EARLY WARNING SYSTEM KRISIS UTANG DI INDONESIA : PENDEKATAN BUSINESS CYCLE THEORY
OLEH: ILLINIA AYUDHIA RIYADI H14080003
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RINGKASAN
ILLINIA AYUDHIA RIYADI. Early Warning System Krisis Utang di Indonesia: Pendekatan Business Cycle Theory (dibimbing oleh DENIEY ADI PURWANTO).
Sejak tahun 1998 hingga 2009, kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) Indonesia selalu mengalami budget deficit dalam rangka membiayai program pembangunan. Untuk menutupi defisit anggaran tersebut, pemerintah mengandalkan berbagai sumber pembiayaan sumber yang berasal dari perbankan dalam negeri, privatisasi, penjualan aset program restrukturisasi, dana penerbitan obligasi negara, dan pinjaman luar negeri. Dari beberapa sumber pembiayaan yang ada, porsi terbesar untuk menutupi defisit anggaran yang terjadi berasal dari obligasi negara. Proporsi pembiayaan defisit anggaran yang sebagian besar berasal dari dana penerbitan obligasi pada akhirnya menyebabkan pemerintah memutuskan untuk meningkatkan penawaran obligasi di pasar sekuritas secara terus menerus. Selama periode Agustus 2004 hingga Agustus 2010, kepemilikan asing terhadap SBN menunjukkan trend yang terus meningkat. Hal ini mengindikasikan bahwa ketergantungan pemerintah semakin kuat terhadap pihak asing dalam hal memperoleh pendanaan yang dibutuhkan untuk menutupi defisit anggaran yang terjadi. Dengan demikian, akumulasi utang luar negeri Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Secara substansi, utang luar negeri merupakan sumber pembiayaan uang digunakan untuk menutupi kebutuhan investasi di suatu negara. Pembiayaan yang bersumber dari utang luar negeri ini harus dikelola dengan baik dan dialokasikan untuk kegiatan investasi sektor riil yang produktif sehingga dapat memberikan rate of return yang tinggi di kemudian hari. Alokasi penggunaan utang luar negeri untuk kegiatan yang tidak produktif tanpa pengawasan yang baik dapat menyebabkan terjadinya krisis utang seperti yang saat ini melanda negara-negara di kawasan Uni Eropa (European Union/EU). Berdasarkan pengalaman yang dialami oleh negara-negara di kawasan Uni Eropa, maka sumber pembiayaan yang berasal dari utang luar negeri dalam jumlah yang besar perlu diwaspadai sedini mungkin. Suatu sistem deteksi dini perlu untuk dibangun agar pemerintah dapat memperkirakan periode waktu kemungkinan terjadinya krisis utang secara tepat. Hal ini penting bagi pemerintah sehingga dapat merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang bersifat antisipastif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menjadi Coincident, Leading, dan Lagging Indicators dalam rangka menyusun instrumen deteksi dini terjadinya krisis utang di Indonesia. Selain itu, akan diidentifikasi sistem bekerjanya faktor-faktor tersebut sebagai instrument sistem suatu deteksi dini.
Pada penelitian ini, pembangunan early warning system krisis utang di Indonesia dilakukan dengan menggunakan pendekatan business cycle theory. Data yang digunakan adalah data sekunder dengan periode bulanan dari bulan Januari 1998 hingga Desember 2011. Adapun jumlah variabel makroekonomi yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini adalah sebanyak 111 variabel. Dalam rangka memperoleh kandidat Coincident, Leading, dan Lagging Indicators, maka dilakukan tiga tahap seleksi terhadap 111 variabel makroekonomi yang berhasil dikumpulkan. Adapun tiga tahap seleksi tersebut adalah uji secara grafis dengan prosedur Bry Boschan, uji korelasi silang (cross correlation test), dan uji granger causality (granger causality test). Dari tahap seleksi tersebut, diperoleh hasil bahwa terdapat 8 variabel yang menjadi kandidat Coincident Indicator, yakni suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) dari Bank Asing dan Campuran, suku bunga simpanan rupiah berjangka 6 bulan di Bank Umum, laju inflasi Indonesia, ekspor barang Amerika Serikat (free on board price), harga komoditi mentah pertanian dunia, SBI 1 bulan, interest rate spread, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Sementara itu, kandidat Leading Indicator yang diperoleh sebanyak 6 variabel, yaitu suku bunga LIBOR 6 bulan, laju inflasi Jepang, M2/Cadangan Devisa, Loan to GDP, LQ 45, dan Nominal Effective Exchange Rate. Adapun kandidat Lagging Indicators terdiri dari suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) yang diberikan Bank Persero, suku bunga pinjaman berjangka 24 bulan (rupiah) di Bank Umum, Import Merchandise Constant (US$ Dollar), dan Local Equity Market Index. Melalui proses trial and error, maka diperoleh kombinasi variabel terbaik dalam penyusunan Coincident Debt Index, Leading Debt Index, dan Lagging Debt Index. Komponen penyusun Coincident Debt Index terbaik adalah interest rate spread (59 persen), suku bunga simpanan rupiah berjangka 6 bulan di Bank Umum (23 persen), suku bunga pinjaman untuk modal kerja (rupiah) berjangka 6 bulan di Bank Umum(10 persen) dan SBI 1 bulan (8 persen). Komponen penyusunan Leading Debt Index yang dianggap terbaik adalah variabel suku bunga LIBOR 6 bulan (54 persen), laju inflasi Jepang (42 persen), dan variabel M2/Cadangan Devisa (2 persen) serta Nominal Effective Exchange Rate (2 persen). Adapun komponen penyusun Lagging Debt Index adalah dari suku bunga pinjaman modal kerja rupiah yang diberikan Bank Persero (42 persen), suku bunga pinjaman rupiah berjangka 24 bulandi Bank Umum (50 persen), Import Merchandise Constant (4 persen), dan Local Equity Market Index (3 persen). Dari hasil tersebut disimpulkan bahwa kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia pada periode waktu mendatang sangatlah dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti suku bunga LIBOR 6 bulan dan laju inflasi Jepang. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia merupakan negara dengan perekonomian terbuka kecil (small open economy) yang masih rentan terhadap goncangan makroekonomi global. Model early warning system yang terbentuk dari penelitian ini dapat bekerja dengan cukup baik dalam memprediksi kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia meskipun proses kaliberasi terhadap variabel-variabel penyusunnya masih perlu dilakukan secara berkala.
EARLY WARNING SYSTEM KRISIS UTANG DI INDONESIA : PENDEKATAN BUSINESS CYCLE
Oleh ILLINIA AYUDHIA RIYADI H14080003
Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi : EARLY WARNING SYSTEM KRISIS UTANG DI INDONESIA: PENDEKATAN BUSINESS CYCLE Nama : Illinia Ayudhia Riyadi NIM
: H14080003
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Deniey Adi Purwanto, MSE NIP. 19771208 200912 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dedi Budiman Hakim, Ph.D NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA TULIS ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Mei 2012
Illinia Ayudhia Riyadi H14080003
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Illinia Ayudhia Riyadi lahir pada tanggal 9 Februari 1991 di Jakarta. Penulis anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Ir. Slamet Riyadi, M.Sc, dan Dra. Ani Widiastuti. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada SD Islam Panglima Besar Jenderal Soedirman, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 103 Jakarta dan lulus tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA Negeri 39 Jakarta dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis meninggalkan kota tercinta untuk melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir, sehingga bisa menjadi sumber daya yang berguna bagi pembangunan Kota Jakarta tercinta. Penulis masuk IPB melalui jalur USMI dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kegiatan organisasi sebagai staf pelaksana divisi DNA (Discussion and Analysis) Himpunan Profesi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA) IPB. Selain itu, penulis juga aktif sebagai asisten dosen di Departemen Ilmu Ekonomi IPB dan bertanggung jawab atas penyelenggaraan responsi mata kuliah Ekonomi Umum, Teori Mikroekonomi I, dan Teori Makroekonomi dari tahun 2010 hingga sekarang.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah ”Early Warning System Krisis Utang di Indonesia: Pendekatan Business Cycle Theory”. Krisis utang merupakan topik yang sangat menarik dan hangat menjadi perbincangan karena saat ini tengah terjadi krisis utang yang melanda negara-negara di kawasan Uni Eropa sehingga menimbulkan guncangan bagi perekonomian secara global, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini sebagai upaya menghindari kemungkinan terjadinya krisis utang melalui pembangunan early warning system di Indonesia. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama kepada Bapak Deniey Adi Purwanto, MSE, yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Penulis juga sangat terbantu oleh kritik dan saran dari para peserta pada Seminar Hasil Penelitian Skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat berterima kasih kepada pihak-pihak lain yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada orangtua penulis, yaitu Bapak Ir. Slamet Riyadi, M.Sc, dan Ibu Dra. Ani Widiastuti atas dukungan material maupun spiritual yang diberikan kepada penulis selama ini. Penulis juga berterimakasih kepada kakak dan adik penulis, yaitu Arief Nugroho Riyadi, SH, dan Gliddheo Algifariyano Riyadi. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada rekan-rekan sejawat mahasiswa IE 45 atas dukungan moral yang diberikan kepada penulis selama ini, khususnya teman-teman dalam satu kelompok bimbingan skripsi, yaitu Ayu Budiarti, Oktya Setya Pratidina, Dhany Subangun, dan Teuku Arif Pahlevi. Tak lupa, ucapan terimakasih juga penulis tujukan kepada para
sahabat mahasiswa IE 45 yang selalu menemani penulis selama empat tahun menuntut ilmu bersama di IPB, yaitu Fiona Rebecca Hutagaol, Lusiana Manik, Shanty Nathalia, Henny Prischilia, Hairul, Diyah Nugraheni dan Masyitha Mutiara. Akhir kata, semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Mei 2012
Illinia Ayudhia Riyadi H14080003
DAFTAR ISI
Halaman I.
PENDAHULUAN................................................................................1 1.1 Latar Belakang.................................................................................1 1.2 Perumusan Masalah.......................................................................12 1.3 Tujuan Penelitian...........................................................................13 1.4 Manfaat Penelitian.........................................................................14 1.5 Ruang Lingkup..............................................................................14
II.
TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................15 2.1 Tinjauan Konsep dan Teori...........................................................15 2.1.1
Teori Siklus Bisnis......................................................15
2.1.2
Model Early Warning System.....................................16
2.1.3
Definisi Business Cycle..............................................18
2.1.4
Tahapan Business Cycle.............................................19
2.1.5
Business Cycle Indicators...........................................20
2.1.6
Leading Economic Indicators dan Peramalan Aktivitas Ekonomi......................................................22
2.2 Penelitian Terdahulu.....................................................................24 2.3 Kerangka Pemikiran.....................................................................38 III.
METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data..................................40 3.2 Metode Analisis............................................................................40 3.2.1 Tahapan Penyusunan Leading Economic Indicator...42 3.2.2 Metode Penyusunan Early Warning Indicators…….45 3.3 Definisi Operasional…………………………………………..56
IV.
HASIL DAN PEMBAHAHASAN 4.1 Gambaran Umum Utang Luar Negeri Indonesia........................59 4.2 Penyusunan Early Warning System..............................................65 4.2.1 Identifikasi Variabel-variabel yang menjadi Leading, Lagging, dan Coincident Indicator...............66
4.2.2 Penyusunan Composite Coincident, Leading dan Lagging Debt Index…............................108 4.3 Pembahasan Hasil Penyusunan Early Warning System…….…118 4.3.1 Analisis Hasil Early Warning System Secara Empiris..118 4.3.2 Operasionalisasi dan Pengelolaan Early Warning System di Indonesia…..........................122 4.3.3 Implikasi Kebijakan Pengelolaan Utang Luar Negeri Indonesia…....................................126 V.
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan.................................................................................129 5.2 Saran...........................................................................................130
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….131 LAMPIRAN…………………………………………………………………...134
DAFTAR TABEL
Halaman 2.1 Kelebihan Masing-masing Model Early Warning System...............................17 2.2 Kekurangan Masing-masing Model Early Warning System............................18 2.3 Leading Indicators Krisis Nilai Tukar dan Alasan Ekonomi…………….…..28 2.4 Hasil-hasil Penelitian Terdahulu......................................................................30 2.5 Periode Waktu Pelaksanaan Debt Rescheduling Atas Pembayaran Utang Luar Negeri Indonesia.............................................37 4.1 Nilai Net Resource Flow Indonesia Periode Tahun 2006-2011......................63 4.2 Kombinasi Terbaik Penyusun Coincident Debt Index Beserta Bobotnya.......................................................109 4.3 Kombinasi Terbaik Penyusun Leading Debt Index Beserta Bobotnya..........................................................112 4.4 Perhitungan Selang Waktu Perbedaan Pergerakan LDI Mendahului CDI………….…………………………...….113 4.5 Kombinasi Terbaik Penyusun Lagging Debt Index Beserta Bobotnya...........................................................115 4.6 Perhitungan Selang Waktu Perbedaan Pergerakan Lagging Debt Index Mengikuti Coincident Debt Index ............117
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1.1 Besarnya Defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara Periode 1998 hingga 2009 (dalam miliar rupiah).............................................1 1.2 Proporsi Sumber Pembiayaan Defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara Periode Tahun 2011..............................................2 1.3 Posisi Surat Berharga Negara (SBN) Domestikyang Dimiliki Bukan Penduduk (Asing) Periode Tahun 2006 Hingga 2011 (dalam Juta Dollar).......4 1.4 Posisi Utang Luar Negeri Indonesia Pemerintah Per Triwulan Keempat Periode 1999 Hingga 2010 (dalam juta USD)...................................................5 1.5 Posisi Utang Luar Negeri Indonesia Sektor Swasta Per Kuartal Keempat Periode 1999 hingga 2010 (dalam juta USD).................6 2.1 Bagan Kerangka Pemikiran..............................................................................39 3.1 Alur Penyusunan Komponen Early Warning System......................................55 4.1 Debt To Export Indonesia Periode Tahun 2006 Hingga 2011……………….60 4.2 Debt Service Ratio Indonesia Periode Tahun 2006 Hingga 2011…………....61 4.3 Pergerakan Coincident Debt Index (CDI) Seiring Dengan Variabel Debt to GDP..........................................................110 4.4 Pergerakan Leading Debt Index (LDI) Mendahului Coincident Debt Index (CDI).....................................................112 4.5 Pergerakan Lagging Debt Index Mengikuti Coincident Debt Index..............116 4.6 Perbandingan Pergerakan Coincident Debt Index (CDI) Dengan Kurs Rupiah Terhadap Dollar...........................................................118 4.7 Skematik Penggunaan Instrumen Leading Debt Index Dalam Operasionalisasi Early Warning System Krisis Utang.......................123 4.8 Skematik Penggunaan Instrumen Lagging Debt Index Dalam Operasionalisasi Early Warning System Krisis Utang.......................124
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Variabel yang digunakan dalam penelitian…………………...……….……134 2. Hasil Cross Correlation Test Kandidat Coincident Indicator......................138 3. Hasil Cross Correlation Test Kandidat Leading Indicator..........................141 4. Hasil Cross Correlation Test Kandidat Lagging Indicator..........................144 5. Hasil Pengujian Granger Causality Test Kandidat Coincident Indicator…148 6. Hasil Pengujian Granger Causality Test Kandidat Leading Indicator…….152 7. Hasil Pengujian Granger Causality Test Kandidat Lagging Indicator…….158 8. Perbandingan Grafik Variabel Kandidat Coincident Indicator Sebelum dan Sesudah Melalui X-12 ARIMA………………….………….162 9. Perhitungan Composite Coincident Debt Index…………………………....164 10. Perbandingan Grafik Variabel Kandidat Leading Indicator Sebelum dan Sesudah Melalui X-12 ARIMA………………….………….171 11. Perhitungan Composite Leading Debt Index……………………………....174 12. Perbandingan Grafik Variabel Kandidat Lagging Indicator Sebelum dan Sesudah Melalui X-12 ARIMA………………….………….181 13. Perhitungan Composite Lagging Debt Index……………………………....183
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sebagai negara sedang berkembang yang tengah menuju tahap kemapanan ekonomi, Indonesia membutuhkan anggaran belanja dalam jumlah besar untuk membiayai berbagai program pembangunan yang direncanakan. Oleh karena itu, kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget deficit, yakni kondisi dimana jumlah anggaran belanja lebih besar daripada pendapatannya. Adapun besarnya defisit anggaran yang dialami Indonesia selama kurun waktu 13 tahun terakhir dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Sumber: Bank Indonesia, 2011 diolah Gambar 1.1. Besarnya Defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara Periode 1998 hingga 2009 (dalam miliar rupiah) Gambar 1.1 menunjukkan bahwa selama periode tahun 1998 hingga 2011, besarnya defisit anggaran yang terjadi menunjukkan trend yang terus meningkat. Pada periode tahun 1999, besarnya defisit anggaran sempat mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun 1998, kemudian terus mengalami kenaikan
2
hingga mencapai angka defisit anggaran sebesar 40.485 miliar rupiah pada tahun 2001. Defisit anggaran yang begitu besar di tahun 2001 tersebut merupakan dampak akibat krisis moneter yang terjadi di tahun 1998. Pada periode tahun 2002 hingga 2008, besarnya defisit anggaran berfluktuasi hingga mencapai angka tertinggi di tahun 2011. Defisit anggaran pada tahun tersebut mencapai angka 124.656 miliar rupiah. Besarnya defisit anggaran yang terjadi ditutupi baik dari pembiayaan dalam negeri maupun luar negeri dengan proporsi tertentu. Adapun besarnya porsi pembiayaan dalam maupun luar negeri untuk menutupi defisit anggaran yang terjadi pada tahun 2011 dapat dilihat pada Gambar 1.2 berikut.
Sumber : Bank Indonesia Indonesia, 2011, diolah Gambar 1.2 Proporsi Sumber Pembiayaan Defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara Periode Tahun 2011 Gambar 1.2 menunjukkan bahwa untuk menutupi defisit anggaran yang terjadi selama periode tahun 2005 hingga 2010, pemerintah mengandalkan sumber pembiayaan yang berasal dari perbankan dalam negeri, privatisasi, penjualan aset
3
program restrukturisasi, dana penerbitan obligasi negara, dan pinjaman luar negeri. Dari beberapa sumber pembiayaan yang ada, porsi terbesar untuk menutupi defisit anggaran yang terjadi berasal dari obligasi negara yakni sebesar 74 persen. Dana penerbitan obligasi baru digunakan secara efektif dan menjadi instrumen utama pembiayaan APBN sejak tahun 2005. Hal ini menunjukan betapa pentingnya dana penerbitan obligasi pemerintah sebagai andalan demi terlaksananya kebijakan ekspansi fiskal dengan pola deficit budget yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia selama ini. Proporsi pembiayaan defisit anggaran yang sebagian besar berasal dari dana penerbitan obligasi pada akhirnya menyebabkan pemerintah memutuskan untuk meningkatkan penawaran obligasi di pasar sekuritas secara terus menerus. Dana dari penerbitan obligasi ini kemudian digunakan untuk beberapa hal, di antaranya adalah refinancing utang lama yang jatuh tempo dan refinancing dilakukan dengan utang baru yang mempunyai term dan condition yang lebih baik. Ditinjau dari kepemilikannya, obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah dapat dibedakan menjadi tiga, yakni obligasi yang dimiliki oleh pihak bank, non-bank, dan asing. Adapun data mengenai posisi kepemilikan asing atas obligasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.3.
4
Sumber : Bank Indonesia, 2011, diolah Gambar 1.3 Posisi Surat Berharga Negara (SBN) Domestik yang Dimiliki Bukan Penduduk (Asing) Periode Tahun 2006 Hingga 2011 (dalam Juta Dollar) Gambar 1.3 menunjukkan bahwa kepemilikan asing terhadap SBN menunjukkan trend yang terus meningkat selama periode Agustus 2004 hingga Agustus 2010. Hal ini mengindikasikan bahwa ketergantungan pemerintah semakin kuat terhadap pihak asing dalam hal memperoleh pendanaan yang dibutuhkan untuk menutupi defisit anggaran yang terjadi. Porsi kepemilikan asing terhadap SBN yang terus meningkat perlu diwaspadai sebab hal tersebut berdampak pada jumlah utang luar negeri pemerintah yang semakin besar. Apabila penerbitan SBN dan kepemilikan asing terhadap SBN tersebut tidak dibatasi, maka kondisi ini akan memicu semakin besarnya jumlah utang luar negeri pemerintah sehingga tidak menutup kemungkinan, di masa mendatang, pemerintah akan terjerat krisis utang yang akan berdampak buruk bagi perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Defisit APBN yang terjadi menuntut adanya sumber pembiayaan untuk menutupinya, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Pembiayaan yang
5
berasal dari luar negeri dapat berupa pinjaman bilateral atau multilateral maupun SBN yang dimiliki oleh asing. Pembiayaan dari luar negeri yang semakin meningkat berdampak pula semakin besarnya posisi utang luar negeri pemerintah. Secara keseluruhan, posisi utang luar negeri pemerintah juga mengindikasikan adanya potensi krisis utang yang mungkin melanda Indonesia di waktu mendatang. Hal ini diilustrasikan pada Gambar 1.4.
Sumber : Bank Indonesia, 2011, diolah Gambar 1.4 Posisi Utang Luar Negeri Indonesia Pemerintah Per Triwulan Keempat Periode 1999 Hingga 2010 (dalam juta USD) Gambar 1.4 menunjukkan bahwa selama periode tahun 1999 hingga 2010, posisi utang luar negeri pemerintah menunjukkan trend yang terus meningkat. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi keuangan pemerintah semakin menunjukkan ketergantungan yang semakin besar terhadap pembiayaan dari pihak asing, berupa pinjaman bilateral atau multilateral maupun dari dana hasil penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yang kemudian dimiliki oleh pihak asing. Kondisi ketergantungan tersebut dikhawatirkan dapat berdampak buruk pada kesehatan
6
keuangan pemerintah apabila terjadi guncangan (shock) sebagai dampak ketidakpastian lingkungan perekonomian global yang terjadi saat ini. Jika ketergantungan yang semakin kuat tersebut terus terjadi dalam periode waktu yang lama, maka tidak menutup kemungkinan bila di masa yang akan datang pemerintah akan terjerat krisis utang seperti yang dialami negara-negara Uni Eropa saat ini. Utang luar negeri Indonesia selain dimiliki oleh sektor publik, juga dimiliki oleh sektor swasta. Sektor swasta yang memiliki utang luar negeri ini mencakup sektor lembaga keuangan (bank dan nonbank) serta sektor bukan lembaga keuangan. Adapun posisi utang luar sektor swasta dapat dilihat pada Gambar 1.5.
Sumber : Bank Indonesia, 2011,diolah Gambar 1.5 Posisi Utang Luar Negeri Indonesia Sektor Swasta Per Kuartal Keempat Periode 1999 hingga 2010 (dalam juta USD)
Gambar 1.5 menunjukkan bahwa posisi utang luar negeri pihak swasta menunjukkan trend yang terus meningkat selama periode tahun 1999 hingga 2010. Posisi utang luar negeri sektor swasta mencapai nilai tertinggi pada periode tahun 2011 yakni mencapai 106.114 juta USD. Utang luar negeri tersebut
7
mencakup pinjaman, utang dagang, serta surat utang yang diterbitkan luar negeri dan dalam negeri yang dimiliki bukan oleh penduduk. Apabila jumlah utang luar negeri sektor swasta terus meningkat dari waktu ke waktu tanpa diiringi peningkatan produktivitas sektor riil dalam negeri, maka pada jangka panjang sektor swasta akan mengalami kesulitan dalam hal pembayaran kembali utangutang tersebut yang akan berdampak pada terjadinya guncangan perekonomian. Secara substansi, utang luar negeri merupakan sumber pembiayaan uang digunakan untuk menutupi kebutuhan investasi di suatu negara. Kegiatan investasi sangat penting untuk dilakukan di suatu negara demi menggiatkan perekonomian sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. Kegiatan tersebut membutuhkan dana dalam jumlah yang cukup besar, sehingga di beberapa negara tertentu sumber pembiayaan dalam negeri yang tersedia, misalnya dari tabungan domestik, tidak mampu mencukupi kebutuhan dana investasi yang akan dilakukan. Untuk mencukupi kebutuhan pembiayaan tersebut, maka utang luar negeri dilakukan. Adanya utang luar negeri ini menimbulkan kewajiban bagi negara debitur untuk mengembalikan utang tersebut beserta bunganya di masa mendatang. Oleh karena itu, pembiayaan yang bersumber dari utang luar negeri ini harus dikelola dengan baik dan dialokasikan untuk kegiatan investasi sektor riil yang produktif sehingga dapat memberikan rate of return yang tinggi di kemudian hari. Hal ini penting untuk mendukung kemampuan likuiditas negara debitur dalam melakukan pembayaran kembali atas jumlah pokok dan bunga dari utang luar negeri tersebut, sehingga negara debitur akan terhindar dari jeratan krisis utang seperti yang melanda Uni Eropa saat ini.
8
Penggunaaan utang luar negeri yang dialokasikan untuk kegiatan yang tidak produktif tanpa pengawasan yang baik dapat menyebabkan terjadinya krisis utang seperti yang saat ini melanda negara-negara di kawasan Uni Eropa (European Union/EU). Krisis utang yang berdampak sistemik tersebut diawali dengan kondisi gagal bayar yang dialami negara Yunani. Hal ini disebabkan karena ketiadaan pengawasan yang ketat dalam alokasi penggunaan utang luar negeri di negara tersebut. Defisit APBN Yunani mencapai 13,6 persen dari produk domestik bruto (PDB). Nilai ini melebihi batas ketentuan yang tercantum dalam Maastricht Treaty (Undang-Undang Dasar anggota Uni Eropa), yang menyatakan bahwa negara-negara anggota Uni Eropa harus memiliki defisit APBN maksimum 3 persen dari PDB nya. Defisit APBN yang dialami Yunani tersebut selanjutnya dibiayai dari dari dana yang bersumber dari penerbitan obligasi oleh pemerintah sehingga menyebabkan utang luar negeri Yunani terus terakumulasi mencapai 172 persen dari PDB per Juni 2011. Nilai ini melebihi batas ketentuan yang tercantum dalam Maastricht Treaty yang menyatakan bahwa negara-negara anggota Uni Eropa harus memiliki total utang luar negeri maksimum 60 persen dari PDB nya (Quéré, Bénassy dan Boone, 2010). Dana yang bersumber dari penerbitan obligasi pemerintah sebagian besar digunakan untuk berbagai program yang sifatnya konsumtif dan pembiayaan sosial bagi masyarakat Yunani. Dana tersebut tidak digunakan untuk membiayai kegiatan investasi produktif, sehingga tidak memberikan dampak multiplier effect yang besar bagi pertumbuhan ekonomi Yunani sehingga tidak memberikan rate of return bagi pemerintah. Akibatnya, pada saat sebagian besar obligasi pemerintah
9
mengalami jatuh tempo pada periode bulan Mei tahun 2010, pemerintah Yunani mengalami kesulitan likuiditas sehingga terjadi kondisi gagal bayar yang dialami negara tersebut. Kondisi krisis utang yang dialami Yunani tersebut memicu terjadinya krisis perbankan di kawasan Uni Eropa. Hal ini disebabkan karena sebagian besar pemegang obligasi Yunani adalah bank-bank di negara-negara Uni Eropa. Dengan demikian, krisis utang Yunani berdampak luas dan sistemik terhadap perekonomian negara-negara lain di kawasan Uni Eropa. Oleh karena itu, negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa memutuskan melakukan bail out dengan menggelontorkan dana sebesar 14.5 miliar Euro dalam rangka melakukan pembayaran atas obligasi-obligasi pemerintah Yunani yang jatuh tempo tersebut. Jumlah itu masih akan ditambah dengan komitmen dari IMF dan tambahan dana talangan dari Uni Eropa untuk membayar utang-utang jatuh tempo lainnya (Arghyrou dan Tsoukalas, 2010). Selain Yunani, bank-bank di negara kawasan Uni Eropa juga banyak yang memegang obligasi-obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah negara Irlandia, Italia, Portugal, dan Spanyol. Meskipun hanya Yunani yang mengalami gagal bayar dan membutuhkan restrukturisasi untuk pembayaran obligasi-obligasi yang telah jatuh tempo tersebut, namun kondisi gagal bayar dan restrukturisasi meluas terjadi pada beberapa negara lainnya. Hal ini memicu terjadinya krisis perbankan dengan dampak lebih besar. Kondisi ini berakibat buruk pada perekonomian negara-negara Uni Eropa sehingga secara keseluruhan, kawasan tersebut mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi sejak tahun 2009 hingga saat ini.
10
Berdasarkan pengalaman yang dialami oleh negara-negara di kawasan Uni Eropa, maka sumber pembiayaan yang berasal dari utang luar negeri dalam jumlah yang besar perlu diantisipasi sedini mungkin. Suatu sistem deteksi dini perlu untuk dibangun agar pemerintah dapat memperkirakan periode waktu kemungkinan terjadinya krisis utang secara tepat. Hal ini penting bagi pemerintah sehingga dapat merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang bersifat antisipatif. Dengan adanya impelementasi kebijakan-kebijakan ekonomi secara tepat, maka diharapkan krisis utang dapat diantisipasi dengan baik sehingga mengurangi kemungkinan dampak sistemik yang terjadi secara meluas akibat krisis utang tersebut. Berdasarkan data yang telah ditunjukkan sebelumnya, terlihat bahwa komposisi utang luar negeri pemerintah dan swasta menunjukkan trend yang terus meningkat pada tiap periodenya. Hal ini mengakibatkan akumulasi utang luar negeri Indonesia dalam jumlah yang besar. Kondisi tersebut dapat meningkatkan eksposur bagi perekonomi Indonesia apabila terjadi guncangan ekonomi yang dipengaruhi oleh lingkungan eksternal perekonomian global. Guncangan tersebut dapat mengarahkan perekonomian Indonesia pada kondisi krisis utang luar negeri. Hal ini disebabkan karena adanya guncangan eksternal dapat meningkatkan eksposur utang luar negeri. Eksposur utang luar negeri yang berlebihan dapat memberikan tekanan depresiatif terutama karena faktor sentimen negatif. Utang luar negeri yang tidak terkendali dan bermasalah secara berkepanjangan (misalnya harus melalui proses rescheduling berulang-ulang) akan meningkatkan premi risiko dan biaya pinjaman yang pada akhirnya akan menurunkan credit rating dan
11
memberi tekanan pada nilai tukar. Depresiasi rupiah akan memberikan tekanan terhadap inflasi melalui pass through effect, sehingga akan mengurangi dampak positif depresiasi rupiah terhadap transaksi berjalan (current account). Padahal, peningkatan surplus transaksi berjalan sangat diperlukan untuk menutupi kewajiban pembayaran utang luar negeri. Dengan demikian, jelas bahwa risiko yang ditimbulkan akibat ketidakmampuan pembayaran utang luar negeri akan berimplikasi negatif pada aspek moneter berupa tekanan terhadap nilai tukar dan mengancam stabilitas makroekonomi secara keseluruhan yang bahkan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Dengan mempertimbangkan berbagai dampak yang dapat terjadi akibat krisis utang luar negeri, maka perlu adanya suatu sistem deteksi dini yang dapat menandai kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia. Terdapat dua fungsi utama dalam suatu sistem deteksi dini. Pertama adalah mengantisipasi terjadinya krisis utang luar negeri dan yang kedua adalah mengantisipasi dampak akibat krisis utang luar negeri. Fungsi pertama berperan sebagai pertimbangan pemerintah untuk melakukan kebijakan-kebijakan antisipatif agar krisis yang diprediksi akan terjadi, dapat dihindari. Fungsi kedua adalah jika kemudian krisis utang luar negeri tidak terhindarkan, maka sistem deteksi dini ini berperan sebagai dasar pertimbangan merumuskan dan melaksanakan kebijakan penanggulangan serta antisipasi penyebaran dampak krisis. Dengan demikian, pembangunan sistem deteksi dini ini menjadi sangat penting sebagai peringatan kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia.
12
1.2 Permasalahan Kondisi APBN Indonesia selalu mengalami defisit sehingga membutuhkan pembiayaan untuk menutupi defisit tersebut. Sejak tahun 2005, sumber utama pembiayaan untuk menutupi defisit tersebut berasal dari penerbitan obligasi. Dari waktu ke waktu, porsi kepemilikan obligasi semakin besar dikuasai oleh pihak asing. Hal ini secara tidak langsung mengindikasikan bahwa salah satu sumber pembiayaan APBN utama adalah utang luar negeri. Bila kondisi ini terus berlangsung dalam jangka waktu yang panjang, maka utang luar negeri pemerintah akan terakumulasi dalam jumlah yang besar. Utang luar negeri pihak swasta juga menunjukkan trend yang terus meningkat dari waktu ke waktu. Peningkatan eksposur juga terjadi seiring dengan semakin kurangnya pengawasan terhadap alokasi penggunaan utang luar negeri sektor swasta tersebut. Berbagai kegiatan perekonomian yang digerakkan sektor swasta sebagian besar didanai dari pembiayaan utang luar negeri. Kondisi tersebut semakin menguatkan indikasi adanya ketergantungan Indonesia terhadap sumber pembiayaan dari pihak asing dalam bentuk utang luar negeri. Hal ini akan menyebabkan perekonomian Indonesia semakin rentan terhadap perubahan eksternal yang terjadi. Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan bila di masa mendatang Indonesia bisa mengalami krisis utang luar negeri. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengembangkan suatu mekanisme deteksi kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar langkah-langkah preventif dan antisipatif dapat segera diimplementasikan untuk membenahi perekonomian secara keseluruhan supaya terhindar dari krisis utang yang mungkin melanda Indonesia.
13
Berdasarkan uraian di atas, maka penting artinya bagi Indonesia untuk memiliki suatu sistem deteksi dini krisis utang di Indonesia. Oleh karena itu, permasalahan yang akan diteliti adalah : 1.
Apa saja indikator-indikator yang dapat menjadi Coincident, Leading dan Lagging Indicators terjadinya krisis utang luar negeri di Indonesia?
2.
Bagaimana rancang bangun dan mekanisme bekerjanya early warning system krisis utang di Indonesia?
3.
Apa saja kebijakan yang diperlukan dalam rangka menghindari dan menanggulangi terjadinya krisis utang di Indonesia ?
1.3 Tujuan Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam skripsi ini adalah : 1.
Untuk menentukan indikator-indikator yang dapat menjadi Coincident, Leading dan Lagging Indicators terjadinya krisis utang luar negeri di Indonesia
2.
Untuk menentukan rancang bangun dan mekanisme bekerjanya early warning system krisis utang di Indonesia
3.
Untuk mengidentifikasi kebijakan-kebijakan yang diperlukan dalam rangka menghindari dan menanggulangi terjadinya krisis utang di Indonesia
14
1.4 Manfaat Secara khusus, manfaat yang dapat diperoleh melalui skripsi yang membahas penyusunan sistem deteksi dini krisis utang di Indonesia adalah sebagai berikut : 1. Manfaat bagi penulis, yakni dapat mengembangkan pemahaman dan kemampuan dalam menganalisis fenomena ekonomi, khususnya dalam hal ini krisis utang yang mungkin melanda Indonesia pada periode waktu mendatang. 2. Manfaat bagi pengambil kebijakan, yakni dapat dengan segera merancang dan mengimplementasikan
kebijakan
ekonomi
yang
tepat
dalam
rangka
memperkuat perekonomian dari sisi fiskal. Pemerintah diharapkan secara tepat dapat menggunakan sistem deteksi dini ini untuk memprediksi kemungkinan terjadinya krisis utang di masa mendatang. Langkah kebijakan pemerintah yang tepat waktu dan sasaran sangat penting untuk dilakukan untuk mengantisipasi krisis utang di Indonesia.
1.5 Ruang Lingkup Dalam penelitian ini, dilakukan proses seleksi terhadap berbagai macam variabel ekonomi dalam rangka penyusunan sistem deteksi dini krisis utang di Indonesia. Variabel ekonomi yang diseleksi mencakup variabel makroekonomi domestik dan variabel makroekonomi global selama periode bulan Januari 1990 hingga Desember 2011.
15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Konsep dan Teori Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan sistem deteksi dini kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia pada waktu mendatang dengan didasarkan pada berbagai teori dan konsep ekonomi yang berkaitan satu sama lain. Teori dan konsep yang mendasari penelitian ini sangat terkait dengan variabel utang pemerintah dan variabel-variabel makroekonomi lainnya yang berkaitan satu dengan lainnya. Pemahaman terhadap berbagai konsep dan teori terkait dengan utang pemerintah merupakan hal yang penting karena menjadi dasar dalam penetapan masalah yang dibahas dalam penelitian. Selain itu, penggunaan konsep dan teori yang tepat juga sangat berperan dalam upaya memperoleh validitas dan reabilitas data yang tinggi dalam penelitian yang dilakukan. Adapun teori dan konsep ekonomi terkait dengan utang luar negeri yang digunakan dalam penelitian ini diuraikan pada sub bab selanjutnya berikut ini.
2.1.1 Teori Siklus Bisnis Teori Siklus Bisnis menyatakan bahwa fluktuasi dalam perekonomian dapat terjadi akibat adanya guncangan pada salah satu variabel makroekonomi tertentu. Misalnya saja bila terjadi guncangan terhadap kemampuan dalam memproduksi barang dan jasa, maka hal tersebut dapat mengubah tingkat output dan kesempatan kerja alamiah. Guncangan ini tidak diinginkan, namun tidak dapat
16
dihindari. Begitu guncangan terjadi, GDP, kesempatan kerja, dan variabelvariabel makroekonomi lain akan berfluktuasi. Guncangan yang terjadi pada suatu variabel makroekonomi tertentu berdampak pula pada terjadinya perubahan dalam defisit anggaran pemerintah. Hal tersebut terjadi secara otomatis untuk menanggapi perekonomian yang berfluktuasi. Sebagai ilustrasi, ketika perekonomian mengalami resesi, pendapatan akan turun, sehingga kemampuan seseorang untuk membayar pajak menjadi berkurang. Tingkat laba yang diperoleh juga menurun, sehingga perusahaan membayar lebih sedikit pajak pendapatan. Kondisi resesi ini juga berdampak pada semakin meningkatnya jumlah masyarakat yang bergantung pada bantuan pemerintah, sehingga pengeluaran pemerintah juga mengalami peningkatan secara signifikan.
2.1.2 Model Early Warning System (EWS) Model Early Warning System (EWS) merupakan suatu model yang digunakan untuk mengantisipasi apakah dan kapan suatu negara dipengaruhi oleh krisis dan ketidakstabilan ekonomi. Model ini dibangun terkait dengan siklus perekonomian khususnya pada saat krisis keuangan yang terjadi seperti di Eropa (1992-1993), Turki (1994), Amerika Latin (1994-1995) dan Asia (1997-1998). EWS pada siklus perekonomian sangat penting bagi pemerintah serta sektor riil dalam kerangka perencanaan dan formulasi kebijakan serta pengambilan keputusan. Menurut Nasution (2007), pendekatan metode untuk model EWS dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : 1.
Macroeconometric model dan time series analysis
17
2.
Business cycle analysis
Kedua pendekatan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan, di antaranya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.1. Kelebihan Masing-Masing Model Early Warning System Macroeconometric Model &Time Series Business cycle analysis (Composite Model
Leading & Coincident Indicators)
Pembentukan model didasarkan pada teori Data tersedia lebih cepat (timeliness) ekonomi dan diestimasi berdasarkan dan high frequency (monthly basis). prinsip-prinsip ekonometrika
Berdasarkan model dapat dilakukan Tidak ada hubungan fungsional simulasi dengan berbagai skenario antara leading dengan coincident index maupun reference series, sehingga tidak diperlukan proyeksi atau pengasumsian nilai variable bebas.
Model dapat menjelaskan hubungan antar Leading index dapat memberikan variabel secara kuantitatif deteksi dini (early warning system) tentang arah pergerakan perekonomian secara gregat baik level maupun laju pertumbuhannya. Dengan kata lain, metode ini dapat memberikn signal tentang kemungkinan terjadinya turningpoint dalam beberapa periode mendatang. Sumber : InterCafe (2007)
18
Tabel 2.2. Kekurangan Masing-Masing Model Early Warning System Macroeconometric Model &Time Series Business cycle analysis (Composite Model
Leading & Coincident Indicators)
Pembentukan model dengan frekuensi tinggi Komponen pembentuk indeks dipilih seringkali sulit karena keterbatasan data berdasarkan judgment, studi literatur serta statistical test. Sehingga, beberapa ahli mengatakan metode ini atheoritical. Untuk membuat proyeksi nilai-nilai variabel Tidak dapat digunakan untuk mebuat eksogen harus terlebih dahulu simulasi dengan berbagai skenario diprediksi/diasumsikan. Kesalahan dalam serta tidak dapat menunjukkan prediksi ini akan terbawa secara kumulatif variabel ekonomi dalam bentuk dalam proyeksi nilai variabel endogen. persamaan matematika. Sumber : InterCafe (2007)
2.1.3 Definisi Business Cycle Burns dan W. Mitchel dalam bukunya Business Cycle Analysis yang terbit tahun 1946 berpendapat bahwa business cycle terjadi pada orientasi pasar ekonomi dan terlibat sepanjang waktu, tapi tidak berakibat secara berkala dari ekspansi dan kontraksi dalam sebagian besar kegiatan ekonomi. Business cyle adalah suatu jenis fluktuasi ekonomi yang terjadi pada suatu kegiatan ekonomi agregat di suatu negara. Suatu siklus terdiri dari ekspansi yang terjadi pada waktu bersamaan dalam berbagai kegiatan ekonomi, demikian pula resesi dan kontraksi yang muncul ke dalam fase ekspansi pada siklus selanjutnya. Perubahan urutan ini terjadi secara berulang tetapi tidak pada waktu-waktu tertentu. Durasi dari suatu siklus bisnis bisa bervariasi, mulai lebih dari satu tahun hingga sepuluh atau dua belas tahun. Siklus bisnis ini tidak bisa dibagi ke dalam siklus-siklus dengan karakter serupa yang lebih pendek (Zhang dan Zhuang, 2002).
19
Menurut National Bureau of Economic Research (NBER), siklus bisnis mengacu pada kegiatan ekonomi secara agregat yang titik utamanya yaitu menyatukan pergerakan dari banyak variabel ekonomi atau proses pada banyak siklusnya tersebut. Beberapa ada yang menjadi lead dan ada yang menjadi lag. Mereka cenderung untuk selalu bergerak bersama sehingga tidak bisa dihilangkan menjadi single aggregate.
2.1.4 Tahapan Business Cycle Definisi klasik business cycle oleh NBER memiliki dua fase, yaitu ekspansi dan kontraksi. Berakhirnya ekspansi dan dimulainya kontraksi dalam titik puncak (peak) sebagai waktu yang menandai tingkat yang tertinggi (kulminasi) dari penurunan secara umum kegiatan perekonomian. Berakhirnya kontraksi dan dimulainya ekspansi dalam titik trough (lembah) sebagai waktu yang menandai tingkat tertinggi dari peningkatannya. Dalam siklus perekonomian, terdapat empat tahapan business cycle, yaitu : 1. Masa depresi (depression), yaitu suatu periode penurunan permintaan agregat yang cepat dan diiringi rendahnya tingkat output dan pengangguran yang tinggi secara bertahap mencapai dasar yang paling rendah 2. Masa pemulihan (recovery), yaitu peningkatan permintaan agregat yang diiringi peningkatan output dan penurunan tingkat pengangguran 3. Masa kemakmuran (prosperity), yaitu permintaan agregat yang mencapai dan kemudian melewati taraf output yang terus menerus (PDB Potensial) pada saat puncak siklus telah dicapai, dimana tingkat pengangguran tenaga kerja penuh
20
dicapai dan adanya kelebihan permintaan mengakibatkan naiknya tingkat harga-harga umum (inflasi) 4. Masa resesi (recession), yaitu suatu masa dimana permintaan agregat menurun yang mengakibatkan penurunan kecil dari output dan tenaga kerja, seperti yang terjadi pada tahap awal.Seiring dengan hal ini, maka akan muncul masa depresi.
2.1.5
Business Cycle Indicators
Business Cycle Indicators (BCI) merupakan salah satu bentuk indikator yang biasa digunakan untuk meramalkan keadaan ekonomi di masa depan atau trend ekonomi. Indikator ekonomi mempunyai dampak besar terhadap pasar, bagaimana mengetahui, menginterpretasi dan menganalisis indikator tersebut merupakan hal yang sangat penting bagi para pelaku ekonomi. Setiap indikator harus memenuhi beberapa aturan kriteria, dimana ada tiga kategori timing indicator yang diklasifikasikan menurut tipe peramalan yang dihasilkannya, yaitu coincident, leading, dan lagging. Variabel-variabel ekonomi yang termasuk dalam setiap jenis indikator bisa berbeda-beda untuk tiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Hal ini dikarenakan perbedaan sistem dan kondisi ekonomi yang dianut suatu negara, respon dari setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah di masing-masing negara, dan lain sebagainya.
21
Coincident, Leading dan Lagging Indicators yang dihasilkan dari pendekatan business cycle memiliki fungsi dan karakteristik masing-masing. Adapun penjelasan mengenai ketiga indikator tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1.
Coincident Indicators Coincident Indicators memiliki ketepatan waktu dengan variabel reference
yang menunjukkan business cycle-nya. Bila dilihat dari pergerakan siklusnya, Coincident Indicators bergerak seiring dengan variabel reference. Keduanya secara grafis bergerak bersamaan, bila siklus variabel reference berada di titik puncak, maka siklus dari Coincident Indicators berada di titik puncak pula, begitu juga sebaliknya. 2.
Leading Indicators Time series yang dipilih cenderung bergerak lebih dulu dari variabel reference
dan Leading Indicators-nya juga mencapai perputaran pergantian poin terlebih dahulu terhadap posisi business cycle (puncak dan lembah). Oleh karena itu, Leading Indicators ini cikal bakal dari early warning system. Series-nya lebih sensitif dan volatile daripada Coincident Indicators, serta banyak dari mereka yang memiliki trend yang sangat lemah. Leading Indicators jarang kehilangan banyak resesi tapi indikator tersebur memiliki lebih banyak fluktuasi daripada Coincident Indicators. 3.
Lagging Indicators Lagging Indicators menguatkan pergerakan dari Coincident dan Leading
Indicators. Indikator ini dapat memeratakan dari kedua indikator lainnya. Bila dilihat dari siklus pergerakannya, Lagging Indicators bergerak mengikuti variabel
22
reference. Oleh karena itu, Lagging Indicators kurang berpengaruh dalam pembagunan early warning system. Hal ini disebabkan karena pergerakan indikator ini hanya memprediksi dampak penyebaran akibat terjadinya suatu fenoma ekonomi yang menjadi fokus penelitian. Coincident, Leading dan Lagging Indicators merupakan instrumen yang penting dalam pembangunan suatu early warning system. Dalam upaya mendapatkan kemungkinan sinyal-sinyal yang benar dan lebih kuat dalam mengurangi kesalahan, maka perlu disusun suatu indeks gabungan. Composite Index lebih baik daripada Individual Index, karena dalam business cycle tidak ada pembuktian dari rantai tunggal dalam menjawab permasalahan yang terjadi , yaitu gejala-gejala resesi atau ekspansi. Dengan adanya Composite Index, maka kemampuan prediksi potensial dalam Leading Indicators akan semakin optimal.
2.1.6 Leading Economic Indicators dan Peramalan Aktivitas Ekonomi Penyusunan Leading Economic Indicators (LEI) pertama kali dirintis pada tahun 1920-an oleh Badan Statistik Amerika, yang dikenal dengan Bureau of Economic Research (NBER). Pada saat itu, ilmu ekonometrika masih belum berkembang, sehingga metode penyusunan LEI pun lebih bersifat analisis deskriptif. Selain itu, karena keterbatasan dalam penyusunannya, LEI hanya disajikan dalam bentuk tabel angka-angka statistik. Pada masa itu, terdapat LEI saja dan belum memiliki composite index. Pada perkembangan selanjutnya, LEI mengalami kemajuan yang begitu pesat dalam berbagai penelitian yang dilakukan. Indikator ini mulai dikaitkan dengan
23
berbagai teori ekonomi yang relevan untuk menyusun suatu EWS yang lebih akurat. Salah satu teori ekonomi yang kini mulai banyak dikaitkan dengan LEI untuk keperluan pembangunan EWS adalah teori siklus bisnis (business cycle). Pembentukan
LEI
dengan
pendekatan
siklus
bisnis
mulai
banyak
dikembangkan didasarkan atas perhatian pada shock yang banyak terjadi berasal dari faktor internal maupun eksternal. Shock tersebut menyebabkan terjadinya fluktuasi (volatilitas) dalam perekonomian. Dalam jangka panjang, fluktuasi tersebut akan mengakibatkan naik atau turunnya aktivitas perekonomian. Perilaku naik turunnya (rebounds dan declines, atau recoveries dan recessions) perekonomian seringkali berulang pada masa-masa sesudahnya dan membentuk suatu siklus. Karena sifatnya yang terus berulang, maka adanya deteksi dini atau peramalan siklus perekonomian menjadi sangat penting, baik bagi pemerintah mapupun dunia usaha dalam rangka perencanaan dan formulasi kebijakan di bidang ekonomi serta pengambilan keputusan bisnis. Dalam analisis business cycle, dikenal tiga indikator komposit, yaitu Leading, Coincident, dan Lagging Indicators. Selain ketiga indikator komposit tersebut, dalam analisis business cycle terdapat pula reference series yang merupakan variabel untuk menggambarkan kondisi perekonomian secara keseluruhan seperti Debt to GDP, PDB, inflasi, nilai tukar, saham, indeks produksi industri, dan sebagainya. Coincident Indicators merupakan variabel yang menggambarkan kondisi perekonomian saat ini dan bergerak seiring dengan reference series. Leading Indicators merupakan variabel yang menggambarkan keadaan ekonomi dalam beberapa bulan ke depan dan bergerak mendahului coincident indicators
24
maupun reference series. Lagging Indicators adalah variabel yang mengikuti (lag) pergerakan Coincident maupun Leading Indicators. Dari ketiga indikator tersebut, Leading Indicators mendapatkan perhatian khusus karena fungsinya yang mampu memberikan deteksi dini (early warning system) tentang arah pergerakan perekonomian secara keseluruhan. Sejak awal perkembangannya, analisis business cycle ini terutama penyusunan Leading Indicators sangat populer dalam mendeteksi siklus perekonomian. Penyusunan Leading Indicators memerlukan data dengan frekuensi yang tinggi, umumnya berupa data bulanan dengan frekuensi dan time series yang panjang. Oleh karena itu, penggunaannya masih sangat terbatas untuk penelitian yang dilakukan di negara berkembang. Hal ini disebabkan karena ketersediaan data di negara berkembang pada umumnya masih belum terdokumentasi dengan baik.
2.2
Penelitian Terdahulu Terdapat begitu banyak penelitian yang dilakukan dari waktu ke waktu
untuk memberikan penilaian terhadap suatu negara mengenai kemungkinan terjadinya krisis utang. Lembaga pemeringkat utang internasional menilai kemungkinan terjadinya krisis utang di suatu negara tertentu melalui kemampuannya dalam membayar kembali obligasi. Namun, dalam studi-studi selanjutnya, penilaian terhadap kemungkinan terjadinya krisis utang di suatu negara dapat dikaitkan dengan GDP per kapita, inflasi, utang eksternal,
25
pembangunan ekonomi dan sejarah negara tersebut (Cantor& Packer, 1996; Lee, 1993). Pada penelitian lebih lanjut, mulai dikembangkan early warning system (EWS) yang bertujuan untuk menghasilkan suatu sinyal yang dapat mendeteksi kesulitan pembayaran kembali utang suatu negara (debt repayment). Hampir semua literatur studi menyatakan bahwa EWS yang dibentuk pada suatu penelitian tertentu dapat digunakan untuk mendeteksi krisis utang pada suatu negara dalam jangka waktu satu tahun sebelumnya. Waktu yang lebih panjang memang berdampak pada lebih sedikit kegagalan, karena semakin panjang waktu signaling, semakin panjang pula waktu untuk mengambil langkah-langkah antisipatif untuk menghindari terjadinya krisis utang (Berg & Pattillo 1999; Kamin, 1999; Kumar et al., 2003). Bussière and Fratzscher (2002) menunjukkan metode penentuan panjang waktu yang optimal dalam sinyal peringatan dini. Dalam upaya untuk menaksir kecukupan dari suatu EWS, kemungkinan prakiraan biasanya ditransformasikan ke dalam peramalan dan dibandingkan denan indikator EWS yit. Untuk tujuan tersebut, pembuat keputusan harus menggunakan suatu cut-off atau probabilitas threshold λ yang konsisten dengan besarnya kehilangan fungsi yang terjadi. A.-M. Fuertes, E. Kalotychou (2007) berupaya menyusun suatu model EWS yang optimal dalam upaya mendeteksi kemungkinan terjadinya krisis utang di negara-negara OECD dengan cara mengeksplorasi hubungan antara EWS dengan fungsi objektif pembuat keputusan. Dengan demikian, penelitian yang dilakukan tersebut memiliki dua komponen utama. Pertama, adanya unsur preferensi
26
pembuat keputusan (dirumuskan dalam bentuk loss function dan risk-aversion parameter) yang digabungkan ke dalam pengujian optimal dari classifier dan penilaian dari peramalan sampel. Kedua, penelitian ini berupaya menginvestigasi kombinasi peramalan yang dilakukan. Adapun pendekatan yang dilakukan adalah logit M dan logit R, K-Clustering, serta pendekatan ketiga menggunakan kombinasi keduanya (menginvestigasi tentang forecast combining). Pokok permasalahan pada fungsi objektif dan kombinasi peramalan masih kurang dibahas dalam berbagai literatur, sehingga penelitian ini lebih menekankan pada kedua hal tersebut. Adapun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa preferensi pembuat keputusan mempengaruhi pemilihan dari metodologi peramalan dan pengujian optimalnya. LOGIT-M menunjukkan non-parametric (clustering) dan judgmental (LOGIT-R) classifier dengan menghasilkan false alarms yang lebih sedikit. Lebih lanjut, ditemukan bahwa dua classifier menguasai LOGIT-M dalam kehilangan kegagalan yang lebih sedikit. Untuk keperluan pembentukan early warning system yang akurat, maka dalam penelitian ini dilakukan pemilihan variabel-variabel yang dianggap sesuai. Pemilihan variabel-variabel tersebut didasarkan pada pendekatan LOGIT-M dan K-clustering sehingga diperoleh sepuluh variabel terpilih. Adapun variabel yang terpilih tersebut adalah sebagai berikut. 1. volatilitas pertumbuhan ekspor dan rasio neraca perdagangan terhadap GDP (menjadi sinyal bagi aktivitas ekonomi eksternal);
27
2. rasio total utang luar negeri terhadap GDP, rasio official debt terhadap total debt, dan rasio kredit IMF terhadap ekspor (menjadi sinyal bagi aktivitas external credit exposure) 3. credit to private sector/GDP, pertumbuhan GDP, volatilitas pertumbuhan GDP, dan nilai tukar riil (menjadi sinyal untuk menggambarkan kondisi domestik) 4. trade/GDP (menjadi sinyal mata rantai perekonomian global) Goldstein, Kaminsky, dan Reinhart (2000) juga telah mengupayakan pembentukan suatu early warning system dengan pendekatan leading indicators. Adapun perbedaannya dengan penelitian ini adalah bahwa penelitian tersebut dilakukan untuk membangun alat deteksi dini kemungkinan terjadinya krisis nilai tukar. Dalam penelitian tersebut, telah ditetapkan beberapa leading indicator baku yang digunakan sebagai acuan utama dalam pembuatan model EWS sebagaimana terlihat pada Tabel 2.3.
28
Tabel 2.3 Leading Indicators Krisis Nilai Tukar dan Alasan Ekonomi Leading Indicators NERACA PERDAGANGAN Keseimbangan neraca perdagangan / Investasi lokal kotor -Ekspor -Impor Nilai tukar efektif riil Nilai tukar terhadap US Dollar Keseimbangan Neraca Perdagangan/ Pendapatan Regional Bruto
NERACA KEUANGAN Simpanan di BIS/cadangan devisa Perbedaan tingkat suku bunga di dalam negeri dengan Amerika Kewajiban asing atau harta pihak asing di sektor perbankan Cadangan Devisa -M2/cadangan devisa -Aliran modal jangka pendek/GDP -Hutang luar negeri jangka pendek/cadangan devisa SEKTOR KEUANGAN -Deposito/M2 -Kredit dalam negeri/GDP -Perbedaan tingkat suku bunga deposito -Pinjaman/deposito -M1/PDB -Pengganda M2 -Deposito di bank-bank komersial -Tingkat suku bunga domestik
SEKTOR RIIL -Indeks Harga Konsumen -Indeks Pembangunan Industri
Alasan Ekonomi Ekspor yang melemah dan pertumbuhan impor yang berlebihan dan nilai tukar yang terlampau kuat dapat memperburuk neraca perdagangan, dan dalam sejarah sangat berkaitan dengan terjadinya krisis keuangan dibanyak negara. Kelemahan eksternal dan nilai tukar yang terlampau kuat dapat juga menyebabkan kerawanan sektor perbankan seperti kehilangan daya kompetisi di pasar eksternal yang dapat menimbulkan krisis keuangan, kegagalan bisnis, dan penurunan kualitas pinjaman. Akhirnya, krisis perbankan dapat menyebabkan krisis keuangan. Dengan terjadinya globalisasi dan integrasi sektor keuangan, masalah neraca keuangan dapat membuat suatu negara menjadi mudah terkena guncangan. Perwujudan masalah neraca keuangan dapat berupa penurunan cadangan devisa, hutang luar negeri jangka pendek yang berlebihan, jatuh tempo pinjaman dan keridakseimbangan nilai tukar, pelarian modal ke luar negeri Krisis keuangan dan perbankan berkaitan erat dengan terjadinya pertumbuhan kredit yang sangat cepat terkait dengan kebijakan ekspansi moneter di banyak negara, sementara terjadinya penyusutan deposito perbankan, tingginya tingkat suku bunga dalam negeri, dan besarnya tingkat suku bunga deposito sering merupakan suatu gambaran terjadinya kesulitan dan masalah di sektor perbankan Terjadinya resesi dan kenaikan harga yang drastis sering mendahului terjadinya krisis perbankan dan krisis
29
-Indeks Harga Saham Gabungan SEKTOR FISKAL -Kredit BI kepada sektor pemerintahan -APBN terhadap PDB -Pengeluaran pemerintah/GDP -Kredit bersih ke sektor publik/GDP
keuangan. Terjadinya defisit yang besar pada APBN, dapat memicu memburuknya posisi neraca keuangan yang akhirnya dapat menekan nilai tukar.
EKONOMI GLOBAL Krisis ekonomi yang terjadi di luar -Harga minyak dunia negeri dapat menyebar pada -Nilai tukar riil antara US Dollar $ perekonomian dalam negeri. Tingginya dengan Yen Jepang harga minyak dunia merupakan suatu -Tigkat suku bunga federal pertanda bahaya bagi neraca keuangan -Pertumbuhan ekonomi Amerika dan dapat menyebabkan terjadinya krisis di dalam negeri. Tingginya tingkat suku bunga dunia sering menjadi penyebab terjadinya pelarian modal ke luar negeri. Untuk beberapa negara Asia Timur, terjadinya penurunan nilai tukar Yen Jepang terhadap Dollar Amerika dapat menyebabkan nilai tukar mata uang domestik terhadap Dollar Amerika juga tertekan. Sumber : Juzhong Zhuang. BIS= Bank International Settlement M2=Broad Mone GDI=Gross Domestic Investment
M1=Narrow Money CPI=Consumer Price Index GDP=Gross Domestic Product
Berbagai penelitian juga telah banyak dilakukan untuk menganalisis indikator-indikator variabel makroekonomi yang mungkin dapat menjadi sinyal kemungkinan terjadinya krisis finansial. Dalam berbagai penelitian tersebut, pengukuran kemungkinan terjadinya krisis finansial didasarkan pada analisis terhadap krisis nilai tukar, krisis perbankan, dan krisis utang. Adapun hasil dari penelitian tersebut disajikan pada dalam Tabel 2.4.
30
Tabel 2.4 Hasil-hasil Penelitian Terdahulu Indikator
Interpretasi
CC
BC
+
+
DC
Referensi
External Sector (Current Account) Nilai tukar riil
Ukuran untuk perubahan daya saing internasional dan proksi untuk lebih dari (bawah) penilaian.Nilai tukar riil yang overvalued adalah diduga dapat memperbesar probabilitas terjadinya krisis financial.
Pertumbuhan ekspor
Indikator yang menunjukkan terjadinya kehilangan daya saing pada pasar dunia internasional market. pasar. Penurunan pertumbuhan ekspor dapat disebabkan oleh terlalu tinggi mata uang domestik dan karenanya indicator ini menjadi proxy untuk terjadinya mata uang yang overvalue. Di sisi lain, jika pertumbuhan ekspor melambat karena alasan yang tidak terkait untuk nilai tukar, ini dapat menyebabkan tekanan devaluasi. Lemahnya sektor eksternal adalah bagian dari krisis mata uang. Besar pertumbuhan impor dapat mengakibatkan memburuknya transaksi berjalan sudah sering berhubungan dengan krisis mata uang
Pertumbuhan Impor
-
Kaminsky et al. (1998); Berg and Pattillo (1999); Kamin et al. (2001); Edison (2003); Dermirg¨uc¸Kunt and Detragiache (2000); Eichengreen and Arteta (2000) -
+
Kaminsky et al. (1998); Berg and Pattillo (1999); Edison (2003); Marchesi (2003)
Kaminsky et al. (1998); Berg and Pattillo (1999); Edison (2003)
31
Terms of Trade
Peningkatan dalam Terms of Trade (ToT) harus memperkuat posisi dari neraca pembayaran suatu negara dan karenanya menurunkan probabilitas krisis. Kemunduran dari ToT dapat mendahului terjadinya krisis mata uang.
-
-
-
Rasio Current Account terhadap GDP
Kenaikan rasio ini umumnya dikaitkan dengan aliran modal masuk secara besar-besaran yang diintermediasi oleh sistem finansial domestik dan dapat memfasilitasi harga asset dan credit boom. Peningkatan surplus pada current diperkirakan akan menunjukkan kemampuan untuk mendevaluasi dan dengan demikian untuk menurunkan kemungkinan krisis.
-
-
-
+
+
Kaminsky et al. (1998); Berg and Pattillo (1999); Kamin et al. (2001); Dermirg ¨uc¸-Kunt and Detragiache (2000); Lanoie and Lemarbre (1996) Berg and Pattillo (1999); Kamin et al. (2001); Eichengreen and Arteta (2000); Lanoie and Lemarbre (1996); Marchesi (2003)
External Sector (Capital Account) Rasio M2 terhadap cadangan devisa
Menangkap sejauh mana kewajiban sistem perbankan didukung oleh cadangan devisa. Dalam hal krisis mata uang, tiap individu mungkin terburu-buru untuk mengkonversi deposito mereka dari mata uang domestik ke mata uang asing, sehingga rasio ini menangkap kemampuan pusat bank untuk memenuhi tuntutan mereka.
Kaminsky et al. (1998); Berg and Pattillo (1999); Kamin et al. (2001); Edison (2003); Dermirg¨uc¸Kunt and Detragiache (2000); Eichengreen and Arteta (2000)
32
Pertumbuhan Cadangan Devisa
Penurunan cadangan devisa merupakan indikator yang handal sebuah mata uang di bawah tekanan devaluasi. Penurunan cadangan belum tentu diikuti oleh devaluasi, bank sentral mungkin bisa berhasil dalam mempertahankanpasak, menghabiskan jumlah besar cadangan dalam proses. Pada sisi lain, runtuh mata uang yang paling didahului oleh periode meningkatkan upayaupaya untuk mempertahankan nilai tukar, yang ditandai dengan penurunan cadangan devisa. Total nilai cadangan devisa juga digunakan sebagai indikator kesulitan keuangan negara berurusan dengan pembayaran kembali utang
-
Indikator-indikator ini merupakan ukuran likuiditas. Tingginya tingkat pertumbuhan ini mungkin menunjukkan kelebihan likuiditas yang mungkin menjadi alasan untuk melakukan serangan spekulatif terhadap mata uang sehingga mengarah ke krisis mata uang.
+
-
Kaminsky et al. (1998); Berg and Pattillo (1999); Edison (2003); Marchesi (2003)
Financial Sector Pertumbuhan M1 dan M2
M2 money multiplier
Sebuah indikator yang terkait dengan liberalisasi finansial. Peningkatan yang besar pada money multiplier dapat dijelaskan oleh adanya penurunan besarnya persyaratan cadangan.
+
Kamin et al. (2001)
Kaminsky et al. (1998); Berg and Pattillo (1999); Edison (2003)
33
Rasio utang domestik terhadap GDP
Pertumbuhan kredit domestik yang sangat tinggi dapat berfungsi sebagai indikator kasar dari kerapuhan sistem perbankan. Rasio ini biasanya terbit di tahap awal krisis perbankan. Ini mungkin bahwa krisis terungkap, bank sentral dapat menyuntik uang ke bank untuk memperbaiki situasi keuangan mereka.
+
Excess real M1 Balance
Kebijakan moneter yang longgar dapat menyebabkan krisis mata uang.
+
Tingkat bunga riil dalam negeri (domestik)
Tingkat bunga riil dapat dianggap sebagai proksi dari liberalisasi keuangan di mana proses liberalisasi itu sendiri cenderung mengarah pada tingginya tingkat bunga riil domestik. Tingginya suku bunga menandakan bahwa likuiditas ditingkatkan untuk mengantisipasi terjadinya serangan spekulatif. Kenaikan indikator ini atas beberapa tingkat ambang mungkin mencerminkan penurunan risiko kredit
+
+
Kaminsky et al. (1998); Berg and Pattillo (1999); Edison (2003)
Penurunan dalam hal kualitas kredit Bank domestik melakukan
-
Kaminsky et al. (1998); Berg and Pattillo (1999); Edison (2003)
Lending and deposit rate spread
Simpanan Bank Komersial
tindakan pengambilan uang simpanannya secara bersamasama dan pelarian modal terjadi sebagai awal terjadinya krisis
+
Kaminsky et al. (1998); Berg and Pattillo (1999); Edison (2003); Dermirg¨uc¸Kunt and Detragiache (2000); Eichengreen and Arteta (2000) Kaminsky et al. (1998); Berg and Pattillo (1999); Edison (2003)
+
Kaminsky et al. (1998); Berg and Pattillo (1999); Edison (2003); Dermirg¨uc¸Kunt and Detragiache (2000)
34
Rasio Cadangan Bank terhadap Aset Bank
Guncangan makroekonomi yang merugikan kemungkinan besar sedikit mengarah pada terjadinya krisis di negara dimana system perbankan nya bersifat likuid.
-
Dermirg¨uc¸-Kunt and Detragiache (1997)
Defisit yang lebih tinggi diprediksi dapat meningkatkan probabilitas krisis, karena terjadinya defisit meningkatkan
+
Dermirg¨uc¸-Kunt and Detragiache (2000); Eichengreen and Arteta (2000)
Domestic real and public sector Rasio Keseimbangan Fiskal Terhadap GDP
kerentanan terhadap guncangan dan kepercayaan investor Rasio Utang Tingginya utang diprediksi dapat Publik meningkatkan kerentanan Terhadap GDP terhadap pembalikan dalam arus masuk modal dan maka untuk meningkatkan kemungkinan krisis.
+
Pertumbuhan Produksi Industri
Resesi sering mendahului terjadinya krisis keuangan
-
Perubahan Dalam Harga Saham
Ledakan harga aset yang gelembung sering mendahului krisis keuangan.
-
Tingkat Inflasi
Tingkat inflasi mungkin terkait dengan tingkat bunga nominal yang tinggi dan mungkin menjadi sautu proksi terhadap terjadinya kesalahahan penanganan ekonomi sehingga berpengaruh negative terhadap ekonomi dan sistem perbankan
+
+
+
+
Kamin et al., (2001); Lanoie and Lemarbre (1996); Eichengreen and Arteta (2000) Kaminsky et al. (1998); Berg and Pattillo (1999); Edison (2003) Kaminsky et al. (1998); Berg and Pattillo (1999); Edison (2003) Dermirg¨uc¸-Kunt and Detragiache (1997); Lanoie and Lemarbre (1996); Marchesi (2003)
35
GDP Per Kapita
Negara berpendapatan tinggi kemungkinannya kecil untuk melakukan penjadwalan ulang utang mereka dibandingkan dengan negara-negara miskin karena biaya penjadwalan ulang akan cenderung lebih berat bagi ekonomi yang lebih maju. Kemerosotan kegiatan ekonomi domestik diprediksi dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya krisis perbankan.
Pertumbuhan Tabungan Nasional
Tabungan nasional yang tinggi diprediksi dapat menurunkan kemungkinan dilakukannya penjadwalan hutang
-
-
Dermirg¨uc¸-Kunt and Detragiache (1997); Eichengreen and Arteta (2000); Lanoie and Lemarbre (1996); Marchesi (2003)
-
Lanoie and Lemarbre (1996)
Global Economy Pertumbuhan
Harga minyak yang tinggi terkait
Harga Minyak
dengan terjadinya resesi
+
Edison (2003)
Dunia Tingkat Bunga Peningkatan suku bunga Amerika Internasional sering dikaitkan Serikat dengan terjadinya aliran modal keluar
+
+
Pertumbuhan PDB OECD
-
-
Pertumbuhan output yang lebih tinggi asing harus memperkuat ekspor dan dengan demikian mengurangi kemungkinan krisis.
Edison (2003); Kamin et al. (2001); Eichengreen and Arteta (2000) Edison (2003); Kamin et al. (2001); Eichengreen and Arteta (2000)
Catatan: CC, BC dan DC merupakan krisis mata uang, krisis perbankan, dan krisis utang, masingmasing. Positif (negatif) diharapkan tanda berarti bahwa nilai (rendah) yang tinggi indikator menyebabkan probabilitas yang lebih tinggi dari krisis.
36
Beberapa penelitian terdahulu telah melakukan berbagai pendefinisian berbeda atas interpretasi kondisi krisis utang yang melanda suatu negara. Secara khusus, suatu negara dikategorikan sedang mengalami krisis utang bila negara tersebut melakukan perjanjan penjadwalan ulang pembayaran utang atau negosiasi (debt rescheduling agreement or negotiation). Ada beberapa penelitian yang menggunakan kombinasi dari beberapa definisi krisis utang, dan ada juga penelitian yang menggunakan suatu peristiwa atau pengukuran tertentu dari debt rescheduling yang dilakukan suatu negara. Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan Berg and Sachs (1988), Lee (1991), Balkan (1992), Lanoie and Lemarbre (1996), and Marchesi (2003), mendefinisikan krisis utang hanya menggunakan konsep debt rescheduling yang dilakukan suatu negara. Penggunaan konsep debt rescheduling ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi secara tepat kapan periode waktu suatu negara tertentu melakukan penjadwalan ulang atas pembayaran utang luar negerinya. Dengan menggunakan klasifikasi tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa Indonesia pernah mengalami krisis utang. Hal ini didasarkan pada terjadinya debt rescheduling yang dilakukan Indonesia pada periode waktu tertentu sebagaimana ditampilkan pada Tabel 2.5.
37
Tabel 2.5 Periode Waktu Pelaksanaan Debt Rescheduling Atas Pembayaran Utang Luar Negeri Indonesia Debt Rescheduling Periode Waktu Desember 1966
Oktober 1967
Oktober 1968
April 1970
Juni 1998
September 1998 April 2000
April 2002
Sumber : Marcheisie, 2003
Pembayaran utang publik dan nonpublik dijadwal ulang pada tingkat pasar yang sesuai dengan profil pembayaran kembali berdasarkan hasil negosiasi Pembayaran utang publik dan nonpublik dijadwal ulang pada tingkat pasar yang sesuai dengan profil pembayaran kembali berdasarkan hasil negosiasi Pembayaran utang publik dan nonpublik dijadwal ulang pada tingkat pasar yang sesuai dengan profil pembayaran kembali berdasarkan hasil negosiasi Pembayaran utang publik dan nonpublik dijadwal ulang pada tingkat pasar yang sesuai dengan profil pembayaran kembali berdasarkan hasil negosiasi Kerangka kesepakatan untuk melakukan restrukturisasi atas utang swasta sebesar 80,23 miliar USD. Jatuh Tempo Utang dari 6Agustus 1998 hingga 31 Maret 2000 Pembayaran utang non-publik dan publik dijadwal ulang kembali pada tingkat pasar yang sesuai Pembayaran utang non-publik dan publik dijadwal ulang kembali pada tingkat pasar yang sesuai
38
2.3 Kerangka Pemikiran Berbagai fenomena yang terjadi di Indonesia menimbulkan adanya kekhawatiran mengenai kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia. Fenomena-fenomena tersebut di antaranya adalah adanya kecenderungan Penelitian ini menekankan pada upaya pembentukan suatu sistem deteksi dini yang dapat mengukur kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia secara tepat. Dalam upaya pembentukan alat deteksi dini tersebut, digunakan pendekatan leading economic indicators (LEI). Pendekatan tersebut digunakan berdasarkan suatu pemikiran bahwa pada suatu perekonomian global, variabel-variabel ekonomi saling trekait satu sama lain. Dengan demikian, bila terjadi suatu shock (guncangan) pada salah satu variabel, maka hal tersebut akan berpengaruh pada variabel lain. Shock tersebut dapat berupa guncangan internal maupun eksternal.yang berdampak pada fluktuasi ekonomi. Adanya fluktuasi yang terjadi kemungkinan memiliki pola berulang sehingga dapat membentuk suatu siklus yang disebut dengan siklus bisnis (business cycle). Berdasarkan alur pemikiran seperti yang diuraikan sebelumnya, maka kerangka pemikiran dalam pelaksanaan penelitian ini dapat dideskripsikan sebagai berikut.
39
Fenomena yang terjadi : •Kecenderungan peningkatan sumber pembiayaan eksternal (utang luar negeri) untuk menutupi defisit anggaran •Kecenderungan peningkatan posisi utang luar negeri sektor publik (pemerintah) • Kecenderungan peningkatan posisi utang luar negeri sektor swasta
MENIMBULKAN KEKHAWATIRAN TERJADINYA KRISIS UTANG DI INDONESIA PADA PERIODE WAKTU MENDATANG
Pembangunan early warning system (EWS) dengan pendekatan business cycle analysis
Teori Siklus Bisnis •trade/GDP
•nilai tukar •tingkat inflasi •cadangan devisa •dan lain-lain
Teori Ricardian Tentang Utang •Konsumsi
Rumah Tangga
Teori Keynesian •Tabungan
Masyarakat •Tabungan Nasional
Dapat dibentuk Coincident Debt Index, Leading Debt Index dan Lagging Debt Index
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pemikiran
40
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, dengan deret waktu bulanan. Data tersebut akan dikumpulkan dari berbagai sumber, seperti Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, IMF dan sumber-sumber publikasi lainnya. Adapun jumlah variabel makroekonomi yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini adalah sebanyak 111 variabel, sebagaimana yang terlampir pada Lampiran 1.
3.2 Metode Analisis Penelitian ini menggunakan metode analisis siklus bisnis (business cycle analysis).
Dalam
prosesnya,
pengolahan
data
akan
dilakukan
dengan
menggunakan Eviews 6. Penyusunan leading indicator merupakan adopsi dari analisis business cycle yang dibangun untuk mendeteksi siklus perekonomian. Hal yang mendasari analisis business cycle adalah bahwa shock (guncangan) yang berasal dari internal maupun eksternal menyebabkan volatilitas (fluktuasi) aktifitas perekonomian. Dalam jangka panjang, fluktuasi tersebut akan membentuk suatu siklus (business cycle)
perekonomian
dimana
pergerakan
naik
dan
turunnya
aktivitas
perekonomian tersebut berada dalam level absolut. Untuk menjelaskan turning point dari terjadinya fenomena krisis utang di Indonesia, maka penelitian ini menggunakan variabel ekonomi rasio utang luar
41
negeri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia (debt to GDP ratio). Varibel ekonomi ini digunakan sebagai reference series karena mampu memberikan penilaian tepat atas tingkat solvabilitas suatu negara, sehingga dapat menggambarkan tingkat indebtness suatu negara. Adapun nilai threshold variabel ekonomi debt to GDP ratio yang digunakan untuk menggambarkan terjadinya krisis utang mengacu pada ketentuan dari salah satu lembaga keuangan internasional, yaitu IMF (International Monetary Fund). IMF menetapkan bahwa suatu negara dikategorikan menghadapi beban utang yang tinggi bila variabel ekonomi debt to GDP ratio mencapai nilai yang lebih tinggi dari 60 persen. Dengan mengamati pergerakan variabel makroekonomi terhadap reference series, maka dapat ditentukan apakah variabel tersebut termasuk Coincident, Leading atau Lagging Indicators. Suatu variabel makroekonomi dikategorikan sebagai Leading Indicator bila memiliki pergerakan yang mendahului reference series, sehingga variabel tersebut dapat menggambarkan kondisi perekonomian apakah berpotensi mengalami krisis utang dalam beberapa bulan ke depan. Sementara itu, suatu variabel dikategorikan sebagai Lagging Indicator apabila pergerakannya (lag) mengikuti reference series. Apabila suatu variabel makroekonomi bergerak seiring dengan reference series sehingga mampu menggambarkan kondisi perekonomian saat ini, maka variabel tersebut dikategorikan sebagai Coincident Indicator.
42
3.2.1 Tahapan Penyusunan Leading Economic Indicators Secara umum, tahapan-tahapan untuk membangun Leading Indicators dengan analisis business cycle adalah sebagai berikut. 1. Pengumpulan Data Sekunder Adapun tahap pertama yang dilakukan adalah dengan mengumpulkan datadata sekunder yang dipelukan dari berbagai sumber. Idealnya, jumlah data yang diperlukan
dapat
mencapai
ratusan
variabel.
Variabel-variabel
tersebut
diperkirakan dapat menjadi kandidat komponen leading, coincident dan lagging index. Data yang dikumpulkan sebaiknya memiliki periode yang panjang dengan frekuensi tinggi (data bulanan) agar dapat diperoleh hasil yang baik. Kriteria pemilihan variabel harus dilihat dari aspek ekonomi dan perilaku data secara statistika. 2. Disagregasi Data Tahap kedua adalah melakukan disagregasi data dengan menggunakan metode Qubic Splines atau dapat pula digunakan metode interpolasi lainnya. Hal ini dilakukan apabila data yang tersedia memiliki frekuensi observasi tahunan atau kuartalan untuk disesuaikan menjadi data bulanan. 3. Mengisolir Pengaruh Musiman Tahap ketiga adalah membersihkan data dengan mengisolir pengaruh musim sehingga tidak menyebabkan misleading dan indeks yang diperoleh tidak volatile. Pada banyak negara, faktor musim biasanya bersifat fix (tetap) seperti pada peristiwa hari raya (lebaran, natal, tahun baru atau lainnya) maupun musim yang ekstrem (musim hujan, kemarau, dingin, dan panas). Untuk kasus Indonesia,
43
selain faktor musim yang tetap, juga ada faktor yang bergerak seperti Idul Fitri dan Tahun Baru Imlek. 4. Pemilihan Kandidat Variabel Coincident , Leading dan Lagging Indicators Tahap keempat adalah pemilihan kandidat variabel Coincident, Leading dan Lagging Indicators. Ada beberapa metode yang digunakan untuk memilih suat variabel menjadi kandidat Leading Indicators, yaitu dengan pendekatan grafis, uji granger causality, dan uji cross-correlation. Oleh karena Leading Indicators bergerak mendahului reference series, maka kandidat Leading Indicators secara visual melalui grafis seharusnya bergerak mendahului reference series. Adapun kriteria penentuan Leading Indicators berdasarkan uji cross correlation dapat dilihat dari adanya korelasi yang cukup tinggi dengan lag yang cukup jauh. Pada uji granger causality, dapat dilihat dari adanya hubungan kausalitas yang sifatnya satu arah pada lag yang cukup jauh pula. Pengujian koefisien korelasi antara reference series dengan variabel-variabel yang diperkirakan akan menjadi Leading Indicators dilakukan secara terpisah-pisah untuk masing-masing periode leading yang ingin kita bentuk. Untuk mencari kandidat Leading Indicators 3 bulan maka kita harus mencari korelasi antara reference series dengan seluruh variabel pada tiga bulan berikutnya. Begitu pula halnya jika kita ingin mencari kandidat Leading Indicators 6 dan 12 bulan. Sebaliknya, karena sifatnya yang bergerak sejalan kandidat Coincident Indicators secara grafis haruslah berjalan sejalan dengan variabel reference dengan korelasi tinggi di sekitar lag nol. Causality antara Coincident Indicators dan variabel reference haruslah bersifat dua arah dengan lag yang pendek.
44
5. Penyusunan Composite Coincident Debt Index (CDI) dan Leading Debt Index (LDI)
Tahap kelima adalah penyusunan Composite Coincident Debt Index (CDI) dan Leading Debt Index (LDI) dengan basis indicators yang diperoleh dari tahap keempat dengan cara menggabungkan (compose) variabel-variabel kandidat. Akan tetapi, karena amplitudo dari masing-masing variabel atau series bisa jadi berbeda-beda, maka penyusunan indeks tanpa terlebih dahulu dilakukan standardisasi data bisa mengakibatkan terjadinya distorsi pada index yang terbentuk. Untuk menghindari distorsi tersebut, perlu dilakukan normalisasi terhadap semua komponen siklikal yang diturunkan dari variabel-variabel kandidat serta reference series. Pada prinsipnya, proses standardisasi diarahkan agar semua variabel kandidat memiliki mean 100 serta varian yang sama. Proses penggabungan (compose) variabel-variabel kandidat untuk mendapatkan Coincident Debt Index (CDI) dan Leading Debt Index (LDI) terbaik dilakukan dengan cara trial-error. Indikator baiknya Coincident Debt Index didasarkan pada persamaan pergerakannya dengan variabel reference, sementara untuk LDI didasarkan pada kemampuannya untuk memprediksi CI dan Reference Series. Setiap indikator atau variabel untuk pembentuk CDI dan LDI terbaik tersebut memilki bobot tertentu yang mencerminkan tingkat kemiripan pola antara variabel tersebut dengan indeks yang terbentuk. Dari ketiga indeks tersebut, Leading Debt Index lebih menarik perhatian, karena dapat memberikan deteksi dini (early warning system) tentang kemungkinan terjadinya krisis utang di
45
Indonesia secara agregat. Sementara Coincident Debt Index dapat memberikan gambaran tentang kondisi beban utang Indonesia yang terjadi saat ini.
3.2.2 Metode Penyusunan Early Warning Indicators Metode-metode yang digunakan dalam proses penyusunan Early Warning Indicators dapat dijelaskan seperti berikut ini. 1. Metode Cubic-Spline Data sekunder yang dipublikasi umumnya memiliki frekuensi release yang tahunan. Dalam penyusunan Leading Indicator, data yang digunakan umumnya berupa data bulanan. Apabila data yang tersedia memiliki frekuensi kuartalan, maka perlu dilakukan disagregasi menjadi bulanan, sehingga diperlukan metode khusus yang dapat memberikan hasil optimal, salah satunya adalah metode CubicSpline. 2. X12-ARIMA Fluktuasi data yang bersifat musiman dan periodik sepanjang waktu seringkali mengganggu pergerakan siklikal. Oleh karena itu, hal tersebut perlu dihilangkan terlebih dahulu. Metode X-12 ARIMA adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk de-seasonality data. Penelitian ini menggunakan X-12 ARIMA karena sifatnya yang lebih sesuai dengan kondisi di Indonesia. Menurut pandangan Jackson dan Leonard (2001), penyesuaian musiman (seasonal adjustment) dari sebuah series didasarkan pada asumsi bahwa fluktuasifluktuasi musiman dapat diukur dari series awal (xt, t=1,2,...,n) dan dipisahkan dari trend cycle component (Ct), trading day component(Dt), dan flukutuasi
46
irregular (It). Komponen musiman atau seasonal (St) dapat didefinisikan sebagai variasi dalam setahun yang berulang secara konstan dari tahun ke tahun. Ct mengukur variasi variabel menuju faktor siklus jangka panjang, siklus bisnis, dan faktor-faktor jangka panjang lainnya. Dt adalah variasi yang ditunjukkan pada komposisi dari kalender. Sebagai tambahan, It adalah variasi residual. Banyak variabel makroekonomi yang time series mempunyai bentuk hubungn multiplicative (xt=CtDtSt) dan lainnya berbentuk additivr (xt=Ct+Dt+St+It). Sebuah time series yang disesuaikan secara musiman hanya terdiri atas trend cycle dan komposisi irregular. X-12 ARIMA merupakan sebuah model yang dapat digunakan untuk mendekomposisi sebuah time series baik dengan asumsi additive ataupun multiplicative untuk memperoleh komponen-komponen Ct, Dt, St, ataupun It. Model ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) umumnya digunakan untuk seasonal time series. Model ARIMA dengan asumsi multiplicative seasonal times series, xt dapat dituliskan menjadi : ø(B)Φ(Bs)(1-B)d (1-Bs)D xt = θ (B)Ө (Bs)at
……………………………………… (3.1)
dimana : B adalah operator lag (Bxt=xt-1) s adalah periode musiman, ø(B) = (1 - ø1B -...- øpBp) adalah operator non seasonal autoregressive (AR), Φ(B) = (1 - Φ1Bs -...- ΦPBPs) adalah operator seasonal AR, θ(B) = (1 - ø1B -...- øqBq) adalah operator non seasonal moving average (MA), Φ(Bs) = (1 - Φ1Bs -...- ΦQBQs) adalah opeartor seasonal moving average
47
ats i.i.d dengan rata-rata nol dan varian σ2.(1 – B)d (1 – Bs)D mengimplikasikan perbedaan non seasonal orde ke-d dan perbedaan seasonal orde ke-D. Jika d=D=0 (tidak ada perbedaan), maka pada umunya dilakukan perhitungan kembali xt pada persamaan di atas dengan mengurangkannya terhadap rata-ratanya, yaitu : dengan xt-μ dimana μ = E[xt]. 3. Cross Correlation Metode ini digunakan untuk menganalisis dan menentukan apakah variabelvariabel ekonomi dan keuangan lainnya, jika dikorelasi silangkan dengan reference series akan menjadi Leading Indicators, Coincident Indicators, atau Lagging Indicators. Jika ternyata ada beberapa variabel yang dapat dijadikan Leading Indicators, maka bisa dibentuk Composite Leading Indicators (CLI). Korelasi silang (cross correlation) antara dua variabel, katakan x dan y dapat dihitung :
…………….. (3.2) dan
(3.3)
Periode waktu yang digunakan untuk menguji korelasi adalah 12 periode atau selama satu tahun dengan data bulanan. Untuk dapat dijadikan sebagai indicators
48
maka nilai rxy yang dicari adalah nilai yang paling tinggi selama periode pengujian. Kriteria pemilihan kandidat leading pada uji cross correlation (korelasi silang) adalah dengan melihat korelasi tinggi pada lag yang cukup jauh. Pemilihan kandidat lagging berdasarkan korelasi tertinggi pada lead yang cukup jauh. Sementara itu, penetuan kandidat coincident dilakukan dengan melihat korelasi tertinggi pada lead dan lag nol. 4. Granger Causality Test Salah satu tahap dalam analisis siklus bisnis adalah penggunanaan metode ekonometrik dalam pemilihan kandidat leading indicators. Langkah pertama dalam pemilihan komponen LEI adalah uji kointegrasi setiap calon komponen LEI dengan reference series untuk melihat ada tidaknya hubungan jangka panjang. Kemudian, dilakukan pengujian Granger Causality Test antara calon komponen LEI (dengan berbagai spesifikasi lag) dengan reference series. Uji granger yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan 4 spesifikasi lag, yaitu 1, 3, 6, dan 12. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, penentuan lag tersebut diasumsikan telah mampu memberikan hasil yang cukup akurat dan mewakili keseluruhan lag. Penggunaan 4 spesifikasi lag tersebut dilakukan untuk mengetahui perbandingan tingkat spesifikasi pada lag yang semakin jauh. Dengan pengujian ini, dapat diperoleh variable-variabel yang tergolong sebagai leading indicators. Granger Causality Test dilakukan untuk melihat adanya hubungan sebab-akibat (kausalitas) dan arah kausalitas di antara variabel-variabel yang digunakan dalam analisis. Uji kausalitas dilakukan karena terdapat tiga
49
kemungkinan arah kausalitas yang terjadi antara dua variabel, yakni variabel reference dan variabel tertentu yang diuji (misalnya variabel X), yaitu : 1.) Variabel reference menyebabkan (granger cause) variabel X 2.) Variabel X menyebabkan (granger cause) variabel reference 3.) Variabel reference dan variabel X memiliki hubungan timbal balik yang terjadi apabila variabel reference menyebabkan variabel X dan pada saat yang bersamaan variabel X juga menyebabkan variabel reference . Dengan menggunakan Granger Causality Test, maka dapat diketahui apakah antara X dan Y memiliki hubungan kausalitas dan bagaimana arah kausalitas di antara kedua variabel tersebut. Nilai probabilitas (P value) yang dihasilkan menentukan signifikansi arah hubungan kausalitas antar variabel. Ketentuan yang secara konvensional disepakati adalah jika probabilitas lebih kecil dari 5 persen, maka dikatakan terjadi kausalitas yang signifikan. Kriteria kandidat leading pada granger causality ini adalah adanya hubungan kausalitas satu arah pada lag cukup jauh yang menunjukkan bahwa variabel X menyebabkan (granger cause) variabel reference. Sementara itu, kriteria kandidat lagging didasarkan pada adanya hubugan kausalitas satu arah pada lag cukup jauh yang menunjukkan bahwa variabel reference menyebabkan (granger cause) variabel X. Adapun pemilihan kandidat Coincident Indicators dilihat dari adanya hubungan kausalitas dua arah dengan lag di sekitar nol. 5. Metode Penyusunan Composite Coincident Debt Index (CDI) dan Leading Debt Index (LDI) Setelah berbagai data variabel makroekonomi yang tersedia dikelompokkan ke dalam kandidat Coincident Indicator, Leading Indicator dan Lagging Indicator,
50
langkah selanjutnya adalah menyusun composite CI dan LI dengan prosedur sebagai berikut : Untuk setiap variabel, lakukan perhitungan : 1. Hitung perubahan persentase simetris month-on-month (MoM) untuk setiap variabel atau komponen dengan rumus : xt = 200* (Xt-Xt-1)/(Xt-Xt-1) ...................................................................(3.4) dimana Xt adalah nilai observasi komponen X pada waktu t. Jika satuan pengukuran untuk komponen X berupa presentasi (seperti suku bunga), maka month-on-month dihitung dengan formula : xt = (Xt-Xt-1)............................................................................................(3.5) 2. Lakukan adjustement terhadap MoM change dari setiap komponen. Hal ini dimaksudkan untuk menyamakan volatilitas MoM change dari semua komponen. Adjustement tersebut dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : a) Hitung standard deviation MoM change dari setiap komponen (misalkan = σx) b) Hitung inverse dari σx (misalkan wx = 1/σx) c) Jumlahkan semua wx (misalkan = k) d) Hitung faktor standarisasi (weight) untuk setiap komponen dengan rumus: rx = (1/k)*wx .....................................................................................(3.6) Adjustment terhadap MoM change dari setiap komponen dihitung dengan rumus : mt = rx*xt .........................................................................................(3.7)
51
3. Jumlahkan MoM change yang telah di-adjust (langkah 2); misalkan = it 4. Lakukan adjustment terhadap it untuk menyamakan volatilitas dengan reference
series;
untuk
Coincident
Economic
Indicator
(CEI)
menggunakan reference series yakni debt to GDP, serta untuk Leading Economic Indicator (LEI) dan Lagging Economic Indicator menggunakan reference series CEI atau reference series debt to GDP. 5. Hitung angka preliminary leading dan Coincident Debt Index dengan menetapkan nilai indeks awal sama dengan 100. Nilai indeks berikutnya dihitung dengan menggunakan rumus : It = It-1 * (200 + it) / (200-it) ..................................................................(3.8) Kombinasi variabel yang menghasilkan composite CI dan LI terbaik diperoleh dengan cara trial and error. Ukuran kebaikan CI didasarkan pada kesamaan pergerakannya dengan debt to GDP (reference series), sementara untuk LI didasarkan pada kemampuannya memprediksi pergerakan CI. 6. Penentuan Turning Point Coincident, Leading dan Lagging Debt Index dengan Metode Bry Boschan Procedure Setelah proses seleksi selesai dilakukan, maka selanjutnya variabel-variabel yang menjadi kandidat Coincident, Leading dan Lagging Indicators akan melalui suatu proses perhitungan sehingga dihasilkan suatu indeks bagi masing-masing indikator tersebut. Pada tahap selanjutnya, dilakukan penentuan turning point pada ketiga indeks yang dihasilkan, yakni Coincident Debt Index, Leading Debt Index dan Lagging Debt Index. Penentuan turning points dimaksudkan untuk menetapkan waktu (bulan dan tahun) dimana ketiga indeks tersebut mengalami pembalikan dari fase
52
ekspansi ke kontraksi atau sebaliknya. Penentuan turning points ini penting untuk menyusun kronologi siklus bisnis di Indonesia. Adapun metode yang digunakan untuk melakukan penentuan turning point tersebut adalah metode Bry Boschan Procedure. Metode ini telah dikembangkan sejak lama oleh NBER dan masih digunakan secara luas hingga saat ini. Secara visual, grafik Leading Debt Index bergerak mendahului Coincident Debt Index dengan selang waktu tertentu. Selang waktu Leading Debt Index bergerak mendahului Coincident Debt Index tersebut dapat ditentukan secara akurat dengan menghitung rata-rata perbedaan antar titik puncak dan lembah dari kedua indeks tersebut. Perbedaan rata-rata selang waktu Leading Debt Index mendahului Coincident Debt Index selanjutnya ditetapkan sebagai jangka waktu kemungkinan terjadinya krisis utang setelah munculnya sinyal pada system deteksi dini yang telah dibuat. Dengan demikian, pihak pengambil kebijakan memiliki
waktu
dalam
periode
tertentu
untuk
merumuskan
dan
mengimplementasikan kebijakan yang penting dalam rangka menghindari kemungkinan terjadinya krisis utang. Adapun Lagging Debt Index secara visual pergerakan grafiknya mengikuti Coincident Debt Index. Selang waktu Lagging Debt Index bergerak mengikuti Coincident Debt Index tersebut dapat ditentukan secara akurat dengan menghitung rata-rata perbedaan antar titik puncak dan lembah dari kedua indeks tersebut. Perbedaan rata-rata selang waktu Lagging Debt Index mendahului Coincident Debt Index selanjutnya ditetapkan sebagai jangka waktu dampak penyebaran (contagion effect) akibat terjadinya krisis utang setelah munculnya sinyal. Dengan
53
demikian, pihak pengambil kebijakan memiliki waktu dalam periode tertentu untuk merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan yang penting dalam rangka menghindari dampak penyebaran secara luas terhadap perekonomian secara agregat akibat terjadinya krisis utang yang tidak dapat terhindarkan lagi. Pengujian secara grafis dengan metode Bry Boschan Procedure ini diawali dengan penentuan titik puncak (peak) dan lembah (trough) pada grafik dari masing-masing indeks yang telah dihasilkan. Penentuan titik puncak (peak) dan lembah (trough) tersebut menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan mengingat langkah ini akan memudahkan penentuan selang waktu perbedaan antara Coincident Debt Index dengan Leading Debt Index dan Lagging Debt Index. Titik puncak suatu indeks ditentukan pada periode tertentu dimana indeks tersebut mencapai nilai tertinggi, sedangkan titik lembah suatu indeks ditentukan pada periode tertentu dimana indeks tersebut mencapai nilai terendah. Suatu indeks tertentu dikatakan memiliki satu siklus bila pada rentang periode tertentu memiliki satu titik puncak dan satu titik lembah. Metode Bry Boschan Procedure menetapkan bahwa jarak perbedaan waktu antara titik puncak terhadap lembah (peak to trough) atau titik lembah terhadap puncak (trough to peak) dalam satu siklus minimal enam bulan. Bila suatu variabel memiliki lebih dari satu siklus dalam rentang periode tertentu, ditetapkan pula bahwa jarak antar titik puncak (peak to peak) atau antar titik lembah (trough to trough) minimal lima belas bulan.
54
Setelah menetapkan peak dan trough dari masing-masing indeks, maka selang waktu perbedaan pergerakan Leading Debt Index dan Lagging Debt Index terhadap Coincident Debt Index dapat dihitung secara tepat.
55
Pengumpulan variabel/data sekunder Kompilasi Data
1. 2. 3.
Berdasarkan ketersediaan data Kriteria ekonomi Kriteria statistik
Data hasil seleksi Metode : 1. Disagregasi data (Cubic Splines)
Generating Data Data siap digunakan
Metode : 1. Cross-Correlation Test 2. Granger Causality Test
Seleksi Kandidat Composite Index
Kandidat Coincident Indicators
Metode X-12 ARIMA
Kandidat Leading Indicators
Kandidat LaggingIndicators
Metode X-12 ARIMA
Penyusunan Composite Index
Metode X-12 ARIMA
Metode Indeksasi
Coincident Debt Index
Leading Debt Index
Lagging Debt Index
Metode Bry Boschan Procedure
Metode Bry Boschan Procedure
Metode Bry Boschan Procedure
Penentuan Turning Point dan Perbedaan Selang Waktu Antara Coincident Debt Index dengan Leading Debt Index dan Lagging Debt Index
Gambar 3.1 Alur Penyusunan Komponen Early Warning System
56
3.3 Definisi Operasional Adapun beberapa definisi operasional yang penting untuk dipahami dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Utang luar negeri Indonesia adalah posisi kewajiban aktual penduduk Indonesia kepada bukan penduduk pada suatu waktu, tidak termasuk kontinjen, yang membutuhkan pembayaran kembali bunga dan/atau pokok pada waktu yang akan datang. 2. Utang luar negeri pemerintah adalah utang yang dimiliki oleh pemerintah pusat, terdiri dari utang bilateral atau multilateral, fasilitas kredit ekspor (FKE), utang komersial, dan leasing, termasuk pula Surat Berharga Negara (SBN) (yang diterbitkan di luar maupun di dalam negeri) yang dimiliki oleh bukan penduduk. SBN terdiri dari Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). SUN terdiri dari Obligasi Negara yang berjangka waktu lebih dari 12 bulan dan Surat Perbendaharaan Negara (SPN) yang berjangka waktu sampai dengan 12 bulan. SBSN terdiri SBSN jangka panjang (Ijarah Fixed Rate/IFR) dan Global Sukuk. 3. Utang luar negeri bank sentral adalah utang yang dimiliki oleh Bank Indonesia dalam rangka mendukung neraca pembayran dan cadangan devisa. Termasuk dalam utang luar negeri Bank Indonesia adalah kewajiban dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang dimiliki oleh bukan penduduk serta simpanan (deposits) bukan penduduk di Bank Indonesia. 4. Pendapatan Negara dan Hibah adalah seluruh penerimaan negara yang terdiri dari Penerimaan Dalan Negeri dan Hibah.
57
5. Belanja Negara adalah seluruh pengeluaran negara berupa belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah. 6. Surplus adalah selisih yang dihasilkan dari pendapatan negara dan hibah yang lebih besar dari belanja negara. 7. Defisit adalah selisih yang dihasilkan dari pendapatan negara dan hibah yang lebih rendah dari belanja negara. 8. Total Pembiayaan adalah pembiayaan yang dapat diterima/dibentuk untuk menutupi defisit yang terjadi/membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pembiayaan mencakup transaksi penjualan asset negara, penerimaan pinjaman pemerintah dari luar negeri dan dalam negeri, dan rekening-rekening pemerintah. 9. Balance of Payment (BoP) atau Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) adalah catatan transaksi ekonomu yang terjadi antara penduduk dengan bukan penduduk Indonesia pada suatu periode waktu tertentu. 10. Transaksi berjalan mencakup ekspor dan impor barang, jasa, pendapatan, serta transfer berjalan. Transaksi finansial meliputi investasi langsung, investasi portofolio, derivatif finansial, dan investasi lainnya di luar cadangan devisa dan kredit/pinjaman IMF yang disajikan sebagai komponen sendiri. 11. Transaksi ekspor dan impor barang masing-masing dikelompokkan atsa ransaksi ekspor dan impor migas dan nonmigas. 12. Cadangan devisa resmi Indonesia (Indonesian official reserve assets) merupakan aset eksternal yang dapat langsung tersedua bagi dan berada di bawah kontrol Bank Indonesia selaku otoritas moneter untuk membiayai
58
ketidakseimbangan neraca pembayaran, melakukan intervensi pasar, dalam rangka memelihara kestabilan nilai tukar, dan/atau tujuan lainnya (antara lain menjaga ketahan perekonomian daan nilai tukar serta sebagai bantalan terhadap net kewajiban Indonesia). 13. Hak Tarik Khusus (Special Drawing Rights – SDR) merupakan cadangan devisa internasional yang diciptakan oleh IMF untuk menambah cadangan devisA negara anggota dan secara periodik dialokasikan kepada anggota secara proporsional sesuai dengan kuotanya. Walaupun tidak memiliki jangka waktu jatuh tempo, anggota IMF yang menerima alokasi SDR tersebut memiliki kewajiban untuk embayar kembali saat keluar dari keanggotaan IMF. 14. Debt Service Payment adalah jumlah pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri, termasuk fee. 15. Debt Service Ratio adalah rasio pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri terhadap penerimaan hasil ekspor suatu negara. 16. Debt to Export Ratio adalah rasio total utang luar negeri terhadap penerimaan hasil ekspor suatu negara. 17. Debt to GDP Ratio adalah rasio total utang luar negeri terhadap Produk Domestik (PDB) suatu negara.
59
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Utang Luar Negeri Indonesia Dilihat dari sisi komposisi dan distribusinya, posisi utang luar negeri Indonesia secara nominal terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Kondisi ini perlu diwaspadai karena pertumbuhan utang luar negeri yang tidak terkendali dapat berdampak buruk dan memicu terjadinya krisis utang di Indonesia. Sejauh ini, mulai tahun 2001 hingga kini, kemampuan dalam melakukan pembayaran utang luar negeri (solvabilitas) Indonesia menunjukkan kondisi yang terus membaik. Hal ini dapat dilihat dari indikator debt to GDP yang menunjukkan trend terus menurun dari tahun 2001 hingga kini. Selain mengacu kepada debt to GDP, penilaian solvabilitas Indonesia juga dapat dilihat dari indikator debt to export. Ukuran ini dihitung dari rasio posisi utang luar negeri secara keseluruhan terhadap penerimaan ekspor yang diperoleh suatu negara. Dari tahun 2006 hingga 2011 saat ini, debt to export Indonesia menunjukkan trend yang mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.1.
60
Sumber : Bank Indonesia, 2011 Gambar 4.1 Debt To Export Indonesia Periode Tahun 2006 Hingga 2011
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa indikator debt to export Indonesia menunjukkan trend yang terus menurun selama periode waktu tersebut. Debt to export merupakan indikator yang merefleksikan kapasitas pembayaran kembali utang luar negeri (debt repayment capacity) suatu negara. Nilai debt to export Indonesia yang masih berada pada kisaran di bawah 200 persen menunjukkan bahwa profil utang luar negeri Indonesia dari tahun 2006 hingga 2011 masih dinilai aman. Meskipun demikian, nilai debt to export Indonesia sempat mencapai angka tertinggi yakni 121,8 persen pada tahun 2009. Namun, kondisi itu terjadi lebih disebabkan karena penurunan penerimaan ekspor Indonesia sebagai dampak krisis ekonomi global yang terjadi di Amerika pada tahun 2008, bukan karena terjadi peningkatan utang luar negeri Indonesia secara signifikan. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa sejauh ini kondisi beban utang luar negeri Indonesia masih dinilai aman dan
tidak berpotensi mengalami masalah
61
solvabilitas sehingga mampu menyelesaikan berbagai kewajiban terkait pembayaran kembali utang luar negeri Indonesia sesuai tenggat waktu (grace period) yang disepakati sebelumnya. Meskipun solvabilitas Indonesia dinilai baik dan tidak berpotensi mengalami krisis utang yang ditandai dengan kondisi gagal bayar, namun posisi utang luar negeri yang terus meningkat tetap saja menimbulkan beban tersendiri bagi negara akibat beban pembayaran cicilan pokok utang dan bunganya dari tahun ke tahun. Salah satu indikator yang digunakan untuk menilai beban pembayaran cicilan pokok utang luar negeri dan bunga yang harus ditanggung suatu negara adalah nilai debt service ratio (DSR). Nilai ini merupakan rasio besarnya pembayaran cicilan pokok dan bunga utang luar negeri terhadap penerimaan ekspor suatu negara. Adapun nilai DSR Indonesia selama periode tahun 2006 hingga 2011 dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Sumber : Bank Indonesia, 2011 Gambar 4.2 Debt Service Ratio Indonesia Periode Tahun 2006 Hingga 2011
62
Gambar 4.2 menunjukkan bahwa nilai DSR Indonesia memiliki trend yang cenderung menurun selama periode tahun 2006 hingga 2011, meskipun nilai DSR ini sempat mengalami kenaikan di tahun 2009 menjadi 23,2 persen. Nilai DSR merefleksikan beban penerimaan ekspor yang harus dialokasikan untuk pembayaran cicilan pokok dan bunga utang luar negeri. Suatu negara dianggap memiliki profil utang luar negeri yang aman apabila nilai DSR nya berada di bawah 25 persen. Dengan demikian, pembayaran cicilan pokok dan bunga utang luar negeri sempat memberikan beban yang besar terhadap penerimaan ekspor Indonesia pada tahun 2006 karena DSR di tahun tersebut mencapai 25 persen. Kondisi DSR Indonesiadapat dikatakan cukup rawan karena nilainya yang hampir mendekati batas aman 25 persen. Hal ini terjadi sebagai dampak akumulasi total utang luar negeri Indonesia yang terus meningkat dari tahun ke tahun sehingga memberikan tekanan yang besar terhadap penerimaan ekspor Indonesia. Padahal, jika posisi utang luar negeri Indonesia terkendali, maka potensi penerimaan ekspor Indonesia dapat dialokasikan untuk mendukung pembangunan ekonomi di dalam negeri demi meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara luas. Terjadinya peningkatan posisi utang luar negeri Indonesia tidak terlepas dari dilakukannya penarikan utang luar negeri baru secara terus menerus dari tahun ke tahun. Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur aliran utang luar negeri (debt flow) adalah Net Resource Flow (NRF). Nilai NRF diperoleh dengan cara menghitung selisih besarnya penarikan terhadap pembayaran utang luar negeri. Adapun nilai NRF Indonesia dapat dilihat pada
63
Tabel 4.1 Nilai Net Resource Flow Indonesia Periode Tahun 2006-2011
Tahun
Total Penarikan ULN Baru (Dollar)
Pembayaran Pokok & Bunga ULN Indonesia (Dollar)
Net Resource Flow (Dollar)
2006 2007 2008 2009 2010 2011
28.677.000.000 33.267.000.000 46.149.000.000 47.344.000.000 53.626.000.000 95.312.000.000
38.933.100.000 36.652.160.000 44.926.000.000 41.380.000.000 54.347.000.000 63.592.000.000
-10.256.100.000 -3.385.160.000 1.223.000.000 5.964.000.000 -721.000.000 31.720.000.000
Sumber : Bank Indonesia, 2011, diolah Tabel 4.1 menunjukkan bahwa selama periode tahun 2006 hingga 2011, nilai NRF Indonesia bervariasi. Pada tahun 2008, 2009, 2011, NRF Indonesia menunjukkan nilai yang positif. Kondisi ini mengindikasikan bahwa total penarikan utang luar negeri baru lebih besar dibandingkan pembayaran cicilan pokok dan bunganya sehingga likuiditas dalam perekonomian dalam negeri cenderung positif. Hal inilah yang menyebabkan pada periode tersebut posisi utang luar negeri Indonesia mengalami trend yang terus meningkat. Sementara itu, pada periode tahun 2006, 2007, dan 2010, NRF Indonesia menunjukkan nilai yang negatif. Kondisi ini mengindikasikan bahwa total pembayaran cicilan pokok dan bunga lebih besar dibandingkan penarikan utang luar negeri baru. Secara teoritis, nilai NRF yang negatif akan berdampak pada penurunan akumulasi utang luar negeri Indonesia. Namun, fakta dan data yang ada menunjukkan bahwa pada periode tersebut, posisi utang luar negeri Indonesia terus mengalami peningkatan. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa utang luar negeri baru yang ditarik Indonesia tidak digunakan untuk pembiayaan aktivitas produktif sehingga tidak memberikan rate of return yang tinggi. Nilai
64
NRF yang negatif akibat pembayaran cicilan pokok dan bunga yang lebih besar dibandingkan penarikan utang luar negeri baru hanya menyebabkan likuiditas dalam perekonomian menjadi negatif. Hal ini perlu diwaspadai karena kurangnya likuiditas dalam negeri akan berpengaruh buruk terhadap prospek investasi sehingga penciptaan output nasional akan mengalami penurunan. Pengelolaan utang luar negeri Indonesia saat ini masih begitu buruk. Hal ini disebabkan karena pengelolaan tersebut masih belum dilakukan secara terpusat. Institusi yang mencatat pelaporan penerimaan utang luar negeri tersebut adalah Bank Indonesia. Sementara itu, alokasi penggunaan utang luar negeri tersebut direncanakan dan dilaksanakan oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Adapun institusi yang bertanggung jawab dalam melakukan pembayaran kembali cicilan pokok dan bunga utang luar negeri tersebut adalah Kementerian Keuangan. Pengelolaan utang luar negeri yang dilakukan secara tidak terpusat ini menyebabkan penilaian efisiensi atas alokasi penggunaannya tidak dapat terukur dengan baik. Besarnya imbal hasil (rate of return) yang diperoleh dari penggunaan sumber pembiayaan utang luar negeri iu tidak dapat diketahui secara akurat. Oleh karena itu, penyelewengan penggunaan utang luar negeri tersebut sangat berpotensi untuk terjadi sehingga hanya menimbulkan kerugian dan menambah beban pembayarannya. Pengelolaan utang luar negeri yang masih dilakukan secara terpisah menyebabkan alokasi penggunaannya tidak tercatat secara sistematis. Dalam laporan APBN, tidak terdapat rincian mengenai bidang, program, kegiatan dan jenis pengeluaran apa yang sumber pembiayaannya bersumber dari utang luar
65
negeri. Hal ini menyebabkan semakin sulitnya penilaian untuk mengukur tingkat efisiensi dan efektivitas penggunaan utang luar negeri dalam mendukung pembangunan ekonomi di Indonesia. Dari uraian di atas, diketahui bahwa sejauh ini profil utang luar negeri Indonesia masih menunjukkan kondisi yang aman. Namun, seiring dengan semakin besarnya beban pembayaran cicilan pokok dan bunganya, maka utang luar negeri tersebut berpotensi menimbulkan polemik bagi perekonomian Indonesia secara agregat. Dengan demikian, pada periode mendatang potensi terjadinya krisis utang di Indonesia sangatlah besar sehingga perlu dibangun suatu early warning system yang mampu memprediksi kemungkinan terjadinya krisis tersebut secara akurat.
4.2 Penyusunan Early Warning System Penyusunan suatu sistem deteksi dini yang baik sangatlah ditentukan oleh ketepatan dalam menentukan variabel-variabel makroekonomi yang menjadi kandidat leading, lagging, dan coincident indicators. Penentuan kandidat tersebut diperoleh dari hasil seleksi terhadap 111 variabel makroekonomi dengan periode bulanan yang telah berhasil dikumpulkan. Proses seleksi tersebut dilakukan berdasarkan tiga uji yang ditetapkan, yakni uji secara grafis dengan prosedur Bry Boschan,
cross correlation test, dan granger causality test. Dari hasil yang
diperoleh berdasarkan ketiga uji tersebut,
maka selanjutnya suatu variabel
makroekonomi tertentu dapat ditentukan apakah termasuk sebagai kandidat, atau Coincident, Leading, dan Lagging indicators.
66
4.2.1 Identifikasi Variabel-variabel yang Menjadi Kandidat Coincident, Leading, dan Lagging Indicator Leading Debt Index merupakan instrumen terpenting dalam pembangunan early warning system krisis utang di Indonesia. Hal ini disebabkan karena pergerakan indeks ini memiliki kemampuan dalam memprediksi kondisi beban utang luar negeri yang dialami oleh Indonesia pada periode waktu mendatang. Oleh karena itu, dalam pembangunan early warning system ini, penyusunan Leading Debt Index menjadi salah satu perhatian utama di samping coincident dan Lagging Debt Index. Dalam rangka menyusun Coincident, Leading dan Lagging Debt Index, maka penentuan variabel-variabel yang menjadi kandidat Coincident, Leading, dan Lagging Indicator menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan. Hal ini disebabkan karena Coincident, Leading dan Lagging Debt Index yang terbentuk disusun oleh kandidat-kandidat tersebut dengan bobot tertentu.Oleh karena itu, proses seleksi untuk memperoleh variabel-variabel yang menjadi kandidat tersebut perlu dilakukan secara cermat dan akurat. Proses seleksi dilakukan berdasarkan dua uji statistik yang dilakukan, yakni uji cross correlation dan granger causality. Dari hasil yang diperoleh berdasarkan ketiga uji tersebut, maka selanjutnya suatu variabel makroekonomi tertentu dapat ditentukan apakah termasuk sebagai kandidat Coincident, Leading, atau Lagging Indicators.
67
4.2.1.1 Identifikasi Variabel-variabel yang Menjadi Kandidat Coincident Indicator Coincident Indicator (CI) adalah indikator siklus bisnis yang pergerakannya seiring dengan variabel yang menjadi acuan (reference series). Indikator ini dapat memberikan gambaran tentang situasi ekonomi saat ini (current economic situation). Kandidat CI diperoleh dengan bantuan peralatan statistik berupa analisis korelasi silang (cross correlation) dan granger causality. Berdasarkan analisis korelasi silang, kandidat CI diperoleh dengan melihat korelasi paling tinggi pada lag dan lead nol. Meskipun demikian, suatu variabel dapat dipertimbangkan untuk diklasifikasikan sebagai kandidat Coincident Indicator jika hasil uji korelasi silang yang dilakukan menunjukkan adanya nilai korelasi tertinggi pada lead atau lag dengan ukuran kurang dari enam. Adapun kriteria Coincident Indicators berdasarkan uji granger causality adalah dengan melihat hubungan kausalitas dua arah yang signifikan dari variabel-variabel yang diuji dengan variabel acuan debt to GDP pada lag yang cukup jauh. Tingkat signifikansi yang disepakati adalah nilai probabilitasnya harus lebih kecil dari 0,05 (alpha = 5 persen). Uji secara statistika dengan cross correlation test dan granger causality test merupakan hal yang juga penting dilakukan dalam melakukan penyeleksian variabel-variabel yang menjadi kandidat Coincident Indicators. Berdasarkan seleksi yang dilakukan dengan menggunakan kedua uji statistik tersebut, pada akhirnya diperoleh hasil berupa enam variabel yang menjadi kandidat Coincident Indicators. Adapun keenam variabel tersebut disertai dengan hasil ujinya masingmasing dapat disimak sebagai berikut.
68
1. Variabel Suku Bunga Pinjaman Modal Kerja (Rupiah) Dari Bank Asing dan Campuran (Kode : Var38) Variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) dari Bank Asing dan Campuran merupakan salah satu variabel yang menjadi kandidat Coincident Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua tahap pengujian statistik yang dilakukan, yakni uji cross correlation dan granger causality. Adapun hasil seleksi melalui ketiga tahap pengujian tersebut dapat disimak pada uraian berikut ini. a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test) Uji korelasi silang secara statistik juga dilakukan terhadap variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) dari Bank Asing dan Campuran. Berdasarkan hasil uji korelasi silang, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Coincident Indicators karena memiliki korelasi paling tinggi pada lag 1 terhadap reference variabel debt to GDP dimana ukuran lag tersebut kurang dari 6. Adapun hasil uji korelasi silang antara variabel reference series (debt to GDP) dengan variabel suku bunga suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) dari Bank Asing dan Campuran dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi yang paling tinggi adalah sebesar 0.7894 pada lag 1. Hal ini menunjukkan bahwa variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) dari Bank Asing dan Campuran bergerak sebulan lebih awal mendahului variabel reference yakni rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Meskipun demikian, karena nilai korelasi tertingginya berada pada ukuran lag yang kurang dari 6, maka variabel ini dapat tetap dipertimbangkan sebagai kandidat Coincident
69
Indicator. Dengan demikian, berdasarkan hasil uji cross correlation yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) dari Bank Asing dan Campuran dapat dikategorikan sebagai kandidat Coincident Indicator krisis utang di Indonesia. b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test) Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) dari Bank Asing dan Campuran. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Coincident Indicators karena menunjukkan adanya hubungan kausalitas dua arah signifikan yang mengindikasikan adanya hubungan sebab akibat antara variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) dari Bank Asing dan Campuran dengan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Pengujian Granger Causality dilakukan dengan menggunakan beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun hasil uji granger causality tersebut dapat disimak pada Lampiran 5. Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan kausalitas dua arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu lebih kecil dari 0.05. Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati.
70
Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 1, diperoleh hasil bahwa kedua variabel yang diuji tidak memiliki hubungan kausalitas baik searah maupun dua arah. Sementara itu, pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 3,6, dan 12 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas dua arah yang mengindikasikan adanya hubungan sebab akibat antara variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) dari Bank Asing dan Campuran dengan variabel debt to GDP sebagai variabel reference. Hasil ini menyatakan bahwa variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) dari Bank Asing dan Campuran merupakan kandidat Coincident Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjaidnya krisis utang di Indonesia. Merujuk pada hasil seleksi yang diperoleh dari kedua uji statistik yang telah dilakukan, maka dapat dinyatakan bahwa variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) dari Bank Asing dan Campuran sebagai kandidat Coincident Indicators yang bergerak seiring dengan variabel debt to GDP. 2. Suku Bunga Simpanan Rupiah Berjangka 6 Bulan di Bank Umum (Kode: Var62) Variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 6 bulan di Bank Umum merupakan salah satu variabel yang menjadi kandidat Coincident Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua tahap pengujian statistik yang dilakukan, yakni uji cross correlation dan granger causality. Adapun hasil seleksi melalui kedua tahap pengujian tersebut dapat disimak pada uraian berikut ini. a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test) Uji korelasi silang secara statistik dilakukan terhadap variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 6 bulan di Bank Umum. Berdasarkan hasil uji korelasi
71
silang, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Coincident Indicators karena memiliki korelasi paling tinggi pada lead dan lag 0 terhadap reference variabel debt to GDP. Adapun hasil uji korelasi silang antara variabel reference series (debt to GDP) dengan variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 6 bulan di Bank Umum dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi yang paling tinggi adalah sebesar 0.7486 pada lead dan lag 0. Hal ini menunjukkan bahwa variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 6 bulan di Bank Umum bergerak seiring dengan variabel reference yakni rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Dengan demikian, berdasarkan hasil uji cross correlation yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 6 bulan di Bank Umum dapat dikategorikan sebagai kandidat Coincident Indicator krisis utang di Indonesia. b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test) Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 6 bulan di Bank Umum. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Coincident Indicators karena menunjukkan adanya hubungan kausalitas dua arah signifikan yang mengindikasikan adanya hubungan sebab akibat antara variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 6 bulan di Bank Umum dengan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap produk
72
domestik bruto (debt to GDP). Pengujian granger causality dilakukan dengan menggunakan beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun hasil uji granger causality tersebut dapat disimak Lampiran 5. Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan kausalitas dua arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu lebih kecil dari 0.05. Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati. Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 1, diperoleh hasil bahwa kedua variabel yang diuji tidak memiliki hubungan kausalitas baik searah maupun dua arah. Sementara itu, pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 3,6, dan 12 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas dua arah yang mengindikasikan adanya hubungan sebab akibat antara variabel suku bunga simpanan Rupiah berjangka 6 bulan di Bank Umum dengan variabel debt to GDP sebagai reference series. Hasil ini menyatakan bahwa variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 6 bulan di Bank Umum merupakan kandidat Coincident Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjaidnya krisis utang di Indonesia. Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari kedua uji statistik yang telah dilakukan, maka dapat dinyatakan bahwa variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 6 bulan di Bank Umum sebagai kandidat Coincident Indicators yang bergerak seiring dengan variabel debt to GDP.
73
3. Variabel Laju Inflasi Indonesia (Kode : Var76) Variabel laju inflasi Indonesia merupakan salah satu variabel yang menjadi kandidat Coincident Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua tahap pengujian statistik yang dilakukan, yakni uji cross correlation dan granger causality. Adapun hasil seleksi melalui kedua pengujian tersebut dapat disimak pada uraian berikut ini. a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test) Uji korelasi silang secara statistik juga dilakukan terhadap variabel laju inflasi Indonesia. Berdasarkan hasil uji korelasi silang, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Coincident Indicators karena memiliki korelasi paling tinggi pada lag 1 terhadap reference variabel debt to GDP dimana ukuran lag tersebut kurang dari 6. Adapun hasil uji korelasi silang antara variabel reference series (debt to GDP) dengan variabel laju inflasi Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi yang paling tinggi adalah sebesar 0.4335 pada lag 1. Hal ini menunjukkan bahwa variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) dari Bank Asing dan Campuran bergerak sebulan lebih awal mendahului variabel reference yakni rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Meskipun demikian, karena nilai korelasi tertingginya berada pada ukuran lag yang kurang dari 6, maka variabel ini dapat tetap dipertimbangkan sebagai kandidat Coincident Indicator. Dengan demikian, berdasarkan hasil uji cross correlation yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel laju inflasi Indonesia dapat dikategorikan sebagai kandidat Coincident Indicator krisis utang di Indonesia.
74
b.
Uji Granger Causality (Granger Causality Test) Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga
dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap variabel laju inflasi Indonesia. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Coincident Indicators karena menunjukkan
adanya
hubungan
kausalitas
dua
arah
signifikan
yang
mengindikasikan adanya hubungan sebab akibat antara variabel laju inflasi Indonesia dengan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Pengujian Granger Causality dilakukan dengan menggunakan beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun hasil uji granger causality tersebut dapat disimak pada Lampiran 5. Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan kausalitas dua arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu lebih kecil dari 0.05. Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati. Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 1, diperoleh hasil bahwa kedua variabel yang diuji tidak memiliki hubungan kausalitas baik searah maupun dua arah. Sementara itu, pengujian dengan spesifikasi lag 6 menyatakan bahwa terdapat hubungan kausalitas satu arah dimana variabel debt to GDP mengakibatkan variabel laju inflasi Indonesia, tetapi tidak sebaliknya.
Adapun hasil pengujian granger causality yang dilakukan
dengan spesifikasi lag 3 dan 12 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas
75
dua arah yang mengindikasikan adanya hubungan sebab akibat antara variabel laju inflasi Indonesia dengan variabel debt to GDP sebagai variabel reference. Hasil ini menyatakan bahwa variabel laju inflasi Indonesia merupakan kandidat Coincident Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjaidnya krisis utang di Indonesia. Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah dilakukan, maka dapat dinyatakan bahwa variabel laju inflasi Indonesia sebagai kandidat Coincident Indicator yang bergerak seiring dengan variabel debt to GDP. 4. Variabel Harga Komoditi Mentah Pertanian Dunia (Kode : Var 94) Variabel harga komoditi mentah pertanian dunia merupakan salah satu variabel yang menjadi kandidat Coincident Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua tahap pengujian statistik yang dilakukan, yakni uji cross correlation dan granger causality. Adapun hasil seleksi melalui kedua tahap pengujian tersebut dapat disimak pada uraian berikut ini. a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test) Uji korelasi silang secara statistik juga dilakukan terhadap variabel harga komoditi mentah pertanian dunia. Berdasarkan hasil uji korelasi silang, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Coincident Indicator karena memiliki korelasi paling tinggi pada lead 5 terhadap reference variabel debt to GDP dimana ukuran lead tersebut kurang dari 6. Adapun hasil uji korelasi silang antara variabel reference series (debt to GDP) dengan variabel harga komoditi mentah pertanian dunia dapat dilihat pada output e-views berikut.
76
Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi yang paling tinggi adalah sebesar -0.7352 pada lead 5. Tanda negatif yang muncul pada hasil cross correlation test tersebut mengindikasikan bahwa variabel harga komoditi mentah pertanian dunia dengan variabel debt to GDP berkorelasi negatif atau berbanding terbalik. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel harga komoditi mentah pertanian dunia memiliki pergerakan yang mengikuti variabel reference yakni rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (debt to GDP) dengan selang waktu 5 bulan. Meskipun begitu, variabel ini masih dapat dipertimbangkan sebagai kandidat Coincident Indicator karena nilai korelasi tertingginya berada pada lead yang kurang dari 6. Dengan demikian, berdasarkan hasil uji cross correlation yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel harga komoditi mentah pertanian dunia dapat dikategorikan sebagai kandidat Coincident Indicator krisis utang di Indonesia. b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test) Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap variabel harga komoditi mentah pertanian dunia. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Coincident Indicators karena menunjukkan adanya hubungan kausalitas dua arah signifikan yang mengindikasikan adanya hubungan sebab akibat antara variabel harga komoditi mentah pertanian dunia dengan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Pengujian Granger Causality dilakukan dengan menggunakan beberapa spesifikasi lag,
77
yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun hasil uji granger causality tersebut dapat disimak pada Lampiran 5. Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan kausalitas dua arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu lebih kecil dari 0.05. Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati. Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 6 dan 12, diperoleh hasil bahwa kedua variabel yang diuji tidak memiliki hubungan kausalitas baik searah maupun dua arah. Sementara itu, pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 3 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas satu arah. Adapun pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi 1 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas dua arah yang menunjukkan adanya hubungan sebab akibat antara variabel harga komoditi mentah pertanian dunia dengan variabel debt to GDP. Hasil ini menyatakan bahwa variabel harga komoditi mentah pertanian dunia merupakan kandidat Coincident Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjaidnya krisis utang di Indonesia. Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah dilakukan, maka dapat dinyatakan bahwa variabel harga komoditi mentah pertanian dunia sebagai kandidat Coincident Indicators yang bergerak seiring dengan variabel debt to GDP.
78
5. Variabel SBI 1 Bulan Variabel SBI 1 bulan merupakan salah satu variabel yang menjadi kandidat Coincident Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua tahap pengujian statistik yang dilakukan, yakni uji cross correlation dan granger causality. Adapun hasil seleksi melalui kedua tahap pengujian tersebut dapat disimak pada uraian berikut ini. a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test) Selain melakukan uji secara grafis dengan prosedur Bry Boschan, uji korelasi silang secara statistik juga dilakukan terhadap variabel SBI 1 bulan. Berdasarkan hasil uji korelasi silang, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Coincident Indicators karena memiliki korelasi paling tinggi pada lag 2 terhadap variabel reference yaitu debt to GDP dimana ukuran lag tersebut kurang dari 6. Adapun hasil uji korelasi silang antara variabel reference (debt to GDP) dengan variabel SBI 1 bulan dapat dilihat pada output e-views berikut. Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi yang paling tinggi adalah sebesar 0.7378 pada lag 2. Hal ini menunjukkan bahwa variabel SBI 1 bulan bergerak dua bulan lebih awal mendahului variabel reference yakni rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Meskipun demikian, karena nilai korelasi tertingginya berada pada ukuran lag yang kurang dari 6, maka variabel ini dapat tetap dipertimbangkan sebagai kandidat Coincident Indicator. Dengan demikian, berdasarkan hasil uji cross correlation yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel SBI 1 bulan
79
dapat dikategorikan sebagai kandidat Coincident Indicator krisis utang di Indonesia. b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test) Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap variabel SBI 1 bulan. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat dinyatakan bahwa variabel
ini
menunjukkan
terseleksi adanya
sebagai hubungan
kandidat kausalitas
Coincident dua
arah
Indicators signifikan
karena yang
mengindikasikan adanya hubungan sebab akibat antara variabel SBI 1 bulan dengan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Pengujian Granger Causality dilakukan dengan menggunakan beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun hasil uji granger causality tersebut dapat disimak pada Lampiran 5. Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan kausalitas dua arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu lebih kecil dari 0.05. Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati. Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 1 dan 6, diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan kausalitas satu arah antara kedua variabel yang diuji. Sementara itu, pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 3 dan 12 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas dua arah yang mengindikasikan adanya hubungan sebab akibat antara
80
variabel SBI 1 bulan dengan variabel debt to GDP sebagai variabel reference. Hasil ini menyatakan bahwa variabel SBI 1 bulan merupakan kandidat Coincident Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjaidnya krisis utang di Indonesia. Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah dilakukan, maka dapat dinyatakan bahwa variabel SBI 1 bulan sebagai kandidat Coincident Indicators yang bergerak seiring dengan variabel debt to GDP. 6. Interest Rate Spread (Lending Rate Minus Deposit Rate) (Kode : Var102) Variabel interest rate spread merupakan salah satu variabel yang menjadi kandidat Coincident Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua tahap pengujian statistik yang dilakukan, yakni uji cross correlation dan granger causality. Adapun hasil seleksi melalui kedua tahap pengujian tersebut dapat disimak pada uraian berikut ini. a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test) Selain melakukan uji secara grafis dengan prosedur Bry Boschan, uji korelasi silang secara statistik juga dilakukan terhadap variabel interest rate spread. Berdasarkan hasil uji korelasi silang, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Coincident Indicator karena memiliki korelasi paling tinggi pada lead dan lag 0 terhadap reference variabel debt to GDP. Adapun hasil uji korelasi silang antara variabel debt to GDP dengan variabel interest rate spread dapat dilihat pada output e-views yang terdapat di Lampiran 5. Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi yang paling tinggi adalah sebesar -0.7209 pada lead dan lag 0. Tanda negatif
81
yang muncul pada hasil cross correlation test tersebut mengindikasikan bahwa variabel interest rate spread dengan variabel debt to GDP berkorelasi negatif atau berbanding terbalik. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel ini memiliki pergerakan yang seiring dengan debt to GDP. Dengan demikian, berdasarkan hasil uji cross correlation yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel interest rate spread dapat dikategorikan sebagai kandidat Coincident Indicator krisis utang di Indonesia. b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test) Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap variabel interest rate spread. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Coincident Indicators karena menunjukkan
adanya
hubungan
kausalitas
dua
arah
signifikan
yang
mengindikasikan adanya hubungan sebab akibat antara variabel interest rate spread dengan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Pengujian Granger Causality dilakukan dengan menggunakan beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun hasil uji granger causality tersebut dapat disimak pada output e-views di Lampiran 5. Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan kausalitas dua arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu lebih kecil dari 0.05. Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan
82
penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati. Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 1, tidak terdapat hubungan kausalitas antara kedua variabel yang diuji. Sementara itu, pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 12 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas satu arah antara kedua variabel yang diuji. Adapun pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 3 dan 6 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas dua arah yang mengindikasikan adanya hubungan sebab akibat antara variabel interest rate spread dengan variabel debt to GDP. Hasil ini menyatakan bahwa variabel interest rate spread merupakan kandidat Coincident Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia. Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah dilakukan, maka dapat dinyatakan bahwa variabel interest rate spread sebagai kandidat Coincident Indicator yang bergerak seiring dengan variabel debt to GDP.
4.2.1.2 Identifikasi Variabel-variabel yang Menjadi Kandidat Leading Indicators Leading Indicators (LI) merupakan indikator business cycle analysis yang pergerakannya mendahului variabe acuan (reference series). Indikator ini merupakan indikator komposit yang paling banyak mendapatkan perhatian, karena kemampuannya sebagai early warning indicators untuk melakukan peramalan kondisi perekonomian ke depan. Dengan kata lain, Leading Indicators memiliki kemampuan dalam melakukan peramalan tentang perubahan yang
83
terjadi pada periode mendatang serta dapat memprediksi siklus perekonomian. Siklus perekonomian yang dimaksud yakni terkait dengan kapan periode terjadinya kondisi perekonomian yang mencapai puncak (peak), masih berlanjut (steady), mulai menurun (contraction), sampai titik terendah (trough), dan kembali naik (expansion). Early Warning System (EWS) pada siklus perekonomian sangat penting bagi pemerintah serta sektor riil dalam kerangka perencanaan dan formulasi kebijakan serta pengambilan keputusan. Dalam pembangunan sistem deteksi dini krisis utang di Indonesia, penyusunan Leading Indicators menjadi suatu bagian yang sangat penting karena indikator ini akan mampu memberikan prakiraan secara akurat mengenai bagaimana kondisi beban utang Indonesia pada periode waktu mendatang. Leading indicators tersebut akan mampu melakukan peramalan tentang perubahan beban utang yang dialami Indonesia yang terjadi sehingga dapat membantu untuk memprediksi secara dini kemungkinan Indonesia menghadapi krisis utang pada periode waktu ke depan. Menurut Nasution (2007), kandidat LI diperoleh dengan bantuan peralatan statistika yakni analisis korelasi silang (cross correlation), dan uji granger causality. Berdasarkan analisis korelasi silang, kandidat LI diperoleh dengan melihat korelasi yang paling tinggi pada lag yang cukup jauh. Kriteria leading indicators berdasarkan uji granger causality adalah dengan melihat hubungan kausalitas satu arah signifikan pada lag yang cukup jauh yang mengindikasikan bahwa variabel yang diuji mengakibatkan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Tingkat
84
signifikansi yang disepakati adalah nilai probabilitasny harus lebih kecil dari 0,05 (alpha=5 persen). Dalam rangka melakukan seleksi untuk memperoleh variabel-variabel yang menjadi kandidat Leading Indicators, maka dilakukan ketiga tahap pengujian terhadap 111 variabel makroekonomi yang berhasil dikumpulkan, yakni uji korelasi silang dan granger causality. Dari tahap seleksi tersebut, pada akhirnya diperoleh enam variabel yang ditetapkan sebagai kandidat Leading Indicators. Adapun keenam variabel tersebut beserta hasil pengujiannya dapat disimak pada uraian berikut ini. 1. Suku Bunga LIBOR 6 Bulan Variabel suku bunga LIBOR 6 bulan merupakan salah satu variabel yang menjadi kandidat Leading Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua tahap pengujian statistik yang dilakukan, yakni uji cross correlation dan granger causality. Adapun hasil seleksi melalui kedua tahap pengujian tersebut dapat disimak pada uraian berikut ini. a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test) Uji korelasi silang secara statistik juga dilakukan terhadap variabel suku bunga LIBOR 6 bulan. Berdasarkan hasil uji korelasi silang, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Leading Indicators karena memiliki korelasi paling tinggi pada lag 8 terhadap reference variabel debt to GDP. Adapun hasil uji korelasi silang antara variabel reference series (debt to GDP) dengan variabel suku bunga LIBOR 6 bulan dapat dilihat pada output eviews di Lampiran 3.
85
Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi yang paling tinggi adalah sebesar 0.486 pada lag 8. Hal ini menunjukkan bahwa variabel suku bunga LIBOR 6 bulan bergerak mendahului variabel reference yakni rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Dengan demikian, berdasarkan hasil uji cross correlation yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel suku bunga LIBOR 6 bulan dapat dikategorikan sebagai kandidat Leading Indicator krisis utang di Indonesia. b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test) Uji secara statistik juga dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap variabel suku bunga LIBOR 6 bulan. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Leading Indicators karena menunjukkan adanya hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel suku bunga LIBOR 6 bulan mengakibatkan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Pengujian granger causality dilakukan dengan menggunakan beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun hasil uji granger causality tersebut dapat disimak pada Lampiran 6. Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan kausalitas satu arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu lebih kecil dari 0.05. Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati.
86
Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 3 dan 6, diperoleh hasil bahwa kedua variabel yang diuji tidak memiliki hubungan kausalitas baik searah maupun dua arah. Adapun pengujian yang dilakukan dengan spesifikasi lag 12 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas satu arah dimana variabel debt to GDP mengakibatkan variabel suku bunga LIBOR 6 bulan. Sementara itu, pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 1 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel suku bunga LIBOR 6 bulan mengakibatkan variabel debt to GDP sebagai reference series. Hasil ini menyatakan bahwa variabel suku bunga LIBOR 6 bulan merupakan kandidat Leading Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjaidnya krisis utang di Indonesia. Berdasarkan pada hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah dilakukan, maka dapat dinyatakan bahwa variabel suku bunga LIBOR 6 bulan sebagai kandidat Leading Indicators yang bergerak mendahului variabel debt to GDP. 2. Variabel Laju Inflasi Jepang (Kode : Var66) Variabel laju inflasi Jepang merupakan salah satu variabel yang menjadi kandidat Leading Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua tahap pengujian statistik yang dilakukan, yakni uji cross correlation dan granger causality. Adapun hasil seleksi melalui kedua tahap pengujian tersebut dapat disimak pada uraian berikut ini.
87
a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test) Uji korelasi silang secara statistik juga dilakukan terhadap variabellaju inflais Jepang. Berdasarkan hasil uji korelasi silang, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Leading Indicators karena memiliki korelasi paling tinggi pada lag 11 terhadap reference variabel debt to GDP. Adapun hasil uji korelasi silang antara variabel reference series (debt to GDP) dengan variabel laju inflasi Jepang dapat dilihat pada output e-views yang terdapat di Lampiran 3. Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi yang paling tinggi adalah sebesar 0.2207 pada lag 11. Hal ini menunjukkan bahwa variabel laju inflasi Indonesia bergerak mendahului variabel reference yakni rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Dengan demikian, berdasarkan hasil uji cross correlation yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel laju inflasi Jepang dapat dikategorikan sebagai kandidat Leading Indicator krisis utang di Indonesia. b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test) Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap variabel laju inflasi Jepang. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Leading Indicators karena menunjukkan
adanya
hubungan
kausalitas
satu
arah
signifikan
yang
mengindikasikan variabel laju inflasi Jepang mengakibatkan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to
88
GDP). Pengujian granger causality dilakukan dengan menggunakan beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun hasil uji granger causality tersebut dapat disimak pada output e-views di Lampiran 6. Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan kausalitas satu arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu lebih kecil dari 0.05. Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati. Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 3,6 dan 12, diperoleh hasil bahwa kedua variabel yang diuji tidak memiliki hubungan kausalitas baik searah maupun dua arah. Sementara itu, pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 1 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel laju inflasi Jepang mengakibatkan variabel debt to GDP sebagai reference series. Hasil ini menyatakan bahwa variabel laju inflasi Jepang merupakan kandidat Leading Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjaidnya krisis utang di Indonesia. Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah dilakukan, maka dapat dinyatakan bahwa variabel laju inflasi Jepang sebagai kandidat Leading Indicators yang bergerak mendahului variabel debt to GDP.
89
3. Variabel M2/Cadangan Devisa Variabel M2/Cadangan Devisa merupakan salah satu variabel yang menjadi kandidat Leading Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua tahap pengujian yang dilakukan, yakni uji cross correlation dan granger causality. Adapun hasil seleksi melalui kedua tahap pengujian tersebut dapat disimak pada uraian berikut ini. a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test) Uji korelasi silang secara statistik juga dilakukan terhadap variabel M2/Cadangan Devisa. Berdasarkan hasil uji korelasi silang, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Leading Indicators karena memiliki korelasi paling tinggi pada lag 12 terhadap reference variabel debt to GDP. Adapun hasil uji korelasi silang antara variabel reference series (debt to GDP) dengan variabel M2/Cadangan Devisa dapat dilihat pada output eviews di Lampiran 3. Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi yang paling tinggi adalah sebesar 0.2109 pada lag 12. Hal ini menunjukkan bahwa variabel M2/Cadangan Devisa bergerak mendahului variabel reference yakni rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Dengan demikian, berdasarkan hasil uji cross correlation yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel M2/Cadangan Devisa dapat dikategorikan sebagai kandidat Leading Indicator krisis utang di Indonesia. b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test)
90
Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap variabel M2/Cadangan Devisa. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Leading Indicators karena menunjukkan adanya hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel M2/Cadanan Devisa mengakibatkan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Pengujian granger causality dilakukan dengan menggunakan beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun hasil uji granger causality tersebut dapat disimak pada output e-views di Lampiran 6. Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan kausalitas satu arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu lebih kecil dari 0.05. Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati. Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 3 dan 6, diperoleh hasil bahwa kedua variabel yang diuji memiliki hubungan kausalitas dua arah. Adapun pengujian yang dilakukan dengan spesifikasi lag 12 menunjukkan adanya hubungan kausalitas satu arah dimana varaibel debt to GDP signifikan mengakibatkan variabel M2/Cadangan Devisa. Sementara itu, pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 1 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel M2/Cadangan Devisa mengakibatkan variabel debt to
91
GDP sebagai reference series. Hasil ini menyatakan bahwa variabel M2/Cadangan Devisa merupakan kandidat Leading Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjaidnya krisis utang di Indonesia. Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah dilakukan, maka dapat dinyatakan bahwa variabel M2/Cadangan Devisa sebagai kandidat Leading Indicators yang bergerak mendahului variabel debt to GDP. 4. Loan to GDP (Kode : Var105) Variabel Loan to GDP merupakan salah satu variabel yang menjadi kandidat Leading Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua tahap pengujian yang dilakukan, yakni uji cross correlation dan granger causality. Adapun hasil seleksi melalui kedua tahap pengujian tersebut dapat disimak pada uraian berikut ini. a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test) Uji korelasi silang secara statistik dilakukan terhadap variabel Loan to GDP. Berdasarkan hasil uji korelasi silang, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Leading Indicators karena memiliki korelasi paling tinggi pada lag 12 terhadap reference variabel debt to GDP. Adapun hasil uji korelasi silang antara variabel reference series (debt to GDP) dengan variabel Loan to GDP dapat dilihat pada output e-views di Lampiran 3. Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi yang paling tinggi adalah sebesar 0.5039 pada lag 12. Hal ini menunjukkan bahwa variabel Loan to GDP bergerak mendahului variabel reference yakni rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Dengan demikian,
92
berdasarkan hasil uji cross correlation yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel Loan to GDP dapat dikategorikan sebagai kandidat Leading Indicator krisis utang di Indonesia. b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test) Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap variabel Loan to GDP. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Leading Indicators karena menunjukkan adanya hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel Loan to GDP mengakibatkan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Pengujian granger causality dilakukan dengan menggunakan beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun hasil uji granger causality tersebut dapat disimak pada output e-views di Lampiran 6. Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan kausalitas satu arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu lebih kecil dari 0.05. Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati. Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 3, diperoleh hasil bahwa kedua variabel yang diuji tidak memiliki hubungan kausalitas baik searah maupun dua arah. Adapun pengujian yang dilakukan dengan spesifikasi lag 12 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas dua
93
arah di antara kedua variabel yang diuji. Sementara itu, pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 1 dan 6 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel Loan to GDP mengakibatkan variabel debt to GDP sebagai variabel reference. Hasil ini menyatakan bahwa variabel Loan to GDP merupakan kandidat Leading Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjaidnya krisis utang di Indonesia. Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah dilakukan, maka dapat dinyatakan bahwa variabel Loan to GDP sebagai kandidat Leading Indicators yang bergerak mendahului variabel debt to GDP. 5. Variabel LQ 45 (Kode : Var107) Variabel LQ 45 merupakan salah satu variabel yang menjadi kandidat Leading Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua tahap pengujian statistik yang dilakukan, uji cross correlation dan granger causality. Adapun hasil seleksi melalui kedua tahap pengujian tersebut dapat disimak pada uraian berikut ini. a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test) Uji korelasi silang secara statistik dilakukan terhadap variabel LQ 45. Adapun hasil uji korelasi silang antara variabel reference series (debt to GDP) dengan variabel LQ 45 dapat dilihat pada output e-views sebagaimana yang tercantum di Lampiran 3. Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi yang paling tinggi adalah sebesar -0.2920 pada lead 6. Tanda negatif yang muncul
94
ini mengindikasikan bahwa kedua variabel yang diuji saling berkorelasi negatif. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel LQ 45 bergerak mengikuti
variabel
reference yakni rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Dengan demikian, berdasarkan hasil uji cross correlation yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel LQ 45 tidak dapat dikategorikan sebagai kandidat Leading Indicator krisis utang di Indonesia. Namun, variabel ini dapat tetap dipertimbangkan sebagai kandidat Leading Indicator berdasarkan hasil yang diperoleh dari kedua uji lainnya. b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test) Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap variabel LQ 45. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Leading Indicators karena menunjukkan adanya hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel LQ 45 mengakibatkan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Pengujian granger causality dilakukan dengan menggunakan beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun hasil uji granger causality tersebut dapat disimak pada output e-views di Lampiran 6. Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan kausalitas satu arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu lebih kecil dari 0.05. Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan
95
penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati. Pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 1, 3, 6 dan 12 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel LQ 45 mengakibatkan variabel debt to GDP sebagai variabel
reference. Hasil ini menyatakan bahwa variabel LQ 45 merupakan
kandidat Leading Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia. Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah dilakukan, maka dapat dinyatakan bahwa variabel LQ 45 sebagai kandidat Leading Indicators yang bergerak mendahului variabel debt to GDP. 6. Nominal Effective Exchange Rate (Kode : Var111) Variabel Nominal Effective Exchange Rate merupakan salah satu variabel yang menjadi kandidat Leading Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua tahap pengujian yang dilakukan, yakni uji cross correlation dan granger causality. Adapun hasil seleksi melalui kedua tahap pengujian tersebut dapat disimak pada uraian berikut ini. a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test) Selain melakukan uji secara grafis dengan prosedur Bry Boschan, uji korelasi silang secara statistik juga dilakukan terhadap variabel Nominal Effective Exchange Rate. Berdasarkan hasil uji korelasi silang, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Leading Indicators karena memiliki korelasi paling tinggi pada lag 12 terhadap reference variabel debt to GDP.
96
Adapun hasil uji korelasi silang antara variabel reference series (debt to GDP) dengan variabel Nominal Effective Exchange Rate dapat dilihat pada output eviews di Lampiran 3. Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi yang paling tinggi adalah sebesar 0.2129 pada lag 12. Hal ini menunjukkan bahwa variabel Nominal Effective Exchange Rate bergerak mendahului variabel reference yakni rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Dengan demikian, berdasarkan hasil uji cross correlation yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel Nominal Effective Exchange Rate dapat dikategorikan sebagai kandidat Leading Indicator krisis utang di Indonesia. b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test) Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap variabel Nominal Effective Exchange Rate. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Leading Indicators karena menunjukkan adanya hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel Loan to GDP mengakibatkan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Pengujian granger causality dilakukan dengan menggunakan beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun hasil uji granger causality tersebut dapat disimak pada output e-views di Lampiran 6. Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan kausalitas satu arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu
97
lebih kecil dari 0.05. Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati. Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 3, 6, dan 12, diperoleh hasil bahwa kedua variabel yang diuji memiliki hubungan kausalitas dua arah. Adapun pengujian yang dilakukan dengan spesifikasi lag 1 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel Nominal Effective Exchange Rate mengakibatkan variabel debt to GDP sebagai variabel
reference. Hasil ini
menyatakan bahwa variabel Nominal Effective Exchange Rate merupakan kandidat Leading Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjaidnya krisis utang di Indonesia. Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah dilakukan, maka dapat dinyatakan bahwa variabel Nominal Effective Exchange Rate sebagai kandidat Leading Indicators yang bergerak mendahului variabel debt to GDP. Dari hasil seleksi yang dilakukan dengan menggunakan ketiga uji sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, maka pada akhirnya diperoleh enam variabel yang menjadi kandidat Coincident Indicators. Pada tahap selanjutnya, keenam variabel tersebut akan mengalami proses pembobotan dalam rangka pembentukan Leading Debt Index yang merupakan instrument terpenting dalam pembangunan early warning system karena pergerakannya yang mampu memprediksi kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia.
98
4.2.1.3 Identifikasi Variabel-variabel yang Menjadi Kandidat Lagging Indicators Lagging Indicators adalah variabel yang mengikuti (lag) pergerakan Coincident maupun Leading Indicators. Sama halnya dengan Leading dan Coincident Indicators, kandidat Lagging diperoleh dengan bantuan peralatan statistik berupa grafik, analisis korelasi silang (cross correlation), dan granger causality. Berdasarkan analisis korelasi silang, kandidat Lagging Indicators diperoleh dengan melihat korelasi paling tinggi pada lead yang cukup jauh. Kriteria coincident indicators berdasarkan uji granger causality yakni dengan melihat hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan bahwa variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to GDP), mengakibatkan variabel yang diuji. Tingkat signifikansi yang disepakati adalah nilai probabilitasnya harus lebih kecil dari 0,05 (alpha=5 persen). Dalam rangka melakukan seleksi untuk memperoleh variabel-variabel yang menjadi kandidat Lagging Indicators, maka dilakukan dua tahap pengujian statistic terhadap 111 variabel makroekonomi yang berhasil dikumpulkan, yakni uji korelasi silang dan granger causality. Dari tahap seleksi tersebut, pada akhirnya diperoleh empat variabel yang ditetapkan sebagai kandidat Lagging Indicators. Adapun keempat variabel tersebut beserta hasil pengujiannya dapat disimak pada uraian berikut ini.
99
1. Suku Bunga Pinjaman (Modal Kerja) Rupiah Yang Diberikan Bank Persero (Kode : Var 34) Variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) yang diberikan Bank Persero merupakan salah satu variabel yang menjadi kandidat Lagging Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua tahap pengujian statistik yang dilakukan, yaitu uji cross correlation dan granger causality. Adapun hasil seleksi melalui kedua tahap pengujian tersebut dapat disimak pada uraian berikut ini. a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test) Uji korelasi silang secara statistik dilakukan terhadap variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) yang diberikan Bank Persero. Adapun hasil uji korelasi silang antara variabel reference series (debt to GDP) dengan variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) yang diberikan Bank Persero dapat dilihat pada output e-views di Lampiran 4. Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi yang paling tinggi adalah sebesar 0.8297 pada lead 2. Hal ini menunjukkan bahwa variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) yang diberikan Bank Persero bergerak mengikuti variabel reference yakni rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Dengan demikian, berdasarkan hasil uji cross correlation yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) yang diberikan Bank Persero dapat dikategorikan sebagai kandidat Lagging Indicator krisis utang di Indonesia.
100
b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test) Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) yang diberikan Bank Persero. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Lagging Indicators karena menunjukkan adanya hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to GDP), mengakibatkan variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) yang diberikan Bank Persero. Pengujian granger causality dilakukan dengan menggunakan beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun hasil uji granger causality tersebut dapat disimak pada output e-views sebagaimana yang tercantum dalam Lampiran 7. Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan kausalitas satu arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu lebih kecil dari 0.05. Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati. Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 1, diperoleh hasil bahwa kedua variabel yang diuji memiliki hubungan kausalitas dua arah. Adapun pengujian yang dilakukan dengan spesifikasi lag 3, 6, dan 12 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel debt to GDP sebagai variabel
reference
101
mengakibatkan variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) yang diberikan Bank Persero. Hasil ini menyatakan bahwa variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) yang diberikan Bank Persero merupakan kandidat Lagging Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjaidnya krisis utang di Indonesia. Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah dilakukan, maka dapat dinyatakan bahwa variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) yang diberikan Bank Persero sebagai kandidat Lagging Indicators yang bergerak mengikuti variabel debt to GDP 2.
Variabel Suku Bunga Simpanan Rupiah Berjangka 24 Bulan di Bank Umum (Kode : Var 64) Variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 24 bulan di Bank Umum
merupakan salah satu variabel yang menjadi kandidat Lagging Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua tahap pengujian statistic yang dilakukan, yakni uji cross correlation dan granger causality. Adapun hasil seleksi melalui kedua tahap pengujian tersebut dapat disimak pada uraian berikut ini. a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test) Selain melakukan uji secara grafis dengan prosedur Bry Boschan, uji korelasi silang secara statistik juga dilakukan terhadap variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 24 bulan di Bank Umum. Adapun hasil uji korelasi silang antara variabel reference series (debt to GDP) dengan variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 24 bulan di Bank Umum dapat dilihat pada output e-views di Lampiran 4.
102
Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi yang paling tinggi adalah sebesar 0.6063 pada lead 4. Hal ini menunjukkan bahwa variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 24 bulan di Bank Umum bergerak mengikuti variabel reference yakni rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Dengan demikian, berdasarkan hasil uji cross correlation yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 24 bulan di Bank Umum dapat dikategorikan sebagai kandidat Lagging Indicator krisis utang di Indonesia. b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test) Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 24 bulan di Bank Umum. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Lagging Indicators karena menunjukkan adanya hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to GDP), mengakibatkan variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 24 bulan di Bank Umum. Pengujian granger causality dilakukan dengan menggunakan beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun hasil uji granger causality tersebut dapat disimak pada output e-views di Lampiran 7. Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan kausalitas satu arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu lebih kecil dari 0.05. Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan
103
penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati. Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 6 dan 12, diperoleh hasil bahwa kedua variabel yang diuji tidak memiliki hubungan kausalitas. Adapun pengujian yang dilakukan dengan spesifikasi lag 1 dan 3 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel debt to GDP sebagai variabel reference mengakibatkan variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 24 bulan di Bank Umum. Hasil ini menyatakan bahwa variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 24 bulan di Bank Umum merupakan kandidat Lagging Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjaidnya krisis utang di Indonesia. Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah dilakukan, maka dapat dinyatakan bahwa variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 24 bulan di Bank Umum sebagai kandidat Lagging Indicators yang bergerak mengikuti variabel debt to GDP. 3. Imports Merchandise Constant (US$, millions) (Kode : Var97) Variabel import merchandise constant merupakan salah satu variabel yang menjadi kandidat Lagging Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua tahap pengujian statistic yang dilakukan, yakni uji cross correlation dan granger causality. Adapun hasil seleksi melalui kedua tahap pengujian tersebut dapat disimak pada uraian berikut ini.
104
a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test) Selain melakukan uji secara grafis dengan prosedur Bry Boschan, uji korelasi silang secara statistik juga dilakukan terhadap variabel import merchandise constant. Adapun hasil uji korelasi silang antara variabel reference series (debt to GDP) dengan variabel import merchandise constant dapat dilihat pada output eviews di Lampiran 4. Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi yang paling tinggi adalah sebesar -0.6870 pada lead 6. Tanda negatif yang muncul ini mengindikasikan bahwa kedua variabel yan diuji berkorelasi negatif. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel import merchandise constant bergerak mengikuti variabel reference yakni rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Dengan demikian, berdasarkan hasil uji cross correlation yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel import merchandise constant dapat dikategorikan sebagai kandidat Lagging Indicator krisis utang di Indonesia. b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test) Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap variabel import merchandise constant. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Lagging Indicators karena menunjukkan adanya hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to GDP), mengakibatkan variabel import merchandise
constant.
Pengujian
granger
causality
dilakukan
dengan
105
menggunakan beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun hasil uji granger causality tersebut dapat disimak pada output e-views di Lampiran 7. Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 3, 6 dan 12, diperoleh hasil bahwa kedua variabel yang diuji tidak memiliki hubungan kausalitas. Adapun pengujian yang dilakukan dengan spesifikasi lag 1 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas dua arah. Hasil dari uji granger causality ini menyatakan bahwa variabel import merchandise constant bukan merupakan kandidat Lagging Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia. Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah dilakukan, maka dapat dinyatakan bahwa variabel import merchandise constant sebagai kandidat Lagging Indicators yang bergerak mengikuti variabel debt to GDP. 4. Local Equity Market Index (US$) Variabel Local Equity Market Index merupakan salah satu variabel yang menjadi kandidat Lagging Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua tahap pengujian statistik yang dilakukan, yakni uji cross correlation dan granger causality. Adapun hasil seleksi melalui kedua tahap pengujian tersebut dapat disimak pada uraian berikut ini. a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test) Selain melakukan uji secara grafis dengan prosedur Bry Boschan, uji korelasi silang secara statistik juga dilakukan terhadap variabel Local Equity Market Index. Adapun hasil uji korelasi silang antara variabel reference series (debt to
106
GDP) dengan variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) yang diberikan Bank Persero dapat dilihat pada output e-views di Lampiran 4. Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi yang paling tinggi adalah sebesar -0.6950 pada lead 6. Tanda negatif ini menunjukkan bahwa kedua variabel yang diuji berkorelasi negatif. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel Local Equity Market Index bergerak mengikuti variabel reference yakni rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Dengan demikian, berdasarkan hasil uji cross correlation yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel Local Equity Market Index dapat dikategorikan sebagai kandidat Lagging Indicator krisis utang di Indonesia. b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test) Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap Local Equity Market Index. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Lagging Indicators karena menunjukkan
adanya
hubungan
kausalitas
satu
arah
signifikan
yang
mengindikasikan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to GDP), mengakibatkan variabel Local Equity
Market
Index.
Pengujian
granger
causality
dilakukan
dengan
menggunakan beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun hasil uji granger causality tersebut dapat disimak pada output e-views di Lampiran 7. Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan kausalitas satu arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu
107
lebih kecil dari 0.05. Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati. Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 1 dan 6, diperoleh hasil bahwa kedua variabel yang diuji memiliki hubungan kausalitas dua arah. Adapun pengujian yang dilakukan dengan spesifikasi 3 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel debt to GDP sebagai variabel reference mengakibatkan variabel Local Equity Market Index. Hasil ini menyatakan bahwa variabel Local Equity Market Index merupakan kandidat Lagging Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjaidnya krisis utang di Indonesia. Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah dilakukan, maka dapat dinyatakan bahwa variabel Local Equity Market Index sebagai kandidat Lagging Indicators yang bergerak mengikuti variabel debt to GDP. Dari tahap seleksi yang dilakukan dengan menggunakan uji secara grafis maupun statisik, maka diperoleh empat variabel kandidat Lagging Indicator, yaitu variabel suku bunga pinjaman rupiah untuk modal kerja yang diberikan Bank Persero, suku bunga simpanan rupiah berjangkan 24 bulan di Bank Umum, import merchandise constant dan Local Equity Market. Pada tahap selanjutnya, keempat variabel tersebut akan melalui proses pembobotan dalam rangka pembentukan Lagging Debt Index.
108
4.2.2 Penyusunan Composite Coincident, Leading dan Lagging Debt Index Dari langkah sebelumnya, telah diperoleh enam variabel yang menjadi kandidat Leading Indicator dan enam variabel yang menjadi kandidat Coincident Indicator. Selanjutnya, akan disusun suatu composite index yang merupakan penggabungan dari variabel-variabel kandidat tersebut. Proses penggabungan (compose) variabel-variabel kandidat untuk mendapatkan Coincident Debt Index (CI) dan Leading Debt Index (LI) terbaik dilakukan dengan cara trial-error. Indikator
baiknya
Coincident
Debt
Index
didasarkan
pada
persamaan
pergerakannya dengan Reference Series, sementara untuk LI didasarkan pada kemampuannya untuk memprediksi CI dan Reference Series. Sebelum melalui proses perhitungan dalam rangka memperoleh Coincident Debt Index, keenam variabel yang terseleksi sebagai kandidat Coincident Indicators perlu mengalami proses penyesuaian dari faktor musiman (seasonal adjustmen). Hal ini dilakukan agar variabel tersebut merepresentasikan nilai yang tidak dipengaruhi oleh kondisi musiman seperti Tahun Baru China ataupun Hari Raya Idul Fitri. Dengan demikian, pergerakan variabel-variabel tersebut tidak akan menimbulkan missleading dalam mendeskribsikan kondisi beban utang luar negeri Indonesia. Adapun hasil seasonal adjustment yang dilakukan terhadap keenam variabel yang telah terseleksi sebagai kandidat Coincident Indicators dapat disimak pada Lampiran 8. 4.2.2.1 Penyusunan Coincident Debt Index (CDI) Beberapa tahapan yang perlu dilakukan untuk menyusun CDI tersebut adalah sebagai berikut :
109
1. Perhitungan Month-on-Month (MoM) Symmetric Percent Change 2. Adjustment MoM 3. Penjumlahan Adjustment MoM (it) 4. Adjustment it 5. Perhitungan Prelimanary Leading (perhitungan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 9) Composite CDI terbaik diperoleh secara trial-error dengan mengombinasikan berbagai kemungkinan variabel kandidat coincident indicator sampai terbentuk grafik CI terbaik. Setelah melalui proses trial-error, maka diperoleh kombinasi CDI terbaik berikut ukuran bobotnya sebagaimana terlihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Kombinasi Terbaik Penyusun Coincident Debt Index Beserta Bobotnya Kode Nama Variabel Bobot Var38 Var62 Var103 Var102
Suku Bunga Pinjaman Rupiah (Modal Kerja) Yang 9,65% Diberikan Bank Asing dan Campuran Suku Bunga Simpanan Rupiah Berjangka 6 Bulan di Bank 23,78% Umum 7,76% SBI 1 Bulan Interest rate spread (lending rate minus deposit rate) 58,81% Total
100,00%
Kombinasi penyusunan CDI sebagaimana yang terlihat di Tabel 4.2 merupakan kombinasi yang terbaik. Hal ini didasarkan pada penilaian secara visual melalui grafik yang memperlihatkan bahwa grafik CDI tersebut bergerak seiring variabel reference yaitu debt to GDP sebagaimana yang terlihat pada Gambar 4.3.
110
Coincident Debt Index
Persentase Debt To GDP
Debt to GDP CDI
Gambar 4.3 Pergerakan Coincident Debt Index (CDI) Seiring Dengan Variabel Debt to GDP
Gambar 4.3 menunjukkan grafik CDI yang memiliki beberapa titik lembah dan puncak. Pergerakan grafik CDI tersebut merefleksikan kondisi beban utang luar negeri yang dihadapi oleh Indonesi selama periode waktu pengamatan dimana pergerakannya seiring dengan variabel reference debt to GDP Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa variabel interest rate spread (selisih suku bunga pinjaman dengan suku bunga simpanan) memberikan kontribusi sebesar 58,81 persen terhadap penyusunan Coincident Debt Index. Hasil ini menunjukkan bahwa grafik interest rate spread memiliki pola kemiripan yang besar terhadap grafik CDI yang terbentuk. Hasil ini mengindikasikan pergerakan grafik variabel interest rate spread dapat merefleksikan kondisi beban utang luar negeri yang ditanggung oleh Indonesia. 4.2.2.2 Penyusunan Leading Debt Index (LDI) Dari hasil seleksi yang dilakukan terhadap 111 variabel makroekonomi, diperoleh hasil bahwa terdapat enam variabel yang dapat dijadikan sebagai
111
kandidat Leading Indicator. Keenam variabel tersebut selanjutnya mengalami seasonal adjustment dengan X-12 ARIMA untuk menghilangkan faktor musiman yang ada. Adapun hasil dari X-12 ARIMA tersebut dapat dilihat pada Lampiran 10. Selanjutnya, dilakukan penyusunan composite Leading Debt Index melalui proses penggabungan dengan beberapa tahapan tertentu. Adapun beberapa tahapan yang perlu dilakukan untuk menyusun LDI tersebut adalah sebagai berikut : 1. Perhitungan Month-on-Month (MoM) Symmetric Percent Change 2. Adjustment MoM 3. Penjumlahan Adjustment MoM (it) 4. Adjustment it 5. Perhitungan Prelimanary Leading (Perhitungan Leading Debt Index secara lengkap dapat disimak pada Lampiran 11) Composite LDI terbaik diperoleh secara trial-error dengan mengombinasikan berbagai kemungkinan variabel kandidat leading indicator sampai terbentuk grafik LDI terbaik. Setelah melalui proses trial-error, maka diperoleh kombinasi LDI terbaik berikut ukuran bobotnya sebagaimana terlihat pada Tabel 4.3.
112
Tabel 4.3 Kombinasi Terbaik Penyusun Leading Debt Index Beserta Bobotnya Kode Nama Variabel Bobot Var07
LIBOR 6 bulan
54%
Var66
Laju Inflasi Jepang
42%
Var96
M2/Cadangan Devisa
2%
Var111
Nominal Effective Exchange Rate
2%
Total
100%
Kombinasi penyusunan Leading Debt Index sebagaimana yang terlihat pada Tabel 4.3 merupakan kombinasi yang terbaik. Hal ini didasarkan pada penilaian secara visual melalui grafik yang memperlihatkan bahwa grafik Leading Debt Index tersebut bergerak lebih awal mendahului Coincident Debt Index sebagaimana yang terlihat pada Gambar 4.4.
Leading Debt Index
Coincident Debt Index
CDI LDI
Gambar 4.4 Pergerakan Leading Debt Index (LDI) Mendahului Coincident Debt Index (CDI)
113
Gambar 4.4 menunjukkan bahwa grafik LDI memiliki 3 titik lembah dan 3 titik puncak yang mendahului titik-titik lembah maupun puncak yang dimiliki grafik CDI. Penentuan titik puncak dan lembah dilakukan terhadap LDI maupun CDI berdasarkan metode Bry Boschan Procedure. Pergerakan grafik LDI yang mendahului CDI mengindikasikan bahwa LDI memiliki kemampuan dalam memprediksi kemungkinan terjadinya krisis utang yang dihadapi Indonesia di periode waktu mendatang. Berdasarkan penentuan titik peak dan trough yang dilakukan baik terhadap CDI maupun LDI, maka selang waktu pergerakan LDI mendahului CDI dapat dihitung secara akurat, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Perhitungan Selang Waktu Perbedaan Pergerakan LDI Mendahului CDI Nama Variabel Trough Peak Trough Peak Trough Peak Leading Apr-93 Jan-95 Feb-96 Jun-97 Jun-98 Mar-00 Debt Index Coindicent Apr-94 Jul-95 Aug-96 Sep-98 Aug-99 Apr-01 Debt Index Selang 12 bulan 6 bulan 6 bulan 15 bulan 14 bulan 13 bulan Waktu Berdasarkan perhitungan peak dan trough grafik CDI dan LDI, maka diperoleh hasil bahwa grafik LDI bergerak mengikuti CDI dengan selang waktu rata-rata 11 bulan. Dengan demikian, melalui pengamatan terhadap pergerakan grafik LDI ini, maka kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia dapat diprediksi pada kurun waktu 11 bulan sebelumnya. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bukti empiris bahwa beban utang Indonesia sangatlah dipengaruhi oleh besarnya suku bunga LIBOR 6 bulan dan laju inflasi negara Jepang. Hasil ini menunjukkan bahwa grafik dari kedua
114
variabel tersebut memiliki pola kemiripan yang besar terhadap grafik LDI yang terbentuk. Hal ini mengindikasikan pergerakan grafik dari kedua variabel tersebut memiliki kemampuan dalam memprediksi kemungkinan terjadinya perubahan kondisi beban utang luar negeri yang ditanggung oleh Indonesia pada periode waktu mendatang. 4.2.2.3 Penyusunan Lagging Debt Index Dari hasil seleksi yang dilakukan terhadap 111 variabel makroekonomi, diperoleh hasil bahwa terdapat empat variabel yang dapat dijadikan sebagai kandidat Lagging Indicators. Kempat variabel tersebut selanjutnya mengalami seasonal adjustment dengan X-12 ARIMA untuk menghilangkan faktor musiman yang ada. Adapun hasil dari X-12 ARIMA tersebut dapat dilihat pada Lampiran 12. Selanjutnya, dilakukan penyusunan composite Lagging Debt Index melalui proses penggabungan dengan beberapa tahapan tertentu. Adapun beberapa tahapan yang perlu dilakukan untuk menyusun Lagging Debt Index tersebut adalah sebagai berikut : 1. Perhitungan Month-on-Month (MoM) Symmetric Percent Change 2. Adjustment MoM 3. Penjumlahan Adjustment MoM (it) 4. Adjustment it 5. Perhitungan Prelimanary Leading (Perhitungan Lagging Debt Index secara lengkap dapat disimak pada Lampiran 13).
115
Composite Lagging Debt Index terbaik diperoleh secara trial-error dengan mengombinasikan berbagai kemungkinan variabel kandidat lagging indicator sampai terbentuk grafik Lagging Debt Index terbaik. Setelah melalui proses trialerror, maka diperoleh kombinasi Lagging Debt Index terbaik berikut ukuran bobotnya sebagaimana terlihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Kombinasi Terbaik Penyusun Lagging Debt Index Beserta Bobotnya Kode Nama Variabel Bobot Var34 Var64 Var97 Var81
Suku Bunga Pinjaman Rupiah (Modal Kerja) Rupiah Yang Diberikan Bank Persero Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) Di Bank Umum24 Bulan Imports Merchandise, constant US$, millions Local equity market index valued in US$ terms Total
42% 50% 4% 3% 100%
Kombinasi penyusunan Lagging Debt Index sebagaimana yang terlihat pada Tabel 4.5 merupakan kombinasi yang terbaik. Hal ini didasarkan pada penilaian secara visual melalui grafik yang memperlihatkan bahwa grafik Lagging Debt Index tersebut bergerak mengikuti Coincident Debt Index sebagaimana yang terlihat pada Gambar 4.5.
116
Lagging Debt Index
Coincident Debt Index
Coincident Debt Index Lagging Debt Index
Gambar 4.5 Pergerakan Lagging Debt Index Mengikuti Coincident Debt Index
Gambar 4.5 terlihat bahwa grafik Lagging Debt Index memiliki 3 titik lembah dan 3 titik puncak yang mengikuti titik-titik lembah maupun puncak yang dimiliki grafik Coincident Debt Index. Penentuan titik puncak dan lembah dilakukan terhadap Lagging Debt Index berdasarkan metode Bry Boschan Procedure Pergerakan grafik Lagging Debt Index yang mengikuti Coincident Debt Index mengindikasikan bahwa Lagging Debt Index memiliki kemampuan dalam memprediksi kemungkinan terjadinya penyebaran dampak secara meluas akibat kondis krisis utang yang dihadapi Indonesia terhadap variabel-variabel makroekonomi lainnya secara keseluruhan. Berdasarkan penentuan titik peak dan trough yang dilakukan baik terhadap Coincident Debt Index maupun Lagging Debt Index, maka selang waktu pergerakan Lagging Debt Index mengikuti Coincident Debt Index dapat dihitung secara akurat, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.6.
117
Tabel 4.6 Perhitungan Selang Waktu Perbedaan Pergerakan Lagging Debt Index Mengikuti Coincident Debt Index Nama Variabel Coindicent Index Lagging Index Selang Waktu
Trough
Peak
Trough
Peak
Trough
Peak
Apr-94
Jul-95
Aug-96
Sep-98
Aug-99
Apr-01
Nov-94
May-96
Jan-98
May-99
Apr-01
Jun-02
7 bulan
10 bulan
17 bulan
8 bulan
20 bulan
14 bulan
Berdasarkan perhitungan peak dan trough grafik Coincident Debt Index dan Lagging Debt Index, maka diperoleh hasil bahwa grafik Lagging Debt Index bergerak mengikuti Coincident Debt Index dengan selang waktu rata-rata 13 bulan. Dengan demikian, melalui pengamatan terhadap pergerakan grafik LDI ini, maka
dampak
penyebaran
(contagion
effect)
terhadap
variabel-variabel
makeroekonomi lain akibat terjadinya krisis utang di Indonesia dapat dicegah pada kurun waktu 13 bulan sebelumnya. Berdasarkan perhitungan, diperoleh hasil bahwa variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 24 bulan di Bank Umum dan suku bunga pinjamanmodal kerja (rupiah) yang diberikan Bank Persero memberikan kontribusi yang besar terhadap pembentukan Lagging Debt Index. Hal ini menunjukkan bahwa pola grafik kedua variabel tersebut memiliki kemiripan yang besar terhadap pergerakan grafik Lagging Debt Index. Dengan demikian, pergerakan kedua variabel itu dapat merefleksikan periode waktu kemungkinan terjadinya contagion effect akibat terjadinya krisis utang di Indonesia.
118
4.3
Pembahasan Hasil Penyusunan Early Warning System
4.3.1 Analisis Hasil Early Warning System Secara Empiris Penyusunan hasil early warning sytem menghasilkan tiga instrumen penting, yakni Coincident, Leading, dan Lagging Debt Index. Adapun instrumen yang digunakan untuk mendeskripsikan kondisi beban utang luar negeri Indonesia adalah Coincident Debt Index. Sebagaimana yang terlihat pada gambar 4.58, salah satu titik puncak Coincident Debt Index tercapai pada periode bulan September 1998. Kondisi ini terjadi tidak terlepas dari pengaruh krisis nilai tukar yang melanda negara-negara di Asia secara luas, termasuk
Indonesia. Hal ini
Coincident Debt Index
Kurs Rupiah Terhadap Dollar Coincident Debt Index
Gambar 4.6 Perbandingan Pergerakan Grafik Coincident Debt Index dengan Kurs Rupiah Terhadap Dollar
Gambar 4.6 bahwa rupiah mengalami depresiasi yang begitu hebat sejak periode bulan Juni 1998. Kepercayaan terhadap mata uang rupiah semakin menurun, sehingga terjadi capital outflow secara besar-besaran pada periode waktu tersebut.
Kurs Rupiah Terhadap Dollar
sebagaimana digambarkan pada Gambar 4.6.
119
Hal ini berdampak pada beban utang luar negeri Indonesia semakin besar yang digambarkan dari titik puncak grafik Coincident Debt Index pada periode bulan September 1998. Kondisi ini semakin parah sehingga menyebabkan kurangnya likuiditas dalam perekonomian dan berakibat pada kenaikan suku bunga dalam negeri secara signifikan. Terjadinya capital outflow dalam jumlah besar pada akhirnya berdampak pada kurangnya likuiditas dalam perekonomian secara signifikan. Kondisi ini menyebabkan pemerintah mengambil kebijakan untuk menaikkan suku bunga SBI 3 bulan sehingga berdampak pada suku bunga simpanan dalam negeri yang juga mengalami kenaikan. Kebijakan ini dilakukan oleh pemerintah dengan tujuan untuk menarik minat investor luar negeri agar tetap menginvestasikan dana mereka di Indonesia sehingga likuiditas dalam negeri akan terjaga dan nilai rupiah tidak akan mengalami depresiasi lebih buruk lagi. Hal ini penting bagi pemerintah agar solvabilitas Indonesia tetap dalam kondisi baik sehingga mampu membayar cicilan pokok dan bunga utang luar negeri pada periode tersebut. Kebijakan pemerintah yang memutuskan untuk menaikkan suku bunga dalam negeri juga memiliki tujuan lainnya yakni untuk meredam tingginya lonjakan inflasi yang terjadi pada periode krisis tersebut. Meskipun demikian, kebijakan yang dilakukan pemerintah tersebut pada akhirnya kurang efektif dan tidak berhasil menahan capital flight yang terjadi sehingga hanya menambah beban biaya yang harus ditanggung oleh pemerintah. Kebijakan pemerintah yang menaikkan suku bunga SBI 3 bulan berdampak pada tingginya suku bunga simpanan dalam negeri melebihi suku bunga
120
pinjamannya. Hal ini menyebabkan interest rate spread Indonesia menunjukkan nilai negatif dan mencapai titik trough pada periode November 1998 dimana periode tersebut bertepatan dengan tercapainya titik peak variabel reference debt to GDP yang menandakan terjadinya masalah solvabilitas Indonesia. Dengan demikian, karena variabel interest rate spread, suku bunga simpanan, suku bunga pinjaman, dan suku bunga SBI 3 bulan merupakan komponen penyusun Coincident Debt Index dengan bobot yang cukup besar, maka peningkatan variabel-variabel tersebut menyebabkan nilai Coincident Debt Index mencapai puncaknya pada periode bulan September 1998. Titik puncak Coincident Debt Index pada bulan September 1998 selain dipengaruhi oleh krisis nilai tukar yang melanda Asia, juga disebabkan karena pada periode tersebut hampir sebagian besar utang luar negeri Indonesia mencapai jatuh tempo secara bersamaan. Kondisi ini semakin menambah beban utang luar negeri Indonesia
yang semakin diperparah dengan kesulitan likuiditas
perekonomian dalam negeri akibat capital flight yang terjadi secara besar-besaran. Selain Coincident Debt Index, penyusunan early warning system ini juga menghasilkan instrumen Leading Debt Index. Indeks ini merupakan instrumen yang penting karena pergerakannya mampu memprediksi kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia secara akurat. Berdasarkan gambar 4.59, diketahui bahwa Leading Debt Index ini memiliki beberapa titik puncak dan lembah. Salah satu titik puncaknya terjadi pada periode bulan Juni 1997. Pergerakan Leading Debt Index yang mencapai titik puncaknya pada periode tersebut telah memberikan sinyal yang kuat bahwa akan terjadi krisis
121
utang di pada selang waktu 15 bulan kemudian (ditandai dengan Coincident Debt Index yang mencapai titik puncak). Tercapainya titik puncak Leading Debt Index pada periode bulan Juni 1997 banyak dipengaruhi oleh dinamika pergerakan variabel suku bunga LIBOR 6 Bulan dan laju inflasi Jepang. Hal ini disebabkan karena kedua variabel tersebut merupakan komponen penyusun Leading Debt Index dengan bobot yang cukup besar. Variabel suku bunga LIBOR 6 Bulan memiliki beberapa titik puncak dan lembah. Salah satu titik puncak variabel ini tercapai pada periode bulan April 1997. Titik puncak yang terjadi pada periode tersebut menjadi sinyal kuat terjadinya beban utang luar negeri Indonesia yang semakin besar pada selang waktu 19 bulan kemudian. Suku bunga LIBOR 6 Bulan yang mencapai titik puncak di bulan April 1997 mengindikasikan terjadinya penurunan likuiditas sumber pendanaan di pasar uang internasional pada periode waktu tersebut. Oleh karena suku bunga LIBOR banyak digunakan sebagai acuan dalam penentuan suku bunga utang luar negeri, maka peningkatan suku bunga LIBOR akan berdampak pada semakin besarnya devisa yang harus dialokasikan untuk melakukan pembayaran bunga utang. Pergerakan suku bunga LIBOR memberikan pengaruh yang besar terhadap kondisi beban utang luar negeri yang harus ditanggung oleh Indonesia. Hal ini disebabkan karena cukup besar jumlah utang luar negeri Indonesia yang pembayaran bunganya ditetapkan berdasarkan floating interest rate. Semakin tinggi suku bunga LIBOR, maka semakin besar pula beban pembayaran utang luar
122
negeri Indonesia, demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu, peningkatan suku bunga LIBOR 6 bulan yang mencapai titik puncaknya pada periode April 1997 berdampak pada semakin besarnya beban utang luar negeri Indonesia pada kurun waktu 19 bulan kemudian, tepatnya bulan November 1998. Selain variabel suku bunga LIBOR 6 Bulan, pergerakan Leading Debt Index yang mencapai titik puncak di periode Juni 1997 juga dipengaruhi oleh variabel laju inflasi Jepang. Variabel ini mencapai titik puncaknya pada periode bulan Agustus 1997 akibat krisis nilai tukar yang melanda Asia, termasuk Jepang. Pada periode tersebut, mata uang yen juga mengalami depresiasi yang hebat sehingga berdampak pada kemunduran perekonomian di negara tersebut. Hal ini ditandai dengan inflasi yang terus mengalami peningkatan. Dengan demikian, pergerakan laju inflasi Jepang telah memberikan sinyal yang kuat dalam memprediksi kondisi beban utang luar negeri yang harus ditanggung Indonesia. 4.3.2 Operasionalisasi dan Pengelolaan Early Warning System Krisis Utang di Indonesia Dengan menggunakan instrumen Leading Debt Index yang dihasilkan dari penyusunan early warning system ini, maka kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia dapat diprediksi pada periode 11 bulan sebelumnya. Prediksi tersebut dapat dilakukan dengan mengobservasi pergerakan Leading Debt Index yang dihasilkan. Adapun skematik operasionalisasi early warning system krisis utang di Indonesia dapat dijelaskan pada Gambar 4.7.
123
Gambar 4.7 Skematik Penggunaan Instrumen Leading Debt Index Dalam Operasionalisasi Early Warning System Krisis Utang Pada Gambar 4.7, dimisalkan bahwa krisis utang di Indonesia akan terjadi pada periode waktu t yang ditunjukkan dengan tercapainya titik puncak pada grafik CDI. Terjadinya krisis utang di periode t tersebut telah dapat diprediksi 11 bulan sebelumnya. Ketika grafik LDI menunjukkan tanda-tanda pergerakan yang mengalami peningkatan, maka saat itu sinyal peringatan kemungkinan terjadinya krisis utang perlu diwaspadai. Sebelum LDI ini mencapai titik puncaknya pada periode 11 bulan sebelum terjadinya krisis utang, maka kebijakan yang bersifat preventif dan antisipatif harus segera diimplementasikan untuk mengendalikan beban utang luar negeri Indonesia. Hal ini perlu dilakukan secara cermat dan akurat untuk menghindari kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia. Selain dengan instrumen LDI, operasionalisasi early warning system krisis utang di Indonesia juga dilakukan dengan menggunakan instrumen Lagging Debt Index. Dengan menggunakan instrumen Lagging Debt Index yang dihasilkan dari penyusunan early warning system ini, maka kemungkinan terjadinya contagion effect akibat krisis utang di Indonesia dapat dicegah pada periode 13 bulan setelah
124
terjadinya krisis utang. Prediksi tersebut dapat dilakukan dengan mengobservasi pergerakan
Lagging
Debt
Index
yang
dihasilkan.
Adapun
skematik
operasionalisasi early warning system krisis utang di Indonesia dapat dijelaskan pada Gambar 4.8.
Gambar 4.8 Skematik Penggunaan Instrumen Lagging Debt Index Dalam Operasionalisasi Early Warning System Krisis Utang
Pada Gambar 4.8, dimisalkan bahwa krisis utang di Indonesia akan terjadi pada periode waktu t yang ditunjukkan dengan tercapainya titik puncak pada grafik CDI. Dampak dari terjadinya krisis utang di periode t tersebut akan menyebar secara luas ke variabel-variabel makroekonomi lainnya dalam kurun waktu 13 bulan. Hal ini direfleksikan dengan tercapainya titik puncak grafik Lagging Debt Index pada periode 13 bulan setelah terjadinya krisis. Oleh karena itu, selama periode 13 bulan setelah terjadinya krisis, perlu dilakukan sejumlah kebijakan tertentu yang diimplementasikan dalam rangka mencegah penyebaran contagion effect secara meluas akibat terjadinya krisis utang.
125
Model early warning system yang terbentuk dalam penelitian ini sudah cukup baik untuk digunakan dalam memprediksi kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia pada kurun waktu 5 tahun ke depan. Hal ini dikarenakan model early warning system dengan instrument utama Leading Debt Index ini disusun oleh leading indicators yang memiliki rentang waktu yang cukup panjang, yakni dari periode bulan Januari 1990 hingga Desember 2011. Dengan demikian, siklus bisnisnya tidak akan banyak mengalami perubahan secara signifikan karena durasi suatu siklus bisnis bisa berlangsung lebih dari sepuluh sampai dua belas tahun. Meskipun model early warning system yang terbentuk dalam penelitian ini sudah cukup baik, namun proses kaliberasi tetap perlu dilakukan secara berkala tiap lima tahun sekali. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya perubahan komponen penyusun Coincident, Leading, maupun Lagging Debt Index akibat perubahan struktur perekonomian Indonesia. Misalnya saja, ketika model early warning system debt crises dibuat pada saat ini, variabel laju inflasi Jepang merupakan kandidat leading indicator yang pergerakannya memberikan sinyal kuat terhadap kondisi beban utang luar negeri Indonesia. Namun, tidak menutup kemungkinan pada kurun waktu 5 tahun mendatang, pergerakan variabel ini tidak lagi mampu memprediksi kondisi beban utang luar negeri Indonesia. Oleh karena itu, proses kaliberasi sangat penting untuk dilakukan agar sinyal yang dihasilkan dari model early warning system ini selalu akurat dalam memprediksi kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia.
126
4.3.3 Implikasi Kebijakan Pengelolaan Utang Luar Negeri Indonesia Melalui operasionalisasi early warning system dengan menggunakan instrument Leading Debt Index, maka periode kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia dapat diprediksi 11 bulan sebelumnya. Dengan demikian, pemerintah beserta instansi terkait lainnya memiliki waktu selama 11 bulan untuk mengimplementasikan suatu paket kebijakan khusus dengan tujuan menghindari terjadinya krisis utang di Indonesia. Dalam upaya penyelematan untuk menghindari kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia, maka pemerintah perlu menerapkan suatu paket kebijakan yang efektif, cepat dan tepat. Hal ini disebabkan karena pemerintah hanya memiliki waktu 11 bulan sebelum terjadinya krisis utang di Indonesia. Dengan demikian, diperlukan implementasi sejumlah kebijakan yang tidak mengandung time lag maupun decision lag. Sejumlah kebijakan dapat diimplementasikan oleh pemerintah pada kurun waktu 11 bulan sebelum terjadinya krisis utang. Salah satu kebijakan yang dapat dilakukan yakni dengan melakukan debt rescheduling atau penjadwalan kembali periode waktu pembayaran utang. Untuk melakukan debt rescheduling ini, perlu dilakukan negosiasi yang kuat dengan pihak kreditur agar pengajuan perpanjangan tenggat waktu pembayaran utang dapat disetujui sehingga utang luar negeri Indonesia memiliki masa jatuh tempo (grace periode) yang lebih lama. Kebijakan ini penting untuk dilakukan agar utang luar negeri Indonesia tidak jatuh tempo pada periode bersamaan yang dapat berpotensi menyebabkan terjadinya krisis utang di Indonesia.
127
Selain kebijakan debt rescheduling, pemerintah juga dapat melakukan kebijakan debt swap. Kebijakan ini dilakukan sebagai upaya untuk menukar kewajiban pembayaran utang luar negeri dengan hal-hal lain yang diinginkan oleh pihak kreditur untuk dilakukan oleh Indonesia. Pemerintah dapat bernegosiasi dengan pihak kreditur agar Indonesia dapat membayar utang luar negeri melalui peningkatan komitmen pelestarian hutan lindung. Apabila kebijakan debt swap tersebut disepakati dengan pihak kreditur, maka beban utang luar negeri Indonesia akan berkurang sehingga kemungkinan terjadinya krisis utang dapat dihindari. Kebijakan debt cutting juga merupakan salah satu alternatif kebijakan yang dapat ditempuh oleh pemerintah selama periode 11 bulan sebelum terjadinya krisis utang di Indonesia. Kebijakan debt cutting merupakan kebijakan dimana pemerintah bernegosiasi kepada pihak kreditur untuk menyetujui pemotongan jumlah nominal utang luar negeri yang harus dibayar oleh Indonesia. Kebijakan debt cutting ini memang merupakan kebijakan yang kurang popular. Perlu adanya negosiasi dan alasan kuat yang dikemukakan pemerintah dalam pengajuan permohonan debt cutting ini. Instrumen lain yang digunakan dalam operasionalisasi early warning system krisis utang di Indonesia adalah Lagging Debt Index. Pergerakan Lagging Debt Index ini memberikan sinyal penyebaran contagion effect akibat terjadinya krisis utang di Indonesia. Melalui operasionalisasi early warning system dengan menggunakan instrument Lagging Debt Index, maka diketahui bahwa dampak akibat terjadinya krisis utang di Indonesia akan meluas dalam kurun waktu 13 bulan setelah terjadinya krisis tersebut. Dengan demikian, pemerintah beserta
128
instansi terkait lainnya memiliki waktu selama 13 bulan setelah krisis untuk mengimplementasikan suatu paket kebijakan khusus dengan tujuan mencegah dampak contagion effect yang semakin meluas akibat krisis utang yang terjadi. Apabila krisis utang terjadi di Indonesia, maka likuiditas perekonomian akan terganggu sehingga berdampak pada aktivitas perekonomian yang semakin menurun. Kondisi ini akan berdampak luas dan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, selama periode 13 bulan setelah terjadinya krisis, pemerintah perlu merumuskan suatu kebijakan dengan tujuan untuk meredam dampak terjadinya krisis utang terhadap kesejahteraan masyarakat. Adapun salah satu kebijakan yang dapat diimplementasikan yakni dengan menyalurkan dana bantuan jaminan sosial kepada masyarakat. Hal ini penting untuk dilakukan agar masyarakat tidak terlalu merasakan shock yang besar akibat terjadinya krisis utang di Indonesia.
129
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh enam kandidat yang menjadi leading indicators dan delapan kandidat coincident indicators dalam rangka penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia. Penyusunan Composite Leading Debt Index dilakukan secara trial and error dengan mengombinasikan berbagai kemungkinan variabel kandidat hingga diperoleh bentuk Leading Debt Index yang terbaik dalam memprediksi beban utang luar negeri Indonesia di periode waktu mendatang. Demikian pula penyusunan Composite Coincident Debt Index dilakukan secara trial and error dengan mengombinasikan berbagai kemungkinan variabel kandidat hingga diperoleh bentuk Coincident Debt Index yang terbaik dalam menggambarkan beban utang luar negeri Indonesia di periode saat ini. Komponen penyusunan Leading Debt Index yang dianggap terbaik adalah variabel suku bunga LIBOR 6 bulan (54 persen), laju inflasi Jepang (42 persen), dan variabel M2/Cadangan Devisa (2 persen) serta Nominal Effective Exchange Rate (2 persen). Sedangkan komponen penyusun Coincident Debt Index terbaik adalah interest rate spread (59 persen), suku bunga simpanan rupiah berjangka 6 bulan di Bank Umum (23 persen), suku bunga pinjaman untuk modal kerja (rupiah) berjangka 6 bulan di Bank Umum(10 persen) dan SBI 1 bulan (8 persen).
130
Melalui penggunaan instrument Leading Debt Index yang merupakan bagian dari operasionalisasi early warning system yang telah terbentuk ini, maka kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia dapat diprediksi 11 bulan sebelumnya.
Dengan
demikian,
pemerintah
dapat
mengimplementasikan
kebijakan tertentu untuk menghindari terjadinya krisis utang, di antaranya dengan melakukan debt rescheduling, debt swap dan debt cutting. Pergerakan
Instrumen
Lagging
Debt
Index
sebagai
bagian
dari
operasionalisasi early warning system memberikan sinyal bahwa dampak akibat terjadinya krisis utang di Indonesia akan menimbulkan contagion effect dalam kurun waktu 13 bulan setelah terjadinya krisis tersebut. Dalam rangka meredam shock yang dialami oleh masyarakat akibat dampak krisis utang yang terjadi, maka pemerintah dapat mengimplementasikan kebijakan berupa penyaluran dana bantuan sosial agar tingkat kesejahteraan tetap terjaga. 5.2 Saran Adapun beberapa saran yang diberikan penulis adalah sebagai berikut : 1. Untuk melengkapi penelitian ini, diperlukan perhitungan diffusion index (menggambarkan proporsi komponen CI dan LI yang mengalami kenaikan). 2. Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan menggunakan variabel reference yang
berbeda,
menambah
variabel
penyusun
reference
series
dan
memperpanjang periode series data yang digunakan agar diperoleh indeks peramalan yang lebih baik.
131
DAFTAR PUSTAKA Abiad, Abdul. 2003. “Early Warning System : A Survey and Regime-Switching Approach”. IMF Working Paper, No. 03/32 Andrew Berg dan Jeffrey Sachs. 1988. "The Debt Crisis: Structural Explanations of Country Performance," NBER Working Papers 2607, National Bureau of Economic Research, Inc Arghyrou, Michael G. dan John D. Tsoukalas. 2010. “The Greek Debt Crisis : Likely Cause, Mechanics and Outcomes”. Cardiff Economics Working Papers, E2010/3 Arifin, Sjamsul dan D.E. Rae. 2008. Manajemen Pinjaman Luar Negeri Swasta Indonesia: Pelajaran Berharga Dari Krisis Keuangan Indonesia. Elex Media Komputindo, Jakarta Balkan, E.M. 1992. “Political Instability, Country Risk and Probability of Default”. Applied Economics, 24(9): 999-1008 Basri, Y. Z. dan Mulyadi Subri. 2003. Keuangan Negara dan Analisis Kebijakan Utang Luar Negeri. Raja Grafindo Persada, Jakarta Benazir, A. D. 2008. Analisis Leading Dan Coincident Indicators Pergerakan Kurs di Indonesia : Pendekatan Business Cycle Analysis [Skripsi]. Fakultas Ekonomi Manajemen. Institut Pertanian Bogor Berg, A. dan C. Patillo. 1999. “Predicting Currency Crises: The Indicators Approach and An Alternative”. Journal of International Money and Finance. 18(4): 561-586 Berg, A. dan J. Sachs. 1988. “The Debt Crisis Structural Explainations of Country Performance”. Journal of Development Economics, 29(3): 271-306 Bhattacharyay, Biswa, et all. 2009. “Early Warning System for Economic and Financial Risks in Kazakhstan”. CESIFO WORKING PAPER, No. 2832 Burkart, O. dan V. Coudert. 2002. “Leading Indicators of Currency Crises for Emerging Countries. Emerging Market Reviews, 3(2): 107-133 Bussiere, Matthieu and Marcel Fratzscher. 2002. Towards A New Early Warning System Of Financial Crises. European Central Bank Bustelo, P. 2000. “Novelties of Financial Crises In The 1990s and The Search for New Indicators”. Emerging Market Reviews, 1(3): 229-251
132
Cantor, R., dan Packer, F. 1996. “Determinants and Impact of Sovereign Credit Rating”. Federal Reserve Bank of New York Economic Policy Review 10: 1-15 Cencini, Alvaro and Bernard Schmitt. 1991. External Debt Servicing: A Vicious Circle. Pinter Publishers Limited, London Ciarlone, A. dan G. Trebeschi. 2006. “A Multinomial Approach to Early Warning System for Debt Crises”. Emerging Market Review, 6: 376-395 Departemen Akuntansi Umum Singapura. 2011. Singapore Government Borrowings. Accountant-General’s Department, Singapore Dreher, A., Bernard, H., and Volker, K. 2005. Is There a Causal Link Between Currency and Debt Crises?. Thurgauer Wirtschaf Institute Edison, H. J. (2003), “Do indicators of financial crises work? An evaluation of an early warning system”. International Journal of Finance and Economics, 8(1): 11–53. Fuertes, A.M. dan Kalotychou, E. 2007. “Optimal Design Of Early Warning System for Sovereign Debt Crises”. International Journal of Forecasting, 23(1): 85-100 InterCAFE. 2007. Materi Penyusunan Leading dan Coincident Indicators. Bogor Tambunan, Tulus. 2003. An Early Warning System For Indonesia With Signal Approaach. Thailand Development Research Institute Lanoie, P. dan S. Lemarbre. 1996. “Three Approaches to Predict The Timing and Quantity of LDC Debt Rescheduling”. Applied Economics, 28(2): 241-246 Lee, S.H. 1991. “Ability and Willingness to Service Debt As Explaination for Commercial and Official Rescheduling Cases”. Journal of Banking and Finance, 15(1): 5-27 Lestano, Jan Jacobs and Gerard H. Kuper. 2003. An early-warning system for six Asian countries. Department of Economics, University of Groningen Kamin, S.B. 1999. “The Current International Financial Crisis: How Much Is New?”. Journal of International Money and Finance 18: 501-514 Kaminsky, G.L., S. Lizondo, and C.M. Reinhart . 1998. Leading indicators of currency crisis, IMF Staff Papers 45/1, International Monetary Fund, Washington, D.C.
133
Kibritcioglu, B., B. Kose dan G. Ugur. 1999. A Leading Indicators Approach to The Predictabiluty of Currency Crises: The Case of Turkey. (General Directorate of Economic Research, Ankara. Turkey) Kumar, Kuldeep dan Haynes, John D. 2003. “Forecasting Credit Ratings Using An ANN and Statistical Techniques”. International Journal Of Business Studies, 11(1): 91-108 Mankiw, G. 2003. Teori Makroekonomi (Macroeconomics). Edisi Kelima. Erlangga, Jakarta Marchesi, S. 2003. “Adoption of An IMF Programme and Debt Rescheduling”. Journal of Development Economics, 70(2): 403-423 Nasution, D. 2007. “Penyusunan Coincident dan Leading Economic Indicators”. Materi Presentasi InterCAFE. Bogor Permatasari, Ery. 2008. Membangun Leading dan Coincident Indicators untuk Inflasi di Indonesia [Skripsi]. Fakultas Ekonomi Manajemen. Institut Pertanian Bogor Reinhart, Carmen M., Kenneth S. Rogoff dan Miguel A. Savastano. 2003. “Debt Intolerance”. Brookings Papers on Economic Activity 34: 1-74 Singgalingging, Hotbin. 2001. Profil Pinjaman Luar Negeri Indonesia dan Permasalahannya. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank Indonesia, Jakarta Su, Chi Wei, Hsu Ling Chang, Meng Nan Zhu and Zhang Qiao. 2010. “An Evaluation of Leading Indicators of Currency Crises”. African Journal of Business Management, 4(15): 3321-3331 Sugema, Iman. 2001. “Utang Luar Negeri: Good Time Friend, Bad Time Enemy”. AGRIMEDIA, 7(1): 30-35 Quéré, Agnès Bénassy dan Laurence Boone. 2010. “Eurozone Crisis: Debts, Institutions and Growth”. LA LATTRE DU CEPII, No. 300 Zhang, W. and J. Zhuang. 2002. “Leading Indicators of Business Cycle in Malaysia and Philippines”. ERD Working Paper No. 32
LAMPIRAN
134
LAMPIRAN
Lampiran 1. Variabel yang digunakan dalam penelitian Kode
Nama Variabel
Sumber
Var01
M2 (Uang Beredar Luas)
Bank Indonesia
Var02
M1
Bank Indonesia
Var03
Uang Kuasi
Bank Indonesia
Var04
Aktiva Luar Negeri Bersih
Bank Indonesia
Var05
Tagihan Bersih Kepada Pemerintah Pusat
Bank Indonesia
Var06
Suku Bunga LIBOR 3 bulan
Bank Indonesia
Var07
Suku Bunga LIBOR 6 bulan
Bank Indonesia
Var08
Suku Bunga LIBOR 1 tahun
Bank Indonesia
Var09
US Prime Rates
Bank Indonesia
Var10
Japan Prime Rates
Bank Indonesia
Var11
Produk Domestik Bruto (berdasarkan harga konstan)
Bank Indonesia
Var12
Pengeluaran Konsumsi Total
Bank Indonesia
Var13
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
Bank Indonesia
Var14
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
Bank Indonesia
Var15
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto
Bank Indonesia
Var16
Perubahan Stok
Bank Indonesia
Var17
Ekspor Barang dan Jasa
Bank Indonesia
Var18
Impor Barang dan Jasa
Bank Indonesia
Var19
Posisi Giro Rupiah Bank Umum yang Dimiliki Bukan Penduduk
Bank Indonesia
Var20
Posisi Giro Rupiah Bank Umum yang Dimiliki Perseorangan
Bank Indonesia
Var21
Posisi Giro Rupiah Bank Umum yang dimiliki Pemerintah Pusat
Bank Indonesia
Var22
Posisi Giro Rupiah Bank Umum yang dimiliki Perusahaan Asuransi Swasta
Bank Indonesia
Var23
Kurs Tengah Mata Uang AUD Terhadap Rupiah di Bank Indonesia
Bank Indonesia
Var24
Kurs Tengah Mata Uang CAD Terhadap Rupiah di Bank Indonesia
Bank Indonesia
Var25
Kurs Tengah Mata Uang CHF Terhadap Rupiah di Bank Indonesia
Bank Indonesia
Var26
Kurs Tengah Mata Uang GBP Terhadap Rupiah di Bank Indonesia
Bank Indonesia
Var27
Kurs Tengah Mata Uang HKD Terhadap Rupiah di Bank Indonesia
Bank Indonesia
Var28
Kurs Tengah Mata Uang JPY-100 Terhadap Rupiah di Bank Indonesia
Bank Indonesia
Var29
Kurs Tengah Mata Uang MYR Terhadap Rupiah di Bank Indonesia
Bank Indonesia
Var30
Kurs Tengah Mata Uang SGD Terhadap Rupiah di Bank Indonesia
Bank Indonesia
Var31
Kurs Tengah Mata Uang USD Terhadap Rupiah di Bank Indonesia
Bank Indonesia
Var32
Posisi Simpanan Masyarakat (Rupiah) di Bank Umum&BPR
Bank Indonesia
Var33
Posisi Simpanan Masyarakat (Valas) di Bank Umum&BPR Suku Bunga Pinjaman Rupiah (Modal Kerja) Rupiah Yang Diberikan Bank Persero
Bank Indonesia
Var34
Bank Indonesia
135
Var35
Suku Bunga Pinjaman Rupiah (Investasi) Rupiah Yang Diberikan Bank Persero
Bank Indonesia
Var36
Suku Bunga Pinjaman Rupiah (Modal Kerja) Rupiah Yang Diberikan BPD
Bank Indonesia
Var37
Suku Bunga Pinjaman Rupiah (Investasi) Rupiah Yang Diberikan BPD Suku Bunga Pinjaman Rupiah (Modal Kerja) Rupiah Yang Diberikan Bank Asing dan Campuran Suku Bunga Pinjaman Rupiah (Investasi) Rupiah Yang Diberikan Bank Asing dan Campuran
Bank Indonesia
Bank Indonesia
Var45
Posisi Simpanan Berjangka (Rupiah Dan Valas) Bank Umum Dan BPR Posisi Simpanan Berjangka 1 bulan (Rupiah Dan Valas) Bank Umum Dan BPR Posisi Simpanan Berjangka 3 bulan (Rupiah Dan Valas) Bank Umum Dan BPR Posisi Simpanan Berjangka 6 bulan (Rupiah Dan Valas) Bank Umum Dan BPR Posisi Simpanan Berjangka 12 bulan (Rupiah Dan Valas) Bank Umum Dan BPR Posisi Simpanan Berjangka 24 bulan (Rupiah Dan Valas) Bank Umum Dan BPR
Var46
Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Persero - 1 Bulan
Bank Indonesia
Var47
Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Persero - 3 Bulan
Bank Indonesia
Var48
Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Persero - 6 Bulan
Bank Indonesia
Var49
Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Persero - 12 Bulan
Bank Indonesia
Var50
Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Persero - 24 Bulan
Bank Indonesia
Var38 Var39 Var40 Var41 Var42 Var43 Var44
Bank Indonesia Bank Indonesia
Bank Indonesia Bank Indonesia Bank Indonesia Bank Indonesia Bank Indonesia
Var59
Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Pemerintah Daerah - 1 Bulan Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Pemerintah Daerah - 3 Bulan Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Pemerintah Daerah - 6 Bulan Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Pemerintah Daerah - 12 Bulan Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Pemerintah Daerah - 24 Bulan Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Asing dan Campuran - 1 Bulan Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Asing dan Campuran - 3 Bulan Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Asing dan Campuran - 6 Bulan Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Asing dan Campuran - 12 Bulan
Var60
Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Umum - 1 Bulan
Bank Indonesia
Var61
Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Umum - 3 Bulan
Bank Indonesia
Var62
Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Umum - 6 Bulan
Bank Indonesia
Var63
Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Umum - 12 Bulan
Bank Indonesia
Var64
Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Umum - 24 Bulan
Bank Indonesia
Var65
Laju Inflasi Amerika Serikat
Bank Indonesia
Var66
Laju Inflasi Jepang
Bank Indonesia
Var67
Laju Inflasi Jerman
Bank Indonesia
Var68
Laju Inflasi Inggris
Bank Indonesia
Var51 Var52 Var53 Var54 Var55 Var56 Var57 Var58
Bank Indonesia Bank Indonesia Bank Indonesia Bank Indonesia Bank Indonesia Bank Indonesia Bank Indonesia Bank Indonesia Bank Indonesia
136
Var69
Laju Inflasi Italia
Bank Indonesia
Var70
Laju Inflasi Perancis
Bank Indonesia
Var71
Laju Inflasi Kanada
Bank Indonesia
Var72
Laju Inflasi Korea Selatan
Bank Indonesia
Var73
Laju Inflasi Hongkong
Bank Indonesia
Var74
Laju Inflasi Taiwan
Bank Indonesia
Var75
Laju Inflasi Singapura
Bank Indonesia
Var76
Laju Inflasi Indonesia
Bank Indonesia
Var77
Laju Inflasi Malaysia
Bank Indonesia
Var78
Laju Inflasi Thailand
Bank Indonesia
Var79
Laju Inflasi Filipina
Bank Indonesia
Var80
Local equity market index of Indonesia (valued in Rupiah)
World Bank
Var81
Local equity market index of Indonesia (valued in Dollar)
World Bank
Var82
Total Reserve Indonesia
World Bank
Var83
Total Reserve USA
World Bank
Var84
Stock Markets USA (dollar)
World Bank
Var85
Exports Merchandise USA,
World Bank
Var86
Imports Merchandise USA
World Bank
Var87
Industrial Production USA
World Bank
Var88
Agriculture, 2005=100, nominal$
World Bank
Var89
Agr: Food, 2005=100, nominal$
World Bank
Var90
Crude oil, avg, spot, $/bbl, nominal$
World Bank
Var91
Energy, 2005=100, nominal$
World Bank
Var92
Gold, $/toz, nominal$
World Bank
Var93
Palm oil, $/mt, nominal$
World Bank
Var94
Agr: Raw materials, 2005=100, nominal$
World Bank
Var95
Penerimaan Perpajakan
Bank Indonesia
Var96
M2/Cadangan Devisa
Bank Indonesia
Var97
Merchandise Imports of Indonesia, insurance and freight basis (c.i.f.) basis
World Bank
Var98
Merchandise Exports Indonesia, insurance and freight (f.o.b) basis
World Bank
Var99
Merchandise Exports USA, insurance and freight (f.o.b) basis
World Bank
Var100
Merchandise Imports of USA, insurance and freight basis (c.i.f.) basis
World Bank
Var101
Real Effective Exchange Rate
World Bank
Var102
Interest rate spread (lending rate minus deposit rate, %)
World Bank
Var103
SBI 1 Bulan
Bank Indonesia
Var104
Private Saving to GDP
Bank Indonesia
Var105
Loan to GDP
Var106
IHSG
Bank Indonesia Bursa Efek Jakarta
Var107
LQ 45
Bursa Efek
137
Jakarta Var108
Nilai Ekspor Indonesia ke Amerika Serikat
Bank Indonesia
Var109
Nilai Ekspor Indonesia ke Jepang
Bank Indonesia
Var110
Harga Beras Internasional Bangkok
World Bank
Var111
Nominal Effective Exchange Rate
World Bank
138
Lampiran 2. Hasil Cross Correlation Test Kandidat Coincident Indicator
1. Variabel Suku Bunga Pinjaman Modal Kerja (Rupiah) Dari Bank Asing dan Campuran (Kode : Var38)
2. Suku Bunga Simpanan Rupiah Berjangka 6 Bulan di Bank Umum (Kode : Var62)
139
3. Variabel Laju Inflasi Indonesia (Kode : Var76)
4. Variabel Harga Komoditi Mentah Pertanian Dunia (Kode : Var 94)
140
5. Variabel SBI 1 Bulan (Kode : Var103)
6. Interest rate spread (lending rate minus deposit rate) (Kode : Var102)
141
Lampiran 3. Hasil Cross Correlation Test Kandidat Leading Indicator 1. Suku Bunga LIBOR 6 Bulan (Kode : Var07)
2. Variabel Laju Inflasi Jepang (Kode : Var66)
142
3. Variabel M2/Cadangan Devisa (Kode : Var 96)
4. Loan to GDP (Kode : Var105)
143
5. Variabel LQ 45 (Kode : Var107)
6. Nominal Effective Exchange Rate (Kode : Var111)
144
Lampiran 4. Hasil Cross Correlation Test Kandidat Kandidat Lagging Indicator 1. Suku Bunga Pinjaman (Modal Kerja) Rupiah Yang Diberikan Persero (Kode : Var 34)
Bank
2. Variabel Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Umum 24 Bulan (Kode : Var 64)
145
3. Imports Merchandise constant (US$, millions) (Kode : Var97)
4. Local equity market index (valued in US$ terms) (Kode : Var81)
146
Lampiran 5. Hasil Pengujian Granger Causality Test Kandidat Coincident Indicator 1. Variabel Suku Bunga Pinjaman Modal Kerja (Rupiah) Dari Bank Asing dan Campuran (Kode : Var38)
147
2. Suku Bunga Simpanan Rupiah Berjangka 6 Bulan di Bank Umum (Kode : Var62)
148
3. Variabel Laju Inflasi Indonesia (Kode : Var76)
149
4. Variabel Harga Komoditi Mentah Pertanian Dunia (Kode : Var 94)
150
5. Variabel SBI 1 Bulan (Kode : Var103)
151
6. Interest rate spread (lending rate minus deposit rate) (Kode : Var102)
152
Lampiran 6. Hasil Pengujian Granger Causality Test Kandidat Leading Indicator 1. Suku Bunga LIBOR 6 Bulan (Kode : Var07)
153
2. Variabel Laju Inflasi Jepang (Kode : Var66)
154
3. Variabel M2/Cadangan Devisa (Kode : Var 96)
155
4. Loan to GDP (Kode : Var105)
156
5. Variabel LQ 45 (Kode : Var107)
157
6. Nominal Effective Exchange Rate (Kode : Var111)
158
Lampiran 7. Hasil Pengujian Granger Causality Test Kandidat Laggging Indicator 1. Suku Bunga Pinjaman (Modal Kerja) Rupiah Yang Diberikan Persero (Kode : Var 34)
Bank
159
2. Variabel Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Umum - 24 Bulan (Kode : Var 64)
160
3. Imports Merchandise constant (US$, millions) (Kode : Var97)
161
4. Local equity market index (valued in US$ terms) (Kode : Var81)
162
Lampiran 8. Perbandingan Grafik Variabel Kandidat Coincident Indicator Sebelum dan Sesudah Melalui X-12 ARIMA
Sebelum Mengalami Proses X-12 ARIMA
Sesudah Mengalami X-12ARIMA
Perbandingan Grafik Variabel Suku Bunga Pinjaman Modal Kerja (Rupiah) Yang Diberikan Bank Asing dan Campuran Sebelum dan Sesudah Mengalami Proses X-12 ARIMA Untuk Mengisolir Faktor Musiman
Sebelum Mengalami Proses X-12 ARIMA
Sesudah Mengalami X-12ARIMA
Perbandingan Grafik Variabel Suku Bunga Simpanan Rupiah Berjangka 6 Bulan di Bank Umum Sebelum dan Sesudah Mengalami Proses X-12 ARIMA Untuk Mengisolir Faktor Musiman
163
Sebelum Mengalami Proses X-12 ARIMA
Sesudah Mengalami X-12ARIMA
Perbandingan Grafik Variabel Harga Komoditi Mentah Pertanian Dunia Sebelum dan Sesudah Mengalami Proses X-12 ARIMA Untuk Mengisolir Faktor Musiman
Sebelum Mengalami Proses X-12 ARIMA
Sesudah Mengalami X-12ARIMA
Perbandingan Grafik Variabel SBI 1 Bulan Sebelum dan Sesudah Mengalami Proses X-12 ARIMA Untuk Mengisolir Faktor Musiman
164
Lampiran 9. Perhitungan Composite Coincident Debt Index Periode
mt var38
mt var62
mt var103
mt var102
Feb-90
-0.02898
-0.05583
-0.01729
0.0419
Mar-90
-0.02898
-0.05816
-0.0172
Apr-90
-0.01932
-0.07677
May-90
-0.00966
Jun-90 Jul-90
it
200+it
200-it
It
-0.0602
199.9398
200.0602
99.93981
0.039192
-0.06515
199.9349
200.0651
99.87472
-0.01707
0.035131
-0.07803
199.922
200.078
99.79683
-0.06514
-0.01689
0.029716
-0.06197
199.938
200.062
99.735
0.057963
0.002326
-0.01666
0.022947
0.066572
200.0666
199.9334
99.80142
0.048303
0.009306
-0.0164
0.014824
0.056035
200.056
199.944
99.85735
Aug-90
0.135248
0.123301
-0.01609
0.005348
0.24781
200.2478
199.7522
100.1051
Sep-90
-0.01932
0.141912
-0.01573
-0.00548
0.101378
200.1014
199.8986
100.2067
Oct-90
0.106266
0.116322
-0.01533
-0.01767
0.189592
200.1896
199.8104
100.3968
Nov-90
-0.00966
0.160524
-0.01489
-0.0312
0.104774
200.1048
199.8952
100.5021
Dec-90
0.096606
0.223337
-0.0144
-0.0461
0.259452
200.2595
199.7405
100.7632
Jan-91
0.086945
0.193094
-0.01414
-0.04511
0.220796
200.2208
199.7792
100.9859
Jan-90
Feb-91
-0.00966
0.160524
-0.01368
-0.05794
0.079241
200.0792
199.9208
101.0659
Mar-91
0.33812
0.535079
-0.0133
-0.06737
0.79253
200.7925
199.2075
101.8701
Apr-91
0
0.169829
-0.01299
-0.07339
0.083447
200.0834
199.9166
101.9551
May-91
-0.11593
-0.00233
-0.01276
-0.076
-0.20702
199.793
200.207
101.7443
Jun-91
-0.0483
0.127954
-0.01261
-0.0752
-0.00816
199.9918
200.0082
101.736
Jul-91
0
-0.07212
-0.01253
-0.071
-0.15565
199.8444
200.1556
101.5778
Aug-91
0
0.030244
-0.01253
-0.06338
-0.04567
199.9543
200.0457
101.5314
Sep-91
-0.25117
-0.22334
-0.01261
-0.05235
-0.53948
199.4605
200.5395
100.9851
Oct-91
0.106266
-0.10934
-0.01276
-0.03792
-0.05376
199.9462
200.0538
100.9308
Nov-91
-0.00966
-0.06514
-0.01299
-0.02008
-0.10787
199.8921
200.1079
100.822
Dec-91
-0.00966
-0.04188
-0.0133
0.001171
-0.06366
199.9363
200.0637
100.7579
Jan-92
0
-0.06747
-0.01342
0.03242
-0.04847
199.9515
200.0485
100.709
Feb-92
-0.00966
-0.05351
-0.0137
0.054616
-0.02225
199.9778
200.0222
100.6866
Mar-92
-0.02898
-0.03955
-0.01387
0.07435
-0.00805
199.992
200.008
100.6785
Apr-92
0
-0.04653
-0.01393
0.091621
0.031158
200.0312
199.9688
100.7099
May-92
0
-0.10934
-0.0139
0.10643
-0.01681
199.9832
200.0168
100.693
Jun-92
-0.09661
-0.14191
-0.01375
0.118776
-0.1335
199.8665
200.1335
100.5586
Jul-92
-0.05796
-0.05351
-0.01351
0.128659
0.003682
200.0037
199.9963
100.5624
Aug-92
-0.01932
-0.11632
-0.01315
0.136079
-0.01272
199.9873
200.0127
100.5496
Sep-92
-0.05796
-0.1582
-0.01269
0.141037
-0.08782
199.9122
200.0878
100.4613
Oct-92
-0.0483
-0.12795
-0.01213
0.143532
-0.04486
199.9551
200.0449
100.4162
Nov-92
-0.03864
-0.13493
-0.01147
0.143564
-0.04148
199.9585
200.0415
100.3746
Dec-92
-0.06762
-0.08375
-0.01069
0.141134
-0.02093
199.9791
200.0209
100.3536
Jan-93
-0.01932
-0.15354
-0.00959
0.114242
-0.06821
199.9318
200.0682
100.2852
Feb-93
-0.02898
-0.07445
-0.00879
0.109018
-0.0032
199.9968
200.0032
100.282
Mar-93
-0.06086
-0.1233
-0.00806
0.103462
-0.08876
199.9112
200.0888
100.193
165
Apr-93
0.023185
-0.06514
-0.05167
0.097574
0.003948
200.0039
199.9961
100.1969
May-93
0
-0.07212
-0.05233
0.091356
-0.03309
199.9669
200.0331
100.1638
Jun-93
-0.06086
-0.04653
-0.08513
0.084805
-0.10772
199.8923
200.1077
100.056
Jul-93
-0.05893
-0.06049
-0.15543
0.077923
-0.19692
199.8031
200.1969
99.85911
Aug-93
-0.09081
-0.06979
-0.10154
0.07071
-0.19143
199.8086
200.1914
99.66814
Sep-93
-0.10144
-0.09306
0.129655
0.063166
-0.00167
199.9983
200.0017
99.66647
Oct-93
0.019321
-0.114
0.045301
0.05529
0.005917
200.0059
199.9941
99.67237
Nov-93
-0.03091
-0.114
-0.01328
0.047082
-0.1111
199.8889
200.1111
99.56169
Dec-93
-0.03768
-0.10702
-0.05389
0.038543
-0.16004
199.84
200.16
99.40248
Jan-94
0.016423
-0.09306
0
0.022377
-0.05426
199.9457
200.0543
99.34856
Feb-94
-0.04734
-0.08608
-0.04843
0.012931
-0.16891
199.8311
200.1689
99.18089
Mar-94
-0.00097
-0.08608
0.018745
0.002909
-0.06539
199.9346
200.0654
99.11606
Apr-94
0.00483
-0.02792
0.021088
-0.00769
-0.00969
199.9903
200.0097
99.10646
May-94
0.015457
-0.00698
0.073419
-0.01886
0.063037
200.063
199.937
99.16895
Jun-94
0.008695
0.023264
0.02187
-0.03061
0.02322
200.0232
199.9768
99.19198
Jul-94
0.026084
0.034896
0.058579
-0.04293
0.076628
200.0766
199.9234
99.26802
Aug-94
0.028016
0.053508
0.014059
-0.05583
0.039752
200.0398
199.9602
99.30749
Sep-94
0.007728
0.069793
0.053112
-0.06931
0.061328
200.0613
199.9387
99.36841
Oct-94
0.037676
0.062814
0.034366
-0.08336
0.051501
200.0515
199.9485
99.4196
Nov-94
-0.02222
0.039549
0.014059
-0.09798
-0.06659
199.9334
200.0666
99.35341
Dec-94
0.04154
0.074446
0.021088
-0.11318
0.023892
200.0239
199.9761
99.37716
Jan-95
0.069556
0.062814
0.047644
-0.11624
0.063776
200.0638
199.9362
99.44055
Feb-95
0.035744
0.102363
0.047644
-0.12991
0.055846
200.0558
199.9442
99.4961
Mar-95
0
0.123301
0
-0.14146
-0.01816
199.9818
200.0182
99.47803
Apr-95
0.049269
0.083752
0
-0.15091
-0.01789
199.9821
200.0179
99.46024
May-95
0.03671
0.086078
0
-0.15825
-0.03546
199.9645
200.0355
99.42498
Jun-95
0.021253
0.100037
0
-0.16348
-0.04219
199.9578
200.0422
99.38304
Jul-95
-0.00676
0.088404
0
-0.1666
-0.08495
199.915
200.085
99.29865
Aug-95
-0.00773
0.090731
0
-0.1676
-0.0846
199.9154
200.0846
99.21467
Sep-95
0.00483
0.051181
0
-0.1665
-0.11049
199.8895
200.1105
99.10511
Oct-95
0.002898
0.025591
0
-0.16329
-0.1348
199.8652
200.1348
98.9716
Nov-95
-0.00869
0.018611
0
-0.15797
-0.14806
199.8519
200.1481
98.82518
Dec-95
0.02705
0.009306
0
-0.15054
-0.11419
199.8858
200.1142
98.71239
Jan-96
-0.00386
-0.01163
-0.0906
-0.10827
-0.21437
199.7856
200.2144
98.50101
Feb-96
-0.01256
-0.00698
0
-0.09675
-0.11629
199.8837
200.1163
98.38653
Mar-96
-0.00483
0.002326
0
-0.08324
-0.08575
199.9143
200.0857
98.3022
Apr-96
0.005796
0.002326
0
-0.06775
-0.05963
199.9404
200.0596
98.2436
May-96
-0.01159
0.004653
0
-0.05028
-0.05722
199.9428
200.0572
98.18741
Jun-96
-0.02222
-0.00233
0
-0.03082
-0.05536
199.9446
200.0554
98.13306
Jul-96
0
0.011632
0
-0.00937
0.002261
200.0023
199.9977
98.13528
Aug-96
-0.02319
-0.00233
0
0.014057
-0.01145
199.9885
200.0115
98.12404
166
Sep-96
-0.0029
-0.00233
0
0.03947
0.034245
200.0342
199.9658
98.15765
Oct-96
-0.00676
-0.00233
0
0.066866
0.057778
200.0578
199.9422
98.21438
Nov-96
-0.01449
-0.00698
0
0.096247
0.074777
200.0748
199.9252
98.28785
Dec-96
-0.01159
-0.02559
0
0.127612
0.090429
200.0904
199.9096
98.37677
Jan-97
-0.02319
-0.02326
0.585791
0.082653
0.621994
200.622
199.378
98.99058
Feb-97
-0.02995
-0.03955
0
0.10451
0.035013
200.035
199.965
99.02524
Mar-97
-0.01932
-0.03257
0
0.114875
0.062984
200.063
199.937
99.08763
Apr-97
0.033812
-0.04653
0
0.113748
0.101032
200.101
199.899
99.18779
May-97
0.006762
-0.04188
0
0.101129
0.066016
200.066
199.934
99.25329
Jun-97
-0.03478
-0.03722
0
0.077019
0.005018
200.005
199.995
99.25827
Jul-97
0.042506
-0.02792
0
0.041416
0.056005
200.056
199.944
99.31388
Aug-97
1.2665
0.060487
0
-0.00568
1.321308
201.3213
198.6787
100.6348
Sep-97
-0.33812
0.093057
0
-0.06427
-0.30933
199.6907
200.3093
100.324
Oct-97
-0.1565
0.067466
0
-0.13434
-0.22338
199.7766
200.2234
100.1002
Nov-97
-0.06569
0.002326
0
-0.21592
-0.27928
199.7207
200.2793
99.82101
Dec-97
-0.33136
0.067466
0
-0.30898
-0.57287
199.4271
200.5729
99.2508
Jan-98
0.938041
0.079099
0
-0.33814
0.679
200.679
199.321
99.92701
Feb-98
0.230888
0.141912
0.156211
-0.42244
0.106571
200.1066
199.8934
100.0336
Mar-98
0.216397
0.265213
1.796425
-0.48648
1.79155
201.7915
198.2085
101.8419
Apr-98
0.296579
0.041876
0.390527
-0.53028
0.198707
200.1987
199.8013
102.0445
May-98
0.552584
0.583934
0.624843
-0.55381
1.207551
201.2076
198.7924
103.2842
Jun-98
0.158433
0.458307
0
-0.55709
0.059649
200.0596
199.9404
103.3458
Jul-98
0.203838
0.867759
0.559235
-0.54012
1.090715
201.0907
198.9093
104.4792
Aug-98
0.256971
0.772375
0.412397
-0.50289
0.938855
200.9389
199.0611
105.4648
Sep-98
0.221227
0.888697
-0.4452
-0.4454
0.21932
200.2193
199.7807
105.6963
Oct-98
-0.10047
0.395493
-0.66858
-0.36766
-0.74122
199.2588
200.7412
104.9158
Nov-98
-0.33812
0.237296
-0.74669
-0.26967
-1.11718
198.8828
201.1172
103.7502
Dec-98
-0.44922
-0.12097
-0.86697
-0.15142
-1.58858
198.4114
201.5886
102.115
Jan-99
-0.15457
-0.24428
0.078886
0.025528
-0.29443
199.7056
200.2944
101.8148
Feb-99
-0.02029
-0.26987
0.061703
0.149311
-0.07914
199.9209
200.0791
101.7342
Mar-99
-0.06666
-0.46529
0.007811
0.258374
-0.26576
199.7342
200.2658
101.4642
Apr-99
-0.11496
-0.31639
-0.32882
0.352716
-0.40746
199.5925
200.4075
101.0516
May-99
-0.39995
-0.46761
-0.55377
0.432338
-0.98899
199.011
200.989
100.0572
Jun-99
-0.58929
-0.69793
-0.56861
0.497239
-1.35859
198.6414
201.3586
98.70697
Jul-99
-0.54389
-0.74678
-0.39365
0.547419
-1.13691
198.8631
201.1369
97.59111
Aug-99
-0.29272
-0.3606
-0.0578
0.582879
-0.12823
199.8718
200.1282
97.46605
Sep-99
-0.08984
-0.17448
-0.00469
0.603618
0.334606
200.3346
199.6654
97.79272
Oct-99
-0.05023
-0.19542
0.004686
0.609637
0.368668
200.3687
199.6313
98.15392
Nov-99
-0.02512
-0.96314
-0.00859
0.600935
-0.39592
199.6041
200.3959
97.76608
Dec-99
1.01919
-0.33966
-0.07967
0.577513
1.177377
201.1774
198.8226
98.92397
Jan-00
-1.19308
-0.20007
-0.06014
0.420127
-1.03317
198.9668
201.0332
97.90718
167
Feb-00
-0.03864
-0.0884
-0.01093
0.381503
0.243521
200.2435
199.7565
98.14589
Mar-00
-0.0454
-0.0349
-0.00859
0.342397
0.253504
200.2535
199.7465
98.39501
Apr-00
-0.01739
-0.02559
-0.00234
0.30281
0.257487
200.2575
199.7425
98.64869
May-00
-0.03864
-0.06747
0.01484
0.262741
0.171472
200.1715
199.8285
98.81799
Jun-00
0.016423
-0.01396
0.098413
0.22219
0.323068
200.3231
199.6769
99.13776
Jul-00
0.03188
0
0.093726
0.181158
0.306765
200.3068
199.6932
99.44234
Aug-00
-0.00386
0.03257
0.002343
0.139645
0.170694
200.1707
199.8293
99.61223
Sep-00
-0.08984
0.027917
0.004686
0.09765
0.04041
200.0404
199.9596
99.65249
Oct-00
0
0.023264
0.009373
0.055174
0.087811
200.0878
199.9122
99.74004
Nov-00
0.008695
0.093057
0.032023
0.012216
0.145991
200.146
199.854
99.88575
Dec-00
0.052167
0.034896
0.02968
-0.03122
0.08552
200.0855
199.9145
99.97121
Jan-01
-0.01449
0.055834
0.016402
-0.0335
0.024246
200.0242
199.9758
99.99545
Feb-01
0.008695
0.088404
0.003905
-0.07186
0.029144
200.0291
199.9709
100.0246
Mar-01
0.037676
0.137259
0.061703
-0.10466
0.131981
200.132
199.868
100.1567
Apr-01
0.115927
0.076772
0.039834
-0.1319
0.100637
200.1006
199.8994
100.2575
May-01
-0.03574
0.037223
0.018745
-0.15357
-0.13335
199.8667
200.1333
100.1239
Jun-01
0.090809
0
0.024994
-0.16969
-0.05388
199.9461
200.0539
100.07
Jul-01
0.056997
-0.01861
0.040615
-0.18024
-0.10124
199.8988
200.1012
99.96875
Aug-01
0.015457
0.053508
0.039053
-0.18523
-0.07722
199.9228
200.0772
99.89159
Sep-01
0.042506
0.06514
-0.00781
-0.18466
-0.08483
199.9152
200.0848
99.80689
Oct-01
-0.00676
0.069793
0.000781
-0.17853
-0.11472
199.8853
200.1147
99.69245
Nov-01
0.010627
0.062814
0.001562
-0.16684
-0.09184
199.9082
200.0918
99.60094
Dec-01
-0.01836
0.039549
0.001562
-0.14959
-0.12683
199.8732
200.1268
99.47469
Jan-02
-0.01063
0.034896
-0.05389
-0.08925
-0.11887
199.8811
200.1189
99.35651
Feb-02
0.034778
0.009306
-0.00547
-0.06718
-0.02856
199.9714
200.0286
99.32814
Mar-02
0.008695
-0.02559
-0.00781
-0.04584
-0.07055
199.9295
200.0705
99.25809
Apr-02
-0.07825
-0.05816
-0.01172
-0.02525
-0.17337
199.8266
200.1734
99.08615
May-02
0.013525
-0.04188
-0.08592
-0.00539
-0.11966
199.8803
200.1197
98.96765
Jun-02
-0.08405
-0.02326
-0.03124
0.013726
-0.12483
199.8752
200.1248
98.84419
Jul-02
0.007728
-0.04188
-0.01406
0.032104
-0.0161
199.9839
200.0161
98.82828
Aug-02
-0.03768
-0.08608
-0.0453
0.049742
-0.11931
199.8807
200.1193
98.71043
Sep-02
-0.05023
-0.08608
-0.08826
0.066642
-0.15793
199.8421
200.1579
98.55466
Oct-02
-0.08308
-0.08143
-0.00937
0.082801
-0.09108
199.9089
200.0911
98.46494
Nov-02
-0.02029
-0.07677
-0.00312
0.098222
-0.00196
199.998
200.002
98.46301
Dec-02
-0.02705
-0.0791
-0.01015
0.112903
-0.0034
199.9966
200.0034
98.45966
Jan-03
-0.00193
-0.03955
-0.01875
0.107174
0.046947
200.0469
199.9531
98.5059
Feb-03
0.001932
-0.02559
-0.03515
0.119416
0.06061
200.0606
199.9394
98.56562
Mar-03
-0.07825
-0.06747
-0.06561
0.129959
-0.08137
199.9186
200.0814
98.48545
Apr-03
-0.03671
-0.04886
-0.02656
0.138802
0.026681
200.0267
199.9733
98.51173
May-03
-0.03188
-0.0884
-0.04843
0.145945
-0.02276
199.9772
200.0228
98.48931
Jun-03
-0.07632
-0.09771
-0.07108
0.151389
-0.09372
199.9063
200.0937
98.39705
168
Jul-03
-0.06859
-0.13493
-0.03359
0.155133
-0.08198
199.918
200.082
98.31642
Aug-03
-0.04154
-0.1233
-0.01484
0.157177
-0.0225
199.9775
200.0225
98.2943
Sep-03
-0.03574
-0.14657
-0.01953
0.157522
-0.04431
199.9557
200.0443
98.25075
Oct-03
-0.03478
-0.14424
-0.01406
0.156167
-0.03691
199.9631
200.0369
98.2145
Nov-03
-0.03478
-0.14889
0.000781
0.153113
-0.02978
199.9702
200.0298
98.18526
Dec-03
-0.01449
-0.22334
-0.01406
0.148359
-0.10353
199.8965
200.1035
98.08366
Jan-04
-0.00676
-0.14424
-0.03515
0.121669
-0.06448
199.9355
200.0645
98.02044
Feb-04
-0.02898
-0.114
-0.02968
0.114368
-0.05829
199.9417
200.0583
97.96332
Mar-04
-0.03381
-0.08143
-0.00469
0.106219
-0.0137
199.9863
200.0137
97.94989
Apr-04
-0.0058
-0.0791
-0.00703
0.097222
0.005298
200.0053
199.9947
97.95508
May-04
-0.02608
-0.02326
-0.00078
0.087378
0.03725
200.0372
199.9628
97.99158
Jun-04
-0.00097
0.002326
0.001562
0.076687
0.079609
200.0796
199.9204
98.06962
Jul-04
-0.01063
0.016285
0.001562
0.065148
0.072368
200.0724
199.9276
98.14062
Aug-04
-0.01642
0.062814
0.000781
0.052761
0.099933
200.0999
199.9001
98.23874
Sep-04
0.058929
0.044202
0.001562
0.039526
0.14422
200.1442
199.8558
98.38052
Oct-04
-0.06859
0.023264
0.001562
0.025445
-0.01832
199.9817
200.0183
98.3625
Nov-04
-0.01063
0.016285
0
0.010515
0.016173
200.0162
199.9838
98.37841
Dec-04
-0.01352
0.013959
0.001562
-0.00526
-0.00327
199.9967
200.0033
98.3752
Jan-05
-0.01352
-0.00931
-0.00078
-0.01945
-0.04306
199.9569
200.0431
98.33284
Feb-05
0.026084
0.037223
0.000781
-0.03497
0.029121
200.0291
199.9709
98.36148
Mar-05
-0.03188
0.025591
0.000781
-0.04937
-0.05488
199.9451
200.0549
98.30752
Apr-05
0.018355
-0.05816
0.020307
-0.06266
-0.08216
199.9178
200.0822
98.22678
May-05
0.012559
0.002326
0.019526
-0.07484
-0.04043
199.9596
200.0404
98.18708
Jun-05
0.015457
0
0.023432
-0.08591
-0.04702
199.953
200.047
98.14092
Jul-05
0.024151
0.041876
0.018745
-0.09587
-0.0111
199.9889
200.0111
98.13002
Aug-05
0.045405
0.034896
0.079668
-0.10472
0.05525
200.0552
199.9448
98.18426
Sep-05
0.214465
0.132607
0.038272
-0.11246
0.272887
200.2729
199.7271
98.45255
Oct-05
0.049269
0.141912
0.078105
-0.11908
0.150205
200.1502
199.8498
98.60055
Nov-05
0.079217
0.179135
0.097632
-0.1246
0.231387
200.2314
199.7686
98.82896
Dec-05
0.059896
0.181462
0.039053
-0.129
0.151409
200.1514
199.8486
98.97871
Jan-06
-0.00097
0.23497
0
-0.10512
0.128888
200.1289
199.8711
99.10636
Feb-06
-0.01159
0.120974
0
-0.10615
0.003236
200.0032
199.9968
99.10957
Mar-06
-0.01642
0.093057
0
-0.10491
-0.02828
199.9717
200.0283
99.08155
Apr-06
-0.01352
0.023264
0
-0.10142
-0.09168
199.9083
200.0917
98.99075
May-06
0.001932
0
-0.01953
-0.09566
-0.11326
199.8867
200.1133
98.8787
Jun-06
-0.04251
-0.02559
0
-0.08764
-0.15574
199.8443
200.1557
98.72482
Jul-06
-0.0029
-0.02792
-0.01953
-0.07736
-0.12771
199.8723
200.1277
98.59883
Aug-06
-0.01932
-0.04188
-0.03905
-0.06482
-0.16507
199.8349
200.1651
98.4362
Sep-06
-0.06762
-0.06281
-0.03905
-0.05001
-0.2195
199.7805
200.2195
98.22037
Oct-06
-0.01352
-0.06049
-0.03905
-0.03294
-0.14601
199.854
200.146
98.07706
Nov-06
-0.07535
-0.06514
-0.03905
-0.01361
-0.19316
199.8068
200.1932
97.8878
169
Dec-06
-0.03574
-0.06514
-0.03905
0.007979
-0.13196
199.868
200.132
97.75871
Jan-07
-0.05603
-0.10004
-0.01953
0.020031
-0.15556
199.8444
200.1556
97.60676
Feb-07
-0.03864
-0.10934
-0.01953
0.040271
-0.12724
199.8728
200.1272
97.48264
Mar-07
0.009661
-0.11865
-0.01953
0.056895
-0.07162
199.9284
200.0716
97.41285
Apr-07
-0.01836
-0.09306
0
0.069905
-0.04151
199.9585
200.0415
97.37242
May-07
-0.01836
-0.06979
-0.01953
0.079298
-0.02838
199.9716
200.0284
97.3448
Jun-07
-0.02898
-0.0442
-0.01953
0.085077
-0.00763
199.9924
200.0076
97.33737
Jul-07
0
-0.04653
-0.01953
0.087239
0.021184
200.0212
199.9788
97.35799
Aug-07
-0.00097
-0.04653
0
0.085787
0.038292
200.0383
199.9617
97.39528
Sep-07
0.018355
-0.04653
0
0.080718
0.052545
200.0525
199.9475
97.44647
Oct-07
0.014491
-0.00931
0
0.072035
0.07722
200.0772
199.9228
97.52174
Nov-07
0.005796
-0.01396
0
0.059735
0.051573
200.0516
199.9484
97.57205
Dec-07
-0.00193
-0.01163
-0.01953
0.043821
0.01073
200.0107
199.9893
97.58252
Jan-08
-0.0058
-0.00698
0
0.01458
0.001804
200.0018
199.9982
97.58428
Feb-08
-0.01546
-0.00698
-0.00547
-0.00267
-0.03057
199.9694
200.0306
97.55445
Mar-08
0.000966
-0.00465
0.002343
-0.01764
-0.01899
199.981
200.019
97.53593
Apr-08
0.086945
0
0.002343
-0.03034
0.058951
200.059
199.941
97.59344
May-08
-0.03671
0.016285
0.024994
-0.04075
-0.03618
199.9638
200.0362
97.55814
Jun-08
0.043473
0.034896
0.032804
-0.04889
0.062286
200.0623
199.9377
97.61892
Jul-08
0.028982
0.067466
0.039053
-0.05474
0.080757
200.0808
199.9192
97.69779
Aug-08
0.03671
0.081425
0.003905
-0.05832
0.063719
200.0637
199.9363
97.76006
Sep-08
0.089843
0.165177
0.033585
-0.05962
0.228984
200.229
199.771
97.98417
Oct-08
0.116893
0.083752
0.099194
-0.05864
0.241198
200.2412
199.7588
98.22079
Nov-08
0.072454
0.109342
0.020307
-0.05538
0.146722
200.1467
199.8533
98.36501
Dec-08
0.001932
0.086078
-0.03202
-0.04984
0.006143
200.0061
199.9939
98.37105
Jan-09
-0.01159
0.051181
-0.10388
-0.02754
-0.09183
199.9082
200.0918
98.28076
Feb-09
-0.03091
0.013959
-0.05936
-0.02013
-0.09645
199.9036
200.0964
98.18602
Mar-09
-0.0029
-0.03955
-0.0414
-0.01314
-0.09698
199.903
200.097
98.09084
Apr-09
-0.03671
-0.0349
-0.04843
-0.00656
-0.12659
199.8734
200.1266
97.96674
May-09
-0.02705
-0.06049
-0.02656
-0.00039
-0.11448
199.8855
200.1145
97.85465
Jun-09
-0.01739
-0.06747
-0.02343
0.005368
-0.10292
199.8971
200.1029
97.75399
Jul-09
-0.03574
-0.06979
-0.01875
0.010714
-0.11357
199.8864
200.1136
97.64304
Aug-09
-0.03188
-0.0791
-0.01015
0.015648
-0.10548
199.8945
200.1055
97.54009
Sep-09
-0.02222
-0.09306
-0.00781
0.02017
-0.10292
199.8971
200.1029
97.43976
Oct-09
-0.01352
-0.05583
0.000781
0.02428
-0.0443
199.9557
200.0443
97.3966
Nov-09
-0.0029
-0.05816
-0.00156
0.027978
-0.03464
199.9654
200.0346
97.36287
Dec-09
-0.04251
-0.08143
-0.00078
0.031265
-0.09345
199.9066
200.0934
97.27193
Jan-10
-0.03768
-0.06514
-0.00078
0.031782
-0.07182
199.9282
200.0718
97.2021
Feb-10
-0.02898
-0.05118
-0.00312
0.034763
-0.04852
199.9515
200.0485
97.15494
Mar-10
-0.00193
-0.01396
-0.01093
0.037851
0.011025
200.011
199.989
97.16565
Apr-10
-0.01932
-0.03955
-0.00547
0.041045
-0.02329
199.9767
200.0233
97.14302
170
May-10
-0.01449
-0.02326
0.007811
0.044345
0.0144
200.0144
199.9856
97.15701
Jun-10
-0.01449
-0.01163
-0.00312
0.047751
0.018504
200.0185
199.9815
97.17499
Jul-10
0.003864
0
0.018745
0.051264
0.073874
200.0739
199.9261
97.24681
Aug-10
-0.00097
-0.00233
0
0.054883
0.051591
200.0516
199.9484
97.29699
Sep-10
-0.02512
-0.00465
0
0.058609
0.028838
200.0288
199.9712
97.32505
Oct-10
-0.01449
0.004653
0
0.062441
0.052603
200.0526
199.9474
97.37626
Nov-10
0.011593
0.013959
0
0.066379
0.09193
200.0919
199.9081
97.46582
Dec-10
-0.0029
0.037223
0
0.070423
0.104748
200.1047
199.8953
97.56797
Jan-11
-0.07632
-0.05816
0
0.072582
-0.0619
199.9381
200.0619
97.50759
Feb-11
-0.00966
0.011632
0.019526
0.076387
0.097885
200.0979
199.9021
97.60309
Mar-11
0.010627
0.023264
0
0.079847
0.113737
200.1137
199.8863
97.71416
Apr-11
0.000966
0.004653
0
0.08296
0.088579
200.0886
199.9114
97.80075
May-11
-0.00386
0.006979
0
0.085727
0.088842
200.0888
199.9112
97.88768
Jun-11
0.012559
0
0
0.088148
0.100707
200.1007
199.8993
97.98631
Jul-11
0
-0.00233
0
0.090224
0.087897
200.0879
199.9121
98.07248
Aug-11
-0.02029
0.002326
0
0.091953
0.073993
200.074
199.926
98.14507
Sep-11
-0.01932
0.055834
0
0.093337
0.12985
200.1299
199.8701
98.27259
Oct-11
-0.01063
0.006979
-0.01953
0.094375
0.071201
200.0712
199.9288
98.34259
Nov-11
-0.01642
-0.01163
-0.03905
0.095067
0.027959
200.028
199.972
98.37009
Dec-11
-0.01449
-0.04188
0
0.095413
0.039046
200.039
199.961
98.40851
171
Lampiran 10. Perbandingan Grafik Variabel Kandidat Leading Indicator Sebelum dan Sesudah Melalui X-12 ARIMA
Sebelum Mengalami Proses X-12 ARIMA Sesudah Mengalami X-12 ARIMA Perbandingan Grafik Variabel Suku Bunga LIBOR 6 Bulan Sebelum dan Sesudah Mengalami Proses X-12 ARIMA Untuk Mengisolir Faktor Musiman
Sebelum Mengalami Proses X-12 ARIMA Sesudah Mengalami X-12 ARIMA Perbandingan Grafik Variabel M2/Cadangan Devisa Sebelum dan Sesudah Mengalami Proses X-12 ARIMA Untuk Mengisolir Faktor Musiman
172
Sebelum Mengalami Proses X-12 ARIMA
Sesudah Mengalami X-12ARIMA
Perbandingan Grafik Variabel Loan to GDP Sebelum dan Sesudah Mengalami Proses X-12 ARIMA Untuk Mengisolir Faktor Musiman
Sebelum Mengalami Proses X-12 ARIMA
Sesudah Mengalami X-12 ARIMA
Perbandingan Grafik Variabel LQ 45 Sebelum dan Sesudah Mengalami Proses X-12 ARIMA Untuk Mengisolir Faktor Musiman
173
Sebelum Mengalami Proses X-12 ARIMA
Sesudah Mengalami Proses X-12 ARIMA
Perbandingan Grafik Variabel Nominal Effective Exchange Rate Sebelum dan Sesudah Mengalami Proses X-12 ARIMA Untuk Mengisolir Faktor Musiman
174
Lampiran 11. Perhitungan Composite Leading Index Periode
mt Var07
mt Var66
mt Var96
mt Var111
it
200+it
200-it
It
Jan-90 Feb-90
0.031975
0.04618
0.104368
-0.00758
0.174947
200.1749
199.8251
100.1751
Mar-90
0.010923
0.063966
0.150208
-0.00624
0.218856
200.2189
199.7811
100.3946
Apr-90
-0.08232
-0.14863
0.149451
-0.00775
-0.08926
199.9107
200.0893
100.305
May-90
-0.00982
-0.13243
0.133209
-0.00549
-0.01453
199.9855
200.0145
100.2904
Jun-90
-0.25653
-0.10003
0.083639
-0.00678
-0.2797
199.7203
200.2797
100.0103
Jul-90
-0.0599
-0.03748
0.078701
-0.00678
-0.02547
199.9745
200.0255
99.98485
Aug-90
0.017544
0.023951
0.071216
-0.00918
0.103533
200.1035
199.8965
100.0884
Sep-90
0.051852
0.098217
0.069754
-0.00846
0.211359
200.2114
199.7886
100.3002
Oct-90
-0.05219
0.149117
0.058747
-0.00166
0.154019
200.154
199.846
100.4548
Nov-90
-0.13739
0.1755
0.118205
-0.01392
0.142402
200.1424
199.8576
100.5979
Dec-90
-0.04422
0.141166
0.086026
-0.01311
0.169854
200.1699
199.8301
100.769
Jan-91
-0.06926
0.04423
0.337545
-0.00612
0.306397
200.3064
199.6936
101.0782
Feb-91
-0.28593
-0.02329
-0.24412
-0.00739
-0.56073
199.4393
200.5607
100.513
Mar-91
-0.23091
-0.06328
-0.00893
-0.00955
-0.31267
199.6873
200.3127
100.1992
Apr-91
-0.1629
-0.05904
0.057473
-0.00581
-0.17028
199.8297
200.1703
100.0287
May-91
-0.1112
-0.06022
-0.01516
-0.00798
-0.19456
199.8054
200.1946
99.83431
Jun-91
0.034299
-0.05011
-0.01141
-0.00737
-0.03458
199.9654
200.0346
99.79979
Jul-91
0.026238
-0.02847
0.062883
-0.00275
0.0579
200.0579
199.9421
99.85759
Aug-91
-0.18051
-0.01235
0.00985
-0.00786
-0.19088
199.8091
200.1909
99.66716
Sep-91
-0.11017
-0.00152
0.001931
-0.00478
-0.11453
199.8855
200.1145
99.55308
Oct-91
-0.16109
-0.01915
-0.01787
-0.0048
-0.20292
199.7971
200.2029
99.35127
Nov-91
-0.27937
-0.04574
-0.07431
-0.00768
-0.4071
199.5929
200.4071
98.94763
Dec-91
-0.21884
-0.10448
-0.01786
-0.00441
-0.3456
199.6544
200.3456
98.60626
Jan-92
-0.11098
-0.14944
0.001068
-0.00549
-0.26484
199.7352
200.2648
98.34546
Feb-92
0.022999
-0.15536
0.061659
-0.01034
-0.08104
199.919
200.081
98.26579
Mar-92
0.114567
-0.0763
-0.06677
-0.00147
-0.02998
199.97
200.03
98.23633
Apr-92
-0.13757
0.041512
-0.0342
-0.00563
-0.13589
199.8641
200.1359
98.10293
May-92
-0.13354
0.093729
-0.04767
-0.00471
-0.0922
199.9078
200.0922
98.01253
Jun-92
-0.03848
0.034134
0.025046
-0.00232
0.018385
200.0184
199.9816
98.03055
Jul-92
-0.22894
-0.08275
-0.04795
-0.00447
-0.36411
199.6359
200.3641
97.67426
Aug-92
-0.02245
-0.11647
-0.01154
-0.0006
-0.15105
199.8489
200.1511
97.52683
Sep-92
-0.10109
-0.0125
0.092959
-0.00413
-0.02475
199.9752
200.0248
97.50269
Oct-92
0.057532
0.159278
0.057348
-0.00852
0.265641
200.2656
199.7344
97.76204
Nov-92
0.142164
0.227267
0.002117
-0.0092
0.362349
200.3623
199.6377
98.11692
Dec-92
-0.00468
0.121583
0.032906
-0.00033
0.14948
200.1495
199.8505
98.2637
Jan-93
-0.05566
-0.13064
-0.03818
-0.00173
-0.22621
199.7738
200.2262
98.04167
Feb-93
-0.07033
-0.28246
0.05556
0.001246
-0.29598
199.704
200.296
97.75191
175
Mar-93
-0.06234
-0.30675
0.004589
-0.00145
-0.36595
199.634
200.366
97.39484
Apr-93
-0.02968
-0.16056
-0.04221
-0.00516
-0.23761
199.7624
200.2376
97.1637
May-93
0.022346
-0.05667
0.057286
-0.00474
0.018223
200.0182
199.9818
97.18141
Jun-93
0.02786
0.047854
0.012663
-0.00609
0.082283
200.0823
199.9177
97.2614
Jul-93
0.027559
0.109442
0.0313
-0.00733
0.160968
200.161
199.839
97.41809
Aug-93
-0.00313
0.148925
0.029008
-0.00623
0.168572
200.1686
199.8314
97.58245
Sep-93
-0.02411
0.122728
-0.001
-0.00715
0.090464
200.0905
199.9095
97.67076
Oct-93
-0.00517
0.027188
0.007752
0.002385
0.032159
200.0322
199.9678
97.70218
Nov-93
0.029759
-0.03734
0.070625
0.001574
0.064614
200.0646
199.9354
97.76533
Dec-93
0.016996
-0.07453
0.027628
-0.00303
-0.03293
199.9671
200.0329
97.73314
Jan-94
0.009543
-0.06571
0.02129
-0.00688
-0.04176
199.9582
200.0418
97.69233
Feb-94
0.209837
-0.06123
0.021607
-0.01015
0.160062
200.1601
199.8399
97.84882
Mar-94
0.154245
-0.04243
-0.04576
-0.00576
0.060297
200.0603
199.9397
97.90784
Apr-94
0.150397
-0.03288
0.156241
-0.0039
0.269853
200.2699
199.7301
98.1724
May-94
0.264385
-0.04228
0.026751
-0.00624
0.242615
200.2426
199.7574
98.41087
Jun-94
-0.02362
-0.09421
-0.01745
-0.00465
-0.13992
199.8601
200.1399
98.27327
Jul-94
0.156425
-0.14138
0.043729
-0.00697
0.051809
200.0518
199.9482
98.3242
Aug-94
0.044269
-0.14364
-0.06625
-0.00393
-0.16955
199.8304
200.1696
98.15763
Sep-94
0.143183
-0.12327
-0.00524
-0.00816
0.006512
200.0065
199.9935
98.16402
Oct-94
0.199714
0.152533
-0.00083
-0.00381
0.347603
200.3476
199.6524
98.50583
Nov-94
0.120648
0.150959
-0.0955
-0.0045
0.171602
200.1716
199.8284
98.67502
Dec-94
0.414379
0.104795
0.098919
-0.0036
0.614495
200.6145
199.3855
99.28324
Jan-95
0.004996
-0.04186
0.069152
-0.00234
0.029947
200.0299
199.9701
99.31298
Feb-95
-0.0981
-0.12464
0.043758
-0.00415
-0.18313
199.8169
200.1831
99.13127
Mar-95
-0.0707
-0.1299
-0.04161
-0.00181
-0.24403
199.756
200.244
98.88965
Apr-95
-0.1404
-0.04529
-0.0151
-0.01
-0.21079
199.7892
200.2108
98.68142
May-95
-0.12278
0.006739
0.000285
-0.00466
-0.12042
199.8796
200.1204
98.56266
Jun-95
-0.14032
0.038556
0.009303
-0.0097
-0.10216
199.8978
200.1022
98.46202
Jul-95
-0.04368
0.025078
-0.04222
-0.00819
-0.06901
199.931
200.069
98.39409
Aug-95
0.082011
0.00917
0.051864
-0.00958
0.133464
200.1335
199.8665
98.5255
Sep-95
-0.01323
-0.03425
0.002459
-0.00783
-0.05285
199.9472
200.0528
98.47345
Oct-95
-0.00651
-0.08082
0.014091
-0.00769
-0.08092
199.9191
200.0809
98.3938
Nov-95
-0.08208
-0.10145
0.009191
-0.00796
-0.1823
199.8177
200.1823
98.21459
Dec-95
-0.08032
-0.0718
0.056351
-0.0053
-0.10107
199.8989
200.1011
98.11538
Jan-96
-0.0401
0.004076
0.014721
0.004491
-0.01682
199.9832
200.0168
98.09888
Feb-96
-0.15204
0.052764
-0.09993
-0.01261
-0.21182
199.7882
200.2118
97.89131
Mar-96
0.101739
0.070192
-0.00942
-0.00561
0.156902
200.1569
199.8431
98.04502
Apr-96
0.052682
0.040413
0.034128
-0.00407
0.12315
200.1231
199.8769
98.16584
May-96
0.036716
0.01829
0.013518
-0.01274
0.055787
200.0558
199.9442
98.22062
Jun-96
0.05131
-0.01212
0.005751
0.006539
0.051475
200.0515
199.9485
98.27119
Jul-96
0.032025
-0.02283
0.009425
-0.00575
0.012867
200.0129
199.9871
98.28383
176
Aug-96
-0.01819
-0.01538
0.007422
-0.0115
-0.03765
199.9623
200.0377
98.24684
Sep-96
0.050982
0.038211
0.029604
0.01438
0.133178
200.1332
199.8668
98.37777
Oct-96
-0.08365
0.101442
0.019872
-0.00884
0.028827
200.0288
199.9712
98.40613
Nov-96
-0.04368
0.12334
-0.07891
-0.00836
-0.00761
199.9924
200.0076
98.39865
Dec-96
0.00459
0.067391
-0.05792
-0.00675
0.00731
200.0073
199.9927
98.40584
Jan-97
0.093501
-0.02168
-0.03602
-0.00435
0.031454
200.0315
199.9685
98.4368
Feb-97
0.045504
-0.04945
0.01311
-0.00721
0.001946
200.0019
199.9981
98.43871
Mar-97
0.028107
0.028786
-0.02075
-0.00715
0.02899
200.029
199.971
98.46725
Apr-97
0.055453
0.184153
-0.04787
-0.01194
0.179794
200.1798
199.8202
98.64445
May-97
0.007556
0.272065
-0.05086
-0.00823
0.220524
200.2205
199.7795
98.86223
Jun-97
-0.07649
0.263629
0.053663
-0.00779
0.233015
200.233
199.767
99.09286
Jul-97
-0.05952
0.128824
-0.11335
-0.09971
-0.14376
199.8562
200.1438
98.9505
Aug-97
-0.00339
0.027182
-0.14649
-0.2591
-0.3818
199.6182
200.3818
98.57343
Sep-97
0.017596
-0.07132
-0.24425
-0.12259
-0.42056
199.5794
200.4206
98.15974
Oct-97
0.040988
-0.10686
0.033777
-0.19065
-0.22275
199.7773
200.2227
97.94133
Nov-97
0.029326
-0.11407
-0.00653
0.011508
-0.07977
199.9202
200.0798
97.86324
Dec-97
0.020657
-0.03313
-0.09948
-0.38391
-0.49587
199.5041
200.4959
97.37916
Jan-98
-0.03494
0.072683
-1.14712
-1.26572
-2.3751
197.6249
202.3751
95.09346
Feb-98
-0.03148
0.102786
0.53928
0.333755
0.944337
200.9443
199.0557
95.99572
Mar-98
-0.01209
-0.00609
0.090379
0.058637
0.13083
200.1308
199.8692
96.12139
Apr-98
-0.00829
-0.21637
-0.04343
0.053619
-0.21447
199.7855
200.2145
95.91546
May-98
-0.0329
-0.33836
-0.52316
-0.46715
-1.36158
198.6384
201.3616
94.61833
Jun-98
-0.01904
-0.33449
-0.31457
-0.55389
-1.22198
198.778
201.222
93.46912
Jul-98
-0.02877
-0.16589
0.029245
0.197
0.031585
200.0316
199.9684
93.49865
Aug-98
-0.0179
-0.04079
0.249301
0.25673
0.447336
200.4473
199.5527
93.91784
Sep-98
-0.141
0.079647
-0.01052
0.062898
-0.00898
199.991
200.009
93.90941
Oct-98
-0.13245
0.128298
0.502242
0.580583
1.078669
201.0787
198.9213
94.92788
Nov-98
0.042975
0.145709
0.060487
0.059574
0.308745
200.3087
199.6913
95.22141
Dec-98
-0.01144
0.064745
-0.12621
-0.14368
-0.21658
199.7834
200.2166
95.01541
Jan-99
0.021838
-0.08553
-0.16891
-0.17295
-0.40554
199.5945
200.4055
94.63086
Feb-99
0.044822
-0.17208
0.088729
0.050208
0.011683
200.0117
199.9883
94.64192
Mar-99
-0.07917
-0.16584
-0.11526
0.012782
-0.34749
199.6525
200.3475
94.31362
Apr-99
-0.02431
-0.05223
0.092466
0.057437
0.073367
200.0734
199.9266
94.38284
May-99
0.006098
0.022286
0.046207
0.019867
0.094457
200.0945
199.9055
94.47203
Jun-99
0.111182
0.072284
0.263763
0.310227
0.757456
200.7575
199.2425
95.19033
Jul-99
0.099514
0.055941
-0.07007
-0.04353
0.041854
200.0419
199.9581
95.23018
Aug-99
0.106486
0.030942
-0.17
-0.1642
-0.19677
199.8032
200.1968
95.04299
Sep-99
0.088912
-0.04454
-0.14248
-0.16955
-0.26767
199.7323
200.2677
94.78893
Oct-99
0.131168
-0.12524
0.305515
0.340567
0.652005
200.652
199.348
95.40898
Nov-99
0.015806
-0.15808
-0.09812
-0.11167
-0.35207
199.6479
200.3521
95.07367
Dec-99
0.0499
-0.09777
0.122103
0.072546
0.146774
200.1468
199.8532
95.21331
177
Jan-00
0.047955
0.034888
-0.03356
-0.0666
-0.01731
199.9827
200.0173
95.19683
Feb-00
0.038384
0.110597
-0.10173
-0.02761
0.019637
200.0196
199.9804
95.21552
Mar-00
0.092591
0.108579
-0.05756
-0.01235
0.13126
200.1313
199.8687
95.34059
Apr-00
-0.00425
0.019122
-0.03879
-0.09652
-0.12044
199.8796
200.1204
95.22583
May-00
0.188747
-0.03633
-0.09307
-0.13533
-0.07598
199.924
200.076
95.1535
Jun-00
0.016355
-0.06748
-0.01812
-0.03025
-0.09949
199.9005
200.0995
95.05888
Jul-00
-0.10711
-0.04658
-0.10013
-0.04448
-0.29831
199.7017
200.2983
94.77573
Aug-00
-0.03267
-0.02395
0.133197
0.130443
0.207027
200.207
199.793
94.97215
Sep-00
-0.02616
0.028181
-0.14005
-0.08549
-0.22352
199.7765
200.2235
94.7601
Oct-00
0.04626
0.080777
-0.09864
-0.07864
-0.05024
199.9498
200.0502
94.7125
Nov-00
0.092935
0.104115
-0.00561
-0.03355
0.157887
200.1579
199.8421
94.86216
Dec-00
-0.16375
0.069172
0.027975
-0.01852
-0.08513
199.9149
200.0851
94.78144
Jan-01
-0.44646
-0.00732
0.110426
0.040076
-0.30328
199.6967
200.3033
94.49442
Feb-01
-0.18775
-0.04631
-0.04532
-0.06981
-0.34919
199.6508
200.3492
94.16503
Mar-01
-0.25677
-0.03106
-0.03925
-0.10104
-0.42811
199.5719
200.4281
93.76276
Apr-01
-0.24311
0.009806
-0.14694
-0.2151
-0.59535
199.4046
200.5954
93.2062
May-01
-0.21935
0.009238
0.047841
0.078138
-0.08413
199.9159
200.0841
93.12782
Jun-01
-0.14876
-0.06139
-0.02231
-0.05187
-0.28434
199.7157
200.2843
92.8634
Jul-01
-0.0596
-0.1175
0.171594
0.317982
0.312471
200.3125
199.6875
93.15402
Aug-01
-0.08849
-0.0963
0.177813
0.112193
0.105214
200.1052
199.8948
93.25208
Sep-01
-0.31594
0.086773
-0.17711
-0.1433
-0.54958
199.4504
200.5496
92.74099
Oct-01
-0.28523
0.302905
0.00441
-0.06611
-0.04402
199.956
200.044
92.70017
Nov-01
-0.13372
0.373685
0.022887
-0.02141
0.241442
200.2414
199.7586
92.92426
Dec-01
-0.04759
0.170289
0.091894
-0.00827
0.206317
200.2063
199.7937
93.11618
Jan-02
-0.05503
-0.21951
0.008094
0.009757
-0.25669
199.7433
200.2567
92.87747
Feb-02
0.077173
-0.42833
0.062437
0.017929
-0.27079
199.7292
200.2708
92.6263
Mar-02
0.121606
-0.36841
0.087947
0.079572
-0.07928
199.9207
200.0793
92.55289
Apr-02
-0.07994
-0.0528
0.072506
0.054218
-0.00602
199.994
200.006
92.54731
May-02
-0.05235
0.121897
0.037417
0.080358
0.187324
200.1873
199.8127
92.72084
Jun-02
-0.04495
0.142626
-0.02055
0.007503
0.084629
200.0846
199.9154
92.79934
Jul-02
-0.08153
0.007044
-0.14776
-0.03708
-0.25932
199.7407
200.2593
92.55901
Aug-02
-0.04595
-0.05272
0.053093
0.037325
-0.00825
199.9917
200.0083
92.55137
Sep-02
-0.00506
-0.03901
-0.02304
-0.02552
-0.09263
199.9074
200.0926
92.46567
Oct-02
-0.02507
0.047615
0.002284
-0.00334
0.021493
200.0215
199.9785
92.48555
Nov-02
-0.09898
0.097217
0.060476
0.033926
0.092643
200.0926
199.9074
92.57127
Dec-02
-0.04738
0.109232
-0.09028
-0.00284
-0.03127
199.9687
200.0313
92.54233
Jan-03
-0.00051
0.065354
0.015307
-0.00091
0.07924
200.0792
199.9208
92.61569
Feb-03
-0.04078
0.031117
-0.00335
-0.01188
-0.02489
199.9751
200.0249
92.59264
Mar-03
-0.01977
-0.01178
0.029737
-0.00499
-0.0068
199.9932
200.0068
92.58635
Apr-03
-0.01843
-0.04108
0.015646
0.038323
-0.00555
199.9945
200.0055
92.58121
May-03
-0.04864
-0.05492
0.031256
0.071729
-0.00057
199.9994
200.0006
92.58068
178
Jun-03
-0.05372
-0.03103
-0.01042
0.001941
-0.09323
199.9068
200.0932
92.49441
Jul-03
-0.01154
0.017648
-0.05878
-0.02714
-0.07981
199.9202
200.0798
92.42062
Aug-03
0.049687
0.040989
0.012612
-0.00127
0.102021
200.102
199.898
92.51495
Sep-03
0.003584
0.02605
0.00655
0.040418
0.076603
200.0766
199.9234
92.58585
Oct-03
0.015861
-0.01829
-0.00732
-0.00669
-0.01644
199.9836
200.0164
92.57062
Nov-03
0.003747
-0.03905
-0.01438
-0.0292
-0.07888
199.9211
200.0789
92.49763
Dec-03
0.003436
-0.02735
0.020113
0.025526
0.021724
200.0217
199.9783
92.51773
Jan-04
0.00948
0.017813
-0.03834
-0.02346
-0.03452
199.9655
200.0345
92.4858
Feb-04
-0.0238
0.04725
0.028244
-0.01312
0.038576
200.0386
199.9614
92.52148
Mar-04
0.015473
0.061969
-0.05468
-0.01073
0.012036
200.012
199.988
92.53262
Apr-04
0.04526
0.051778
-0.00316
-0.02833
0.065547
200.0655
199.9345
92.59329
May-04
0.105932
0.028874
-0.06339
-0.10369
-0.03228
199.9677
200.0323
92.56341
Jun-04
0.163581
0.014503
0.050569
-0.02593
0.202718
200.2027
199.7973
92.75124
Jul-04
0.039712
0.005492
0.019568
0.054473
0.119245
200.1192
199.8808
92.86191
Aug-04
-0.01938
-0.00016
-0.02073
-0.00951
-0.04979
199.9502
200.0498
92.81569
Sep-04
0.075086
-0.00371
0.019058
0.019525
0.109964
200.11
199.89
92.91781
Oct-04
0.110385
-0.00593
0.022565
0.022497
0.149519
200.1495
199.8505
93.05684
Nov-04
0.167293
-0.00733
-0.00141
0.014366
0.172923
200.1729
199.8271
93.2179
Dec-04
0.125903
0.043504
-0.02477
-0.05757
0.087069
200.0871
199.9129
93.2991
Jan-05
0.114506
-0.0486
0.019421
0.001383
0.086713
200.0867
199.9133
93.38004
Feb-05
0.156456
-0.05449
0.000524
-0.02056
0.081932
200.0819
199.9181
93.45657
Mar-05
0.089079
-0.06629
0.035009
-0.04115
0.016649
200.0166
199.9834
93.47214
Apr-05
0.036263
-0.06551
0.041647
-0.015
-0.0026
199.9974
200.0026
93.46971
May-05
0.026254
-0.05256
0.047266
0.015118
0.036079
200.0361
199.9639
93.50344
Jun-05
0.053342
-0.00896
0.022573
-0.03535
0.031602
200.0316
199.9684
93.53299
Jul-05
0.055987
0.034992
0.082742
-0.01316
0.160563
200.1606
199.8394
93.68329
Aug-05
0.086426
0.04848
0.047023
-0.02848
0.153454
200.1535
199.8465
93.82716
Sep-05
0.108415
0.001216
0.029961
-0.02827
0.11132
200.1113
199.8887
93.93167
Oct-05
0.087358
-0.07222
-0.0499
0.023742
-0.01102
199.989
200.011
93.92132
Nov-05
0.161153
-0.09799
-0.00225
0.023682
0.084596
200.0846
199.9154
94.00081
Dec-05
0.116715
-0.04151
-0.01832
0.025658
0.082547
200.0825
199.9175
94.07843
Jan-06
0.056327
0.088599
0.062363
0.049222
0.256511
200.2565
199.7435
94.32006
Feb-06
0.130105
0.173277
0.062593
0.03231
0.398285
200.3983
199.6017
94.69648
Mar-06
0.083143
0.203908
-0.13797
0.032163
0.181245
200.1812
199.8188
94.86826
Apr-06
0.057058
0.149056
-0.04402
0.041549
0.203642
200.2036
199.7964
95.06165
May-06
-0.0134
0.105512
-0.11481
-0.06662
-0.08931
199.9107
200.0893
94.97679
Jun-06
0.067009
0.041839
0.126369
-0.02041
0.214811
200.2148
199.7852
95.18103
Jul-06
-0.01819
-0.02333
0.003419
0.049974
0.011872
200.0119
199.9881
95.19233
Aug-06
-0.07276
-0.06913
-0.03519
0.014957
-0.16212
199.8379
200.1621
95.03813
Sep-06
0.053633
-0.07692
-0.04734
-0.0238
-0.09442
199.9056
200.0944
94.94843
Oct-06
-0.03596
-0.04687
0.198436
0.002025
0.117626
200.1176
199.8824
95.06018
179
Nov-06
-0.03759
-0.03592
-0.05267
0.006274
-0.11991
199.8801
200.1199
94.94626
Dec-06
0.086311
-0.04424
0.007114
0.01694
0.066129
200.0661
199.9339
95.00907
Jan-07
0.119781
-0.06178
-0.03871
-0.01738
0.001904
200.0019
199.9981
95.01088
Feb-07
0.004166
-0.06469
-0.05424
-0.01762
-0.13238
199.8676
200.1324
94.88519
Mar-07
-0.05402
-0.04291
-0.00341
0.000411
-0.09992
199.9001
200.0999
94.79043
Apr-07
-0.01846
-0.01234
-0.04293
0.011594
-0.06213
199.9379
200.0621
94.73155
May-07
-0.06374
-0.00206
-0.01705
0.036845
-0.046
199.954
200.046
94.68798
Jun-07
-0.09129
-0.02795
-0.02833
-0.02723
-0.17481
199.8252
200.1748
94.5226
Jul-07
-0.04737
-0.04736
-0.0574
-0.03995
-0.19208
199.8079
200.1921
94.34122
Aug-07
0.019898
-0.02736
-0.00306
-0.00357
-0.01409
199.9859
200.0141
94.32793
Sep-07
0.092766
0.074723
-0.01691
0.03558
0.18616
200.1862
199.8138
94.50369
Oct-07
-0.18495
0.171784
0.030703
0.001368
0.01891
200.0189
199.9811
94.52157
Nov-07
-0.14162
0.18426
-0.06863
-0.04778
-0.07377
199.9262
200.0738
94.45187
Dec-07
0.087973
0.025051
0.000417
0.003423
0.116864
200.1169
199.8831
94.56231
Jan-08
-0.47662
-0.19762
0.023475
0.015386
-0.63538
199.3646
200.6354
93.96339
Feb-08
-0.51196
-0.28033
0.080002
0.032037
-0.68025
199.3197
200.6803
93.32636
Mar-08
-0.15235
-0.11487
-0.05987
-0.03016
-0.35725
199.6427
200.3573
92.99355
Apr-08
0.060057
0.243483
0.036702
-0.00344
0.336801
200.3368
199.6632
93.30728
May-08
-0.02626
0.450102
0.010277
-0.0229
0.411214
200.4112
199.5888
93.69176
Jun-08
0.066071
0.449701
-0.02132
0.016475
0.510925
200.5109
199.4891
94.17168
Jul-08
0.014463
0.18936
-0.03413
0.015414
0.185112
200.1851
199.8149
94.34617
Aug-08
-0.00506
0.006071
0.054885
0.027544
0.083438
200.0834
199.9166
94.42492
Sep-08
0.202043
-0.15309
0.065536
-0.06278
0.051712
200.0517
199.9483
94.47376
Oct-08
0.28937
-0.22169
0.005775
-0.25416
-0.1807
199.8193
200.1807
94.3032
Nov-08
-0.69084
-0.26914
-0.13462
-0.14928
-1.24388
198.7561
201.2439
93.13743
Dec-08
-0.23163
-0.22902
0.144925
0.188379
-0.12734
199.8727
200.1273
93.01891
Jan-09
-0.23921
-0.12359
-0.03948
-0.07247
-0.47475
199.5252
200.4748
92.57834
Feb-09
0.051831
-0.07308
-0.01865
-0.08704
-0.12694
199.8731
200.1269
92.4609
Mar-09
-0.07105
-0.09974
-0.05293
0.029245
-0.19449
199.8055
200.1945
92.28125
Apr-09
-0.17752
-0.18884
0.11139
0.126706
-0.12826
199.8717
200.1283
92.16297
May-09
-0.02979
-0.23196
0.000905
0.054977
-0.20587
199.7941
200.2059
91.97342
Jun-09
-0.10872
-0.21436
0.046399
0.03135
-0.24534
199.7547
200.2453
91.74805
Jul-09
-0.09742
-0.12213
0.050667
0.022032
-0.14685
199.8532
200.1468
91.61342
Aug-09
-0.06902
-0.0533
-0.00428
0.012298
-0.1143
199.8857
200.1143
91.50877
Sep-09
-0.06908
0.00605
-0.06823
0.044798
-0.08646
199.9135
200.0865
91.42968
Oct-09
-0.0473
0.04207
-0.02757
0.035593
0.002794
200.0028
199.9972
91.43224
Nov-09
-0.04616
0.075913
0.026708
0.009316
0.065778
200.0658
199.9342
91.4924
Dec-09
-0.0301
0.093737
0.009373
0.023663
0.096675
200.0967
199.9033
91.58089
Jan-10
-0.02018
0.087763
-0.11771
0.017637
-0.03249
199.9675
200.0325
91.55114
Feb-10
-0.00542
0.085908
0.051898
-0.00141
0.130975
200.131
199.869
91.67112
Mar-10
0.00381
0.080393
0.051185
0.028546
0.163933
200.1639
199.8361
91.82153
180
Apr-10
0.028172
0.068542
-0.15241
-0.00311
-0.0588
199.9412
200.0588
91.76755
May-10
0.091751
0.057186
0.094276
-0.03862
0.204592
200.2046
199.7954
91.95549
Jun-10
0.041197
0.043648
0.007166
0.039615
0.131626
200.1316
199.8684
92.07661
Jul-10
-0.00729
0.028079
-0.04493
0.007367
-0.01678
199.9832
200.0168
92.06116
Aug-10
-0.07371
0.013676
-0.06917
0.00893
-0.12027
199.8797
200.1203
91.9505
Sep-10
-0.03455
0.000588
-0.06227
0.002981
-0.09325
199.9068
200.0932
91.8648
Oct-10
-0.01818
-0.01265
-0.0752
0.004452
-0.10157
199.8984
200.1016
91.77154
Nov-10
-0.01187
-0.02728
0.012499
0.003838
-0.02281
199.9772
200.0228
91.75061
Dec-10
0.009515
-0.04476
-0.04303
0.012838
-0.06544
199.9346
200.0654
91.69059
Jan-11
0.006122
-0.04196
0.0612
-0.00534
0.020017
200.02
199.98
91.70895
Feb-11
0.002759
-0.02616
-0.09859
0.013075
-0.10892
199.8911
200.1089
91.60911
Mar-11
-0.00668
0.025778
-0.02894
0.026306
0.016464
200.0165
199.9835
91.62419
Apr-11
-0.01728
0.106329
-0.07929
0.010815
0.020576
200.0206
199.9794
91.64305
May-11
-0.02199
0.165048
-0.0581
0.010608
0.095571
200.0956
199.9044
91.73067
Jun-11
-0.00427
0.194407
-0.02641
-0.01715
0.146571
200.1466
199.8534
91.86522
Jul-11
0.007233
0.13506
-0.00177
0.009416
0.149935
200.1499
199.8501
92.00307
Aug-11
0.030309
0.037987
0.018376
-0.0086
0.078073
200.0781
199.9219
92.07492
Sep-11
0.046846
-0.05743
0.10027
-0.02002
0.069673
200.0697
199.9303
92.1391
Oct-11
0.038941
-0.09534
0.059599
-0.01498
-0.01177
199.9882
200.0118
92.12825
Nov-11
0.070011
-0.06951
0.002247
-0.03936
-0.03662
199.9634
200.0366
92.09452
Dec-11
0.036043
-0.01307
0.081159
0.016148
0.120284
200.1203
199.8797
92.20536
181
Lampiran 12. Perbandingan Grafik Variabel Kandidat Lagging Indicator Sebelum dan Sesudah Melalui X-12 ARIMA
Sebelum Mengalami Proses X-12 ARIMA
Sesudah Mengalami X-12ARIMA
Perbandingan Grafik Variabel Suku Bunga Pinjaman Modal Kerja (Rupiah) Yang Diberikan Bank Persero Sebelum dan Sesudah Mengalami Proses X-12 ARIMA Untuk Mengisolir Faktor Musiman
Sebelum Mengalami Proses X-12 ARIMA
Sesudah Mengalami X-12ARIMA
Perbandingan Grafik Variabel Suku Bunga Simpanan Rupiah Berjangka 24 Bualn di Bank Umum Sebelum dan Sesudah Mengalami Proses X-12 ARIMA Untuk Mengisolir Faktor Musiman
182
Sebelum Mengalami Proses X-12 ARIMA
Sesudah Mengalami X-12ARIMA
Perbandingan Grafik Variabel Import Merchandise Sebelum dan Sesudah Mengalami Proses X-12 ARIMA Untuk Mengisolir Faktor Musiman
Sebelum Mengalami Proses X-12 ARIMA
Sesudah Mengalami X-12ARIMA
Perbandingan Grafik Variabel Local Equity Market Index Sebelum dan Sesudah Mengalami Proses X-12 ARIMA Untuk Mengisolir Faktor Musiman
183
Lampiran 13. Perhitungan Composite Lagging Debt Index Periode
mt 34
mt 64
mt 97
mt 81
it
200+it
200-it
It
Jan-90 Feb-90
-0.1272
0.0952
0.3971
0.0818
0.4469
200.4469
199.5531
100.4479
Mar-90
-0.1272
-0.0451
0.0545
0.0797
-0.0381
199.9619
200.0381
100.4097
Apr-90
-0.2968
-0.0851
-0.0167
0.0777
-0.3210
199.6790
200.3210
100.0879
May-90
-0.0424
-0.0351
0.0745
0.0757
0.0728
200.0728
199.9272
100.1608
Jun-90
0.0000
-0.1202
-0.3478
0.0739
-0.3941
199.6059
200.3941
99.7668
Jul-90
-0.0424
-0.1002
0.0932
0.0721
0.0227
200.0227
199.9773
99.7895
Aug-90
0.1272
0.0351
-0.2298
0.0705
0.0029
200.0029
199.9971
99.7925
Sep-90
0.5937
0.0551
-0.4910
0.0689
0.2267
200.2267
199.7733
100.0189
Oct-90
0.1272
0.0901
0.7704
0.0674
1.0552
201.0552
198.9448
101.0799
Nov-90
0.1272
0.1152
-0.1488
0.0659
0.1595
200.1595
199.8405
101.2413
Dec-90
0.3392
0.0250
0.2592
0.0645
0.6880
200.6880
199.3120
101.9402
Jan-91
1.5690
0.1052
-0.4162
0.0632
1.3212
201.3212
198.6788
103.2960
Feb-91
-1.1450
0.1252
0.3971
0.0634
-0.5592
199.4408
200.5592
102.7200
Mar-91
0.3817
0.6961
0.0545
0.0265
1.1588
201.1588
198.8412
103.9172
Apr-91
0.3817
0.0300
-0.0167
0.0921
0.4871
200.4871
199.5129
104.4247
May-91
0.0848
-0.4007
0.0745
-0.1111
-0.3524
199.6476
200.3524
104.0573
Jun-91
0.0000
0.5559
-0.3478
-0.2316
-0.0234
199.9766
200.0234
104.0330
Jul-91
0.0000
-0.0701
0.0932
-0.4810
-0.4580
199.5420
200.4580
103.5576
Aug-91
0.0000
0.0601
-0.2298
-0.1224
-0.2921
199.7079
200.2921
103.2556
Sep-91
-1.0177
0.0351
-0.4910
-0.6617
-2.1354
197.8646
202.1354
101.0739
Oct-91
0.0848
0.1102
0.7704
-0.5786
0.3868
200.3868
199.6132
101.4657
Nov-91
0.0848
-0.2304
-0.1488
0.2399
-0.0545
199.9455
200.0545
101.4104
Dec-91
1.2298
0.0050
0.2592
0.1360
1.6300
201.6300
198.3700
103.0770
Jan-92
-0.0848
0.2204
0.3200
0.0835
0.5391
200.5391
199.4609
103.6342
Feb-92
-1.1450
-0.3706
-0.0258
0.3412
-1.2002
198.7998
201.2002
102.3978
Mar-92
0.0000
0.2154
-0.3773
-0.0865
-0.2484
199.7516
200.2484
102.1437
Apr-92
0.0424
0.0401
0.2773
-0.0741
0.2857
200.2857
199.7143
102.4359
May-92
-0.0424
-0.0901
-0.1212
0.2264
-0.0273
199.9727
200.0273
102.4079
Jun-92
-0.0848
0.0100
-0.2040
0.2801
0.0013
200.0013
199.9987
102.4093
Jul-92
0.0000
-0.0351
-0.0164
-0.1158
-0.1672
199.8328
200.1672
102.2383
Aug-92
-0.0848
-0.0200
0.0711
-0.1307
-0.1644
199.8356
200.1644
102.0703
Sep-92
0.0424
-0.0351
0.1040
-0.1449
-0.0336
199.9664
200.0336
102.0360
Oct-92
-0.0424
0.2304
-0.3839
0.0336
-0.1622
199.8378
200.1622
101.8706
Nov-92
-0.1272
-0.3355
0.5225
-0.1880
-0.1283
199.8717
200.1283
101.7400
Dec-92
-0.1272
-0.1553
0.1774
-0.2756
-0.3806
199.6194
200.3806
101.3535
Jan-93
-0.0848
-0.1102
-0.1031
0.0052
-0.2929
199.7071
200.2929
101.0571
Feb-93
-0.1272
-0.0501
-0.3662
0.2166
-0.3269
199.6731
200.3269
100.7273
184
Mar-93
-0.1569
-0.1703
0.0856
0.0826
-0.1590
199.8410
200.1590
100.5673
Apr-93
-0.0806
-0.1052
0.1788
0.0117
0.0047
200.0047
199.9953
100.5720
May-93
-0.1145
-0.0801
-0.2521
0.2052
-0.2415
199.7585
200.2415
100.3294
Jun-93
-0.1145
-0.1603
0.5258
0.3059
0.5570
200.5570
199.4430
100.8898
Jul-93
-0.2205
0.1803
-0.0208
0.0098
-0.0513
199.9487
200.0513
100.8381
Aug-93
-0.1103
-0.3155
-0.5766
0.2768
-0.7256
199.2744
200.7256
100.1090
Sep-93
-0.1696
-0.4858
0.9393
0.3161
0.6000
200.6000
199.4000
100.7115
Oct-93
-0.0721
-0.1502
-0.4003
-0.0200
-0.6426
199.3574
200.6426
100.0663
Nov-93
-0.1569
-0.0250
-0.0685
0.2945
0.0441
200.0441
199.9559
100.1104
Dec-93
0.1357
-0.4457
-0.0594
0.1545
-0.2149
199.7851
200.2149
99.8955
Jan-94
-0.1018
-0.2354
-0.1841
0.3418
-0.1794
199.8206
200.1794
99.7164
Feb-94
-0.0382
0.0701
0.4356
-0.1087
0.3589
200.3589
199.6411
100.0749
Mar-94
-0.2078
-0.2554
0.3064
-0.3738
-0.5306
199.4694
200.5306
99.5453
Apr-94
-0.2035
-0.0100
-0.4409
-0.3372
-0.9917
199.0083
200.9917
98.5630
May-94
-0.0848
-0.1302
0.3672
0.0520
0.2042
200.2042
199.7958
98.7645
Jun-94
-0.0170
-0.2504
-0.2592
0.0384
-0.4882
199.5118
200.4882
98.2835
Jul-94
-0.0170
0.1853
0.1750
-0.1628
0.1805
200.1805
199.8195
98.4612
Aug-94
-0.0466
-0.1452
0.1474
0.1928
0.1484
200.1484
199.8516
98.6074
Sep-94
-0.0297
0.6410
-0.1566
0.2025
0.6572
200.6572
199.3428
99.2575
Oct-94
-0.0975
-0.6561
0.3954
-0.1056
-0.4638
199.5362
200.4638
98.7982
Nov-94
-0.6743
0.0751
-0.0528
-0.0795
-0.7314
199.2686
200.7314
98.0782
Dec-94
0.3774
0.0701
0.3055
-0.3857
0.3673
200.3673
199.6327
98.4391
Jan-95
0.3392
-0.0501
-0.4401
-0.1038
-0.2548
199.7452
200.2548
98.1886
Feb-95
0.0721
-0.2103
0.4693
0.0664
0.3975
200.3975
199.6025
98.5797
Mar-95
-0.0254
0.0851
-0.0953
-0.1062
-0.1418
199.8582
200.1418
98.4400
Apr-95
0.1272
-0.2654
-0.1200
-0.1027
-0.3610
199.6390
200.3610
98.0854
May-95
0.0297
-0.2154
0.1690
0.2228
0.2061
200.2061
199.7939
98.2877
Jun-95
-0.0212
0.0901
0.4800
0.2540
0.8030
200.8030
199.1970
99.0801
Jul-95
0.0466
0.0751
-0.2758
0.0900
-0.0640
199.9360
200.0640
99.0167
Aug-95
0.0382
0.0200
0.4246
-0.0722
0.4107
200.4107
199.5893
99.4241
Sep-95
0.0763
0.3005
-0.0996
-0.1576
0.1197
200.1197
199.8803
99.5432
Oct-95
0.0466
0.0601
-0.3993
0.0173
-0.2753
199.7247
200.2753
99.2695
Nov-95
-0.0212
0.2103
-0.0107
-0.1665
0.0120
200.0120
199.9880
99.2814
Dec-95
0.0254
0.2254
-0.1949
0.2076
0.2635
200.2635
199.7365
99.5434
Jan-96
-0.0042
0.0901
0.3033
0.2953
0.6845
200.6845
199.3155
100.2271
Feb-96
0.0212
-0.1653
-0.2022
0.2623
-0.0839
199.9161
200.0839
100.1430
Mar-96
0.0212
0.0451
0.2327
-0.0959
0.2031
200.2031
199.7969
100.3466
Apr-96
-0.0466
0.0401
0.3630
0.1858
0.5423
200.5423
199.4577
100.8922
May-96
-0.0085
0.0351
0.2261
0.0097
0.2624
200.2624
199.7376
101.1573
Jun-96
-0.1187
0.1202
-0.1584
-0.1308
-0.2877
199.7123
200.2877
100.8667
Jul-96
-0.0551
0.0401
-0.3034
-0.1068
-0.4253
199.5747
200.4253
100.4386
185
Aug-96
0.0382
-0.0050
-0.1757
-0.1693
-0.3119
199.6881
200.3119
100.1259
Sep-96
-0.0127
0.0100
0.0810
0.1121
0.1904
200.1904
199.8096
100.3167
Oct-96
0.0085
0.0150
-0.1339
0.1376
0.0273
200.0273
199.9727
100.3441
Nov-96
0.0382
0.0300
0.3081
0.1585
0.5348
200.5348
199.4652
100.8822
Dec-96
-0.0339
-0.4107
-0.1029
0.1069
-0.4406
199.5594
200.4406
100.4387
Jan-97
0.0085
0.4357
0.5256
0.1448
1.1146
201.1146
198.8854
101.5644
Feb-97
0.0254
0.0451
-0.3108
0.0424
-0.1979
199.8021
200.1979
101.3636
Mar-97
-0.0382
-0.0751
0.3717
-0.1495
0.1089
200.1089
199.8911
101.4740
Apr-97
-0.0678
0.0050
-0.2049
-0.1375
-0.4053
199.5947
200.4053
101.0636
May-97
0.0170
-0.4457
0.0973
0.0338
-0.2977
199.7023
200.2977
100.7632
Jun-97
0.0721
0.3406
-0.2967
0.1768
0.2927
200.2927
199.7073
101.0585
Jul-97
-0.0551
-0.0952
0.2516
-0.0993
0.0021
200.0021
199.9979
101.0606
Aug-97
1.1746
0.0000
-0.4668
-0.7457
-0.0378
199.9622
200.0378
101.0224
Sep-97
0.6022
0.2304
0.0788
-0.6362
0.2752
200.2752
199.7248
101.3008
Oct-97
-0.1018
-0.1803
0.0309
-0.5972
-0.8483
199.1517
200.8483
100.4451
Nov-97
0.0551
-0.1102
-0.2359
-0.3733
-0.6643
199.3357
200.6643
99.7801
Dec-97
-1.0093
0.0100
-0.0977
-1.4050
-2.5020
197.4980
202.5020
97.3144
Jan-98
0.6827
-0.0851
-0.3626
-1.7598
-1.5249
198.4751
201.5249
95.8417
Feb-98
-0.1357
0.0401
-0.2354
0.5977
0.2667
200.2667
199.7333
96.0976
Mar-98
0.4834
0.3255
-0.2278
-0.0321
0.5491
200.5491
199.4509
96.6268
Apr-98
0.4834
-0.2454
-0.9044
0.4727
-0.1937
199.8063
200.1937
96.4398
May-98
0.9584
0.4557
0.3487
-1.2854
0.4774
200.4774
199.5226
96.9014
Jun-98
0.1908
-0.2103
0.2019
-0.9581
-0.7757
199.2243
200.7757
96.1526
Jul-98
0.0933
0.2154
0.5636
0.4526
1.3249
201.3249
198.6751
97.4350
Aug-98
0.8396
-0.2103
-0.4788
-0.2130
-0.0624
199.9376
200.0624
97.3742
Sep-98
0.3901
-0.1402
-0.0916
-0.9880
-0.8297
199.1703
200.8297
96.5696
Oct-98
0.2544
0.2805
0.4141
0.8636
1.8127
201.8127
198.1873
98.3361
Nov-98
0.1272
0.1302
-0.0535
1.1404
1.3443
201.3443
198.6557
99.6671
Dec-98
-1.5690
0.0200
0.1498
0.3466
-1.0526
198.9474
201.0526
98.6235
Jan-99
1.6581
0.3205
-1.0515
-0.0385
0.8885
200.8885
199.1115
99.5036
Feb-99
-0.0127
0.0200
0.3961
-0.2450
0.1584
200.1584
199.8416
99.6614
Mar-99
-0.2926
0.7011
-0.0543
-0.1467
0.2076
200.2076
199.7924
99.8685
Apr-99
0.1654
0.0150
0.2170
0.6105
1.0079
201.0079
198.9921
100.8802
May-99
-0.2502
0.0901
-0.2225
1.1328
0.7503
200.7503
199.2497
101.6399
Jun-99
-0.4453
-0.5509
-0.1786
0.6709
-0.5039
199.4961
200.5039
101.1290
Jul-99
-0.7251
-0.3105
0.0962
0.0862
-0.8533
199.1467
200.8533
100.2698
Aug-99
-0.4071
-0.2704
-0.0461
-0.6973
-1.4209
198.5791
201.4209
98.8552
Sep-99
-0.3605
0.0050
0.0294
-0.5842
-0.9102
199.0898
200.9102
97.9594
Oct-99
-0.0424
0.2504
-0.2033
0.5235
0.5282
200.5282
199.4718
98.4782
Nov-99
-0.4792
-0.4507
-0.0434
0.3388
-0.6346
199.3654
200.6346
97.8553
Dec-99
1.6708
1.0667
0.2242
0.0174
2.9792
202.9792
197.0208
100.8147
186
Jan-00
-2.1542
-2.9699
0.3472
0.0292
-4.7478
195.2522
204.7478
96.1392
Feb-00
-0.0085
-0.0300
-0.0841
-0.4058
-0.5284
199.4716
200.5284
95.6325
Mar-00
-0.3223
0.8113
0.0219
-0.1601
0.3509
200.3509
199.6491
95.9687
Apr-00
-0.0551
-0.0351
0.2712
-0.2971
-0.1161
199.8839
200.1161
95.8573
May-00
-0.2502
0.0851
0.0665
-0.4821
-0.5807
199.4193
200.5807
95.3023
Jun-00
-0.2756
-0.4307
0.1456
-0.4101
-0.9709
199.0291
200.9709
94.3815
Jul-00
0.2968
0.0050
0.2935
-0.0545
0.5409
200.5409
199.4591
94.8934
Aug-00
-0.4877
0.5609
0.6655
0.1390
0.8778
200.8778
199.1222
95.7300
Sep-00
0.0339
0.0000
0.0994
-0.4103
-0.2769
199.7231
200.2769
95.4653
Oct-00
0.0212
-0.0451
0.0571
-0.3382
-0.3050
199.6950
200.3050
95.1746
Nov-00
-0.0042
0.0050
0.0912
-0.1436
-0.0516
199.9484
200.0516
95.1255
Dec-00
0.5046
0.0100
-0.0255
-0.1555
0.3337
200.3337
199.6663
95.4434
Jan-01
-0.5810
0.8814
-0.1677
-0.0387
0.0941
200.0941
199.9059
95.5332
Feb-01
-0.0170
0.1202
0.3080
0.2588
0.6700
200.6700
199.3300
96.1755
Mar-01
0.0127
0.0451
-0.1836
-0.5784
-0.7043
199.2957
200.7043
95.5005
Apr-01
0.0212
-0.0100
-0.2577
-0.5830
-0.8295
199.1705
200.8295
94.7116
May-01
0.0424
-0.0050
0.0223
0.1466
0.2063
200.2063
199.7937
94.9072
Jun-01
0.0085
-0.0050
-0.2118
0.3328
0.1244
200.1244
199.8756
95.0254
Jul-01
0.0382
-0.2003
-0.5059
0.3444
-0.3236
199.6764
200.3236
94.7183
Aug-01
0.0382
0.7112
-0.3591
0.4954
0.8857
200.8857
199.1143
95.5609
Sep-01
0.0382
0.0601
-0.4496
-0.1865
-0.5378
199.4622
200.5378
95.0484
Oct-01
0.0806
0.2554
0.0774
-0.6659
-0.2525
199.7475
200.2525
94.8086
Nov-01
0.0212
0.0401
0.1747
-0.2341
0.0019
200.0019
199.9981
94.8105
Dec-01
0.0000
-0.0250
-0.0314
0.0325
-0.0239
199.9761
200.0239
94.7878
Jan-02
-0.0297
0.0701
0.2547
0.4021
0.6973
200.6973
199.3027
95.4511
Feb-02
-0.0127
-0.0050
0.1019
0.3569
0.4411
200.4411
199.5589
95.8731
Mar-02
-0.0254
0.0150
0.0872
0.2877
0.3644
200.3644
199.6356
96.2231
Apr-02
0.0000
-0.0150
0.0117
0.5617
0.5584
200.5584
199.4416
96.7619
May-02
0.0127
-0.0250
0.2483
0.1048
0.3408
200.3408
199.6592
97.0923
Jun-02
0.0424
-0.0150
0.0238
0.1136
0.1648
200.1648
199.8352
97.2524
Jul-02
-0.0212
0.0050
0.1266
-0.3749
-0.2645
199.7355
200.2645
96.9955
Aug-02
-0.0212
-0.0901
0.1121
-0.1378
-0.1371
199.8629
200.1371
96.8626
Sep-02
-0.0042
0.0651
-0.0514
-0.2793
-0.2698
199.7302
200.2698
96.6016
Oct-02
-0.0170
-0.0100
0.4163
-0.5376
-0.1482
199.8518
200.1482
96.4585
Nov-02
0.0042
0.0000
-0.0740
0.0961
0.0264
200.0264
199.9736
96.4840
Dec-02
-0.0551
-0.0100
-0.1374
0.4024
0.1999
200.1999
199.8001
96.6770
Jan-03
0.0085
-0.0250
-0.3400
-0.0966
-0.4532
199.5468
200.4532
96.2399
Feb-03
-0.0254
0.0000
-0.0731
-0.0758
-0.1744
199.8256
200.1744
96.0722
Mar-03
-0.0042
0.0050
-0.0317
-0.0293
-0.0602
199.9398
200.0602
96.0144
Apr-03
-0.0297
0.0000
-0.1031
0.4396
0.3068
200.3068
199.6932
96.3094
May-03
-0.0254
-0.0100
-0.0830
0.4395
0.3210
200.3210
199.6790
96.6191
187
Jun-03
-0.1018
-0.0050
-0.1803
0.3154
0.0283
200.0283
199.9717
96.6464
Jul-03
-0.1696
-0.4808
0.0785
-0.0204
-0.5923
199.4077
200.5923
96.0757
Aug-03
-0.2799
0.1252
0.0076
-0.1775
-0.3245
199.6755
200.3245
95.7644
Sep-03
-0.0891
0.0150
0.1513
0.4012
0.4784
200.4784
199.5216
96.2237
Oct-03
-0.1272
-1.9432
0.0625
0.3252
-1.6827
198.3173
201.6827
94.6180
Nov-03
-0.1442
0.7713
-0.0077
-0.1229
0.4965
200.4965
199.5035
95.0889
Dec-03
-0.1442
0.6010
0.0940
0.1918
0.7425
200.7425
199.2575
95.7976
Jan-04
-0.0636
-0.0801
0.6489
0.4988
1.0039
201.0039
198.9961
96.7642
Feb-04
-0.0382
-0.3005
-0.0309
0.0114
-0.3582
199.6418
200.3582
96.4182
Mar-04
-0.0636
-0.4407
-0.2101
-0.1536
-0.8680
199.1320
200.8680
95.5849
Apr-04
-0.0594
-1.0567
0.1337
0.2330
-0.7493
199.2507
200.7493
94.8713
May-04
-0.1145
-0.1553
-0.2870
-0.3197
-0.8765
199.1235
200.8765
94.0434
Jun-04
-0.1484
-1.3823
0.6432
-0.2348
-1.1223
198.8777
201.1223
92.9939
Jul-04
-0.0466
-0.1502
0.2139
0.3679
0.3849
200.3849
199.6151
93.3526
Aug-04
-0.0636
-0.1753
-0.3017
-0.1130
-0.6536
199.3464
200.6536
92.7444
Sep-04
-0.0509
0.1402
0.2129
0.2826
0.5848
200.5848
199.4152
93.2884
Oct-04
-0.0254
-0.3155
-0.0807
0.2245
-0.1971
199.8029
200.1971
93.1046
Nov-04
-0.0339
-0.0150
-0.2018
0.3235
0.0728
200.0728
199.9272
93.1724
Dec-04
-0.0806
-0.0801
1.1591
0.1177
1.1161
201.1161
198.8839
94.2182
Jan-05
0.0000
-0.0851
-0.8008
0.1579
-0.7280
199.2720
200.7280
93.5348
Feb-05
-0.0170
0.0050
0.1159
0.0780
0.1819
200.1819
199.8181
93.7051
Mar-05
-0.0254
0.7312
0.4790
0.0672
1.2520
201.2520
198.7480
94.8856
Apr-05
0.0170
-0.7663
-0.0477
-0.1231
-0.9200
199.0800
200.9200
94.0166
May-05
-0.0212
-0.0050
-0.1270
-0.0146
-0.1678
199.8322
200.1678
93.8590
Jun-05
0.0127
0.0851
-0.1379
0.1652
0.1252
200.1252
199.8748
93.9766
Jul-05
-0.0127
-0.0050
-0.1018
0.0455
-0.0740
199.9260
200.0740
93.9071
Aug-05
-0.0042
0.1002
0.1616
-0.1403
0.1172
200.1172
199.8828
94.0172
Sep-05
0.4113
0.2905
-0.4064
-0.2384
0.0571
200.0571
199.9429
94.0709
Oct-05
0.1230
0.5860
0.2454
0.0604
1.0147
201.0147
198.9853
95.0303
Nov-05
0.0551
0.4908
-0.7975
-0.0592
-0.3108
199.6892
200.3108
94.7354
Dec-05
0.0509
0.9816
0.7714
0.3797
2.1836
202.1836
197.8164
96.8269
Jan-06
0.0339
-0.1502
-0.4828
0.3196
-0.2794
199.7206
200.2794
96.5567
Feb-06
0.0297
-0.0351
0.2777
0.0950
0.3673
200.3673
199.6327
96.9119
Mar-06
0.0127
0.0401
-0.3837
0.1665
-0.1645
199.8355
200.1645
96.7527
Apr-06
-0.0466
0.0100
0.1614
0.3901
0.5149
200.5149
199.4851
97.2521
May-06
-0.0085
0.0050
0.1750
-0.0057
0.1659
200.1659
199.8341
97.4136
Jun-06
-0.0212
-0.0300
0.7003
-0.4352
0.2138
200.2138
199.7862
97.6221
Jul-06
-0.0042
-0.0300
-0.5450
0.1619
-0.4174
199.5826
200.4174
97.2155
Aug-06
-0.0042
0.0100
0.0615
0.2359
0.3032
200.3032
199.6968
97.5106
Sep-06
-0.0212
-0.0501
0.3414
0.1106
0.3807
200.3807
199.6193
97.8825
Oct-06
-0.0466
-0.0601
-0.6062
0.1094
-0.6035
199.3965
200.6035
97.2936
188
Nov-06
-0.0085
-0.0751
0.8994
0.2432
1.0590
201.0590
198.9410
98.3294
Dec-06
-0.0636
-0.1803
-0.7392
0.1805
-0.8027
199.1973
200.8027
97.5433
Jan-07
-0.0678
0.0050
0.5356
-0.0218
0.4509
200.4509
199.5491
97.9841
Feb-07
-0.0382
-0.0451
-0.5232
-0.0622
-0.6686
199.3314
200.6686
97.3311
Mar-07
-0.0933
-0.0150
0.5264
-0.0323
0.3858
200.3858
199.6142
97.7074
Apr-07
-0.0551
-0.0100
-0.1650
0.3115
0.0813
200.0813
199.9187
97.7868
May-07
-0.0678
-0.0050
0.4660
0.1612
0.5544
200.5544
199.4456
98.3304
Jun-07
-0.1442
0.0150
-0.2418
0.0225
-0.3485
199.6515
200.3485
97.9884
Jul-07
0.0000
-0.0050
-0.0950
0.2679
0.1679
200.1679
199.8321
98.1531
Aug-07
0.1187
-0.2103
0.2569
-0.2612
-0.0960
199.9040
200.0960
98.0589
Sep-07
-0.2714
-0.0300
-0.0568
0.2541
-0.1041
199.8959
200.1041
97.9569
Oct-07
-0.0933
-0.0401
-0.2933
0.5407
0.1141
200.1141
199.8859
98.0687
Nov-07
-0.0170
-0.0200
0.4691
0.0674
0.4995
200.4995
199.5005
98.5597
Dec-07
-0.0721
-0.1452
-0.3899
0.0788
-0.5284
199.4716
200.5284
98.0404
Jan-08
0.0212
-0.1703
1.5594
-0.1294
1.2809
201.2809
198.7191
99.3042
Feb-08
-0.0254
-0.1502
0.1988
0.2169
0.2400
200.2400
199.7600
99.5429
Mar-08
-0.0509
-0.0651
-0.3359
-0.2890
-0.7408
199.2592
200.7408
98.8081
Apr-08
-0.0254
-0.0501
0.4106
-0.2331
0.1019
200.1019
199.8981
98.9089
May-08
-0.0254
-0.0300
-0.3879
0.1830
-0.2604
199.7396
200.2604
98.6517
Jun-08
-0.0254
0.0050
0.1138
-0.1244
-0.0311
199.9689
200.0311
98.6211
Jul-08
0.0127
0.0200
0.0143
-0.1550
-0.1079
199.8921
200.1079
98.5147
Aug-08
0.0594
-0.0100
-0.0385
-0.1911
-0.1802
199.8198
200.1802
98.3373
Sep-08
0.1187
-0.0501
0.1570
-0.4362
-0.2106
199.7894
200.2106
98.1305
Oct-08
0.2248
-0.1052
0.4525
-1.0251
-0.4530
199.5470
200.4530
97.6870
Nov-08
0.1611
-0.1052
-0.4165
-0.9386
-1.2992
198.7008
201.2992
96.4260
Dec-08
0.0382
-0.3956
-0.3575
0.2886
-0.4264
199.5736
200.4264
96.0157
Jan-09
-0.0085
-0.0150
-0.2844
0.1403
-0.1677
199.8323
200.1677
95.8549
Feb-09
-0.0466
-0.1502
-0.1781
-0.3324
-0.7074
199.2926
200.7074
95.1792
Mar-09
-0.0127
0.0200
0.0022
0.1380
0.1475
200.1475
199.8525
95.3197
Apr-09
-0.0297
0.0050
-0.0097
0.6915
0.6571
200.6571
199.3429
95.9482
May-09
-0.0424
0.2304
0.2200
0.6367
1.0446
201.0446
198.9554
96.9557
Jun-09
-0.0509
0.1152
0.0020
0.3152
0.3814
200.3814
199.6186
97.3263
Jul-09
0.0042
0.0000
0.2505
0.2059
0.4606
200.4606
199.5394
97.7756
Aug-09
-0.0382
0.0551
0.2864
0.4154
0.7187
200.7187
199.2813
98.4808
Sep-09
-0.0212
0.0000
-0.2443
0.1281
-0.1373
199.8627
200.1373
98.3457
Oct-09
-0.0127
-0.0501
0.3250
0.2098
0.4720
200.4720
199.5280
98.8109
Nov-09
-0.0424
0.0100
-0.4332
-0.0621
-0.5277
199.4723
200.5277
98.2909
Dec-09
-0.1145
0.0200
0.7194
0.0976
0.7226
200.7226
199.2774
99.0037
Jan-10
-0.2460
-0.7112
-0.0783
0.1706
-0.8648
199.1352
200.8648
98.1512
Feb-10
-0.0127
-0.0952
0.3170
-0.1580
0.0512
200.0512
199.9488
98.2014
Mar-10
0.2587
0.4958
0.1299
0.2236
1.1080
201.1080
198.8920
99.2955
189
Apr-10
-0.0466
-0.0751
-0.0422
0.2213
0.0573
200.0573
199.9427
99.3525
May-10
-0.0806
-0.3005
-0.4975
-0.2154
-1.0940
198.9060
201.0940
98.2714
Jun-10
-0.0212
0.1903
0.7899
0.0921
1.0511
201.0511
198.9489
99.3099
Jul-10
0.0339
-0.0451
0.0231
0.1638
0.1758
200.1758
199.8242
99.4846
Aug-10
0.1187
0.2855
-0.2136
0.0443
0.2349
200.2349
199.7651
99.7185
Sep-10
-0.1866
-0.3355
-0.8164
0.2146
-1.1239
198.8761
201.1239
98.6040
Oct-10
0.0127
0.2805
0.7696
0.2140
1.2768
201.2768
198.7232
99.8710
Nov-10
-0.0254
-0.0601
0.2553
0.0156
0.1853
200.1853
199.8147
100.0563
Dec-10
-0.0466
-0.1252
-0.1852
-0.1209
-0.4779
199.5221
200.4779
99.5792
Jan-11
-0.0170
-0.1102
0.0459
-0.1687
-0.2499
199.7501
200.2499
99.3306
Feb-11
-0.0127
0.0801
-0.1959
-0.0334
-0.1619
199.8381
200.1619
99.1699
Mar-11
-0.5555
-0.0501
0.3186
0.2039
-0.0832
199.9168
200.0832
99.0875
Apr-11
-0.0127
-0.0952
-0.0325
0.2209
0.0806
200.0806
199.9194
99.1674
May-11
-0.0254
-0.1853
0.0295
0.0749
-0.1064
199.8936
200.1064
99.0619
Jun-11
-0.0297
-0.0601
0.1178
-0.0299
-0.0019
199.9981
200.0019
99.0600
Jul-11
0.4665
-0.0050
-0.0039
0.1992
0.6568
200.6568
199.3432
99.7128
Aug-11
-0.0042
-0.2704
-0.1454
-0.0885
-0.5086
199.4914
200.5086
99.2069
Sep-11
-0.0424
-0.0451
0.3077
-0.2522
-0.0320
199.9680
200.0320
99.1752
Oct-11
-0.0170
-0.0100
0.0248
-0.1045
-0.1067
199.8933
200.1067
99.0695
Nov-11
-0.0254
-0.0250
-0.0434
0.0966
0.0027
200.0027
199.9973
99.0722
Dec-11
-0.0170
-0.1152
0.2353
-0.0085
0.0946
200.0946
199.9054
99.1660