PEMBUATAN MATERIAL SINTESIS NANO HYDROXYAPATITE UNTUK APLIKASI SCAFFOLDS TULANG MANDIBULA DARI TULANG CUMI SONTONG MENGGUNAKAN METODE KALSINASI Solechan Teknik Mesin-Fakultas Teknik- Universitas Muhammadiyah Semarang Jl. Kasipah no.12 Semarang 50254 e-mail :
[email protected] Abstrak Bioceramik dapat digunakan untuk aplikasi medik, seperti restorasi kerusakan jaringan keras. Kerusakan jaringan keras tubuh berupa kecacatan struktur tulang. Di indonesia sekitar 40 % cacat bawaan dan penyakit, sisanya cacat kecelakaan. Kasus tumor tulang sendiri, kasusnya kurang dari 1% dari semua jenis kanker di dunia. Untuk Tumor mandibula berpotensi menimbulkan gangguan pengunyahan, saluran napas, penelanan dan berbicara. Pengangkatan tumor mandibula menimbulkan cacat, maka perlu rekonstruksi mandibula dengan transplantasi implan scaffolds. Material HA untuk pembuatan scaffolds sangat mahal karena produk impor. Tulang cumi sotong (cuttlefish) mengandung kalsium karbonat, dengan proses kalsinasi akan terbentuk sintesis HA untuk pembuatan scaffolds. Diharapkan material HA ini, harganya lebih murah dan kwalitasnya sama dengan HA komersil. Riset ini, membuat sintesis nano HA untuk material scaffolds implan mandibula dari tulang cumi sotong menggunakan proses kalsinasi temperatur rendah. serbuk diambil dari tulang cumi sotong dengan cara menggarukan spatula pada permukaan tulang. Bubuk kapur tulang cumi sotong di kalsinasi dengan variasi suhu 900, 1000, dan 1100oC untuk mendapatkan sintesis HA yang terbaik menurut uji karakteristik. Sedangkan mendapatkan sintesis nano HA dilakukan proses penghancuran menggunakan mesin ball milling. Waktu variasi penghancuran HA mulai dari 1, 2 dan 3 jam operasional. Material sintesis HA di uji karakteristik sesudah di ball milling. Uji karakterstik sintesis nano HA mulai dari uji XRD, FTIR, dan SEM. Hasil EDX menunjukan meningkatnya temperatur kalsinasi akan merusak gugus fungsi dari material sintesis HA nanomaterial dengan bentuk fase semi kristal. Temperatur kalsinasi yang optimal pada suhu 900oC. Proses ball milling semakin lama menjadikan ukuran butir semakin kecil, tetapi waktu proses ball milling 3 jam belum mampu menjadikan material HA berukuran nano. Secara karakterisasi material sisntesis HA nanomaterial TK-900/BL-1 menyamai karakteristik HA komersil (Sigma Aldrith), tetapi fase ketinggian puncak masih dibawahnya, sehingga material sintesis HA nanomaterial untuk kristalnya masih rendah. Kata kunci: Hydroxyapatite, kalsinasi, nanometer, scaffold, tulang cumi sotong.
1. PENADAHULUAN Bioceramik dapat digunakan untuk aplikasi medik, seperti restorasi kerusakan jaringan keras (Karageorgiou., 2005). Kerusakan jaringan keras tubuh yang berupa kecacatan struktur tulang banyak terjadi di Indonesia. Sekitar 40 % cacat bawaan dan penyakit, sisanya cacat kecelakaan (Chen et al., 2008). Kasus tumor tulang sendiri, kasusnya kurang dari 1% dari semua jenis kanker di dunia (salter RB., 1984). Lokasi tumor paling banyak ditibia 41%, tulang femur 33%, tulang maxillofacial dan mandibular 3%, tulang radius 2% dan tulang fibula 2 % (Nacomical survellience system data., 2011). Tumor mandibula berpotensi menimbulkan gangguan pengunyahan, saluran napas, penelanan dan berbicara (Fonseca RJ., 2000). Pengangkatan tumor mandibula sering menimbulkan cacat, mulai dari celah pada tulang alveolus sampai diskontinuitas tulang mandibula (Smith., 2006). Maka perlu rekonstruksi mandibula untuk pembentukan kontinuitas dengan transplantasi implan (Stošić S., 2008).
Gardan. Vol. 5 No. 1, Oktober 2015
1
Teknik rekonstruksi mandibular banyak mengunakan tulang autogenous, osteogenetik, plat logam, dan cangkok rekayasa jaringan (Stošić, 2008). Rekonstruksi mandibular dengan tulang autogeneous pada cacat besar menjadi sulit dibentuk secara klinis karena morbiditi dari pendonor dan waktu pembedahan yang panjang. Plat logam rekonstruksi dengan pengembangan pendekatan alternatif, kekuranganya sulit dibentuk anatomi mandibular dan ada kerusakan pada area tekuk dan biasanya mengacu pada hasil fungsi tidak bagus. (Singare S, 2004). Rumah Sakit telah mengembangkan pendekatan alternatif untuk pengganti tulang dengan meniadakan operasi panen tulang dengan scaffolds prothesisis (Sandia National Laboratories dan Carle Foundation Hospital, 2010). Beberapa material scaffolds telah dikaji untuk dikembangkan menjadi bahan bioaktif yang akan memacu terjadinya biomineralisasi pada tulang adalah material berbasis bioceramic seperti Calcium Phosphate atau Tricalcium phosphate (TCP). Material hasil sintesisnya berupa Hydroxyapatite (HA) yang memiliki sifat bioaktif dan mampu memacu terbentuknya lingkungan yang sesuai pada proses osteogenesis atau pertumbuhan tulang dengan adanya lapisan mineralisasi sebagai penghubung antara bahan dan jaringan (Sopyan, 2004). Material HA dipatentkan oleh Etex Corp umumnya berbentuk powder dan cara manufakturnya (Hench., 1991), tetapi mahal untuk pasien Indonesia karena produk impor. Sementara HA sintesis dari bahan alam seperti gypsum, calcite, tualng sapi, dan kitin bisa dikonversi berbentuk serbuk HA dengan harga relatif mahal (Tontowi, A.E dkk, 2006). Kitin dihasilkan dari binatang berkulit keras seperti udang, kepiting, rajungan, lobster, kerang, tulang cumi sotong dan lain-lain. Kitin memiliki senyawa yang stabil terhadap reaksi kimia, tidak beracun (non toxic) dan bersifat biodegradable (Deng et al, 2010). Untuk tulang cumi sotong (cuttlefish) pada Gambar 1 memiliki kandungan kalsium karbonat, sodium klorida, kalsium fosfat dan garam magnesium (Bihan et al, 2006). Dengan proses pemanasanan (kalsinasi) akan membentuk sintesis HA (Fu Q, et al, 2008) yang memiliki kesamaan komposisi kimia dengan jaringan tulang asli (Javidi et al. 2008). Kalsinasi dilakukan dengan suhu berkisar 900-1300oC (Nazarpak, et al, 2009). Material HA dibentuk scaffold untuk mengisi kekurangan tulang akibat reseksi pada tulang mandibula. Oleh karena itu, pada riset ini, ingin melakukan studi awal pembuatan sintesisi nano hydroxyapatit untuk scaffolds tulang mandibula dari tulang cumi sotong dengan proses klasinasi. Keberhasilan riset awal ini, membuka jalan untuk fabrikasi material scaffold dengan jumlah banyak (skala industri) untuk mencukupi pasien tumor mandibula dengan biaya yang terjangkau pasien Indonesia.
Gardan. Vol. 5 No. 1, Oktober 2015
2
(a)
(b)
Gambar 1. (a) Sotong utuh, (b) Cangkang Sotong 2. METODOLOGI Riset yang diusulkan ini akan dilakukan mengikuti diagram alir pada Gambar 2 untuk memudahkan pengambilan data penelitian. Material yang digunakan dalam riset ini adalah tulang cumi sontong, dan HA komersial buatan Sigma Aldrich sebagai pembanding. Dalam riset ini, spesimen dibuat sesudah di ball milling atau diperhalus dengan waktu 1, 2, dan 3 jam. Langkahlangkah pembuatan sintesis HA mulai pembersihan tulang cumi sotong dengan cara merendamkan didalam aquadesh untuk membersihkan dari kotoran. Hasil pembersihan tulang cumi sotong dikeringkan didalam microwave pada suhu 100oC selama 2 jam. Setelah kering diambil bubuk kapur yang menempel pada tulang cumi sotong dengan cara menggarukan spatula ke permukaan tulang. Bubuk kapur hasil pengambilan dari tulang cumi sotong diayak dengan ukuran mesh 200 menghasilkan ukuran butir yang keluar 76 µm. Bubuk kapur cumi sotong dikalsinasi kedalam muffle atau dapur induksi untuk mendapatkan sintesis HA. Temperatur kalsinasi 900, 1000 dan 1100 oC dengan penahanan waktu 1,2, dan 3 jam. Pengambilan bubuk sintesi HA menggunakan pendinginan alami, dengan cara menurunkan temperatur kontrol pada suhu 27oC baru diambil. Hasil pengambilan dari muffle diberi kode TK-900/BL-0, TK-1000/BL-0, dan TK-1100/BL0. Proses selanjutnya pembuatan sintesis HA dengan ukuran nanonmeter menggunakan mesin ball milling sebagai penghancur. Variasi waktu operasional proses ball milling mulai dari1, 2, dan 3 jam. Hasil proses ball milling diberi kode TK-900/BL-1, TK-1000/BL-2, dan TK-1100/BL-3, sedangkan sebagai pembanding diberi kode HA-OG. Kode TK-900 menunjukan temperatur kalsinasi 900oC dan BL-1 menunjukan waktu ball milling 1 jam. Spesimen pengujian berbentuk powder atau bubuk mulai dari pengujian XRD, FTIR, dan SEM untuk mengkarakterisasi sintesis HA nanomaterial. Hasil pengujian sintesis HA nanomaterial dikomparasi dengan HA original merk Sigma Aldrich.
Gardan. Vol. 5 No. 1, Oktober 2015
3
Gambar 2. Diagram alir penelitian 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Uji X-Ray Diffractometer (XRD) Material sintesis nano HA berbentuk serbuk (powder) yang diperlihatkan pada Gambar 3 dilakukan pengujian XRD. Sampel berbentuk serbuk ditaruh dalam anvil (landasan) pada mesin XRD merk Philips-binary. Penembakan dilakukan di daerah permukaan butir, sehingga dapat mengidentifikasi jenis mineral yang terkandung dalam permukaan butiran. Hasil pengujian sebuah sampel diprint-out dan dapat dicopy dengan perangkat pengcopy (flashdisk) untuk dapat diolah datanya dengan software lain semacam Origin-50. Hasil data berbentuk grafik yang menampilkan unsur senyawa dan bentuk kristal.
Gambar 3. Material serbuk sintesis nano HA Material sintesis HA nanomaterial dari tulang cumi sontong di ball miiling untuk mendapatkan butiran yang lebih halus. Waktu penghalusan selama 1, 2, dan 3 jam menggunakan
Gardan. Vol. 5 No. 1, Oktober 2015
4
mesin ball milling. Temperatur kalsinasi dengan variasi 900oC. 1000oC, dan 1100oC. Pengaruh temperatur kalsinasi terhadap waktu proses ball milling disajikan dalam Gambar 4a, b, c.
Counts Sesudah TK.900 BL.1
800
600
400
200
0 20
30
40
50
60
70
80
Position [°2Theta] (Copper (Cu))
a. Pola difraksi sinar-X spesimen TK-900/BL-1 Counts Sesudah TK.1000 BL_2 800
600
400
200
0 20
30
40
50
60
70
80
Position [°2Theta] (Copper (Cu))
b. Pola difraksi sinar-X spesimen TK-1000/BL-2 Counts 800
Sesudah TK.1100 BL.3
600
400
200
0 20
30
40
50
60
70
80
Position [°2Theta] (Copper (Cu))
c. Pola difraksi sinar-X spesimen TK-1100/BL-3 Gambar 4. Pola difraksi sinar-X dari produk kalsinasi pada berbagai temperatur dan waktu ball milling
Gardan. Vol. 5 No. 1, Oktober 2015
5
Gambar 4 menunjukkan secara umum bahwa kenaikkan temperatur memberikan difraktogram dengan pola yang serupa namun puncak-puncaknya semakin tajam. Pada puncak tertinggi dimiliki spesimen sintetetis nano HA TK-900/BL-1 dengan puncak tertinggi sudut °2Th di 34.0744o dengan ketinggian 918.74 cts. Naiknya temperatur kalsinasi menurunkan ketinggian puncak, bagaimana dimiliki spesimen TK-1100/BL-3 pada sudut 34.1457o memiliki tinggi puncak 819.92 cts. Tingginya temperatur kalsinasi menurunkan tinggi puncak dan mempengaruhi terbentuknya kristal (Tontowi, A.E., Ana, I.D., dan Siswomihardjo, W., 2006). Gambar 4a, b, c memberikan difraktogram dengan puncak-puncak yang tajam dan intensitas tinggi. Pola seperti ini menggambarkan bahwa sampel tersebut berfase semi kristal dan mempunyai kristalinitas yang masih rendah (Pujianto dkk, 2005). Pada temperatur 900oC memberikan kristalinitas yang sedikit lebih tinggi dari pada temperatur 1000oC. Temperatur kalsinasi pada 900oC pada Gambar 4a memberikan difraktogram dengan puncak-puncak yang tajam dengan intensitas yang tinggi (Nasution, D., 2006). Hal ini menandakan bahwa sampel telah berbentuk kristal dengan tingkat kristalinitas yang tinggi atau kristal yang sempurna. Penurunan kristalinitas dapat disebabkan oleh kerusakan kristal dari sampel tersebut, akibat temperatur kalsinasi yang relatif tinggi (Solechan, 2014).
Gambar 5. Pola difraksi sinar-X pada HA komersil (merk Sigma Aldrith) Pola kristalinitas sampel mengindikasikan bahwa temperatur menentukan proses kristalisasi bahan tersebut. Dari data diketahui bahwa kalsinasi pada temperatur 900oC memberikan hasil yang terbaik, atau menunjukkan temperatur yang optimum. Apabila pola difraksi sampel hasil kalsinasi, pada temperatur 900oC memiliki kesamaan pola difraksi hidroksiapatit komersil dari Sigma Aldrith. Kesamaan pola difraksi ini mengindikasikan bahwa sampel hasil kalsinasi hidroksiapatit, untuk ketinggian puncak masih dibawahnya, sehingga material sintesis nano HA untuk kristalnya masih rendah. Puncak tertinggi pada HA komersil mencapai 1.230 cts terjadi perbedaan 311,26 cts ditampilkan pada Gambar 5.
3.2 Hasil Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) Karakterisasi gugus fungsi material sinstesis nano HA dari tulang cumi sotong dari pengaruh temperatur kalsinasi dan waktu ball milling di uji FTIR. Spesimen uji FTIR berbentuk spesimen
Gardan. Vol. 5 No. 1, Oktober 2015
6
serbuk. Spesimen uji dengan kode TK-900/BL-1, TK-1000/BL-2, dan TK-1100/BL-3. Uji FTIR memperkuat data pada uji XRD dimana HA nanomaterial dari cumi sontong yang dihasilkan dengan metode kalsinasi memiliki kemurnian yang tinggi. Gugus fungsi partikel HA setiap ikatan memberikan citra berupa puncak yang khas sehingga berguna untuk identifikasi gugus fungsi senyawa. Hasil uji FTIR HA nanomaterial dengan variasi temperatur kalsinasi dan waktu ball milling ditunjukan pada Gambar 6a, b, dan c. Hasil uji spesimen kode TK-900/BL-1 memperlihatkan pada Gambar 6a untuk material HA dari gugus fungsi Ca10(PO4)6(OH) , yaitu pada wave number 874,50; 1096,82 cm-1 dimiliki gugus fungsi PO4-3. Gugus fungsi CaCo3 (calcium carbonat) pada wave number 1468.81 cm-1. Wave number 3639,52 cm-1 dimiliki gugus fungsi OH. Hasil uji FTIR menunjukan material sintesis HA nanomaterial memiliki unsur yang dimiliki material hydroxyapatite komersil. Uji FTIR ini memperkuat data pada uji XRD. Gambar 6b pada spesimen TK-1000/BL-2 menunjukan gugus yang sama dengan TK-900/BL-1. Unsur yang terdapat gugus PO4-3 terdapat pada wave number 854,07; 875,00; 1082,76 cm-1. Gugus CaCo3 pada wave number 1472,23 cm-1 dan gugus OH pada wave number 3639,62 cm-1.
a. Pola FTIR spesimen TK-900/BL-1
b. Pola FTIR spesimen TK-1000/BL-2
Gardan. Vol. 5 No. 1, Oktober 2015
7
c. Pola FTIR spesimen TK-1100/BL-3 Gambar 6. Pola FTIR sampel variabel temperatur dan waktu ball milling Spesimen TK-1100/BL-3 menunjukan gugus yang sama dengan spesimen lainya. Hasil uji FTIR diperlihatkan pada Gambar 6c. Unsur yang terdapat gugus PO4-3 terdapat pada wave number 712,80; 854,53; 873,21; 1082,50 cm-1. Gugus CaCo3 pada wave number 1455,55 cm-1 dan gugus OH pada wave number 3640,55 cm-1. Bertambahnya temperatur kalsinasi dan waktu ball milling tidak berpengaruh terhadap bentuk gugus senyawa yang dimiliki oleh sintesis HA nanomaterial dibuktikan dengan uji FTIR. Temperatur kalsinasi 1000oC dan 1100oC untuk senyawa PO4-3 lebih banyak terdeteksi dengan transmitansi lebih rendah, ini menunjukan senyawa PO4-3 tidak murni dikarenakan rusaknya gugus fungsi yang diakibatkan tingginya temperatur kalsinasi (Herliansyah, M.K., M, Hamdi., 2009).
3.3 Hasil Uji Scanning Electron Microscope (SEM) Spesimen uji SEM berbentuk serbuk. Uji SEM untuk mengetahui morfologi bentuk butiran dan unsur material. Spesimen yang diuji dengan kode TK-900/BL-1, TK-1000/BL-2, dan TK1100/BL-3. Pengujian SEM dengan pembesaran 2500x dan 10.000x. Posisi pemotretan pada permukaan butir HA nonomaterial. Hasil uji SEM spesimen TK-900/BL-1 atau temperatur kalsinasi 900oC dan waktu ball milling 1 jam ditampilkan pada Gambar 7. Bentuk butiran HA berbentuk kristal, berwarna putih, butiran terpisah satu sama lainya dengan ukuran butir berdiameter ± 17-18 µm (0,017-0,020 nm). HA dengan senyawa Ca10(PO4)6(OH) pada gambar berwarna putih menunjukan unsur Ca dan berbentuk kristal (Herliansyah,M.K, M, Hamdi., 2009).
Gardan. Vol. 5 No. 1, Oktober 2015
8
a) Pembesaran 2500 x b) Pembesaran 10.000 x Gambar 7. Struktur mikro spesimen TK-900/BL-1: a) pembesaran 2500x dan b) pembesaran 10.000x Gambar 8 memperlihatkan hasil uji SEM TK-1000/BL-2 atau temperatur kalsinasi 1000oC dan waktu ball milling 2 jam. Ukuran butir HA berdiameter ± 13-16 µm (0,013-0,016 nm) dengan warna lebih hitam dan butiran berbentuk mengumpal atau agglomerate. Bertambanya temperatur kalsinasi menjadikan bentuk butiran sudah berbeda dan waktu proses ball milling menjadikan butiran HA semakin kecil.
a) Pembesaran 2500 x
b) Pembesaran 10.000 x
Gambar 8. Struktur mikro spesimen TK-1000/BL-2: a) pembesaran 2500x dan b) pembesaran 10.000x Spesimen sintesi HA nonomaterial dengan TK-1100/BL-3 atau temperatur kalsinasi 1100oC dan waktu ball milling 3 jam ditampilkan pada Gambar 9. Bentuk butiran lebih banyak yang berbentuk agglomerate diperlihatkan pada Gambar 9a dan ukuran butir semakin kecil dengan diameter ± 1011 µm (0,010-0,011 nm) dithunjukan pada Gambar 9b dengan pembesaran 10.000x. Proses ball milling semakin lama akan memperkecil ukuran butir dan temperatur kalsinasi semakin tinggi menjadikan fase semi kristal dan kristalinitas rendah. Rendahnya kristalinitas diakibatkan rusaknya
Gardan. Vol. 5 No. 1, Oktober 2015
9
gugus fungsi akibat temperatur terlalu tinggi (Herliansyah, M.K et al, 2006). Unsur Ca dan PO4-3 pada temperatur kalsinasi 1100oC berbentuk semi kristal atau amorphous dengan bentuk butiran agglomerate, sehingga temperatur 1100oC tidak cocok untuk temperatur kalsinasi sintesis HA nanomaterial dari tulang cumi sotong.
a) Pembesaran 2500 x
b) Pembesaran 10.000 x
Gambar 9. Struktur mikro spesimen TK-1100/BL-3: a) pembesaran 2500x dan b) pembesaran 10.000x
4. KESIMPULAN 1. Meningkatnya temperatur kalsinasi akan merusak gugus fungsi dari material sintesis HA nanomaterial dengan bentuk fase semi kristal. Temperatur kalsinasi yang optimal pada suhu 900oC. 2. Proses ball milling semakin lama menjadikan ukuran butir semakin kecil, tetapi waktu proses ball milling 3 jam belum mampu menjadikan material HA berukuran nano. 3. Secara karakterisasi material sisntesis HA nanomaterial TK-900/BL-1 menyamai karakteristik HA komersil (Sigma Aldrith), tetapi fase ketinggian puncak masih dibawahnya, sehingga material sintesis HA nanomaterial untuk kristalnya masih rendah.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesian yang telah memberikan dana untuk Penelitian Dosen Pemula tahun anggaran 2014-2015.
DAFTAR PUSTAKA Chen, J., A.D. Del Genio, B.E. Carlson, and M.G. Bosilovich, 2008: The spatiotemporal structure of twentieth-century climate variations in observations and reanalyses. Part I: Long-term trend. 21, 2611-2633, d
Gardan. Vol. 5 No. 1, Oktober 2015
10
Deng, C., Duan, Y., Chen, J., and Zhang, X., 2010, The Effect of Organisms on Formation of BoneLike Apatite on Porous Calcium Phosphate in Simulated Body Fluid, Bioceramics 15, ISBN=0-87849-911-3, KEM - Key Engineering Materials, Volume 240-242, ISSN=1013-9826. Fu Q, Rahaman MN, Dogan F, Bal BS (2008). Freeze-cast hydroxyapatite scaffolds for bone tissue engineering applications. Biomed Mater 3: 1-7 Fonseca RJ, (2000).,Masticatory myalgias. In Oral and Maxillofacial Surgery. Temporomandibular Disorderset al.: Philadelphia: WB. 38–45. Hench, L.L., 1991, Bioceramics from Concept to Clinic, Journal of American Ceramics Soc, 74(7), pp.1487-510. Herliansyah, M.K., M, Hamdi., 2009., The influence of sintering temperature of the properties of compacted bovine hydroxyapatite., Material Science and Engineering: C, 29, 16741680. Herliansyah, M.K., Toque, J.A., Hamdi, M., Ide-Ektessabi, A. and Wildan, M.W., 2006, ISTECS Journal, Vol. VIII, pp. 25-33. Javidi M., Bahrololoom M. E. and Ma J. (2008) Electrophotic deposition of natural hydroxyapatite on medical grade 316L stainless steel. J. Materials Science and Engineering C28. 15091515. Karageorgiou V, Kaplan D., 2005.,
Porosity of 3D biomaterial scaffolds and osteogenesis.,
Department of Chemical and Biological Engineering, Tufts University, 4 Colby Street, Medford, MA 02155, USA Nanocomial survellience sytem data rumah sakit Dr. Kariadi (2010). Nasution, D., 2006, Pembuatan Hydroxyapatite dari Calcite Gunung Kidul dan Karakterisasinya, Tesis S2, Jurusan Teknik Mesin FT UGM, Yogyakarta Nazarpak HN, Solati-Hasjin, Moztarzadeh, 2009., Komposit Hidroksiapatit Kalsinasi Suhu Rendah dengan Alginat Sargassum Duplicatum., Universitas Indonesia (UI)., C1.1515., Indonesia. Sopyan, I., 2004, Development of Hydroxyapatite Powders for Medical Applications via a Sol-Gel Procedure, Proceeding Asia-Pasific Nanotechnology Forum. Salter RB., 1984., Text Book of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System. 2 nd Ed. Baltimore: William-Wilkins p.320 – 45. Smith. JE, Blackwell K,, Mandibular reconstruction, (2009) http://emedicine.medscape.com/article ( 23 Oktober 2009). Stošić, S., Kozarski, J., Stošić-Opinćal, T., Jović, N., Kozomara, R. (2005) Mikrovaskularni osteoseptokutani radijalni režanj u nadoknadi defekata donje vilice nastalih ratnim ranjavanjem. Vojnosanitetski pregled, vol. 62, br. 6, str. 429-434.
Gardan. Vol. 5 No. 1, Oktober 2015
11
Singare.S, Reece GP,(2004). Mandibular restoration in the cancer patient: microvascular surgery and implant prostheses. Tex Dent J ;109(6):23–26. Sandia National Laboratories dan Carle Foundation Hospital., 2010., - Technology Ventures Corporation., New and Highlihts press.,352. Solechan, 2014, Karakterisasi Scaffold Bovine Hydroxyapatite Dari Tulang Sapi Limbah Bakso Balungan Untuk Aplikasi Implan Tulang Mandibula menggunakan metode kalsinasi, Jurnal SNATIF 2 Agustus, Volume. 1 Nomor 1. Tontowi, A.E., Ana, I.D., dan Siswomihardjo, W., 2006, Pengembangan dan Pembuatan Material Bioaktif Menggunakan Gypsum Kulon Progo sebagai Matrial Restorasi Kerusakan Tulang,
Gardan. Vol. 5 No. 1, Oktober 2015
12