FAKTOR RISIKO GIZI PENDEK PADA ANAK BALITA DI KABUPATEN SOLOK SELATAN. Safyanti, Susi Novila Sari, Andrafikar (Poltekkes Kemenkes Padang )
ABSTRACT The objective of the study was to determine the short nutritional risk factors in children under five in South Solok 2014. The analytic study was case control design. The population was all children under five with a sample of 43 cases and 43 controls. The data of height father / mother was collected using the data microtoice and scale. The data of birthweight, parenting, energy and protein intake obtained through interviews using a questionnaire. Data was analyzed by univariate and bivariate. Bivariate analysis performed by Chi Square test and analysis OR (odds ratio). The results of the analysis showed risk factors of nutritional status shorter in children under five is parenting with OR = 50.3, height mothers (OR = 3.68), height father (OR = 5:05), energy intake (OR = 11.86), protein intake (OR = 8.71). It was suggested to health workers in Lubuk Gadang to be able to improve their skills and knowledge through counseling mothers in Posyandu and PKK. Key Word: Children Weight, Parenting, Height / Weight of Parents, Energy intake of protein, Short Nutritional Status ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor resiko gizi pendek pada anak balita di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2014. Penelitian bersifat analitik dengan desain kasus kontrol. Populasi adalah semua anak balita dengan jumlah sampel 43 kasus dan 43 kontrol. Data tinggi badan ayah/ibu dikumpulkan dengan menggunakan microtoice dan data berat badan dengan timabangan. Data berat badan lahir, pola asuh, asupan energi dan protein diperoleh melalui wawancara menggunakan kuestioner. Data dinalisis secara univariat dan bivariat. Analisis bivariat dilakukan dengan uji Chi Square dan analisis OR (Odds Ratio). Hasil analisis menunjukan faktor risiko kejadian status gizi pendek pada anak balita adalah pola asuh dengan OR=50.3, tinggi badan ibu (OR =3.68), tinggi badan ayah (OR=5.05), asupan energi (OR=11.86), asupan protein (OR=8.71).Disarankan kepada tenaga kesehatan di kenagarian Lubuk Gadang untuk dapat meningkatkan keterampilan dan pengetahuan ibu melalui penyuluhan di posyandu dan PKK. Kata Kunci: BBL, Pola Asuh, TB Orang Tua, Asupan Energi protein,Status Gizi Pendek.
PENDAHULUAN
kesehatan
lingkungan,
serta
faktor
Anak pendek merupakan prediktor lingkungan, Avianti ( 2014) buruknya kualitas sumber daya manusia yang selanjutnya menurunkan kemampuan
Asupan energi dan protein kurang
produktif suatu bangsa di masa yang akan
dari angka kecukupan gizi, memiliki
datang. Rata-rata Prevalensi anak pendek di
peluang sebesar 3.8 kali dan 9.3 kali
negara berkembang 33%. Berdasarkan data
untuk mengalami status gizi pendek
Riskesdas tahun 2013 menunjukkan belum
dibandingkan dengan anak balita yang
ada penurunan
balita pendek dari 35,6%
asupannya baik. Pola asuh ibu yang
tahun 2010 menjadi sebesar 37.2 % pada
kurang juga mempengaruhi 6.6 kali
tahun 2013
kejadian status gizi pendek
Data
Dinas
Kesehatan
Barat 2012 menunjukkan prevalensi balita dengan status gizi pendek 29.9 %. Beberapa kabupaten/kota diketahui
masih memiliki
angka prevalensi status gizi yang tinggi salah satunya
kabupaten
Solok
Faktor lingkungan, perilaku dan
Sumatera
Selatan.Tahun
2012 prevalensi status gizi pendek
pada
balita sebesar 33.2 %. Prevalensi tertinggi terdapat di Kecamatan Sangir yaitu 41.8 % dengan prevalensi kejadian tertinggi tingkat kenagarian yaitu Kenagarian Lubuk Gadang Utara (40.3%)
genetik, pemberian , dan kejadian diduga merupakan faktor risiko status gizi pendek. lahir
Bayi BBLR(berat badan
<2500 gr) berisiko mengalami
status gizi pendek sebesar 3,6 kali dibandingkan bayi dengan berat lahir, tinggi badan ayah dan ibu yang pendek berisiko memiliki anak balita pendek sebesar 2,1 dan 2,2 kali,
Avianti,
(2014) Secara umum penelitian ini bertujuan
Banyak faktor yang mempengaruhi
untuk mengetahui faktor risiko kejadian
pertumbuhan anak balita, faktor bawaan,
status gizi pendek pada anak balita di
faktor langsung dan tidak langsung. Faktor
Kenagarian
bawaan anak yaitu potensi pertumbuhan
Kecamatan Sangir
anak balita dengan intensitas dan kecepatan
Selatan
pembelahan, tinggi badan orang tua di duga
penelitian ini untuk mengetahui resiko
berhubungan dengan kejadian status gizi
berat badan lahir, pola asuh, tinggi
pendek. Faktor penyebab langsung adalah
badan ayah dan ibu, asupan energi serta
konsumsi dan infeksi, sedangkan faktor tidak
asupan protein terhadap kejadian status
lansung seperti
gizi
ekonomi, pengetahuan
Lubuk
Tahun
pendek
pada
Kenagarian
Lubuk
pangan, pelayanan kesehatan, pola asuh,
Kecamatan Sangir
Utara
Kabupaten Solok
2014.Tujuan
tentang gizi, sosial budaya, ketersediaan
Selatan.
Gadang
anak
khusus
balita
Gadang
di
Utara
Kabupaten Solok
METODE PENELITIAN
90% dan OR 9,3 sehingga diperoleh
Penelitian bersifat survey dengan desain
sampel
sebanyak
43
orang
dengan
kasus kontrol. Penelitian dilaksanakan di
perbandingan sampel antara kasus dan
Kenagarian Lubuk Gadang Utara tahun
kontrol 1:1. Analisa univariat dilakukan
2014. Populasi
penelitian adalah seluruh
untuk mendiskripsikan setiap variabel
anak balita di Kenagarian Lubuk Gadang
penelitian.Hasil disajikan dalam bentuk
Utara Kecamatan Sangir Kabupaten Solok
tabel distribusi frekuensi dan analisis
Selatan tahun 2014 yang terdiri terdiri dari 2
bivariat dilakukan untuk melihat hubungan
kelompok yaitu 128 anak balita dengan
variabel dan besar risiko (OR) antara
status gizi pendek dan 190 anak
berat badan lahir, TB ayah/ibu, pola asuh,
dengan
status gizi tidak pendek.
asupan
energi
dan
protein
dengan
Besar sampel dihitung berdasarkan
kejadian status gizi pendek pada anak
rumus besar sampel untuk penelitian kasus
balita dengan uji statistik yang digunakan
kontrol
adalah Chi- Square dan analisis OR
berpasangan
dengan
tingkat
kepercayaan 95 %, kekuatan
(Odds Ratio).
HASIL PENELITIAN
sampel berjenis kelamin laki-laki dan
Jumlah
sampel
dalam
penelitian
ini
42,6%
sampel
berjenis
kelamin
sebanyak 86 anak balita yang terdiri dari
perempuan dengan tingkatan umur 30,0%
43 anak status gizi pendek dan 43 anak
12-24 bulan, 35,0% 25-36 bulan dan
status gizi tidak pendek. Sebanyak 53,4%
35,0% 37-59 bulan.
Separuh ibu anak balita (61.6 %) memiliki
separuh (58.1 %) ibu tidak bekerja (ibu
tingkat pendidikan rendah dan lebih dari
rumah tangga).
Analisis Univariat Hasil penelitian menunjukkan bahwa 5.8%
pendek,
hampir
separuh
orang anak balita mengalami berat badan
(41.9%) memiliki ayah pendek.
lahir rendah, hampir separuh anak balita
Hasil penelitian menunjukkan lebih dari
(43.0%) mengalami pola asuh berisiko,
separuh anak balita mempunyai asupan
hampir separuh anak balita (40.7%) lahir
energi kurang (57.0%) dan
dari ibu yang memiliki tinggi badan
separuh anak balita mempunyai asupan protein kurang (54.7%).
anak
balita
lebih dari
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Berat Badan Lahir, Pola Asuh, Tinggi Badan Ibu, Tinggi Badan Ayah, Asupan Energi, dan Protein di Kenagarian Lubuk Gadang Utara Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan
Kejadian Status Gizi
P
OR (95% CI)
Tabel 1. Distribusi Anak Balita Berdasarkan(TB/U) Variabel yang Diteliti di Kenagarian Lubuk Gadang Utara KecamatanPendek SangirKabupatenTidak Solok Selatan Tahun 2014
Variabel
f
Berat Badan Lahir Berat Badan Lahir BBLR BBLR Tidak BBLR Tidak BBLR Pola Asuh Pola Asuh Berisiko Berisiko Tidak berisiko Tidak Berisiko Tinggi Badan Ibu Tinggi Badan Ibu Pendek Pendek Tidak pendek Tidak Pendek Tinggi Badan Tinggi BadanAyah Ayah Pendek Pendek Tidak Pendek Tidak pendek Asupan Energi Asupan Energi Kurang Kurang Cukup Cukup Asupan Protein Asupan Protein Kurang Kurang Cukup Cukup
5 81 37 49 35 51 36 50
n
%
5 38
11.6 88.4
Pendek Jumlah n %
34 9
79.1 20.9
3 40
0.05 86 (100.0%) .0 5 100.0 0.00 86 (100.0%) 7.0 0 93.0
24 19
55.8 44.2
11 32
86 (100.0%) 0.00 25.6 8 74.4
26 17
60.5 39.5
10 33
0.00 23.3 86 (100.0%) 1 76.7
0 43
49 37
36 7
83.7 16.3
13 30
47 39
34 9
79.1 16.3
13 30
12.618-201.08 50.370 1.476-9.146 3.68 1.981-12.856 5.05 4.200-33.536 11.868
0.00 30.2 86 (100.0%) 0 66.8 0.00 30.2 0 86 (100.0%) 69.8
3.267-23.26 8.718
Analisis Bivariat
PEMBAHASAN
efisien
Asupan energi
pertumbuhan fisik, perkembangan otak,
Hasil penelitian menunjukan
lebih
sehingga
memungkinkan
kemampuan kerja dan kesehatan
dari separuh anak balita mempunyai
Berdasarkan
asupan energi kurang (57.0 %). Asupan
didapatkan bahwa
energi adalah segala sesuatu tentang
energi
jumlah
dikonsumsi
berkaitan dengan lebih dari separuh
seseorang atau sekelompok orang dalam
anak balita (66.3%) frekuensi makanan
jangka
pokok <3x/hari. Hasil wawancara tentang
energi waktu
yang tertentu
berdasarkan
kriteria tertentu.
ini
juga
kurangnya asupan
anak
balita
mungkin
pola asuh juga didapatkan bahwa ibu
Asupan berpengaruh
pada
penelitian
makanan
banyak
yang
memberikan
makanan kepada balita setelah berusia
seseorang. Status gizi baik atau optimal
satu tahun hanya berupa nasi dan kuah
terjadi apabila tubuh memperoleh cukup
sayuran saja, serta anak
gizi
yang
status
balita
gizi
zat-zat
terhadap
sangat
digunakan
secara
balita lebih
sering makan makanan jajanan diwarung
keterampilan ini bisa ditingkatkan melalui
sehingga anak kurang suka makan.
penyuluhan, demonstrasi masakan pada kegiatan PKK ataupun pada posyandu
Asupan protein Lebih
dari
bekerjasama separuh
anak
balita
mempunyai asupan protein kurang (54.7 %).
Asupan
protein
adalah
antara
kenagarian
dan
tenaga kesehatan yang ada misalnya bidan desa.
segala
Dari
hasil
penelitian
dapat
sesuatu tentang jumlah protein yang
disimpulkan, frekuensi pemberian protein
dikonsumsi seseorang atau sekelompok
hewani
orang
dalam
berdasarkan
jangka kriteria
dan
nabati
serta
kurangnya
waktu
tertentu
keterampilan ibu dalam mengolah bahan
tertentu.
Asupan
makanan
protein
menyebabkan
protein kurang dalam penelitian ini adalah
kurangnya tingkat asupan protein anak
jumlah protein yang dikonsumsi oleh anak
balita di Kenagarian Lubuk Gadang Utara
balita < 90% AKG.
Kecamatan
Protein adalah bagaian dari sel hidup
Sangir
Kabupaten
Solok
Selatan.
dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Seperlima bagian dari tubuh
Hubungan Berat Badan lLhir dengan
terdiri dari protein, separuhnya ada di
Status Gizi Pendek.
dalam otot, seperlima di dalam tulang dan
Hasil
penelitian
menunjukkan
tulang rawan, sepersepuluh di dalam kulit,
bahwa, anak balita pendek lebih banyak
dan selebihnya di dalam jaringan lain, dan
ditemukan pada anak yang lahir tidak
cairan tubuh. Protein berfungsi untuk
BBLR
pertumbuhan
BBLR (11.6%) sedangkan anak balita
dan
mempertahankan
(88.4%)
dibandingkan
dengan
jaringan, membentuk senyawa-senyawa
tidak pendek 100%
ditemukan tidak
esensial tubuh, mengatur keseimbangan
BBLR. Penelitian yang telah dilakukan
air, mempertahankan kenetralan (asam
dengan
basa) tubuh, membentuk antibody, dan
menunjukkan bahwa berat badan lahir
mentranspor zat, Sulistiyowati, 2014
bukan faktor risiko terjadinyastatus gizi
menggunakan
analisa
OR
Kurangnya asupan berkaitan dengan
pendek. Hal ini menunjukan berat badan
kurangnya frekuensi konsumsi protein
lahir bukan faktor risiko terjadinya status
hewani dan nabati dalam sehari hal ini
gizi
dibuktikan dari 86 orang balita 61.6%
Kenagarian
frekuensi
Kecamatan
konsumsi
protein
hewani
<3x/hari dan seluruh anak balita (100%) dengan frekuensi konsumsi protein nabati <2x/hari dan kurang keterampilan ibu dalam
mengolah
makanan untuk
dan
menyiapkan
anak balita. Padahal
pendek
pada
anak
Lubuk Sangir
balita
di
Gadang
Utara
Kabupaten
Solok
Selatan. Penelitian penelitian
Anugeraheni 45
ini
sejalan
yang
dengan dilakukan
menyebutkan
berat
badan lahir bukan faktor risiko kejadian
menderita
kerugian
stunting
mengejar
potensi
di
kecamatan
Pati
dengan
P=0.112. Hal yang berbeda dikemukan 13 oleh penelitian Chandra menemukan
bahwa berat badan lahir merupakan faktor
risiko
kejadian
stunting
di
dan
daripada anak-anak , Nasikhah, (2014) Tidak adanya resiko BBLR terhadapat penelitian ini
mungkin juga disebabkan
95% 1,5-96,1). Hal yang sama juga
mempangaruhinya
bahwa berat lahir
pertumbuhan
pendek lebih rentan terhadap penyakit
karena
Fitri37
dalam
perkembangan. Anak dengan status gizi
Semarang dengan nilai OR = 11,88 (CI
ditemukan
permanen
adanya
fakator
lain
seperti;
yang infeksi,
panjang badan lahir, prematuritas, faktor ekonomi dan social.
merupakan faktor risiko kejadian stunting dengan OR = 1.665 (CI 95% 1.199-
Hubungan pola asuh dengan status gizi
2.313).
pendek
Tidak terdapatnya hubungan yang
Hasil penelitian yang telah dilakukan
signifikan antara BBLR dengan kejadian
diketahui bahwa lebih dari separuh anak
pendek pada balita
pada penelitian ini
balita (55.5%) mempunyai pola asuh
mungkin disebabkan karena sampel yang
berisiko. Penelitian yang telah dilakukan
mengalami BBLR terlalu sedikit yaitu
dengan
hanya 5 orang (5.8%)
menunjukkan
Berat lahir merupakan faktor risiko yang
pertama
analisa
bahwa
OR
pola
asuh
merupakan faktor risiko terjadinya status
pertumbuhan,
gizi kurang dengan nilai OR= 50.1
terutama di 6 bulan pertama. Selama dua
(CI=12.618-201.08) dan hasil uji square
tahun
meningkatkan
yang menunjukkan P value sebesar
kemungkinan status gizi pendek, serta
0.000. Hasil penelitian ini sama dengan
pertama,
untuk
menggunakan
infeksi
perawatan. Berat badan bayi lahir rendah yang diikuti oleh asupan makanan dan
penelitian Susri
pelayanan
risiko
kesehatan
yang
tidak
Nurma4
kejadian
tentang faktor
balita
stunting
di
memadai, sering terjadi infeksi pada anak
Kenagarian
selama
Darmasraya bahwa, pola asuh ibu yang
masa
menyebabkan
kurang berisiko 6.6 kali menyebabkan
terhadap pertumbuhan anak dan akhirnya
anak balita menjadi status gizi pendek
anak akan menjadi pendek.
dan hal yang sama juga dikemukan oleh
lahir
akan
Kabupaten
berakibat
Berat
dan
pertumbuhan
Banai
rendah
merupakan
pola
asuh
merupakan
faktor
risiko
Kapuas
Hulu,
prediktor kekurangan energi kronis ringan
terjadinya
dan sedang mengarah kearah status gizi
Kalimantan Barat (P<0.05).
stunting
pendek pada awal kehidupan. Usia tiga
Pola
sampai empat bulan, anak balita mulai
merupakan
asuh
di
anak
salah
dalam
satu
keluarga
unsur
yang
mempengaruhi status gizi anak balita.
dan
Setiap keluarga berkewajiban mengasuh
ada perbedaan yang bermakna pada
anak
dan
tinggi badan ibu antara kelompok kasus
kemandirian dimasa depan. Pola asuh
dan kontrol terhadap risiko status gizi
anak dalam setiap keluarga tidak selalu
pendek.
menuju
sama.
Praktek
kedewasaan
uji chi-square
menunjukan
yang
Hasil penelitian ini juga menemukan
memadai penting untuk meningkatkan
bahwa lebih dari separuh anak pendek
daya
juga
(60.5%) mempunyai ayah dengan tinggi
mengoptimalkan perkembangan fisik dan
badan pendek dibandingkan ayah dengan
mental anak serta kondisi kesehatan
tinggi badan tidak pendek mempunyai
anak.
anak dengan status gizi tidak pendek
tahan
anak
Pengasuhan kontribusi
pengasuhan
hasil
bagi
dan
juga
memberikan
kesejahteraan
lebih tinggi (76.7%).
dan
Penelitian ini
menunjukkan bahwa
kebahagiaan serta kualitas hidup yang
tinggi badan ayah merupakan faktor risiko
baik
keseluruhan,
terjadinya status gizi pendek dengan nilai
sebaliknya jika pengasuhan anak kurang
OR=5.05 dengan CI 1.981-12.856 dan
memadai,
terutama
bermakna secara statistik.
makanan
dan kesehatan
menjadi
salah
bagi
anak
secara
anak,
Faktor
genetik
dari
orang
tua
merupakan modal dasar dalam mencapai
menghantarkan anak menderita kurang
hasil akhir dari tumbuh kembang anak.
gizi. Hasil penelitian yang telah dilakukan
Melalui instruksi genetik yang terkandung
menyatakan bahwa pola asuh merupakan
dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat
faktor
ditentukan
terjadinya
faktor
bisa yang
risiko
satu
keterjaminan
faktor
risiko
terjadinya status gizi pendek.
kualitas
dan
kuantitas
pertumbuhan, Sulistiyawati, (2014) Ibu pendek dan ayah pendek berisiko
Hubungan Tinggi Badan Ibu dan Ayah
memiliki anak pendek hal ini diakibatkan salah
dengan Status Gizi Pendek.
satu atau kedua orang tua yang pendek akibat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dari kondisi patologi (seperti defisiensi hormone
hampir separuh anak balita (55.8%) yang
pertumuhan) memiliki gen dalam kromosom
status gizinya pendek berasal dari
yang
ibu
membawa
sifat
pendek
sehingga
dengan tinggi badan pendek sedangkan
memperbesar peluang anak mewarisi gen
ibu dengan tinggi badan tidak pendek
tersebut dan tumbuh menjadi pendek. Akan
(normal dan tinggi) lebih sedikit berisiko
tetapi, bila orang tua pendek akibat kekurangan
mempunyai anak pendek (44.2%).
zat gizi atau penyakit, kemungkinan anak dapat
Hasil penelitian ini
menunjukkan
bahwa tinggi badan ibu merupakan faktor risiko
terjadinya
status
gizi
pendek
dengan nilai OR=3.68 (CI= 1.476-9.146)
tumbuh dengan tinggi badan normal selama anak tersebut tidak terpapar faktor risiko lain
Hubungan Asupan Energi dengan Status
adanya gizi yang memadai, tubuh anak balita
Gizi Pendek.
akan
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa lebih dari separuh anak balita dengan asupan energi kurang 90% AKG. Penelitian
yang
telah
menggunakan
analisa
menunjukkan
bahwa
dilakukan OR
dengan
(odds
asupan
rasio) energi
merupakan faktor risiko terjadinya status gizi pendek dengan nilai OR=11.86dan hasil uji chi-square
menunjukkan ada perbedaan
yang bermakna pada asupan energi antara anak balita yang mengalami status gizi pendek
dengan
anak
balita
yang
tidak
mengalami status gizi pendek.
energi
membatasi
kenaikan
kemudian
membatasi
dengan
cara
badan
dan
berat
pertumbuhan
linier
akhirnya anak balita akan menjadi pendek. Hubungan
asupan
protein
dengan
status gizi pendek. Hasil bahwa
penelitian proporsi
ini
menunjukkan
kejadian
status
gizi
pendek pada anak balita lebih banyak ditemukan pada asupan protein kurang dibandingkan anak balita dengan asupan protein
cukup.
mempunyai
Anak
asupan
balita protein
yang kurang
memiliki risiko menjadi pendek sebesar
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian
Simanjutak 16
menghemat
8.71 kali dibanding balita dengan asupan protein cukup.
bahwa ada hubungan yang
Hasil penelitin ini sama dengan penelitian
dengan yang dilakukan oleh Fitri bahwa asupan kejadian status gizi pendek pada anak balita. Hal protein berhubungan secara signifikan dengan kejadian status gizi pendek pada bermakna
antara
konsumsi
energi
yang sama juga ditemukan oleh
Nurma4
menyebutkan bahwa anak balita dengan asupan energi kurang memiliki risiko menjadi status gizi
anak balita dengan OR 1.195 dan begitu juga penelitian yang dilakukan
Nurma5
pendek sebesar 3,8 kali dibandingkan anak balita bahwa anak balita dengan asupan protein kurang berisiko 9.3 kali mengalami status dengan asupan energi cukup. Kekurangan energi terjadi jika asupan energi melalui makanan kurang dari energi yang dikeluarkan. Tubuh akan mengalami
gizi pendek dibandingkan dengan anak balita dengan asupan protein cukup. Peningkatan asupan protein diperlukan
Jika
oleh bayi dan anak balita dengan status gizi
kekurangan energi ini terjadi pada bayi dan
pendek yang perlu tumbuh dalam rangka
anak-anak
mengejar
ketinggalan.
pertumbuhannya dan pada orang dewasa,
kebutuhan
protein
tubuh akan menurunkan berat badan dan
pertumbuhan
keseimbangan
kerusakan jaringan
energi
negatif.
akan
menghambat
26
tubuh
lebih
untuk besar
Peningkatan mengejar pengaruhnya
daripada peningkatan energi dan tergantung , dengan tidak
pada usia dan kecepatan
KESIMPULAN DAN SARAN Kejadian Berat Badan Lahir
asupan rendah
di
energy,
dan
asupan
protein
merupakan faktor resiko kejadian anak
Kenagarian Lubuk Gadang Utara lebih
pendek
rendah dari angka kejadian nasional dan
Utara.
Sumatera barat, hampir separuh dari anak
di
kenagarian
Diharapkan
Lubuk
Gadang
kepada
petugas
balita dengan pola asuh berisiko, hampir
puskesmas
dapat
separuh ibu anak balita dengan tinggi
penyuluhan
mengenai
badan pendek, hampir separuh ayah anak
untuk anak balita dimasyarakat guna
balita dengan tinggi badan pendek, lebih
memberikan informasi dan meningkatkan
dari separuh anak balita dengan asupan
pengetahuan
energi kurang,dan lebih dari separuh anak
pemberian makanan yang tepat dan
balita mempunyai asupan protein kurang.
waktu pemberian yang sesuai dengan
Berat badan lahir rendah tidak merupakan
usia anak balita sehingga diharapkan
faktor resiko kejadian anak pendek di
asupan energi dan protein kurang dapat
kenagarian Lubuk Gadang Utara. Pola
diatasi melalui kegiatan Posyandu dan
asuh, tinggi badan ibu, tinggi badan ayah,
PKK.
DAFTAR PUSTAKA Almatsier, Sunita. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama;2006. Avianti A. Hubungan Pemberian ASI Ekslusif dengan Status Gizi Berdasarkan Tinggi Badan Menurur Umur Pada Anak Umur 2 Tahun di Kabupaten Purworejo Propoinsi Jawa Tengah, Tesis Universitas Gajah Madah (Serial Online) diases 4 November 2014 Amigo H, Buston Is arelationship between parent’s short height thei children’s? Social interclass epidemio study. Rev Med Chil 1997; Aug;125 dalam Nashikhah roudhotun
ibu
anak
memberikan gizi
seimbang
balita
dalam
Darinity,W.A. dalam Fitri. Faktor Dominan Stunting Pada Anak Balita Sumatera. Jakarta : Universitas Indonesia; 2012. Nasikhah, Roudhotun. Faktor Risiko stunting balita 24-36 bulan di kecamtan semarang timur [Jurnal].Semarang: Universitas Diponegoro; 2012. [Serial Online] 2012. [dikutip 4 Januari 2014]. Tersedia dari URL:http ://ejournals1.undip.ac.id/index.php./jnc Mangunkusumo, Cipto dan Persagi. Penuntun Diet Anak. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama; 2003.
Black et al. Maternal and Child Undernutrition: Global and Regional Exposures and Health Consequences. The Lancet Series. [Serial Online] 2008. [dikutip 14 November 2013]. Tersedia dari URL Dinkes Solok Selatan. Laporan akhir Tahun Dinas Kesehatan Solok Selatan. 2012.
Susri Nurma. Faktor risiko kejadian stunting pada anak balita di kenagarian banai kecamatan IX Koto Sulistyawati, Ari. Deteksi Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Salemba Medika. 2014. Simanjutak, B. Hubungan Antara Berat Badan Lahir Dan Faktor-Faktor Lainnya Dengan Stunting (Pendek) Pada Anak Balita Di Sulawesi Tahun 2010 (Analisis Data Riskesdas 2010) . [Serial Online]. [dikutip 3 Maret 2014].http ://B. Simanjutak-UI A.pdf