HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Karakteristik Jalan Jalan Lingkar KRB terdiri dari empat jalan, meliputi Jalan Juanda, Ottista, Pajajaran, dan Jalak Harupat. Berdasarkan sifat dan pergerakan lalu lintas dan angkutan jalan (BAPPEDA, 2007), fungsi Jalan Lingkar KRB termasuk dalam jalan arteri sekunder dan kolektor primer. Jalan Pajajaran mempunyai fungsi sebagai jalan arteri sekunder yang berfungsi sebagai penghubung kawasan primer dengan kawasan sekunder satu, kawasan sekunder satu dengan kawasan sekunder kesatu, atau kawasan sekunder satu dengan kawasan sekunder dua. Sedangkan Jalan Jalak Harupat, Juanda, dan Ottista termasuk dalam jalan kolektor primer yang berfungsi menghubungkan antar pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal (Gambar 6).
Gambar 6. Pembagian Fungsi Jalan Lingkar KRB (BAPPEDA, 2002).
29
Jalan Juanda mempunyai panjang 1,73 Km dan seluruh jalan tersebut terdapat pada Jalan Lingkar KRB. Bagian Jalan Pajajaran pada tapak mempunyai panjang 0,70 Km dari total keseluruhan jalan sebesar 2,10 Km. Bagian Jalan Ottista dan Jalak Harupat secara keseluruhan terdapat pada tapak dengan panjang masing-masing 0,8 Km dan 0,95 Km. Secara keseluruhan, total keliling dari jalan lingkar ini adalah 4,18 Km. Jalan pada tapak mempunyai fungsi sebagai jalan arteri atau kolektor dan status jalan nasional dan wilayah (Tabel 3). Batas-batas adminisratif tapak berupa wilayah kelurahan, yaitu: 1. Sebelah Utara
:
Wilayah Kelurahan Babakan, Pabaton, dan Sempur.
2. Sebelah Barat
:
Wilayah Kelurahan Paledang.
3. Sebelah Timur :
Wilayah Kelurahan Tegallega dan Babakan.
4. Sebelah Selatan :
Wilayah Kelurahan Babakan Pasar dan Kelurahan Gudang.
Tabel 3.Data Fisik Jalan Lingkar KRB No Kondisi Umum
Jalan Pajajaran
Jalak Harupat
Juanda
Ottista
1
Status Jalan
Nasional
Propinsi
Propinsi
Propinsi
2
Fungsi Jalan
Arteri Sekunder
Kolektor Primer
Kolektor Primer
Kolektor Primer
3
Panjang Jalan
0,70 km
0,95 km
1,73 km
0,80 km
4
Lajur Jalan
4
2
2
3
5
Arah Jalan
2
1
2
1
6
Lebar DAMIJA
40 m
13 m
16 m
15 m
20 m
8m
12 m
9m
Lalu lintas
(Sumber: Dinas Bina Marga dan Pengairan, 2009)
Penggunaan Lahan Rencana pemanfaatan ruang pada tapak ini disusun untuk menjaga keserasian pembangunan antar sektor dalam rangka penyusunan dan pengendalian program pembangunan kota jangka panjang (BAPPEDA, 1999). Untuk itu, Pemerintah Kota Bogor khususnya Pemkot Bogor Tengah membuat Rencana Tata
30
Ruang dan Wilayah (RTRW). Berdasarkan penggunaan lahannya, daerah Jalan Lingkar KRB dibagi menjadi 6 bagian, yaitu: 1. Perdagangan dan jasa, yaitu lahan terbangun yang digunakan untuk aktivitas yang berhubungan dengan jual beli barang serta jasa, seperti pusat perbelanjaan, pasar, toko, warung atau kios, bank dan koperasi. 2. Ruang Terbuka Hijau (RTH). 3. Permukiman, yaitu lahan terbangun yang digunakan untuk tempat tinggal masyarakat. 4. Perkantoran atau pemerintahan dan komplek militer, yaitu lahan terbangun yang digunakan untuk kegiatan perkantoran baik perkantoran milik pemerintah, maupun swasta dan kegiatan militer. 5. Fasilitas kesehatan, yaitu lahan terbangun yang digunakan untuk memfasilitasi kesehatan, rumah sakit, poliklinik, BKIA, puskesmas, dan apotik. 6. Fasilitas pendidikan, yaitu lahan terbangun yang berfungsi sebagai lokasi kegiatan proses belajar mengajar.
Analisis Karakteristik Jalan Berdasarkan fungsinya, Jalan Lingkar KRB merupakan jalan dengan pusat aktifitas kegiatan skala nasional dan wilayah Kota Bogor. Kondisi jalan pada tapak akan menginterpretasikan pengguna jalan terhadap kondisi secara umum Kota Bogor. Perlu adanya penataan kondisi jalan dalam kasus ini adalah penataan reklame. Penataan jalan akan mencerminkan estetika jalan secara keseluruhan Kota Bogor karena jalan ini merupakan jalan utama. Analisis kecepatan kendaraan bermotor pada tapak mengenai jarak pandang dapat diamati untuk melihat bangunan atau pada kasus ini adalah reklame. Analisis ini dilakukan dengan konsep jarak pandang menurut Hough (1989). Pada jalan arteri primer, batas minimal kecepatan kendaraan adalah 60 kilometer per jam. Berdasarkan perhitungan zona aman tersebut, maka minimal jarak pandang bangunan harus dapat diamati dari jarak 200 meter. Untuk jalan arteri sekunder, batas minimal kecepatan kendaraan adalah 30 kilometer per jam. Jarak pandang bangunan harus dapat diamati dari jarak adalah 100 meter. Untuk
31
jalan kolektor primer dan sekunder, batas minimal kecepata kendaraan masingmasing adalah 40 dan 20 kilometer per jam. Maka, jarak pandang bangunan harus dapat diamati dari jarak adalah 13,3 dan 6,6 meter (Tabel 4). Untuk mengukur jarang pandang tersebut dapat disesuaikan dengan kecepatan pengendara bermotor. Akan tetapi, analisis tersebut dapat diterapkan pada jalan di Indonesia jika terdapat koefisien antisipasi, yaitu 4. Koefisien tersebut berfungsi sebagai antisipasi keadaan jalan di Indonesia yang dikarenakan banyak faktor yang mempengaruhi, seperti banyaknya kendaraan yang berhenti sembarangan, jalan yang rusak, dan lain-lain. Tabel 4. Jarak Pandang Pengendara Bermotor Menurut Fungsi Jalan No
Nama Jalan
Fungsi jalan
Minimal kecepatan
Jarak pandang
1
Pajajaran
Arteri sekunder
30 km/jam
40,0 m
2
Jalak Harupat
Kolektor primer
40 km/jam
53,2 m
3
Juanda
Kolektor primer
40 km/jam
53,2 m
4
Ottista
Kolektor primer
40 km/jam
53,2 m
Penggunaan Lahan Pada Jalan Pajajaran, bagian timur jalan didominasi oleh bangunan perdagangan dan jasa kelas menengah ke atas di setiap sisi jalan. Kondisi ini dicirikan dengan banyaknya reklame. Sedangkan bagian barat jalan merupakan RTH Kebun Raya Bogor (Gambar 7). Pada bagian jalan ini tidak banyak terdapat reklame tetapi dipenuhi dengan vegetasi jenis pohon, semak, dan penutup tanah. Hal ini membuat perbedaan visual yang tinggi antara vegetasi pada bagian barat dan bangunan pada bagian timur jalan. Jalan Jalak Harupat didominasi oleh RTH Kebun Raya Bogor pada bagian selatan dan permukiman penduduk pada bagian utara (Gambar 7). Secara visual tidak ada perbedaan visual yang tinggi antara bagian utara dan selatan yang dicirikan dengan banyaknya vegetasi jenis pohon, penutup tanah, dan sedikit semak. Akan tetapi, fungsi RTH pada bagian utara dan selatan jalan menjadi kurang estetik karena adanya poster tempel dan banner pada tiang listrik dan lampu penerangan jalan umum (PJU). Peletakkan reklame tersebut bersifat tidak resmi karena melanggar perda setempat.
32
Jalan
Juanda
dipenuhi
kegiatan
perdagangan
dan
jasa,
kantor
pemerintahan atau swasta (Gambar 7). Menurut skalanya, kegiatan perdagangan dan jasa pada tapak dibagi dua, yaitu skala menengah ke atas dan menengah ke bawah. Kegiatan perdagangan dan jasa skala menengah ke bawah dicirikan pasar, pedagang kaki lima, dan ruko kecil. Kegiatan ini terdapat pada bagian selatan jalan dan berdekatan dengan Plaza Bogor. Sedangkan kegiatan perdagangan skala menengah ke atas terdapat pada bagian utara jalan. Kegiatan ini dicirikan dengan gedung dan ruko skala besar. Pada Jalan Ottista kegiatan didominasi perdagangan dan jasa kelas menengah ke bawah berupa pasar dan ruko kecil (Gambar 7). Sisi utara jalan merupakan RTH Kebun Raya Bogor sedangkan sisi selatan dipenuhi ruko dan pasar. Visual tapak menjadi kurang baik dan tidak teratur karena kegiatan perdagangan skala menengah ke bawah ini. Fungsi RTH pada KRB pun tidak terlihat lagi karena pada bagian utara jalan dipenuhi pedagang kaki lima.
Gambar 7. Penggunaan Lahan Jalan Lingkar KRB
33
Persebaran dan Jenis Reklame Berdasarkan intensitas reklame, zona Jalan Lingkar KRB dibagi dua, yaitu zona intensitas reklame tinggi dan rendah. Pembagian tersebut berdasarkan pengamatan titik reklame (Gambar 8). Reklame intensitas tinggi terdapat pada Jalan Pajajaran bagian timur, Jalak Harupat titik Sempur, Juanda bagian selatan, dan Ottista bagian selatan. Reklame intensitas rendah terdapat pada Jalan Pajajaran Bagian Barat, Jalak Harupat, Juanda dan Ottista bagian utara. Jenis reklame didominasi oleh billboard, reklame rombong, dan spanduk (Tabel 5). Jalan Pajajaran memiliki titik pemusatan reklame pada bagian timur jalan. Titik pemusatan reklame pada bagian tersebut seperti pada Plaza Pangrango, factory Fame n Famous dan Brasco, Halte Rumah Sakit PMI, dan Tugu Kujang. Jenis reklame yang digunakan adalah billboard, spanduk, rombong, dan poster. Bagian barat jalan tidak ada titik pemusatan reklame tetapi terdapat reklame poster dan banner intensitas rendah. Jalan Jalak Harupat memiliki satu titik pemusatan reklame di bagian utara, yaitu pada daerah Sempur. Pada titik ini terdapat billboard SMP 1 Bogor dan spanduk. Sedangkan pada bagian lainnya terdapat reklame poster dan billboard dengan intensitas rendah dan ukuran kecil. Jalan juanda terdapat titik pemusatan reklame, yaitu titik KRB pintu 1, Plaza Bogor, Pasar Bogor, BTM, dan Gedung Bank Mandiri, Hotel Salak. Titik tersebut didominasi billboard, rombong, dan spanduk. Reklame rombong banyak terdapat di Jalan Juanda bagian selatan yang merupakan media perdagangan dan jasa kelas menengah ke bawah. Pada Jalan Ottista, tiap sisi selatan jalan hampir semua mempunyai titik pemusatan reklame, yaitu pemusatan reklame rombong, Billboard kecil dan beberapa billboard besar. Tabel 5. Jumlah dan Jenis Reklame Jalan Lingkar KRB No Jenis
Jumlah
Sifat reklame
Satuan
1
Billboard
89
Permanen
Per papan
2
Rombong
77
Permanen
Per papan
3
Spanduk
56
Permanen dan Non Permanen
Per spanduk
4
Poster
35
Non permanen
Titik pemusatan
5
Banner
24
Non Permanen
Per banner
34
Ada hubungan yang perlu dicermati antara penggunaan lahan, persebaran reklame, dan jenis reklame. Penggunaan lahan pada tapak mempengaruhi persebaran reklame, misalnya: penggunaan lahan kegiatan perdagangan dan jasa mempunyai titik persebaran reklame tinggi. Sedangkan penggunaan lahan untuk permukiman dan RTH mempunyai titik persebaran reklame rendah. Penggunaan lahan lain mempunyai titik persebaran reklame relatif bervariasi. Pada Jalan Pajajaran, luasan lahan yang digunakan untuk kegiatan perdagangan jasa lebih sedikit daripada Jalan Juanda. Titik persebaran reklame Jalan Juanda lebih banyak dibandingkan Jalan Pajajaran. Dengan demikian, penggunaan lahan untuk kegiatan perdagangan dan jasa mempunyai korelasi linier dengan persebaran reklame. Semakin banyak kegiatan perdagangan dan jasa, maka semakin banyak pula persebaran reklamenya. Untuk penggunan lahan lain, keberadaan reklame bersifat relatif persebarannya sehingga korelasinya tidak begitu jelas. Penggunaan lahan mempengaruhi jenis reklame. Penggunaan lahan untuk kegiatan perdagangan dan jasa skala menengah ke bawah menggunakan jenis reklame rombong. Semakin banyak penggunaan lahan untuk perdagangan dan jasa skala menengah ke bawah, maka semakin banyak pula intensitas reklame rombong. Sedangkan daerah perdagangan dan jasa skala menengah ke atas menggunakan jenis reklame billboard (Tabel 6). Semakin banyak penggunaan lahan untuk perdagangan dan jasa skala menengah ke atas, maka semakin banyak pula intensitas reklame billboard. Tabel 6. Perbandingan Jenis Reklame Menurut Skala Penggunaan Lahan Perdagangan dan Jasa. No 1
2
Perdagangan dan jasa
Billboard Rombong Spanduk Banner Poster
Menengah keatas (Jalan Juanda)
34
11
11
1
-
Menengah kebawah (Jalan Ottista)
7
20
3
-
-
Menengah ke atas (Jalan Juanda)
-
-
-
-
-
14
30
12
5
-
Menengah kebawah (Jalan Ottista)
35
Gambar persebaran reklame
36
Estetika Jalan KRB Estetika Kondisi Umum Hasil uji SBE kondisi umum lanskap Jalan Lingkar KRB menunjukkan berkisar antara -120,889 sampai dengan 121,778 (Gambar 10). Nilai SBE lanskap reklame KRB dikelompokkan menjadi 3 kategori utama, yaitu kualitas estetika tinggi, sedang, dan rendah. Kriteria tinggi adalah lanskap 20,001
Gambar 9. Foto Kualitas Estetika Tertinggi (kiri) dan Terendah (kanan).
37
Ciri-ciri lanskap kategori tinggi adalah adanya vegetasi di jalan memberikan kesan lembut dan teduh. Lanskap ini tidak terdapat bangunan yang dominan. Foto estetika tinggi terdapat pada Jalan Jalak Harupat adalah lanskap nomor 15, 16,17, dan 20 dati total 9 foto . Jalan Pajajaran memiliki foto kategori tinggi, yaitu lanskap nomor 23, 25, 28, dan 29 dari total 11 foto. Lanskap Jalan Juanda memiliki kategori ini, yaitu foto nomor 4 dan 5 dari total 11 foto. Dari hasil tersebut, lanskap kategori estetika tinggi banyak terdapat pada Jalan Jalak Harupat dan Pajajaran. Ciri-ciri lanskap kategori sedang adalah adanya vegetasi dan bangunan. Kehadiran bangunan tidak merusak estetika karena tidak dominan dan tertata dengan baik. Foto estetika sedang terdapat pada jalan Pajajaran adalah lanskap nomor 21, 22, 24, 26, 27, dan 31. Jalan Juanda memiliki foto estetika sedang, yaitu foto lanskap nomor 2, dan 8. Jalan Jalak Harupat memiliki foto kategori sedang adalah lanskap 12, 14, dan 19. Dari hasil tersebut, lanskap kategori estetika sedang banyak terdapat pada Jalan Pajajaran dan Juanda dan Jalak Harupat. Ciri-ciri lanskap kategori rendah adalah adanya vegetasi dan bangunan. Bangunan lebih dominan dari vegetasi dan mengurangi nilai estetika. Foto estetika rendah terdapat pada Jalan Pajajaran, yaitu foto lanskap nomor 30. Jalan Juanda mempunyai estetika rendah, yaitu lanskap nomor 1, 3, 6, 7, 9, 10, dan 11. Jalak Harupat mempunyai foto estetika rendah nomor 13, 18. Jalan Ottista mempunyai lanskap rendah, yaitu nomor 32, 33, 34, 35, 36, 37, dan 38. Dari hasil tersebut, lanskap kategori rendah banyak terdapat pada Jalan Juanda dan Ottista. Secara keseluruhan, Lingkar Jalan KRB mempunyai nilai estetika yang rendah. Estetika rendah disebabkan penempatan reklame dan bangunan tidak teratur atau intactness. Jalan Jalak Harupat dan Pajajaran merupakan jalan yang mempunyai nilai estetika tinggi. Jalan Ottista adalah jalan dengan nilai estetika rendah. Sedangkan, Jalan Juanda dan Pajajaran mempunyai proporsi nilai estetika bervariasi dari tinggi hingga rendah. Intensitas reklame dan keberadaan bangunan yang tidak intactness berbanding terbalik dengan nilai estetika lanskap. Semakin tinggi intensitas reklame dan bangunan yang tidak intactness, maka semakin mengurangi nilai estetika lanskap.
Grafk sbe kondisi umum 10
38
39
Uji SBE kondisi umum reklame Jalan Lingkar KRB dapat dianalisis menurut penggunaan lahannya. Analisis tersebut dapat dilakukan berdasarkan analisis karakteristik dan fungsi masing-masing penggunaan lahan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Kota (RTRW) Kota Bogor. 1. Lanskap Daerah Permukiman Lanskap permukiman pada tepi jalan mempunyai nilai keindahan tinggi adalah lanskap dengan ciri vegetasi dan bangunan yang seimbang (Unity). Pada uji SBE ini, lanskap permukiman hanya terdapat pada nomor 20. Jumlah ini disesuaikan luas dari permukiman itu sendiri (Gambar 11).
Gambar 11. Lanskap Permukiman Lanskap ini memiliki nilai SBE 106,833 dengan kategori estetika tinggi. Ciri foto ini adalah vegetasi yang rimbun dan teduh, bangunan tertata dengan baik, dan kondisi lingkungan bersih (Gambar 11). Lanskap ini tidak terdapat reklame dominan. Menurut survei lapang, tapak ini terdapat reklame poster dan banner yang berukuran. Peletakkan reklame tidak besar intensitasnya sehingga tidak mempengaruhi nilai estetikanya. Menurut Peraturan Pemerintah tentang Jalan, batas minimal kecepatan pada jalan ini (Jalan Jalak Harupat) adalah 40 kilometer per jam. Berdasarkan perhitungan, jarak pandang kendaraan yang perlu diamati untuk melihat bangunan adalah 13,3 meter. Reklame ukuran kecil tidak berpotensi diletakkan sehingga sasaran utama kawasan ini adalah pengendara bermotor.
40
2. Lanskap Perdagangan dan Jasa Lanskap perdagangan dan jasa pada tepi jalan mendominasi di Jalan Pajajaran, Juanda , dan Ottista. Salah satu contoh lanskap perdagangan dan jasa adalah foto nomor 34 mempunyai nilai SBE -120,889 dengan kategori rendah. Lanskap ini dicirikan dengan banyak reklame tidak tertata baik, dominasi bangunan, dan tidak ada vegetasi. Hal ini sesuai dengan penelitian Meliawati (2003), bahwa lanskap pada area perdagangan dan jasa dinilai memiliki keindahan yang rendah. Gunawan dan Yoshida (1994) menambahkan bahwa dominasi bangunan pertokoan dianggap tidak indah dan nyaman karena terlalu padat. Keberadaan bangunan yang saling memperlihatkan dominasinya membuat lanskap menjadi tidak unity atau saling bertabrakan. Lanskap perdagangan dan jasa tertinggi adalah nomor foto 12. Lanskap ini mempunyai nilai SBE 23,278 dengan kategori tinggi. Lanskap ini dicirikan vegetasi rimbun dan teduh, reklame dengan intensitas rendah, bangunan tertata dengan baik. Menurut fungsinya, jalan ini merupakan jalan arteri sekunder. Batas minimal kecepatan pada kawasan ini adalah 30 kilometer per jam (Jalan Juanda, Pajajaran, dan Ottista). Berdasarkan perhitungan, jaraka pandang kawasan ini perlu diamati. Untuk melihat bangunan adalah 100 meter, jarak pandang yang digunakan adalah 12 detik. Batas minimal kecepatan terebut memungkinkan pengendara bermotor melihat reklame dengan ukuran besar. Sedangkan pejalan kaki dapat mengamati reklame dengan ukuran besar maupun kecil. Akan tetapi, pertigaan jalan merupakan kawasan yang berbahaya diletakkan reklame besar maupun kecil jika pengendara mengikuti peraturan tentang batas minimal kecepatan rata-rata (Gambar 25).
Gambar 12. Lanskap Perdagangan dan Jasa Dengan Kualitas Estetika Tertinggi (kiri) dan Terendah (kanan)
41
3. Lanskap Ruang Terbuka Hijau (RTH) Lanskap Ruang Terbuka Hijau (RTH) nomor 16 mempunyai nilai SBE tertinggi, yaitu 121,778 dengan kategori tinggi. Lanskap (RTH) nomor 35 mempunyai nilai SBE terendah, yaitu -23,611 dengan kategori rendah. Perbedaan penilaian itu disebabkan oleh visual gambar 16 yang menunjukkan RTH dekat daerah permukiman. Sedangkan, gambar 35 menunjukkan RTH dekat area perdagangan dan jasa. Karakteristik gambar adalah vegetasi sedikit dan mempunyai warna daun tidak menarik, bangunan dengan vandalisme, dan kesan gersang. Sedangkan batas minimal kecepatan pada jalan ini mengikuti bagian luar sisi jalan lingkar KRB, yaitu 30 kilometer per jam (Jalan Pajajaran, Otiista, dan Juanda) dan 40 kilometer per jam (Jalan Jalak Harupat). Akan tetapi, kawasan ini merupakan area bebas reklame sehingga tidak ada pengukuran jarak pandang reklame (Gambar 13).
Gambar 13. Lanskap RTH Dengan Kualitas Estetika Tertinggi (kiri) dan Terendah (kanan) Lanskap RTH mempunyai nilai estetika tinggi. Lanskap perdagangan dan
jasa; permukiman; dan lanskap lainnya mempunyai nilai estetika tinggi jika terdapat keharmonisan antara elemen buatan dan alami (Intactness). Peletakkan reklame dan ukuran reklame dapat ditentukan melalui aturan mengenai batas minimal kecepatan kendaraan. Semakin tinggi batas kecepatan kendaraan, maka jarak pandang kendaraan untuk melihat ke reklame akan semakin jauh. Hal ini menyebabkan ukuran reklame harus semakin besar. Selain itu, tinggi reklame juga dipengaruhi jarak pandang. Semakin jauh jarak pandang, maka reklame yang dibuat harus semakin tinggi. Menurut Ashihara, view yang
menyatu suatu
bangunan diperoleh jika jarak pandang (D) bangunan 2 kali tinggi bangunan (H).
42
Hasil
penilaian
uji
SBE
kondisi
umum
Jalan
Lingkar
KRB
memperlihatkan zonasi lanskap yang memiliki nilai estetika tinggi, sedang dan rendah. Zonasi ini tercipta dengan menggabungkan analisis berdasarkan ciri-ciri lanskap, jenis dan persebaran reklame yang digunakan, dan penggunaan lahan. Zona estetika tinggi memiliki ciri mempunyai nilai SBE rata-rata kategori tinggi. Zona estetika sedang memiliki ciri mempunyai nilai SBE rata-rata dengan kategori sedang. Sedangkan, zona estetika rendah memiliki ciri mempunyai nilai SBE rata-rata dengan kategori rendah. Nilai SBE titik mewakili kawasan di sekitarnya (Gambar 14).
Gambar 14. Zona Estetika Jalan Lingkar KRB
43
Faktor-Faktor Estetika Reklame Kriteria pengelompokkan estetika nilai SBE faktor reklame dikelompokkan menjadi tiga kategori utama, yaitu kualitas estetika tinggi, sedang, dan rendah dengan menggunakan sebaran normal. Pembagian kelas tersebut berdasarkan nilai SBE tertinggi dan terendah setiap faktor dengan perhitungkan nilai sedang dengan kisaran -20 sampai dengan 20. Hasi uji SBE faktor estetika reklame adalah: 1. Jenis reklame Nilai SBE tertinggi pada faktor jenis reklame adalah foto nomor 1 dan 2, nilai SBE masing-masing 39,778 dan 9,056 dengan kategori masing-masing tinggi dan sedang. Foto tersebut menampilkan reklame jenis billboard (Gambar 15). Media Billboard mempunyai keunggulan dibandingkan media lainnya. Desain billboard berdiri sendiri tanpa harus bergantung bangunan lain sehingga arah dari isi pesan dapat disesuaikan oleh mata pengendara bermotor dan pejalan kaki. Selain itu, desain billboard dapat disesuaikan dengan keperluan dengan ukuran, tinggi, dan bentukan desain. Nilai SBE terendah pada faktor jenis reklame adalah foto nomor 9 dan 10 dengan nilai SBE masing-masing -120,389 dan -102,778. Foto tersebut menampilkan reklame jenis poster (Gambar 15). Reklame poster bersifat sementara dan dapat diletakan di media atau objek yang berdiri tegak dari permukaan tanah, seperti dinding, paralon, beton besar, dan tiang penyangga. Karena penempatannya yang fleksibel, media poster cenderung mempunyai nilai estetika rendah. Selain itu, media reklame juga tidak memiliki nilai fungi yang baik. Hal ini karena penempatannya tidak tertata dengan baik, mudah rusak, dan intensitas yang tinggi.
Gambar 15. Foto Dengan Kualitas Estetika Tertinggi (kiri) dan Terendah (kanan) Faktor Jenis Reklame.
44
Jenis reklame spanduk pada foto nomor 3 dan 4 mempunyai nilai SBE masing-masing -60,056 dan -101,778 dengan kategori estetika rendah. Nilai-nilai tersebut disebabkan perbedaan intensitas spanduk. Pada foto nomor 3 terdapat satu reklame sedangkan
foto nomor 4 terdapat lima reklame. Jenis reklame
banner pada foto nomor 5 dan 6 mempunyai nilai SBE masing-masing -29,111 dan -53,556 dengan kategori estetika rendah. Setiap banner mempunyai ciri-ciri umum, yaitu peletakkannya di media tegak pada jalan dan tidak diletakkan dengan intensitas tinggi. Jenis reklame rombong foto nomor 7 dan 8 mempunyai nilai SBE masing-masing -21,056 dan -77,611 dengan kategori rendah. Pada foto nomor 7 terdapat banyak beberapa reklame rombong dengan view sekitar bangunan dan vegetasi. Sedangkan, foto nomor 8 terdapat reklame dengan intensitas tinggi dan bangunan yang tidak tertata dengan baik (Gambar 16). Berdasarkan hasil uji SBE faktor jenis reklame, billboard merupakan media reklame yang mempunyai estetika lebih tinggi dibandingkan media reklame lain yang dipilih oleh responden. Sedangkan, poster merupakan media reklame yang mempunyai estetika rendah dibandingkan dengan media reklame lain. Untuk jenis reklame banner, reklame rombong, dan spanduk mempunyai nilai SBE yang bervariasi dari kategori sedang dan rendah tergantung kondisi dan peletakkan media reklame tersebut.
50
Nilai SBE
0 1
2
3
4
5
6
7
8
-50
-100
-150 Foto
Gambar 16. Grafik Nilai SBE Faktor Jenis Reklame
9
10
45
2. Ukuran Reklame
Pada lanskap 1, pengurangan ukuran reklame dari 20m2 hingga ukuran 5m2 (75% dari ukuran semula). Pengurangan ukuran ini menyebabkan nilai estetikanya menjadi tinggi dari nilai SBE -25,222 pada foto nomor 1 menjadi 14,667 pada foto nomor 2 (Gambar 18). Reklame ini memiliki proporsi yang lebih baik dari ukuran awal dengan isi informasi, gambar, dan tulisan yang besar (Gambar 17). Pengurangan ukuran ini tidak menyebabkan isi informasi reklame sulit terbaca oleh pengamat. Ukuran reklame yang proporsional pada lanskap dapat meningkatkan kualitas estetika lanskap (BPKK, 2005).
Gambar 17. Simulasi Foto Dengan Kualitas Estetika Tertinggi Faktor Ukuran Reklame. Pada lanskap 2, pengurangan ukuran reklame dari 30m2 hingga ukuran 5m2 (84,4% dari ukuran semula). Pengurangan ukuran reklame ini menyebabkan nilai estetikanya menjadi lebih rendah dari nilai SBE 22,667 pada foto nomor 3 menjadi -23,667 pada foto nomor 4 (Gambar 18). Ukuran ini menyebabkan isi informasi sulit untuk terbaca oleh pengamat dari semula yang dapat dibaca. Kasali (1993) menyebutkan bahwa isi reklame yang ingin disampaikan harus dapat dibaca setidaknya tujuh detik, mengunakan huruf yang mudah terbaca. Hal ini dipengaruhi oleh ukuran media reklame yang dapat memuat isi pesan yang akan disampaikan. Berdasarkan hasil tersebut, reklame mempunyai ukuran ideal untuk mencapai fungsi pencapaian pesan dan estetikanya. Pengurangan ukuraan reklame dapat meningkatkan nilai estetika apabila isi pesan reklame tersebut masih dapat terbaca oleh pengamat. Selain itu, pengurangan ukuran ideal ini dapat mengurangi dominasi dari reklame itu sendiri. Pengurangan ukuran tidak ideal atau terlalu
46
kecil dapat mengurangi nilai estetika karena menyulitkan pengamat untuk membacanya. Pengurangan ukuran tersebut membuat interaksi antara reklame dengan lanskap menghilang karena proporsi reklame pada lanskap mengecil atau D/H>4 (Ashihara, 1970). Selain itu, aspek penyampaian pesan harus memperhatikan aspek yang mendidik bagi pengamat (Kasali, 1993). Pesan iklan tidak layak dikonsumsi dapat mendidik masyarakat terhadap hal yang tidak baik.
Gambar 18. Grafik Nilai SBE Faktor Ukuran Reklame 3. Warna Reklame
Nilai SBE tertinggi adalah foto nomor 1 dan 3 dengan nilai SBE masingmasing 63,556 dan 35,278 (Gambar 20). Gambar ini dicirikan warna reklame dengan saturasi tinggi. Menurut penelitian Titi W (2006), warna mencolok pada desain dapat menarik perhatian pengamat sehingga memberi nilai estetika tinggi. Sedangkan, Graves (1951) mengemukakan bahwa ada prinsip yang harus diperhatikan dalam penyusunan warna yang salah satunya Chroma (kekuatan, intensitas, dan kesucian dalam warna). Desain dan penempatan reklame harus mempertimbangkan segi visual, skala dari tulisan, dan proporsi tulisan serta kontras antara tulisan dengan latar belakang yang digunakan. Untuk memperoleh desain dengan memperhatikan prinsip Chroma, warna yang disajikan harus memperhatikan intensitas warna. Saturasi tinggi pada warna pesan reklame dibandingkan saturasi latar belakang dapat memunculkan daya tarik pada reklame.
47
Gambar 19. Foto Dengan Kualitas Estetika Tertinggi (kiri) dan Terendah (kanan) Faktor Warna Reklame. Pemberian warna mencolok pada desain dengan ketajaman yang rendah kurang menarik perhatian pengamat sehingga akan mengurangi nilai estetika. Hal ini terlihat pada contoh foto nomor 2 dan 4 dengan nilai SBE masing-masing 15,000 dan -2,4444 (Gambar 20). Pada foto, warna latar belakang reklame terlihat tidak kontras dengan tulisannya. Perlakuan replace color Pengurangan saturasi menyebabkan kontras warna yang tidak terlalu tinggi antara pesan dengan latar belakang reklame (Gambar 19). Berdasarkan hasil uji warna reklame, pemberian warna yang mencolok dapat meningkatkan komunikasi visual reklame ke pengamat dengan memberikan dominance dibandingkan elemen lain. Sedangkan warna kurang mencolok reklame tidak memikat sehingga pengamat tidak menilai estetik.
Gambar 20. Grafik Nilai SBE Faktor Warna Reklame
48
4. Pencahayaan Lanskap 1, 2, dan 3 pada siang hari masing-masing mempunyai nilai SBE -35,944; 2,056; dan 41,778. Sedangkan lanskap 1, 2, dan 3 pada malam hari mempunyai nilai SBE -78; -70,056; dan 2,611 (Gambar 22). Lanskap pada siang hari menampilkan pencahayaan yang bersumber pada sinar matahari yang bersifat alami. Sinar matahari ini bersifat menyeluruh pada tapak sehingga menimbulkan kesan interaksi antara reklame dengan keadaan sekitar. Ashihara (1970) menyebutkan bahwa interaksi antara ruang atau lanskap dengan suatu objek pada kesan viual dapat terwujud apabila keseluruhan objek pada ruang atau lanskap terlihat oleh pengamat. Pada uji SBE kondisi umum telah disebutkan bahwa reklame dapat menurunkan nilai estetika lanskap. Akan tetapi, lanskap siang hari pada uji ini mempunyai ciri adanya interaksi reklame dengan ruang sehingga nilai estetikanya tidak rendah. Lanskap malam hari menampilkan pencahayaan yang bersumber pada lampu penerangan yang bersifat buatan manusia. Penyinaran lampu ini tidak bersifat menyeluruh dan hanya menyinari di beberapa titik saja khusunya reklame. Tidak adanya interaksi antara reklame dengan ruang pada kean visual dapat terwujud apabila keseluruhan objek tidak terlihat oleh pengamat. Pada uji lanskap malam hari. Uji SBE malam hari ini mempunyai ciri tidak adanya interaksi reklame dengan ruang sehingga nilai estetikanya rendah (Gambar 21).
Gambar 21. Contoh Lanskap Faktor Estetika Pencahayaan Reklame Dengan demikian, faktor pencahayaan mempengaruhi estetika reklame pada lanskap. Pencahayaan matahari mempunyai nilai esteika yang lebih tinggi dibandingkan dengan pencahayaan yang bersumber pada lampu penerangan pada reklame suatu lanskap.
49
50.00
Nilai SBE
0.00
1
2
3
siang hari malam hari
-50.00
-100.00
Foto
Gambar 22. Grafik Nilai SBE Faktor Pencahayaan Reklame 5. Intensitas Nilai SBE tertinggi terdapat pada foto nomor 4 dengan nilai SBE 119,389 dan kategori estetika tinggi (Gambar 24). Foto ini dicirikan dengan simulasi lanskap tanpa reklame pada lokasi dekat lapangan Sempur (Gambar 23). Nilai SBE terendah terdapat pada foto nomor 1 dengan nilai SBE -101,278 dan kategori estetika rendah (Gambar 24). Foto ini dicirikan dengan kondisi kontrol lanskap dengan intensitas lima reklame yang terdiri dari spanduk dan billboard (Gambar 23). Sedangkan foto nomor 2 dan 3 masing-masing mempunyai nilai SBE -39,111 33,111 dengan kategori masing-masing rendah dan tinggi (Gambar 24). Menurut ASLA (1979), semakin sedikit komponen yang dapat mengganggu visual dan memiliki jumlah yang tidak sesuai dengan fungsi lanskap, maka nilai estetikanya akan semakin meningkat. Sebaliknya, semakin banyak komponen yang dapat mengganggu visual dan memiliki jumlah yang tidak sesuai dengan lanskap, maka nilai estetikanya akan semakin menurun (Scale dan Diversity). Pada kasus ini, komponen dalam lanskap yang dapat mengganggu dan memiliki jumlah yang tidak sesuai dengan fungsi lanskap adalah reklame. Sedangkan Reid (1993) mengatakan bahwa desain bernilai tinggi jika memperhatikan prinsip-prinsip desain dan salah satunya adalah Scale berupa intensitas. Jadi, komponen yang dapat mengganggu harus dapat diatur menurut prinsip desain berupa scale.
50
Gambar 23. Simulasi Faktor Estetika Intensitas Reklame Tertinggi (kiri) dan Terendah (kanan) Dengan demikian dapat diketahui bahwa semakin menurun intensitas reklame, maka semakin tinggi nilai estetikanya. Sebaliknya, Semakin meningkat intensitas reklame, maka semakin rendah nilai estetikanya. Lanskap pemandangan yang mempunyai nilai estetika tertinggi dapat tercipta apabila ketiadaan reklame.
150.00
100.00
Nilai SBE
50.00
0.00 1
2
3
4
-50.00
-100.00
-150.00
Foto
Gambar 24. Grafik Nilai SBE Faktor Intensitas Reklame 6. View Sekitar Nilai SBE tertinggi adalah foto nomor 1 yang mempunyai nilai SBE 32,889 dengan kategori tinggi (Gambar 26). Foto ini dicirikan reklame Billboard dengan view sekitar vegetasi (Gambar 25). Hal ini sesuai dengan foto estetika tertinggi uji SBE kondisi umum yang menyebutkan bahwa adanya vegetasi dapat menambah nilai estetika. Menurut ASLA (1979), keindahan dapat tercipta karena
51
pola elemen visual lingkungan sekitar yang mendukung (form). Sedangkan foto nomor 2 menampilkan lanskap dengan kondisi visual yang tidak harmonis. Elemen vegetasi, reklame, dan kendaraan mengisi lanskap dengan dominansi masing-masing. Keindahan berbanding lurus dengan peningkatan elemen vegetasi (Meliawati, 2003). Akan tetapi, lanskap tersebut terdapat pada zona penggunaan lahan RTH. Penempatan reklame pada zona ini dikhawatirkan dapat merubah fungsi zona tersebut. Nilai SBE terendah adalah foto nomor 3 dan 4 masing-masing mempunyai nilai SBE -90,778 dan -66,667 dengan kategori rendah (Gambar 26). Foto ini dicirikan dengan view bangunan dengan reklame pada kios yang tidak teratur atau bangunan yang tidak mempunyai Intactness (Gambar 25). Penelitian Meliawati (2003) juga menyebutkan bahwa Estetika berbanding terbalik dengan peningkatan elemen bangunan. Bangunan yang dimaksud adalah bangunan yang tidak tertata dengan baik dan tidak mempunyai nilai historik atau memoribility. Reklame dengan view sekitar vegetasi dan bangunan pada foto nomor 5 dan 6 memiliki nilai SBE masing-masing 30,667 dan 0,889 dengan kategori estetika masingmasing tinggi dan sedang. Perpaduan view elemen buatan dan elemen alami lanskap memiliki nilai estetika tinggi apabila kualitas dan kuantias elemen tersebut seimbang (Unity).
Gambar 25. Foto Kualitas Estetika Tertinggi (kiri) dan Terendah (kanan) Faktor View Reklame Sekitar. Dengan demikian, penempatan vegetasi yang harmonis sebagai view di sekitar reklame dapat menambah nilai estetika. Peningkatan elemen vegetasi akan meningkatkan estetika suatu pemandangan. Akan tetapi, penempatan reklame pada RTH perlu dipertimbangkan karena dikhawatirkan dapat merubah fungsi
52
penggunaan lahan (diversity). View bangunan di sekitar reklame dapat mengurangi nilai estetika. Peningkatan elemen bangunan akan menurunkan estetika pemandangan. Perpaduan antara elemen bangunan dan vegetasi berpotensi memiliki nilai estetika tinggi apabila terdapat keseimbangan (Unity).
50
0
Nilai SBE
1
2
3
4
5
6
-50
-100
Foto Gambar 26. Grafik Nilai SBE Faktor View Sekitar Reklame Faktor-faktor yang telah diuji SBE memiliki pengaruh terhadap kualitas estetika suatu reklame. Pengaruh faktor-faktor tersebut dapat berbanding lurus atau terbalik. Akan tetapi, faktor-faktor selain yang diuji SBE perlu diperhatikan untuk meningkatkan kualitas estetika reklame tersebut. Penggunan
lahan
dan
elemen
lanskap
merupakan
faktor
yang
mempengaruhi faktor-faktor yang diujikan di atas. Reklame dengan desain apa pun apabila diletakan pada tempat yang tidak semestinya dapat mengurangi nilai estetika. Kawasan yang perlu diminimalisir dari adanya reklame adalah area permukiman, RTH, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, dan pemerintahan. Reklame dengan keberagaman desain tersebut dapat diletakan pada daerah perdagangan dan jasa. Kawasan ini diperuntukan untuk memfasilitasi seseorang atau badan perusahaan untuk memujikan, menganjurkan, menawarkan produk atau jasa yang dimilikinya.
53
Ukuran dan intensitas reklame perlu diperhitungkan agar tidak menjadi elemen dominan pada tapak. Ruang yang luas, reklame dengan ukuran besar atau intensitas tinggi dapat berfungsi sebagai pelengkap yang mengisi kekosongan elemen lanskap. Oleh karena itu, penggunaan lahan dan elemen lanskap merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam meletakan reklame. Reklame dengan view sekitar vegetasi mempunyai kualitas estetika tinggi. Akan tetapi, area yang memiliki elemen vegetasi tinggi adalah area RTH. Telah disebutkan di atas, area RTH sebaiknya tidak diletakkan reklame. Untuk meningkatkan kualitas estetika reklame pada area perdagangan dan jasa dapat menggunakan elemen vegetasi yang harmonis. Sedangkan pencahayaan reklame pada area perdagangan dan jasa perlu dilakukan pada tapak. Sedangkan, pencahayaan pada area lain ditujukan tidak untuk memberikan pencahayaan pada reklame tetapi dialokasikan untuk penerangan jalan saja. Uji SBE faktor estetika ini dapat dibandingkan dengan prinsip desain penataan media reklame Litbang Pemda Bandung (2004). Hasilnya, banyak kesamaan antara Litbang dengan penelitian ini hanya saja penelitian ini mengungkapkan faktor yang lebih spesifik (Tabel ). Tabel 7. Perbandingan Prinsip Penataan Media Reklame Litbang (2004) dan Hasil Uji SBE Faktor Estetika. Aspek
Keindahan (Litbang)
Keindahan (Hasil Uji SBE)
Konstruksi, bentuk dan ukuran (Desain)
Sesuai dengan : 1. Bentuk lanskap 2. Karakteristik lingkungan
Indah sesuai dengan: 1. Sumberdaya visual 2. Penggunaan lahan 3. Elemen lanskap 4. Desain komunikasi visual
Penempatan
Indah sesuai dengan: Sesuai dengan : 1. Fungsi kawasan di kiri 1. Sumberdaya visual 2. Penggunaan lahan kanan jalan 3. Elemen lanskap 2. Bentuk lanskap
Jumlah
Indah sesuai dengan: Sesuai dengan : 1. Karakteristik fungsi 1. Sumberdaya visual kawasan di kiri kanan 2. Penggunaan lahan 3. Elemen lanskap jalan 2. Bentuk lanskap
Pencahayaan
Indah menurut : Indah menurut : 1. Fungsi kawasan di kanan 1. Sumberdaya visual 2. Fungsi reklame jalan
54
Rekomendasi Zonasi Penempatan Reklame Reklame sebaiknya diletakkan pada zona kegiatan perdagangan dan jasa. Media yang digunakan adalah media reklame rombong dan billboard. Media spanduk, banner dan poster yang bersifat sementara dapat dijadikan alternatif media reklame pada selain zona perdagangan dan jasa dengan intensitas rendah. Spanduk, banner, dan poster diletakkan pada shelter, terowongan penyeberangan orang, dan ornamen kota. Reklame yang bersifat permanen tidak diperbolehkan diletakkan seperti pada ruas-ruas jalan bagian dalam KRB, tempat ibadah, sarana pemerintahan, sarana pendidikan, dan fasilitas kesehatan. Untuk itu, peletakkan reklame dapat dibagi berdasarkan penggunaan lahan dan sifat reklame. Zonasi peletakkan reklame menurut proritasnya dibagi menjadi 3, yaitu: 1. Zona utama reklame Zona utama reklame adalah kawasan paling utama diletakkan reklame. Pada zona ini dapat diletakkan reklame permanen dan non permanen. Jenis reklame yang dapat diletakkan adalah berbagai jenis reklame dan ukuran. Zona ini tercipta sebagai fasilitasi pemusatan media reklame pada daerah perdagangan dan jasa.
Gambar 27. Simulasi Zona Utama Reklame 2. Zona alternatif reklame Zona alternatif reklame adalah kawasan yang hanya diletakkan reklame non permanen saja. Jenis reklame tersebut adalah spanduk, banner, dan poster dengan ukuran kecil saja. Zona ini tercipta mengacu pada uji SBE kondisi umum
55
yang memperlihatkan bahwa zona perkantoran dan pemerintahan mempunyai potensi untuk diletakkan reklame dengan intensitas rendah.
Gambar 28. Simulasi Zona Alternatif Reklame 3. Zona bebas reklame Zona bebas reklame adalah kawasan tanpa peletakkan reklame sama sekali. Zona ini tercipta mengacu pada Perda Bogor yang menjelaskan kawasan yang tidak
diperbolehkan
adanya
reklame.
Selain
itu,
zona
ini
berusaha
mempertimbangkan keselamatan pengendara bermotor dengan tidak mengizinkan peletakan reklame pada daerah trafic island.
Gambar 29. Simulasi Zona Bebas Reklame
56
Titik pemusatan reklame sebaiknya diletakkan pada zona kegiatan perdagangan dan jasa pada bagian selatan Jalan Ottista, bagian selatan Jalan Juanda, dan bagian timur Jalan Pajajaran. Penempatan reklame yang menumpuk pada radius 10 meter perlu dihindari agar tidak mengurangi nilai estetika dan menambah efisiensi pesan reklame. Penempatan reklame pada zona lainnya dapat dilakukan tetapi tanpa titik pemusatan dan intensitas yang rendah. Peletakkan reklame ukuran besar dan kecil sebaiknya memudahkan pengamat. Untuk reklame ukuran besar yang mempunyai sasaran pembaca pengendara bermotor, posisi bidang reklame diletakkan dengan sudut 60º dari garis jalan. Reklame ukuran kecil permanen mempunyai sasaran pembaca pejalan kaki, posisi bidang reklame diletakkan sejajar dengan garis jalan. Sedangkan reklame kecil non permanen, posisi bidang reklame diletakkan tegak lurus atau sejajar dengan garis jalan (Gambar 30).
Gambar 30. Tampak Atas (atas) dan Tampak Samping (bawah) Peletakkan Reklame Besar dan Kecil
57
Secara keseluruhan, rekomendasi peletakkan reklame berdasarkan penggunaan lahan dan sifat reklame pada Jalan Lingkar KRB dapat dispasialkan seperti pada Gambar 31. Zona bebas reklame mempunyai cakupan yang lebih luas dibandingkan
zona
alternatif
dan
bebas
reklame.
Hal
ini
untuk
menginterpretasikan user pada tapak sebagai kawasan yang estetik dengan peletakkan reklame yang tidak mengganggu dan tidak terkontrol.
. Gambar 31. Rekomendasi Zona Reklame. Pertimbangan Kualitas Estetika Reklame Billboard dapat digunakan sebagai media reklame utama. Akan tetapi, media spanduk dan poster dapat digunakan pada zona permukiman, perkantoran, pemerintahan, dan RTH sebagai media sementara. Media spanduk dan poster hanya menyampaikan pesan tertentu saja dan mengurangi nilai estetika pada
58
waktu tertentu pula. Untuk aspek pesan , isi pesan dapat terbaca apabila reklame menggunakan warna dengan saturasi ideal tinggi. Selain dapat memperjelas pesan yang disampaikan, warna ideal tinggi juga dapat menambah estetika. Ukuran
reklame
dapat
disesuaikan
keperluan
tetapi
sebaiknya
diminimalisir hingga ukuran ideal yang dapat menyampaikan isi pesan reklame dan tidak mengganggu pandangan. Pencahayaan malam reklame sebaiknya memperhatikan aspek estetika reklame dan lingkungan sekitarnya. Untuk pengontrolan, pencahayaan mempunyai peran untuk tata letak relame. Pada zona yang tidak diperbolehkan diletakkan reklame, lampu PJU dapat digunakan sebagai kontrol. Sifat lampu ini hanya sebagai penerangan jalan untuk umum dan tidak menerangi suatu objek saja sehingga tidak berpotensi untuk diletakkan reklame. Semakin rendah intensitas reklame pada pandangan mata, maka semakin estetik. Maka dari itu, berilah jarak titik pemusatan reklame sebatas radius 10 meter tidak melebihi lima reklame agar tidak ada titik jenuh reklame. Elemen vegetasi dapat digunakan sebagai pelembut jika diletakkan di sekitar reklame. Akan tetapi, adanya elemen vegetasi di sini bukanlah penempatan reklame RTH.
Gambar 32. Simulasi Pertimbangan Kualitas Estetika Reklame