dalam pembangunan pariwisata dam ialah dampak ekonomi, dampak sosial dan dampak terhadap lingkungan alam sekitarnya. Pembangunan pariwisata alam ini juga diharapkan dapat merangsang pengembangan masyarakat dengan mengrkutsextakan mereka dalam kegiatan kepariwisataan dan dalam usaha pelestarian serta perlindungan lingkungan. Dampak negatif pengembangan pariwisata terhadap lingkungan alam lebih sering disebabkan oleh perencanaan pengembangan kegiatan kepariwisataan yang tidak mempertimbangkan daya dukung lingkungan, tiadanya pengetahuan dan rendahnya kesadaran baik wisatawan maupun tuan rumahnya akan pentingnya melestarikan objek wisata dam serta lingkungannya (Supriana, 1997). Pemanfaatan sumberdaya wisata dam seyogianya tidak mengubah bentang dam. Dalam upava meminimalisasi kerusakan lingkungan. masyarakat yaw bergerak dalam bidang pariwisata di kawasan pelestarian dam harus memperbaiki kerusakan yang disebabkan
oleh kegiatannya, menjamin keselamatan dan
ketertiban para pengunjung, dan ikut berperan serta dalam melestarikan h g s i kawasan pelestarian dam.
.
Pada Kecamatan Cisewu
yang mempunya Pantai lndralayana dan
Caringin termasuk dalam kategcri sangat sesuai untuk dikembangkan sebagai kawasan pariwisata. Pengembangan kawasan wisata yang cocok dikembangkan adalah ekowisata (ecoturism). Pantai pada Kecamatan Cisewu in1 mempunyai keindahan pantai dengan hamparan pantai yang berkaracg (masyarakat setempat menyebumya dengan talanca) dengan pasir putih ditepiannya (Bappeka Garut 2001). Dimasa yang akan datang, apabila kondisi ini tetap dipertahankan akan
mendatangkan keuntungan yang pemerintah daerah.
sangat besar bag masyarakat setempat dan
Topografi di wilayah kecamatan ini terletak di dataran
rendah dan pesisir dengan bentuk permukaan datarannya relatif landai. Terdapat gugusan perbukitan rendah yang rnelintang diantara bagian pesisir dengan bagian daratan, sehingga menjadi penghalang angin kebagian utara. kecamatan ini mempunyai aksesibilitas yang cukup.
Secara umum
Walaupun demikian
pencapaian lokasi masih cukup sulit, karena jalan banyak yang r u s k . ilengan keterbatasan sarana ini sebenarnya bisa membantu menjaga keutuhan dan tingkat kealamian kawasan pantai dari pembangunan yang berlebihan. Lima faktor pokok yang mendasar untuk menentukan batasan prinsip utama ekowisata, yaihl : (1) lingkungan, ekowisata harus bertunlpu pada lingkungan alam dan budaya yang relatif belum tercemar atau terganggu, (2) masvarakat, ekowisata harus dapat memberikan manfaat ekologi. sosial, dan ekonomi langsung pada masyarakat, ( 3 ) pendidikan dan pengalaman. ekowisata harus dapat meningkatkan pemahaman akan lingkungan alarn dan budaya yang terkait, sambil memperoleh pengalaman yang mengesankan, (4) keberlanjutan, ekowisata hams dapat memberikan sumbangan positif bagi keberlanjutan ekologi
dari lingkungan tempat kegiatan, juga tidak merusak dan tidak menurunkan mutu, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang dan (5) manajemen, ekowisata hams dapat dikelola dengan cara yang dapat menjamin daya hidup jangka panjang bagi lingkungan alam dan budaya yang terkait di daerah ternpat kegiatan ekowisata, sarnbil menerapkan cara mengelola yang terbaik untuk menjamin kelangsungan hidup ekonominya (Stimson and Jenkins, 1997). Dalam Dahuri 2001, kegiatan di daerah pariwisata dan rekreasi dapat menimbulkan masalah ekologis yang khusus dibandingkan dengan kegiatan ekonomi lain, mengingat bahwa keindahan dan keaslian dam merupakan modal utama. Bila suatu wilayah pesisir dibangun untuk tempat rekreasi, biasanya fasilitas-fasilitas pendukung lainnya juga berkembang dengan pesat. Oleh karena itu perencanaan pengembangan pariwisata di wilayah pesisir hendaknya dilakukan secara men yeluruh termasuk diantaranya inventarisasi dan penilaian sumb xdaya yang cocok untuk pariwisata, perkiraan tentang berbagai dampak terhadap lingkungan pesisir, hubungan sebab dan akibat dari berbagai macam tata guna lahan disertai dengan perincian kegiatan untuk masing-masing tata guna, serta pilihan pemanfaatannya.
Di dalam Rencana Pengembangan Kawasan Wisata (Dinas Pariwisata Garut, 2001). pengembangan kawasan pariwisata wilayah pantai Garut Selatan meliputi Cagar Alarn Leuwung Sancang. Pantai Cijeruk Indah, dan Pantai Karang Paranye ( Iiecamatan Cibalong) dan Kecamatan Pameungpeuk.
Pengembangan
pariwisata yang baik bila mencangkup keterpaduan ekologis, keterpaduan sektor, keterpaduan disiplin ilrnu, dan keterpaduan stakeholder.
Konservasi Kawasan konservasi dalarn pengertiannya penggunaan lahan yang mempunyai tlngsi perlindungan, sistem penyangga, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan sumberdaya hayati dan ekosisternnya.
Sedangkan preservasi adalal~ suatu upaya untuk melindungi
bangunan. monumen. dan lingkungan dan kerusakan dan mencegah proses kerusakan yang terjadi atau usaha pemeliharaan suatu tempat persis menjadi seperti aslinya dan mencegah kerusakannya. Kawasan konservasi ini diharapkan kedepannya mampil mengatasi permasalah overeksploitasi yang mengakibatkan kerusakan lingkuilgan. Kawasan konservasi berfungsi utama sebagai pelindung kelestanan lingkungan yang rnencakup sumberdaya alami dan sumberdaya buatan Pern1>obotanterhadap knteria yang digunakan ditentukan berdasarkan skala prioritas dari kriteria yang ada. Jarak dari garis pantai, jenis vegetasi pantai, dan kemiringan tan dl, mendapatkan bobot yang paling tinggi. Selanjutnya baru dilihat keadaan drainasenya, ketinggian dari permukaan laut, vegetasi laut. Mengenai suliu dan salinitas perairan juga menjadi knteria pendukung karena sangat berpengaruh terhadap jenis tumbuhan dan satwa yang yang akan dilindungi. Berdasarkan hasil analisa spasial kesesuaian lahan didapatkan hasil sebagai baikut. Untuk kategon sangat sesuai seluas 2 15.101 ha, sesuai (417,345 ha), sesuai bersyarat (75,325 ha), dan kategori tidak sesuai (2080,367 ha). Untuk katsgori sangat sesuai berada di Kecamatan Cibalong seluas 173,814 ha, Kecamatan Pameungpeuk (15,185 ha), dan Kecamatan Cikelet (26,102 ha).
Untuk kategori
sesuai berada di Kecamatan Cibalong seluas 61,286 ha,
Kecamatan Cikelet (96.1 68 ha), Kewnatan - ~ i s e w u(1 16261 ha), Kecamatan Bungbulang (1 12,337 ha), dan Kecamatan Pakenjeng (3 1,293 ha).
Lokasi
kesesuaian untuk konservasi dapat dilihat pada Garnbar 35 a dan b. Dalam Bengen 2001, secara urnum zona-zona di suatu kawasan konsetvasi dapat dikelompokkan atas 3 (tiga) zona, yaitu : zona inti atau perlindungan, zona penyangga, dan zona pemanfaatan. Zona inti atau perlindungan adalah dimana zona ini memiliki nilai konservasi yang tingg, sangat rentan terhadap gangguan atau pa~bahan,dan hanya dapat mentolerir sangat sedikit aktivitas manusia
Di kawasan Garut
Selatan yang hams dijadikan zona inti adalah kawasan yang berada di Kecamatan Cibalong, dan Pameungpeuk. Zona ini harus dikelola dengan tingkat perlindungan yang tinggi, sehingga tidak dapat diiji~kanadanya al&vitas eksploitasi. Selanjutnya adalah zona penyangga
Di Kabupaten Garut yang bisa
menjadi zona penyanggga adalah Kecamatan Cikelet dan Pakenjeng. Zona ini bersifat terbuka, tapi tetap dikontrol, dan beberapa bentuk pemanfaatan masih diijinkan. Penyangga di sekeliling 7 ~ n aperlindungan ditujukan untuk menjaga kawasan konservasi dari berbagai aktivitas pemanfaatan yang dapat mengganggy dan untuk melindungi kawasan konservasi dari pengaruh eksternal. Yang terakhir addah zona pemanfaatan. Untuk Kabupaten Garut Selatan zona pemanfaatan terletak di Kecamatan Pakenjeng, Bungbulang, Cisewu. Kawasan konservasi di wilayah pesisir dan lautan didefenisikan sebagai suatu kawasan di pesisir dan laut yang mencakup daerah intertidal, subtidal dan kolom air di atasnya dengan beragam flora dan fauna yang berasosiasi didalamnya
yang
memiliki
nilai
ekologis,
ekonomis
dan
sosiai
budaya
(www,coastal~lanni~~ rr.comj
Kawasan konservasi di pesisir dan laut memiliki peran utama sebagai berikut ;
a. Melindungi keanekaragaman hayati serta struktur, h g s i dan integritas ekosistem.
Kawasan
konservasi
dapat
berk~i~tribusi untuk
mempertahankan keanekaragaman hayati pada semua tingkatan trofik dari ekosistem, melindungi hubungan jaringan makanan, dan proses-proses ekologis dalam suatu ekosistem. b. Meningkatkan hasil penkanan. Kawasan konservasi dapat melindungi daerah pemijahan, pembesaran, dan mencari makanan. meningkatkan kspasitas reproduksi dan stock sumberdaya ikan. c. Menyediakan tempat rekreasi dan pariwisata. Kawasan konservasi dapat menyediakan tempat untuk kegiatan rekreasi dan pariwisata alam yang bernilai ekologis dan estetika
Perlindungan terhadap tempat-tempat
khusus bagi kepentingan rekreasi dan pariwisata akan membantu mengamankan kekayaan dan keragaman daerah rekreasi dan pariwisata yang tersedia disepanjang pesisir. d. Mernperlcas pengetahuan dan peanahaman tentang ekosistem. Kawasan konservasi dapat meningkatkan pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap ekosistem pesisir dan laut. menvediakan tempat vang relatif tidak terganggu untuk observasi dan monitoring jangka panjang, dan berperan penting bagi pendidikan masyarakat berkaitan dengan pentingnya konservasi laut dan dampak aktivitas manusia terhadap keanekaragaman hayati laut.
e. Memberikan manfaat sosial-ekonomi bagi masyarakat pesisir, kawasan konservasi dapat membantu masyarakat pesisir dalam mempertahankan basis ekonominya melalui pemanfaatan sumberdaya dan jasa-jasa lingkungan. Keterkaitan Kawasan Pariwisak dan Konservasi Di Garut Selatan pengembangan kawasan pariwisata daerah pesisir berhubungan erat dengan kawasan konservasi (Bappeka Garut, 2001). Penekanan perencanaan
pengembangan kawasan pariwisata diarahkan pada aspek
konservasi. Dimana ha1 ini memberikan perlindungan dan pelestarian lingkungan yang merniliki fimgsi alamiah yang tingg.
Alasan ditetapkannya kawasan
pariwisata sebagai kawasan konservasi adalah: karakteristik kawasan yang dicirikan dengan kondisi fisiknya daya dukung kawasan itu, nilai pemanfaatan lahan, fimgsi lindung kawasan, dan aspek kelestarian lingkungan. Area konservasi di kawasan pariwisata Garut Selatan diarahkan untuk
dibagi menjadi dua bagian, yaitu: Area konservasi I, meliputi pantai di Kecamatan Cisewu, dan Area Konservasi 11, area budidaya agro (area sawah, kebun dan hutan) di Kecamatan Cibalong.
Dalam arahan pengendalian konservasi pada area konservasi I (Kecamatan Cisewu) ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan pada pengembangan fisik kawasan wisata pantai Kecamatan Cisewu. Aspek-aspek tersebut dapat diuraikan sebagai benkut: (i) kegatan rekreasi pada area pantm tidak diperkenankan memakai peralatan bantu mekanik (jetski dan boat) dan hanya diijinkan untuk kegiatan rekreasi yang bersifat aktif intensif (voli pantai). Sedangkan bagian pantai yang berombak lebih tenang dapat digunakan untuk kegiatan berenang,
namun tetap mernperhatikan kondisi dam setempat, untuk itu diperlukan data oseanografi sebagai penunjang, (ii) kcgiatan penangkapan dan pembudidayaan sumberdaya hayati hanya diijinkan jika dilakukan secara konvensional (tidak menggunakan dinamithahan peledak, racun, dan sebagainya), (iii) tidak diijinkan mendirikan bangunan berbentuk usur-unsur buatan pada atau di at= atau dibawah permukaan karang yang bersifat permanen, (iv) fasilitas pendukung disediakan terbatas dengan menggunakan bahan-bahan alami dan ramah lingkungan serta berstruktur ringan, (v) penggunaan clan pemanfaatan lahan yang bersifat pasifapresiatif (penghayatan terhadap keindahan lingkungan alami), (vi) perlu penataan aksesibilitas melalui jalur sirkulasi yang aman (vii) pada area-area yang diijinkan adanya beberapa kegiatan rekreasi dan pernbangunan perlu dilundari kegiatankegiatan yang dapat mencemari ataupun menyedot air tanah ymg ada secara berlebihan. Sedangkan arahan pengendalian konservasi pada area konservasi I1 yang terdapat di Kecamatan Cibalong harus memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut: (i) tetap mempertahankan dan meningkatkan luas dan jenis guna lahan eksisting sebagai kawasan hutan alarni dan sebagtan perkebunan, (ii) perlu penataan dalarn pendirian pembangunan fasilitas pendukung dan pelengkap rekreasi yang bersifat membebani lingkungan dan mengarahkannya di tempatternpat yang bukan kawasan hutan alami, pemerintah daerah biasanya telah mempunyai peraturan-peraturan tertentu, (iii) perlu penataan dan perbaikan sistem drainase dan pembuangan limbah yang ada sehingga dapat lebih mendukung fungsi kawasan.
Pertanian Pengembangan pertanian di wilayah pesisir merupakan salah satu dari kebijakan pernerintah untuk meningkatkan produksi pangan nasional. Namun demikian pembukaan lahan pertanian di wilayah pesisir harus dilakukan dengan tetap memperhatikan aspek-aspek perlindungan lingkungan, sehingga tidak &an menimbulkan masalah-masalah lingkungan seperti menurunnya produktivitas perikanan, pencemaran perairan, perubahan slklus aliran air, dan meningkatnya laju erosi dan sedimentasi. Penilaian kesesuaian lahan untuk pertanian ini dibuat berdasarkan kriteria yang telah dibobotkan. Sesuai dengan tujuan peruntukannya yaitu untuk lahan sawah, tanaman pangan lahan kering, serta tanaman tahunan. Knteria yang telah dibobotkan adalah: (i) kemiringan l a h q dengan adanya kemiringan yang beragam di Kabupaten Garut memunglunkan pengembaugan tanah melalui terasering, timbulnya erosi, longsor, dan lain sebagainya. (ii) kedalaman efektif tanah dan jenis tanah, (iii) drainase, sernua jenis tanah di Kabupaten Gamt mempunyai kelas drainase yang tergolong sedang sampai terhambat dimana untuk pengembangan tanaman pangan lahan kering dan tanaman tahunan, kelas drainase terhambat merupakan faktor pembatas yang serius. Berdasarkan hasil analisa spasial kesesuaian lahan, didapatkan hasil sebagai berikut.
Kategori sangat sesuai seluas 4.571.325 ha, di Kecamatan
Cibalong (2.339,589 ha), Kecamatan Cikelet (593,530 ha), Kecamatan Pameungpeuk ( 1.638,206 ha). Kategori sesuai seluas 1.248,919 ha. berada pada Kecamatan Cibalong. Untuk kategori tidak sesuai seluas 12.622,972 ha. Lokasi kesesuaian lahan untuk pertanian ini dapat dilihat pada Gambar 36.
,
Salah satu masalah utama yang timbul dari kesesuaian lahan untuk pertanian ini adalah adanya konversi hutan menjadi lahan pertanian (Dinas Kehutanan Garut, 2001).
Berdasarkan potensinya, pertanian yang dapat
dikembangkan di wilayah dalam kategori sangat sesuai adalah: (1) pertanian lahan kering iengan sistem ladang terbuka (palawija, perkebunan sejenis d m perkebunan campuran), (2) pertanian lahan basah (sawah). Salah satu sistem pertanian yang cocok dikembangkan adalah pertanian dengan ladang terbuka.
Sistem ini menyebabkan menurunnya kualitas air
permukaan sebagai akibat adanya erosi. Kandungan lumpur dalam air sungai meningkat, dengan indikator air sungai terlihat keruh. Selain itu, penebangan hutan akan mengganggu pola aliran alami sungai. Gangguan ini antara lain meliputi aspek kualitas, volume dan debit air. Berkurang atau meningkatnya debit air sungai mengakibatkan adanya perubahan pada eko~isternperairan pantai dan ekosistem daratan itu sendiri.
Selain itu pertarzlan lahan kering dapat
dikembangkan di daerah perbukitan dengan kemiringan lereng kurang dari 20%. Lahan ini sangat potensial untuk palawija dan komoditas lainnya, seperti kacang tanah, jagung, sayur-sayuran, pisang, padi gogo, kelapa, buah-buahan, dan sebagainya Lahan basah (sawah) dapat dikembangkan di daerah pedataran yang merupakan daerah alluvial. Daerah ini dapat dikembangkan didaerah pedataran yang merupakan daerah alluvial. Daerah ini dapat dikembangkan sistem pertanian yang intensif ditunjang dengan pemanfaatan sumberdaya air sun@ untuk irigasi yang melimpah. Dalam Dahuri 2001, pengembangan usaha pertanian di wilayah pesisir merupakan salah satu bagian dari kebijaksanaan pemerintah untuk meningkatkan
produksi pangan nasional. Namun demikian, pembukaan lahan pertanian di wilayah pesisir hams dilakukan dengan tetap memperhatikan aspek-aspek perlindungan lingkungan sehingga tidak akan menimbulkan masalah-masalah lingkungan seperti menurunnya produktivitas penkman, pencemaran perairan, perubahan siklus aliran air, dan meningkatnya laju sedimentasi. Salah satu masalah utama yang potensial timbul dari kegiatan pertanian di wilayah pesisir adalah menurunnya kualitas air perairan pesisir. Penurunan kualitas air ini sebagian besar disebabkan oleh masuknya bahan-bahan beracun seperti pestisida, insektisida, dan fungisida. Selain itu dapat juga disebabkan oleh masuknya unsur hara yang berlebihan ke dalam perairan tersebut bersama bahanbahan tererosi. Kegatan-kegiatan konstruksi yang berkaitan dengan usaha pertanian seperti pembuatan saluran irigasi, drainase, dan penebangan hutan akan mengganggu pola aliran alami daerah tersebut. Gangguan ini meliputi aspek kualitas, volume, dan debit air. Pengurangan debit air sungai bag keperluan irigasi dapat mengunbah salinitas dan pola sirkulasi air di wilayah pesisir. Berkurangnya debit air sungai mengakibatkan jangkauan intrusi garam semakin jauh ke hulu sungai.
Hal ini akan mengakibatkan perubahan selain pada
ekosistem perairan pantai, juga pada ekosistem daratan di sekitar pengembangan kawasan pertanian, sebagai akibat dari intmsi air laut pada tanah. Salah satu cara vang efektif untuk mengurangg dampak negatif dari keggatan pertanian adalah dengan menyediakan daerah penyangga (buffer zone) antara daerah pertanlan dan tepi perairan pesisir. Zona ini hams cukup luas agar tanah serta tanarnan pada zona tersebuut masih dapat secara alami mencuci dan menyaring zat-zat pencemar dari daerah pertanian. Selain itu penting dalam pengendalian erosi tanah.
Pelabuhan Perilcanan Penentuan lokasi pelabuhan hendaknya atas dasar pengaruhnya yang sekecil mungkm terhadap d a d vital, baik selama konstruksi maupun setelah berfhgsinya pelabuhan tersebut. Bsamping itu bilitas pengendalian terhzdap kemungkinan terjadinya tumpahan minyak dan mencemari perairan hams disediakan secara memadai. Dengan demikian kerusakan lingkungan perairan akibat penczmaran karena adanya tumpahan minyak, buangan rninyak (pencucian, air ballast), dan aktivitas lainnya dapat dicegah.
Berdasarkan hasil analisa kesesuaian lahan, didapatkan h a i l sebagai berikut. Kategori sangat sesuai didapatkan lahan seluas 2.660,098 ha, sesuai 5.563,312 ha, dan kategori tidak sesuai seluas 1.893,638 ha. Kategori sangat
sesuai dan sesuai terletak pada Kecamatan Bungbulang dan Pameungpeuk. Lokasi kesesuaian untuk pelabuhan ini dapat dilihat pada Gambar 36. Dalam
penentuan
kawasan
pelabuhan
perikanan
ini
selain
mempertimbangkan keadaan biofisik suatu kawasan, juga mempertimbangkan produktivitas perkanan yang dihasilkan oleh suatu daerah dan jarak daerah penangkapan Wshmng ground) kawasan pelabuhan perrkanan yang dikembangkan. Hal ini untuk mengeefisiensi waktu penangkapan dan mendaratkan hasil tangkapan, faktor transportasi penting, sehingga hasil tangkapan tersebut dapat didistribusikan lebih cepat sampai konsurnen.
Keadaan wilayah pesisir
Kabupaten Garut, hanya kawasan Pameungpeuk dan C~sewu yang sangat terlindung dari pengaruh arus dan gelombang Samudera Hindia. Parameter fisik, seperti tipe pasut, kemiringan, aksesibilitas, dan kedalaman perairan dan keadaan serta pantai berpasir juga memegang peranan penting.
Yang sangat perlu diperhatikan adalah perencanaan pembangunan pelabuhan yang berwawasan lingkungan.
Pembangunannya tidak merusak
wilayah pesisir lainnya (perairan pantai, sungai, dan rawa pasang surut). Sebagai contoh dalam pengembangan dm aktivitas pelabuhan tidak merusak daerah v i t . seperti ekosistem hutan mangrove, padang lamun, rumput laut, dan terumbu karang. Dan yang tak kalah pentingnya adalah pertimbangan faktor pengadaan air tawar atau air bersih.
Apabila terjadi pemanfaatan secara besar-besaran 3an
kontinu terhadap sumber air tanah dapat menyebabkan intrusi air laut. Karena itu faktor hidrologi yang berhubungan dengan kapasitas surnber air permukaan dan
tanah perlu d i ~ m b a n g k a ndalam perencanaan dengan seksama Dalam analisis ini, data oseanografi yang digunakan adalah perairan selatan jawa, hal ini karena keterbatasan data oseanografi seperti arus, pasut, gelombang, suhu dan salinitas sehingga tidak mencakup keadaan pada setiap kawasan, ha1 ini mempengaruhi terhadap hail analis terhadap kesesuaian lokasi pelabuhan perikanan. Untuk mendapatkan lokasi pelabuhan perilcanan ini seharusnya diperlukan data detail mengenai kondisi biofisik , sosial, dan budaya serta aspirasi masyarakat setempat. Dalam Dahuri 2001, perencanaan pembangunan pelabuhan hams berwawasan lingkungan, dimana kegiatan dan pengembangan aktivitas pelabuhan tidak mengganggu dan merusak ekosistem wilavah pesisir lainnva (perairan panm, sungai, dan rawa). Faktor yang hams diperhatlkan adalah daerah vital dan faktor hidrologi. Daerah vital seperti ekosistem hutan mangrove, padang lamun, rurnput laut, dan terumbu karang harus d~kbaskan dari aktivitas dan pengembangan pelabuhan. Sehingga harus ada, (i) suatu stud1 awal tentang
kemungkinan-kemungkinan pengaruh yang ditimbulkan akibat konstruksi tian aktivitas pengembangan pelabuhan terhadap fungsi dan stniktur ekosistem wilayah pesisir perlu ditempuh. Pembangunan suatu pelabuhan baru dapat dilaksanakan apabila layak secara teknis, ekonomis dan lingkungan. (ii) aktivitas pengerukan dan penimbunan untuk memperdalam alur pelayaran, tidak saja akan merusak habitat daerah vital, namun juga dapat menyebabkan punahnya sumber plasma nutfah atau spesies biologi yang bersifat rentan. Mengenai faktor hidrologi, penentuan lokasi peruntukan pelabuhan hendaknya mempertimbangkan kemungkinan adanya penganlh pengikisan (erosi) dan pendangkalan (sedimentasi) baik dari laut tnaupun darat. Untuk faktor hidrologi yang hams diperhatikan adalah: (i) lokasi pengembangan pelabuhan hams terhindar dari daerah-daerah dimana terjadi pengikisan dan pengendapan.
Dernikian pula pembangunan
stnlktur seperti jett,, (bar) sebagai alat pemecah gelombang yang menjorok ke arah laut dapat menghambat gerakan tnaupun sirkulasi arus pantai dan limpasan (flushing) massa air dari daratan.
Hal tersebut selain dapat menimbulkan
kerusakan atau gangguan terhadap fungsi normal dan umur pelabuhan (akibat adanya erosi dan pendangkalan), juga dapat merusak ekosistem daerah esh~ari atau perairan pantai. Pembangunan struktur yang menghambat aliran air pada sungai dan kana1 harm dihindari dengan pembuatan gorong-gorong khusus. (ii) lokasi pengembangan hendaknya mempertimbangkan pula faktor kernudahan pengadaan air tawar atau air bersih.
Petnanfaatan secara besar-besaran d m
kontinu terhadap sumber air tanah dapat ~nenyebabkanintnrsi air laut. Karena itu faktor hidroiogi yang berhubungan dengan kapasitas sumber air permukaan dan air tanah perlu dipertimbangkan dalarn perencanaan.
Tata Ruang Wilayah Pesisir dan Penzonasian Wilayah Laut Setelah dilakukan analisis didapatkan kesesuaian lahan dengan berbagai peruntukan. Kesesuaian lahan yang didapat adalah untuk permukiman, industri, konservasi, pariwisata dan pelabuhan perikanan. Semua kesesuaian lahan ini akan clioverlav dengan penggunaan tanah Kabupaten Ciarut. Hasil overla); ini dapat dilihat pada Gambar 38. Untuk wilayah pesisir, batas wilayah konservasi mernbentang sepanjang garis pantai, mulai dari ujung Kecamatan Cibalong sampai pada wilayah Kecamatan Cisewu. Pada Kecamatan Cibalong, batas wilayah konservasi akan dipadukan kawasan pariwisata memotong kondisi eksistrng dari hutan alatni. Dengan adanya perpaduan ini, maka konsep ekowisata dapat diterapkan dengan mempergunakan hutan alami yang telah ada. Hutan alarni yang ada di Kecarnatan Cibalong mempunyai flora dan fama yang khas. Kecarnatan C~balongsudah memenuh~prinsip-prinsip ekowisata yaitu lingkungan alarni, rnempunyai manfaat ekologi. sosial dan ekonomi, dan keberlanjutan. Untuk wilayah pertanian dan perkebunan memotong kawasan konservasi, karena kriteria penggunaan lahan u n t u ~pertanian dan perkebunan mirip sekali dengan knteria kawasan konservasi.
Knteria ini adalah kemiringan lahan,
kedalainan dan jenis tanah, dan drainase. Wilayah pertanian dan perkebunan yang akan dikembangkan mempunyai konsep ramah lingkungan.
Pertanian dan
perkebunan yang akan dikembangkan antara lam pertan~anlahan ker~ngdengan sistem ladang terbuka (palawija, perkebunan sejenis dan perkebunan carnpuran, dan pertanian lahan basah seperti sawah.
Pada wilayah Kecamatan Cisewu diusulkan berdirinya pelabuhan, karma kawasan ini sesuai dengan kriteria. Keadaan biofislk, produkhvitas perikanan dan jarak daerah penangkapan Vishing ground) Kecamatan Cisewu cocok sebagai kawasan pelabuhan perikanan yang dikembangkan. Selain itu faktor transportasi untuk mendistribusikan hasil perkanan lancar.
Keadaan wilayah pesisir
Kecamatan Cisewu yang sangat terlindung dari pengaruh arus dan gelombang Samudera Hindia serta parameter fisik, seperti tipe pasut, kemiringan, aksesibilitas, dan kedalaman perairan dan keadaan serta pantai berpasir juga sangat mendukung. Untuk penzonasian kawasan laut diambil bufjer sejauh 4 mil dari garis pantai, sesuai dengan Undang-undang No.22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Penetapan pengalokasian ruang pesisir d m laut dilakukan sesuai dengan potensi yang dikandung serta peruntukan yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah. Pananfaatan tersebut berdwkan pada alasan ekologis, sosial ekonomi,
dan aspek manajemennya Dalam Agardy 1997, zonasi menurut definisi dan kriteria: zonasi lindung, zona inti dan zona penyangga. (i) Zonasi Lindung merupakan bagian dari kawaszn konservasi yang ditetslpkan dengan fbngsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan. Kntetia dalam zona lindung ini adalah koordinasi darn yang unik, nilai eksotik yang tinggi, ekosistemlhabitat langka, dan pendukung kehidupan. Zonasi lindung ini terbagi atas: (a) Zona hutan lindung merupakan suatu kesatuan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada daerah sekitar maupun daerah-daerah
bawahnya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erasi, serta pernelihara kesuburan-tanah. Kriteria zona hutan lindung ini adalah faktor lereng lapangan jenis tanah. curah hujan, d m kelerengan < 40%. (b) Zona resapan air, bagian kawasan yang mempunyai kemampuan yang tinggi untuk maesapkan air hujan. (ii) Zona inti atau perlindiigan adalah dimana zona ini memiliki nilai konservasi yang tinggi, sangat rentan terhadap gangguan atau perubahan, dan hanya &pat mentolerir sangat sedikit aktivitas mxusia. Di kawasan Garut Selatan yang harus dijadikan zona h t i adalah kawasan yang berada di Kecamatan Cibalong, dan Parneungpeuk, karena pada kedm kecamatan ini terdapat flora dan fauna yang merupakan spesies yang langka dalam ekosistemnya. Fauna khas disana antara lain: banteng (Hos sondaicus), burung merak (Papo muticus), mencek (Muntiacus munttjak). Sedangkan flora khas disana antara lain: palahlar (Dipterocarpus s,~ec.div),kaboa (L)ipterocarpus gracillis), werejit (Excoecaria agallocha.Lin). Zona ini harus dikelola dengan tingkat perlindungan yang tinggi, sehingga tidak dapat diijinkan adanya aktivitas eksploitasi. (iii) Zona penyangga pesisir Kabupaten Garut yang bisa dijadikan zona penyanggga adalah Kecamatan Cikelet dan Pakenjeng. Zona ini bersifat terbuka, tapi tetap dikontrol dan beberapa bentuk pemanfaatan mas& diijinkan. Penyangga di sekeliling zona perlindungan ditujukan untuk menjaga kawasan konservasi dari berbagai aktivitas pemanfaatan yang dapat menggangp. dan melindungi kawasan konservasi dari pengaruh eksternal. (ivj Zona pernanfaatan. Untuk Kabupaten Garut Selatan zona pemanfaatan terletak di Kecamatan Pakenjeng, Bungbulang, Cisewu. Lokasi di zona ini masih memiliki nilai konservasi tertentu, tapi dapat mentolerir berbagai
tipe pemanfaatan oleh manusia, dan layak bagi beragam kegiatan eksploitasi yang diijinkan. Penerapan Konsep Pembangunan Berkelanjutan Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan hidup saat ini tanpa merusak atau menurunkan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kemampuan hidupnya
Dengan demikian,
pembangunan berkelanjutan pada dasarnya merupakan strategi pembangunan yang memberikan semacam ambang batasllimit pada laju pemanfaatan ekosisteln alamiah serta sumberdaya yang ada di dalamnya. Pembangunan berkelanjutan adalah suatu strategi pemanfaatan ekosistem alamiah sedemikian rupa sehingga kapasitas fungsionalnya untuk memberikan manfaat bagi kehidupan manusia tidak rusak. Secara garis besar konsep pembangunan berkelanjutan merniliki ernpat dirnensi: ekologis, sosial-ekonomi-budaya, sosial politik, dan hukum serta kelembagaan. Oleh karena itu untuk menyelidiki cara pengelolaan yang baik, sifat ekosistem pesisir yang "dinamis" dan kondisi 1ingZlvngan yang "unik perlu dipahami terlebih dahulu. Adanya kesamaan perspektif tentang tujuan, pola pemanfaatan dan pengelolaan wilayah pesisir merupakan wahana untuk mencapai keuntungan yang sebesar-besamya b e masyarakat. di masa kini dan akan datang. Dalam ha1 tersebut perencanaan dan pengelolalan wilayah pesisir hendaknya dilakukan pada tiga level yaitu teknis, konsultatif dan koordinatif. Pada level teknis segenap pertimbangan teknis, ekonomis, sosial dan lingkungan
\ /
Implementasi \ Rencana Kegiatan /
-\
/' Rencana Pengelolaan MCMA
\ \
,
k-
~ $ 4/ ~ j, ;5.$ ,' $8 8 P a / e l \
Rencana Zonasi
/
c% ,
qU/ ,
i
A"
/
Strategi Pengelolaan Pesisir
Gambar 38.
Keterkaitan Proses Perencanaan Pengelolalan Wilayah Pesisir (MREP, 2000)