EKSISTENSI PERATURAN DPRD TENTANG TATA TERTIB DPRD KOTA MAKASSAR THE ESSENCE OF REGIONAL PARLIAMENTARY RULES OF THE ORDER OF REGIONAL PARLIAMENT IN MAKASSAR CITY
Andi Bau Inggit, Abdul Razak, Anshory Ilyas Program Studi Ilmu Hukum,Ko nsetrasi Hukum Tata Negara, Universitas Hasanuddin
Alamat Korespondensi: Andi Bau Inggit Kompleks Dosen Unhas Tamalanrea Blok BG 24
[email protected] 085242534345
ABSTRAK Negara Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerahnya masing-masing. Penelitian ini bertujuan mengetahui dan menjelaskan tentang Hakikat Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD Dalam Peraturan Perundang-Undangan, dan menjelaskan pelaksanaan Peraturan tersebut Terkait Dengan Fungsi legislasi DPRD Serta untuk mengetahui dan menjelaskan Faktor-Faktor yang menghambat Pelaksanaan Peraturan Tata Tertib DPRD Kota Makassar dalam Mewujudkan Pelaksanaan Peraturan Tata Tertib DPRD Yang Optimal. Penelitian ini dilaksanakan di Kota Makassar. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian sociolegal research, penarikan sample yang digunakan melalui teknik purpossive sampling. Data dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Hakikat Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD Kota Makassar merupakan suatu bentuk Peraturan Perundang-undangan sebagaimana ditentukan dalam UU No.12/2011. Pembentukan peraturan tersebut merupakan kewenangan delegasi dari undang-undang kepada DPRD. Urgensi Tatib DPRD Kota Makassar merupakan instrumen yuridis yang menjadi pedoman bagi DPRD untuk melancarkan pelaksanakan fungsinya antara lain dibidang Legislasi (Perda). Kesesuaian Tatib DPRD Kota Makassar dengan Peraturan lainnya, ternyata terdapat beberapa ketentuan yang tidak bersesuaian yaitu: Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 113 Peraturan Tatib DPRD Kota Makassar tidak bersesuaian dengan Pasal 22 ayat (1) dan Pasal 81 ayat (3) PP No.16/2010. Pelaksanaan Tatib DPRD Kota Makassar terkait fungsi legislasi belum sepenuhnya terlaksana. Faktor Pendorong Pelaksanaan Tatib DPRD Kota Makassar adalah sarana dan dana yang sangat memadai. Faktor Penghambat yaitu: peraturan (Tatib DPRD), penegak aturan (Anggota DPRD), dan masyarakat kurang berpartisipasi dalam proses pembahasan peraturan daerah. Kata Kunci: Pelaksaan Peraturan Tata Tertib DPRD yang Optimal ABSTRACT State of Indonesia as a unitary state adheres to the principle of decentralization in governance , by giving flexibility to local autonomy to organize their respective regions . The study aims to describe the essence of the regional parliamentary rules about the order of parliament in the legislation, to explain the implementation of such legislation in relation to legislative function of the regional parliament, and to depict the factors hindering the implementation of the order of parliament. The study was carried out in Makassar and it employs socio-legal approach. The sample was selected with purposive sampling technique and the data were analysed and presented in a qualitative descriptive way. The study indicates that the essence of Makassar regional parliamentary rules about the regional parliamentary order is a type of legislation as stipulated in Law No. 12/2011 whose establishment is a delegated authority from the law to the regional parliament. The importance of the order of the regional parliament of Makassar is that it becomes a judical instrument to guide the regional parliament to implement its function particulary in the legislative function (regional legislation). The conformity of the order of Makassar regional parliament with other rules and regulations in fact faces several disharmony in relation to article 25 paragraph 1, and article 113 of Makassar Regional Parliamentary Order which are not in line with Article 22 paragraph 1, and Article 81 paragraph 3 of Government Regulation No. 16/2010. The implementation of the order of the regional parliament in relation to legislative function is not fully applicable. The supporting factor of its implementation is the highly sufficient funding. The hampering factor is the rules, the implementers (the parliamentary members) and the lack of participation of the community in the discussion of the bill. Keywords : The implementation of the order of regional parliament that optimal
PENDAHULUAN Indonesia adalah Negara Hukum yang berbentuk Kesatuan. Negara Kesatuan Repubik Indonesia terdiri atas daerah-daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota, yang tiap-tiap daerah itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004
tentang
Pemerintahan
Daerah
(selanjutnya
disebut
UU
32/2004)
adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang ini ditentukan menjadi urusan Pemerintah yaitu meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter, dan fiskal nasional dan agama. Setiap daerah dipimpin oleh Pemerintah Daerah yang disebut Kepala Daerah dan dibantu oleh seorang Wakil Kepala Daerah, yang mana untuk provinsi disebut Gubernur dan wakilnya disebut Wakil Gubernur, untuk Kabupaten disebut Bupati dan wakilnya disebut Wakil Bupati, dan untuk Kota disebut Walikota dan wakilnya disebut Wakil Walikota. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan, tetapi penelitian ini berfokus pada fungsi legislasi DPRD. Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas DPRD, dibentuk sekretariat DPRD yang personelnya terdiri atas pegawai negeri sipil. Sekretaris DPRD secara teknis operasional berada di bawah dan bertanggung jawab kepada pimpinan DPRD dan secara administratif bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah. Peraturan mengenai pelaksanaan tugas DPRD diatur dengan UU Pemda dan terakhir melalui Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD(selanjutnya disebut UU 27/2009). DPRD dalam melaksanakan tugas, wewenang dan hak-haknya mempunyai aturan sendiri yang ditetapkan sendiri oleh DPRD, yang kemudian aturan tersebut berlaku untuk DPRD tersebut dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Berdasarkan asas hukum yaitu Lex Superior derograt Lex inferiori, dengan demikian peraturan DPRD tentang Tata tertib DPRD tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, dalam hal ini
UU MD3 dan PP No. 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan DPRD tentang Tata tertib DPRD(selanjutnya disebut PP 16/2010), serta peraturan-peraturan lainnya yang lebih tinggi (Kelsen, 2011). Peraturan Tata Tertib DPRD kota Makassar mengatur tentang tugas dan wewenang DPRD terkait fungsi legislasi antara lain membentuk Peraturan Daerah bersama walikota serta membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai APBD yang diajukan oleh walikota. Anggota DPRD mempunyai kewajiban yaitu memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945, dan menaati peraturan perundang-undangan, menaati tata tertib dan kode etik, menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat. Adapun Badan Kehormatan DPRD Kota Makassar yang merupakan salah satu alat kelengkapan DPRD kota Makassar yang bersifat tetap mempunyai tugas antara lain; meneliti dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh anggota DPRD terhadap peraturan tata tertib dan/atau kode etik DPRD. Dalam melaksanakan tugasnya badan kehormatan berwenang antara lain: memanggil anggota DPRD yang diduga melakukan pelanggaran kode etik dan/atau peraturan tata tertib DPRD untuk memberikan klarifikasi atau pembelaan atas pengaduan dugaan pelanggran yang dilakukan, meminta keterangan pengadu, saksi dan/atau pihak-pihak lain yang terkait. Adapun fakta-fakta yang terjadi di Makassar terkait dengan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD yakni antara lain terjadinya keterlambatan rapat triwulan pertama Badan Kehormatan (BK) DPRD Kota Makassar. Padahal rapat ini termasuk penting menyangkut hasil kinerja Badan Kehormatan (BK) dalam satu tahun terakhir. Terjadinya keterlambatan pembahasan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) 2013 perubahan (APBD-P) hingga molor dua bulan. Serta adanya desakan berbagai pihak terhadap DPRD Kota Makassar untuk melakukan pembahasan perubahan APBD. Adanya keluhan bahwa berbagai perda yang belum dimulai pembahasannnya, padahal ranperda tersebut sudah dibutuhkan oleh masyarakat, antara lain Perda tentang RTRW, RTH dan perda lainnya. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan tentang Hakikat Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD Dalam Peraturan Perundang-Undangan, mengetahui dan menjelaskan pelaksanaan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD Kota Makassar Terkait Dengan Fungsi legislasi DPRD dalam mewujudkan Pelaksanaan Tatib yang optimal.
METODE PENELITIAN Metode dan Lokasi Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dan empiris (sociolegal) yaitu meneliti peraturan hukum dan pelaksanaan Peraturan Tata Tertib DPRD Kota Makassar. Penulis akan melakukan penelitian pada kantor DPRD Kota Makassar mengingat bahwa Peraturan Tata Tertib yang menjadi objek penelitian merupakan Peraturan Tata Tertib DPRD Kota Makassar, selain itu juga pada Kantor Walikota Makassar dan Kantor Gubernur Sulsel. Teknik pengumpulan data Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data berdasarkan metode penelitian lapangan (field research) dan penelitian kepustakaan (library research). Penelitian lapangan (field research), yaitu penelitian yang dilakukan di lapangan dalam hal ini di DPRD dengan melakukan pengambilan data langsung melalui wawancara. Sedangkan Penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan untuk memperoleh data skunder yang berhubungan dengan penelitian penulis yaitu peraturan perundangundangan (Bahan Hukum Primer) dan berbagai literatur (Bahan Hukum Sekunder) yang terkait dengan penelitian penulis. Populasi dan Sample Sample yang digunakan yaitu Purposive sampling. Karena jumlah Anggota DPRD Kota Makassar berjumlah 50 orang, maka penulis menentukan yaitu 1 (satu) orang dari setiap komisi di DPRD Kota Makassar, serta LSM, sebanyak 2 orang dari 2 LSM. Analisis Data Data yang diperoleh baik primer maupun sekunder diolah terlebih dahulu dianalisis secara kualitatif dan disajikan secara deskripsi untuk menjelaskan, menguraikan, dan menggambarkan sesuai dengan permasalahan yang erat kaitannya dengan penelitian ini, kemudian menarik suatu kesimpulan berdasarkan analisis yang telah dilakukan.
HASIL Hakikat Peraturan DPRD Tentang Tata Tertib DPRD Kota Makassar Dalam Peraturan Perundang-Undangan Objek utama penelitian ini berupa data mengenai Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD Kota Makassar yang diatur dalam Peraturan DPRD Nomor: 2/P.DPRD/V/2010 tentang Tata Tertib DPRD Kota Makassar yang terdiri atas XXII(dua puluh dua) BAB dan 177 Pasal. Ditetapkan di Makassar, Pada tanggal 31 Mei 2010 oleh Drs. H. I. Adnan Mahmud Ketua
DPRD Kota Makassar. Ditinjau dari segi kelembagaan DPRD itu sendiri. Menurut Jimly, dalam UUD 1945, tiap organ negara ada yang disebutkan namanya secara eksplisit dan ada pula yang disebutkan secara eksplisit hanya fungsinya. Selain itu, ada juga lembaga atau organ yang disebutkan baik nama maupun fungsinya yang kemudian diatur dengan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah. (Jimly Asshiddiqie, 2006) Dalam UUD NRI Tahun 1945 terdapat beberapa lembaga negara yang disebutkan dalam UUD Tahun 1945, diantaranya yaitu Presiden dan Wakil Presiden, DPRD, DPD, MPR, MK, MA, BPK, Menteri dan Kementerian Negara, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, KY, KPU, Dewan Pertimbangan Presiden, Pemerintahan Daerah Provinsi, Gubernur Kepala Pemerintahan Daerah, DPRD Provinsi, Pemerintahan Daerah Kabupaten, Bupati Kepala Pemerintahan Daerah Kabupaten, DPRD, Pemerintahan Daerah Kota, Walikota, DPRD Kota, dan Satuan Pemda Khusus/istimewa. Ketentuan mengenai Pemerintahan Daerah diatur dalam UUD NRI Tahun 1945 Pasal 18 ayat (1 -7). Berdasarkan pendapat tersebut di atas dan ketentuan dalam UUD NRI Tahun 1945 maka terlihat jelas bahwa DPRD Kota Makassar dari segi kelembagaan negara merupakan lembaga negara yang disebutkan dalam UUD NRI Tahun 1945. Adapun ketentuan lebih lanjut tentang susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan Daerah diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang. Dalam hal ini UU No. 32/2004 dan UU No. 27/2009. Dalam UU No. 32/2004 Pasal 19 ayat (2) ditentukan bahwa Penyelenggara Pemerintahan Daerah adalah pemerintah daerah dan DPRD. Adapun Pasal 42 ayat (1) UU 32/2004 menentukan bahwa tugas dan wewenang DPRD antara lain: membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama. Produk hukum DPRD antara lain adalah Peraturan Daerah yang dibahas bersama dengan Kepala Daerah serta Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD yang Pembentukannya diatur dalam Pasal 344 ayat (1 dan 2) UU No 27/2009. Menurut D.W.P.Ruiter bahwa peraturan perundang-undangan mengandung 3 unsur yaitu: Norma hukum (rechtsnormen); Berlaku ke luar (naar buitn werken); dan Bersifat umum dalam arti luas (algemeenheid in ruimezin). Oleh karena itu, pembentukan peraturan perundang-undangan pada hakekatnya ialah pembentukan norma-norma hukum yang berlaku ke luar dan yang bersifat umum dalam arti yang luas. (Achmad Ruslan, 2011) Berdasarkan pendapat Ruiter tersebut di atas, jika dikaitkan dengan peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD sebagaimana ditentukan oleh UU No.27/2009 Pasal 344 ayat (2) bahwa Tata tertib sebagaimana dimaksud berlaku di lingkungan internal DPRD
kabupaten/kota yang artinya berlaku ke dalam, tentu tidak sesuai dengan pendapat Ruiter sebagaimana di atas. Achmad Ruslan mengembangkan pendapat Ruiter ini dengan menambahkan pada point kedua yakni berlaku keluar dan juga berlaku ke dalam. Menurut Achmad Ruslan bahwa norma hukum yang masuk dalam kategori atau kualifikasi peraturan perundang-undangan adalah norma hukum yang memenuhi secara integral sembilan karakteristik dasar. (Achmad Ruslan, 2011). Adapun ketentuan UU No.12/2011 tentang Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan. Berdasarkan pendapat dan ketentuan UU 12/2011 mengenai peraturan perundang-undangan sebagaimana tersebut di atas, maka penulis berpendapat bahwa peraturan tata tertib DPRD Kota Makassar merupakan peraturan Perundang-undangan. DPRD mempunyai tugas dan wewenang antara lain membentuk Peraturan Daerah(Perda) yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama. Adapun ketentuan mengenai Materi Muatan Peraturan Daerah yang akan dibentuk, diatur dalam Pasal 14 UU No. 32/2004. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, terbitlah Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Kewenangan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi, Kabupaten /Kota. Dengan demikian dapat dilihat bahwa kewenangan daerah demikian luas, sehingga diperlukan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD yang baik, yang akan menjadi acuan bagi DPRD dalam membentuk Perda. Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD merupakan peraturan Pelaksanaan dari UU No. 32/2004, UU No. 27/2009, dan PP No. 16/2010. Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD Kota Makassar merupakan peraturan yang pembuatannya diperintahkan undang-undang dan penyusunannya berpedoman pada peraturan pemerintah No 16 Tahun 2010 sehingga ketentuan - ketentuan Tatib DPRD ini tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut. Namun dari hasil pengamatan penulis terdapat beberapa ketentuan dalam Tatib DPRD yang tidak sesuai dengan peraturan pemerintah ini yakni sebagai berikut: 1. Pada Pasal 22 ayat (1) PP No. 16/2010 ditentukan bahwa setiap anggota DPRD mempunyai hak mengajukan rancangan peraturan daerah. Namun di dalam Tatib DPRD Kota Makassar Pasal 25 ayat (1) ditentukan bahwa sekurang-kurangnya lima oranng anggota DPRD terdiri atas lebih dari satu fraksi dapat mengajukan suatu usul prakarsa rancangan peraturan daerah yang secara subtansial selaras
dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi secara prosudural memenuhi kaidahkaidah legal drafting. Hal ini berarti, jika hanya seorang anggota DPRD saja yang ingin mengajukan tentu tidak bisa. Dengan demikian ketentuan tersebut membatasi hak setiap anggota DPRD dalam mengajukan usul Ranperda. 2. Pada PP No.16/2010 Pasal 81 Ayat (1) dan (3), adapun ayat (1) Rancangan Peraturan Daerah dapat berasal dari DPRD atau kepala Daerah, ayat (3) ditentukan bahwa Ranperda sebagaimana dimaksud ayat (1) diajukan berdasarkan program legislasi Daerah. Sementara dalam Tatib DPRD kota makassar pada BAB X Tata Cara Pembentukan Perda Pasal 113, ketentuan tersebut tidak dimuat dalam Tatib DPRD Kota Makassar, khususnya pada Pasal tersebut. Ketentuan mengenai Prolegda hanya disebut dalam Pasal 58 mengenai tugas Badan Legislasi, yaitu antara lain: Badan Legislasi Daerah bertugas menyusun rancangan prolegda yang memuat daftar urutan dan prioritas rancangan peraturan daerah beserta alasannya untuk setiap tahun anggaran di lingkungan DPRD. Pelaksanaan Peraturan Tata Tertib DPRD Kota Makassar terkait Fungsi Legislasi DPRD dalam Mewujudkan Pelaksanaan Tatib yang Optimal Pelaksanaan fungsi legislasi DPRD mulai dari perencanaan sampai dengan pengundangan dari peraturan Tatib DPRD kota makassar adalah sebagai berikut: 1. Perencanaan, pada tahap perencanaan ini Mudzakkil Ali Djamil mengatakan bahwa badan legislasi melakukan persuratan kepada fraksi-fraksi untuk meminta rancangan peraturan daerah, setelah masing-masing fraksi menyerahkan rancangan peraturan daerah yang diminta kepada badan legeslasi daerah, baru kemudian badan legeslasi membicarakan dan menentukan rancangan peraturan daerah mana yang layak untuk kemudian ditindaklanjuti menjadi usul prolegda. Selanjutnya, Muhammad Iqbal mengatakan bahwa sebuah rancangan perda yang berasal dari DPRD diajukan oleh 2 fraksi +1, adapun jumlah anggota DPRD dalam setiap fraksi beragam. Dalam mengajukan rancangan peraturan daerah, rancangan tersebut diajukan oleh sekurang-kurangnya 7 orang dari 2(dua) / lebih fraksi yang berbeda. Lebih lanjut Muhammad Iqbal mengatakan usul ranperda DPRD diajukan pada pimpinan DPRD disertai dengan naskah akademik, menyertakan naskah akademik merupakan suatu keharusan dan selama ini memang dilakukan. Dalam wawancara Imran Tenri Tatta mengatakan, bahwa Rancangan peraturan daerah yang telah disampaikan pada Pimpinan DPRD, oleh Pimpinan DPRD disampaikan kepada badan legislasi untuk dilakukan pengkajian, tentu dengan melihat naskah akademiknya dan dari hasil pengkajian itulah kemudian ditentukan rancangan peraturan daerah yang mana yang
layak untuk diteruskan pembahasannnya sampai menjadi peraturan daerah dan mana yang tidak. Adapun hal-hal yang menjadi acuan atau pertimbangan untuk menentukan diprogramkannya suatu Prolegda dari hasil wawancara dengan Yusuf Gunco, H. Arfan Djafar, Nelson Marnanse dan Mudzakkir Ali Djami, yaitu: RPJMD, aspirasi masyarakat, isu-isu penting, kebutuhan masyarakat dan kondisi kekinian. Program Legislasi Daerah Rancangan Peraturan Daerah Kota Makassar Prioritas Tahun 2013 yang berasal dari DPRD ada 10 Ranperda dan di Tahun 2014 ada 5 Ranperda yang masuk dalam Prolegda dan beberapa diantaranya merupakan usul inisitif dari anggota DPRD Kota Makassar yang disebut inisiasi, dimana usul inisiasi ini muncul karena beberapa alasan, diantaranya karena melihat kebutuhan masyarakan dan melihat kondisi kekinian. Hal ini menjadi alasan mengapa lebih banyak ranperda usul inisiasi dari pada ranperda yang bersal dari RPJMD Kota Makassar. 2. Penyusunan, Dalam tahap penyusunan rancangan peraturan daerah ini, badan legislasi daerah menyiapkan rancangan peraturan daerah usul DPRD berdasarkan program prioritas yang telah ditetapkan dalam prolegda. Adapun untuk rancangan peraturan daerah tersebut dibentuklah panitia khusus yang akan melakukan pembahasan lebih lanjut. 3. Pembahasan, Pada tahap ini rancangan peraturan daerah dilakukan melalui 2(dua) tingkat pembicaraan, yaitu pembicaraan tingkat I dan pembicaraan tingkat II, sebagaimana diatur dalam Pasal 117 Tata Tertib DPRD Kota Makassar. Adapun dalam setiap tahapan rapat tersebut di atas, rapat baru akan dimulai jika anggota DPRD yang telah hadir sudah lebih dari ½ (satu perdua) dari jumlah anggota DPRD Kota Makassar. 4. Penetapan/Pengesahan, Rancangan peraturan daerah yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Walikota disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Walikota untuk ditetapkan menjadi peraturan daerah.
Rancangan peraturan daerah ditetapkan oleh Walikota dengan
membubuhkan tanda tangan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan peraturan daerah tersebut disetujui bersama oleh DPRD dan Walikota. Dalam hal sahnya rancangan peraturan daerah, maka kalimat pengesahannya berbunyi: Peraturan Daerah ini dinyatakan sah dan dibubuhkan pada halaman terakhir peraturan daerah sebelum pengundangan naskah peraturan daerah ke dalam lembaran daerah. Adapun Ranperda yang telah disahkan menjadi Perda mulai tahun 2010-2013 adalah sejumlah masing-masing: Tahun 2010 sebanyak 4 Perda, semuanya diajukan oleh Walikota Makassar, Tahun 2011 ada 13 Perda, 11 yg diajukan oleh Walikota Makassar dan 2 yang diajukan oleh DPRD Kota Makassar, Tahun 2012 sebanyak 7 Perda, 6 yang diajukan oleh Walikota Makassar dan 1 dari DPRD Kota Makassar. Ketentuan mengenai pembentukan peraturan daerah pada tahun 2010 sampai 2012 belum mengatur
ketentuan mengenai prolegda. Oleh karena itu, pada tahun 2010 sampai 2012 belum terdapat prolegda. Pada tahun 2013, terdapat 21 Ranperda yang terdiri atas masing-masing 11 ranperda berasal dari pemerintah kota dan 10 berasal dari DPRD Kota Makassar. Adapun ranperda yang disahkan menjadi perda yang berasal dari pemerintah kota berjumlah 5 sedangkan yang berasal dari inisiatif DPRD Kota Makassar ada 3 ranperda. Untuk tahun 2014, belum ada yang ditetapkan menjadi perda. Dengan demikian dapat dilihat bahwa dalam pembentukan perda, pemerintah kota Makassar cenderung lebih berperan aktif dengan selalu mendominasi pembuatan perda dalam kurun waktu 2010-2013. 5. Pengundangan, Setelah semua proses pengesahan selesai, maka saatnya untuk peraturan daerah tersebut diundangkan dalam lembaran daerah. Dengan demikian peraturan daerah berlaku setelah diundangkan dalam lembaran daerah.
PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukkan bahwa Hakikat Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD Kota Makassar dilihat dari segi kedudukannya, merupakan suatu bentuk peraturan perundang-undangan berdasarkan ketentuan Pasal 8 ayat (1) dan (2) UU No 12/2011 yang tidak secara tegas disebutkan dalam Jenis-jenis Hirarki Peraturan Perundang-Undangan sesuai dengan Pasal 7 ayat (1) UU No.12/2011. Dari segi berlakunya, penulis berpendapat bahwa suatu peraturan perundang-undangan tidak hanya berlaku ke luar sebagaimana dikatakan Ruiter, dan tidak hanya berlaku ke dalam dan ke luar sebagaimana pendapat Achmad Ruslan, tetapi dapat pula berlaku ke dalam dan/atau keluar. Hal ini disebabkan dalam Pasal 8 ayat (1) UU 12/2011 ditentukan bahwa jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh antara lain DPRD tidak ditentukan secara tegas lingkup berlakuannya. Dilihat dari segi kewenangan pembentukannnya sesuai ketentuan UU No.27/2009 bahwa Tata Tertib DPRD dibentuk oleh DPRD dengan berpedman pada Peraturan Pemerintah, dalam hal ini Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2010, maka hirarkinya berada di
bawah
PP
No.
16/2010
yang
luas
lingkup
berlakunya
pada
lingkungan
Kabupaten/Kota(Kota Makassar), khususnya kepada Pimpinan dan anggota DPRD Kota Makassar dengan warga masyarakat terkait dengan pelaksanaan fungsi legislasi DPRD Kota Makassar. Dengan demikian Peraturan Daerah Kota Makassar dan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD Kota Makassar secara teoritis dan berdasarkan peraturan perundangundangan berkedudukan sebagai Peraturan Perundang-undangan.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam UU No. 32/2004, jelas bahwa Peraturan Tata Tertib DPRD sangat dibutuhkan dalam mengatur ketentuan lebih lanjut mengenai apa yang telah diatur sebelumnya dalam UU ini yakni antara lain: Tata cara penggunaan hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat, Pembentukan, susunan, tugas, dan wewenang alat kelengkapan, Pelaksanaan ketentuan mengenai Larangan dan Pemberhentian Anggota DPRD, serta Pelaksanaan ketentuan mengenai Penggantian Antarwaktu Anggota DPRD. Dengan demikian Peraturan DPRD tentangTata Tertib DPRD sangat penting keberadaannya. Adapun dalam UU No. 27/2009, ditentukan pula ketentuan lebih lanjut mengenai apa yang telah diatur sebelumnya dalam UU ini yakni antara lain: tata cara pelaksanaan tugas dan wewenang, tata cara pengucapan sumpah/janji, tata cara pembentukan, susunan, serta tugas dan wewenang alat kelengkapan DPRD, tata cara penetapan pimpinan DPRD, tata cara pelaksanaan hak interpelasi, tata cara pelaksanaan hak angket, tata cara pelaksanaan hak menyatakan pendapat, tata cara persidangan dan rapat, serta tata cara pengambilan keputusan. Hal-hal tersebut di atas semakin mempertegas urgensi keberadaan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas maka dibuatlah PP No. 16/2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD sebagai pedoman dalam menyusun Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD. Mengenai kesesuaian peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD dengan peraturan perundang-undangan lainnya adalah sebagai berikut: terhadap UU No. 27/2009 khususnya pada Pasal 341 yakni tentang Tata Tertib DPRD berlaku di lingkungan Internal DPRD, menurut penulis yang dimaksud berlaku di lingkungan Internal DPRD adalah terkait dengan subjeknya dalam hal ini anggota DPRD, adapun pada penjelasan hanya dikatakan sudah jelas dan di dalam PP No. 16/2010 tidak disebutkan tentang defenisi Tata Tertib DPRD, namun di dalam ketentuan Pasal 106 Tata Tertib DPRD Kota Makasasar ditentukan atau diatur mengenai undangan rapat yang bukan anggota DPRD berupa Undangan, peninjau, dan wartawan, sehingga menurut penulis ketentuan dalam Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD Kota Makassar tidak hanya berlaku dalam Internal DPRD dalam hal ini Anggota DPRD saja, tetapi juga orang yang bukan anggota DPRD. Selanjutnya terhadap PP No. 16/2010, peraturan DPRD Tata Tertib DPRD Kota Makassar khususnya Pasal 25 ayat (1) tersebut telah mendegradasi ketentuan pada Pasal 22 ayat (1) PP No 16 Tahun 2010. Menurut penulis ketentuan dalam tatib ini membatasi hak setiap anggota DPRD dalam mengajukan rancangan peraturan daerah, karena tatib ini tidak
memberi peluang kepada setiang anggota DPRD dalam mengajukan usul ranperda. Dengan demikian, tatib tersebut tidak bersesuaian dengan PP. Seharusnya, ketentuan pada PP tersebut mengenai hak setiap anggota DPRD dalam mengajukan ranperda tetap dimasukkan dalam tatib dengan ketentuan bahwa setiap anggota DPRD mempunyai hak mengajukan ranperda dengan mendapatkan persetujuan sekurangkurangnya dua orang anggota DPRD dari masing-masing fraksi yang berbeda. Artinya, dalam mangajukan ranperda sekuarang-kurangnya 3(tiga) orang anggota DPRD dari masing-masing fraksi yang berbeda. Hal ini dimaksudkan agar tatib tidak terlalu membatasi hak setiap anggota DPRD dalam mengajukan rancangan peraturan daerah dan tidak pula memberi kelonggaran terhadap setiap anggota dalam mengajukan usul rancangan peraturan daerah. Dan usul rancangan yang akan diajukan dapat tersebar pada fraksi lain. Selanjutnya terhadap PP No. 16/2010 Pasal 81 Ayat (3) yang mana tidak dimuat dalam Tatib DPRD Kota Makassar khususnya pada Pasal 113 Peraturan Tatib DPRD Kota Makassar mengenai Ranperda diajukan berdasarkan Prolegda. Penulis berpendapat bahwa Tatib DPRD kota Makassar memang tidak secara tegas mengatur tentang
pengajuan
Ranperda untuk selalu berdasar pada program legislasi daerah, yang mana program legislasi daerah merupakan instrumen perencanaan program pembentukan peraturan daerah yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis. Hal ini telah diatur pula dalam UU No. 12/2011 dan Permendagri No 53 tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah. Selain tidak diatur secara tegas, pada ketentuan mengenai prolegda di atas Tatib DPRD Kota Makassar juga tidak merumuskan syarat-syarat yang harus dipenuhi jika Ranperda yang akan diajukan bukan berasal dari prolegda. Hal ini berarti bahwa Tata Tertib DPRD Kota Makassar belum sepenuhnya bersesuaian dengan peraturan perundang-undangan di atasnya, khususnya yang memerintahkan hal tersebut. (pengajuan ranperda berdasarkan prolegda). Dalam hal pelaksanaan Peraturan Tatib DPRD Kota Makassar, menurut penulis penyusunan naskah akademik untuk penyusunan prolegda yang selanjutnya akan ditetapkan sebagai prolegda kota makassar serta pelibatan stakeholders untuk memberikan masukan masih kurang, sebagaimana dikemukakan oleh Dg Baji(SRMI) bahwa dalam penyusunan naskah akademik untuk ranperda yang akan dibahas LSM kurang dilibatkan sehingga ketentuan dalam rancangan perda tersebut sulit untuk diketahui dasar pertimbangannya, mengapa ketentuan-ketentuan tersebut diatur demikian. Sejalan dengan hal tersebut bahwa pada intinya diungkapkan pula oleh Ali Akbar(Kopel) bahwa kadang-kadang sebuah ranperda terjadi pembahasan dengan waktu yang cukup lama, karena terjadi perbedaan pendapat diantara anggota DPRD dan Pemerintah kota dalam pembhasan sebuah ranperda (Daftar
Inventarisasi Masalah), hal itu terjadi karena pada waktu penyusunan naskah akademik maupun penyusunan draf(pasal-pasal), ada pihak yang mempertimbangkan kepentingan rakyat (rakyat kecil) disatu pihak, dan dipihak lain ada pula yang mempertimbangkan hal lain. Berdasarkan data tersebut hal itu disebabkan karena ketentuan mengenai pelibatan masyarakat untuk memberikan masukan pada waktu penyusunan naskah akademik dan draft ranperda, serta dalam pembahasan tidak diatur secara tegas bagaimana bentuk partisipasi masyarakat dalam Peraturan Tatib DPRD Kota Makassar. Dalam Peraturan Tatib tersebut, tentang penentuan prioritas judul ranperda yang diajukan untuk menjadi prolegda, tidak ditentukan secara jelas apa yang menjadi acuannya. Sedangkan dalam UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, sudah ditetapkan bahwa ada Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 20 tahunan dan ada RPJ Menengah 5 tahunan. Menurut penulis, mestinya hal tersebut diatur pula dalam tatib bahwa prolegda disusun dengan berpedoman pada RPJP dan RPJM, sehingga ada kesinambungan kegiatan dalam pembangunan dan penyelenggaraan pembangunan daerah kota Makassar menuju masyarakat yang lebih sejahtera. Selain itu, dalam ketentuan peraturan Tatib tersebut, tentang jangka waktu suatu ranperda itu tidak dibahas, sehingga berakibat suatu ranperda pembahasannya dapat menghabiskan waktu yang cukup lama sehingga perdaperda prioritas lainnya dapat terbengkalai. Dalam mewujudkan pelaksanaan Tatib DPRD kota makassar yang optimal Sarana/Fasilitas, serta Dana yang mendukung sangat dibutuhkan, ketersediaan sarana atau fasilitas, serta dana bagi anggota DPRD kota makassar sudah memadai. Dari hasil wawancara penulis bahwa pelaksanaan tatib DPRD kota Makassar terkait sarana/fasilitas serta dana tidak terdapat kendala. Adapun faktor-faktor penghambat dalam mewujudkan Tata Tertib DPRD kota Makassar yang optimal, dari hasil penelitian penulis, beberapa anggota DPRD menilai bahwa Tatib DPRD kota Makassar ini masih perlu perbaikan atau perubahan, karena tatib ini belum secara jelas mengatur ketentuan-ketentuan yang ada secara prosedural dan kurang begitu tegas. Contohnya soal kehadiran para anggota DPRD, tentang kehadiran tidak ada ketentuan secara jelas mengatur bahwa anggota DPRD harus hadir setiap hari, yang ada hanya harus menghadiri rapat. Padahal menurut Mudzakkil Ali Jamil dan Nelson marnanse bahwa kehadiran anggota DPRD setiap hari juga dibutuhkan karena masyarakat yang datang menyampaikan pengaduan atau penyaluran aspirasi bisa datang kapan saja. Hal ini terkait dengan aspek peningkatan kinerja dewan dari kehadiran anggota. Selanjutnya Dari hasil wawancara penulis dengan Muhammad Iqbal mengatakan bahwa dalam mewujudkan
pelaksanaan tatib yang optimal diperlukan tingkat pemahaman yang baik dan wawasan yang luas dalam menunjang kinerja dewan di DPRD, sehingga dalam membentuk peraturan daerah tidak sekedar dibuat begitu saja tetapi betul-betul karena adanya desakan keadaan, yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Selanjutnya berdasarkan wawancara dengan Anwar Razak Ketua Kopel mengatakan bahwa Badan kehormatan sebagai penegak Tatib DPRD Kota Makassar tidak tegas dalam menindaklanjuti pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh anggota DPRD. Hal ini terlihat dari tingkat dan presentasi kehadiran para anggota DPRD dalam pelaksanaan rapat ada beberapa orang anggota DPRD yang jumlah kehadirannya dalam rapat hanya mencapai 20 %, namun BK tidak tegas dalam menindaklanjuti hal ini. Selain itu kurangnya partisipasi masyarakat merupakan salah satu faktor penghambat dalam mewujudkan pelaksanaan tata tertib DPRD kota Makassar yang optimal. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya ketentuan dalam tatib yang mengatur tentang keterlibatan masyarakat dalam pembahasan sebuah ranperda.
KESIMPULAN DAN SARAN Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD Kota Makassar merupakan suatu bentuk peraturan perundang-undangan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 8 ayat (1) UU No.12/2011 yang pembentukannya merupakan kewenangan delegasi dari undang-undang kepada DPRD. Urgensi dari Peraturan Tatib DPRD merupakan instrumen yuridis yang menjadi pedoman bagi DPRD untuk melancarkan pelaksanakan fungsinya antara lain di bidang Legislasi (Perda), sehingga fungsi DPRD yang diamanatkan oleh paraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat terwujud. Terkait kesesuaian Peraturan Tatib dengan Peraturan lainnya, terdapat beberapa ketentuan yang tidak bersesuaian antara lain: Pasal 25 ayat (1), dan Pasal 113 Peraturan Tatib DPRD Kota Makassar tidak bersesuaian dengan Pasal 22 ayat (1), dan Pasal 81 ayat (3) PP No.16/2010. Pelaksanaan Tata Tertib DPRD Kota Makassar terkait fungsi legislasi belum sepenuhnya terlaksana, karena dalam proses pembentukan peraturan daerah ada beberapa hal yang masih perlu pengaturan dengan jelas dan rinci (prosedural). Tidak adanya acuan dalam menyusun prolegda, serta tidak adanya jangka waktu mengenai berapa lama pembahasan suatu ranperda, serta banyaknya kegiatan lainnya para anggota DPRD Kota Makassar, sehingga pelaksanaan tatib menjadi tidak optimal. Saran Perlunya dilakukan perubahan terhadap Tatib DPRD Kota Makassar dengan memberi penjabaran lebih jelas/terperinci (prosedural) dalam berbagai ketentuan yang diatur
dalamnya, serta menyesuaikan Tatib DPRD dengan Peraturan Perundang-undangan yang baru. Serta pemberian pemahaman dengan mengadakan pelatihan-pelatihan bagi para Anggota DPRD dalam rangka peningkatan Kinerja DPRD, serta perlunya ketegasan bagi Badan Kehormatan(BK) DPRD Kota Makassar dalam menegakkan Peraturan Tata Tertib DPRD Kota Makassar. DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqi,Jimly.( 1994). Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve,) _________.(2005). Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Kompress, Jakarta. _________.( 2006a).Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jilid II, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI. Jakarta. _________.(2006b). Sengketa Konstitusional Lembaga Negara, Konstitusi Press, Jakarta. _________.(2006c).Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Cet. Ke 2, Konstitusi Press, Jakarta. _________.(2007).Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: PT. Buana Ilmu Populer. Budiarjo, Miriam,.( 2008)Dasar-Dasar Ilmu Politik,.Jakarta:Gramedia. Gaffar, Affan.(2000).Politik Indonesia Transmisi menuju Demokrasi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Indroharto.(1991).Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Kelsen,Hans.( 2011).Teori Umum Tentang Hukum dan Negara terjemahan dari General Theory of Law and State.Harvard University Press: Cambridge-Massachusetts, 1971 diterjemahkan oleh Raisul Muttaqien. Penerbit Nusa Media Bandung. Kusnardi,Muh. dan Bintan R Saragih.( 1983).Susunan Pembagian Kekuasaan Menurut Sistem Undang-Undang Dasar 1945, PT Gramedia, Jakarta. Mahfud MD Moh, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta., Pustaka LP3ES, 1998. Mahendra, Yusril Ihza.(1996).Dinamika Tata Negara Indonesia: Kompilasi Masalah Konstitusi, Dewan Perwakilan dan Partai Politik, Gema Insani Press, Jakarta. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2010 Tentang Pedoman Penyusunan Peraturan DPRD tentang Peraturan Tata Tertib DPRD Peraturan DPRD No. 2/P.DPRD/V2010 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Makassar Ruslan, Achmad. (2013), Teori dan Panduan Praktik Pembentukan Peraturan Perundangundangan Di Indonesia, Cet. Ke-2.Yogyakarta: Rangkang Education. Soemantri, R. Sri M.( 1992).Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Penerbit Alumni, Bandung. Trijono, Rachmat.(2013), Dasar-Dasar Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan, Papas Sinar Sinanti, Depok Timur. Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang No. 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Wahjono, Padmo.(1982). Negara Republik Indonesia,(Jakarta: Rajawali Press,1982)