29
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1. Keadaan Umum Wilayah Penelitian TPK Sukamenak merupakan salah satu TPK yang berada diwilayah kerja KPBS, yang terletak di Desa Pangalengan Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung yang memiliki luas 589,946 HA, terletak pada Koordinat Bujur Timur 107,575, dan Lintang selatan 7,178. Sukamenak berada pada ketinggian 1.447,8 m dpl., dengan kisaran suhu 16-20˚C, dan curah hujan 1.382,5 mm/tahun (Nanang, 2014). Sukamenak merupakan daerah yang cocok untuk pengembangan sapi perah, karena suhu rata-rata 18,3˚C dan ketinggian tempat 1.524 m dpl., cocok untuk pengembangan sapi perah di daerah tropis (Williamson, 1965). TPK Sukamenak terdiri dari 173 orang peternak yang terbagi menjadi lima kelompok ternak, yaitu kelompok Sukamenak satu terdiri dari 36 orang peternak, kelompok Sukamenak dua terdiri dari 51 orang peternak, kelompok Sukamenak tiga terdiri dari 35 orang peternak, kelompok Sukamenak empat terdiri dari 48 orang peternak, dan kelompok Sukamenak lima terdiri dari 3 orang peternak. 1.2. Jumlah Kepemilikan Sapi Perah Laktasi Alasan peternak membesarkan pedet betina sapi perah salah satunya adalah jumlah sapi laktasi atau sapi produktif yang dimiliki, karena biaya pembesaran berupa pakan maupun kesehatan yang dikeluarkan akan ditanggung oleh sapi perah yang
30
sudah menghasilkan susu. Sapi perah tidak produktif dalam hal ini pedet dan dara, tidak mendapatkan jatah pakan dari koperasi. Koperasi hanya akan memberikan pakan untuk sapi perah yang produktif karena biaya pakan akan diambil dari susu yang disetor ke koperasi, artinya keberadaan betina produktif untuk usaha pembesaran sangatlah penting. Kepemilikan sapi perah produktif dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Jumlah Kepemilikan Sapi Perah Laktasi No
1 2
Skala
<4 4-7 Total
Peternak yang Melakukan Pembesaran Pedet Betina Orang 54 19 73
% 73,97 26,03 100
Peternak yang Tidak Melakukan Pembesaran Pedet Betina Orang 56 7 62
% 88,89 11,11 100
Kriteria skala usaha meliputi skala kecil adalah kurang dari 4 ekor sapi, skala menengah adalah 4-7 ekor sapi dan skala besar yaitu, lebih dari 7 ekor (Priyanti, 2009). Responden yang melakukan dan tidak melakukan pembesaran sendiri lebih banyak berasal dari usaha skala kecil, yaitu kepemilikan sapi perah laktasi kurang dari 4 ekor. Alasan responden melakukan pembesaran adalah untuk meningkatkan populasi, sedangkan yang tidak membesarkan adalah tidak cukupnya betina produktif untuk membiayai pembesaran pedet sampai dengan menjadi induk, karena dari 56 orang responden yang tidak melakukan pembesaran sendiri, 3 orang tidak memiliki betina produkti, 23 orang hanya memiliki satu ekor betina produktif, 21 orang memiliki 2 ekor betina produktif, dan 9 orang memiliki 3 ekor betina produktif.
31
1.3. Identitas Responden Responden dalam penelitian ini adalah peternak yang berada di Tpk Sukamenak
wilayah kerja KPBS Pangalengan.
Identitas responden yang
dianalogikan adalah umur, pendidikan, pengalaman beternak, dan pekerjaan. 1.3.1. Umur Responden Umur responden berkisar antara 23 sampai dengan 79 tahun, dimana pada umur 15-55 tahun merupakan kelompok umur produktif, pada umur tersebut tenaga kerja cukup tersedia dengan produktifitas tinggi, sedangkan umur >55 tahun merupakan kelompok umur tidak produktif. Umur <15 merupakan kisaran umur muda, pada umur ini termasuk kelompok yang belum produktif, artinya orang yang berada pada kisaran umur ini masih menjadi tanggung jawab orang dewasa (Adiwilaga, 1974). Umur responden dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Umur Responden No
1 2
Umur (Tahun)
15-55 >55 Total
Peternak yang Melakukan Pembesaran Pedet Betina Orang 57 16 73
% 78,08 21,92 100
Peternak yang Tidak Melakukan Pembesaran Pedet Betina Orang 50 12 62
% 80,65 19,35 100
Pembesaran pedet sapi perah di TPK Sukamenak banyak dilakukan oleh peternak yang berumur 15-55 tahun, begitupun yang tidak melakukan pembesaran atau sumber induk diperoleh dari membeli, banyak dilakukan oleh peternak yang
32
berumur 15-55 tahun, dimana reponden yang berada pada umur 15-55 tahun termasuk kedalam kelompok umur produktif. Responden yang berada pada umur produktif dianggap telah memiliki kemampuan berwirausaha dalam bidang peternakan, sehingga peternak diharapkan dapat menentukan pola pergantian induk yang cocok dengan usaha peternakan sapi perah miliknya, dengan pertimbangan berbagai resiko yang akan dihadapi, karena kelompok umur produktif merupakan sumber tenaga yang produktif sehingga diharapkan mampu mengembangkan usahanya, serta dalam umur produktif responden dianggap mampu menyelesaikan masalah serta resiko yang dihadapi berdasarkan pola pikir serta kematangan berpikir (Herlawati, 2007). 1.3.2. Pendidikan Responden Tingkat pendidikan akan berpengaruh pada jenis mata pencaharian yang dilakukan maupun jenis pekerjaan lain yang dapat dilakukan untuk mendapatkan penghasilan yang memadai (Dwijatmiko, 2001).
Tingkat pendidikan responden
sebagian besar adalah sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, hal tersebut sesuai dengan pekerjaan responden yaitu sebagai peternak, dan disamping beternak responden juga sebagai petani atau buruh, ilmu yang digunakan biasanya didapatkan dari turun menurun atau berasal dari pengalaman pribadi maupun pengalaman orang lain, sehingga pendidikan dianggap tidak terlalu penting bagi responden. Tingkat pendidikan rendah akan mengakibatkan lambatnya mengadopsi teknologi yang banyak berkembang dilapangan, sedangkan semakin tinggi tinggi tingkat pendidikan
33
tata laksana akan menjadi lebih baik karena adopsi inovasi baru dalam teknik beternak serta cara berfikir dalam memecahkan masalah lebih matang (Dwijatmiko, 2001).
Tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Tingkat Pendidikan Responden No
1 2 3 4 5
Pendidikan
Peternak yang Melakukan Pembesaran Pedet Betina
Tidak Tamat SD SD SMP SMA PT Total
Orang 6 31 23 13 0 73
% 8,2 42,5 31,5 17,8 0 100
Peternak yang Tidak Melakukan Pembesaran Pedet Betina Orang % 6 9,7 28 45,2 16 25,8 9 14,5 3 4,8 62 100
Rendahnya tingkat pendidikan responden akan berpengaruh terhadap kemajuan dan perkembangan usaha, karena pendidikan akan berpengaruh pada pada penyerapan inovasi pertanian atau petenakan serta dapat meningkatkan kemampuan berpikir dalam mengelola usaha peternakannya (Suarta,1997). 1.3.3. Pengalaman Beternak Pengalaman beternak dapat menentukan kelangsungan dan keberhasilan usaha serta dapat menentukan baik tidaknya usaha peternakan. Pengalaman beternak sangat penting, karena peternak yang memiliki pengalaman beternak yang lama dianggap mempunyai ketekunan bekerja, dimana ketekunan merupakan hal yang mutlak dalam beternak sapi perah, karena beternak sapi perah merupakan pekerjaan yang membutuhkan perhatian intensif, serta usaha peternakan sapi perah tidak selalu berhasil, dan kegagalan merupakan pelajaran bagi usaha-usaha yang akan datang.
34
Peternak yang berpengalaman akan cepat bangun dari kegagalan dan akan belajar dari pengalaman kegagalan, sehingga tidak akan mengalami kegagalan yang sama (Herry, 2006). Pengalaman responden dalam beternak peternak di TPK Sukamenak dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Pengalaman Beternak Responden No
1 2 3
Pengalaman Beternak (Tahun) <5 5 < 10 >10 Total
Peternak yang Melakukan Pembesaran Pedet Betina Orang 2 15 56 73
% 2,74 20,55 76,71 100
Peternak yang Tidak Melakukan Pembesaran Pedet Betina Orang % 2 3 15 24 45 73 62 100
Tabel 10 menunjukan bahwa pengalaman beternak responden lebih dari 10 tahun. Responden dianggap memiliki banyak pengetahuan serta keterampilan dalam usaha peternakan, karena pengalaman yang lama akan menunjang keterampilan beternak seorang peternak dan dari pengalaman yang diperoleh akan tercipta suatu pengetahuan (Notoadmojo, 2010) 1.3.4. Mata Pencaharian Responden Sebagian responden bermata pencaharian utamanya sebagai peternak. Sebagian lain responden menjadikan beternak sebagai mata pencaharian sampingan, disamping responden bertani atau buruh, beternak dilakukan hanya untuk menambah
35
pendapatan atau sebagai tabungan apabila suatu hari memerlukan uang dalam jumlah yang besar. Mata pencaharian peternak dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Mata Pencaharian Responden No
Mata Pencaharian
Peternak yang Melakukan Pembesaran Pedet Betina
Peternak yang Tidak Melakukan Pembesaran Pedet Betina Orang % 46 74,2 9 14,5 2 3,2
Orang % Peternak 59 80,8 Tani ternak 11 15,1 Peternak & 3 4,1 Buruh 4 Lain-lain 0 0 5 8,1 Total 73 100 62 100 Responden yang bermata pencaharian utama sebagai peternak diharapkan akan 1 2 3
dapat
menjalankan
usahanya
dengan
sungguh-sungguh
dan
berusaha
mengembangkan usahanya karena beternak merupakan sistem perekonomian responden, dapat diartikan bahwa beternak merupakan satu-satunya pemenuhan kebutuhan jasmaniah responden (Raharjo, 2004). 1.4.
Minat Responden Membesarkan Pedet Betina Sapi perah Minat merupakan salah satu aspek psikis yang dapat mendorong manusia
mencapai tujuan (Sri, 2012), minat membesarkan pedet betina sapi betina perah adalah merupakan keinginan responden untuk melakukan pembesaran pedet betina sapi perah yaitu dari mulai sapi tersebut disapih sampai dengan siap menjadi induk pengganti.
Minat responden dalam membesarkan pedet betina sapi perah dapat
dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 menunjukan bahwa semua responden berminat untuk membesarkan pedet betina sapi perah. Responden yang melaksanakan pembesaran pedet betina
36
dapat memperoleh beberapa keuntungan, yaitu pedet hasil pembesaran dapat dijadikan untuk menambah populasi, dapat dijadikan sebagai induk pengganti sapi afkir, dan dapat dijual apabila responden membutuhkan uang, baik untuk pendidikan anak, biaya rumah sakit, membeli tanah dan keperluan mendadak lainnya. Tabel 12. Minat Responden Membesarkan Pedet Betina Sapi Perah No
1 2
Minat Pembesaran
Peternak yang Melakukan Pembesaran Pedet Betina
Peternak yang Tidak Melakukan Pembesaran Pedet Betina
Orang % Orang % 73 100 62 100 0 0 0 0 73 100 62 100 Responden yang membesarkan sendiri atau yang tidak membesarkan, semuanya Minat Tidak Minat Total
berminat untuk membesarkan sendiri sapi yang akan menjadi induk pengganti, namun responden yang tidak melakukan pembesaran dihadapkan pada beberapa faktor penghambat, seperti adanya kebutuhan mendadak yang menyebabkan responden harus menjual pedet miliknya serta tidak cukupnya induk produktif yang membiayai biaya pembesaran. 1.5. Anggaran Parsial Pembesaran Pedet Betina Sapi Perah Anggaran parsial dilakukan untuk mengevaluasi akibat-akibat yang disebabkan oleh perubahan usahatani (Soekarwati, dkk., 1986). Perubahan yang terjadi pada usaha sapi perah yang memelihara sendiri pedet betina sebagai calon induk adalah :
37
1.
Pakan Pakan adalah bahan yang dimakan dan dicerna oleh seekor hewan yang mampu
menyajikan hara atau nutrien yang penting untuk perawatan tubuh, pertumbuhan, penggemukan, reproduksi (birahi, konsepsi, kebuntingan) serta laktasi (produksi susu). Pakan dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu konsentrat (produk bijian atau butiran) dan bahan berserat (jerami atau rumput) (Blakely, dkk., 1998). Perubahan yang terjadi pada peternakan sapi perah yang memelihara pedet betina secara mandiri salah satunya adalah pakan, perubahan ini dapat dilihat dari bertambahnya jumlah pakan yang diperlukan dalam suatu peternakan sapi perah karena peternak harus memberi pakan pada pedet yang dibesarkan untuk calon induk, baik pakan konsentrat, pakan hijauan serta pakan tambahan lainnya. Rata-rata pertambahan pakan yang diperlukan oleh peternak di TPK Sukamenak untuk membesarkan pedet betina sapi perah dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Rata-Rata Pertambahan Pakan untuk Usaha Pembesaran Sapi Perah NO 1 2 3 4 5 6
Umur (Bulan) 3-6 7-10 11-14 15-18 19-21 22-24
Hijauan (Kg/ekor/hari) 17,89 29,9 34,14 38,19 40,23 41,87
Konsentrat (Kg/ekor/hari) 1,58 2,72 3,19 3,66 4,00 4,15
Pakan Tambahan (Kg/ekor/hari) 1,31 2,19 2,38 2,53 2,60 2,63
Pedet berumur 2 minggu sudah harus diajari memakan hijauan muda dan segar (Firman, 2010). Pemberian hijauan lebih dari 40% bahan kering atau minimal pemberian bahan kering sebanyak 1,5% bobot badan dan kadar air maksimal 25
38
sampai 50% (Toharmat, 1997). Rata-rata hijauan yang diberikan peternak untuk sapi berumur pada umur 2 minggu adalah 0,15 kg, semakin pedet bertambah umurnya, maka jumlah pemberian hijauan semakin bertambah. Konsentrat harus mulai diberikan pada umur 3-4 minggu dengan jumlah awal 0,25 kg, kemudian jumlahnya ditingkatkan seiring dengan pertambahan berat badan pedet (Firman, 2010). Pemberian konsentrat untuk sapi lepas sapih umumnya 2 kg dengan kandungan protein 14-16% dan pemberian dapat dibatasi setelah umur 10 bulan (Toharmat, 1997), sedangkan rata-rata pemberian konsentrat oleh peternak adalah 1,58 kg dan pemberiannya semakin ditingkatkan dengan semakin bertambahnya umur. Pemberian ransum untuk pembesaran pedet harus diperhatikan kualitas maupun kuantitasnya, yakni yang dapat memberikan pertumbuhan cepat namun bukan untuk penggemukan (Subandriyo, dkk., 2009). Pemberian pakan baik hijauan maupun konsentrat untuk pembesaran pedet betina sapi perah akan menambah jumlah pakan yang harus dikeluarkan peternak, sehingga membuat biaya produksi bertambah.
Satu Kg pakan konsentrat dibeli
dengan harga Rp. 2.400 dan rata-rata harga hijauan adalah Rp. 497. 2.
Tenaga Kerja Usaha peternakan rakyat merupakan perusahaan keluarga, dimana semua
anggota keluarga terlibat didalamnya (yang sudah dapat bekerja dalam usaha).
39
Peternak dalam usahanya memerankan dua peranan penting yaitu pemimpin perusahaan yang mengurus management, dan sebagai pekerja utama yang melakukan bagian terbesar dari pekerjaan-pekerjaan penting (Adiwilaga, 1974). Jumlah jam kerja peternak di TPK Sukamenak dalam sehari rata-ratanya adalah 12 jam, yang terdiri dari pemerahan sebanyak dua kali (pagi dan sore), mencari rumput sebanyak satu sampai dengan dua kali, membersihkan kandang dan memandikan sapi serta memberi pakan sebanyak 3 sampai dengan 4 kali. Faktorfaktor yang menyebabkan jumlah jam kerja peternak besar adalah jenis kegiatan yang dilakukan, jarak dan lokasi kegiatan serta frekuensi pelaksanaan kegiatan dan siapa yang melakukan kegiatan tersebut (Sumardi, 1998). Pemeliharaan pedet betina yang dilakukan peternak akan menambah jam kerja peternak, karena jumlah jam kerja peternak akan bertambah atau semakin lama sesuai dengan jumlah ternak yang dimiliki (Dwijatmiko, 2001).
Jam kerja peternak
bertambah adalah memberi pakan, menyabit rumput serta membersihkan kandang. Pertambahan jumlah jam kerja peternak di TPK Sukamenak dapat dilihat pada lampiran 7, dalam memberikan pakan untuk pedet, peternak memerlukan waktu ratarata 27,43 menit, untuk menyabit rumput, rata-rata waktu yang diperlukan adalah 33,33 menit dan untuk membersihkan kandang adalah 37,44 menit, jadi dalam satu hari jam kerja peternak akan bertambah 98,20 menit karena memelihara pedet betina sebagai calon induk, dengan upah rata-rata sebesar Rp.49.125,93/ 12 jam.
40
Tenaga kerja yang terlibat dalam peternakan rata-rata dua orang, terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga yaitu peternak (suami) dan istrinya atau peternak dan anaknya. Tenaga kerja keluarga banyak dipakai dalam usaha skala kecil, pembagian kerja dalam keluarga didasarkan atas tradisi dan perbedaan-perbedaan fisik (Mubyarto, 1991). Tenaga kerja laki-laki pada usaha peternakan sapi perah biasanya paling banyak mencurahkan waktunya dibandingkan tenaga kerja wanita atau anakanak (Dwijatmiko, 2001). Jenis kegiatan yang dilakukan tenaga kerja laki-laki di TPK Sukamenak adalah memerah, mencari hijauan, memandikan sapi dan memberi pakan, jenis kegiatan tenaga kerja wanita adalah membersihkan kandang, memberi pakan dan membantu mencari rumput, dan jenis kegitan yang dilakukan anak-anak adalah membantu membersihkan kandang serta memberi pakan. 3.
Obat-obatan, Vitamin dan Mineral Kesehatan, kebersihan serta asupan makanan pedet dan dara harus diperhatikan,
karena tingkat kematian pedet akan mencapai 5% sampai umur 6 bulan dan 5,7-60% sampai umur 1 tahun (Santosa, 1999). Kematian yang sering terjadi disebabkan kurang makan/susu, penyakit penumonia yang sering berkomplikasi dengan gangguan pencernaan dan infeksi pada pusar (Djaja, dkk., 2009). Penyakit yang sering melanda pedet di TPK Sukamenak adalah penyakit cacingan, yaitu penyakit yang sering menyerang pedet pada minggu-minggu pertama
41
sejak lahir. Tanda-tanda pedet terserang penyakit cacingan adalah hilangnya nafsu makan, terjadi konstipasi (sembelit, sukar mengeluarkan kotoran), dan diare. Pencegahan pada penyakit ini dapat dilakukan dengan pemberian obat cacing pada pedet umur 10-14 hari dan pada pedet yang berusia diatas 20 hari (Santosa, 1999). Sapi perah memerlukan mineral untuk kebutuhan hidupnya, misalnya natrium (Na), kalsium (Ca), Phosphorm (P), dan vitamin-vitamin (Firman, 2010). Peternak TPK Sukamenak tidak memberikan mineral tambahan untuk sapi perahnya karena menurut peternak di dalam konsentrat yang diberikan sudah mengandung mineralmineral yang pedet butuhkan. Obat dan vitamin merupakan salah satu faktor yang berubah secara kuantitas dalam usaha peternakan sapi perah yang memelihara pedet betina sendiri sebagai calaon induk, namun perubahan kuantitas ini tidak merubah biaya yang dikeluarkan oleh peternak di TPK Sukamenak, karena menurut KPBS biaya untuk kesejahteraan ternak (obat, vitamin dan inseminasi buatan) diambil dari produksi susu yang dihasilkan oleh peternakan (produksi susu perbulan x harga dasar susu x 4%), biaya tersebut setiap bulannya dipotong baik ada sapi yang sakit maupun tidak ada sapi yang sakit. Partial budget analysis adalah tabulasi dari tambahan nilai yang diharapkan dan kerugian dari tambahan nilai yang diharapkan dan kerugian yang ditimbulkan akibat suatu perubahan dalam sistem usaha (Priyanti, dkk., 2009), untuk mengetahui
42
keuntungan atau kerugian yang timbul akibat perubahan-perubahan yang timbul karena peternak membesarkan pedet betina sebagai calon induk dapat dilihat pada Tabel 14, 15, dan 16. Tabel 14. Anggaran Parsial Usaha Sapi Perah dalam Pembesaran Pedet Betina (A) Penurunan Pendapatan 1. Biaya Tambahan
Rp
Hijauan
5.700.683
Konsentrat Pakan tambahan Tenaga kerja
2.480.454 584.834 1.608.055
3. Penghasilan yang hilang Penjualan pedet umur 3 bulan Total (A) Net income change
(B) Peningkatan Pendapatan 2. Tambahan pendapatan Penjualan dara umur 10 bulan
Rp
8.489.474
4. Pengurangan Biaya 4.000.000
Rp.14.374.026
Pembelian dara umur 10 bulan
9.000.000
Total (B) (B-A) Rp. 3.115.448
Rp. 17.489.474
Keterangan : Anggaran parsial peternak yang tidak melakukan pembesaran menjadi melakukan pembesaran sampai umur 10 bulan
Tabel 15. Anggaran Parsial Usaha Sapi Perah dalam Pembesaran Pedet Betina (C) Penurunan Pendapatan 5. Biaya Tambahan
Rp
Hijauan
6.718.947
Konsentrat Pakan tambahan Tenaga kerja
2.940.931 689.747,9 2.010.069
7. Penghasilan yang hilang Penjualan pedet umur 3 bulan
(D) Peningkatan Pendapatan 6. Tambahan pendapatan Penjualan dara umur 12 bulan
Rp
8.950.000
8. Pengurangan Biaya 4.000.000
Pembelian dara umur 12 bulan
9.500.000
43
Total (A)
Rp.16.359.695
Total (B)
Net income change
(B-A)
Rp. 18.450.000
Rp. 2.090.305
Keterangan : Anggaran parsial peternak yang tidak melakukan pembesaran menjadi melakukan pembesaran sampai umur 12 bulan
Tabel 16. Anggaran Parsial Usaha Sapi Perah dalam Pembesaran Pedet Betina (E) Penurunan Pendapatan 9. Biaya Tambahan
Rp
Hijauan
10.837.396
Konsentrat Pakan tambahan Tenaga kerja
4.976.597 1.069.034 4.422.152,1
11. Penghasilan yang hilang Penjualan pedet umur 3 bulan Total (A)
Net income change
(F) Peningkatan Pendapatan 10. Tambahan pendapatan Penjualan dara umur 24 bulan
Rp
15.518.182
12. Pengurangan Biaya 4.000.000
Rp.25.305.179
Pembelian dara umur 24 bulan
Total (B)
(B-A)
19.000.000
Rp. 34.518.182
Rp.9.213.003
Keterangan : Anggaran parsial peternak yang tidak melakukan pembesaran menjadi melakukan pembesaran sampai umur 12 bulan
Tabel 14, 15, dan 16 menunjukan nilai net income change bernilai positif, yaitu sebesar Rp.3.115.448 untuk pembesaran sampai dengan umur 10 bulan, Rp.2.090.305 untuk pembesaran sampai dengan umur 12 bulan, dan Rp.9.213.003 untuk pembesaran sampai dengan umur 24 bulan, artinya bahwa pembesaran pedet betina secara mandiri sampai dengan umur berapapun untuk calon induk dapat memberikan manfaat atau dapat meningkatkan pendapatan bagi usaha peternakan sapi perah.
44
Hasil penelitian Pakpahan (2013), adopsi rearing pada usaha sapi perah di Desa Cihanjuang Rahayu, yang dianalisis dengan anggaran parsial memberikan tambahan keuntungan sebesar Rp. 3.115.448 persatu ekor pedet yang dibesarkan sampai umur empat bulan, artinya pembesaran pedet sapi perah dapat memberikan keuntungan finansial atau tambahan pendapatan untuk peternak. 1.6. Partisipatori Sistem Analisis 1.6.1. Eliminasi Faktor Sembilan belas faktor pendorong dan penghambat yang telah diidentifikasi kemudian
dieliminasi
dengan
menggunakan
uji
Cochran
dengan
tujuan
ditentukannya faktor dominan pendorong dan penghambat pembesaran pedet betina sapi perah.
Frekuensi jawaban peternak untuk ke 19 faktor pendorong dan
penghambat yang telah teridentifikasi terdapat pada Tabel 17.
Tabel 17. Frekuensi Kesesuaian Jawaban Peternak Faktor Pendorong dan Penghambat Pembesaran Pedet Betina Faktor
Umur Peternak Tenaga Pekerja Keluarga Tingkat Pendidikan Pengalaman Beternak Pengetahuan Peternak Asumsi Pembesaran Pedet Keuntungan Ternak Hijauan Lahan Modal
Frekuensi
Lama
Menghasilkan
YA
TIDAK
50 59 12 55 35 42
85 76 123 80 100 93
112 37 26 81
23 98 109 54
45
Biaya Pembesaran Kebutuhan Peternak Akan Uang Inseminasi Buatan Pakan Konsentrat Kebijakan Koperasi Kebijakan Dinas Kebijakan Pemerintah Bandar Permintaan Susu
56 110 18 55 31 24 21 33 13
79 25 117 80 104 111 114 102 112
Jawaban responden terhadap faktor tersebut selanjutnya difalidasi dengan uji Cochran, dengan menggunakan program SPSS™, hasil uji tersebut adalah dari jumlah responden sebanyak 135 orang, untuk df = 18 , nilai 𝑄ℎitung adalah 588,488 dan untuk df 18 dengan α 0,5 maka nilai 𝑄𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 adalah 28,869. Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil tersebut adalah 𝑄ℎitung > 𝑄𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , maka H0 ditolak dan terima H1. Hasil dari empat kali perhitungan menghasilkan 2 faktor pendorong dan penghambat yang valid, yaitu ternak dan kebutuhan peternak akan uang merupakan faktor pendorong dan penghambat pemelirahaan pedet betina sapi perah sebagai calon induk. Kedua faktor pendorong dan penghambat yang telah valid merupakan faktor penentu atau bukan akan diketahui dengan analisis PSA. 1.6.2. Analisis Faktor Penentu Dua faktor pendorong dan penghambat yang terdiri dari kebutuhan ternak untuk Replacement stock dan kebutuhan akan uang dianlisis untuk mengetahui apakah menjadi faktor penentu atau bukan. Faktor-faktor tersebut dianalisis lebih lanjut untuk menentukan klasifikasi faktor-faktor tersebut masuk dalam kategori :
46
sympotom, critical element, buffer atau motor/laver. Kedua faktor itu adalah ternak dengan jumlah jawaban Ya 112 dan kebutuhan peternak akan uang dengan jawaban Ya 110.
Kedua faktor dinilai tingkat pengaruh antar faktor, nilai pengaruh
perpeternak dapat dilihat pada lampiran 12 dan nilai pengaruh yang telah mewakili semua peternak dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 18. Nilai Pengaruh Antar Faktor
Faktor Kebutuhan akan ternak Kebutuhan akan uang
Kebutuhan akan ternak
Kebutuhan akan uang
AS
DI (AS-PS)
2
1
1
-1
2 1
PS
1
2
AR(AS/PS)
2
0,5
Keterangan : AS : Active Sum, PS : Pasive Sum, AR: Activaty Ratio, DI : Degree of Interrelatio
Faktor kebutuhan akan ternak terletak pada kuadran dua yaitu kuadran Critical Element.
Faktor yang berada pada kuadran critical element merupakan
faktor yang harus diperhatikan karena dapat berubah sewaktu-waktu dan membuat efek samping (Van, 2005). Kebutuhan peternak akan uang berada pada kuadran tiga yaitu buffer. Faktor yang berada pada kuadran buffer merupakan faktor yang tidak dipengaruhi atau mempengaruhi faktor lainnya (Herweg, dkk., 2002). kedua faktor tersebut menurut hasil PSA dapat dilihat pada Ilustrasi 3.
Kategori
47
Critical Element Symptom
Kebutuhan akan Ternak
Buffer
Motor/lever
Kebutuhan uang
Ilustrasi3.Faktor penentu pembesaran pedet betina sapi perah 1.6.2.1. Kebutuhan akan ternak (untuk Replacement Stock) Kebutuhan akan ternak (untuk Replacement Stock) terdapat pada kuadran critical element karena kebutuhan akan ternak untuk pengganti induk merupakan hal yang harus diperhatikan oleh peternak untuk meneruskan generasi dan meningkatkan populasi peternakan sapi perahnya, jika suatu peternakan sapi perah tidak memiliki sapi perah pengganti maka akan menghambat peningkatan populasi peternakan serta produksi usaha akan terganggu yang mengakibatkan penurunan pendapatan, artinya penyediaan sapi pengganti induk harus sangat diperhatikan karena dampak yang ditimbulkan jika tidak memiliki induk pengganti sangat merugikan peternak. Lazimnya induk pengganti dibutuhkan sekitar 30% setiap tahun dari seluruh induk yang dipelihara (Santosa, 1999). Peternak harus pandai memilih pedet untuk dijadikan calon induk mengingat pentingnya penyediaan induk pengganti. Pedet sebagai calon induk harus berasal dari
48
induk yang menghasilkan susu yang tinggi, memiliki berat badan yang normal (30 kg keatas) (Atmadilaga, 1976), namun hal tersebut harus ditunjang dengan feeding dan manajemen pemeliharaan yang baik. 1. Feeding atau Pemberian Ransum untuk Pembesaran Pedet Ransum merupakan input produksi yang vital bagi ternak itu sendiri.
Selain
dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup pokok, ransum juga digunakan untuk berproduksi, misalnya untuk tumbuh, untuk mempertahankan kebuntingan dan melahirkan, untuk menghasilkan susu, dan sebagainya. Pertumbuhan ternak akan terhambat, produksi rendah, ternak akan kurus dan tidak mampu berproduksi, apabila ransum yang diberikan tidak sesuai atau kurang dari kebutuhannya (Firman, 2010). Pertumbuhan sapi pengganti induk harus selalu diperhatikan dengan cara memberikan pakan dengan kualitas baik dan kuantitas yang sesuai, karena pertumbuhan sapi dara sebelum melahirkan anak pertama tergantung sekali pada pakan yang diberikan.
Banyak sekali peternak yang sering mengabaikan
pemeliharaan sapi setelah lepas sapih sehingga pertumbuhan sapi dara akan terhambat, pada saat beranak pertama berat badan sapi tidak normal atau kecil, sapi akan beranak pertama terlamat sampai tiga tahun dan atau bahkan lebih, dan produksi susu tidak akan sesuai yang diharapkan (Atmadilaga, dkk., 1976). 2. Manajemen Pemeliharaan Pedet Manajemen dalam usaha peternakan sapi perah merupakan penentu dari keberhasilan atau kegagalan usaha karena
tindakkan yang kurang efisien akan
menghambat usaha yang mengakibatkan perkembangan usaha menjadi lambat (Prodjodihardjo, 1984).
Manajemen pemeliharaan pedet sangat penting karena
49
tingkat kematian ternak pada fase pedet lebih tinggi dibandingkan dengan sapihan maupun dewasa (Tiba, 2009). Kesehatan pedet sampai dengan umur 4 bulan harus benar-benar dijaga dan diawasi karena pada umur tersebut tingkat kematian pedet sekitar 25-33%, kematian tersebut banyak disebabkan oleh kekurangan makan/susu dan penyakit gangguan pencernaan (Djaja, 2009).
Kematian pedet akan
menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi peternak karena harga seekor pedet termasuk mahal dan tingkat kematian akan lebih tinggi pada pemeliharaan secara tradisional yaitu 6,99% untuk pedet yang dipelihara sejak lahir (Santosa, 1999). 3. Manajemen Sapi Dara Usaha untuk menghasilkan pedet dan sapi dara yang kuat dan sehat, sangat penting agar usaha sapi perah mempunyai harapan masa depan yang baik dan menguntungkan (Toharmat, dkk., 1997). Usaha pembibitan sapi perah diperlukan bibit yang baik, untuk memperoleh bibit yang baik harus dilakukan pemuliaan dalam satu rumpun atau satu galur, baik pejantan maupun induk yang dikawinkan berasal dari satu rumpun atau galur yang sama. Bibit merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam upaya pengembangan sapi perah (Direktorat Perbibitan Ternak, 2014), untuk itu manajemen sapi dara sebagai bibit sangat penting diperhatikan peternak untuk upaya pengembangan sapi perahnya. Kebutuhan akan ternak berada di kuadran critical element mengharuskan peternak untuk benar-benar memperhatikan dan mengelola pembesaran pedet betina untuk pengganti induk dengan baik, artinya peternak harus banyak membekali diri dengan pengetahuan dan keterampilan dalam pembesaran pedet betina untuk pengganti induk, karena keberhasilan pembangunan peternakan akan sangat
50
ditentukan oleh sumberdaya manusia peternak sebagai pelaku utama dari kegiatan peternakan itu sendiri.
Pengetahuan dan keterampilan peternak dapat diperoleh
dengan mengikuti pelatihan serta penyuluhan, karena kegiatan pendidikan non formal akan memberikan penguatan kepada peternak, karena peternak akan memungkinkan untuk berubah perilakunya kearah yang diharapkan, sehingga pengetahuannya akan lebih meningkat, sikapnya akan lebih positif terhadap perubahan dan penerimaan inovasi, dan akan lebih terampil di dalam melaksanakan usaha ternaknya (Yunasaf, dkk., 2011). 1.6.2.2. Kebutuhan akan uang Buffer dalam bahasa indonesia dapat diartikan sebagai penyangga. Pembesaran pedet betina merupakan penyangga kebutuhan peternak akan uang, artinya pembesaran pedet betina sapi perah dilakukan peternak untuk memenuhi kebutuhan peternak akan uang. Hasil penelitian Pakpahan (2013), dari 20 orang peternak di Desa Cihanjuang Rahayu, 80% peternak memelihara pedet betina sapi perah memiliki motivasi sebagai tambahan pendapatan, peternak dapat menjual ternaknya apabila membutuhkan biaya mendadak. Kebutuhan peternak akan uang adalah kebutuhan peternak dalam bentuk uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, misalnya kebutuhan uang untuk berobat, kebutuhan untuk sekolah anak, kebutuhan untuk hajatan, membeli tanah, kebutuhan untuk membayar tunggakan pakan, bahkan untuk membeli induk yang siap perah, kebutuhan – kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi dengan penghasilan dari menjual susu. Pendapatan yang diperoleh peternak selama ini hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga (Rusdiana, dkk., 2009).
51
Hasil penelitian Pakpahan (2013), 27,3% dari 11 orang peternak tidak memelihara pedet betina karena terdesak kebutuhan ekonomi, peternak menjual pedetnya untuk mencukupi kebutuhan sehari-seharinya dari hasil usahaternak sehingga tidak punya pendapatan lain untuk menyediakan tabungan untuk keperluan sehari-hari. Hasil penelitian Tia, dkk (2014) menunjukan bahwa pendapatan peternak di KPBS
Pangalengan
rata-rata
Rp.8.873.849,56/usaha
ternak
/tahun
atau
Rp.2.681.422,59 /satuan ternak /tahun atau Rp.739. 487,463 /usaha ternak /bulan atau Rp.223.451,882 /satuan ternak /bulan, sedangkan hasil penelitian Sugiarti, dkk (1999) di Kabupaten Bandung yaitu lembang dan pangalengan menunjukan bahwa pendapatan rata-rata agribisnis sapi perah sebesar Rp. 633.903/bulan dengan rata-rata kepemilikan ternak 3 ekor. Pendapatan peternak dibawah Upah Minimum Kabupaten Bandung (UMK) yaitu Rp. 2.001.195/bulan, artinya peternak tidak dapat memenuhi kebutuhannya hanya dengan mengandalkan dari hasil penjualan susu yang dibawah UMK, karena penetapan UMK adalah dengan melakukan sebuah penelitian dimana komponen UMK merupakan harga barang konsumsi sehari-hari, untuk itu peternak banyak menjual sapi pedetnya untuk memenuhi kebutuhannya akan uang (Nur, 2013). Pembesaran pedet betina sapi perah harus selalu dilakukan peternak, karena selain mengahasilkan calon induk, juga menghasilkan tambahan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan akan uang peternak.